d0212074.docx · web viewatau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh...

22
JURNAL PERAN INOVATOR KAMPUNG BEBAS ASAP ROKOK DI RW 19 KELURAHAN MOJOSONGO, JEBRES, SOLO (Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok Di Rw 19 Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo Tahun 2017) Disusun Oleh: Nabila Ihda Asyaroh NIM. D0212074

Upload: hadang

Post on 07-May-2018

225 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

JURNAL

PERAN INOVATOR KAMPUNG BEBAS ASAP ROKOK

DI RW 19 KELURAHAN MOJOSONGO, JEBRES, SOLO

(Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok Di Rw 19 Kelurahan

Mojosongo, Jebres, Solo Tahun 2017)

Disusun Oleh:

Nabila Ihda Asyaroh

NIM. D0212074

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2018

Page 2: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

PERAN INOVATOR KAMPUNG BEBAS ASAP ROKOK DI RW 19

KELURAHAN MOJOSONGO, JEBRES, SOLO

(Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok Di RW 19 Kelurahan

Mojosongo, Jebres, Solo, Tahun 2017)

Nabila Ihda Asyaroh

Sutopo

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractToday many anti-smoking movements or smoke-free movements are proclaimed by certain groups. Words (advice) in the form of smoking effects that adversely affect health begins. Campaigns began to be encouraged to inform the dangers of smoking in smokers, especially active smokers. Banners containing invitations to stay away from cigarettes also began to be installed. Not only that, since the inauguration of Health Act No.36 of 2009 article 115 which stipulates the Policy of No Smoking Area, there are places that become the target of implementation such as places of worship, public transportation, place of work, place of child play, place of learning process, work place, health service facility, and public place and other area specified. The government also formulates a Memorandum of Understanding between the Ministry of Home Affairs and the Ministry of Health which emphasizes the application of Non-Cigarette Regions, set forth in letter number 188 / MENKES / PB / I / 2011 and number 7 of 2011 on Guidelines for Implementation of Non-Smoking Area. Through Kepmenkes No. 1193 / MENKES / SK / X / 2004 dated October 18, 2004 on the National Policy of Promotion of Health (PromKes) also introduced PHBS or Clean Healthy Living Program in which there are also smoking bans.Seiring its development, the scope of place made Non-Cigarettes become more widespread . Such as housing, rural, settlement, are examples of places that serve as a campaign center. Inspired by the regulation, the innovation of Smoke Free Villages introduced to the citizens of rw 019 Mojosongo Village, helped to control the smoking habit of the citizens.Diffusion of Innovation Smoke-free Village Smoke became the object of research that will be described in this research In this research used the theory of diffusion and adoption of innovation as a reference in the development of research analysis. In addition, qualitative descriptive research method using case study approach. Data collecting technique is done by in-depth interview, direct observation, and archival documentation that can help the research. There are three components in data analysis that used are data reduction, data presentation, and conclusion. Triangulation of data is used as data validity in this research. From the research result of diffusion of Innovation of Smoke Free Village can be channeled to the residents through coordination of RW Chairman, Head of RT, PKK Mothers, and Sibela Community Health Center. Especially the prime mover is Mr. Ismail who actively conducts counseling to his citizens and motivators. Overall citizens have passed the adoption stage of knowledge, persuasion, decision, implementation and confirmation. In this study the adopter is categorized into five categories according to the

Page 3: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

timing of acceptance from each individual. Factors that encourage the diffusion process and the adoption of Smoke Free Village is the need of citizens to be free from cigarette smoke that endanger health. While the factors that hamper the process of diffusion and adoption are still many grocery stores and minimarkets in the area of Mojosongo Urban Village who still sell cigarettes freely.

Keywords: Smoke Free Village, Diffusion, Innovation, Smoking

Page 4: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

Pendahuluan

Merokok adalah salah satu kebiasaan yang dianggap lumrah dan dirasa

perlu untuk dilakukan oleh masyarakat kebanyakan khususnya pria. Kebiasaan

menghisap tembakau (merokok) ternyata telah dikenal sejak lama di muka bumi

ini. Kaum Indian di Amerika Utara misalnya, sejak dulu dikenal menggunakan

kebiasaan ini sebagai salah satu cara dalam menyambut tamu agung dan biasa

disebut sebagai pipaperdamaian yang seringditemukanpadabuku-bukucerita

Indian, sehingga mereka biasanya menghisap pipa hanya pada kesempatan

khusus, tidak dilakukan setiap hari seperti biasanya orang merokok sekarang ini.

