buku ajar mata kuliah hukum perjanjian kredit dan jaminan

171
Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013 BAB I PENGERTIAN PERJANJIAN KREDIT 1. Pengertian Perjanjian Kredit Menurut Pasal 1233 BW, suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan oleh Buku III BW diartikan sebagai : suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari pada perjanjian, perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit 1 . Arti Perjanjian menurut Pasal 1313 BW adalah : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian yang telah disetujui tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (Twee Zijdig) dari perbuatan-perbuatan 1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1994, hal 122. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya 1

Upload: mona

Post on 17-Feb-2015

273 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Recommended

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB I

PENGERTIAN PERJANJIAN KREDIT

1. Pengertian Perjanjian Kredit

Menurut Pasal 1233 BW, suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan

(perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan oleh Buku III BW diartikan

sebagai : suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua

orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari

yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan

itu. Perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari pada perjanjian, perikatan

merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu

peristiwa hukum yang kongkrit 1.

Arti Perjanjian menurut Pasal 1313 BW adalah : Suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.

Perjanjian yang telah disetujui tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban

bagi kedua belah pihak (Twee Zijdig) dari perbuatan-perbuatan yang telah

dilakukan, dan kedua belah pihak tersebut dalam istilah hukum sehari-hari

disebut : Kreditor, yaitu pihak yang memiliki hak, dan Debitor sebagai pihak

yang mempunyai kewajiban.

1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1994, hal 122.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

1

Page 2: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Kredit berasal dari kata “Credere” (Romawi) dan “Vertrouwen” (Belanda),

dalam bahasa Inggris adalah Trust of Confidence yang artinya adalah percaya.

Kepercayaan menjadi unsur yang sangat penting dalam pergaulan hidup

manusia pada umumnya, terliebih lagi pada hubungan hukum dalam bentuk

perjanjian kredit. Dalam dunia perkreditan baik dalam bentuk kredit uang atau

barang, dalam konteks ini kepercayaan yang diberikan Kreditor (baik lembaga

Bank maupun lembaga non-Bank) hanya diberikan kepada orang-orang

(Debitor) yang dapat dipercaya2. Penilaian kepercayaan tersebut secara umum

dapat dilihat dari kemampuan dari Debitor untuk mengembalikan pinjaman

tepat pada waktunya, dengan jumlah yang sesuai beserta bunganya (bagi

hasil), dan menggunakan uang pinjaman tersebut sesuai dengan tujuan. Jika

Debitor tiak mampu memenuhi ketentuan tersebut maka Debitor tidak akan

dipercaya lagi untuk memperoleh pinjaman (kredit).

Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan : Kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.

2 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, Cetakan II, 2004, hal 92.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

2

Page 3: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Dari pengertian diatas dapat diambil beberapa unsur-unsur penting di dalam

pengertian Perjanjian Kredit, yaitu :

a. Adanya subyek hukum yang terdiri dari para pihak (2 orang atau

lebih) yang berposisi sebagai Kreditur (yang memberikan kredit)

dan Debitur (yang menerima kredit)

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

Perbankan pihak Kreditor sebagai pemberi kredit merupakan lembaga

Bank (Badan Usaha), baik dalam bentuk Bank Konvensional (Bank Umum),

maupun Bank yang berdasarkan prinsip syari’ah, serta Bank Perkreditian

Rakyat. Sedangkan pihak Debitor adalah nasabah dari Bank bersangkutan

yang telah memperoleh kredit. Namun jika mengacu pada konsep

hubungan hukum pinjam meminjam, maka para pihaknya dapat berbentuk

individu-individu, maupun berbentuk badan usaha yang memiliki posisi

yang sama baik sebagai Kreditor (yang memberi pinjaman) dan Debitor

(yang mendapat pinjaman).

b. Obyek hukumnya berupa uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang

menjadi obyek dari perjanjian kredit adalah uang sebagai alat pembayaran

yang sah yang harus dikembalikan oleh Debitur, atau dalam bentuk

tagihan yang didasarkan pada hak tagih (vorderingsrecht).

c. Berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

3

Page 4: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Perjanjian pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 BW sebagai acuan dari

perjanjian kredit adalah : perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan jumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula. Pinjam-meminjam menurut BW tersebut

mengandung pengertian yang luas, yaitu meliputi perjanjian pinjam-

meminjam benda atau barang yang habis dipakai dan pinjam uang.

Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam uang maka si peminjam uang

(Debitor) dikemudian hari harus mengembalikan uang tersebut.

d. Dalam bentuk Utang

Utang menurut ketentuan Pasal angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

adalah : Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang, baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang

timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi

oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk

mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

e. Dalam jangka waktu tertentu

Yaitu adanya periode waktu tertentu yang ditetapkan dan disepakati oleh

para pihak dalam perjanjian kredit untuk melakukan pelunasan hutangnya

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

4

Page 5: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

atau periode waktu untuk melakukan pembayaran kredit (cicilan) utang

kepada kreditur.

f. Mengenal sistem bunga/bagi hasil

Suatu mekanisme jasa keuntungan dalam sistem perbankan konvensional

(umum) atau bagi hasil dalam sistem perbankan syariah.

2. Kategori Perjanjian Kredit

Dalam lingkup hukum perjanjian dikenal 2 (dua) kategori perjanjian, yaitu :

a. Perjanjian Bernama (Benoemde Overeenkomst)

Yaitu perjanjian yang namanya / titelnya diatur di dalam BW, khususnya Buku III

title V – XVIII. Adapun macam-macamnya adalah :

- Perjanjian Jual Beli (Pasal 1457 – 1540 BW)

- Perjanjian Tukar Menukar (Pasal 1541 – 1546 BW)

- Perjanjian Sewa Menyewa (Pasal 1547 – 1600 BW)

- Perjanjian Melakukan Pekerjaan (Pasal 1601 – 1617 BW)

- Perjanjian Persekutuan (Pasal 1618 – 1652 BW)

- Perjanjian Perkumpulan (Pasal 1653 – 1665 BW)

- Perjanjian Hibah (Pasal 1666 – 1693 BW)

- Perjanjian Penitipan Barang (Pasal 1694 – 1739 BW)

- Perjanjian Pinjam Pakai (Pasal 1740 – 1753 BW)

- Perjanjian Pinjam Meminjam (Pasal 1754 – 1769 BW)

- Perjanjian Bungan Tetap / Bunga Abadi (Pasal 1770 – 1773 BW)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

5

Page 6: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

- Perjanjian Untung Untungan (Pasal 1774 – 1791 BW)

- Perjanjian Pemberian Kuasa (Pasal 1792 – 1819 BW)

- Perjanjian Penanggungan Utang (Pasal 1820 – 1850 BW)

- Perjanjian Perdamaian (Pasal 1851 – Pasal 1864 BW)

b. Perjanjian tak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Yaitu perjanjian yang namanya tidak diatur dalam Buku III BW, dimana

nama dan bentuknya selain dari ketentuan yang diatur dalam title V – XVIII

BW, namun eksistensi dan keberadaanya diakui di masyarakat.

Keberadaan perjanjian tak bernama merupakan tuntutan dari

perkembangan zaman dan biasanya diatur dalam peraturan perundang-

undangan sendiri, seperti : Perjanjian Kredit.

Pasal 1319 BW:

Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak

dikenal dengan nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang

termuat di dalam BW.

Dilihat dari 2 kategori perjanjian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Perjanjian Kredit masuk pada ketegori Perjanjian tak Bernama atau

Onbenoemde Overeenkomst. Dalam mengartikan sifat dari Perjanjian Kredit

secara teoritis terdapat 2 (dua) paham yang mencoba menggolongkan

keberadaan dari Perjanjian Kredit tersebut, yaitu :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

6

Page 7: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

a. Pendapat para doktriner

Menyatakan bahwa Perjanjian Kredit bersifat Obligatoir Overeenkomst(en),

yaitu:

Obligatoir berasal dari kata Obligatio yang artinya kewajiban.

Perjanjian Kredit bersifat Obligatoir Overeenkomst mengandung

pengertian bahwa perjanjian kredit menimbulkan adanya hak dan kewajiban

secara timbal balik, tetapi belum menyentuh kepemilikan barang bergerak

(hak kebendaan) dan penyerahannya secara nyata.

Mengenai hak kebendaan, selama belum ada levering (penyerahan

secara fisik dari orang yang memegang kekuasaan secara fisik atas barang

kepada orang lain), maka benda tetap menjadi milik si pemilik barang.

Jika timbul wanprestasi, maka timbul persoonlijk recht yaitu hak untuk

menuntut satu sama lain (misalnya : nasabah menunggak, maka bank bisa

menuntut bayaran angsuran kepada nasabah).

Jika nasabah dituntut padahal belum menerima dana, maka dapat

diselesaikan melalui lembaga Exceptio Non Adempleti Contractus

(menangkis / menolak karena bank belum melaksanakan kewajiban).

b. Pendapat lain

Menyatakan bahwa Perjanjian Kredit bersifat “Riil”, yaitu :

Perjanjian Kredit bersifat Riil mengandung pengertian bahwa

perjanjian kredit tidak mempunyai arti jika tidak ada penyerahan sejumlah

dana kepada pihak debitur.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

7

Page 8: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Jadi, perjanjian kredit hanya merupakan perjanjian permulaan yang

tidak ada artinya jika tidak disertai dengan levering (penyerahan barang).

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Kredit

merupakan perjanjian yang bersifat “obligatoir overeenkomst” dengan dasar

argumentasi yuridis bahwa dalam pasal 1233 BW disebutkan “perjanjian

melahirkan perikatan”, sehingga obligatoir / kewajiban sudah menimbulkan

perjanjian yang mengikat para pihaknya untuk memenuhi hak dan kewajiban.

Adanya hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut menimbulkan

“persoonlijk recht”, jika ada salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajiban,

maka salah satu pihak tersebut dapat mengajukan tuntutan.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

8

Page 9: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB II

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK3

1. Ruang Lingkup Asas Kebebasan Berkontrak Dalam BW

Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia

antara lain dapat disimpulkan dari beberapa pasal, yaitu :

a. Pasal 1329 BW, Menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat

perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang;

b. Pasal 1332 BW, Dapat disimpulkan bahwa asalkan menyangkut barang-

barang yang bernilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk

memperjanjikannya;

c. Pasal 1320 ayat (4) BW jo 1337 BW, Dapat disimpulkan bahwa

asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau

bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap

orang bebas untuk memperjanjikannya;

d. Pasal 1330 BW, Menyimpulkan bahwa ketentuan peraturan perundang-

undangan tidak memberikan larangan kepada seseorang untuk membuat

perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya, seperti : dalam

bentuk lisan maupun tertulis (baik dibawah tangan maupun akta otentik).

3 Disimpulkan dari bukunya Sutan Remy Sjahdaeni, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 45-49.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

9

Page 10: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat

dalam bentuk yang ditentukan, misalnya dalam akta otentik.

Sebagaimana diketahui bahwa hukum perjanjian di Indonesia yang diatur

dalam Buku III BW mengandung ketentuan yang memaksa (dwingend,

mandatory) dan yang opsional (aanvullend, optional) sifatnya. Untuk

ketentuan-ketentuan memaksa para pihak tidak mungkin menyimpanginya

dengan membuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lain dalam

perjanjian yang mereka buat. Namun dalam ketentuan undang-undang yang

bersifat opsional para pihak bebas untuk menyimpanginya dengan

mengadakan sendiri syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain sesuai dengan

kehendak para pihak.

Maksud dari adanya ketentuan yang opsional tersebut adalah hanya untuk

memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang dibuat oleh para pihak

bila memang para pihak belum mengatur atau tidak mengatur secara

tersendiri, agar tidak terjadi kekosongan pengaturan mengenai hal atau materi

yang dimaksud. Namun apabila masih adanya kekosongan aturan, maka adalah

kewajiban hakim untuk mengisi kekosongan itu dengan memberikan aturan

yang diciptakannya untuk menjadi acuan yang mengikat para pihak dalam

menyelesaikan permasalahan.

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka asas kebebasan berkontrak

menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:

(1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

10

Page 11: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

(2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

(3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian

yang akan diabutnya;

(4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

(5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

(6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-

undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

2. Batasan-Batasan Asas Kebebasan Berkontrak Yang Di Atur Dalam

BW

Beberapa ketentuan dalam BW melihat asas kebebasan berkontrak tidak

bekerja secara bebas mutlak, karena ada beberapa pembatasan yang diberikan

oleh pasal-pasal di dalam BW yang membuat asas kebebasan berkontrak

merupakan asas yang tidak tak terbatas, yaitu:

a. Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah

apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang

membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum

perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualisme”. Hal tersebut mengandung

pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan suatu isi

perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lain, dengan kata lain asas kebebasan

berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

11

Page 12: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang

untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat

perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak

cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan

untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330, orang yang belum dewasa

atau orang yang dibawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk

membuat perjanjian.

c. Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas

untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh

undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan

dengan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat untuk causa yang dilarang

oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau

bertentangan dengan ketertiban umum adalah tidak sah.

d. Pasal 1332 memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk

membuat perjanjian sepanjang yang menyangkut obyek perjanjian. Menurut

Pasal 1332 tersebut adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang

apapun, sehingga menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang

mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian.

e. Pasal 1338 ayat (3) menentukan tentang berlakunya “asas iktikad baik”

dalam melaksanakan perjanjian. Berlakunya asas iktikad baik ini bukan saja

mempunyai daya kerja pada waktu perjanjian dilaksanakan, tetapi juga

sudah mulai bekerja pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya bahwa

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

12

Page 13: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

perjanjian yang dibuat dengan berlandaskan iktikad buruk (misalnya

penipuan), maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian asas iktikad baik

mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat

perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya (sesuka hatinya) tetapi

dibatasi oleh iktikad baiknya.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

13

Page 14: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB III

PRINSIP-PRINSIP PENYALURAN KREDIT

Bank sebagai kreditor sebelum menyetujui permohonan calon nasabah

debitor untuk mendapatkan fasilitas kredit, pihak bank akan menganalisis calon

nasabah debitor untuk menentukan kemauan dan kemampuan calon nasabah

debitor tersebut untuk membayar kembali fasilitas kredit yang akan

dinikmatinya. Dengan kata lain, bank dengan analisisnya itu menetukan kadar

creditworthiness dari calon nasabah debitor4.

Ada dua fundamental dari analisis kredit modern, yaitu :

Pertama, penelitian terhadap sifat bisnis nasabah debitor dalam kaitannya

dengan sektor industri yang bersangkutan. Tujuannya adalah :

a. Untuk mengetahui comparative market position dari perusahaan

nasabah debitor ;

b. Tekanan-tekanan yang datang dari persaingan ;

c. Struktur resiko dan imbalan yang dapat diharapkan dari sektor industri

yang bersangkutan ;

d. The barriers to entry yaitu hambatan-hambatan untuk dapat masuk

sektor dan pasar industri ;

e. Tingkat perubahan teknologi yang mungkin terjadi5.

4 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal 176

5 Ibid.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

14

Page 15: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Kedua, adalah analisis terhadap cash flow perusahaan, yaitu untuk

mengetahui gerakan-gerakan dari uang tunai perusahaan dilihat dari segi

sumber-sumber dan segi pengunaan-penggunaannya berdasarkan data

keuangan perusahaan yang lalu. Sekali sumber-sumber dan penggunaan-

penggunaan uang tunai tersebut telah diketahui, maka perkiraan mengenai

sumber-sumber dan penggunaan-penggunaan uang tunai yang akan datang

akan dapat diperkirakan dengan baik6. Secara tradisional (yang berlaku pada

umumnya) analisis bank terhadap calon nasabah debitor dilakukan terhadap

aspek-aspek yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai the five of credit

atau 5 C, yaitu : Character (Watak), Capital (Modal), Capacity (Kemampuan),

Collateral (Jaminan), dan Condition of Economy (Kondisi Ekonomi).

Character dan Collateral menentukan hal yang menyangkut pertanyaan :

Will he pay ? yaitu menyangkut penilaian mengenai kemauan / iktikad nasabah

debitor untuk membayar kembali kreditnya. Sedangkan Capital, Capacity dan

Condition of Economy menentukan hal yang menyangkut pertanyaan : Can he

pay ? yaitu menyangkut kemampuan nasabah debitor untuk membayar

kembali kreditnya7.

Prinsip-prinsip diatas juga diakomodasi dalam Pasal 8 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, yaitu : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan

6 Ibid.7 Ibid. hal 177

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

15

Page 16: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Penjelasan dari Pasal 8 tersebut adalah :

Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh

bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus

memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut jaminan pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan

atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi

kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting

yang harus diperhatikan oleh bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,

bank harus melakukan penilaian yang sesama terhadap watak, kemampuan,

modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor.

