diktat hukum perdata (book i, ii, iii, iv)

64
SILABUS MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : HUKUM PERDATA Kelompok Kurikulum : Kurikulum Inti Kelompok Mata Kuliah : Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK) Beban Kredit : 4 SKS Semester : Gasal/Genap Prasyarat : Pernah tempuh PHI & PIH, Lulus PHI/PIH Fakultas/Jurusan/Program Studi : HUKUM Sasaran : Memberikan dasar pada mahasiswa dalam Mempelajari dan memahami hubungan perdata dalam masyarakat di tinjau dari hukum BW atau hukum tertulis.

Upload: jondrapianda

Post on 30-Jun-2015

809 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

SILABUS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : HUKUM PERDATAKelompok Kurikulum : Kurikulum Inti Kelompok Mata Kuliah : Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK)Beban Kredit : 4 SKSSemester : Gasal/GenapPrasyarat : Pernah tempuh PHI & PIH, Lulus PHI/PIHFakultas/Jurusan/Program Studi : HUKUMSasaran : Memberikan dasar pada mahasiswa dalam

Mempelajari dan memahami hubungan perdata

dalam masyarakat di tinjau dari hukum BW atau

hukum tertulis.

Page 2: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

MATERI

PENDAHULUANA. Istilah dan pengertian Hukum Perdata. B. Luas Hukum Perdata Materiel dan Formil di Indonesia. C. Sumber-sumber Hukum Perdata Tertulis. D. Sejarah terjadinya sampai berlakunya BW di Indonesia. E. Sistematika BW, kedudukan dan perkembangannya.

TENTANG ORANG SEBAGAI SUBYEK HUKUMA. Pengertian Orang sebagai subyek hokum. B. Badan Hukum sebagai subyek hokum. C. Teori-teori Badan Hukum.D. Ujud Badan Hukum. E. Kemampuan hukum Badan Hukum.F. Yayasan. G. Wakaf.

HUKUM KELUARGAA. Hukum Perkawinan

1. Syarat sahnya perkawinan. 2. Larangan perkawinan. 3. Pencegahan perkawinan. 4. Hak dan kewajiban suami isteri. 5. Perkawinan berdasarkan Hukum Islam, Rukun Perkawinan.6. Perjanjian Perkawinan dan Harta Perkawinan.7. Putusnya Perkawinan. 8. Perceraian dan Akibatnya.

B. Hukum Waris 1. Pengertian.2. Asas.3. Unsur.4. Ahli Waris Menurut Undang-Undang.5. Ahli Waris Menurut Surat Wasiat.

HUKUM BENDA 1. Pengaruh berlakunya UUPA terhadap Buku II BW. 2. Sistem Buku II BW.3. Pentingnya pembedaan benda bergerak dan benda tetap. 4. Hak kebendaan : arti dan macamnya. 5. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan. 6. Hak milik. 7. Bezit.8. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan. 9. Gadai dan fiducia. 10. Hak tanggungan.

HUKUM PERIKATAN A.Pengaturan dalam Buku III BW

Page 3: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

B.Sumber perikatan C.Unsur-unsur perikatan D.Prestasi dan wanprestasi E. Keadaan memaksa dan risiko F. Hapusnya perikatan

REFERENSI :

1. Sudikno Mertokusumo, SH.Prof.Dr, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 1999.

2. Supomo, SH.Prof.Dr, Sistem Hukum di Indo-nesia,Jakarta,Pradnya Paramita,1983,Cet.XII.

3. Azis Saifudin, Beberapa hal tentang BW, Bandung, Alumni, 1989, Cet. VI.4. Ali Rido, SH., Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan dan

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 1991,Cet. IV.5. Chaidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1987, Cet. I.6. H.Ahmad Azhar Basyir, MA., Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, UII Pres,

1999, Edisi I,Cet. IX.7. Sri Sudewi Masjchun Sofwan, SH.Prof.Dr., Hukum Benda, Yogyakarta, Liberty,

1981,Cet. IV.8. Satrio J., SH., Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Alumni,

1993, Cet.I.9. Satrio J., SH., Hukum Waris, Bandung, Alumni, 1993, Cet.I.10. Setiawan R., SH. Pokok-pokok Hukum Perikatan, Jakarta, Bina Cipta, 1987,

Cet.IV.11. R. Soebekti, KUH Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994. Cet.26.12. Ridwan Sakroni, Seluk Beluk Hukum Perdata,

Page 4: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

BAB IPENDAHULUAN

A. Istilah dan Pengertian Hukum Perdata Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”,

baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum.

Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).

1. PengertianHukum perdata merupakan hukum yang meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu

segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.Secara terminologis, Hukum Perdata (Burgerlijk-recht) ialah rangkaian peraturan-

peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.1

2. Dasar Hukum berlakunya BWDasar hukum berlakunya BW di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaaan, adalah

Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi: Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

B. Luas Hukum Perdata Materiel dan Formil di Indonesia 1. Luas hukum Perdata Materil

Ruang lingkup hukum perdata dibagi manjadi 4, yaitu:a. Hukum perorangan

Personenrecht adalah bagian dari hukum perdata yang memuat rangkaian peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum dan peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu.

b. Hukum KekeluargaanHukum keluarga meliputi rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup

kekeluargaan.Hukum kekeluargaan mengatur tentang :

1) Keturunana) Anak sah

Seorang anak sah (wettig kind) ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian, seorang anak sungguh-sungguh anak ayahnya tentunya sukar didapat.

Sehubungan dengan itu, oleh undang-undang ditetapkan suatu tenggang kandungan yang paling lama, yaitu 300 hari dan suatu tenggang kandungan yang paling pendek, yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan orangtuanya dihapuskan, adalah anak yang tidak sah.

Ketentuan tentang anak sah menurut Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42). Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 43 (1).

1 Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 214

Page 5: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

b) Menyangkal sahnya anakJikalau seorang anak dilahirkan sebelumnya lewat 180 hari setelah hari

pernikahan orangtuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali jika ia sudah mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran itu turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah itu dianggap telah menerima dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri. Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah anak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.

Selanjutnya si ayah dapat juga menyangkal sahnya anak dengan alasan isterinya telah berzina dengan lain lelaki, apabila kelahiran anak itu disembunyikan. Di sini si ayah itu harus membuktikan bahwa isterinya telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu antara 180 dan 300 hari sebelum kelahiran anak itu.

Tenggang waktu untuk penyangkalan, ialah satu bulan jika si ayah berada di tempat kelahiran anak, dua bulan sesudah ia kembali jikalau ia sedang bepergian waktu anak dilahirkan atau dua bulan setelahnya ia mengetahui tentang kelahiran anak, jika kelahiran itu disembunyikan. Apabila tenggang waktu tersebut telah lewat, si ayah itu tak dapat lagi mengajukan penyangkalan terhadap anaknya.

Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan adanya hubungan seperti antara anak dengan orangtuanya.

Oleh hakim yang menerima gugatan penyangkalan itu, harus ditunjuk seorang wali khusus yang akan mewakili anak yang disangkal itu. Ibu si anak yang disangkal itu, yang tentunya paling banyak mengetahui tentang keadaan mengenai anak itu dan juga paling mempunyai kepentingan, haruslah dipanggil di muka hakim.

Mengenai penyangkalan terhadap anak Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur dalam Pasal 44. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan, oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari pada perzinaan tersebut (Pasal 44 (1). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan (Pasal 44 (2).

Mengenai Pembuktian tentang asal-usul anak menurut, Undang Undang No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 55 diatur sebagai berikut:1) Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang

autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang (Pasal 55 (1).2) Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan

dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat (Pasal 55 (2).

3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan (Pasal 55 (3).

c) Anak luar perkawinanAnak yang lahir di luar perkawinan, dinamakan “naturlijk kind.” Ia dapat diakui

atau tidak diakui oleh ayah atau ibunya. Menurut sistem yang dianut oleh B.W. dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orangtuanya. Barulah dengan “pengakuan” (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orangtua yang mengakuinya. Tetapi suatu hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga ada. hubungan itu

Page 6: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

hanya dapat diletakkan dengan “pengesahan” anak (wettiging), yang merupakan suatu langkah lebih lanjut lagi daripada pengakuan. Untuk pengesahan ini, diperlukan kedua orangtua, yang telah mengakui anaknya, kawin secara sah. Pengakuan yang dilakukan pada hari pernikahan juga membawa pengesahan anak. Jikalau kedua orangtua yang telah kawin belum melakukan pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum pernikahan, pengesahan anak itu hanya dapat dilakukan dengan “surat-surat pengesahan” (brieven van wettiging) oleh Kepala Negara. Dalam hal ini presiden harus meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Pengakuan anak tidak dapat dilakukan secara diam-diam, tetapi harus dilakukan di muka Pegawai Pencatatan Sipil, dengan pencatatan dalam akte kelahiran anak tesebut, atau dalam akte perkawinan orangtuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam suatu akte tersendiri dari Pegawai Pencatatan Sipil, bahkan dibolehkan juga dalam akte notaries.

Perlu diterangkan, bahwa undang-undang tidak membolehkan pengakuan terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perbuatan zina (overspel) atau yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.

2) Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin,

berada di bawah kekuasaan orangtuanya (ouderlijke macht) selama kedua orangtua itu terikat dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan orangtua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orangtuanya dihapuskan. Ada pula kemungkinan, kekuasaan itu oleh hakim dicabut (ontzet) atau orangtua itu dibebaskan (ontheven) dari kekuasaan itu, karena sesuatu alasan. Kekuasaan itu dimiliki oleh kedua orangtua bersama, tetapi lazimnya dilakukan oleh si ayah. Hanyalah apabila si ayah itu tidak mampu untuk melakukannya, misalnya sedang sakit keras, sakit ingatan, sedang bepergian dengan tidak ada ketentuan tentang nasibnya, atau sedang berada di bawah pengawasan (curatele) kekuasaan itu dilakukan oleh isterinya.

Kekuasaan orangtua, terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian dan perumahan.

Pada umumnya seorang anak yang masih di bawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri. Berhubung dengan itu, ia harus diwakili oleh orangtua.

Selanjutnya, kekuasaan orangtua itu tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orangtua itu. Hanyalah dalam hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang yaitu mengenai benda-benda yang tak bergerak, surat-surat sero (effecten) dan surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.

Orangtua mempunyai vruchtgenot atas benda atau kekayaan anaknya yang belum dewasa, yaitu mereka berhak untuk menikmati hasil atau bunga (renten) dari benda atau kekayaan si anak. Dari peraturan ini dikecualikan kekayaan yang diperoleh si anak sendiri dari pekerjaan dan kerajinanya sediri. Sebaliknya pada orangtua yang mempunyai vruchtgenot atas kekayaan anaknya itu diletakkan beban seperti seorang vruchtgebruiker, yaitu ia wajib memelihara dan menjaga benda itu sebaik-baiknya, sedangkan biaya pemeliharaan dan pendidikan si anak harus dianggap sebagai imbalan dari vruchtgenot tersebut.

Orangtua yang melakukan kekuasaan orangtua, dapat dibebaskan dari kekuasaan tersebut (ontheven) berdasarkan alasan ia tidak cakap (ongeschikt) atau tidak mampu (onmachtig) untuk melakukan kewajiban memelihara dan mendidik anaknya. Yang dimaksudkan oleh undang-undang, ialah suatu kenyataan bahwa seorang ayah atau ibu mempunyai sifat-sifat yang menyebabkan ia tidak lagi dapat dianggap cakap untuk melakukan kekuasaan orangtua. “Ontheffing” ini hanya dapat dimintakan oleh Dewan

Page 7: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Perwalian Voogdijraad”) atau Kejaksaan dan tidak dapat dipaksanakan jika si ayah atau ibu itu melawannya.

Selanjutnya dapat juga dimintakan pada hakim supaya orangtua itu dicabut kekuasaannya (ontzet), berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh udang-undang. Alasan-alasan itu, antara lain jikalau orangtua itu salah mempergunakan atau sangat melalaikan kewajibannya sebagai orangtua, berkelakuan buruk, dihukum karena sesuatu kejahatan yang ia lakukan bersama-sama dengan anaknya atau dihukum penjara selama dua tahun atau lebih. Berlainan dengan ontheffing, ialah pencabutan kekuasaan (ontzetting). Ini dapat dimintakan oleh si isteri terhadap suaminya atau sebaliknya, selanjutnya dapat pula dimintakan oleh anggota-anggota keluarga yang terdekat. Dewan Perwakilan (Voogdijraad) atau Kejaksanaan dapat pula memintakannya. Selanjutnya ada pula perbedaan, ontheffing dan onzetting. “Ontheffing” ditujukan pada orangtua yang melakukan kekuasaan orangtua (biasanya si ayah) sedangkan “ontzetting” dapat ditujukan pada masing-masing orangtua. Lagi pula “ontzetting” selalu berakibat hilangnya “vruchtgenot,” sedang ontheffing tidak.

Pengaturan mengenai kekuasaan orang tua terhadap anak dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur dalam Bab X tentang Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak sebagai berikut:a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya

(Pasal 45 (1).b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu

kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus (Pasal 45 (2).

c) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik (Pasal 46 (1).

d) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas,bila mereka itu memerlukan bantuannya (Pasal 46 (2).

e) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya (Pasal 47 (1).

f) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan (Pasal 47 (2).

g) Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya (Pasal 48).

h) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :1) Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya2) berkelakuan buruk sekali (Pasal 49 (1)

i) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut (Pasal 49 (2).

3) PerwalianPerwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang

tidak berada di bawah kekuasaan orangtua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Dengan demikian, berada di bawah perwalian. Anak yang berada di bawah perwalian, adalah:a) anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orangtua;b) anak sah yang orangtuanya telah bercerai;c) anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

Page 8: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Jika salah satu orangtua meninggal, menurut undang-undang orangtua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak-anaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij). Seorang anak yang lahir di luar perkawinan berada di bawah perwalian orangtua yang mengakuinya. Apabila seorang anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatannya (detieve voogdij). Ada pula kemungkinan, seorang ayah atau ibu di dalam surat wasiatnya (testament) mengangkat seorang wali untuk anaknya. Pengangkatan yang dimaksudkan akan berlaku, jika orangtua yang lainnya karena sesuatu sebab tidak menjadi wali. Perwalian semacam ini dinamakan perwalian menurut wasiat (testamentaire voogdij).

Pada umumnya dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali saja. Kecuali, apabila seorang wali-ibu (moedervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi medevoogd.

