eales disease finish fix

Upload: fitri-rahmawati

Post on 09-Mar-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oftalmo

TRANSCRIPT

REFERATEALES DISEASE

NAMA PEMBIMBING :dr. Agah Gadjali, Sp.Mdr. Gartati Ismail, Sp.Mdr. Henry A.W, Sp.Mdr. Hermansyah, Sp.Mdr. Mustafa, Sp.M

DISUSUN OLEH:Muchammad Zulkarnain (1102010172)Muhammad Rahmandika (1102010186)

BAGIAN ILMU MATARS POLRI SAID SUKANTOPERIODE DESEMBER 2014 JAN 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah swt atas selesainya referat yang berjudul Eales Disease.Juga kepada dr. Agah Gadjali, Sp.M, dr. Hermansyah, Sp.M, dr. Gartati Ismail, Sp.M, dr. Mustafa, Sp.M, dr. Henry A.W, Sp.M, selaku dosen pembimbing, kami ucapkan terimakasih banyak atas bimbingannya selama kepaniteraan kami di Bagian Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto.

Dalam referat ini kami akan mencoba membahas mengenai eales disease. Semoga pembahasan kami ini dapat membantu membuka wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa klinik ataupun dokter umum mengenai eales disease.

Penulis,

Jakarta, 16 Desember 2014

BAB IPENDAHULUANRetina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Pada Eales disease terjadi inflamasi pada pembuluh darah retina yang dapat menyebabkan berbagai macam manifestasi klinis seperti penglihatan yang mendadak buram.Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.Henry Eales seorang ahli penyakit mata yang menemukan penyakit ini menyatakan bahwa penyakit ini adalah suatu penyakit mata yang penyebabnya masih belum diketahui dan tidak berhubungan dengan inflamasi. Kasus yang terjadi kebanyakan di negara India dan beberapa negara di timur tengah dengan rasio penderita 1 dari 200-250 pasien.Berdasakan gejala klinis, Eales disease dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium 1 ( Inflamatory stage), stadium 2 ( iskemik stage ), stadium 3 ( neovaskularitation ), stadium 4 ( compilcated stage ).Tujuan penatalaksanaan pasien dengan eales disease adalah membantu mengurangi peradangan yang dapat berujung terjadinya manifestasi klinis pada eales disease.

Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada derajat atau stadium dari penyakit ini Biasanya prognosis baik bila stadium inflamasi dapat diatasi dengan baik dan pendarahan vitreus dapat dihentikan. Belum ada mortalitas yang dilaporkan karena penyakit ini. Tetapi morbiditasnya cukup tinggi dikarenakan terlambat diagnosis dan tajam penglihatan tidak kunjung membaik.Tujuan telaah ilmiah ini adalah untuk menambah wawasan tetntang eales disease dan mengetahui diagnosis eales disease dari segi etiologi, patofisiologi, dan pemeriksaan penunjang agar dapat mengetahui bagaimana tatalaksana yang tepat dari eales disease.

BAB II2. 1. Anatomi RetinaRetina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.1

Gambar 1. Anatomi retinaDikutip dari http://echomusics.com/2014/09/retina.htmlLapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:1. Epitelium pigmen retinaMerupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina. 3, 4, 5

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut. Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang. 2,4, 53. Membrana limitans externa4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti daribatang dan kerucut. 3,65. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor . 3,66. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.7.Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar . 3,68. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion 9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus. 3,610. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar membran. 3,6

Gambar 2. Lapisan retinaDikutip dari http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.htm

Gambar 3. Gambaran retina normalDikutip dari http://www.histology-world.com

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh arkade arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. 2Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan lapisan parenkim karena akson akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali. 2

Gambar 4.Anatomi makula Dikutip dari http://www.histology-world.comPembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang cabang dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. 2,3

2.2.Fisiologi RetinaRetina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

2.3. Eales Disease2.3.1. DefinisiEales disease pertama kali dideskripsikan oleh Henry Eales , seorang Dokter Ahli Penyakit Mata berkebangsaan Inggris, pada tahun 1880 dan 1882 Eales mengklasifikasikan penyakit ini sebagai penyakit retina non-inflamasi. Untuk definisi dan etiologi dari Eales disease sampai saat ini masih belum diketahui dengan adekuat. Pada penelitian terbaru yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentang Eales disease ini memberikan hasil yang cukup signifikan baik dari segi klinis , biokimia , imunologi , dan biologi molekuler.