Adapun prinsip-prinsip yang terdapat pada the five of credit atau 5C,

adalah sebagai berikut :

a. Character (Watak)

Character dalam analisis kredit dijadikan dasar pertimbangan untuk

mengetahui resiko. Penilaian terhadap character dilakukan dengan cara

melakukan penyelidikan atau mencari informasi terhadap kepribadian,

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

16

Page 17: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

moralitas, dan kejujuran dari seorang calon nasabah debitor. Jika informasi

mengenai character tersebut hasilnya tidak baik, maka pertimbangan untuk

menerima permohonan kredit akan semakin sulit untuk diterima oleh pihak

kreditor.

b. Capital (Modal)

Calon nasabah debitor yang akan mengajukan permohonan kredit setidaknya

harus memiliki modal untuk menjadi dasar pertimbangan kemampuan debitor

dalam mengembalikan kredit nantinya. Modal tidak saja diartikan dalam bentuk

ketersediaan uang tunai, namun dapat juga dalam bentuk aset-aset maupun

hak-hak tagih dari calon nasabah debitor.

c. Capacity (Kemampuan)

Capacity merupakan sebuah ukuran kemampuan bagi calon nasabah debitor

untuk dapat membayar / mengembalikan kredit. Ukuran kemampuan dapat

dilihat dari beberapa faktor yang relevan, diantaranya seperti : pendapatan /

income, jaminan, aset, dan sebagainya.

d. Collateral (Jaminan)

Jaminan digunakan sebagai cara untuk mengikat harta kekayaan milik calon

nasabah debitor guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika kemudian

hari debitor tidak mampu untuk melunasinya, dengan cara mencairkan jaminan

tersebut, baik melalui pelelangan, jual-beli, maupun diambil alih oleh kreditor.

Penjaminan dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga jaminan yang ada,

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

17

Page 18: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

seperti : Gadai, Hipotik, Hak Tanggungan, Fidusia, Borgtoch, maupun Bank

Garansi.

e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)

Adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit itu

diberikan oleh kreditor kepada debitor, dalam hal ini apakah kondisi ekonomi

pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan

pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macam kondisi

perekonomian negara maupun dunia diluar pengetahuan kreditor dan debitor

biasanya sangat sulit untuk diprediksi, terlebih lagi dalam era globalisasi

ekonomi saat ini dimana tiap-tiap negara saling ketergantungan satu dengan

yang lainnya. Kondisi ekonomi negara/dunia yang buruk sudah pasti akan

mempengaruhi dunia perekonomian khususnya dunia usaha, yang nantinya

akan mengakibatkan terganggunya pendapatan, sehingga secara langsung

maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi tingkat kemampuan debitor

untuk membayar hutangnya dan melunasi kreditnya. Sebagai contoh adalah

kasus krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 sebelum

era reformasi.

Disamping prinsip-prinsip diatas ada juga beberapa prinsip-prinsip secara

teoritis berkembang dan dijadikan acuan untuk menilai kemampuan debitor

dalam memperoleh kredit, yaitu :

a. Prinsip Kepercayaan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

18

Page 19: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Timbul dari pihak kreditur, pihak kreditur percaya bahwa dana (kredit) yang

akan diberikan akan bermanfaat bagi pihak debitur, dan percaya bahwa debitur

dapat mengembalikan dana (kredit) yang diberikan sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan

b. Prinsip Kehati-hatian

Timbul dari pihak kreditur, bahwa pihak kreditur harus dengan tepat

menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yang relevan terhadap

kredit yang akan diberikan kepada pihak debitur. Faktor relevan yang dimaksud

adalah nilai jaminan, bentuk jaminan, dan status jaminan.

c. Prinsip Sinkronisasi antara jumlah pinjaman dan income

Harus ada sinkronisasi antara jumlah pinjaman dan income (pendapatan) dari

debitur.

d. Prinsip Kesamaan Valuta

Bila dilakukan pinjam-meminjam dengan menggunakan mata uang dollar, maka

pengembaliannya harus dengan mata uang dollar juga. Pengembalian

tergantung pada fluktuasi valuta asing / mata uang asing

e. Prinsip Perbandingan yang Wajar antara nilai Pinjaman dengan

Modal

Harus ada perbandingan yang wajar (rasional) antara nilai pinjaman dan modal

f. Prinsip Perbandingan yang wajar antara nilai Pinjaman dengan

Asset

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

19

Page 20: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Harus ada perbandingan yang seimbang antara pinjaman yang diminta dengan

asset yang dimiliki. Untuk peminjaman modal, yang perlu diperhatikan :

Asset dari calon peminjam (aktifa maupun pasiva)

Kepemilikan asset (Misalnya : jika mempunyai asset US$

100 juta, maka pinjaman modal yang diminta maximal US$ 60 juta).

Asset merupakan jaminan bagi kreditur. Sehingga bila debitur tidak

melunasi pinjamannya, maka asset dapat dilelang untuk membayar hutang

debitur dan untuk biaya pelelangan.

g. Prinsip 5 P

Party (para pihak) : debitur harus merupakan pihak yang sangat

dipercaya oleh kreditur

Purpose (tujuan) : tujuan penggunaan dana harus dengan alasan

atau tujuan yang jelas, praktis dan ekonomis, jangan sampai terjadi

penyalahgunaan tujuan

Payment (kemampuan membayar) : kemampuan membayar

kembali dari pihak debitur harus baik

Profitability (perolehan laba) : usaha yang dilakukan harus

profitable / menghasilkan laba

Protection (Perlindungan) : jika debitur tidak dapat membayar,

maka kreditur dapat melakukan :

- Pelelangan jaminan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

20

Page 21: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

- Gugatan berdasarkan pasal 1131 BW (Pasal 1131 BW tersebut

biasanya termuat sebagai sanksi bagi pihak debitur dalam klausula

perjanjian untuk perlindungan pihak kreditur).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

21

Page 22: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB IV

BENTUK & FUNGSI PERJANJIAN KREDIT

1. Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 1320 BW bahwa perjanjian

kredit itu dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis, namun dalam

membuat perjanjian kredit harus dilakukan dalam bentuk tertulis, hal ini

memiliki beberapa alasan, yaitu :

a. Kompleksnya perumusan terhadap hak dan kewajiban dari para pihak,

dimana rumusan hak dan kewajiban tersebut harus didokumentasikan

secara tertulis agar para pihak dapat melihat dan mengkoreksi secara jelas

dan nyata akan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.

b. Perjanjian yang dibuat secara lisan sangat sulit untuk dijadikan sebagai

alat bukti dalam pembuktian jika dikemudian hari menimbulkan sengketa

diantara para pihak, sehingga esensi dari perjanjian yang harus dibuat

secara tertulis adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.

c. Keberadaan Instruksi Presidium Kabinet Nomor : 15/EK/IN/10/1966

tanggal 10 Oktober 1966, dimana ditegaskan “dilarang untuk melakukan

pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dan

Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya”. Surat Bank

Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa Nomor :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

22

Page 23: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang

berbunyi :”untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit”.

Dengan keputusan-keputusan tersebut diatas, maka pemberian kredit oleh

Bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa:

1. Perjanjian diberi nama Perjanjian Kredit;

2. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis.

Dalam praktek ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit, yaitu8 :

a. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, yaitu yang

dinamakan akta dibawah tangan. Artinya perjanjian yang dibuat dan

disiapkan sendiri oleh kreditor yang kemudian ditawarkan kepada debitor

untuk disepakati. Untuk efektifitas dan efisiensi biasanya kreditor sudah

menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard form yang isi, syarat-

syarat dan ketentuannya sudah disiapkan terlebih dahulu secara lengkap.

b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang

dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat

perjanjian ini adalah seorang Notaris, namun dalam praktek semua syarat

dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan

kepada Notari untuk dirumuskan dalam akta notariil.

Menurut Prof. R. Subekti. SH, akta diartikan sebagai surat atau tulisan yang

sengaja dibuat dan ditanda tangani, memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi 8 Sutarno. Op.Cit. hal 100

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

23

Page 24: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

dasar dari pada suatu hak untuk dijadikan alat bukti. Dengan demikian unsur

yang penting untuk suatu akta adalah:

Adanya kesengajaan;

Dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang suatu

peristiwa yang ditandatangani.

Akta dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

a. Akta Otentik

Menurut Pasal 1868 BW akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang

berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Dari

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut akta otentik apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat dihadapan

pegawai umum, yang ditunjuk oleh undang-undang;

Bentuk akta yang ditentukan undang-undang dan cara

membuatnya akta harus menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-

undang;

Di tempat di mana pejabat berwenang membuat akta

tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa akta otentik itu adalah:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

24

Page 25: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

1. Bentuk akta ditentukan undang-undang. Contoh : Akta Jual Beli Tanah

yang dibuat PPAT, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Anggaran Dasar

Perseroan Terbatas, Keputusan Hakim, dan sebagainya;

2. Dibuat oleh pejabat umum seperti Notaris, PPAT, Pejabat Catatan Sipil,

Pejabar KUA, Ketua Pengadilan, Hakim Pengadilan, dan sebagainya;

3. Kekuatan pembuktian akta otentik sempurna, artinya akta otentik itu

dianggap sah dan benar tanpa perlu pembuktian atau menyelidiki

keabsahan tanda tangan pihak-pihak tersebut;

4. akta otentik mempunyai kekauatan formal, artinya akta otentik

membuktikan kebenaran dari pada yang dilihat, didengar, dan dilakukan

para pihak tersebut. Jadi dapat menjamin kebenaran identitas para pihak,

tanda tangan para pihak, tempat akta dibuat, dan para pihak menjamin

keterangan yang diuraikan dalam akta;

5. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian materiil, artinya akta

otentik isinya mempunyai kepastian sebagai alat bukti yang sah diantara

para pihak, para ahli waris, dan orang-orang yang memperoleh hak dari akta

tersebut. Dengan diajukannya akta otentik, hakim terikat dan tidak

diperkenankan meminta alat bukti tambahan, kecuali ada pembuktian

sebaliknya yang menyanggah isi akta tersebut;

6. Apabila akat otentik diajukan sebagai alat bukti di depan hakim,

kemudian pihak lawan membantah akta otentik tersebut, maka pihak

pembantah yang harus membuktikan bantahannya.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

25

Page 26: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Akta Dibawah Tangan

Menurut Pasal 1874 BW yang dimaksud akta dibawah tangan adalah surat atau

tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang

berwenang (pejabat umum). Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang

berkepentingan. Sehingga akta dibawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja,

bentuknya bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat

membuatnya dimana saja diperbolehkan. Yang terpenting bagi akta dibawah

tangan itu terletak pada tanda tangan para pihak, hal ini sesuai ketentuan

Pasal 1876 BW yang menyebutkan : “Barang siapa yang terhadapnya

dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan, diwajibkan secara tegas

mengakui atau memungkiri tanda tangannya. Kalau tanda tangan sudah diakui,

maka akta dibawah tangan berlaku sebagai bukti sempurna seperti akta otentik

bagi para pihak yang membuatnya. Sebaliknya jika tanda tangan itu dipungkiri

oleh para pihak yang telah membubuhkan tanda tangan itu harus berusaha

mencari alat-alat bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi

dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Selama tanda tangan terhadap akta

dibawah tangan masih dipersengketakan kebenarannya, maka tidak

mempunyai manfaat yang diperoleh para pihak yang mengajukan akta dibawah

tangan sebagai alat bukti.

Dapat disimpulkan bahwa akta dibawah tangan itu adalah:

1. Bentuk akta dibawah tangan bebas, artinya para pihak yang membuat

akta dibawah tangan tersebut bebas untuk menentukan bentuknya;

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

26

Page 27: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

2. Akta dibawah tangan dibuat sendiri oleh para pihak yang membuat akta

tersebut;

3. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian seperti

halnya akta otentik jika tanda tangan yang ada dalam akta dibawah tangan

tersebut diakui oleh para pihak yang membuatnya;

4. Akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan materiil jika tanda

tangannya itu diakui oleh yang menandatagani akta tersebut;

5. Untuk pembuktian di depan hakim, jika salah satu pihak mengajukan

bukti akta dibawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawannya,

maka pihak yang mengajukan akta tersebut yang mencari bukti tambahan

(misalnya: saksi-saksi) untuk membuktikan bahwa akta dibawah tangan

yang diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani oleh

pihak yang membantah.

2. Fungsi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh para pihak, baik yang

berbentuk akta dibawah tangan atau dalam bentuk akta otentik mempunyai

fungsi sebagai berikut:

a. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang

membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai

kreditur dan debitur, hak debitur adalah menerima pinjaman dan

menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

27

Page 28: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

hutang tersebut baik pokok maupun bunganya sesuai dengan waktu yang

ditentukan. Hak kreditur untuk mendapatkan pembayaran bunga dan

kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan

kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga;

b. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan

atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit

berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian

kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari

ketentuan perjanjian kredit;

c. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari

perjanjian ikutannya yaitu perjanjian jaminan. Pemberian kredit pada

umumnya diikat dengan perjanjian jaminan atas barang bergerak maupun

tidak bergerak milik debitur atau pihak ketiga;

d. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan

adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan

eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada Bank atau

kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu

melunasi hutangnya (wanprestasi).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

28

Page 29: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB V

PERJANJIAN JAMINAN

1. Arti Pentingnya Lembaga Jaminan

Didalam aktifitas perekonomian & perdagangan dibutuhkan adanya

ketersediaan uang (modal) yang dapat diperoleh dengan cepat dalam

rangka untuk melakukan transaksi-transaksi perdagangan,

pengembangan usaha, penambahan modal, investasi, dan sebagainya.

Oleh sebab itu salah satu instrumen untuk memperoleh modal (dalam

bentuk uang tunai) dengan cepat adalah dengan kebijakan penyaluran

kredit di masyarakat. Pihak pemberi kredit (Kreditor) dalam memberikan

kredit ke penerima kredit (Debitor) harus mensyaratkan adanya jaminan

bagi pemberian kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian

hukum, sehingga keamanan modal dan kepastian hukum menjadi arti

penting keberadaan lembaga jaminan di masyarakat.

Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk

diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran

dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur

dan debitur. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan

kredit dengan tujuan untuk menghindarkan adanya resiko debitur tidak

mampu melunasi hutangnya. Apabila debitur karena suatu sebab tidak

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

29

Page 30: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

mampu melunasi hutangnya, maka kreditur dengan bebas dapat menjual

dan menutup hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.9

Jadi fungsi jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur

untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan

tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah

ditentukan. Di masyarakat kredit yang didukung dengan jaminan disebut

dengan istilah Secured Loans, sedangkan kredit yang tidak didukung dengan

jaminan di masyarakat dikenal dengan istilah Unsecured Loans.10

Menurut Prof. R. Subekti. SH, jaminan yang baik atau ideal adalah jaminan-

jaminan yang memenuhi persyaratan11:

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak

yang memerlukan;

2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk

melakukan (meneruskan) usahanya;

3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit (kreditur) dalam

arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu

dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima kredit

(debitur).

9 Sutarno. Op. Cit. hal 14210 Ibid.11 R. Subekti. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra

Aditya Bakti, 1996.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

30

Page 31: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

2. Sifat Perjanjian Jaminan

Perjanjian Jaminan merupakan perjanjian pelengkap yang sifatnya

accesoir, yaitu perjanjian tambahan yang senantiasa dikaitkan dengan

perjanjian pokok. Tujuan Perjanjian Jaminan: Melengkapi Perjanjian Pokok dan

untuk menjamin kepastian debitur dalam melunasi hutangnya kepada kreditur.

Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian

accessoir (perjanjian tambahan) itu menjamin kuatnya perjanjian jaminan

tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur, karena kedudukan

perjanjian jamian yang bersifat accessoir tersebut memiliki beberapa akibat-

akibat hukum, yaitu:

Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

31

Page 32: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hapusnya Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok

Jika Perjanjian Pokok batal, maka Perjanjian Accessoir juga ikut batal

Perjanjian Accessoir ikut beralih dengan beralihnya Perjanjian Pokok

Jika Perutangan Pokok beralih karena ; Cessi, Subrogasi, maka Perjanjian

Accessoir beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus

3. Penggolongan Dari Lembaga-Lembaga Jaminan

Ada beberapa penggolongan dari lembaga-lembaga jaminan yang dikenal

di dalam tata hukum Indonesia, berikut ini akan dijelaskan penggolongan dari

lembaga-lembaga jaminan tersebut.

a. Menurut Cara Terjadinya

Menurut cara terjadinya jaminan itu terbagi 2 (dua) yaitu: Jaminan yang lahir

karena Undang-Undang dan Jamian yang lahir karena Perjanjian.

Jaminan yang lahir karena Undang-Undang

Adalah jaminan yang adanya ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan

tanpa adanya perjanjian daripara pihak. Contohnya : Hak Privilegi, Hak Retensi.

Jaminan yang lahir karena Perjanjian

Yaitu adalah jaminan yang timbul karena sebelumnya sudah diperjanjikan dulu

oleh para pihak. Contohnya : Hipotik, Gadai, Credietverband, Fidusia, Borgtoch,

Perjanjian Garansi, Perutangan Tanggung-menanggung

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

32

Page 33: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Menurut Penggolongannya

Menurut penggolongannya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Umum dan

Jaminan Khusus.