Seorang yang oleh hakim diangkat menjadi wali, harus menerima pengangkatan itu, kecuali jika ia seorang isteri yang kawin atau jika ia mempunyai alasan-alasan menurut undang-undang untuk minta dibebaskan dari pengangkatan itu. Alasan-alatan itu antara lain jika ia, untuk kepentingan negara harus berada di luar negeri, jika ia seorang anggota tentara dalam dinas aktif, jika ia sudah berusia 60 tahun, jika ia sudah menjadi wali untuk seorang anak lain atau jika ia sendiri sudah mempunyai lima orang anak sah atau lebih.

Ada golongan orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali. Mereka itu, ialah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang di bawah curatele, orang yang telah dicabut kekuasaannya sebagai orangtua, jika pengangkatan sebagai wali itu untuk anak yang menyebabkan pencabutan tersebut. Lain dari itu, Kepala dan anggota-anggota Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) juga tak dapat diangkat menjadi wali, kecuali dari anak-anaknya sendiri.

Seorang wali diwajibkan mengurus kekayaan anak yang berada di bawah pengawasannya dengan sebaik-baiknya dan ia bertanggung-jawab tentang kerugian-kerugian yang ditimbulkan karena pengurusan yang buruk. Dalam kekuasaannya, ia dibatasi oleh pasal 393 B.W. yang melarang seorang wali meminjam uang untuk si anak. Ia tak diperkenankan pula menjual, menggadaikan benda-benda yang tak bergerak, surat-surat sero dan surat-surat penagihan dengan tidak mendapat izin lebih dahulu dari hakim. Selanjutnya seorang wali, diwajibkan, apabila tugasnya telah berakhir, memberikan suatu penutupan pertanggungan-jawab. Pertanggungjawaban ini dilakukan pada si anak, apabila ia telah menjadi dewasa atau pada warisnya jikalau anak itu telah meninggal.

Semua wali, kecuali perkumpulan-perkulmpulan yang diangkat oleh hakim (hakim berkuasa mengangkat suatu perkumpulan menjadi wali), jika dikehendaki oleh Weeskamer, diharuskan memberikan jaminan berupa borgtocht atau hipotik secukupnya menurut pendapat Weeskamer. Jika wali itu tidak suka memberikan tanggungan itu, Weeskamer dapat menuntutnya di depan hakim, dan meminta pada hakim supaya pengurusan kekayaan si anak dicabut serta diserahkan pada Weeskamer itu sendiri.

Dalam tiap perwalian di Indonesia Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) menurut undang-undang menjadi wali pengawas (toeziende voogd). Wesskamer itu berada di Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar, sedangkan di tempat-tempat lain ia mempunyai cabang (agen). Di samping tiap Weeskamer ada suatu “Dewan Perwalian” (Voogdijraad) yang terdiri atas kepala dan anggta-anggota, Weeskamer itu ditambah degnan beberapa anggota lainnya.

Agar Weeskamer dapat melakukan tugasnya, tiap orangtua yang menjadi wali harus segera melaporkan tentang terjadinya perwalian pada Weeskamer. Begitu pula, apabila hakim mengangkat seorang wali, Panitera Pengadilan harus segera memberitahukan hal itu pada Weeskamer.

Tentang perwalian dalam Undang Undang No. 1 tentang Perkawinan sebagai berikut:

Page 9: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali (Pasal 50 (1). Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya Pasal 50 (2).

Ketentuan mengenai wali sebagai berikut:a. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua,

sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi (Pasal 51 (1).

b. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik (Pasal 51 (2).

c. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu (Pasal 51 (3).

d. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawa kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu (Pasal 51 (4)

e. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya (Pasal 51 (5).

f. Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini (Pasal 53 (1).

g. Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana di maksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali (Pasal 53 (2).

h. Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Pengadilan yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut (Pasal 54)

i. Wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki oleh yang di bawah perwaliannya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan yang di bawah perwaliannya itu menghendakinya (Pasal 48).

4) Pendewasaan (handlichting)Dalam hal-hal yang sangat penting, adakalanya dirasa perlu untuk mempersamakan

seorang anak yang masih di bawah umur dengan seorang yang sudah dewasa, agar anak tersebut dapat bertindak sendiri di dalam pengurusan kepentingan-kepentingannya. Untuk memenuhi keperluan ini, diadakan peraturan tentang “handlichting,” ialah suatu pernyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.

Permohonan untuk dipersamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah mencapai umur 20 tahun kepada presdien, dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang menyatakan, ia telah mencapai umur tersebut. Presiden akan memberikan keputusannya setelah mendapat nasihat dari Mahkamah Agung yang untuk itu akan mendengar orang-orangtua anak tersebut dan lain anggota keluarga yang dianggapnya perlu. Begitu pula dalam hal si pemohon berada di bawah perwalian, wali dan wali pengawas akan didengar juga.

Apabila permohonan diluluskan, si pemohon tersebut memperoleh kedudukan yang sama dengan seorang dewasa. Hanyalah dalm soal perkawinan terhadap orang itu masih berlaku pasal-pasal 35 dan 37 B.W. perihal pemberian izin, yaitu ia masih juga harus mendapat izin dari orangtuanya, atau dari hakim dalam hal izin orangtua itu dapat diganti dengan perizinan hakim.

Pernyatan persamaan yang hanya meliputi beberapa hal saj, misalnya yang berhubungan dengan pengurusan suatu perusahaan, dapat diberikan oleh Pengadilan Negeri pada seorang anak yang sudah mencapai umur 18 tahun.

Di dalam praktik peraturan perihal “handlicting” ini sedikit sekali dipergunakan.

Page 10: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

5) Pengampuan (curatele)Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang

harus ditaruh di bawah pengampuan atau curatele. Selanjutnya diterangkan, bahwa seorang dewasa juga dapat ditaruh di bawah curatele dengan alasan bahwa ia mengobralkan kekayaannya.

Dalam hal seorang sakit ingatan, tiap anggota keluarga berhak untuk memintakan curatele itu, sedangkan terhadap seorang yang mengobralkan kekayaannya, permintaan itu hanya dapat dilakukan oleh anggota-anggota keluarga yang sangat dekat saja. Dalam kedua hal itu seorang suami atau isteri selalu dapat memintakan curatele terhadap isteri atau suaminya. Selanjutnya diterangkan, bahwa seorang yang merasa dirinya kurang cerdas pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri kepentingan-kepentingannya, dapat juga mengajukan permohonan supaya ia ditaruh di bawah curatele. Dalam hal seorang yang menderita sakit ingatan, hingga membahayakan umum, jaksa diwajibkan meminta curatele bila ternyata belum ada permintaan dari sesuatu pihak.

Permintaan untuk menaruh seorang di bawah curatele, harus diajukan kepada Pengadilan Negeri dengan menguraikan peristiwa-peristiwa yang menguatkan persangkaan tentang adanya alasan-alasan untuk menaruh orang tersebut di bawah pengawasan, dengan disertai bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim. Pengadilan akan mendengar saksi-saksi ini. Begitu pula anggota-anggota keluarga dari orang yang dimintakan curatele itu dan akhirnya orang itu sendiri akan diperiksa. Jikalau hakim menganggap perlu, ia berwenang untuk selama pemeriksaan berjalan, mengangkat seorang pengawas sementara guna mengurus kepentingan orang itu. Putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa orang itu ditaruh di bawah curatele, harus diumumkan dalam Berita Negara. Orang yang ditaruh di bawah curatele itu, berhak meminta banding (appel) pada Pengadilan Tinggi. Apabila putusan hakim telah memperoleh kekuatan tetap, Pengadilan Negeri akan mengangkat seorang pengampu atau kurator. Terhadap seorang yang sudah kawin sebagai pengampu harus diangkat suami atau isterinya, kecuali jika ada hal-hal yang penting yang tidak mengizinkan pengangkatan itu. Dalam putusan hakim selalu ditetapkan, bahwa pengawasan atas curatele itu diserahkan pada Weeskamer.

Kedudukan seorang yang telah ditaruh di bawah curatele, sama seperti seorang yang belum dewasa. Ia tak dapat lagi melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah. Akan tetapi seorang yang ditaruh di bawah curatele atas alasan mengobralkan kekayaannya, menurut undang-undang masih dapat membuat testamen dan juga masih dapat melakukan perkawinan serta membuat perjanjian perkawinan, meskipun untuk perkawinan ini ia selalu harus mendapat izin dan bantuan kurator serta Weeskamer. Bahwa seorang yang ditaruh di bawah curatele atas alasan sakit ingatan tidak dapat membuat suatu testamen dan juga tidak dapat melakukan perkawinan tidak usah diterangkan lagi, karena untuk perbuatan-perbuatan tersebut diperlukan pikiran yang sehat dan kemauan yang bebas.

6) Orang yang hilangJikalau seorang meninggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberikan kuasa

pada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, sedangkan kepentingan-kepentingan itu harus diurus atau orang itu harus diwakili, maka atas permintaan orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan jaksa, hakim untuk sementara dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang bepergian itu dan di mana perlu mewakili orang itu. Jika kekayaan orang yang bepergian itu tidak begitu besar, maka pengurusannya cukup diserahkan saja pada anggota-anggota keluarga yang ditunjuk oleh hakim. Weeskamer berkewajiban, jika perlu menyegel dahulu kekayaan itu, membuat pencatatan tentang benda-benda tersebut dan seterusnya akan diperlakukan menurut peraturan yang berlaku bagi pengurusan harta benda seorang yang masih di bawah umur. Tiap tahun Weeskamer harus pula memberikan pertanggunganjawab kepada Kejaksaan Negeri setempat.

Page 11: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Jika sesudah lima tahun lewat terhitung sejak hari keberangkatan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberikan kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, dan selama itu tak ada kabar yang menunjukkan ia masih hidup, maka orang-orang yang berkepentingan, dapat meminta pada hakim supaya dikeluarkan suatu pernyataan yang menerangkan, bahwa orang yang meninggalkan tempat tingalnya itu “dianggap telah meninggal.” Sebelumnya hakim mengeluarkan suatu pernyataan yang demikian itu, harus dilakukan dahulu suatu panggilan umum (antara lain dengan memuat panggilan itu dalam surat-surat kabar) yang diulangi paling sedikit tiga kali lamanya. Hakim juga akan mendengar saksi-saksi yang dianggap perlu untuk mengetahuk duduk perkaranya mengenai orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu dan juka dianggapnya perlu ia dapat menunda pengambilan keputusan hingga lima tahun lagi dengan mengulangi panggilan umum.

Dalam hal orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu meninggalkan suatu penguasaan untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka harus ditunggu selama sepuluh tahun lewat sejak diterimanya kabar terakhir dari orang itu, barulah dapat diajukan permintaan untuk mengeluarkan suatu pernyataan sebagaimana termaksud di atas.

Setelah dikeluarkan pernyataan itu oleh hakim, maka para ahliwaris ––baik yang menurut undang-undang maupun yang ditunjuk dalam surat wasiat–– berhak mengoper kekuasaan atas segala harta kekayaan, asal saja dengan memberikan jaminan-jaminan bahwa mereka tidak akan menjual benda-benda itu.

Para ahliwaris itu, lalu menguasai benda-benda itu sebagai orang-orang yang mempunyai hak vruchtgebruik atau hak pemakaian atas benda-benda tersebut. Seterusnya mereka berhak untuk menyuruh membuka surat-surat wasiat yang ada dan belum terbuka.

Setelah lewat 30 tahun, terhitung mulai hari dan tanggal surat pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim atau apabila orang yang dianggap telah meninggal itu, seandainya ia masih hidup, sudah mencapai umur 100 tahun, maka para ahliwaris dapat mengadakan suatu pembagian warisan yang tetap.

Sebagaimana telah diterangkan dalam bagian megnenai perkawinan, maka seorang suami atau isteri dari orang yang telah meninggalkan tempat tinggalnya itu setelah lewat 10 tahun sejak hari keberangkatannya, orang itu dapatmeminta pada hakim untuk diberikan izin guna kawin lagi. Perkawinan yang lama itu dianggap dihapuskan pada waktu perkawinan baru dilangsungkan.

c. Hukum harta kekayaanYaitu bagian dari hukum perdata yang memuat per-aturan-peraturan hukum yang

mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang, meliputi 2 hal:4) Hukum benda5) Hukum Perikatan

d. Hukum harta warisYaitu bagian dari hukum perdata yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan

seseorang setelah ia meninggal dunia, ada dua cara pewarisan yaitu :1) Pewarisan menurut Undang-undang2) Pewarisan berwasiat.

2. Luas Hukum Perdata FormilHukum perdata formil adalah peraturan hukum yang mengatur bagai-

mana cara menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantara Hakim. Hukum perdata formil meliputi tiga tahapan tindakan, yaitu:a. Tahap pendahuluan.b. Tahap penentuanc. Tahap pelaksanaan.

Asas-asas hukum perdata formil yang harus diperhatikan oleh hakim, yaitu:

Page 12: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

a. Hakim bersifat menunggu.b. Hakim pasif.c. Asas persidangan terbuka untuk umum.d. Asas mendengar kedua belah pihake. Putusan harus disertai alasan-alasan.f. Beracara dikenai biaya.g. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan.

C. Sumber-sumber Hukum Perdata Tertulis Sumber-sumber Hukum Perdata tertulis adalah 1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH.Per).2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)3. Perundang-undangan lain

D. Sejarah terjadinya sampai berlakunya BW di Indonesia Sumber pokok Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah Kitab Undang-

Undang Hukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), di-singkat KUHS (BW). KUHS sebagian besar adalah hukum perdata Prancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838; akibat pendudukan Prancis di Belanda, berlaku di Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Sipil yang dalam penyusunannya mengambil karangan pengarang-pengarang bangsa Prancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga unsur-unsur Hukum Kanoniek (Hukum Agama Katolik) dan hukum kebiasaan setempat mempengaruhinya.

Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi, tidak dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah Code de Commerce.

Setelah pendudukan Prancis berakhir, oleh pemerintah Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai oleh Mr J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar Code Napoleon, dan sebagian kecil hukum Belanda kuno. Meskipun penyusunan tersebut sudah selesai sebelumnya (5 Juli 1830), tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada tahun itu dikeluarkan:1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil).2. Wetboek van Koophandel (KUH Dagang)

Berdasarkan asas konkordansi2, kodifikasi Hukum Perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropah di Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 3 April 1847 Staatblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 di Indonesia.3

E. Sistematika BW, Kedudukan dan Perkembangannya 1. Sistematika BW

Hukum Perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu: Hukum tentang diri seseorang, Hukum Kekeluargaan, Hukum Kekayaan dan Hukum Warisan.a. Hukum tentang diri seseorang.

Memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

b. Hukum Kekeluargaan, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan

kekeluargaan, yaitu: perkawinan serta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

2 Bhs Belanda, artinya prinsip perlawanan beberapa bidang hukum di Indonesia dan di negeri Belanda pada masa penjajahan Belanda.(Sudarsono. 1999. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 81)

3 Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 209-210.

Page 13: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

c. Hukum Kekayaan, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekaya-an seseorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban–kewajiban yang demikian itu, biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain. Hak-hak kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak mutlak dan dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan ke-kuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasa-an atas suatu benda yang dapat terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merek, dinamakan hak mutlak saja.

d. Hukum Waris Mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga

dapat dikatakan, Hu-kum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Berhubung dengan sifatnya yang setengah-setengah ini, Hukum Waris lazim-nya ditempatkan tersendiri.4

Ruang lingkup pembahasan Hukum Waris adalah:1) hak mewarisi menurut undang-undang2) menerima atau menolak warisan 3) perihal wasiat (Testament)4) Fidei-commis. Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan

ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.

5) legitieme portie. ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.

6) perihal pembagian warisan7)  executeur-testamentair dan Bewindvoerder: ialah orang yang akan

melaksanakan wasiat.8) harta peninggalan yang tidak terurus 

2. Kedudukan dan perkembangan BWSistematika yang dipakai oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. BW. itu terdiri atas

empat buku, yaitu Buku I, yang berkepala “Perihal Orang”, memuat hukum tentang diri seseorang dan Hukum

Kekeluarga;Buku II, yang berkepala ”Perihal Benda” memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris.Buku III, yang berkepala “Perihal Perikatan”,memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak–pihak yang tertentu;

Buku IV, yang berkepala “Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum. Hukum Kekeluargaan dalam B.W. itu dimasukkan dalam bagian hukum tentang diri

seseorang, karena hubungan-hubungan keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecapan-nya untuk mempergunakan hak-haknya itu. Hukum Waris, dimasukkan dalam bagian tentang hukum perbendaan, karena dianggap Hukum Waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan seseorang. Perihal pembuktian dan lewat waktu (daluwarsa) sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan dalam B.W. yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil. Tetapi ada pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan formil. Soal-soal yang mengenai alat pembuktian ter-hitung bagian yang termasuk Hukum

4 Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. Hal. 16-17.

Page 14: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Acara Materiil yang dapat diatur juga dalam suatu undang-undang tentang Hukum Perdata Materiil.5

5 Ibid. Hal. 17-18

Page 15: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

BAB IITENTANG ORANG SEBAGAI SUBYEK HUKUM

A. Pengertian Orang sebagai Subyek Hukum Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban, Lazim-nya dalam hukum dikenal dengan

istilah subjek hukum (subjectum juris). Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum, karena masih ada subjek hukum lainnya, yaitu segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban, termasuk badan hukum (rechtpersoon).6

Subjek Hukum adalah yang berhak atas hak-hak subjektif dan pelaku dalam hukum objektif. Subjek hukum dalam hukum positif adalah orang (persoon)7

B. Badan Hukum sebagai Subyek Hukum Subyek hukum pertama-tama adalah manusia. Badan Hukum dibandingkan dengan

manusia, memperlihatkan banyak sifat-sifat yang khusus. Karena Badan Hukum tidak termasuk kategori manusia, tidak memperoleh semua hak-hak, tidak dapat menjalankan semua kewajiban-kewajiban, tidak dapat pula melakukan semua perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana halnya pada manusia. Akan tetapi, ke-mampuan hukum atau kekuasaan hukum dari badan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan pada asasnya me-nunjukkan persamaan yang penuh dengan manusia. Tiap hukum kekayaan, selain dengan tegas dikecualikan dapat berlaku bagi badan hukum, yaitu dalam hukum perikatan dan hukum kebendaan. Badan hukum dapat menutup perijinan, mempunyai hak milik sendiri, menciptakan hak cipta, (Pasal 7 Undang-Undang Hak Cipta L.N. 1912-600), hak merek, hak Oktroi Pasal 10 Undang-Undang Oktroi L.N. 1911-136) dan dapat melakukan tindakan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). Juga badan hukum dapat memakai nama (Handelsnaam wet L.N. 1921-842). Pembatasan pada ke-mampuan hukum dalam lapangan hukum kekayaan ialah, bahwa hak pakai hasil berlangsung tidak lebih dati tiga puluh tahun (Pasal 810 KUH Perdata), sedangkan Pasal 808 KUH Perdata menyatakan berkhir pada meninggalnya orang terakhir. Pasal 810 KUH Perdata menyebutkan badan susila (Zedelijk lichaam Pasal 1653 KUH Perdata), tetapi jelas yang dimaksud ialah badan hukum.

1. Bagaimana dalam hak pakai dan hak mendiami? Dalam Pasal 821, 824 dan 826 KUH Perdata dengan tegas hak-hak itu ditujukan untuk

diri sendiri dan segenap anggota keluarganya. Dengan demikian, hak pakai dan hak mendiami hanya dapat dipunyai dan dinikmati oleh manusia saja8.

Berlainan adalah pendapat Ph. A.N. Houwing9 yang berpangkal pada Pasal 820 KUH Perdata yang berbunyi:“Hak pakai dan hak mendiami diatur menurut peristiwa perdata, dan hak itu diperoleh; jika dalam peristiwa itu tiada ketentuan tentang kekuasaan hak, hak itu diatur menurut pasal-pasal berikut”10

Dengan mengemukakan Pasal 820 ini yang mendahului Pasal 821, 824 dan 826, Mr. Ph. A.N. Houwing berpendapat, bahwa Pasal 821, 824 dan 826 merupakan peraturan hukum tambahan (aanvullendsrecht). Oleh karena itu, dengan dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas kita boleh menerima bahwa badan hukum dapat menjadi subyek dari hak pakai dan hak mendiami.

Demikian pula pendapat Prof. Mr. A. Pitlo, dia mengatakan :”veelal maakt men nog een uitzonderling” (menurut beberapa ahli hukum lain satu-satunya kekecualian dalam lapangan hukum harta kekayaan ialah Pasal 810 KUH Perdata pembatasan hak pakai hasil selama-lama-nya 30 tahun) en wel voor het recht van gebruik en bewoning. De artt 868, 871 en 873 (Indonesia Pasal 821, 824 dan 826) geven er inderdaad blijk van dat de wet-geven aan 6 Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 4.7 Ibid. Hal 68 Paul Scholten-Bregstein, pada Asser Handleiding tot de beoefening van het Nederlands urgerlijk Recht, Eerste

deel-Personenrecht, Tweede stuk, Verdagenwoordiging en Rechtspersoon, hal. 100.9 Ph A.N Houwing, Subjektiefrecht, Rechtssubject, Rechtpersoon, hoofstuk III. Hal. 15310 Terjemahan R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tahun 1960.

Page 16: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

natuurlijke personen als rechthebbenden heefl gedacht, want in deze artikelen is sprake van het gezin van den gebruiker en bewoner. Mij is dit geen argument om aan den rechtspersoon de mogelijkheid te ontzeggen rechthebbende van gebruik en bewoning te zijn11.

Namun, sayang dia tidak memberikan dasar-dasar yang kuat untuk dapat dipakai sebagai alasan, mengapa badan hukum juga dapat mempunyai hak pakai dan hak menidiami.

Pasal 818 KUH Perdata dapat dipakai sebagai dasar, bahwa antara hak pakai dan hak mendiami dengan hak manfaat mempunyai persamaan dalam hal cara-cara mendapatkan dan cara-cara kehilangan hak-hak itu.

Dengan demikian, secara analogis Pasal 810 KUH Perdata juga berlaku untuk hak pakai dan hak mendiami, dengan batas waktu selama 30 tahun.

2. Dalam lapangan hukum keluarga dalam arti sempit badan hukum sama sekali tidak dapat bergerak. Di luar hukum kekayaan, badan hukum dapat menjadi wali. Pasal 265 KUH Perdata mengatakan:“Dalam segala hal, hakim harus mengangkat seorang wali, perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu Yayasan atau Lembaga amal yang bertempat kedudukan di sini pula, yang menurut anggaran dasarnya, akta-akta pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memlihara anak-anak belum dewasa untuk waktu lama”.Berbeda juga dengan manusia, badan hukum tidak dapat meninggal dunia akibat bubarnya badan hukum, harta kekayaan tidak boleh berpindah kepada ahli warisnya sebagaimana pada manusia. Ahli-ahli waris, badan hukum tidak memilikinya (Pasal 830 KUH Perdata), juga tidak dapat membuat surat wasiat, karena untuk dapat membuat suatu surat wasiat, seseorang harus mempunyai budi akalnya (Pasal 895 KU H Perdata).

3. Apakah penghinaan mungkin pada badan hukum?Menurut pendapat Mr. Paul scholten, dalam hukum keperdataan mungkin saja, sejauh

mengenai kehormatan dan nama baik dari badan hukum, yang dilancarkan dengan sengaja. Karena pada akhirnya disini berlaku pula bagi manusia yang dilukai dan dihina kehormatannya dan nama baiknya, yaitu para pengurus dan korporasi juga para anggota-anggota. Dalam hal demikian dapat dilaku-kan penuntunan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.

Mahkamah Agung di Negeri Belanda (Hoge Raad) dalam keputusannya tanggal 16 Pebruari 1891 (W.6083), menetapkan bahwa penghinaan dalam hukum pidana tidak mungkin selain terhadap manusia. Dengan putusan ini berarti Pasal 310 KUH Perdata tidak berlaku bagi badan hukum. Dasar yang dipakai H.R ialah undang-undang dari tanggal 16 Mei 1929, S. 34 Pasal 2.

Bagaimana dalam hukum perdata? Dalam putusan HR tanggal 10 Januari 1896 (W. 6761) berpendapat, bahwa tidak ada perbedaan pengertian penghinaan antara hukum perdata dengan hukum pidana. Putusan HR ini menyebabkan tidak berlakunya Pasal 1372 KUH Sipil bagi badan hukum. Dengan ini H.R. berpendapat sebaliknya dari Paul Scholten. Apakah pendapat HR dapat dipertahankan, masih ada alasan untuk meragukannya, jika melihat Pasal 137 c W.v.S. (Ned) yaitu penghinaan terhadap ”collectiviteit” (sekumpulan manusia).

C. Teori-teori Badan HukumUntuk mencari dasar hukum dari badan hukum timbul beberapa teori:

1. Teori fiktif dari von Savigny 12

Badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subyek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yag sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangkan suatu pelaku hukum (badan hukum) sebagai subyek hukum diperhitungkan sama dengan manusia. Sebagai pengikut

11 A. Pitlo. 153.Het Persoonenrecht naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek. Ctakan ke-3. H. 473.12 Friedrich Carl von Savigny, System des heutigen romischen echts. 1866

Page 17: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

teori fiktif ini dapat disebut Houwing dalam disertasinya Subjectief recht, rechtsutsujecten rechtspersoon (Leiden 1939), juga Lengemeyer, di dalam hal. 17113.

2. Teori harta kekayaan bertujuan dari Briaz.14

Menurut teori ini hanya manusia sja dapat menjadi subyek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia-pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terkait oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan. Pengikut teori ini Van der Heyden, dalam ”Het Schijnbeeld van de rechtspersoon”.

3. Teori organ dari Otto von Gierke15. Badan hukum adalah suatu realitas, sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam

manusia ada di dalam pergaulan hukum. Hal itu adalah suatu “leiblichgeistige Lebenseinheit die Wollen und das Gewollte in Tat umsetzenkam”. Di sini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemampuan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggota-nya). Apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari hukum. Teori ini menggambarkan badan-hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia. Pengikut teori organ antara lain Mr. L.C. Polano “Rechts-persoonlijkheid van vereenigingen”, disertasi Leiden, 1910.

4. Teori propriëtë collective dari Planiol (gezamenlijke vermogens-theorie Molengraaf)16. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu pada halkikatnya adalah hak dan

kewajiban anggota bersama-sama. Di samping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama-sama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluru-han, sehingga mereka secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dimamakan badan hukum. Dengan demikian badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja. Pengikut teori ini diantaranya ialah Star Busmann dan Kranenburg17

Teori propriëtë collective itu berlaku untuk kor-porasi, badan hukum yang mempunyai anggota, tetapi untuk Yayasan teori ini tidak banyak artinya. Teori harta kekayaan bertujuan (doelvermogens-theorie) hanya dapat untuk badan hukum Yayasan yang tidak mempunyai ang-gota. Teori fiktif yang mengumpamakan badan hukum seolah-olah sebagai manusia itu berarti bahwa badan hukum itu sebenarnya tidak ada, sedang sebaliknya teori organ memandang badan hukum itu suatu realitas yang sebenarnya sama dengan manusia.18

D. Ujud Badan Hukum Aneka badan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut macam-macamnya, jenis-

jenisnya dan sifatnya. Secara sistematik aneka badan hukum itu dapat dijelaskan seperti berikut.Pembuatan Badan Hukum Menurut Macam-macamnya

13 Mr Paul Scholten Bregtein van der Grinten, pada Asser’s Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, Eerste Deel Personenrecht, Tweede Stuk, Veertegen woordiging en Rechtpersoon, Hal. 88. tahun 1968.

14 A. Brinz. “Lehrbuch der Pandecten”, 1883.15 Otto von Gierke, “Das deutsche Geossenschafttsrecht”. 187316 Marcel Planiol “Traitë elëmentaire de droit civil” 1982. Prof. Mr. W.L.P.A. Molengraaff “Leidraad bij de

boefening van het Nederlndse handelsrecht, 1948, I, par. 2817 Kranenburg, “De gronndslagen der rechtswetenscap”, 1952, hlm 62; Men staat nu, meen bij het begrip

rechtspersoon inderdaat niet voor een fictie, maar voor een connsrictie van het juridisch denken.18 Ali Rido. 2001. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan,

Wakaf. Bandung: Alumni. Hal. 7-10.Tanggapan Teori Organ yang menyamakan badan hukum itu sama dengan manusia-alam sebetulnya terlalu jauh, melihat bahwa badan hukum itu tidak dapat melakukan perbuatan hukum di bidang hukum kekeluargaan. Memang badan hukum itu menunjukkan kenyataan hukum (juridische realiteit) yang sama dengan manusia dalam hukum kekayaan, seperti dapat mempunyai hak kebendaan dan turut dalam pergaulan hukum sebagai pihak dalam suatu persetujuan.