Merokok dianggap sebagai pelengkap kumpul-kumpul atau biasa disebut

juga dengan nongkrong. Tidak hanya orangtua anak-anak pun juga melakukan hal

tersebut. Menurut Global Adult Tobacco Survey in Indonesia pada tahun 2011

menunjukkan sebanyak 56,7% pria dari total keseluruhan 61,4 juta orang dewasa

di Indonesia merupakan perokok aktif, sedangkan untuk wanita menempati porsi

sebesar 1,8%. Perokok aktif tersebut diketahui dari kebiasaan merokok mereka

sehari-hari. Rata-rata perokok pria di Indonesia menghabiskan rokok sebanyak 13

batang per harinya, dan rata-rata mereka mulai merokok pada umur 17 tahun.

Walaupun bisnis rokok memang terlihat menggiurkan, namun sebenarnya

ada bahaya besar yang mengintai prokok di setiap batang rokok yang dikonsumsi.

Badan Litbang Kemenkes pada tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kematian

akibat penyakit yang terkait dengan tembakau terjadi sebanyak 190.260 kasus atau

sekitar 12,7% dari seluruh kematian di tahun yang sama.

Setelah banyak sekali penelitian-penelitian yang dikemukakan tentang

bahaya menghisap rokok, sekarang inibanyak orang yang mulai peduli akan

bahaya rokok tersebut dan mulai mengadakan kampanye antirokok, sehingga

banyak para perokok yang menyadari bahaya akibat kebiasaan merokok yang

berpengaruh buruk pada kesehatan. Sejak secara resmi dicanangkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang PHW (Pictorial Health Warning)

pada 25 Juni 2014, bungkus rokok tak lagi bergambar label dan peringatan bahaya

merokok secara tertulis saja. Melainkan juga terdapat gambar dengan tema

peringatan yang mengacu pada akibat negatif merokok. Gambar tersebut

Page 5: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

bermacam-macam, ada yang memperlihatkan bahwa merokok bisa

membahayakan anak karena asap rokok merupakan salah satu polusi udara, ada

yang menggambarkan kanker paru-paru yang parah sehingga paru-paru yang

terdapat di dalam gambar tampak menghitam dan sudah tidak layak, ada juga

gambar berupa kanker nasofaring (tenggorokan) parah hingga leher manusia yang

seharusnya mulus apabila sehat, di dalam gambar tersebut leher penderita terlihat

terkoyak dari dalam dan berlubang.

Tidak hanya itu saja, sejak diresmikannya UU Kesehatan No.36 Tahun 2009

pasal 115 yang menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, terdapat tempat-

tempat yang menjadi target pelaksanaan seperti tempat ibadah, angkutan umum,

tempat kerja, tempat anak bermain, tempat proses belajar mengajar, tempat kerja,

fasilitas pelayanan kesehatan, dan tempat umum serta kawasan lain yang

ditetapkan. Pemerintah juga merumuskan MoU (Memorandum Of Understanding)

antara Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Kesehatan yang menekankan

pemberlakuan Kawasan tanpa Rokok, dituangkan dalam surat bernomor

188/MENKES/PB/I/2011 dan nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kawasan Tanpa Rokok. Melalui Kepmenkes No. 1193/MENKES/SK/X/2004

tanggal 18 Oktober 2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan

(PromKes) pula dikenalkan PHBS atau Program Hidup Bersih Sehat yang

didalamnya juga terdapat butir larangan merokok.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti Kampung Bebas Asap

Rokok yang telah dicanangkan di RW 19 Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo.

Karena, peneliti ingin mengetahui bagaimana kebiasaan merokok yang merupakan

tradisi yang bertahan selama beratus-ratus tahun dan telah mengakar di

masyarakat bisa dikurangi dan bahkan mungkin dihilangkan dengan sebuah

gerakan pencanangan untuk terbebas dari kebiasaan tersebut.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian

adalah:

1. Siapa yang menjadi inovator Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok?

Page 6: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

2. Bagaimana peran inovator dalam sosialisasi Kampung Bebas Asap

Rokok?

3. Apakh sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam sosialisasi

Inovasi Kampung Bebas asap Rokok?

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Secara sederhana, istilah komunikasi didefinisikan sebagai sebuah proses

penyampaian pesan dari sender kepada receiver. John Fiske memberikan definisi

umum tentang komunikasi sebagai “interaksi sosial melalui pesan”. Menurutnya

komunikasi melibatkan tanda (sign) dan kode (codes).Penerimaan tanda / kode /

komunikasi adalah praktik hubungan sosial.