Jaminan Umum:

Jaminan diberikan bagi kepentingan semua kreditur, dan menyangkut

semua harta kekayaan debitur

Hasil penjualan jaminan dibagi-bagi secara “Ponds-Ponds Gelijk” (dibagi

seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing)

Jaminan umum timbulnya dari Undang-Undang

Jaminan Khusus:

Diberikan secara khusus untuk para kreditur yang sebelumnya telah

memperjanjikan dengan debitur terlebih dahulu

Dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan, yaitu hanya benda-

benda tertentu yang dapat digunakan sebagai jaminan

Dapat berupa jaminan yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang-

orang tertentu yang sanggup memenuhi / membayar prestasi manakal

debitur wanprestasi

c. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Kebendaan dan

Jaminan Perorangan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

33

Page 34: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Jaminan Kebendaan:

Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap

bendanya

Tujuannya bermaksud untuk memberikan Hak Verhaal (hak untuk

meminta pemenuhan piutang) kepada kreditur terhadap hasil penjualan

benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya

Ciri khasnya adalah dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan)

terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak, baik

berdasarkan hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para

kreditur dan pihak lawannya

Hak kebendaan selalu mengikuti bendanya (droit de suite /

zaaksgevolg), dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya

haknya tetapi juga kewenangan untuk menjual bendanya dan hak eksekusi

Dikenal Azas Prioritas, yaitu bahwa hak kebendaan yang lebih dulu

terjadi lebih diutamakan dari pada hak kebandaan yang terjadi kemudian

Yang tergolong jaminan bersifat kebendaan adalah :

- Hipotik

- Credietverband

- Gadai

- Fidusia

Jaminan Perorangan:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

34

Page 35: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak perorangan menimbulkan hubungan langsung

antara perorangan yang satu dengan yang lainnya

Jaminan yang bersifat perorangan memberikan Hak

Verhaal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk

memperoleh pemenuhan dari piutangnya

Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,

terhadap harta kekayaan debitur seumumnya

Dikenal Azas Persamaan (Pasal 1131 & 1132 BW), yaitu

bahwa tidak membedakan mana piutang yang lebih dulu terjadi dan piutang

yang terjadi kemudian, semuanya mempunyai kedudukan yang sama

terhadap harta kekayaan debitur

Yang tergolong jaminan bersifat perorangan adalah:

- Borgtoch

- Perutangan Tanggung-menanggung

- Perjanjian Garansi

d. Menurut Obyeknya

Menurut obyeknya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu : Jaminan Benda Bergerak dan

Jaminan Benda Tidak Bergerak. Didalam sistem Hukum Perdata pembedaan

benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai hubungan penting dalam hal:

Penyerahan, Daluwarsa (Verjaring), Kedudukan Berkuasa (Bezit), dan Lembaga

Jaminan.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

35

Page 36: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Jaminan Benda Bergerak:

Penyerahannya dapat dilakukan dengan penyerahan nyata /

penyerahan secara simbolis.

Tidak mengenal daluwarsa

Kedudukan Berkuasanya berlaku azas sebagaimana tercantum

dalam Pasal 1977 BW (Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai alas hak

yang sempurna)

Bentuk lembaga jaminannya adalah: Gadai, Fiducia, Hipotek

Jaminan Benda Tidak Bergerak:

Penyerahannya dilakukan secara yuridis yang bermasuk

memperalihkan hak tersebut yang dibuat dengan akte otentik dan

didaftarkan.

Mengenal daluwarsa

Untuk kedudukan berkuasanya tidak berlaku azas yang tercantum

pada Pasal 1977 BW.

Bentuk lembaga jaminannya adalah: Hak Tanggungan,

Credietverband.

e. Menurut Kewenangan Menguasainya,

Menurut kewenangan menguasainya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan

yang menguasai bendanya dan Jaminan yang tanpa menguasai bendanya.

Jaminan yang menguasai bendanya:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

36

Page 37: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Obyek jaminannya dikuasai oleh kreditur

Memiliki Hak Preferensi (hak didahulukan) dalam pemenuhan piutang

Memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit bendanya)

Contohnya : Gadai, Hak Retensi

Jaminan yang tanpa menguasai bendanya:

Obyek jaminannya dikuasai dan dapat dimanfaatkan / dinikmati oleh

debitur

Tidak memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit

bendanya)

Contohnya : Hipotik, Fidusia

4. Hak-Hak Jaminan Yang Lain

Selain penggolongan lembaga jaminan ; Gadai, Hipotek, Fiducia, dan Hak

Tanggungan, dalam tata hukum Indonesia juga dikenal hak-hak yang bersifat

memberikan jaminan. Hak-hak tersebut ada yang timbul dari Undang-Undang

(contoh ; Hak Privilegi dan Hak Retensi) dan ada yang diperjanjikan terlebih

dahulu (Garansi, Perutangan Tanggung-menanggung, dan Cessi sebagai

jaminan)

a. Hak Privilegi

Adalah suatu hak yang diberikan Undang-Undang kepada kreditur

yang satu diatas kreditur yang lainnya semata-mata berdasarkan sifat

piutangnya (1134 ayat (1) BW)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

37

Page 38: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak Privilegi bukan merupakan jaminan yang bersifat kebendaan dan

perorangan, tetapi merupakan hak untuk lebih didahulukan dalam

pelunasan / pembayaran piutang terhadap benda si debitur.

Hak Privilegi dibedakan menjadi dua, yaitu :

- Privilegi Umum, yaitu yang tertuju terhadap seluruh benda debitur &

terdiri atas 7 macam hak yang ditentukan secara berurutan (Pasal

1149 BW)

- Privilegi Khusus, yaitu yang tertuju terhadap benda-benda khusus

debitur & terdiri atas 9 macam hak tapi tidak ditentukan urutannya

(Pasal 1139 BW)

b. Hak Retentie

Adalah hak untuk menahan sesuatu benda sampai suatu piutang yang

bertalian dengan benda itu dilunasi

Pengaturan dasar hukum Hak Retentie tersebar didalam beberapa

pasal di BW, yaitu : Pasal 567, 575, 576, 579, 834, 715, 725, 1159, 1756,

1616, 1729, 1812.

Sifat Hak Retentie tidak dapat dibagi-bagi, dimana jika sebagian saja

dari hutang itu telah dibayar, maka tidak berarti pula harus

mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Hutang secara

keseluruhan harus dibayar terlebih dahulu, baru kemudian barang yang

ditahan dikembalikan.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

38

Page 39: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak Retentie hanya mengandung hak untuk menolak terhadap

tuntutan untuk penyerahan barang, tidak mempunyai hak untuk

didahulukan (voorang) pemenuhannya terhadap barangnya, tidak

mempunyai hak pemenuhan terhadap hasil eksekusi dari barangnya yang

ditahan (kewenangannya tidak mengandung hak untuk eksekusi)

Hak Retentie hanya tertuju pada barang dan tidak pada hak-hak, jika

barang tersebut terlepas dari kekuasaan pemegang hak retentie

(retentor) maka berakhirlah hak retenti itu

c. Cessie

Adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara

membuatkan akte otentik atau akta dibawah tangan, kemudian dilakukan

pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada

debitur dari piutang tersebut

Cessie harus dilakukan berdasarkan alas hak tertentu yaitu karena

adanya perjanjian jual beli, tukar menukar, dan penghadiahan.

d. Perutangan Tanggung Menanggung / Tanggung Renteng

Pada Perutangan Tanggung Renteng dimana ada beberapa debitur

yang wajib membayar untuk seluruh prestasi kreditur merasa terjamin

pemenuhan piutangnya

Perutangan tanggung renteng timbul karena diperjanjikan atau karena

ketentuan undang-undang.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

39

Page 40: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Yang dimaksud tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan

ialah tanggung renteng yang pasif, yaitu dalam perutangan tersebut

terdapat beberapa orang debitur yang wajib berprestasi.

Kebalikannya adalah tanggung renteng aktif, dimana dalam

perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas

prestasi

e. Perjanjian Garansi

Merupakan perjanjian dimana pihak pertama berjanji kepada pihak

kedua untuk menanggung bahwa pihak ketiga akan berbuat sesuatu

(1316 BW), ini yang dinamakan menanggung atau menjamin pihak

ketiga.

Contoh dari perjanjian yang menimbulkan garansi adalah dalam

hukum wesel (108 KUHD), dan dapat ditemui dalam perjanjian

pengangkutan (455 KUHD)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

40

Page 41: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB VI

KREDITUR & HAK EKSEKUSI

1. Pengertian & Macam-Macam Kreditur

Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-

undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan (Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang)

Dari definisi kreditur diatas dapat dianalisis unsur-unsur utamanya, yaitu:

a. Orang yang mempunyai piutang

b. Piutang terjadi karena perjanjian atau undang-undang

c. Dapat ditagih dimuka pengadilan

Dilihat dari macam-macamnya kreditur terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:

a. Kreditur Konkuren

Menurut ketentuan undang-undang para kreditur mempunyai hak penuntutan

pemenuhan utang terhadap seluruh harta kekayaan debitur, baik yang

berwujud benda bergerak maupun benda tidak bergerak, dan juga baik benda

yang telah ada maupun yang masih akan ada (Pasal 1131 BW). Jika hasil

penjualan benda-benda tersebut ternyata tidak mencukupi bagi pembayaran

piutang para kreditur, maka hasil tersebut dibagi-bagi antara para kreditur

seimbang dengan besarnya piutang masing-masing/ponds-ponds gelijk (Pasal

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

41

Page 42: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

1132 BW). Hak pemenuhan dari para kreditur yang seperti itu adalah sama

sederajat satu dengan yang lainnya, tidak ada yang lebih diutamakan. Kreditur

mempunyai hak bersama-sama terhadap seluruh harta kekayaan debitur, dan

seluruh harta kekayaan tersebut berlaku sebagai jaminan bagi seluruh

perutangan debitur, sehingga menjadi jaminan bagi semua kreditur. Kreditur-

kreditur yang mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat untuk

memperoleh pemenuhan piutangnya terhadap harta kekayaan debitur disebut

Kreditur Konkuren. Sedangka seluruh harta kekayaan debitur yang dipakai

sebagai jaminan bagi semua kreditur tersebut merupakan jaminan umum.

Jaminan umum yang demikian keberadaanya diberikan oleh undang-undang,

sehingga keberadaanya tidak karena diperjanjikan.

Asas persamaan hak dari para kreditur itu tidak mengenal kedudukan yang

diutamakan atau preferensi (voorrang), tidak ada yang didahulukan satu

dengan yang lainnya, juga tidak mengenal hak yang lebih tua dan hak yang

lebih muda (asas prioriteit), hak yang lebih dulu terjadi sama saja

kedudukannya dengan hak yang terjadi kemudian. Hak dari kreditur atas

benda-benda dari debitur di sini merupakan hak yang bersifat perorangan

(persoonlijk).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kreditur konkuren itu memiliki

ciri-ciri, yaitu:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

42

Page 43: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Mempunyai kedudukan yang lebih rendah/dikalahkan dengan para

kreditur preferen

Hanya mempunyai hak yang bersifat hak perorangan (personlijk) yang

mempunyai tingkat yang sama satu dengan yang lainnya

Tidak mempunyai kedudukan untuk didahulukan (voorrang)

pemenuhannya, baik karena adanya lebih dulu ataupun karena dapat ditagih

lebih dulu (opeisbaar)

Jaminannya bersifat umum karena tidak ada perjanjian jaminan

sebelumnya, sehingga obyek jaminan berupa semua harta kekayaan debitur

Yang dijadikan jaminan adalah seluruh harta kekayaan debitur

b. Kreditur Preferen

Kreditur preferen pemenuhan piutangnya didahulukan (voorrang) dari pada

piutang-piutang lainnya. Menurut ketentuan undang-undang ditentukan bahwa

para kreditur pemegang hipotik, gadai, privelegi mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi (diutamakan) dari piutang-piutang lainnya (Pasal 1133 BW).

Kreditur preferen pemenuhan piutangnya harus diutamakan dari pada kreditur

yang lain, terhadap hasil penjualan dari benda yang dipakai sebagai jaminan.

Kreditur preferen memiliki hak bersifat zakelijk (kebendaan) yang mengenal

asas prioriteit.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kreditur preferen itu:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

43

Page 44: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Pemenuhan piutangnya didahulukan (voorrang) dari pada piutang-

piutang lainnya karena mempunyai hak preferensi (hak didahulukan)

Dalam ketentuan UU ditentukan bahwa kreditur pemegang Hipotik,

Gadai, Hak Tanggungan, Fidusia, dan Privilegi mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi (diutamakan) dari piutang-piutang lainnya

Jaminannya bersifat khusus, karena sebelumnya ada perjanjian jaminan,

sehingga obyek jaminan jelas seperti yang tercantum dalam perjanjian

jaminan.

Yang dijadikan jaminan tergantung dari pilihan lembaga jaminan yang

diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya, seperti: Gadai, Borgtoch, Fidusia,

Hipotik, dan Hak Tanggungan

Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan itu timbul karena 2 (dua) jalan,

Pertama, karena memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa piutang-

piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya dari pada piutang-

piutang lainnya. Kedua, kemungkinan untuk pemenuhan yang didahulukan itu

timbul karena memang telah ditentukan oleh undang-undang.

Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan piutang timbul karena 2 hal, yaitu:

Pertama : Karena dari awal memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa

piutang-piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya dari

pada piutang-piutang yang lain

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

44

Page 45: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Kedua : Kemungkinan untuk pemenuhan yang didahulukan itu timbul karena

memang telah ditentukan oleh UU

Untuk lebih jelas perbedaan antara Kreditur Konkuren dengan Kreditur Preferen

dapat dilihat dari tabel berikut ini:

2. Arti Pentingnya Hak Eksekusi Pada Lembaga Jaminan

a. Eksekusi

Hukum eksekusi adalah hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-

hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur,

manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur. Dalam

hubungan perutangan yang sudah dapat ditagih (opiesbaar) jika debitur tidak

dapat memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

45

Page 46: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

menuntut pemenuhan piutangnya (hak verhaal ; hak eksekusi) terhadap harta

kekayaan tertentu debitur yang dipakai sebagai jaminan.

Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan /

mencairkan benda-benda jaminan dari debitur dimana hasilnya untuk

pemenuhan hutang debitur. Penjualan dari benda-benda tersebut dapat terjadi

melalui penjualan dimuka umum karena adanya janji / beding lebih dulu (parate

executie) terhadap benda-benda tertentu yang dijadikan jaminan. Untuk

melaksanakan akan pemenuhan haknya melalui eksekusi, kreditur harus

mempunyai alas hak untuk melakukan eksekusi melalui pensitaan eksekutorial

(executorial beslag) yang timbul karena berdasarkan putusan hakim yang

dibuat dalam bentuk Titel Eksekutorial (yang sebelumnya harus tercantum irah-

irah : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”) atau grosse

akta notaris yang sengaja dibuat dalam bentuk eksekutorial.

b. Parate Eksekusi

Sebagai pengecualian eksekusi dapat juga dilakukan tanpa mempunyai titel

eksekutorial, yaitu dengan cara parate eksekusi (eksekusi langsung). Dengan

adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya

secara langsung tanpa melalui adanya putusan hakim atau grosse akta notaris.

Dapat disimpulkan bahwa hak parate eksekusi menguntungkan karena:

Tidak membutuhkan titek eksekutorial dalam melaksanakan haknya

/ eksekusi

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

46

Page 47: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung (mandiri)

tanpa perduli adanya kepailitan dari debitur

c. Kepailitan

Jika pensitaan pada eksekusi dan parate eksekusi tertuju pada harta

kekayaan tertentu dari debitur dan untuk kepentingan kreditur tertentu, maka

pada kepailitan pensitaan tertuju pada harta kekayaan debitur seluruhnya

untuk kepentingan para kreditur bersama. Kepailitan adalah sita umum atas

nama semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya

dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana

diatur dalam undang-undang kepailitan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

47

Page 48: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB VII

KLAUSULA-KLAUSULA YANG ADA DALAM

PERJANJIAN KREDIT & JAMINAN

1. Klausula Yang Umum Ada Dalam Perjanjian Kredit & Jaminan

Klausula-klausula yang ada dalam Perjanjian Kredit & Jaminan dimaksudkan

untuk perlindungan hukum bagi para pihak. Beberapa klausula yg lazim ada

dalam Perjanjian Kredit & Jaminan, yaitu:

a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi jaminan (kreditur)

untuk tidak menyewakan obyek jaminan

Dalam hukum gadai, penyewa gadai berfungsi sebagai

inbezitstelling (kreditur atau yang menguasai barang gadai) tidak boleh

memanfaatkan barang gadai

Pihak debitur membatasi pihak kreditur dalam menggunakan

barang gadai yang menyebabkan nilai barang menjadi menurun

Jika kreditur menyewakan barang gadai, harus ada ijin tertulis dari

debitur

Pada jaminan fidusia (fiduciaire eigendoms) dimana barang jaminan

tetap dibawa oleh debitur, kreditur juga dapat melarang debitur untuk

menyewakan barang gadai

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

48

Page 49: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi jaminan (debitur)

untuk mengubah bentuk atau susunan obyek jaminan kecuali ada

ijin tertulis dari pemegang jaminan (kreditur)

Jika jaminan berupa rumah, berdasarkan UU No 1 Thn 1996

(tentang jaminan tanah dan benda-benda diatasnya), maka rumah

tersebut tidak boleh disewakan, dijual atau di renovasi yang

mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pada rumah tersebut

Jika rumah dibangun ulang oleh debitur dengan pelaksanaan oleh

pihak ketiga, maka harus ada ijin tertulis dari kreditur. Jika tidak ada ijin

tertulis, maka perjanjian dinyatakan vernietigbaar (dapat dibatalkan)

c. Janji yang memberikan kewenangan pada pemegang jaminan

(kreditur) untuk mengelola obyek jaminan

Tetap harus diatur karena kreditur hanya memegang obyek

jaminan, bukan pemilik.

Dalam kasus gadai tanah dalam hukum adat, pembeli gadai tanah

(kreditur) dapat mengelola tanah yang digadaikan dalam waktu tertentu.