Page 18: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Menurut landasan atau dasar hukum di Indonesia dikenal dua macam badan hukum, yaitu:(1) badan hukum orisinil (murni, asli), yaitu negara, contohnya negara Republik Indonesia yang

berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945;(2) badan hukum yang tidak orisinil (-tidak murni, -tidak asli), yaitu badan-badan hukum yang

berwujud sebagai perkumpulan berdasarkan ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata.Pasal 1653 ini menentukan:“Selanjutnya perseroan yang sejati (eigenlije naatschap) oleh undang-undang diakui pula perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan, baik perkumpulan-perkumpulan itu diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik”.

Pasal ini mengenai zadelijk lichaam atau badan susila dan tidak secaa tegas dinyatakan sebagai badan hukum. Meskipun tidak tegas-tegas dinyatakan, tetapi dari Pasal 1654 KUH Perdata dapat ditarik kesimpulan bahwa zadelijk lichaam juga mempunyai kedudukan sebagai badan hukum, sebab dalam Pasal 1654 itu dinyatakan mempunyai ke-wenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan: “semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata”.

Jadi, semua zedelijk lichaam yang sah itu sama seperti orang perseorangan memang untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata. Dari ketentuan inilah dapat disimpulkan zadelijke lichaam adalah badan hukum, sehingga kini orang menterjemahkan zadelijke lichaamen dengan istilah badan hukum saja.

Persoalannya sekarang, zadelijk lichaam mana yang dimaksud dalam Pasal 1654 tersebut? Zadelijke lichaamen menurut Pasal 1653 termaksud ada empat jenis badan hukum (zadelijke lichaamen), yaitu:(1) badan hukum yang diadakan (didirikan) oleh kekuasaan umum (zadelijk lichaam openbaar

gezag ingesteld), contohnya: propinsi, bank-bank yang didirikan oleh negara.(2) badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum (zadelijk lichaam op openbaar gezag

erkend), contohnya: perseroan (venooschap), gereja-gereja (sebelum diatur tersendiri tahun 1927), waterschapen seperti subak di Bali;

(3) badan hukum yang diperkenankan (diperbolehkan) karena diizinkan (zadelijk lichaam als geoorloofd toegelsten);

(4) badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud atau tujuan tertentu (zadelijk lichaam op een bepald oogmerk ingelsted).

Badan hukum jenis ke-3 dan ke-4 dinamakan pula: badan hukum dengan konstrusi keperdataan, contohnya seperti yang diadakan oleh orang-orang untuk membentuk partai politik dan perseroan terbatas.

Pembagian Badan Hukum Menurut Jenis-jenisnyaMenurut penggolongan hukum, yaitu golongan hukum publik dan hukum perdata, aneka badan hukum dapat dibagi, yaitu: (1) badan hukum publik dan (2) badan hukum perdata.Ad. (1) Badan hukum publikSuatu badan hukum di Indonesia yang merupakan badan hukum publik yakni negara – dalam bertindaknya dalam lapangan hukum perdata, hal ini merupakan persoalan yang masih harus ditentukan apakah berdasarkan Hukum Adat atau Hukum perdata barat (B.W./KUHPerdata).

Negara sebagai badan hukum orisinilNegara Republik Indonesia adalah badan hukum orisinil, sehingga perlu diingat bahwa:a) negara Republik Indonesia itu adalah badan hukum publik dan negara itu bukan karena

diadakan (ingesteld) berdasar pasal 1653 KUH Perdata, dan,b) negara Republik Indonesia sebagai badan hukum itu bukan pula karena penyerahan kedaulatan

tanggal 27 Desember 1949, hukum itu sedjalan berdiri sendiri dengan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Page 19: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Proklamasi tersebut tidak hanya mempunyai arti politis saja, tetapi juga mempunyai arti juridis yang penting. Dalam hukum internasional, proklamasi mempunyai arti sangat penting, karena mengenai terjadinya negara baru.Mengenai proklamasi negara Republik Indonesia tersebut, jika hal ini dipandang dengan sesuatu latar belakang dari apa yang disebut filsafat existensialisme, maka mungkin agak jelas mengenai arti yuridis idari proklamasi tersebut.Existensi itu bukan penghidupan yang demikian saja. Existensi adalah keadaan hidup manusia yang mempunyai corak hidup yang tegas dan merupakan suatu struktur dalam mana kehidupan itu di bawah suatu kemungkinan tertentu.Proklamasi kita nyatakan atau kita ujudkan–apa yang men-jadi kemungkinan bagi bangsa Indonesia. Cara untuk me-wujudkan cita-cita dari suatu bangsa ialah dalam wujud suatu negara. Dari dahulu telah dimaklumi, bahwa tujuan dari negara adalah pelaksanaan dari hasrat yang tidak dapat dicegah dari bangsa itu sendiri untuk menuju kepada tujuan wujud politis yang berdiri sendiri. Timbul tenggelamnya sesuatu negara itu pada hakikatnya merupakan suatu hakikat pelaksanaan hasrat tersebut.Dalam proklamasi kita dituntut adanya suatu organisasi yang kokoh agar existensi yang terkandung dalam hakikat bangsa Indonesia tersebut dapat berlangsung dan kelangsungan ini hanya dapat dicapai dengan suatu organisasi negara ter-sebut. Proklamasi bukan hanya hak menentukan nasib diri sendiri (right of selfdetermination) tetapi ini sudah termasuk bagian dari hak-hak dasar manusia.Tentang hukum, maka hukum yang seharusnya merupakan suatu sollen itu sewajarnya dilaksanakan menjadi sein dan kalau sollen itu tidak dilaksanakan, maka hukum itu menuju kepada kemungkinan saja. Sollen dinyatakan dengan sein dan jarak antara sollen dengan sein itu mewujudkan exsistensi serta hukum yang menentukan nasib diri sendiri itu –datang pada proklamasi negara Republik Indonesia pada waktu itu. Selanjutnya, dari jarak antara sollen dan sein– maka lahirlah hukum existensi dari negara Republik Indonesia. Berhubung dengan itu negara Republik Indonesia tersebut menjadi badan hukum.Dengan hubungan ini, kiranya perlu dikemukakan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tanggal 27 Desember 1949 adalah tanggal penyerahan kedaulatan dari tangan pemerintah Belanda kepada Indonesia. Terhadap pendapat ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan, bahkan berdasarkan pandangan filsafat existensialisme tentang penyerahan kedaulatan tersebut adalah tidak tepat. Penyerahan kedaulatan tersebut seharusnya disebut pemulihan kedaulatan negara Republik Indonesia, karena pada tanggal 17 Agustus 1945 itu negara Republik Indonesia sudah ada secara de facto maupun de jure.Kesimpulannya, bahwa kepribadian hukum (rechtspersoon-lijkeheid) dari negara Republik Indonesia ialah satu-satunya contoh dari badan hukum yang sebenarnya. Ini adalah badan hukum yang orisinil.Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut sangat berlainan dengan adanya hukum Hindia Belanda sebelum perang dunia ke-2. Dahulu Hindia Belanda, merupakan badan hukum, tetapi ini karena dibentuk oleh udang-undang (ingesteld/diadakan) dan dinyatakan oleh Raja Belanda dalam Comptabiliteitwet Stb. 1925 No. 44b, Pasal 1 menentukan seperti berikut:Hindia belanda adalah suatu badan hukum yang diwakili ber-tindaknya oleh Gubernur Jenderal atau oleh Menteri Jajahan (Nederlands Indie is een rechtspersoon, die het zij voor den Gouverneur Generaal het xij door den Minister van Overzee Rijksdelen vordt vertegenwoordigd).Demikian juga dengan, kotapraja merupakan badan hukum publik yang diadakan oleh kekuasan umum, bukan berdasar-kan hukum existensi. Jadi berlainan dengan negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum existensi merupakan badan hukum yang orisinil.19

E. Kemampuan Hukum Badan HukumDalam lapangan hukum kekayaan (vermogensrecht) pada asasnya badan

19 Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Bandung: Alumni. Hal 55-59

Page 20: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

hukum sepenuhnya sama dengan orang, sehingga selain dengan tegas sebagai dikecualikan, badan hukum mempunyai kemampuan dalam hukum perikatan dan kebendaan. Badan Hukum mampu melakukan hubungan-hubungan hukum atau mengadakan perjanjian-perjanjian baik tertulis atau tidak tertulis dengan pihak ketiga, Badan Hukum mempunyai hak-hak perdata baik atas benda ber-gerak dan tidak bergerak, benda-benda berwujud ataupun tidak berwujud. Badan Hukum dapat memakai nama dan dapat pula melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum.

Pengecualian dan pembatasan terhadap kemampuan badan hukum biasanya diatur secara tegas dalam peraturan perundangan. Seperti menurut Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, badan hukum tak dapat mempunyai hak milik atas tanah, kecuali badan-badan hukum tertentu saja yang boleh (paragraf VII.3. berikut). Dalam KUH Perdata ada juga pembatasannya, yaitu mengenai hak pakai hasil (vruchtgebruik) tersebut dalam Pasal 810 bahwa: hak pakai hasil kepada badan hukum (zadelijk lichaam) berlangsung tidak lebih dari tiga puluh tahun. Sedang Pasal 808 kepada orang, berakhir sampai matinya orang terakhir dari beberapa orang pemegang hak itu (ayat 1). Di samping itu menurut Pasal 808 ayat (2): kalau badan hukum sudah bubar sebelum tiga puluh tahun, hak pakai hasil berhenti.

Hal tersebut merupakan pengecualian yang umum dan ada lagi pengecualian yang lain (tidak umum), yaitu hak pakai dan hak mendiami (hak gebruik dan bewoning). Menurut Pasal 821, 824, dan 825 hak pakai dan mendiami hanya ditujukan untuk orang yang dapat memiliki dan menik-matinya, sedang badan hukum tidak dapat. Ini yang lazim. Tetapi A Pitlo menyangkal, mengapa badan hukum dikecuali-kan? Menurut Pitlo memang pada waktu BW dibuat pada permulaan abad ke-19 itu, figuur rechtpersoon belum dikenal, jadi peraturan BW hanya menyebut mengenai natuurlijk personen saja.

Di luar hukum kekayaan, badan hukum dapat men-jadi wali (Pasal 365 KUH Perdata). Tetapi dalam hukum keluarga, badan hukum tidak dapat bergerak. Berlainan dengan manusia, yang dapat meninggal dunia dan mem-punyai ahli waris untuk mewarisi harta kekayaan yang ditin-ggalkannya, hal demikian tidak ada pada badan hukum (Pasal 830). Bahkan badan hukum tidak dapat membuat surat wasiat (Pasal 895 KUH Perdata).

Mengenai badan hukum publiekrechtelijk berakhirnya bila dibubarkan oleh yang membentuknya, misalnya kalau propinsi itu didirikan (ingesteld) oleh undang-undang, maka pembubarannya juga harus oleh undang-undang. Sedang mengenai badan hukum privaatsrechtelijk itu bubarnya menurut anggaran dasarnya, atau bila objek dari badan hukum itu tidak ada lagi. Biasanya pada Perseroan Terbatas dalam anggaran dasarnya ditentukan berlangsungnya sampai 75 tahun, atau untuk perhimpunan berlangsungnya sampai 30 tahun seperti Taman Siswa, Muhammadiyah dan sebagainya.

Apakah orang dapat melakukan penghinaan terhada badan hukum? Menurut Pitlo dapat saja, sebab badan hukum mempunyai nama yang dilindungi dalam Handelsnaamwet (Stb. 1921-842). Demikian pula menurut Paul Scholten bahwa penghinaan dalam penggugatan berdasar Pasal 1365 KUH Perdata. Tetapi dalam yurisprudensi Belanda, yaitu menurut putusan Hoge Raad tanggal 16 Pebruari 1891 bahwa peng-hinaan dalam hukum pidana hanya terhadap manusia. Kemudian keputusan Hoge Raad tanggal 10 Januari 1896 menegaskan, bahwa tidak ada perbedaan pengertian peng-hinaan antara hukum perdata dan hukum pidana. Dengan demikian Pasal 1372 KUH Perdata tentang penghinaan bagi badan hukum tidak berlaku20.

F. Yayasan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota21.

Pendirian yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik badan hukum yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah

20 Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 168-16921 Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Page 21: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanuasiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas.

Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang trercantum dalam anggaran dasar, sengketa antara pengurus dan pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung ke-kayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh secara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis pe-nyelesaiannya.

Undang-undang yayasan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang yayasan menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhati-kan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang yayasan.

Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang yayasan.

Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehaki-man dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumukan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar Registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktek perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat.

Untuk mewujudkan mekanisme penegasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang yayasan me-ngatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasana yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penepatan Pengdailan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili ke-pentingan umum.

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat social, keagamaan dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ Yayasan yang dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain.

Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh pengurus. Oleh karena itu, pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan per-kembangan kegiatan Yayasan. Selanjutnya, terhadap Yayasan yang kekayaannya berasal dari nagara, bantuan pihak luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam undang-undang, kekayaan wajib diaudit oleh akuntan punblik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat.

Dalam undang-undang yayasan diatur pula mengenai kemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia.22

22 Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Page 22: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

G. Wakaf 1. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977

Dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 dan berbagai peraturan pelaksanaannya telah ditegaskan bagaimana pengertian, fungsi, unsur dan syarat-syarat perwakafan tanah.

a. Pengertian:Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan

sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan-nya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam (Pasal 1 ayat (1) PP. No. 28/1977 dan Pasal 1 sub B Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978).

b. Fungsi WakafUntuk mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Dengan wakaf

ini maka manfaat tanah yang bersangkutan dapat dilakukan, apakah untuk keperluan peribadatan, seperti untuk masjid, musalla atau untuk keperluan umum lainnya sesuai dengan ketentuan ajaran Islam.

c. Unsur-unsur perwakafanOrang yang berwakaf disebut WAKIF. Wakif menurut PP. No. 28/1977 adalah orang

atau orang-orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. Untuk adanya wakaf diperlukan adanya suatu IKRAR atau pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya, kelompok orang, atau badan hukum. Yang di-serahi tugas untuk pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf disebut NAZIR.

Badan hukum Indonesia dan orang-orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak-pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan pertauran-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal badan hukum, maka yang bertindak atasnamanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.

d. Syarat-syarat perwakafan tanah Adanya persyaratan yang harus dipenuhi bagi seseorang wakif dengan pencantuman

secara terperinci. Penantuman secara terperinci syarat-syarat ini dimaksud-kan untuk menghindari tidak sahnya perbuatan mewakaf-kan, baik adanya faktor interen (cacat atau kurang sempurna cara berfikir), maupun faktor eksteren (karena mersa dipaksa orang lain). Ketentuan-ketentuan ini ber-laku juga bagi yayasan Indonesia yang bergerak di bidang keagamaan dengan penyesuaian persyaratan seperlu-nya sesuai dengan persyaratan subjek hukum tersebut peraturan perundangan yang berlaku.