Harold Lasswell memberikan pengertian lain mengenai komunikasi bahwa

“cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With

What Effect?atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa

Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita

pahami bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan dengan sebuah media tertentu untuk

menimbulkan efek tertentu pula. Berdasarkan definisi Lasswell diatas dapat

diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu

sebagai berikut:

1. Sumber (source), dalam penelitian ini, sumber yang dimaksud ialah Ketua RT

02 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.

2. Pesan, pesan yang hendak disampaikan oleh komunikator ialah mengenai

program-Kampung Bebas Asap Rokok yang merupakan perwujudan dari 16

program PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang merupakan wujud dari

visi Depkes RI yaitu Indonesia Sehat pada tahun 2010 silam.

3. Saluran atau media, saluran yang digunakan dalam menyampaikan pesan

adalah melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Ketua RT 02

Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.

Page 7: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

4. Penerima (receiver), dalam dalam kegiatan komunikasi ini ialah para warga

RW 019.

5. Efek, efek yang diharapkan dapat terwujud dalam proses komunikasi ini ialah

para warga RW 19 seluruhnya dan RT 02 RW 19 pada khususnya dapat

memunculkan keinginan dari diri sendiri untuk mengurangi dan bahkan

menghentikan konsumsi rokok dimanapun dan kapanpun.

Teori Komunikasi: Teori Difusi Inovasi

Teori Difusi Inovasi pertama kali dipopulerkan oleh Everett M. Rogers.

Beliau menulis buku yang diberi judul “Diffusion of Innovations” yang

diterbitkan pada tahun 1962. Rogers yang lahir di Carrol, Iowa pada tahun 1931,

menegaskan bahwa difusi inovasi adalah proses dimana suatu inovasi disebarkan

melalui saluran tertentu dan dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota

suatu sistem sosial dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat secara terus-

menerus dari suatu kurun waktu ke kurun waktu tertentu. Anggota suatu sistem

sosial tersebut dapat berupa kelompok atau komunitas yang menjadi sasaran atau

obyek inovasi.

1. Elemen Difusi Inovasi

Terdapat 4 elemen pokok yang membentuk sebuah teori difusi inovasi yaitu,

inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan sistem sosial.

2. Proses Putusan Inovasi

Pada awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan

seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan

pada seseorang tersebut, yaitu:

a. Tahap Awareness (Kesadaran),

b. Tahap Interest (Keinginan),

c. Tahap Evaluation (Evaluasi),

d. Tahap Trial (Mencoba),

e. Tahap Adoption (Adopsi),

Page 8: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

Adopter adalah para pelaku yang terlibat di dalam proses difusi inovasi dan

juga adopsi inovasi dengan perannya masing-masing. Rogers mengkategorikan

adopter sebagai berikut:

1. Innovator

2. Early Adopter

3. Early Majority

4. Late Majority

5. Laggard

Adopsi ialah suatu proses di mana seorang individu dikenai sebuah inovasi

baru hingga akhirnya memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.

Proses adopsi inovasi ini merujuk pada proses yang terjadi di dalam diri para

adopter masing-masing.. Berkaitan dengan proses adopsi inovasi, Rogers

mengemukakan teori “innovation-decision prosess” terdapat lima tahapan seorang

adopter akhirnya memutuskan akan menerima sebuah inovasi atau tidak, yakni

sebagai berikut:

1. Knowledge (Pengetahuan)

2. Persuasion (Persuasi)

3. Decision (Pengambilan Keputusan)

4. Implementation

5. Confirmation (Pemantapan)

Di dalam penelitian ini, kebaruan tersebut terdapat dalam pencanangan

gerakan bebas asap rokok yang dilaksanakan di sebuah kampung di daerah Jebres.