Jika penjual gadai (debitur) menggadaikan tanahnya sebesar Rp. 50 juta,

maka pembeli gadai (kreditur) tidak perlu membayar gadai tersebut jika

tanah gadai yang dikelolanya memberikan hasil lebih dari Rp. 50 juta.

d. Janji yang memberikan kewenangan pada pemegang jaminan

(kreditur) untuk menyelamatkan obyek jaminan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

49

Page 50: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Misal : menyelamatkan obyek jaminan dari bencana alam, kebakaran,

dll

Pemegang obyek jaminan (kreditur) dapat meminta uang kepada pihak

debitur dalam melindungi obyek jaminan yang dapat menurunkan nilai

dari obyek jaminan

e. Janji bahwa pemegang jaminan yang pertama mempunyai hak

untuk menjual atas kekuasaannya sendiri (eigenmacht)

Contoh : A menjaminkan rumahnya (senilai Rp. 500 juta) untuk jumlah

kredit yang lebih kecil (senilai Rp. 100 juta). Jika A masih kekurangan

modal, maka A dapat mencari kreditur lain dengan obyek jaminan yang

sama. Dalam perjanjian tersebut biasanya kreditur pertama dapat

menjual obyek jaminan jika ternyata A bermasalah untuk membayar

kembali kreditnya. Sehingga kreditur pertama kemudian dapat

menyelesaikan urusan hutang dengan kreditur yang lain.

Kreditur pertama mempunyai hak istimewa (hak previlege) untuk

menjual obyek jaminan.

f. Janji yang diberikan kepada pemegang hak jaminan pertama

bahwa obyek jaminan tidak akan dibersihkan dari hak jaminan.

Rp.100 jt A meminjam uang dari B sebesar Rp. 100 juta dengan

menjaminkan obyek senilai Rp. 500 juta. Karena dana

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

50

A

B

B

500jt

Page 51: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

masih kurang, A meminjam uang dari C dengan obyek

jaminan yang sama.

g. Janji bahwa pemberi jaminan tidak akan melepaskan haknya atas

obyek jaminan tanpa adanya persetujuan tertulis dari kreditur.

Dalam hal ini adalah pemberi jaminan tidak boleh melakukan pelepasan hak

(baik karena jual beli, pewarisan, dll) tanpa sebelumnya diketahui dan

disetujui oleh kreditur dan mendapat ijin dari kreditur.

h. Janji bahwa pemberi jaminan akan mengosongkan obyek jaminan

pada waktu eksekusi.

Pada kalusula ini apabila debitur cidera janji dan obyek jaminan akan

dieksekusi untuk pelunasan utang debitur tersebut kepada kreditur, maka

debitur yang menguasai obyek jaminan secara sukarela dan setiap saat

harus dapat mengosongkan benda yang menjadi obyek jaminan.

Penerapan klausula-klausula tersebut diatas dalam praktek penerapannya tidak

bersifat kumulatif, tetapi lebih bersifat individualistis, yaitu dengan melihat

beberapa ketentuan berikut, yaitu:

- lembaga jaminan yang dipakai dalam perjanjian kredit.

- hubungan hukumnya.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

51

Page 52: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

2. Klausula-Klausula Dalam Perjanjian Kredit Yang Memberatkan

Nasabah Debitur

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sutan Remy Sjahdaeni terhadap formulir-

formulir perjanjian kredit ditemui beberapa klausul di dalam perjanjian-

perjanjian tersebut yang memberatkan nasabah debitur, yaitu:

a. Kewenangan Bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun

dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak

menghentikan izin tarik kredit.

Ada dijumpai dalam perjanjian kredit bahwa Bank secara sepihak menolak

penarikan kredit dengan atau tanpa diikuti tindakan menghentikan

perjanjian kredit sebelum jangka waktu berakhir, tanpa pemberitahuan

terlebih dahulu kepada nasabah debitur. Klausul demikian memperlihatkan

Bank selaku kreditur berada dalam posisi yang kuat. Pencantuman klausula

tersebut dan pelaksanaannya oleh Bank dapat saja digugat oleh nasabah

debitur.

b. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari

barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit

nasabah debitur macet.

Idealnya sesuai dengan asas kepatutan dan iktikad baik Bank tidak

menentukan sendiri harga jual atas barang-barang agunan dalam rangka

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

52

Page 53: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

penyelesaian kredit macet nasabah debitur. Seharusnya penafsiran harga

dilakukan oleh suatu appraisal company yang independen dan telah

mempunyai reputasi baik. Disamping itu juga undang-undang telah

menentukan cara untuk menjual barang-barang agunan berdasarkan bentuk

pengikatan jaminannya.

c. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk

dan peraturan Bank yang telah ada dan yang masih ada akan

ditetapkan kemudian oleh Bank.

Klausula ini bertentangan dengan aturan dasar yang harus diperhatikan bagi

mengikatnya syarat-syarat suatu perjanjian baku. Dan perjanjian yang

mengandung klausula ini tidak sah berdasarkan Pasal 1320 ayat (2) BW dan

Pasal 1333 BW.

d. Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat-syarat

dan ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening koran dari

bank yang bersangkutan namun tanpa sebelumnya nasabah debitur

diberi kesempatan untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat

dan ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening koran tersebut.

Pada umumnya Bank memberikan kredit dalam bentuk rekening koran,

artinya bahwa untuk pemberian kredit itu Bank membuka suatu rekening

koran bagi nasabah debitur, rekening koran tersebut dinamakan rekening

pinjaman. Dengan dibukanya rekening pinjaman tersebut maka penarikan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

53

Page 54: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

kredit dilakukan oleh nasabah debitur dengan cara menerbitkan cek atau

giro bilyet atas beban rekening pinjaman tersebut. Karena rekening

pinjaman adalah rekening koran seperti yang telah dijelaskan, hanya saja

rekening koran untuk kredit dan bukan untuk giro, maka terhadap rekening

pinjaman diinginkan oleh Bank berlaku pula syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan dari perjanjian rekening koran yang berlaku bagi Bank yang

bersangkutan. Untuk keperluan itu maka perlu diperjanjikan di dalam

perjanjian kredit bahwa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian

rekening koran yang berlaku di Bank tersebut berlaku pula bagi rekening

pinjaman nasabah debitur. Atau dengan kata lain bahwa syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan perjanjian rekening koran yang berlaku pada Bank itu

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit tersebut.

e. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada

Bank untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu

oleh Bank.

Pasal 1796 BW menentukan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan

dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.

Perumusan klausul tersebut di atas sangat umum, oleh karena itu sesuai

dengan ketentuan Pasal 1796 BW pemberian kuasa tersebut hanya terbatas

pada tindakan-tindakan pengurusan saja. Karena perumusan klausul

tersebut bukan saja sangat umum tetapi juga tidak menyebutkan dalam

bidang apa Bank itu diberi kuasa, maka tidak jelas kuasa tersebut mengenai

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

54

Page 55: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

perbuatan-perbuatan pengurusan mengenai hal atau dalam bidang apa.

Bilamana yang dikehendaki oleh Bank agar Bank dapat melakukan tindakan

apapun dalam segala bidang (yang oleh Pasal 1796 BW dibatasi hanya untuk

melakukan tindakan-tindakan pengurusan saja), antara lain bidang

kepengurusan (manajemen), keuangan, dan harta tetap nasabah debitur,

maka Bank akan menjadi terlalu jauh mencampuri urusan nasabah debitur.

f. Kuasa nasabah debitur kepada Bank untuk mewakili dan

melaksanakan hak-hak nasabah debitur dalam setiap Rapat Umum

Pemegang Saham.

Dalam salah satu perjanjian kredit autau Bank pemerintah dijumpai klausul

yang isinya merupakan pemberian kuasa dengan hak substitusi yang tidak

dapat dicabut kembali oleh nasabah debitur kepada Bank untuk mewakili,

dan oleh karena itu untuk dan atas nama nasabah debitur dapat melakukan

segala hal yang dianggap perlu dalam melaksanakan hak-hak nasabah

debitur sebagai pemegang saham dalam setiap rapat umum pemegang

saham dan perusahaan nasabah debitur.

g. Pencantuman klausula-klausula eksemsi yang membebaskan

Bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas

terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan

Bank.

Klausul ini tidak dapat serta merta mengikat nasabah debitur sekalipun

nasabah debitur telah menandatangani perjanjian kredit. Asas kepatutan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

55

Page 56: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

dalam BW menghendaki agar hakim tetap mempertimbangkan masalahnya

secara kasus perkasus. Dengan kata lain pencantuman klausul tersebut bila

harus dihadapkan asas kepatutan dan pasal-pasal lain dari BW misalnya

Pasal 1267 dan Pasal 1365, tidak mempunyai arti.

h. Pencantuman Klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak

nasabah debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas

pembebanan Bank terhadap rekening.

Sekalipun pembukuan Bank merupakan bukti yang kuat untuk menentukan

jumlah-jumlah yang dipertikaikan (dipermasalahkan), tetapi mengingat

pembukuan Bank bukan merupakan bukti otentik, maka apabila nasabah

debitur berkeberatan mengenai jumlah-jumlah dari pembukuan tersebut

hendaknya nasabah debitur harus tetap mempunyai peluang untuk dapat

membuktikan kebenaran sebaliknya. Dari maksud Pasal 1881 BW maka

pembukuan Bank itu tidak memberikan pembuktian untuk keuntungan Bank

sebagai pembuat pembukuan tersebut. Demikian pula jika mengambil jiwa

dan tujuan dari Pasal 1872 dan Pasal 1875 BW.

Hak nasabah debitur untuk dapat membuktikan kebenaran sebaliknya dari

catatan-catatan pembukuan Bank adalah karena memang sudah sering

terjadi kesalahan dalam pembukuan Bank, juga sudah sering diketahui

mengenai terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh petugas

Bank yang merugikan nasabah debitur.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

56

Page 57: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

i. Pembuktian kelalaian nasabah debitur secara sepihak oleh pihak

Bank semata

Asas hukum pembuktian sebagaimana menurut BW dan Hukum Acara

Perdat menghendaki agar pihak yang dirugikan karena terjadinya kelalaian

oleh pihak lainnya membuktikan tentang telah dilakukannya kelalaian oleh

pihak lain tersebut. Dengan demikan bila Bank merasa bahwa nasabah

debitur memang telah lalai dan sebagai akibat kelalaian tersebut Bank

dirugikan, maka Bank harus membuktikan kelalaian tersebut. Ketentuan ini

bersifat memaksa (dwingend) dan apabila disimpangi dengan

memperjanjikannya dalam perjanjian kredit, maka klausul tersebut batal

demi hukum.

j. Penetapan dan perhitungan bunga Bank secara merugikan

nasabah debitur

Sampai saat ini penghasilan utama dari Bank-Bank adalah berasal dari

kredit. Penetapan besarnya bunga kredit oleh Bank haruslah dilakukan

sedemikian rupa sehingga lebih tinggi dari biaya dana rata-rata yang harus

dibayarkan oleh Bank kepada para nasabah dananya. Selisih antara bunga

kredit dan rata-rata biaya dana (giro, deposito, dan tabungan), atau yang

dikenal dengan istilah spread atau margin, harus pula cukup untuk dapat

menutup overhead cost dari Bank yang bersangkutan di samping masih

harus mampu menghasilkan laba untuk yang bersangkutan.

k. Denda keterlambatan merupakan bunga terselubung

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

57

Page 58: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Mahkamah Agung dalam putusannya No.2027 K/Pdt./1984 tanggal 23 April

1986 telah memutuskan bahwa denda (penalty) yang telah diperjanjikan

oleh para pihak atas keterlambatan pembayaran pokok peinjaman

hakikatnya merupakan suatu bunga terselubung, maka berdasarkan asas

keadilan hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena itu tuntutan tentang

pembayaran denda tersebut harus ditolak.

l. Perhitungan bunga berganda menurut praktek perbankan

bertentangan dengan Pasal 1251 BW

Sudah menjadi kebiasaan dalam praktik perbankan di Indonesia untuk

membebankan bunga berganda atau bunga majemuk atau bunga berbunga,

yang tidak lain adalah bunga yang dibebankan terhadap bunga yang

tertunggak (dalam istilah disebut compound interest). Yang diterapkan oleh

Bank adalah membebankan bunga tunggakan terhadap bunga yang

tertunggak selama sebulan.

Dengan kata lain apabila nasabah debitur tidak membayar bunga dan pada

perhitungan bunga bulanan berikutnya tunggakan bunga itu belum juga

dibayar, maka terhadap bunga yang belum dibayar itu (yang tertunggak)

ditambahkan kedalam jumlah pinjaman pokok, dan terhadapnya dikenai

juga bunga. Apabila bunga tertunggak (yang telah menjadi pinjaman pokok)

yang telah berbunga itu belum juga dibayar pada perhitungan bunga bulan

berikutnya lagi, maka bunga yang telah berbunga itu dibebankan lagi

bunga, begitu seterusnya.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

58

Page 59: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

m. Pengabaian Pasal 1266 BW dan 1267 BW berkenaan dengan

klausul Events of Default

Ada yang mendalihkan bahwa klausul mengenai syarat-syarat batal atau

events of default bertentangan dengan Pasal 1266 dan 1267 BW, karena

menurut pasal-pasal tersebut pembatal perjanjian kredit dalam halnya

terjadinya syarat batal (events of default) harus dimintakan kepada hakim

dan tidak dapat dilakukan secara sepihak. Pencantuman klausul events of

default merupakan salah satu klausul yang sangat penting bagi

perlindungan Bank. Demikian pentingnya, seandainya klausul tersebut tidak

ada di dalam perjanjian kredit atau seandainya klausul itu di dalam

perjanjian kredit pelaksanaan pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan

berdasarkan putusan hakim di pengadilan yang melalui proses litigasi yang

panjang dan lama, maka Bank akan sangat enggan untuk bersedia

memberikan kredit tersebut.

Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 perihal “Gagasan Menganggap

Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang” yang ditujukan kepada

Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia,

menentukan bahwa pasal-pasal dalam BW (termasuk Pasal 1266 dan Pasal

1267) tidak lagi merupakan ketentuan undang-undang yang mengikat. Surat

Edaran tersebut memberikan keleluasaan hakim untuk mengesampingkan

pasal-pasal dari BW apabila tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan

masyarakat. Sehingga penerapan syarat batal (events of default) dalam

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

59

Page 60: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

perjanjian kredit dapat diterima oleh pengadilan dengan mengesampingkan

Pasal 1266 dan Pasal 1267 BW oleh hakim berdasarkan Surat Edaran

Mahkamah Agung tersebut.

Namun ketentuan hukum Surat Edaran tersebut untuk dapat

mengesampingkan peraturan perundang-undangan sangat diragukan. Asas

hukum menyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan hanya

dapat dikesampingkan oleh suatu peraturan perundang-undangan lainnya

yang sederajat atau sama tinggi tingakatannya, sedangkan Surat Edaran

tersebut jelas berkedudukan lebih rendah dari BW, dengan demikian Surat

Edaran Mahkamah Agung tersebut tidak berkekuatan hukum untuk dapat

memberikan kewenangan kepada hakim untuk menyimpangkan

keberlakukan Pasal 1266 dan Pasal 1267 BW.

n. Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu adalah sesuai

dengan Pasal 1397 BW, tetapi sangat memberatkan nasabah

Bila seoran nasabah debitur mengalami kredit macet dan ia bermaksud

mengangsur kreditnya itu, maka selalu Bank akan memperhitungkan

angsurannya itu terlebih dahulu untuk melunasi bunga yang tertunggak dan

bukan untuk mengangsur pokoknya. Hal ini menimbulkan keadaan di mana

setelah sekian lama nasabah debitur mengangsur pinjaman itu dapat terjadi

bahwa pokoknya tetap tidak terangsur sedikit pun dan sementara itu

mungkin bunganya tetap tertunggak. Keadaan yang demikian ini tidak

mengherankan dapat terjadi karena angsuran tersebut oleh Bank dipakai

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

60

Page 61: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

untuk melunasi bunganya terlebih dahulu dan sementara itu bunga tersebut

berkembang sebagai akibat bunga terhadap pinjaman pokok ditambah

bunga terhadap bunga yang masih tertunggak terus bertambah sebagai

hasil dari perhitungan bunga berganda.

Praktek perbankan tersebut dirasakan sangat kejam oleh mereka yang

mengalami kemacetan kredit, dan mempertanyakan apakah praktek

sedemikian itu dibenarkan menurut hukum. Untuk perjanjian pinjaman uang

berlaku ketentuan Pasal 1397 BW. Menurut hemat beberapa pakar hukum

ketentuan Pasal 1397 BW sekalipun merupakan ketentuan undang-undang

tetapi dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan yang berlaku

di masyarakat.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

61

Page 62: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB VIII

TINDAKAN HUKUM PENYELAMATAN & PENYELESAIAN

KREDIT BERMASALAH

Setiap Bank dalam menjalankan operasionalnya menginginkan dan

berusaha keras agar kualitas kreditnya dalam keadaan sehat, dalam arti

produktif dan collectable. Namun dalam kenyataannya kredit yang diberikan

kepada debitur selalu ada resiko berupa kredit yang tidak dikembalikan tepat

pada waktunya, atau yang dinamakan kredit bermasalah (Non Performing

Loan/NPL). Dalam praktek perkreditan Bank tidak bisa menghindari dari adanya

kredit bermasalah, Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin

besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan. Bank Indonesia melalui

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/147/KEP/DIR tanggal 12

November 1998 memberikan penggolongan mengenai kualitas kredit, yaitu:

a. Lancar

Kredit digolongkan lancar jika pembayaran tepat waktu, perkembangan

rekening baik, dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan perjanjian

kredit yang dibuat.

b. Dalam Perhatian Khusus

Kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan

pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari (3 bulan).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

62

Page 63: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

c. Kurang Lancar

Kredit digolongkan kurang lancar jika terdapat tunggakan pembayaran

pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180

hari (6 bulan)

d. Diragukan

Kredit digolongkan diragukan jika terdapat tunggakan pembayaran pokok

dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari (9

bulan)

e. Macet

Kredit digolongkan macet jika terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga

yang telah melampaui 270 hari (9 bulan) lebih.