Perwakafan tanah ini harus dilakukan di muka Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Menurut Per-aturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978, maka Kepala Kantor Urusa Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW, sedang untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor urusan Agama (KUA) Kecamatan. Dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka Kanwil epag menunjuk kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di kecamatan tersebut. Sedang apabila suatu Kabupaten/Kota belum ada KUA Kecamatan, maka Kepala Kanwil Depag menunjuk Kepala Seksi Urusan Agama pada Kandepag kabupaten/kota sebagai PPAIW.

Page 23: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

PPAIW diwajibkan menyelenggarakan daftar Akta Ikrar Wakaf. Tugas PPAIW adalah:i. Meneliti kehendak wakif.ii. Meneliti dan mengesahkan Nazir atau anggota nazir yang baru sebagaimana diatur

dalam Pasal 10 ayat (3) dan (4) peraturan ini.iii. Meneliti saksi ikrar wakaf.iv. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf.v. Membuat akte ikrar wakaf.vi. Menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat

(2-3) peraturan ini, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak dibuatnya.vii. Menyelenggarakan daftar akte ikrar wakaf.viii. Menyimpan dan memelihara akte dan daftarnya.ix. Mengurus pendaftaran perwakafan seperti tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) PP (Pasal

7 Peraturan Menteri Agraria No. 1/1978).Menurut Pasal 9 ayat (2) PP No. 28/1977, PPAIW ini diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri Agama, akan tetapi untuk kelancaran pelaksanaan penunjukkan/pe-ngangkatan Kepala Kantor urusan Agama Kecamatan sebagai PPAIW, maka dengan Keputusan menteri Agama No. 73 Tahun 1978 telah dilakukan pendelegasian wewenang pengakatan/ penunjukkan serta pemberhentian Kepala kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai PPAIW kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi/setingkat. Dalam surat keputusan itu dinyatakan antara lain bahwa:(1)Mendelegasikan wewenang pengangkatan/penunjukkan serta pemberhentian Kepala kantor

Urusan Agama Kecamatan sebagai pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) kepada kepala Kantor Wilayah Departemen Agama propinsi/setingkat setempat.

(2)Jika dipandang perlu, Kepala Kantor Wilayah Departe-men Agama propinsi/setingkat dapat memberikan kuasa kepada Kepala Bidang Urusan Agama Islam untuk dan atasnama Kepala kantor Wilayah Departemen Agama propinsi/setingkat mengangkat dan member-hentikan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

(3)Jika dalam suatu wilayah hukum kecamatan belum ter-bentuk Kantor Urusan Agama, maka yang diangkat sebagai Pejabat pembuat Akta Ikrar wakaf (PPAIW) adalah Kepala Kantor Urusan Agama yang terdekat.

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan tersebut, telah dikeluarkan Instruksi Menteri Agama No. 5 Tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979 tentang Petunjuk pelaksanaan Keputusan menteri Agama No. 73 Tahun 1978 tentang pendelegasian wewenang Kepala kantor Wilayah Depar-temen Agama propinsi/setingkat untuk mengangkat/mem-berhentikan setiap kepala kantor Urusan Agama Kecama-tan sebagai Penjabat Pembuat Akta Ikrar wakaf (PPAIW).

Mengenai tanah yang diwakafkan haus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara.

Perbuatan mewakafkan adalah suatu perbuatan yang suci, mulia, dan terpuji sesuai dengan ajaran Agama islam. Berhubung dengan itu, maka tanah yang hendak diwakafkan itu betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut kepemilikan. Persyarat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya atau terbawa-bawa lembaga perwakafan ini untuk sering berhadapan dengan pengadilan yang dapat memerosotkan wibawa dan Syariat Agama Islam. Berdasarkan pandangan tersebut, maka tanah yang mengandung pembebanan seperti; hipotik, credietvenband, tanah dalam proses perkara dan sengketa tidak dapat diwakafkan sebelum masalahnya diselesaikan terlebih dahulu.

Seorang Wakif harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas kepada Nazir dihadapan PPAIW. Nadzir ter-sebut dapat berupa orang perorangan atau badan hukum yang merupakan suatu kelompok orang terdiri dari se-kurang-kurangnya 3 orang dan salah seorang diantaranya sebagai ketua. Nadzir perorangan harus memenuhi syarat:1. Warganegara Republik Indonesia.2. Beragama Islam3. Sesudah Dewasa.4. Sehat Jasmani dan rohaniah

Page 24: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

5. Tidak berada dibawah pengampunan.6. Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

Sedangkan jika Nadzir tersebut adalah berbentuk Badan Hukum maka Nadzir tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:1. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia 2. Mempunyai perwakilan dikecamatan tempat letaknya tanah yang

diwakafkan.Seorang anggota Nadzir berhenti dari jabatannya apabila:1. Meninggal dunia.2. Mengundurkan diri3. Dibatalkan kedudukannya sebagai Nadzir oleh Kepala KUA karena:

a. tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintahan.b. Melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubu-ngan dengan jabatannya sebagai

Nadzir.c. Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sesuai Nadzir.

Nadzir berkewajiban mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya:1. Menyimpan lembar kedua salinan akta ikrar

wakaf.2. Memelihara tanah wakaf.3. Memanfaatkan tanah wakaf.4. Memanfaatkan dan berusaha meningkatkan hasil wakaf 5. Menyelenggarakan pembukuan/administrasi yang me-liputi:

a. buku catatan tentang keadaabn tanah wakafb. buku catatan pengelolaan dan hasil tanah wakaf.c. buku catatan tentang penggunaan hasil tanah wakaf.

Nadzir berkewajiban melaporkan:1. Hasil pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan sertifikat kepada kepala KUA.2. Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaanya akibat

ketentuan Pasal 12 dan 13 peraturan ini sebagai diatur dalam Psal 11 ayat (3) peraturan Pemerintah.

3. Pelaksanaan kewajiban yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini kepada Kepala KUA tiap satu tahun sekali yaitu pada tiap akhir bulan Desember.

4. Dan kalau ada anggota nadzir yang berhenti dari jabatan-nya sebagai diatur dalam pasal 8 ayat (2) peraturan ini.

Nadzir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Kandepag cq Kepala Seksi dengan ketentuan tidak melebihi sepuluh persen dari hasil bersih tanah wakaf.

Nadzir dalam menunaikan tugasnya berhak meng-gunakan pasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kandepag cq Kepala Seksi.23

23 H Abdurrahman, SH. MH. 1990. Masalah Perwakafan dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 29-35

Page 25: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

BAB IIIHUKUM KELUARGA

A. Hukum Perkawinan 1. Syarat sahnya perkawinan

Syarat sahnya suatu perkawinan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah:a. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu.b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.24

2. Larangan perkawinan Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang

dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman

susuan;e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal

seorang suami beristeri lebih dari seorang;f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.25

g. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 (2) dan Pasal 4 undang-undang ini.26

h. Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.27

i. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. Tidak boleh melangsungkan pernikahan dalam masa iddah.28

3. Pencegahan perkawinan Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan.29 Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini.30

24 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) dan (2)25 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 8 26 Ibid. Pasal 927 Ibid. Pasal 1028 Ibid. Pasal 11 ayat (1)29 Ibid. Pasal 13

30 Ibid. Pasal 14 ayat (1) dan (2)

Page 26: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah ber-langsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1),31 Pasal 8,32 Pasal 9,33 Pasal 1034 dan Pasal 1235 Undang-undang ini tidak dipenuhi. Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.36

Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan. Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.37

Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan. Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan. oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya. Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang me-ngadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut di atas. Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan. Ketentuan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.38

4. Hak dan kewajiban suami isteri Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi

sendi dasar dari susunan masyarakat.39 Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, oleh karena itu masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.40

Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.41 Berikut suami wajib melindungi isteri-nya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.42

5. Perkawinan berdasarkan Hukum Islam a. Pengertian Perkawinan

Perkawinan menurut Hukum Islam adalah: Suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dngan cara yang diridoi Allah.43

31Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

32 Lihat tentang larangan perkawinan.33Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang

tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.34Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya,

maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

35Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.36 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1637 Ibid. 1974 Pasal 1738 Ibid. Pasal 21 ayat (1) sampai (5).39 Ibid. Pasal 3040 Ibid. Pasal 3141 Ibid. Pasal 3342 Ibid. Pasal 34 ayat (1) sampai (3)43Ahmad Azhar Basyir. 1987. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII: Hal. 11

Page 27: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

b. Tujuan PerkawinanTujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulnya.44

6. Perjanjian Perkawinan dan Harta PerkawinanCalon suami istri sebelum melaksanakan perkawinan boleh mengadakan suatu perjanjian

perkawinan sepanjang dalam hal-hal yang tidak dilarang oleh agama. Perjanjian antara calon suami istri ini dapat disahkan secara tertulis oleh Pegawai Pencatat Nikah. Pada UU No 1 Tahun 1974 Pasal 29 disebutkan:1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, ke dua belah pihak atas persetujuan

bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut

2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan

3. Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan4. Selama perkawinan berlangsungnya perjanjian tersebut tidak dapat dirubah kecuali bila dari

kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan persetujuan tidak merugi-kan pihak ketiga.

Berkaitan dengan perjanjian menyangkut harta perkawinan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan:a. Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama, maka perjanjian

tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiabn suami untuk menafkahi.b. Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-

masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh selama perkawinan.c. Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung

mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah.d. Perjanjian perkawinan mengenai harta, dapat dicabut atas persetujuan bersama suami istri dan

wajib mendaptarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah.Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada istri untuk meminta pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.45

7. Putusnya perkawinanPerkawinan putus karena:a. Kematianb. Perceraian danc. atas keputusan pengadilan

8. Perceraian dan AkibatnyaAkibat putusnya perkawinan adalah:a.Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata

berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya

b.Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut

c.Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri

B. Hukum Waris1. Pengertian

44 Ibid45 ?Disarikan dari Kompilasi Hukum Islam, BAB VII Tentang PERJANJIAN PERKAWINAN Pasal 45-52.

Page 28: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Warisan, yaitu suatu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam masyarakat, yang melahirkan sedikit banyaknya kesulitan sebagai akibat dari meninggalnya seorang manusia.46

2. AsasDalam hukum waris berlaku suatu asas: a. Bahwa hanyalah hak-hak dam kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekyaan harta

benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau pada umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian, seperti hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai suami atau sebagai ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai seorang anggota perkumpulan. Tetapi ada kekecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya anaknya dan di pihak lain hak seorang anak untuk menuntut suapaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya, menurut undang-undang beralih pada (diwarisi oleh) ahli waris dari masing-masing orang yang mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terletak dalam lapanga hukum perbendaan atau per-janjian, tetapi tidak beralih pada ahli waris si meninggal, misalnya hak vruchtgebruik atau suatu perjanjian perburuhan dimana seorang akan melakukan akan melakukan suatu pekerjaan dengan tenaganya sendiri. Atau suatu perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap (perseroan) menurut BW, maupun yang berbentuk firma menurut WvK yang menurut undang-undang diakhiri dengan meninggalnya salahsatu anggota atau pesero.

b. Bahwa apabila seorang meninggal, maka ketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. Asas tersebut tercantum dalam suatu pepatah Perancis yang berbunyi le mort saisit le vit, sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban dari si meninggal oleh para ahli waris itu dinamakan saisine.47

3. UnsurDi atas telah disinggung sedikit unsur-unsur hukum waris BW, yakni pewaris, ahli waris dan

harta warisan. Ketiga unsur hukum waris ini diangkat kembali dan dibahas agak lebih luas dengan maksud para pembaca tidak sekedar berkenalan dengan unsur-unsur hukum waris tersebut tetapi dapat me-ngetahui seluk beluknya masing-masing.

a. PewarisSiapa yang layak disebut sebagai pewaris? Banyak kalangan memberi jawaban atas

pertanyaan ini dengan menunjuk bunyi pasal 830 BW, yaitu setiap orang yang telah meninggal dunia. Kelemahan jawaban ini adalah kalau yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan sedikit pun harta benda. Hukum waris tidak akan dipersoalkan kalau orang yang telah meninggal dunia tidak meninggalkan harta benda. Maka unsur-unsur yang mutlak harus dipenuhi untuk layak disebut sebagai pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan.

b. Ahli Waris Pertanyaan serupa di atas dapat juga diajukan untuk masalah ahli waris. Siapa yang layak disebut sebagai ahli waris? Dalam garis besarnya ada dua kelompok orang yang layak untuk disebut sebagai ahli waris. Kelompok pertama adalah orang atau orang-orang yang oleh hukum atau UU (maksudnya KUH Pertada/BW) telah ditentukan sebagai ahli waris dan kelompok kedua adalah orang atau orang-orang yang menjadi ahlim waris karena pewaris dikala hidupnya melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perbuatan hukum pengakuan anak, perbuatan hukum pengangkatan anak atau adopsi dan perbuatan hukum lain yang disebut testemen atau surat waris.

46Oemar Salim. 2000. Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 247 Subekti. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.Hal. 95-96.

Page 29: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Ahli waris menurut UU dari atas 4 (empat) golongan. Golongan pertama terdiri dari suami atau istri yang hidup terlama ditambah anak atau anak-anak serta sekalian keturunan anak-anak tersebut (Pasal 832, 852 dan 852 a KUH perdata). Golongan kedua terdiri atas ayah dan ibu (keduanya masih hidup), ayah atau ibu (salah satunya telah meninggal dunia) dan saudara/i serta sekalian keturunan saudara/i tersebut (Pasal 854, 855, 856 dan 857 KUH perdata). Golongan ketiga terdiri atas kakek-nenek garis ibu dan kakek nenek garis atau pihak ayah. Menurut Pasal 835 KUH perdata, apabila si yang meninggal dunia tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri maupun saudara/i, maka harta warisan dikloving (dibagi dua, satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas dan satu bagian lainnya untuk sekalian keluarga sedarah garis ibu lurus ke atas. Dan golongan keempat terdiri dari sanak keluarga pewaris dalam garis menyimpang sampai derajat ke enam dan derajat ketujuh karena pergantian tempat. Penggolongan ahli waris tersebut di atas selanjutnya dapat dilihat pada Peragaan berikut:

c. Harta Warisan Tidak otomatis harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia adalah

harta warisan. Untuk memastikan apakah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meinggal dunia termasuk harta warisan atau bukan perlu diketahui lebih dahulu status hukum perkawinannya dan hal-hal lain yang membebani harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meinggal dunia tersebut.