Biasanya gerakan semacam itu hanya terfokus pada penyaluran pesan secara

singkat dan terkesan tidak menetap. Artinya, anjuran atau ajakan yang

disampaikan hanya berupa angin lalu, euforia semata. An active smoker was

defined as a person who currently smoked at least one cigarette a day. Perokok

aktif didefinisikan sebagai orang dengan kebiasaan merokok paling sedikit satu

batang rokok per hari. Inilah yang selalu dilakukan oleh warga yang sekarang ikut

menjadi anggota kampung bebas asap rokok. Sebelumnya mereka aktif

mengkonsumsi rokok tanpa memperhatikan lingkungan sekitar yang terkena

polusi asap rokok mereka.Perokok pasif atau yang disebut dengan secondhand

Page 9: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

tobacco smoke (SHS) adalah proses penghisapan asap pembuangan perokok

(pembakaran rokok) atau yang bisa juga disebut dengan environmental tobacco

smoke (ETS).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini

dilaksanakan di Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo. Pengumpulan data dapat

dilakukan dalam berbagai setting (alami atau buatan), berbagai sumber data

(primer dan sekunder), dan berbagai cara mendapatkan data (observasi,

wawancara, dokumentasi, atau gabungan ketiganya). Setting alami dalam

penelitian ini yaitu tempat dicanangkannya Kampung Bebas Asap Rokok. Sumber

data baik primer maupun sekunder didapatkan dengan gabungan ketiga cara

mendapatkan data kualitatif, yaitu dengan cara observasi, wawancara, maupun

dokumentasi. Selanjutnya, data yang telah diperoleh diolah dengan model analisis

Miles and Huberman yang membandingkan hasil data yang diperoleh dan

membangun konklusi di akhir penelitian.

Sajian Dan Analisis Data

a. Proses Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

Larangan merokok yang berawal dari program PHBS memunculkan ide

pada Bapak Ismail. Melihat bahwa masyarakatnya masih banyak yang gemar

merokok di sembarang tempat, Bapak Ismail kemudian berkeinginan untuk

membuat sebuah gebrakan. Yaitu ingin membuat wilayahnya bebas asap rokok

dan sekaligus menyukseskan program pemerintah. Disamping itu pengalaman

pahit dengan rokok benar-benar membuat beliau ingin melakukan perubahan.

Deklarasi yang dimaksud Bapak Ismail mempunyai poin-poin penting yang

dilaksanakan segenap warga RT 02 RW 19. Poin-poin tersebut yaitu:

1. Tidak merokok di dalam rumah

2. Tidak menyediakan asbak di dalam rumah

3. Tidak merokok di pertemuan warga

4. Tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat

Page 10: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

Pada saung terdapat juga himbauan yang ditulis kepada para perokok yang

merokok di dalam saung, yaitu:

1. Silahkan merokok sepuasnya disini, tapi ingatlah selalu kesehatan dan

kebahagiaan keluarga anda

2. Saung ini tempat belajar untuk berhenti merokok, agar anda semakin disayang

keluarga

3. Pastikan selesai merokok, ganti baju dan cuci muka agar keluarga anda

terhindar dari bahaya asap rokok

Saluran Komunikasi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

Saluran Komunikasi adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk

menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada proses komunikasi, saluran juga

merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap-muka) atau lewat

media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio,televisi). Melalui

tatap muka, masyarakat RW 19 dikenalkan pada inovasi kampung Bebas Asap

Rokok ini. Komunikasi tatap muka yang dilakukan adalah komunikasi kelompok

dan komunikasi antar pribadi.

Bentuk komunikasi kelompok yang digunakan lebih mengutamakan bentuk

komunikasi informal yakni dengan penyampaian yang santai serta di tempat yang

tidak terlalu formal, seperti saung yang dibangun di RT 02 RW 19. Namun, tidak

menutup adanya penyampaian pada acara formal seperti misalkan pertemuan

arisan bapak-bapak atau ibu-ibu.

Jangka Waktu Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

Dalam penelitian ini, jangka waktu yang dimaksud ialah jangka waktu yang

diperlukan warga untuk mengadopsi inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini.

Warga mulai mengetahui inovasi Kampung Bebas Asap Rokok sejak

pencanangan deklarasi

Di dalam penelitian ini, komunikan atau subyek yang akan diberikan pesan

ialah semua warga yang ada di RT 02 RW 19, khususnya bagi warga yang

merokok. Oleh karenanya dalam penentuan anggota sistem sosial ini warga

Page 11: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

berperan sebagai seorang komunikan. Sedangkan komunikator yang berperan

dalam penyampaian pesan di sini ialah Puskesmas Sibela, Ketua RT 02 RW 19,

Ketua PKK RW 19, dan Ketua RW 19. Berperan sebagai inovator yaitu Bapak

Ismail sebagai Ketua RT 02 RW 19, selaku penggerak dan penggagas Kampung

Bebas Asap Rokok.

Proses Adopsi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

Proses pengambilan keputusan ini juga melewati kelima tahap tersebut.