Kredit yang masuk dalam golongan Lancar dan Dalam Perhatian Khusus

dinilai sebagai kredit yang Performing Loan (kredit lancar), sedangkan kredit

yang masuk golongan Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet dinilai sebagai

kredit Non Performing Loan (kredit macet). Untuk menentukan suatu kualitas

kredit masuk dalam golongan lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar,

diragukan, dan macet dapat dinilai dari 3 (tiga) aspek, yaitu:

a. Prospek usaha

b. Kondisi keuangan dengan penekanan arus kas

c. Kemampuan membayar

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

63

Page 64: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Tiga aspek penilaian tersebut merupakan satu kesatuan untuk menilai kualitas

kredit, tidak secara parsial (terpisah), misalnya hanya dari kemampuan

membayar saja, meskipun kemampuan membayar lancar tetapi kalau prospek

usaha tidak ada maka kredit tersebut dapat dinilai Non Performing Loan. Untuk

menghindarkan kredit bermasalah, Bank sebenarnya sudah melakukan

pengamanan preventif dengan melakukan analisa yang mendalam terhadap

usaha dan penghasilan serta kemampuan debitur. Analisa dari apsek hukum

juga dilakukan, misalnya:

a. Legalitas debitur;

b. Legalitas usaha debitur;

c. Kewenangan orang bertindak mewakili perusahaan;

d. Keabsahan hukum dari barang yang dijadikan agunan;

e. Penjaminan/Borgtoch;

f. Mekanisme pemantauan dan pengawasan secara terus menerus.

Adanya kredit macet akan menjadi beban Bank karena kredit macet menjadi

salah satu faktor dan indikator penentu kinerja sebuah Bank, oleh karena itu

adanya kredit bermasalah terlebih lagi dalam golongan macet menuntut

adanya penyelesaian, yaitu:

a. Penyelesaian yang cepat, tepat, dan akurat dan segera mengambil

tindakan hukum jika sudah tidak ada jalan lain peneyelsaian melalui

restrukturisasi. Untuk menjaga agar kredit yang telah diberikan kepada para

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

64

Page 65: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

debitur memiliki kualitas performing loan, maka harus dilakukan

pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui secara dini bila terjadi

deviasi (penyimpangan) dan langkah-langkah memperbaikinya.

b. Dilakukan penilaian ulang (review) secara periodik agar dapat diketahui

sedini mungkin baik actual loan problem, maupun potensial problem,

sehingga Bank dapat mengambil langkah-langkah pengamanannya (action

program).

c. Dilakukan penyelamatan dan penyelesaian segera, bila kredit

menunjukan bermasalah (non performing loan).

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah (non performing loan) ada dua strategi

yang dapat ditempuh, yaitu:

1. Penyelamatan Kredit

Penyelematan adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui

perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-

syarat pengembalian kredit sehingga dengan demikian diharapkan debitur

memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit tersebut. Jadi tahap

penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur

masih kooperatif dan prospek usaha masih dapat dilaksanakan dengan baik

(feasible). Penyelesaian kredit melalui tahap penyelamatan kredit ini

dinamakan penyelesaian melalui restrukturisasi kredit. Restrukturisasi adalah

upaya yang dilakukan Bank dalam usaha perkreditan agar debitur dapat

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

65

Page 66: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

memenuhi kewajibannya. Langkah restrukturisasi ini diperlukan syarat paling

utama yaitu adanya kemauan dan iktikad baik dan kooperatif dari debitur serta

bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan Bank, karena dalam

restrukturisasi lebih banyak melakukan negosiasi dan solusi yang ditawarkan

Bank untuk menentukan syarat dan ketentuan restrukturisasi.

Dalam hal pelaksanaan restrukturisasi, Bank Indonesia mengeluarkan

petunjuk dan pedoman tentang tata cara penyelamatan kredit melalui

restrukturisasi kredit bermasalah dengan surat Direksi Bank Indonesia Nomor:

31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998. Adapun tujuan restrukturisasi

adalah:

1. Untuk menghindarkan kerugian bagi Bank karena Bank harus menjaga

kualitas kredit yang telah diberikan;

2. Untuk membantu memperingan kewajiban debitur sehingga keringan ini

debitur mempunyai kemampuan untuk melanjutkan kembali usahanya dan

melaksanakan pembayaran kewajiban kreditnya;

3. Dengan restrukturisasi maka penyelesaian kredit melalui lembaga-

lembaga hukum dapat dihindarkan karena penyelesaian melalui lembaga

hukum dalam prakteknya memerlukan waktu yang lama, biaya, dan tenaga

yang banyak.

Kebijakan yang dapat digunakan untuk melakukan restrukturisasi kredit

bermasalah menurut keputusan Direksi Bank Indonesia tersebut diatas antara

lain melalui :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

66

Page 67: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

a. Penurunan Suku Bunga Kredit

b. Pengurangan Tunggakan Bunga Kredit

c. Pengurangan Tunggakan Pokok Kredit

d. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit

e. Penambahan Fasilitas Kredit

f. Pengambilalihan Agunan/Aset Debitur

g. Jaminan Kredit Dibeli oleh Bank

h. Konversi Kredit Menjadi Modal Sementara dan Pemilikan Saham

i. Alih Manajemen

j. Pengambilalihan Pengelolaan Proyek

k. Novasi (Pembaharuan Hutang)

l. Subrogasi

m. Cessie

n. Debitur Menjual Sendiri Barang Jaminan

o. Bank Menjual Barang-Barang Jaminan Dibawah Tangan Berdasarkan Surat

Kuasa

p. Penghapusan Piutang

q. Cegah Tangkal (CEKAL) Debitur Macet

2. Penyelesaian Kredit

Penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui

lembaga hukum seperti Pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

67

Page 68: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Lelalng Negara atau badan lainnya. Hal ini dilakukan karena langkah

penyelamatan sudah tidak mungkin dilakukan. Tujuan penyelesaian kredit

melalui lembaga hukum ini adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda

jaminan.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

68

Page 69: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB IX

GADAI

1. Pengertian & Unsur-Unsur Gadai

Kata “Gadai” dalam undang-undang digunakan dalam 2 (dua) arti, yaitu:

Pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152

BW). Kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 BW).

Menurut Pasal 1150 BW, rumusan definisi gadai adalah : “Suatu hak yang

diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan

kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya dan yang

memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari

barang tersebut secara didahulukan dari pada orang berpiutang lainnya,

dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang

telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,

biaya-biaya mana yang harus didahulukan”.

Dari definisi diatas, maka dapat diuraikan unsur-unsur pokok yang terdapat

dalam gadai, yaitu:

a. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang

b. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan utang

kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya

c. Obyek gadai adalah barang-barang bergerak

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

69

Page 70: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

d. Barang bergerak yang menjadi objek gadai tersebut diserahkan kepada

kreditur (dalam kekuasaan kreditur)

2. Sifat-Sifat Gadai

Jaminan gadai yang diatur dalam Buku II titel 20 BW mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut:

a. Jaminan gadai mempunyai sifat accessoir (perjanjian tambahan)

Artinya jaminan gadai bukan hak yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya

bergantung pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit/perjanjian utang-

piutang.

b. Jaminan gadai memberikan hak preferent

Kreditur sebagai penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan (hak

preferent) terhadap kreditur lainnya, artinya bila debitur cidera janji atau lalai

maka kreditur penerima gadai mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai

tersebut, dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi hutang debitur.

c. Hak gadai sebagai hak kebendaan

Dalam Pasal 1152 ayat (3) BW mengatakan bahwa kalau barang-barang gadai

berpindah atau hilang atau dicuri dari pemegang gadai, maka pemegang gadai

berhak menuntutnya kembali. Dalam hal ini berarti bahwa pemegang gadai

mempunyai Droit de Suite, yaitu hak gadai mengikuti bendanya di tangan

siapapun benda gadai berada.

d. Jaminan gadai mempunyai hak eksekutorial

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

70

Page 71: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

e. Pemegang gadai (kreditur) atas kekuasaan sendiri (eigen machtige

verkoop) mempunyai hak untuk menjual benda yang digadaikan untuk

pelunasan utang si debitur apabila debitur cidera janji. Penjualan harus

dilakukan dimuka umum dengan cara pelelangan, dan bila hasil penjualan

sudah mencukupi untuk membayar utang namun masih terdapat kelebihan

maka kelebihan tersebut wajib dikembalikan kepada debitur.

f. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi

Hak gadai tidak menindih bagian-bagian dari benda gadai/benda jaminan

berdasarkan perimbangan hutangnya, tetapi menindih seluruh utang dan

setiap bagian dari utang menindih semua benda gadai/setiap bagian dari benda

jaminan sebagai suatu keseluruhan. Artinya dengan dilunasinya sebagian utang

maka tidak menghapus sebagian hak gadai, melainkan hak gadai tetap melekat

untuk seluruh bendanya.

g. Benda gadai dalam kekuasaan debitur

Benda yang digadaikan harus berada diluar atau ditarik dari kekuasaan

debitur/pemberi gadai, yang disebut dengan Inbezzitstelling, dengan kata lain

benda yang digadaikan tersebut harus berada dalam kekuasaan si kreditur

sebagai penerima gadai.

h. Hak gadai berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan

benda gadai

Sifat ini sesuai sifat jaminan pada umumnya yaitu hak yang bersifat

memberikan jaminan untuk pelunasan utang apabila debitur cidera janji

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

71

Page 72: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

dengan mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda jaminan, bukan hak

memiliki benda yang dijaminkan. Segala janji yang memberikan hak kepada

kreditur untuk memiliki benda gadai adalah batal demi hukum.

3. Obyek Gadai

Dari ketentuan Pasal 1150 BW dan Pasal 1152 BW menyimpulkan bahwa benda

gadai dapat berupa benda bergerak bertubuh maupun benda bergerak tidak

bertubuh yang wujudnya adalah hak.

4. Para Pihak Dalam Gadai

Dari perumusan Pasal 1150 BW diketahui bahwa para pihak yang terlibat dalam

perjanjian gadai ada 2 (dua), yaitu :

a. Pihak yang memberikan jaminan gadai yang disebut sebagai

Pemberi Gadai atau Debitur.

b. Pihak yang menerima hak gadai atau yang menerima jaminan

gadai atau Penerima Gadai atau Kreditur.

Karena umumnya jaminan gadai itu dipegang oleh kreditur maka ia disebut

juga kreditur penerima gadai, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa

atas persetujuan para pihak (kreditur dan debitur) benda gadai dipegang pihak

ketiga (Pasal 1152 ayat (1) BW), kalau barang gadai dipegang oleh pihak ketiga

maka pihak ketiga tersebut disebut sebagai Pihak Ketiga Pemegang Gadai.

5. Kewajiban pemegang gadai

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

72

Page 73: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Pemegang gadai, baik kreditur maupun pihak ketiga berkewajiban untuk

merawat benda gadai yang ada di dalam tangannya. Ia bertanggung jawab atas

kehilangan atau kemerosotan benda gadai kalau hal itu terjadi karena

kesalahan/kelalaian kreditur/pihak ketiga. Sebagai imbalan terhadap kewajiban

tersebut ia berhak untuk memperhitungkan ongkos terhadap pemilik benda.

6. Hapusnya gadai

Hak gadai dapat hapus karena beberapa hal, yaitu:

a. Dengan hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Ini

sesuai dengan sifat accessoir pada gadai, yang mana nasibnya bergantung

pada perikatan pokoknya.

Perikatan pokoknya hapus karena : Pelunasan, Kompensasi, Novasi, dan

Penghapusan Hutang.

b. Dengan terlepasnya benda jaminan dari kekuasaan pemegang

gadai.

Tetapi pemegang gadai/kreditur masih mempunyai hak untuk menuntutnya

kembali, dan kalau berhasil maka undang-undang mengganggap perjanjian

gadai itu tidak pernah putus (Pasal 1152 ayat (3) BW)

c. Dengan hapusnya/musnahnya benda jaminan

d. Dengan dilepasnya benda gadai secara sukarela

e. Dengan percampuran, yaitu dalam hal [emegang gadai menjadi

pemilik barang gadai tersebut.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

73

Page 74: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

f. Kalau ada penyalahgunaan benda gadai oleh pemegang gadai

(Pasal 1159 BW).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

74

Page 75: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB X

HIPOTIK

1. Pengertian & Unsur-Unsur Hipotik

Menurut sistematika dalam Burgerlijk Wetboek (BW) / Kitab Undang Undang

Hukum Perdata (KUHPer), ketentuan-ketentuan tengan Hipotik termasuk bagian

hukum benda yang diatur dalam Buku II BW, dari Pasal 1162 hingga Pasal

1232. Pengertian Hipotik sendiri menurut Pasal 1162 BW adalah : ”Suatu hak

kebendaan atas barang-barang tidak bergerak, untuk mengambil penggantian

dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan”.

Dari perumusan Pasal 1162 BW diatas menurut perumusan para sarjana bahwa

rumusan pengertian tentang Hipotik diatas kurang lengkap, sehingga

perumusannya disempurnakan sebagai berikut12 :

“Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik orang lain yang

secara khusus diperikatkan, untuk memberikan kepada suatu tagihan, hak

untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi barang

tersebut”.

Dari pengertian diatas dapat kita tarik beberapa unsur-unsur / karakteristik

utama dari Hipotik, yaitu :

a. Hak Kebendaan

12 J. Satrio. Op.Cit. hal 186

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

75

Page 76: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Benda Tetap Tertentu Milik Orang Lain

c. Secara Khusus Diperikatkan

d. Suatu Tagihan

e. Hak Untuk Didahulukan Dalam Mengambil Pelunasan

2. Karakteristik Yuridis Hipotik

Berikut ini akan dijelaskan beberapa karakteristik yuridis yang melekat pada

hipotik.

a. Hipotik sebagai hak kebendaan13

Pasal 1163 BW :

Ayat (1) : Hak tersebut pada hakekatnya tak dapat dibagi-bagi dan terletak di

atas semua benda tidak bergerak yang diikatkan dalam

keseluruhannya, diatas masing-masing dari benda-benda tersebut,

dan diatas tiap bagian dari padanya.

Ayat (2) : Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, didalam

tangannya siapa pun ia berpindah.

Dari Pasal 1163 BW diatas secara tegas mengatakan bahwa hak hipotik

merupakan hak kebendaan. Salah satu ciri pokok dari hak kebendaan adalah

adanya sifat droit de suite, yaitu bahwa hak tersebut mengikuti bendanya

(yaitu benda yang dibebani hipotik), tidak peduli ditangan siapa benda itu

berada (Pasal 1163 ayat (2) jo Pasal 1198 BW). Dari ketentuan diatas dijelaskan

bahwa perjanjian hipotik merupakan perjanjian yang ditutup antara kreditur 13 Ibid. 186

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

76

Page 77: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

pemegang hipotik dengan debitur pemberi hipotik. Sebenarnya berdasarkan

asas hukum perjanjian, semua hak dan kewajiban yang muncul dari suatu

perjanjian hanyalah hak dan kewajiban yang relatif saja, yaitu hak tersebut

hanya dapat ditujukan dan mengikat para pihak saja (vide Pasal 1315 jo Pasal

1340 ayat (1) BW). Pada hak kebendaan justru hak tersebut mengikuti

bendanya kedalam tangan siapapun ia berpindah, dengan akibat bahwa hak

kreditur pemegang hipotik dapat juga ditujukan kepada pihak ketiga, yaitu

siapa saja, dalam tangan siapa ia temukan bendanya. Maksud pemberian sifat

hak kebendaan kepada hak hipotik akan tampak lebih jelas bahwa benda

hipotik masih tetap ada dalam tangan pemberi hipotik dan pemberi hipotik

masih tetap mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan

(beschikking) atasnya. Dengan pemberian sifat hak kebendaan pada hak

hipotik, maka beralihnya hak milik atas benda jaminan hipotik tidak

mempengaruhi hak (jaminan) yang dipunyai pemegang hipotik. Pemberian sifat

hak kebendaan oleh undang-undang kepada hak hipotik memberikan

pengamanan dan kedudukan yang kuat kepada kreditor penerima hipotik.