Status hukum perkawinan menurut KUH Perdata terdiri atas 3 (tiga) kategori. Pertama, perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa antara suami-istri yang bersangkutan tidak ada percampuran harta benda atau harta kekayaan. Kedua, perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa antara suami-istri yang bersangkutan ada percampuran harta benda secara bulat. Dan ketiga, perkawinan yang dilangsungkan dengan perjanjian kawinbahwa antaran suami-istri yang bersangkutan ada percampuran harta benda tetapi ada pengecualiannya. Kategori terakhir ini misalnya suami-istri melangsungkan perkawinan dengan perjanjian kawin ada percampuran harta kekayaan, namun suami atau calon suami menghendaki agar mobil yang diperolehnya selama masih bujangan dan masih dipakainya untuk keperluan sehari-hari tidak masuk atau dikecualikan dari percampuran harta benda. Landasan hukum dari status hukum perkawinan jenis terakhir ini adalah pasal 139 KUH Perdata yang mengatakan bahwa dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri dapat menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan UU sekitar persatuan harta kekayaan sepanjang tidak menyalahi tata susila.

Hal-hal lain yang mebebani harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia misalnya sewaktu masih hidup telah mengadakan perjanjian utang piutang dengan pihak lain yang sampai saat ia meninggal dunia, utang tersebut belum juga dibayar. Demikian juga masalah pajak yang belum dibayar dan biaya-biaya lain yang digunakan untuk keperluan pemakaman pewaris.

Bisa saja terjadi perkawinan dilangsungkan tanpa didahului pernajijian kawin. Apakah akibat hukunya jika perkawinan dilangsungkan tanpa didahului perjanjian kawin? Jawwaban atas pertanyaan ini adalah ketentuan Pasal 119 KUH Perdata yang mengatakan bahwa mulai saat per-kawinan dilangsungkan demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Maksud dari ketentuan Pasal 119 ini adalah apabila suami-istri sewaktu melangsungkan perkawinan tidak membuat perjanjian tentang harta kekayaan, maka demi hukum terjadi percampuran harta kekayaan secara bulat.

Akibat dari perkawinan yang dilangsungkan dengan percampuran harta kekayaan, baik karena perjanjian kawin maupun demu hukum (pasal 119), tidak semua harta kekayaan yang ditinggalakan oleh orang yang meninggal dunia termasuk harta warisan. Pasal 128 KUH Perdata mengatakan bahwa tatkala persatuan bubar, maka harta kekayaan persatuan dibagi 2 (dua) antara suami dan istri dengan tidak mempersolakan dari pihak manakah harta kekayaan tersebut diperoleh. Maksudnya, ½ (setengah) bagian dari harta peninggalan adalah harta

Page 30: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

warisan, sedangkan ½ (setengah) bagian lainnya adalah hak suami yang masih hidup (hidup terlama) sebagai akibat dari perkawinan percampuran harta kekayaan (pasal 128). Namun pembelahan aras 2 (dua) bagian yang sama tersebut baru dilakukan setelah dikurangi dengan beban-beban seperti beberapa contoh di atas.

Contoh soal berikut mudah-mudahan dapat membantu pemahaman atas penjelasan di atas. Pewaris ber-nama P (suami) dan Istri bernama Q. Perkawinan P –Q dilangsungkan dengan perjanjian kawin bahwa ada per-campuran harta kekayaan, namun sebuah mobil Mercedez yang diperoleh P dari harta warisan ayahnya tidak masuk dalam percampuran harta benda perkawinan tersebut . Total biaya pemakaman P = Rp 30 Juta. Sewaktu masih hidup ada utang di Bank Negara (kredit) sebesar Rp 50. Juta. Harta peninggalan P terdiri dari sebidang tanah HM. Senilai Rp 100 Juta, 2 (dua) bidang tanah HGB dengan nilai total keduanya Rp 300 juta dan sebuah perusahaan Garmen senilai Rp 500 juta. Perlu ditambah bahwa semua beban atau utang selama masih hidup dan untuk kepentingan bersama suami-istri termasuk beban harta persatuan dan segala biaya untuk keperluan pemakaman termasuk beban warisan. Sedangkan mobil pribadi P senilai Rp 100 juta.

Jadi untuk mengetahui berapa bessar harta warisan bersih P dapat dibuat skema seperti berikut;

Pembagian harta warisan tidak terlampau sulit manakala perkawinan dilangsungkan dengan perjanjian bahwa ada percampuran harta atau tidak ada percampuran harta benda perkawinan.48

4. Ahli Waris Menurut Undang-UndangDalam garis besarnya ada 4 (empat) kelompok orang yang layak untuk disebut sebagai ahli

waris:a. Suami atau isteri yang hidup terlama ditambah anak atau anak-anak serta sekalian keturunan

anak-anak tersebut.49

b. Ayah dan ibu (keduanya masih hidup), ayah atau ibu (salah satunya telah meninggal dunia) dan saudara/i serta sekalian serta sekalian keturunan saudara/i tersebut.50

c. Kakek nenek garis ibu dan kakek nenek garis atau pihak ayah.d. Sanak keluarga pewaris dalam garis menyimpang sampai derajat keenam dan derajat ketujuh

karena pergantian tempat.

5. Ahli Waris Menurut Surat WasiatOrang-atau orang-orang yang menjadi ahli waris karena pewaris dikala hidupnya melakukan

perbuatan hukum tertentu, misalnya perbuatan hukum pengakuan anak, perbuatan hukum pengangkatan anak atau adopsi dan perbuatan hukum lain yang disebut testamen atau surat wasiat.51

48 Anisitus Amanat. 2000. Membagi Warisan berdasaarkan Pasal-pasal BW. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 6-13

49 Pasal 832,852 dan 852 a KUH Perdata50 Pasal-pasal 854,855,856 dan 857 KUH Perdata.51 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, (Jakarta, Raja Grafindo

Persada: 2000). Hlm.7

Page 31: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

BAB IVHUKUM BENDA

A. Pengaruh berlakunya UUPA terhadap Buku II BW Dalam Buku II KUH Perdata diatur macam-macam hak kebendaan, akan tetapi dalam

membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam buku II itu harus diingat berlakunya Undang-Undang No 5 tahun 1960 yaitu Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam undangt-undang tersebut ditentukan bahwa semua hak yang bertalian dengan bumi, air dan segala kekayaan alam yang ada didalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik, dicabut berlakunya dari buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

B. Sistem Buku II BW

Buku II KUH Perdata: Menggunakan sistem tertutup artinya orang tidak diperkenankan untuk menciptakan hak kebendaan lain, selain apa yang sudah ada dalam Buku II tersebut.

Yang dimaksud dengan Benda dalam Buku II ialah apa saja yang dapat dijadikan hak seseorang baik berujud maupun benda tak berujud.

C. Pentingnya pembedaan benda bergerak dan benda tetap Dalam UUPA (UU No. 5 tahun 1960) tidak mengenal pembedaan antara benda bergerak

dan benda tidak bergerak. Menurut Pitlo pembedaan benda atas benda tak bergerak dan benda tetap itu adalah merupakan pembedaan yang terpenting sejak dahulu. Namun di Nederland perkembangan ilmu pengetahuan sekarang mengenal pembedaan benda atas benda atas nama dan benda tidak atas nama. Pada umumnya benda-benda atas nama adalah ter-daftar didalam register dan disebutkan atas nama yang berhak. Benda-benda tak bergerak terdaftar dalam register umumnya di kantor-kantor hipotik. Sedang benda-benda bergerak hampir semua merupakan benda-benda tidak atas nama.52

H. Drion mengatakan, bahwa di Nederland terdapat tendensi bahwa menurut pendapat-pendapat modern mereka cenderung untuk mengakui pembedaan benda atas benda-benda atas nama dan tidak atas nama, atau benda-benda terdaftar dan tak terdaftar.53

Pembedaan benda yang demikian kiranya patut diperhatikan dalam rangka pembinaan Hukum Nasional kita sekarang ini demi kepastian hukum dan kepastiah hak.54

Pembedaan antara benda bergerak dan benda tak bergerak ini penting artinya. Pentingnya itu berhubungan dengan 4 hal:

52 A. Pitlo, Het Zakenrecht, Hal 2553 H. Drion, Compendium Van Het Nederlands Vermogensrecht. Hal: 1354 Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta, Liberti : 1981) Hlm. 22.

Page 32: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

1. Bezit.Mengenai bezit misalnya – terhadap barang bergerak berlaku azas seperti yang tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu bezitter dari barang bergerak adalah sebagai eigenaar dari barang tersebut. Sedangkan kalau mengenai barang tak bergerak tidak demikian halnya.

2. Levering (penyerahan)Mengenai levering terhadap benda bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan

nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama. Mengenai levering dari benda tak bergerak ini praktek di Indonesia lain dari pada di Nederland.

Di Indonesia mengenai levering terhadap barang-barang tak bergerak itu berdasarkan Pasal 24 OV (Bepalingen omtrent de invoeiring van en de overgang tot de nieuwe wetgeving) masih mendasarkan pada peraturan atau cara yang lama yaitu berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (S-1834 no. 27).Pasal 24 OV pokoknya berbunyi:Aturan-aturan yang berbunyi mengenai cara levering dari barang-barang tak bergerak dengan pengumuman acte-acte sebagaimana dimuat dalam Pasal 616-620 KUH Perdata untuk sementara tetap tidak berlaku yang berlaku ialah peraturan-peraturan yang berlaku sekarang ada (overschrijving Ordonantie) sampai ditentukan yang lain.

3. Verjaing (kadaluarsa)Mengenai Verjaring, ini juga berlainan. Terhadap benda-benda bergerak itu tidak dikenal

verjaring sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedang untuk benda-benda tak bergerak mengenal adanya verjaring.

4. Bezwaring (pembebanan)Mengenai bezwaring (pembebanan) terhadap benda bergerak harus dilakukan dengan

pand (gadai) sedang terhadap benda tak bergerak harus dilakukan dengan hipotik.55

D. Hak kebendaan: arti dan macamnya 1. Pengertian

Hak kebendaan (Zakelijkrecht) adalah hak mutlak atas sesuatu benda, dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.56 Tentang hak-hak kebendaan :a. Bezit,

Ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang ole hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

b. Eigendom, Ialah hak yang paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan merusak)

c.  Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain,Ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.

d. Pand dan Hypotheek,Ialah hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.

e. Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilage)

55 Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta, Liberti : 1981) Hlm. 22-23.56 Ibid. Hlm. 24.

Page 33: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang.

f.  Hak reklame,Ialah hak penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari.

2. Macam-macam hak kebendaanHak-hak kebendaan yang diatur dalam Buku II Perdata itu dapat dibedakan sebagai berikut

(dengan sudah mengingat berlakunya Undang-undang Pokok Agraria):

a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) ini dapat atas bendanya sendiri dapat juga atas benda milik orang lain:1) Yang bersifat memberi kenikmatan atas benda milik sendiri, misalnya: hak milik atas

benda bergerak/benda yang bukan tanah. Bezit atas benda tanah/benda yang bukan tanah.

2) Yang bersifat memberi kenikmatan, tapi atas benda milik orang lain. Bezit atas benda bergerak/benda yang bukan tanah. Hak memungut hasil atas benda bergerak/benda yang bukan tanah. Hak pakai dan mendiami atas benda bergerak/benda yang bukan tanah.

b.Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht) Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan:1) Gadai sebagai jaminan ialah benda bergerak.2) Hipotik sebagai jaminan ialah benda-benda tetap.Selanjutnya di dalam buku II B itu juga terdapat figuur-figuur/bentuk-bentuk yang bukan merupakan hak kebendaan tetapi tokh diatur dalam Buku II KUH Perdata sejajar dengan hak-hak kebendaan yang lain, yaitu: privilegie dan hak retentie. Karena hak-hak tersebut sedikit banyak juga bersifat memberi jaminan dan mengandung cirri hak kebendaan.

E. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) ini dapat atas

bendanya sendiri dapat juga atas benda milik orang lain.1. Yang bersifat memberi kenikmatan atas benda milik sendiri, misalnya: hak milik atas benda

bergerak/benda yang bukan tanah. Bezit atas benda/tanah/ benda yang bukan tanah.

2. Yang bersifat memberi kenikmatan, tapi atas benda milik orang lain. Bezit atas benda bergerak/benda yang bukan tanah. Hak memungut hasil atas benda bergerak/benda yang bukan tanah. Hak pakai dan mendiami atas benda bergerak/benda yang bukan tanah.

F. Hak milik 1. Pengertian Hak milik

Pasal 570 KUH Perdata: Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, sal tak dipergunakan bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.

Page 34: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

G. Bezit1. Pengertian Bezit

Pasal 529 KUH Perdata: Bezit ialah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda dimana seseorang menguasainya, baik sendiri maupun dengan perantaraan orang lain, seolah-olah itu adalah kepunyaannya sendiri.

Seacara singkat, bezit ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

2. Syarat-syarat adanya bezita. Corpus – Harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.b. Animus – Hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki oleh orang tersebut.

Kehendak ini adalah kehendak yang sempurna, artinya bukan kehendak dari anak kecil atau orang gila.

3. Fungsi bezitBezit itu mempunyai 2 fungsi, yaitu: Fungsi polisionil dan fungsi zakenrechtelijk

a. Fungsi polisionil Bezit itu mendapat perlindungan dari hukum. Hukum mengindahkan keadaan kenyataan itu tanpa memper-soalkan hak milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit suatu benda (sekalipun dia pencuri) maka ia mendapat perlindungan dari hukum, sampai terbukti (di muka pengadilan) bahwa ia sebenarnya tidak berhak. Jadi barang siapa yang merasa haknya terlanggar harus minta penyelesaian terlebih dahulu pada polisi atau pengadilan. Itu yang dimaksud fungsi polisionil dari bezit. Fungsi polisionil ada pada setiap bezit.

b. Fungsi zakenrechtelijk Setelah beberapa waktu tertentu keadaan kenyataan (bezit) itu berjalan tanpa adanya protes dari pemilik yang sebelumnya, maka keadaan kenyataan itu akan barulah menjadi hak. Yang tadinya bezit itu akan berubah menjadi hak milik, yaitu dengan melalui lembaga verjaring. Itulah yang dimaksud dengan Fungsi zakenrechtelijk dari bezit. Fungsi zakenrechtelijk itu tidak ada pada setiap bezit, hanya ada pada burgerlijk bezit saja.57

H. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht)Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan:1. Gadai sebagai jaminan ialah benda bergerak.2. Hipotik sebagai jaminan ialah benda-benda tetap.