Berikut adalah identifikasi peran dalam tahap-tahap yang dilalui masyarakat di

Kelurahan Mojosongo khususnya RT 02 RW 19dalam proses pengambilan

keputusan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan awal mengenai inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini

telah diberikan melalui acara pencanangan yang dilakukan secara langsung

oleh inovator yakni dari Bapak Ismail, Ketua RT 02 RW 19. Kemudian

diberikan pengetahuan tambahan dari Puskesmas Sibela dan Kelurahan

Mojosongo.

2. Persuasi

Pada tahap persuasi masyarakat berada pada sebuah fase penerimaan atau

penolakan terhadap inovasi yang diperkenalkan. Dalam penelitian ini,

keuntungan dari tersampaikannya inovasi yang disampaikan oleh Bapak Ismail

adalah peningkatan kesehatan jasmani yang dapat dirasakan warga dan juga

menawarkan lingkungan yang bersih dari polusi asap rokok. Sosialisasi dan

pengetahuan tentang bahaya asap rokok terhadap tubuh juga memberikan

kemudahan untuk menjalankan inovasi Kampung Bebas Asap Rokok tersebut.

3. Keputusan

Pada tahapan ini warga telah memutuskan untuk mau menerima inovasi

yang dibawa dan disebarkan oleh Bapak Ismail ataupun memilih untuk tidak

menerimanya.

4. Implementasi

Page 12: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

Dalam pengimplementasian inovasi, penyampaian yang sederhana dan

mudah untuk dicerna oleh adopter sangat membantu untuk pemahaman tentang

inovasi tersebut.

5. Konfirmasi

Pada tahap ini, seseorang juga dihadapkan pada penguatan keputusan

yang sebelumnya telah diambil yakni menerima ataupun menolak. Kondisi

yang juga mungkin terjadi ialah di mana seseorang yang sudah mau untuk

menerima inovasi kemudian mengubah keputusannya karena mendapati hal

yang berbeda dengan yang diharapkan ataudiskontinuiansi.

Rogers mengelompokkan adopter ke dalam lima tingkatan sesuai dengan

cepat atau lamanya seseorang mengadopsi inovasi tersebut. Kelima kategori

tersebut ialah (1) innovators, (2) early adopters, (3), early majority (4) late

majority, (5) laggards.

1. Innovators

Yang menjadi inovator dalam inovasi ini tidak lebih dari satu, yaitu Bapak

Ismail sebagai Ketua RT 02 RW 19.

2. Early Adopters

Early Adopter adalah seseorang yang menerima inovasi paling awal. Pada

inovasi ini yang termasuk Early Adopter adalah Bapak Sukirno dan Ibu dr. Nur

Hastuti, Mkes.

3. Late Majority

Late Majority biasanya lebih hati-hati dalam memberikan keputusan untuk

menerima atau menolah inovasi tersebut. Warga-warga tersebut diantaranya

yaitu Bapak Maryono, Bapak Tik Sioe, Bapak Utomo, Bapak Andi Rosyid

Oktavianto, Bapak Lie Khoen Swi, Bapak Anton Suprapto, Bapak Djunaidi,

dan Bapak Paimin Soedjatmoko. Kedelapan narasumber tersebut mempunyai

alasan-alasan yang hampir sama yaitu merasakan manfaat kesehatan yang

meningkat dan udara yang bersih. Mereka yang biasanya batuk-batuk atau

gampang sakit, tidak mempunyai keluhan yang sama setelah menerima inovasi

tersebut.

4. Laggards

Page 13: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

Dalam penelitian Kampung Bebas Asap Rokok ini, tidak ada narasumber

yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori laggards. Hal ini dikarenakan

semua narsumber bersedia dan menerima setiap peraturan dan himbauan dari

inovasi Kampung Bebas Asap Rokok yang tercantum dalam spanduk deklarasi

dan spanduk saung rokok

Faktor Penunjang dan Penghambat Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

1. Faktor Penunjang

Terdapat beberapa hal yang membuat para warga di RT 02 RW 19

Kecamatan Jebres, Kelurahan Mojosongo, tertarik dan pada akhirnya mau

untuk mengadopsi inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini. Salah satu faktor

yang membuat warga bersedia untuk menerima inovasi ini adalah karena

manfaat yang diperoleh. Kesehatan yang membaik karena mengikuti inovasi

Kampung Bebas Asap Rokok ini adalah kunci utama banyaknya warga yang

mau mengikuti inovasi ini.