Pemberian sifat hak kebendaan (khususnya sifat droit de suite)

mempersangkakan bahwa pemberi hak hipotik sebagai pemilik benda jaminan

tidak kehilangan kewenangannya (kewenangan beheer dan beschikking) atas

benda hipotik, dan dengan demikian sepanjang hutang / kredit yang dijamin

dengan hipotik berjalan, benda jaminan pada asasnya masih dapat diperalihkan

ataupun dibebani lagi oleh pemiliknya (pemberi hipotik). Walaupun demikian

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

77

Page 78: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

kedudukan kreditur pemegang hipotik tidak banyak berpengaruh, karena kalau

pemberi hipotik menjual atau dengan cara lain memindahtangankan benda

hipotik, maka berdasarkan sifat hak kebendaan yang mengatakan bahwa hak

kebendaan yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, kedudukan

pemegang hipotik yang pertama tetap kuat (Pasal 315 KUHD).

b. Objeknya atas benda tetap tertentu

Perbedaan mendasar dari hipotik sebelum dan sesudah berlakunya Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah terletak pada

obyek apa-apa saja yang dapat dibebankan hak hipotik.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 obyek hipotik

adalah benda tetap yang juga meliputi tanah dan berdasarkan asas accessie

(yaitu segala sesuatu yang bersatu atau dipersatukan dengan tanah).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Agraria, khususnya pada bagian ”memutuskan”, yaitu : Buku II BW sepanjang

yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya

telah dicabut, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih

berlaku pada saat mulai berlakunya undang-undang ini. Hal tersebut berarti

bahwa semua ketentuan yang ada diluar apa yang disebutkan dalam bagian

”memutuskan” tersebut diatas (termasuk juga tentang hipotik) masih tetap

berlaku.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

78

Page 79: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka Undang

Undang Pokok Agraria mempunyai lembaga hak jaminan atas tanah (termasuk

juga segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah) tersendiri dan tidak lagi

memakai lembaga jaminan hipotik. Sementara yang menjadi objek hipotik saat

ini adalah :

- Kapal-kapal yang volumenya lebih dari 20 m3 (meter kubik) (Pasal 314

KUHD)

- Pesawat Udara dan Helikopter (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor

15 Tahun 1992 tentang Penerbangan)

c. Hak Hipotik Didahulukan14

Pasal 1133 BW menyebutkan bahwa hipotik, gadai, dan hak privelege

merupakan hak yang didahulukan, bahkan pada asasnya lebih didahulukan

(lebih tinggi) dari pada hak privelege (Pasal 1134 ayat (2) BW), kecuali undang-

undang menentukan lain. “hak untuk didahulukan” artinya adalah hak untuk

didahulukan di dalam mengambil pelunasan tagihannya atas hasil eksekusi

barang tertentu yang secara khusus dihipotikkan. Pemegang hipotik

didahulukan dibanding dengan kreditur-kreditur lain, akan tetapi ia

didahulukan hanya untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang

tertentu yang dihipotikkan saja. Khusus dalam kaitannya dengan hipotik atas

kapal, Pasal 316a ayat (3) KUHD menetapkan : bahwa piutang-piutang yang

diistimewakan didahulukan dari pada hipotik. Adapun yang dimaksud dengan 14 Ibid. hal 211

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

79

Page 80: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

“piutang yang diistimewakan” adalah piutang-piutang yang disebutkan dalam

Pasal 316 BW.

d. Pemasangan Hipotik Dapat Lebih Dari Sekali15

Atas benda jaminan hipotik dapat dipasang jaminan hipotik lebih dari 1 (satu)

kali. Sesuai dengan ketentuan Pasal 315 KUHD, yaitu : tingkatan di antara

segala hipotik satu sama lain ditantukan oleh hari pembukuannya. Hipotik-

hipotik yang dibukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat yang sama

tinggi. Dalam peristiwa ada pemasangan hipotik lebih dari satu kali, maka

hipotik yang didaftarkan lebih awal (sesuai dengan ciri dari hak kebendaan)

lahir lebih dahulu dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari yang timbul

kemudian, dan disebut hipotik peringkat pertama atau disingkat hipotik

pertama, dan hipotik yang dipasang setelahnya secara berurutan menjadi

hipotik yang kedua, dan seterusnya. Disamping itu jaminan hipotik yang kedua

bisa diberikan baik kepada kreditur yang sama maupun kreditur yang lain.

e. Hipotik Tidak Dapat Dibagi-Bagi16

Arti dari “hipotik tidak dapat dibagi-bagi” adalah, bahwa setiap bagian dari

benda jaminan dapat dijual untuk diambil hasilnya sebagai pelunasan seluruh

tagihan dan setiap rupiah dari tagihan menindih setiap bagian benda jaminan

15 Ibid. hal 21316 Ibid. hal 212

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

80

Page 81: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan (hak tagihan tidak

menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan).

Contoh : Debitur mempunyai hutang sebesar Rp. 10 Juta dengan jaminan

hipotik atas Kapal senilai Rp 20 Juta. Kalau debitur mencicil hutangnya

sehingga tinggal Rp 5 Juta, belum berarti bahwa debitur berhak

menuntut pembebasan jaminan kapal. Sebab tagihan kreditur tidak

menindih menurut perimbangan pada bagian-bagian benda jaminan,

malahan sebaliknya setiap rupiah tagihan kreditur menindih setiap

bagian benda jaminan.

Hal itu membawa konsekwensi bahwa dalam hipotik pada prinsipnya tidak

dikenak roya partiil, dalam arti pemberi hipotik tidak dapat menuntut roya

sebagian dari keseluruhan jaminan hipotik kalau ia melunasi sebagian

hutangnya, walaupun benda jaminannya sendiri bisa dibagi-bagi (deel-baar).

Secara sukarela memang kreditur boleh membebaskan sebagian dari benda

jaminan, asal benda tersebut merupakan benda yang berdiri sendiri, artinya

bukan merupakan bagian yang tidak terbagi dari satu benda tertentu.

f. Hipotik Atas Barang Yang Sudah Ada17

Pasal 1175 BW : hipotik hanya dapat diletakan atas benda-benda yang sudah

ada. Hipotik atas benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari adalah

batal. Dengan mengingat pada ketentuan Pasal 314 ayat (3) KUHD jo Pasal 3 17 Ibid. hal 204

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

81

Page 82: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

S.1933 : 48, maka kapal-kapal yang sedang dalam pembangunan termasuk

dalam kelompok “sudah ada”. Ketentuan yang demikian merupakan

penjabaran lebih lanjut dari asas spesialitas, yang menghendaki adanya suatu

pencatatan mengenai benda jaminan, sehingga pihak ketiga tahu betul benda

mana saja yang telah dibebani hak hipotik, dan ini merupakan mekanisme

perlindungan terhadap pihak ketiga.

g. Hipotik Harus Didaftarkan

Dengan berlakunya prinsip publisitas maka hipotik harus didaftarkan. Dalam

Pasal 1179 BW, Pasal 1180 BW, dan Pasal 1181 BW, jo Pasal 315 KUHD

disebutkan bahwa hipotik lahir pada saat pendaftaran didalam register umum

yang disediakan untuk itu. Dengan demikian karena hipotik lahir pada saat

pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk menentukan hak hipotik mana

yang lebih dahulu adalah saat pendaftarannya. Untuk pada Pesawat Udara /

Helikopter, sesuai dengan Pasal 9 Undang Undang Nomor 15 Tahun 1992, maka

harus didaftarkan ke pemerintah (departemen perhubungan). Dengan

dimilikinya tanda pendaftaran, maka hipotik dapat dikenakan (Pasal 12 ayat

(1), serta pengenaan hipotik sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) tersebut

harus didaftarkan ke Menteri Perhubungan (Pasal 12 ayat (2). Untuk kapal,

apabila sudah didaftar ke Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama (PPPBN),

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

82

Page 83: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

maka kapal dapat dibebabni hipotik (Pasal 49 Undang-Undang Pelayaran).

Obyek kapal yang bisa didaftarkan adalah dengan ukuran sekurang-kurangnya

20 m3 (meter kubik) atau dinilai sama dengan itu (Pasal 314 KUHD).

3. Lahirnya Hipotik

Perjanjian pembebanan (pemberian) Hipotik terjadi melalui proses, yaitu

melalui 3 fase18 :

a. FASE I : Perjanjian Kredit Dengan Kalusula Janji Untuk Memberi

Hipotik

Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir (pactum de contrahendo).

Pemberi kredit bersama-sama dengan calon penerima kredit membuat

perjanjian kredit,dibawah tangan atau dalam bentuk akta notaris. Perjanjian

kredit ini disertai dengan janji untuk menyerahkan barang / benda yang

dikenakan hak hipotik. Perjanjian ini merupakan perjanjian pokok dan

perjanjian kredit tersebut merupakan perjanjian pendahuluan (voor-

overeenkomst) dari penyerahan kredit.

Perjanjian Kreditdengan jaminan hipotik kapal

b. FASE II : Perjanjian Pembebanan / Pemberian Hipotik

Perjanjian pemberian hipotik adalah awal dari perjanjian kebendaan yang

selesai dengan dilakukannya pendaftaran hipotik. Pada saat hipotik didaftarkan 18 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. hal 284. lihat juga J. Satrio, Op.Cit, hal 214-217.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

83

KREDITUR

DEBITUR

Ada Perjanjian Pokok (Perjanjian Kredit) + Ada Perjanjian Jaminan (Dalam Bentuk Hipotik)

Page 84: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

lahirlah hak kebendaan dari hipotik pendaftaran, sehingga hipotik sebagai hak

kebendaan terjadi. Sepanjang pendaftaran belum dilakukan, maka karakter

perjanjian pemberian hipotik sebagai perjanjian kebendaan belum sempurna

karena belum final. Adapun perjanjian pembebanan hipotik tersebut adalah

bersifat accessoir.

Untuk setiap Akta Hipotik diterbitkan suatu grosse Akta Hipotik yang diberikan

kepada penerima hipotik. Dalam hal grosse Akta Hipotik hilang dapat

diterbitkan grosse akta pengganti dengan berdasarkan penetapan pengadilan.

Janji dalam pemberian hipotik dilakukan melalui kuasa, maka bentuk surat

kuasa itu harus dengan akta otentik.

Isi Akta Hipotik pada umumnya adalah sebagai berikut (Pasal 1186 BW) :

a. Nama Para Pihak (Kreditor dan Debitor), dan tempat tinggal yang telah

dipilih oleh kreditor untuk wilayah kantor pegawai penyimpanannya

b. Jumlah Kredit

c. tujuan Penggunaan Kredit

d. Bunga Kredit

e. Jangka Waktu Kredit

f. Penyebutan pejabat oleh siapa atau dihadapan siapa akta yang dimaksud

telah dibuat

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

84

Page 85: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

g. Janji-Janji Hipotik

MengeluarkanAkta Pembebanan Hipotik

c. FASE III : Pendaftaran Hipotik

Dalam Pasal 1179 BW, Pasal 1180 BW, dan Pasal 1181 BW, jo Pasal 315 KUHD

disebutkan bahwa hipotik lahir pada saat pendaftaran didalam register umum

yang disediakan untuk itu. Dengan demikian karena hipotik lahir pada saat

pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk menentukan hak hipotik mana

yang lebih dahulu adalah saat pendaftarannya.

4. Berakhirnya Hipotik

Hipotik berakhir karena :

a. Hapusnya perikatan pokok yang disebabkan karena :

- Pembayaran

- Penawaran pembayaran yang diikuti dengan consognatie

- Novasi (pembaruan hutang)

- Percampuran hutang

- Pembebasan hutang

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

85

Kreditor &

Debitor

Pejabat Pendaftar

Memasang hipotik

Page 86: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

b. Musnahnya benda atau hak yang dihipotikan

c. Berakhirnya hak pemberi hipotik (1169 BW)

d. Berakhirnya jangka waktu pemberian hipotik

e. Terpenuhinya syarat batal dalam akta hipotik

f. Karena pencabutan hak

g. Benda jaminan dicabut haknya demi kepentingan

umum

h. Karena adanya penetapan tingkatan-tingkatan

kedudukan kreditur oleh hakim (rangregeling)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

86

Page 87: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB XI

JAMINAN PERORANGAN / PENANGGUNGAN

(BORGTOCHT / GUARANTEE)

Jaminan Perorangan / Penanggungan / Borgtocht / Guarantee secara khusus

diatur dalam Pasal 1820 hingga Pasal 1850 BW.

1. Definisi & Tujuan Penanggungan :

Penanggungan adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-3, guna kepentingan

debitur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur jika debitur tidak

memenuhinya (1820 BW).

Dari definisi di atas dapat diuraikan unsur-unsur pokok Penanggungan, yaitu :

a. Penanggungan merupakan suatu perjanjian ;

b. Adanya pihak ke-3 ;

c. Guna kepentingan debitur, pihak ke-3 tersebut mengikatkan diri untuk

memenuhi perikatan si debitur ;

d. Jika debitur tidak memenuhinya.

Tujuan dan isi dari penanggungan adalah memberikan jaminan untuk

dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu

dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok, sehingga

perjanjian penanggungan itu bersidat accesoir.

2. Beberapa Alasan Penanggungan Digunakan Sebagai Lemabaga

Jaminan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

87

Page 88: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

a. Si penanggung (Borg) mempunyai persamaan kepentingan ekonomi di

dalam usaha dari si peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin

dengan di peminjam)

b. Bentuk penanggungan dalam praktek banyak berbentuk Bank Garansi,

dimana yang bertindak sebagai penanggung adalah Bank

c. Belakangan ini lembaga-lembaga pemerintah lazim mensyaratkan

adanya penanggungan untuk kepentingan pengusaha-pengusaha kecil

(Institutional Borgtoch)

3. Karakteristik Yuridis Perjanjian Penanggungan

Berikut ini akan dijelaskan beberapa karakteristik yuridis dari Perjanjian

Penanggungan :

a. Jaminan Penanggungan Bersifat Perorangan

Perjanjian Penanggungan tergolong pada jaminan yang bersifat perorangan,

yaitu adanya pihak ke-3 (badan hukum) yang menjamin memenuhi perutangan

manakala debitur wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat perorangan

pemenuhan prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang

tertentu, yaitu si debitur atau penanggungnya.

b. Bentuk Perjanjian Penanggungan

Mengenai bentuknya, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

adalah bersifat bebas, tidak terikat dalam bentuk tertentu, dalam artian dapat

dilakukan secara lisan, tertulis, maupun dituangkan dalam akta. Namun demi

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

88

Page 89: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

kepentingan pembuktian, dalam praktek lazim terjadi bahwa bentuk perjanjian

penanggungan dibuat dalam bentuk tertulis, baik dalam bentuk model-model

tertentu dari Bank maupun akta notaris.

Perjanjian penanggungan yang dibuat dalam akta mempunyai 2 fungsi utama,

yaitu:

Sebagai alat pembuktian tentang adanya penanggungan tersebut

oleh penanggung;

Memuat ketentuan-ketentuan ataupun janji yang mengatur

perjanjian penanggungan tersebut.

c. Perjanjian Penanggungan Bersifat Accesoir

Adanya perjanjian penanggungan sangat dikaitkan dengan perjanjian pokok,

dan mengabdi pada perjanjian pokok, sehingga :

1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah ;

2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok

;

3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan (eksepsi) yang bersangkutan

dengan perutangan pokok ;

4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berhutang dalam batas-batas

tertentu mengikat juga si penanggung ;

5. Penanggungan akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.

Dalam kedudukannya sebagai perjanjian Accesoir, maka perjanjian

penanggungan memperoleh akibat-akibat hukum, yaitu :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

89

Page 90: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

1. Adanya perjanjian penanggungan tergantung pada perjanjian pokok ;

2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian penanggungan ikut batal ;

3. Jika perjanjian pokok hapus, maka perajanjian penanggungan ikut hapus ;

4. Dengan diperalihkannya piutang pada perjanjian pokok, maka semua

perjanjian-perjanjian accesior (accessoria) yang melekat pada piutang

tersebut akan ikut beralih. Accessoria-accessoria yang ikut berlaih itu adalah

:

- Piutang-piutang istimewa (privelegi), hipotik, gadai, dll ;

- Jika peralihan piutang itu terjadi karena adanya cessi dan

subrogasi, maka accessoria-accessoria itu ikut beralih tanpa adanya

penyerahan khusus untuk itu.

Sebagai pengecualian dari sifat accessoir penanggungan ialah bahwa orang

dapat mengadakan perjanjian penanggungan dan akan tetap sah sekalipun

perjanjian pokoknya dibatalkan, sebagai akibat dari eksepsi yang hanya

menyangkut diri pribadi debitur. Jadi dapat diadakan perjanjian penanggungan

terhadap perjanjian pokok yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar).

Misalnya : perjanjian yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa adalah

vernietigbaar, sedangkan perjanjian penanggungannya tetap sah.

d. Perjanjian Penanggungan Bersifat Subsidair

Sifat subsidair dari perjanjian penanggungan dapat dilihat menurut ketentuan

Pasal 1820 BW, yaitu : “Penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi

perutangan debitur, manakala si debitur tidak dapat memenuhinya”.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

90

Page 91: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa penanggung hanya terikat secara

subsidair manakala debitur tidak memenuhi perikatannya, dan pada tingkat

yang terakhir hanya debitur yang berkewajiban atas pemenuhan hutang

tersebut. Hal demikian terbukti dari adanya hak regres dari si penanggung

kepada debitur, setelah penanggung memenuhi prestasi.

4. Timbulnya Penanggungan

Ada beberapa bentuk kemungkinan terjadinya penanggungan, yaitu :

a. Sebagai akibat adanya perjanjian pokok yang menyebutkan secara

khusus adanya penanggungan tersebut, dengan cara kreditur ataupun

debitur dapat menunjuk seseorang / badan hukum untuk menjadi

penanggung, atau kreditur dapat menunjuk seorang penanggung untuk

memenuhi perutangan debitur tanpa persetujuan dan tanpa sepengetahuan

debitur.

b. Penanggungan dapat terjadi karena penetapan undang-undang, karena

mewajibkan seseorang penanggung untuk memenuhi kewajiban-kewajiban

tertentu, seperti : keadaan tidak hadir, hak pakai hasil, dan perwarisan.

c. Penanggung juga dapat timbul karena adanya keputusan hakim atau

ketetapan (beschiking) yang memutuskan perlu adanya penanggungan yang

menanggung dipenuhinya perutangan. Si debitur yang diwajibkan tersebut

harus mengajukan seorang penanggung yang memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

Harus mempunyai kecakapan bertindak untuk mengikatkan diri ;

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

91

Page 92: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Cukup mampu secara ekonomis untuk dapat memenuhi perutangan

yang bersangkutan. Kemampuan ini harus ditinjau secara khusus

menurut keadaannya di mana hakim bebas menentukan pernilaiannya ;

Harus berdiam di wilayah Indonesia.