Selanjutnya dalam Buku II B itu juga terdapat figuur-figuur/bentuk-bentuk yang bukan merupakan hak kebendaan tetapi tokh diatur dalam Buku II KUH Perdata sejajar dengan hak-hak kebendaan yang lain, yaitu: privilegie dan hak retentie. Karena hak-hak tersebut sedikit banyak juga bersifat memberi jaminan dan mengandung cirri hak kebendaan

I. Gadai, Fiducia, dan Hipotik. 1. Gadai

a. Tinjauan Umum.Ketentuan tentang gadai di KUH Perdata merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih

dari 100 tahun. Pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan.

57 Ibid.. Hal.83-84

Page 35: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

b. Perumusan Gadai.Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas barang bergerak, yang

diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di-dahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

c. Para Pihak dalam Gadai.Ada dua pihak, yaitu pegadai dan penerima gadai.

d. Hak gadai atas Barang BergerakPembagian lembaga jaminan menjadi gadai dan Hipotik merupakan konsekwensi lebih

lanjut dari pem-bagian benda menurut B.W menjadi benda-benda bergerak dan benda tak bergerak.

e. Benda Gadai Diserahkan.Hak gadai diletakan dengan membawa benda gadai di bawah kekuasaan kreditur atau di

bawah kekuasaan pihak ketiga.

f. Hak Gadai sebagai Hak Kebendaan.Gadai merupakan suatu hak kebendaan atas barang bergerak milik orang lain.

g. Gadai diperjanjikan.Artinya terjadinya gadai itu dengan memperjanjikannya.

h. Perjanjian Gadai sebagai Perjanjian Accesoir.Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan perjanjian hutang-piutang, karenanya merupakan perjanjian yang bersifat accessoir.

i. Yang berhak Menggadaikan.Pada asasnya tindakan menggadaikan disyaratkan adanya kewenangan bertindak pada yang bersangkutan.

j. Gadai Ulang.Gadai ulang ini bisa dilaksanakan dan pemegang gadai kedua lebih kuat kedudukannya.

k. Gadai atas Benda Bergerak tak Bertubuh1) Pasal 1152.

Bahwa benda gadai dapat berupa benda bergerak bertubuh maupun benda bergerak tak bertubuh, yang wujudnya adalah hak.

2) Pasal 1153.Gadai atas tagihan-tagihan atas nama dilakukan dengan memberitahukannya kepada debitur.

3) Gadai Tagihan Atas Nama dalam Praktik Perbankan.Penjualan benda gadai di depan umum seringkali tidak praktis, padahal dengan gadai saja krditur tidak men-jadi pemilik dari surat-surat tagihan yang digadaikan kepadanya, maka ia tidak berhak menagih sendiri kepada debitur. Salahsatu cara kreditur memper-janjikan kuasa dari debitur pemberi gadai untuk atasnamanya dapat langsung dapat menagih debitur tagihan yang digadaikan. Dan untuk menjaga agar debitur tidak dengan seenaknya

Page 36: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

menarik kembali apa yang telah ia janjikan, maka kuasa itu dituangkan dalam wujud Kuasa Mutlak (tak dapat ditarik kembali).

l. Gadai atas Benda Gadai yang Akan Ada.Pada prinsipnya memang ada kemungkinan untuk menjaminkan benda-benda yang nantinya akan menjadi milik pemberi gadai.

m. Gadai Surat Gaji dan Surat PensiunSurat gaji dan Surat Pensiun bukan merupakan benda-benda yang dapat dipindah tangankan, akan tetapi dalam perkembangannya dapat dapat dipakai dan diterima oleh bank-bank tertentu sebagai jaminan kredit, tentu dengan surat kuasa dan ditanda tangani oleh bendahara kantor pemohon kredit.Jaminan semacam ini, sangat lemah karena sifat-nya pribadi, sehingga kematian yang bersangkutan adalah akhir dari gaji dan pensiun tersebut.

n. Larangan Janji untuk memiliki Benda jaminan secara otomatis.Dalam hal ini debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka tak diperkenankan kreditur memiliki barang gadai.

o. Cessie sebagai jaminan.Dalam prakteknya pihak Bank selalu memperjanjikan cessie atas jaminan piutang-piutang atas nama. Dengan cessie, maka kreditur sebagai cessionaris menerima semua akibat hukum yang timbul.

p. Hak-hak Pemegang Gadai1) Parate eksekusi Pasal 1155.

Pasal ini bermaksud kreditur mengambil apa yang menjadi haknya, sedangkan selebihnya harus dikem-balikan kepada debitur.

2) Pasal 1555 ayat (2).Apabila benda-benda jaminan berupa surat-surat ber-harga, maka penjualannya dilakukan di bursa di tempat dimana pemegang gadai tinggal, dengan syarat dihadiri dua orang makelar.

3) Pasal 1156.Pemegang gadai, dalam hal debitur atau pemberi gadai wanprestasi, bisa menempuh jalan mohon agar hakim menentukan cara penjualan barang gadai, dan mohon agar hakim mengizinkan pemegang gadai membeli sendiri barang gadai dengan harga yang ditentukan oleh hakim.

q. Kewajiban-kewajiban Pemegang Gadai.Pemegang gadai berkewajiban untuk merawat benda gadai yang ada di dalam tangannya.

r. Hak Kreditur atas Bunga Benda gadai.Pemegang gadai berhak untuk memperhitungkan bunga yang keluar dari benda gadai, yang dipegang oleh-nya sebagai jaminan, dengan bunga piutangnya kepada debitur

s. Hak Retentie Pemegang gadai.Pemegang gadai mempunyai hak retentie selama hutang pokok, bunga dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan debitur belum dilunasi.

t. Hak Gadai tak dapat dibagi-bagi.Artinya hak gadai tidak menindih bagian-bagian dari benda gadai, benda jaminan, berdasarkan perimbangan hutangnya, tetapi menindih seluruh hutang, dan setiap benda dari hutang menindih semua benda gadai, setiap bagian dari benda jaminan, sebagai suatu keseluruhan.

Page 37: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

u. Hapusnya Gadai.1) Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai.2) Dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang gadai.3) Dengan hapus atau musnahnya benda jaminan.4) Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela.5) Dengan percampuran, yaitu dalam hal pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai

tersebut.

2. FiduciaPengertian:Pendelegasian wewenang pengolahan uang dari pemilik uang kepada yang didelegasi58

a. Timbulnya lembaga Fiducia1) Faktor yang menimbulkan kebutuhan Lembaga Fiducia Kebutuhan praktek akan jaminan

yang kuat karena gadai kadang-kadang kalah terhadap privelege. Privelege adalah hak untuk didahulukan dalam membayar hutang berdasarkan undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 1133 KUH Perdata dan Pasal 316, 317 KUHD)59. Resiko atas barang gadai.Jaminan yang diberikan kepada pembeli yang beriktikad baik tak melindungi pemegang gadai.Masalah tempat dan sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah tertentu.

2) Sejarah perkembangan Lembaga Fiducia.Dalam Hukum Romawi, semacam hak gadai yang dinamakan fiducia (fiducia cum creditore), berupa suatu pemindahan hak milik dengan perjanjian bahwa benda itu akan dikembalikan apabila si berhutang sudah membayar hutangnya. Selama hutang belum dibayar, orang yang menghutangkan menjadi pemilik benda yang menjadi tanggungan itu. Sebagai pemilik dengan sendirinya ia berhak menyuruh memakai atau menyewakan benda itu pada siberhutang, sehingga orang itu tetap menguasai bendanya.Suatu cara lain untuk memberikan jaminan bagi suatu hutang, ialah yang dinamakan pignus depositum, dimana barang tanggungan tidak menjadi milik orang yang mengutangkan selama hutangnya belum dibayar, tetapi barang itu diserahkan kepadanya untuk menjadi pegangan saja.60

Setelah berkembang lembaga jaminan yang disebut gadai dan hipotik, fiducia tidak populer lagi dan hilang dari peredaran.

3) Fiducia dalam yurisprudensi.Lembaga hukum tersebut di Belanda mendapat pe-ngakuannya dari Pengadilan melalui arrest yang dikenal dengan sebutan Bierbrouwerij Arrest, tanggal 25 Januari 1929.

b. Fiducia menurut Para Sarjana.Eggens, Meyers dan Dion tidak setuju dengan Fiducia, karena menganggap ada penyelewengan hukum terhadap ketentuan gadai.

c. Ciri-ciri Fiducia.1) Ciri Umum.

Debitur dalam memberikan jaminan kepada kreditur atas janji-janjinya, menyerahkan hak miliknya atas benda kaminan secara kepercayaan kepada kreditur, tetapi dengan janji,

58 Sudarsono. 1999. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka CiptaHal 12959 Sudarsono. 1999. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 372

60 Subekti. 1995. Pokok Pokok Hukum Perdata. Cet. XXVII. Jakarta: Intermasa. Hal. 78.

Page 38: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

bahwa apabila debitur telah me-menuhi semua kewajibannya, maka hak milik atas benda jaminan otomatis kembali kepada debitur.

2) Hak-hak Kreditur.a) Hak-hak kreditur dalam hal Debitur wanprestasi.

Dalam hal debitur wanprestasi, maka kreditur berhak dan wajib untuk menjual benda jaminan di depan umum.

b) Hak-hak kreditur dalam perjanjian Fiducia dengan Bank sebagai Kreditur.Bank memperjanjikan bahwa dalam hal debitur wanprestasi, bank diberi kuasa untuk menjual didepan umum maupun dibawah tangan.

c) Akibat Hukumnya terhadap Pihak KetigaPerlindungan kepada pihak ketiga yang mengoper benda bergerak tidak atas nama dari seorang beziter hanya diberikan kepada yang beriktikad baik.

d) Penyerahan Hak MilikPenyerahan hak milik dilakukan dengan constitutum possesorium. (penyerahan benda/barang kepada pihak yang bergerak, benda/ barang dalam penguasaan orang lain)61.

e) Fiducia atas Barang BergerakFiducia memang diperuntukan untuk barang-barang bergerak.

f) Fiducia atas Barang dagangan.Yang dimaksud barang dagangan adalah barang da-gangan yang dapat diganti, yang ditentukan menurut jenis.

d. Fiducia dan Eksekusi.Semua benda jaminan dimaksudkan untuk memberi jamin-an, oleh karenanya harus bisa berpindah tangan. Jaminan tersebut diwujudkan dengan pengambilan pelunasan dalam suatu eksekusi

e. Masalah FiduciaYaitu apakah fiducia bukan merupakan pelanggaran atas ketentuan syarat gadai?, dan karenanya bertentangan dengan undang-undang.

3. HIPOTIK1. Tinjauan Umum

Berbicara tentang hipotik orang tak dapat melepaskan diri dari pembicaraan tentang Hukum Agraria, selain itu pula tidak ada pegangan yang jelas terhadap ketentuan hukum problematikanya..

2. PerumusanHipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang-barang tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.

3. Hipotik sebagai Hak KebendaanSalah satu ciri pokok hak kebendaan adalah adanya droi de suite, yaitu bahwa hak tersebut mengikuti bendanya, benda yang dibebani hipotik, tidak peduli di tangan siapa ia berada.

4. Hipotik atas benda Tak BergerakHipotik dapat diletakan atas tanah dan hak-hak atas tanah yang berupa hak guna bangunan dan hak guna usaha, yang merupakan benda-benda tidak bergerak.

5. Hipotik Atas Benda orang lain.Hipotik hanya dapat atas barang milik debitur atau pihak ketiga penjamin.

6. Hipotik atas Barang tertentu

61 Sudarsono. 1999. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 83-84.

Page 39: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Pendaftaran hipotik pada kantor yang bersangkutan menunjukan benda jaminan tertentu yang dijaminkan dan subyek penjaminan.

7. Hipotik atas Hak bagian yang Tak terbagi (onverdeld aandeel).Menurut Pasal 1166 hipotik dapat diletakan atas bagian yang tak terbagi dalam pemilikan suatu benda tak bergerak milik bersama.

8. Hipotik atas Apartemen.Ketentuan Pasal 1166 sangat menguntungkan untuk kemungkinan pembebanan atas apartemen dalam rumah susun.

9. Hipotik atas Barang-barang yang sudah ada.Hipotik hanya dapat diletakan atas barang-barang yang sudah ada, dan ini merupakan penjabaran dari asas spesialitas.

10. Hipotik diberikan untuk suatu jumlah tertentuPasal 1176 mengatakan; Suatu hipotik hanyalah sah, sekadar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tertentu dan ditetapkan dalam akta.

11. Hipotik meliputi segala perbaikan dan tambahan.Pasal 1165 menyatakan bahwa hipotik meliputi semua perbaikan yang terjadi pada benda jaminan sesudah hipotik diletakan, termasuk segala sesuatu yang ditambahkan dan yang tumbuh diatas benda jaminan.

12. Hipotik secara khusus diperikatkan.Hipotik merupakan suatu perjanjian accessoir, dengan ciri;

1) Adanya bergantung dari adanya perikatan pokok.2) Ia turut beralih dengan beralihnya perikatan pokok.3) Ia menjadi hapus kalau perikatan pokoknya berakhir.4) Ia tidak dapat dialihkan secara terpisah dari perikatan pokoknya.

13. Hak Hipotik didahulukan.Artinya adalah hak untuk didahulukan di dalam mengambil uang pelunasan tagihannya atas hasil eksekusi barang tertentu, yang secara khusus dihipotikan.

14. Hipotik tak dapat dibagi-bagiArtinya bahwa setiap bagian dari benda jaminan dapat dijual untuk diambil hasilnya sebagai pelunasan seluruh tagih-an dan setiap rupiah daripada tagihan menindih setiap bagian benda jaminan maupun seluruh benda jaminan sebagai suatu kesatuan.

15. Lahirnya hipotikKreditur dan debitur berunding untuk menutup suatu kredit. Para pihak juga bisa memilih langsung memasang hipotiknya. Setelah akte hipotik ditanda-tangani oleh para pihak, saksi dan PPAT, maka satu eksemplar akta hipotik dan satu salinan akta hipotik beserta dengan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan dikirim kepada kantor Agraria setempat.

16. Subjek hipotikHipotik hanya dapat diletakan oleh orang yang dapat mengoper tangankan benda jaminan.

17. Kuasa memasang hipotik.

18. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (beding van eigenmachig verkoop)

Page 40: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Artinya pada waktu dibuatnya perjanjian hutang-piutang dengan jaminan hipotik, orang tak diperkenankan membuat janji seperti apa yang tersebut dalam Pasal 1178 ayat (1).