Henry EalesGambar 52.3.2. Epidemiologi. Menurut penelitian, di Amerika Serikat jarang didapatkan penyakit ini. Ealess disease sering didapatkan di India dan beberapa daerah di Timur Tengah. Tidak didapatkan mortalitas pada pasien dengan Eales disease. Tidak ada predileksi ras pada Ealess disease, tapi dari segi prevalensinya banyak menyerang ras India dan beberapa penduduk di Timur Tengah. Biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu sebesar 80-90%. Usia rata-rata penderita yaitu pada dewasa muda yang berusia kisaran 30-40tahun.

2.3.3. EtiopatofisiologisDari penelitian terbaru , banyak yang menyimpulkan bahwa etiologi dari Ealess disease disebabkan oleh Tuberkulosis atau karena hipersensitifitas karena tuberkuloprotein. Hipotesa ini ditunjang oleh didapatkannya spesies Mycobacterium pada epiretinal membran. Dengan teknik PCR didapatkannya gen MPB64 milik kuman Mycobacterium Tuberculosis yang didapatkan pada Epiretina membran pasien dengan Eales disease.Pada stadium inflamasi pada Eales disease (ED) didapatkannya peningkatan C-Reactive Protein dan IL-6 (Interleukin 6) sebagai marker. Dari didapatkannya marker tersebut diambil kesimpulan bahwa terjadi inflamasi yang di mediasi oleh sistem imun pada ED. Tapi sampai saat ini , masih belum dapat diketahui secara adekuat antigen apa yang mencetuskan serangkaian sistem imun tersebut. Stres oksidatif juga dapat menyebabkan cedera jaringan, meningkatnya Thiobarbituric acid Substances (TBARS) pada vitreus , eritrosit, platelet , dan monosit. Berkurangnya kadar Vitamin E dan C dan glutathione mengindikasikan lemahnya aktifitas antioksidan pada ED.Pigmen Epitelium Growth Factor (PEGF) adalah suatu Glycoprotein dan sebagai inhibitor potent pada iskemia menginduksi neovaskularisasi. Hubungan antara (PEGF) dengan Vaskuler Endotelial Growth Factor (VEGF) telah dipelajari dengan baik. Berkurangnya jumlah (PEGF) pada Eales disease dan meningkatnya VEGF sebagai faktor utama penyebab terbentuknya Neovaskularisasi pada ED.

2.3.4 Stadium Berdasakan gejala klinis, Eales disease dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: 1. Stadium 1 ( Inflamatory stage) .dikutip dari Lang GK, Lang GE. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

Pada Stadium Inflamasi terjadi tanda tanda radang yang cukup aktif , seperti yang terlihat pada gambar diatas yaitu terdapat gambaran periflebitis dimana vena-vena menjadi lebih berdilatasi dan aliran darah meningkat drastis.

2. Stadium 2 ( Iskemik stage)

dikutip dari Lang GK, Lang GE. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

Pada stadium ini , inflamasi terus berlanjut hingga mengenai pembuluh darah yang lebih besar , karena inflamasi berjalan terus menerus tanpa perbaikan , maka terjadilah injury pada endotel pembuluh darah vena retina yang mencetuskan terbentuknya trombus sehingga terjadi oklusi vena yang menyebabkan terdapatnya daerah-daerah iskemik.

3. Stadium 3 (Neovaskularitation)

dikutip dari Lang GK, Lang GE. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

Pada stadium ini dimana merupakan stadium lanjutan dari stadium iskemik stage karena pada stadium iskemik stage akan terjadi pelepasan suatu glycoprotein yang bersifat angiogenic yaitu Vaskuler Endotelial Growth Factor (VEGF).

4. Stadium 4 (Complicated stage)

dikutip dari Lang GK, Lang GE. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

Pada stadium ini , terjadi banyak komplikasi karena tumbuhnya pembuluh darah baru yang lemah dan rentan ruptur , pembuluh darah yang ruptur tersebut akan segera resolusi dan kemudian akan terjadi ruptur berulang. Hal seperti ini dapat menyebabkan timbulnya jaringan fibrovaskuler dimana jaringan fibrovaskuler ini dapat menyebabkan terlepasnya retina (ablasio retina)2.3.5. DiagnosisDiagnosis pada Ealess disease harus terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain seperti kemungkinan adanya suatu kelainan darah seperti leukemia ataupun penyebab lain.