5. Luasnya Penanggungan

Luasnya penanggungan dapat dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini :

a. Si penanggung dapat menanggung pembayaran seluruh perutangan

pokok yang dibuat oleh debitur dan kreditur ;

b. Si penanggung dapat juga menanggung sebagian saja dari perutangan

pokok, atau dengan syarat-syarat yang ringan dari pada yang berlaku pada

perutangan pokok ;

c. Penanggung tidak dapat mengikatkan diri melebihi perutangan pokok

atau dengan syarat yang lebih berat dari perutangan si berhutang ;

d. Jika penanggungan diadakan melebihi atau dengan syarat-syarat yang

lebih berat dari perutangan pokok, maka penanggungan itu tidak sama

sekali batal melainkan hanya sah untuk apa yang diliputi oleh perutangan

pokok (Pasal 1822 BW), sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam

penanggungan berlaku azas bahwa orang hanya memberikan tidak melebihi

apa yang menjadi haknya ;

e. Pada umumnya penanggungan diadakan untuk menanggung dipenuhinya

pembayaran sejumlah uang, jika penanggungan itu diberikan untuk

menaggung suatu prestasi tertentu yang tidak berwujud pembayaran

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

92

Page 93: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

sejumlah uang, maka dengan memperhatikan ketentuan undang-undang,

prestasi tersebut harus dapat diperhitungkan dengan jumlah uang ;

f. Adakalanya penanggungan itu tidak terbatas hanya pelaksanaan

perjanjian pokok saja, melainkan termasuk semua akibat hutangnya,

bahkan terhitung semua biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap si

berhutang utama. Penanggung demikian disebut penanggung tak terbatas

atau Onbeperkte Borgtocht (Pasal 1825 BW).

6. Penanggungan Yang Dilakukan Lebih Dari Seorang Penanggung

Menurut ketentuan undang-undang dimungkinkan bahwa orang/bank dapat

menjadi penanggung dari si penanggung. Jadi disini penanggung bukan

menanggung agar debitur memenuhi kewajibannya melainkan menanggung

agar si penanggung itu memenuhi kewajibannya. Penanggung disini diberikan

untuk kepentingan kreditur.

Adapun macam-macam penanggungan yang dilakukan lebih dari seorang

penanggung adalah:

a. Penanggung Utama (Hoofdborg) – Penanggung Belakang

(Achterborg; Sub Borg; Sub Guarantor)

Jika Penanggung Belakang (Achterborg) ini telah membayar seluruh hutang,

maka ia mempunyai hak penuntutan kembali pembayaran (hak regres)

terhadap si penanggung utama dan tidak mempunyai hak regres terhadap si

debitur. Sebaliknya jika si penanggung utama telah membayar seluruh hutang

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

93

Page 94: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

debitur ia tidak mempunyai hak regres terhadap penanggung belakang

melainkan hanya hak regres kepada debitur

b. Penanggung Pertama – Penanggung Kedua

Dimungkinkan juga ada dua orang penanggung sama-sama mengikatkan diri

selaku penanggung dari suatu hutang. Jadi disini terdapat Penanggung Pertama

dan Penanggung Kedua, dengan pengertian bahwa kreditur terlebih dahulu

harus meminta pemenuhan dari Penanggung Pertama, baru jika dari

Penanggung Pertama ini tidak dapat memenuhi pembayaran kembali

piutangnya maka kreditur baru dapat menuntut pembayaran dari Penanggung

Kedua. Jika Penanggung Pertama telah membayar seluruh hutang maka ia tidak

mempunyai hak untuk meminta pemenuhan dari Penanggung Kedua,

melainkan langsung dapat meminta pemenuhan/hak verhaal langsung kepada

si berhutang (debitur).

c. Penanggung Solider

Dalam perjanjian penanggungan dapat terjadi kemungkinan bahwa seorang

penanggung mengikatkan diri untuk suatu hutang bersama-sama dengan si

berhutang (debitur) secara tanggung-menanggung, penanggungan jenis ini

disebut dengan istilah Penanggung Solider (Hoofdelijke Borg). Dalam keadaan

demikian kreditur dapat menuntut pemenuhan piutangnya baik kepada

Penanggung Solider maupun kepada debitur masing-masing untuk seluruh

hutang.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

94

Page 95: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

7. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan

Kreditur Serta Penanggung Dan Debitur

a. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan

Kreditur

Dalam melaksanakan kewajibannya oleh undang-undang si penanggung

diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan bagi si

penanggung. Hak-hak tersebut adalah :

1) Hak untuk menuntut terlebih dahulu (Voorrecht van Uitwinning)

Dalam hal si debitur lalai memenuhi prestasi, si penanggung baru wajib

membayar hutang kepada kreditur setelah menuntut agar harta benda si

debitur lebih dahulu disita dan dilelang/dijual untuk melunasi hutangnya

(Pasal 1831 BW). Jadi si penanggung baru wajib bertindak sebagai Borg jika

barang-barang debitur telah disita dan dijual lebih dahulu, namun tidak

mencukupi untuk membayar hutang.

2) Hak untuk membagi hutang (Voorrecht van Schuldsplitsing)

Jika dalam perjanjian penanggungan terdapat beberapa orang yang

mengikatkan diri sebagai penanggung untuk suatu hutang dan untuk

seorang debitur yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk

seluruh hutang (Pasal 1836 BW). Namun ketentuan undang-undang

memberikan hak bagi masing-masing penanggung ini untuk membagi

hutangnya, yaitu pada waktu digugat untuk pemenuhan hutang dapat

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

95

Page 96: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

menuntut agar si kreditur terlebih dahulu membagi-bagi piutangnya untuk

bagian-bagian dari para penanggung (Pasal 1837 BW).

3) Hak untuk mengajukan tangkisan gugatan (Pasal 1849 & Pasal 1850 BW)

Hak untuk mengajukan tangkisan dari si penanggung lahir dari perjanjian

penanggungan, sehingga merupakan hak dari penanggung sendiri.

Disamping itu juga lahir karena sifat accessoir dari perjanjian

penanggungan. Si penanggung juga dapa mengajukan tangkisan-tangkisan

yang dipakai oleh debitur terhadap kreditur yang lahir dari perjanjian pokok.

Tangkisan yang lahir dari perjanjian penanggungan misalnya : jika perjanjian

terjadi karena kesesatan, jika perjanjian dibuat dengan syarat atau dibuat

dengan ketentuan waktu.

Penanggung pada azasnya dapat mengajukan semua tangkisan yang

bertalian dengan hutang tersebut, namun menurut undang-undang

penanggung tidak dapat mengajukan tangkisan yang terkait mengenai

keadaan pribadi si debitur, yang pada umumnya terkait dengan ketidak

mampuan si debitur, misalnya : tangkisan karena keadaan sursence dari

debitur, tangkisan karena mendapat terme degrace, atau tangkisan karena

keadaan overmacht dari debitur.

Hak dari penanggung untuk mengajukan tangkisan itu pada azasnya adalah

merupakan hak dari si penanggung sendiri, sehingga ia bebas untuk

menggunakan tangkisan itu atau bahkan melepaskan hak atas tangkisan

tersebut.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

96

Page 97: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

4) Hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan

subrogasi akibat kesalahan debitur

Si penanggung berhak untuk diberhentikan dari penanggungan jika karena

perbuatan si kreditur si penanggung menjadi terhalang atau tidak dapat lagi

bertindak terhadap hak-haknya dan hak-hak utama dari kreditur (Pasal 1848

BW). Hak demikian itu timbul sebagai akibat adanya ketentuan bahwa

penanggung yang telah membayar, karena hukum (van Rechtswege) akan

menggantikan semua hak-hak kreditur terhadap deditur. Jika ini tidak

terlaksana karena kesalahan kreditur, maka akibatnya penanggung akan

diberhentikan sebagai penanggung dan perjanjian penanggungannya akan

gugur.

b. Hubungan Dan Akibat-Akibat Hukum Antara Penanggung Dan

Debitur

Dari ketentuan undang-undang dapat dsimpulkan bahwa penanggung yang

telah membayar itu mempunyai dua macam hak menuntut kembali kepad si

berhutang (debitur), yaitu : Pertama, si penanggung mempunyai hak

menuntut kembali yang merupakan haknya sendiri terhadap debitur (Eigen

Verhaalsrecht) (Pasal 1839 BW) atau yang dikenal sebagai Hak Regres. Kedua,

si penanggung yang telah membayar itu karena hukum (Van Rechtwege)

bertindak menggantikan kedudukan kreditur mengenai hak-haknya terhadap si

debitur, dan menggantikan hak-hak kreditur karena subrogasi (Pasal 1840 BW).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

97

Page 98: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Dari dua macam hak menuntut diatas terdapat perbedaan mengenai akibat

hukumnya, yaitu :

Pada hak regres yang merupakan hak sendiri dari si penanggung , disini

si penanggung mempunyai hak untuk menuntut kembali tidak hanya

mengenai hutang yang telah dibayarnya melainkan juga berhak menuntut

penggantian kerugian yang timbul karena akibat penjualan ataupun

“uitwinning” terhadap barang si penanggung.

Hak menuntut penggantian kerugian demikian tidak ada pada

penanggung yang menggantikan kedudukan kreditur, sebaliknya pada si

penanggung yang menggantikan hak-hak kreditur karena subrogasi

memperoleh hak-hak kreditur terhadap si berhutang termasuk jaminan-

jaminan accessoria-accessoria yang melekat pada hak kreditur yang

digantikannya. Misalnya jika hutang pokok itu dijamin dengan hipotik, maka

sipenanggung juga memperoleh hak hipotik yang melekat pada hutang

tersebut.

Ada beberapa ketentuan tentang Hak Regres, yaitu:

Jika penanggung telah membayar hutang debitur ia dapat

menuntut kembali pembayaran (hak regres) tersebut dari si debitur, baik

penanggungan itu terjadi dengan pengetahuan ataupun tanpa pengetahuan

debitur;

Hak regres tersebut timbul karena diberikan oleh undang-

undang;

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

98

Page 99: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak regres tetap ada sekalipun tidak tercantum secara

khusus dalam akta penanggungan ataupun surat-surat tanda bukti yang

lainnya;

Hak regres timbul setelah penanggung membayar hutang

debitur, baik pembayaran itu terjadi secara sukarela maupun atas dasar

keputusan hakim yang memutuskan/menghukum penanggung untuk

membayar hutang tersebut;

Hak regres dilakukan baik mengenai hutang pokok, bunga,

maupun biaya-biaya yang timbul. Si penanggung juga berhak menuntut

penggantian kerugian (yang berupa biaya, kerugian, dan bunga) jika ada

alasan untuk itu (Pasal 1839 ayat (4) BW);

Hak menuntut penggantian kerugian yang timbul dari hak regres meliputi

pembayaran yang berupa :

1. Pembayaran ongkos perkara

2. Pembayaran bunga, yaitu bunga terhadap hutang pokok yang telah

dibayar oleh penanggung

3. Pembayaran kerugian yang diderita akibat pemenuhan perutangan

dalam penanggungan.

Sementara hak-hak yang ikut beralih karena adanya subrogasi adalah hak-hak

jaminan yang diadakan untuk menjamin dipenuhinya perutangan pokok, yaitu :

1. Hak hipotik yang diberikan kepada kreditur sebagai jaminan;

2. Hak gadai sebagai jaminan hutang yang diberikan kepada si penanggung;

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

99

Page 100: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

3. Hak privelegi, ialah piutang yang didahulukan pemenuhannya sesuai

dengan sifat piutangnya.

8. Janji-Janji Dalam Penanggungan

Adapun ketentuan-ketentuan ataupun janji-janji yang biasa

diadakan/dicantumkan dalam akta penanggungan adalah :

a. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk menuntut penjualan

harta benda debitur terlebih dahulu;

b. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk membagi-bagi hutang

(Voorrecht van Schuldsplitsing);

c. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk diberhentikan dari

penanggungan, jika karena perbuatan kreditur mengakibatkan tidak dapat

lagi menggantikan hak-haknya dan hak-hak utama dari kreditur (Afstand van

Bernoep, Pasal 1848 BW).

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

100

Page 101: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB XII

HAK TANGGUNGAN

Diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

(UUHT). Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 (Undang

Undang Hak Tanggungan) dasar hukum yang digunakan untuk melakukan

pengikatan jaminan atas tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan

tanah menggunakan ketentuan Hipotik (Buku II Bab XXI Pasal 1162-1232 BW)

dan Credietverband (Staatblaad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan

Staatblaad 1937-190). Keberadaan Hipotik dan Credietverband masih tetap

berlaku sebagai dasar hukum untuk mengisi kekosongan hukum dibidang

pembebanan tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai

jaminan kredit. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 dan Pasal 57 Undang Undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang

Undang Pokok Agraria / UU PA)

Pasal 51 : Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada tanah dengan Hak

Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Tanah diatur dengan

undang-undang.

Pasal 57 : Selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam

Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan

mengenai Hipotik tersebut dalam Buku II Bab XXI Pasal 1162-1232

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

101

Page 102: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BW dan Credietverband yang diatur dalam Staatblaad 1908-542

sebagaimana telah diubah dengan Staatblaad 1937-190.

Kebutuhan akan undang-undang yang mengatur tentang Hak Tanggungan

sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 51 UUPA baru bisa terwujud

setelah 36 tahun kemudian, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 4

Tahun 1996 yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996, yang memiliki

beberapa tujuan pokok, yaitu19 :

a. Mengganti ketentuan Hipotik dan Credietverband dalam hal yang

berkaitan dengan tanah, sementara yang berkaitan dengan pesawat udara /

helikopter dan kapal laut masih menggunakan ketentuan Hipotik.

b. Hipotik dan Credietverband merupakan produk hukum kolonial yang

pelaksanaannya tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional, sehingga

dengan berlakunya Hak Tanggungan telah mewujudkan unifikasi hukum

tanah nasional

c. Asas-asas dan ketentuan pokok dalam Hipotik masih dipergunakan dalam

ketentuan Hak Tanggungan, hanya saja di dalam ketentuan Hak

Tanggungan asas-asas dan ketentuan pokok disempurnakan dan

disesuaikan dengan ketentuan hukum tanah nasional dan perkembangan

perkreditan dan kemajuan ekonomi

d. Hipotik dan Credietverband dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan

perbedaan penafsiran yang menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga 19 Sutarno, Op. Cit. hal 152-153.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

102

Page 103: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

keberadaan undang Undang Hak Tanggungan menyelesaikan ketidakpastian

dan perbedaan penafsiran tersebut. Beberapa perbedaan penafsiran

tersebut dapat dilihat pada permasalahan berikut ini, yaitu :

- Sejak kapan pemegang jaminan (kreditor) mempunyai hak

preferen, apakah sejak dibuat akta hipotik atau sejak pendaftaran akta

hipotik ?

- Dimana dicantumkan titel eksekutorial, apakah di dalam akta

Hipotik atau di sertifikat Hipotik ?

- Pelaksanaan eksekusi apakah langsung melalui kantor lelang atau

fiat pengadilan ?

e. Undang Undang Hak Tanggungan memperluas objek Hak Tanggungan

sesuai dengan kebutuhan perkreditan dan perkembangan ekonomi,

misalnya : tanah dengan status Hak Pakai, tanah yang buktinya masih

berupa girik dan petuk dapat dibebani Hak Tanggungan

f. Undang Undang Hak Tanggungan diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan pembangunan nasional khususnya dalam dalam bidang ekonomi

yang membutuhkan pendanaan yang besar dan cepat, sehingga

membutuhkan keberadaan lembaga jaminan yang kuat dan mampu

memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

Definisi & Unsur-Unsur Hak Tanggungan

Pasal 1 ayat (1) UU No 4 Thn 1996 :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

103

Page 104: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah seperti

dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

kreditur lain.

Dari pengertian tersebut dapat diuraikan unsur-unsur dari Hak Tanggungan,

yaitu20 :

a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang

b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai yang diatur dalam

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,

tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah itu

d. Utang yang dijamin harus suatu hutang tertentu

e. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor lain.

1. Asas-Asas Hak Tanggungan21

20 Remy Sjahdaeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Penerbit Alumni, Bandung, 1999,. hal 11.

21 Dikutip dan Disimpulkan secara langsung dari buku : Remy Sjahdaeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Penerbit Alumni, Bandung, 1999,. hal 15-47. dan buku : Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004, hal 154-162.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

104

Page 105: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak Tanggungan sebagai hak jaminan sebagaimana diatur memiliki beberapa

asas-asas yang membedakannya dengan lembaga jaminan yang lain, yaitu :

a. Hak Tanggungan memberikan Hak Preferent (droit de

preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor

tertentu terhadap Kreditor yang lain (Pasal 1 ayat (1) UUHT)

Dari definisi Pasal 1 ayat (1) dapat diketahui bahwa :

Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

“Kreditor tertentu” yang dimaksud yang memperoleh atau yang

menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut.

“Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor yang lain” menurut angka 4 Penjelasan Umum

UUHT adalah :

Bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak

menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan

tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang

negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Juga hal tersebut dapat diketahui dari ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUHT:

Apabila kreditor cidera janji, maka berdasarkan:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

105

Page 106: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau ;

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)

Objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara

yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan

piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada

kreditor-kreditor yang lain.

b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 UUHT)

Pasal 2 ayat (1) : Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,

kecuali jika diperjanjikan dalam akta pemberian hak tanggungan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2)

Maksud dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) diatas ialah, Hak Tanggungan

membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian dari

padanya. Pelunasan sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti

terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan,

melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak

Tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi.

Menurut Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UUHT, sifat tidak dapat dibagi-bagi dapat

disimpangi oleh para pihak apabila para pihak menginginkan dan

memperjanjikannya dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, dengan syarat :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

106

Page 107: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

(2) Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas

tanah.