19. Pencantuman klausula tersebut dalam praktikBentuk-bentuk akta hipotik telah ditentukan termasuk klasula-klasulanya.

20. Pelaksanaan janji menjual (atas kekuasaan) sendiri..Jika debitur wanprestasi, maka kreditur mempunyai kekuasaan untuk menjual benda jaminan dihadapan umum.

21. Theorie Mandaat.Yaitu pemegang hipotik dalam penjualan merupakan lasthebber dari pemilik barang jaminan.

22. Theorie Execusie yang disederhanakan.Artinya kreditur pemegang hipotik menjual berdasar-kan Pasal 1178 ayat (2), pemegang hipotik melaksanakan-penjualan benda jaminan atas dasar kekuasaannya sendiri.

23. Parate ExecusieArtinya pemegang hipotik bisa menjual barang-barang jaminan sesudah debitur wanprestasi tanpa melalui prosedur penyitaan lebih dahulu.

24. Hak dan Kewajiban dalam suatu Pelelangan berdasar-kan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri.Dalam menjual barang jaminan dalam suatu pelelang-an, pemegang hipotik cukup hanya memberikan jaminan, bahwa ia memang berwenang untuk menjual.

25. Cara penjualan.Bahwa cara penjualan harus dilakukan menurut ke-biasaan setempat dan dihadapan seorang pejabat.

26. Masalah Grosse Akta. Masalah Grosse Akta ini muncul berkaitan dengan hukum jaminan.

27. Arti Grosse.Akta Grosse adalah salinan akta authentik, yang pada bagian atasnya diberi judul: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, yang dapat dieksekusi sebagai layaknya suatu keputusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum yang pasti.

28. Luasnya kewenangan Notaris mengeluarkan Akta GrosseNotaris berhak mengeluarkan Grosse semua akta yang mengandung kewajiban obligatoir tertentu1) Grosse Akta Notariil yang berisi kewajiban membayar sejumlah uang mempunyai kekuatan

execuriaalNotaris mempunyai kewenangan yang luas untuk me-ngeluarkan grosse akta, tetapi hal itu belum berarti, bahwa semua grosse akta notaris dapat dilaksanakan suatu ke-putusan pengadilan, sebab untuk itu dilihat dulu apakah ada tersedia sarana untuk itu ?

2) Grosse akta notariil yang berisi kewajiban membayar sejumlah mempunyai kekuatan executoriaal.Dalam Pasal 440 Rv., bahwa tercantum dalam grosse akta dengan kata-kata “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”, ini menunjukkan adanya kekuatan executorial seperti dalam keputusan pengadilan.

Page 41: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Paling tidak dalam akta-akta tertentu dapat dikeluarkan dalam bentuk grosse, yaitu akta hipotik dan akta notariil yang berisi suatu kewajiban membayar sejumlah uang, akta grosse mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan pengadilan, sedang pelaksanaannya cukup dengan me-nyerahkannya pada juru sita.

3) Pendapat yang sempit grosse akta pengakuan hutang murni Suatu grosse akta pengakuan hutang yang menurut pihak Mahkamah Agung memenuhi syarat dan karenanya mempunyai kekuatan executoriaal adalah:a) berisi pengakuan murnib) berupa pernyataan sepihakc) besar hutang pastiAkta-akta notariil dalam bentuk grosse, sekarang ada tiga pendapat:a) Pendapat Notaris pada umumnya, semua akta yang mengandung suatu kewajiban obligatoir

dapat diberikan salinan dalam bentuk grosse.b) Berdasar Pasal 440 Rv., Wajib membayar sejumlah uang dan mempunyai kekuatan

executoriaal.c) Pendapat MA, Hanya akta pengakuan hutang notariil yang dibuat secara sepihak dapat

dikeluarkan dalam bentuk grosse dan mempunyai kekuatan eksekutorial.

29. Grosse Akta HipotikDalam Pasal 224 HIR maupun Pasal 440, diatur tentang kekuatan eksekutoriaal dari grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang.

30. Pelaksanaan Grosse Akta HipotikUntuk pelaksanaan grosse akta hipotik, debitur harus sudah wanprestasi dan harus ada fiat dari Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

31. Janji untuk tak menyewakan (huurbeding)1) Pasal 1185 BW

Pemegang hipotik berhak memperjanjikan secara tegas, bahwa kekuasaan pemilik untuk menyewakan benda-benda jaminan dibatasi.

2) Pelaksanaan janji ex Pasal 1185 BW.Janji Pasal 1845 BW, sudah tertuang dalam Akta Hipotik ex PMA 11/1961, sehingga janji yang demikian ini selalu diperjanjkan dalam hipotik.

32. Janji Asuransi.Untuk menjaga nilai dan jaminan barang hipotik, maka kreditur boleh meng-ansuransikan barang-barang tersebut.

33. Masalah pembersihan.1) Tuntutan pembersihan Pasal 1210 BW.

Pasal tersebut mengatakan;” siapa yang membeli benda yang dibebani hipotik, baik pada suatu pelelangan atas perintah Hakim maupun dalam penjualan scara sukarela, dapat menuntut supaya persil yang dibeli itu dibebaskan dari segala beban hipotik yang melebihi harga pembelian..”

2) Manfaat pembersihan.Syarat untuk tuntutan pembersihan dalam penjual-an secara sukarela Pasal 1211 BW.

3) Syarat dalam pasal 1211 adalah:- Penjualan diakukan di depan umum.- Mengindahkan kbiasaan-kebiasaan setempat.- Di hadapan pejabat umum.- Rencana penjualan harus diberitahukan kepada para kreditur.

4) Janji untuk tidak dibersihkan Pasal 1210 ayat (2).

Page 42: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Penjualan mengadakan persekongkolan dengan pembeli, maka tuntutan pembersihan hanya dibenarkan dalam penjualan di depan umum.

34. Akibat hipotik terhadap Pihak ketiga Pasal 1199 BW.Pasal tersebut menegaskan ciri-ciri hipotik sebagai hak kebendaan dengan menyataka bahwa: kreditur pemegang hipotik yang hipotiknya telah didaftarkan, mempunyai hak hipotik atas benda jaminan tak perduli di tangan siapa benda tersebut berada.Hipotik dan pihak ketiga Bezitter Pasal 1199 BW.Kreditur pemegang hipotik berhak untuk, setelah memberikan sommatie kepada debitur, menjual benda jaminan yang di-kuasai pihak ketiga. Perimbangan besarnya beban hipotik. Yaitu sebanding dengan nilai jaminan milik debitur terhadap nlai keseluruhan benda jaminan sbelum dilunasi.

35. Berakhirnya hipotikHipotik berakhir karena hapusnya perikatan pokok, sedangkan perikatan hapus karena pembayaran, penawaran pembayaran, novatie, percampuran hutang, pemebebasan hutang, dilepasnya hak hipotik, musnahnya benda, berakhir-nya hak memberi hipotik, berakhirnya jangka waktu, ter-penuhinya syarat batal, pencabutan hak, karena adanya pe-netapan tingkatan-tingkatan kedudukan kreditur oleh Hakim.

36. Pelaksanaan Roya hipotik yang diberikan untuk bank.Pelaksanaan Roya dilakukan oleh kantor Agraria, sekarang kantor Pertahanan setempat setelah ada permohon-an untuk itu.

37. Liku-liku roya.Adanya prinsip hipotik tak dapat dibagi-bagi, adakalanya mengharuskan kita untuk berhati-hati dalam meroya beban hipotik.

J. Hak Tanggungan Dalam Hukum Perdata kita mengenal hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan hak

kebendaan yang memberi jaminan. Hak kebendaan yang memberi jaminan itu senantiasa tertuju terhadap bendanaya orang lain, mungkin terhadap benda bergerak atau benda tak bergerak. Jika benda jaminan itu tertuju pada benda tak bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa hipotik, sedang jika benda jamin-an itu tertuju pada benda bergerak maka hak kebendaan tersebvut berupa Gadai.

Kedua macam hak kebendaan tersebut memberikan kekuasaan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

Oleh karena hipotik dan gadai tersebut merupakan hak kebendaan maka juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu: selalu mengikuti bendanya (droit de suite), yang terjadi dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain. Selain itu baik hipotik maupun gadai mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam pe-menuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya.62

62 Undang-undang KUH Perdata Pasal 1133.

Page 43: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

BAB VHUKUM PERIKATAN

A. Pengaturan dalam Buku III BW Hukum Perikatan ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Hukum perikatan terdiri atas :1.  Perihal perikatan dan sumber-sumbernya2.  Macam-macam perikatan3.  Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang4.  Perikatan yang lahir dari perjanjian5.  Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa6.  Perihal hapusnya perikatan-perikatan7.  Beberapa perjanjian khusus yang penting

Buku II BW terdiri atas suatu bagian umum dan satu bagian khusus. Bagian umum memuat pertauran-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya ten-tang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak dipakai dalam masyarakat dan yang sudah mem-punyai nama-nama tertentu, misalnuya jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian perburuhan, maatschap, pemberian (schenking), dsb.

Buku III menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338, yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari peraturan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum yang diatur dalam bagian khusus Buku III, tetapi pada umumnya juga dibolehkan menyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam Buku III itu. Dengan kata lain peraturan-peraturan yang di-tetapkan dalam Buku III BW itu hanya disediakan dalam hal para pihak yang berkontrak itu tidak membuat peraturan sendiri. Dengan kata lain petaruran-peraturan dalam Buku III, pada umumnya hanya merupakan hukum pelengkap (aanvullend recht), bukan hukum keras atau hukum yang memaksa.

Sistem yang dianut oleh Bukuk III itu juga lazim dinamakan system terbuka yang merupakan sebaliknya dari yang dianut oleh uku II perihal hokum perbendaan. Di situ orang tidak dibolehkan untuk membuat atau memperjanjikan hak-hak kebendaan lain, selain dari yang diatur dalam BW sendiri, di situ dianut suatu system tertutup.63

B. Sumber Perikatan Menurut Pasal 1233, menyatakan bahwa Perikatan,

lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Maka sumber perikatan itu adalah:1. Karena suatu Kesepakatan atau Persetujuan.2. Karena Undang-undang

C. Syarat-Syarat Perikatan Sahnya suatu perikatan atau perjanjian terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi

adalah :1.Sepakat mereka yang mengikatkan diri2.Cakap untuk membuat suatu perikatan atau perjanjian.3.Mengenai suatu hal tertentu4.Suatu sebab yang halal.64

63 Subekti. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. Hal. 127-12864 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320.

Page 44: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

D. Prestasi dan wanprestasi Berikut adalah ketentuan Undang-undang KUH Perdata yang mengatur bila terjadi

wanprestasi dalam suatu per-ikatan:Penggantian Biaya, Kerugian dan Bunga Karena Tidak Dipenuhinya Suatu Perikatan

Adalah :1. Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak di-penuhinya suatu perikatan mulai

diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

2. Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya.

3. Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

4. Biaya, ganti rugi dan bunga, yang bo!eh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntung-an yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah ini.

5. Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharap atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukannya.

6. Bahkan jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu daya debitur, maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak dilaksanakannya perikatan itu.

7. Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu.

8. Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pem-bayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian o!eh kreditur. Penggantian biaya,. kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.

9. Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasil-kan bunga, baik karena suatu permohonan di muka Pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.

10. Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan. Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk pem-bebasan debitur.65

E. Keadaan Memaksa dan Risiko Resiko merupakan kewajiabn memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian

diluar kesalahan salah satu pihak. Tentang resiko telah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1237 yang berbunyi dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu se-menjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si ber-piutang. Perkataan tanggungan dalam pasal ini adalah resiko.

65 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1243 sampai 1252

Page 45: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

Dalam hal keadaaan memaksa, telah diatur dalam Pasal 1553 yang menyebutkan: Jika selama waktu sewa, barang yang dipersewakan itu musnah diluar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan gugur itu, disimpulkan bahwa masing masing pihak itu tidak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lain-nya. Dengan kata lain kerugian akibat kemusnahan itu dipikul seluruhnya oleh pemilik barang.66

F. Hapusnya perikatan Dalam Pasal 1381 Perikatan hapus:karena pembayaran;1. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan pe-nyimpanan atau penitipan;2. karena pembaruan utang; 3. karena perjumpaan utang atau kompensasi;4. karena percampuran utang; 5. karena pembebasan utang;6. karena musnahnya barang yang terutang;7. karena kebatalan atau pembatalan; 8. karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan 9. karena lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.

66 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta, Intermasa: 1987) Hlm. 59-63

Page 46: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

DAFTAR BACAANAbdurrahman, H. SH. MH. 1990. Masalah Perwakafan dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ali Rido. 2001. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni. Hal. 7-10.

Anisitus Amanat. 2000. Membagi Warisan berdasaarkan Pasal-pasal BW. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 6-13

Basyir, Ahmad Azhar. 1987. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII

Brinz. A. “Lehrbuch der Pandecten”, 1883.

Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Bandung: Alumni.

Drion, H. Compendium Van Het Nederlands Vermogensrecht.

Friedrich Carl von Savigny/1985, System des heutigen romischen echts.

Houwing, Ph A.N. Subjektiefrecht, Rechtssubject, Rechtpersoon, hoofstuk III. Hal. 153

Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Oenyebaran Kompilasi Hukum Islam.

Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kranenburg, “De gronndslagen der rechtswetenscap”, 1952, hlm 62; Men staat nu, meen bij het begrip rechtspersoon inderdaat niet voor een fictie, maar voor een connsrictie van het juridisch denken.

Marcel Planiol “Traitë elëmentaire de droit civil” 1982. Prof. Mr. W.L.P.A. Molengraaff “Leidraad bij de boefening van het Nederlndse handelsrecht, 1948, I, par. 28

Oemar Salim. 2000. Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Otto von Gierke. 1873. “Das deutsche Geossenschafttsrecht”.

Paul Scholten Bregtein van der Grinten. Mr, pada Asser’s Handleiding tot debeoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, Eerste Deel Personenrecht, Tweede Stuk, Veertegen woordiging en Rechtpersoon, Hal. 88. tahun 1968.

Pitlo. A. Het Zakenrecht.

_____,1953. Het Persoonenrecht naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek. Ctakan ke-3.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. 1975. Hukum Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty.

Sudarsono. 1999. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta

Subekti, R. 1960. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

______, 1995. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa

Page 47: Diktat Hukum Perdata (Book I, II, III, IV)

______, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.