2. Faktor Penghambat

Setelah melakukan observasi, peneliti menemukan, faktor penghambat

proses difusi inovasi. Yaitu, masih banyaknya penjual rokok yang ada di

daerah Mojosongo. Untuk RT 02 RW 19 sendiri, ada tiga minimarket modern

(sejenis Alfamart/Indomaret) yang masih menjual rokok. Tidak hanya itu saja,

ada juga toko-toko kelontong rumahan yang berjumlah kurang lebih 3 toko

yang menjual rokok. Termasuk toko kelontong milik Ketua RW 19 juga masih

menjual rokok.

Dalam prosesnya, warga yang masih aktif merokok memang tidak bisa

langsung berhenti, karena merokok sebelumnya sudah menjadi gaya hidup

mereka. Sehingga kadang-kadang masih ada warga yang mencuri-curi waktu

untuk merokok.

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan dari penelitian Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap

Rokok adalah sebagai berikut:

Page 14: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

1. Inovasi kampung Bebas Asap Rokok

Kelurahan Mojosongo terkenal sebagai tempat percontohan di Kota

Surakarta ini. Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini, merupakan program

yang terinspirasi dari salah satu program PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)

yakni anjuran untuk berhenti merokok. Adalah Bapak Ismail yang kemudian

mempunyai ide untuk mengembangkan salah satu program tersebut untuk

dijadikan sebuah inovasi baru.

2. Tahapan-tahapan dalam Proses Adopsi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok

Pada penelitian ini juga dikelompokkan beberapa narasumber ke dalam

beberapa kategori adopter. Dari lima belas narasumber yang ada yakni dr. Nur

Hastuti, Mkes, Ismail, Sukirno, Maryono, Tik Sioe, Agus Junaedi, S.H., Iwan

Kadarisman, Utomo, A.MD., Andi Rosyid Oktavianto, Aris Sunardi, Priyo

Dananto, Lie Khoen Swi, Anton Suprapto, Djunaidi, dan Paimin Soedjatmoko

terdapat lima pengkategorian yakni innovators, early adopters, early majority,

late majority, dan laggards.

Faktor penunjang proses difusi inovasi kampung bebas asap rokok adalah

manfaat yang diperoleh yaitu kesehatan yang membaik karena mengikuti

inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini adalah kunci utama banyaknya warga

yang mau mengikuti inovasi ini. Faktor penghambat difusi inovasi kampung

bebas asap rokok adalah masih banyaknya penjual rokok yang ada di daerah

Mojosongo. Untuk RT 02 RW 19 sendiri, ada tiga minimarket modern (sejenis

Alfamart/Indomaret) yang masih menjual rokok. Tidak hanya itu saja, ada juga

toko-toko kelontong rumahan yang berjumlah kurang lebih 3 toko yang

menjual rokok.

Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti mengajukan saran- saran

yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Untuk pemerintah kota dalam hal ini Kelurahan Mojosongo sebagai

pendamping, hendaknya pemerintah untuk menyoroti toko-toko yang masih

menjual rokok di wilayah RW 19 yang menjadi tempat aplikasi Kampung

Bebas Asap Rokok.

Page 15: D0212074.docx · Web viewatau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita pahami bahwa komunikasi

2. Untuk para warga dalam pelaksanaan yang lebih berkelanjutan, diharapkan

bisa menjaga diri untuk mematuhi peraturan dan himbauan yang telah

disampaikan sebagai konsekuensi menerima inovasi tersebut.

3. Penelitian lanjutan yang juga mengkaji mengenai proses difusi inovasi

masih sangat dibutuhkan karena masih banyak inovasi dalam pembangunan

di negara ini yang masih harus diteliti prosesnya agar dapat menambah

khasanah ilmu tentang difusi inovasi di Indonesia.

Daftar Pustaka

Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Effendy, OE. (1999). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosda Karya.

Fiske, J. (2011). Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Moleong, LJ. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Nasution, Z. (2002). Komunikasi pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara.

Rogers, EM. (1983).Diffusions of Innovations. London: The Free Pass.Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.Susanto, A. (1988). Komunikasi dalam Pembangunan: Komunikasi Teori dan

Praktek Jilid II Pembangunan dan Masalahnya. Jakarta: Bina Cipta.Sutopo, HB. (2006). Metode Penelitian Kualitatif(Dasar teori dan terapannya

dalam penelitian), Surakarta: UNS Press.