Pemeriksaan: 1. Pemeriksaan tajam penglihatan2. Pemeriksaan lapangan pandang3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari tanda pendarahan atau tidak yang biasanya sering ditemukan pada pasien dengan Ealess disease.6. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)Pemeriksaan Penunjang :0. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta seperti diabetes melitus.0. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan. 0. Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor.

2.3.6. PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan pasien dengan ED adalah membantu mengurangi peradangan yang dapat berujung terjadinya manifestasi klinis pada ED. Kortikosteroid menjadi pilihan utama pada stadium inflamasi. Dosis yang diberikan adalah 1mg/kg/bb selama 6 minggu lalu masuk ke dalam dosis tapering off yaitu 10mg selama kurang lebih 2minggu . Setelah itu dapat dilanjutkan dengan pemberian dosis pemeliharaan 15-20mg selama 2-3 bulan.Ada beberapa penelitian yang menyarankan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada ED yang menurut penelitian dapat memberikan hasil yang cukup signifikan, OAT yang dipilih adalah Rifampisin dan Isoniazid selama 9 bulan.Fotokoagulasi merupakan terapi pilihan utama untuk mengatasi Eales disease stadium proliferatif, tekniki fotokoagulasi yang dilakukan adalah segmental scatter photocoagulation. Dilaporkan bahwa hasil dari fotokoagulasi cukup memuaskan diaman terjadi penurunan kadar VEGF pada vitreus.

Bila stadium penyakit sudah mencapai stadium komplikasi dan terjadi ablasio retina, maka sudah merupakan indikasi dari pembedahan. Pada pembedahan bila sudah terjadi ablasio retina dilakukan dengan cara :

1. Scleral buckling : Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,

Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.

Gambar 9.Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi .

Gambar 10.Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan .2. Retinopeksi pneumatic : Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. 3,6

Gambar 11.Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus .3.Pars Plana Vitrektomy : Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi. 3,6

Keuntungan PPV:1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.Kerugian PPV:1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.2. Dapat menyebabkan katarak.3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil 4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 12. Vitrektomi

2.3.7. PrognosisPrognosis dari penyakit ini berdasarkan pada derajat atau stadium dari penyakit iniBiasanya prognosis baik bila stadium inflamasi dapat diatasi dengan baik dan pendarahan vitreus dapat dihentikan. Belum ada mortalitas yang dilaporkan karena penyakit ini. Tetapi morbiditasnya cukup tinggi dikarenakan terlambat diagnosis dan tajam penglihatan tidak kunjung membaik

BAB IIIKESIMPULANEales disease adalah suatu penyakit inflamasi yang menyerang pembuluh darah vena bagian perifer dari retina. Trias yang terjadi pada Eales disease adalah terjadinya vaskulitis , neovaskularisasi , dan oklusi pembuluh darah. Eales disease biasanya menyerang pasien dewasa muda dan umumnya pria lebih banyak terkena daripada wanita. Eales disease biasanya dihubungkan dengan hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein.Gejala pertama yang biasanya timbul pada Eales disease adalah penurunan tajam penglihatan secara mendadak dan tanpa rasa sakit. Manifestasi klinis yang paling sering muncul pada Eales disease adalah pendarahan vitreus.Penatalaksanaan utama pada eales adalah pemberian kortikosteroid pada stadium inflamasi , fotokoagulasi pada stadium proliferasi , dan bedah vitroretina bila sudah terjadi komplikasi berupa ablasio retina.

DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-62. DR.Dr.Widya Artini, SpM, Pemeriksaan Dasar Mata, Edisi pertama, Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.3. Bruce James, Chris Chew,Anthony Bron, Lecture Notes On Oftalmology , edisi kesembilan ,Blackwell Science Ltd :Penerbit Erlangga4. Ilyas, Sidarta. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata ,edisi keempat. 2009.. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.107-10.5. Available at: . www.joii-journal.com/content/3/1/116. Available at: www.medscape.com/ealesdisease 0