(3) Pelunasan hutang yang dijamin dilakukan dengan cara

angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah

yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan, yang akan

dibebeaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak

Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk

menjamin sisa hutang yang belum dilunasi.

Penyimpangan/pengecualian dari ketentuan tersebut adalah untuk menampung

kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi

keperluan pendanaan pembangunan komplek perumahan yang semula

menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian akan

dijual kepada pemakai satu-persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai

akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah bersangkutan.

c. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah

yang telah ada.

Pasal 8 ayat (2) UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan (yaitu memberikan Hak

Tanggungan) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran

Hak Tanggungan dilakukan.

Dalam ketentuan ini Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas

tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan, oleh karena itu hak

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

107

Page 108: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

atas tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak

sapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu hutang. Begitu

juga tidaklah mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak

atas tanah yang baru akan ada dikemudian hari.

d. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga

berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UUHT, Hak Tanggungan dapat dibebankan bukan

saja pada hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga

benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yaitu : bangunan, tanaman, dan

hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani dengan Hak

Tanggungan itu bukan saja terbatas kepada benda-benda yang merupakan

milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 4 ayat (4) UUHT),

tetapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal 4

ayat (5) UUHT).

e. Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang

berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari.

Meskipun Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ada,

sepanjang Hak Tanggungan itu dibebankan pula atas benda-benda yang

berkaitan dengan tanah, ternyata Pasal 4 ayat (4) UUHT memungkinkan Hak

Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

108

Page 109: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

tanah tersebut sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan

ada dikemudian hari.

Dalam pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat

Hak Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas

tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda

tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan

dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah

(hak atas tanah) tersebut.

f. Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accessoir

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri,

keberadaannya dikarenakan adanya perjanjian pokok / perjanjian induk.

Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang

piutang / perjanjian kredit yang menimbulkan hutang yang dijamin. Hal ini

dijelaskan pada butir 8 Penjelasan Umum UUHT, yaitu :

“Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau

accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian

hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya

ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”

Bahwa perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir adalah

berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT, yaitu :

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

109

Page 110: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk

memberikan Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari

perjanjian utang-piutang yang bersangkutan

Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus

karena hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan

g. Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan Untuk Utang Yang

Baru akan Ada

Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (3) UUHT, Hak Tanggungan dapat dijadikan

untuk:

1. Utang yang telah ada

2. Utang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan

sebelumnya dengan jumlah tertentu

3. Utang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan

sebelumnya dengan jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak

tanggungan diajukan ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau

perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang

bersangkutan.

Dengan demikian utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa

utang yang sudah ada maupun yang belum ada, yaitu yang baru akan ada

dikemudian hari, tetapi harus sudah diperjanjikan sebelumnya.

Dijadikannya hak tanggungan untuk menjamin utang yang baru akan ada

dikemudian hari adalah untuk menampung kebutuhan dunia perbankan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

110

Page 111: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

berkenaan dengan timbulnya utang dari nasabah Bank sebagai akibat

dilakukannya pencairan atas suatu garansi Bank. Juga untuk menampung

timbulnya utang sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan

pembebanan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan

kemudian.

h. Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang

Pasal 3 ayat (2) UUHT menentukan:

“Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu

hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa

hubungan hukum”

Dari ketentuan pasal diatas memungkinkan pemberian satu hak tanggungan

untuk:

1. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan

satu perjanjian utang piutang

2. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor berdasarkan

beberapa perjanjian utang-piutang bilateral antara masing-masing kreditor

dengan debitor yang bersangkutan.

Penjaminan dengan hanya berupa satu hak tanggungan bagi beberapa kreditor

berdasarkan beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitor yang sama

dengan masing-masing kreditor itu, hanya mungkin dilakukan apabila

sebelumnya telah disepakati oleh semua kreditor.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

111

Page 112: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

i. Hak Tanggungan Mengikuti Objeknya Dalam Tangan Siapapun

Objek Tanggungan Itu Berada

Pasal 7 UUHT menetapkan asas bahwa hak tanggungan tetap mengikuti

objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Dengan demikian hak

tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan ini beralih

kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Berdasarkan asas ini

pemegang hak tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam

tangan siapapun obyek tanggungan itu berpindah. Ketentuan ini merupakan

penjelasan dari asas yang disebut Droit de Siute atau Zaakgevolg.

j. Di Atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakan Sita Oleh

Pengadilan

Sudah seharusnya menurut hukum terhadap hak tanggungan tidak dapat

diletakan sita. Alasannya adalah karena tujuan dari (diperkenalkannya) hak

jaminan pada umumnya dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan hak

tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang

menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor

lain. Bila terhadap hak tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan,

maka hal tersebut akan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor

pemegang hak tanggungan.

Hal tersebut sebelumnya sudah sejalan dengan yurisprudensi, yaitu dalam

Putusan Mahkamah Agung No.394K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985, yang

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

112

Page 113: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

berpendirian bahwa barang-barang yang sudah dijadikan jaminan utang tidak

dapat dikenakan sita jaminan.

k. Hak Tanggungan Menganut Asas Spesialitas

Asas spesialitas menghendaki bahwa hak tanggungan hanya dapat dibebankan

atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Dianutnya asas spesialitas ini dapat

disimpulkan dari ketentusn Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT.

Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak

tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat (1) UUHT) dan kewenangan itu

harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan (Pasal 8 ayat (2)

UUHT), ketentuan tersebut hanya mungkin terpenuhi apabila objek hak

tanggungan telah ada dan jelas.

Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) huruf e menetukan bahwa di dalam akta

pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai

objek hak tanggungan, tidaklah mungkin untuk memberikan uraian yang jelas

sebagaimana yang dimaksud itu apabila objek hak tanggungan belum ada dan

belum diketahui ciri-cirinya. Kata-kata “uraian yang jelas mengenai objek hak

tanggungan” dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e menunjukan bahwa objek hak

tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukkan dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan.

l. Hak Tanggungan Menganut Asas Publisitas

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

113

Page 114: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Terhadap hak tanggungan berlaku asas publisitas atau asas keterbukaan, hal

ditentukan dalam Pasal 13 UUHT, yang menentukan bahwa pemberian hak

tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian

hak tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan

tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga (Penjelasan

Pasal 13 ayat (1) UUHT)

Tujuan publisitas pencatatan hak tanggungan adalah untuk memberikan

informasi kepada pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan

hak tanggungan atas suatu hak atas tanah.

m. Hak Tanggungan Dapat Diberikan Dengan Disertai Janji-Janji

Tertentu

Menurut Pasal 11 ayat (2) UUHT, hak tanggungan dapat diberikan dengan

disertai janji-janji tertentu. Janji-janji tersebut dicantumkan dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Adapun contoh-contoh dari

janji-janji tersebut dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.

Janji-janji yang disebutkan dalam pasal tersebut bersifat fakultatif dan tidak

limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh mencantumkan atau tidak

dicantumkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Bersifat limitatif karena dapat

pula diperjanjikan janji-janji lain selain dari janji-janji yang telah disebutkan

dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.

n. Objek Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan Untuk Dimiliki

Sendiri Oleh Pemegang Hak Tanggungan Bila Debitur Cidera Janji

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

114

Page 115: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Menurut Pasal 12 UUHT janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang

hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera

janji batal demi hukum. Larangan pencantuman janji yang demikian

dimaksudkan untuk melindungi debitur agar dalam kedudukan yang lemah

dalam menghadapi kreditor (Bank) karena dalam keadaan sangat

membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang

berat dan merugikan baginya.

o. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah Dan Pasti

Menurut Pasal 6 UUHT apabila debitor cidera janji pemegang hak tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan

sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari

hasil penjualan tersebut. Pasal tersebut memberikan hak bagi pemegang hak

tanggungan untuk melakukan parate eksekusi, artinya pemegang hak

tanggungan tidak perlu bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi hak

tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan

setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi

jaminan utang debitor dalam hal debitor cidera janji, pemegang hak

tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang

untuk melakukan pelelangan atas objek hak tanggungan yang bersangkutan.

Hak Parate Eksekusi (eksekusi langsung) dalam hak tanggungan diberikan oleh

Pasal 6 UUHT dapat dilakukan dengan atau tanpa diperjanjikan terlebih dahulu,

hak tersebut demi hukum dipunyai oleh pemegang hak tanggungan. Sertifikat

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

115

Page 116: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Hak Tanggungan yang merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan yang

diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan kata-

kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte

sepanjang mengenai hak atas tanah (Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3). Dengan

demikian untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan yang telah

dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa harus melalui proses gugat-

menggugat (proses litigasi/pengadilan) apabila debitor cidera janji.

2. Pemberi Dan Pemegang Hak Tanggungan

Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang

perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang

bersangkutan. Dengan demikian karena objek hak tanggungan adalah Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Sejalan dengan pasal tersebut yang dapat menjadi pemberi hak tanggungan

adalah orang perseorangan atau badan hukum yang dapat mempunyai Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan

atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang, dengan

demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun juga

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

116

Page 117: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu

baik itu orang perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing.

3. Obyek Hak Tanggungan

Yang menjadi obyek hak tanggungan adalah (Pasal 4 UUHT):

a. Hak-hak atas tanah:

Hak Milik

Hak Guna Usaha

Hak Guna Bangunan

Hak Pakai atas Tanah Negara

Hak Pakai atas Tanah Hak Milik

b. Benda-benda yang berkaitan dengan tanah: Bangunan, (Rumah Susun yang

berdiri diatas tanah Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas Tanah Negara),

Tanaman, dan Hasil Karya.

4. Beralihnya Hak Tanggungan

Ada beberapa sebab terjadinya peralihan pada Hak Tanggungan (Pasal 16

UUHT), yaitu:

a. Peralihan karena hukum

b. Peralihan karena Cessie dan Subrogasi

c. Peralihan karena Akuisisi, Merger, dan Konsolidasi

d. Peralihan karena sebab penjualan penyertaan dalam kredit sindikasi

e. Peralihan hak tanggungan sebagai akibat penggantian debitur karena

novasi

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

117

Page 118: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

f. Peralihan hak tanggungan karena penggantian debitur bukan karena

perjanjian novasi tetapi dengan pembuatan perjanjian pengambilalihan

utang yang tidak mengakhiri perjanjian utang-piutang semula

g. Peralihan hak tanggungan karena peralihan utang debitur yang

meninggal dunia kepada ahli warisnya

Pendaftaran beralihnya hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan

dengan mencatatnya pada buku tanah hak tanggungan dan buku tanah hak

atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan

tersebut pada sertifikat-sertifikat hak tanggungan dan sertifikat-sertifikat hak

atas tanah yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (3) UUHT).

5. Proses Terjadinya Hak Tanggungan (Pasal 10-14

UUHT)

Tahap-tahapnya :

1. Perjanjian utang-piutang/perjanjian kredit

2. Perjanjian pemberian Hak Tanggungan

dibuat akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT.

3. Pendaftaran Hak Tanggungan oleh kantor pertanahan

Dicatat dalam buku tanah

Hak Tanggungan lahir pada hari pencatatan dalam buku tanah

Sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang saham

6. Hapusnya Hak Tanggungan (Pasal 18 UUHT)

Hak Tanggungan hapus karena:

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

118

Page 119: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

a. Hapusnya utang yang dijamin

b. Dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan

c. Pembersihan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua Pengadilan

Negeri

d. Hapusnya Hak atas Tanah (tanah dijadikan fasilitas umum dapat ganti

rugi oleh pemerintah)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

119

Page 120: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

BAB XIII

FIDUSIA

Undang-undang yang mengatur pemberian kredit dengan jaminan benda

bergerak melalui Gadai yang diatur buku II Pasal 1150 – 1160 BW, apabila

mencari pinjaman atau kredit akan terbentur pada syarat In Bezit Stelling, yaitu

salah satu syarat yang mengharuskan bahwa benda bergerak yang menjadi

jaminan harus ditarik/berada dalam kekuasaan pemegang gadai/pemberi kredit

(kreditor). Syarat In Bezit Stelling dirasakan sangat berat oleh pemohon kredit

dengan jaminan benda bergerak, karena benda yang dijaminkan tersebut

justeru sangat diperlukan untuk menjalankan usaha atau kehidupan sehari-hari.

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan demikian dan untuk menyesuaikan

perkembangan dan kebutuhan masyarakat serta untuk menghindari ketentuan

Pasal 1152 BW (yang mengharuskan barang jaminan ditarik dari kekuasaan

pemiliknya) maka yurisprudensi memungkinkan adanya lembaga jaminan

fidusia, yaitu pada Keputusan Mahkamah Agung No. 372K/Sip/1970 tanggal 1

September 1970 yang memutuskan bahwa fiducia hanya berlaku untuk benda

bergerak saja. Jaminan dengan menggunakan lembaga fidusia yang

dipindahkan atau diserahkan adalah hak atas benda (hak kepemilikan) sebagai

jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri masih tetap

dalam kekuasaan debitur/pemilik barang, sehingga masih dapat dipergunakan

dan dimanfaatkan untuk kepentingan usaha si debitur/pemilik barang. Melihat

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

120

Page 121: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

kebutuhan yang cukup besar bagi lalu lintas perkreditan nasional serta untuk

memenuhi aspek perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak, maka

pemerintah mengeluarkan regulasi terkait dengan pengaturan fidusia, yaitu

melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, dasar hukum

pengaturan fidusia diatur oleh yurisprudensi dan beberapa peraturan

perundang-undangan, yaitu:

1. Arrest Hoogerechtshop tanggal 18 Agustus 1932 T, 136 No. 311

2. Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 22 Maret 1951 Nomor

158/150 PDT

3. Keputusan Mahkamah Agung No. 372K/Sip/1970 tanggal 1 September

1970

4. Dalam perkembangannya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992

tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-

rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat

dibebani jaminan fidusia

5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur

mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan

utang dengan dibebani fidusia jika tanah hak pakai atas tanah negara

1. Definisi & Unsur-Unsur Fidusia

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

121

Page 122: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).

Dari definisi diatas, maka unsur atau elemen pokok dari fidusia adalah:

a. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda

b. Atas dasar kepercayaan

c. Benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam

penguasaan pemilik benda

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan

yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap

berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur yang lain.

Dari pengertian tersebut maka unsur atau elemen pokok dari jaminan fidusia,

yaitu:

a. Jaminan fidusia adalah agunan (jaminan) untuk pelunasan utang

b. Utang yang dijamin jumlahnya tertentu

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

122

Page 123: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

c. Obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan yang penguasaan

benda jaminan tersebut masih dalam kekuasaan pemberi fidusia

d. Jaminan fidusia memberikan hak preferent atau hak diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur lain

e. Hak milik atas benda jaminan berpindah kepada kreditur atas dasar

kepercayaan tetapi benda tersebut masih dalam penguasaan pemilik benda.

2. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

mempunyai hak-hak berikut ini:

a. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Accessoir

Artinya adalah bahwa jaminan fidusia bukan hak yang berdiri sendiri tetapi

lahirnya, eberadaannya, atau hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. Sifat

accessoir dari jaminan fidusia ini dapat dilihat pada:

Pasal 4 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, bahwa jaminan fidusia

merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yangmenimbulkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi”.

Pasal 25 juga menegaskan bahwa jaminan fidusia hapus karena hapusnya

utang yang dijamin dengan fidusia. Jaminan fidusia yang bersifat ikutan atau

accessoir ini menimbulkan konskwensi dalam hal piutang yang dijamin dengan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

123

Page 124: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

jaminan fidusia beralih kepada kreditur lain maka jaminan fidusia yang

menjaminnya demi hukum ikut beralih kepada kreditur baru. Pencatatan

peralihan hak jaminan fidusia didasarkan pada akta beralihnya piutang yang

dijamin, misalnya akta cessie dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta

otentik. Terjadinya peralihan piutang perlu didaftarkan oleh kreditur baru

kepada Kantor Pendaftar Fidusia dan juga diberitahukan kepada debitur.

b. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Droit De Suite

Prinsip Droit De Suite dalam hal ini terkait dengan hak mutlak atas kebendaan,

dimana penerima jaminan fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda itu berada.

Namun sifat ini dikecualikan untuk obyek jaminan fidusia yang berbentuk

benda persediaan (inventory). Obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda

persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda

persediaan tersebut merupakan barang-barang dari hasil produksi industri yang

memang untuk diperdagangkan.

c. Jaminan Fidusia Memberikan Hak Preferent

Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan (preferent)

terhadap kreditur lainnya, artinya jika debitur wanprestasi maka penerima

fidusia/kreditur mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda

jaminan fidusia dan kreditur mendapat hak untuk didahulukan untuk mendapat

pelunasan utang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

124

Page 125: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

d. Jaminan Fidusia Untuk Menjamin Utang Yang Telah Ada

Atau Akan Ada

Utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi syarat

sesuai Pasal 7 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu:

1. Utang yang telah ada, artinya besarnya utang yang ditentukan

dalam perjanjian kredit.

2. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan

dalam jumlah tertentu, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang

dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka

pelaksanaan Bank Garansi.

3. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya

berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi

suatu prestasi.

e. Jaminan Fidusia Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Utang

Pasal 8 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa jaminan

fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada

kuasa atau wakil dari penerima fidusia tersebut. Dari ketentuan pasal tersebut

maka benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa

kreditur.

Dari penjelasan pasal tersebut yang dimaksud lebih dari satu penerima fidusia

atau lebih sari satu kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit

secara konsorsium atau sindikasi, artinya seorang kreditur secara bersama-

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

125

Page 126: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

sama dengan kreditur lain memberikan kredit kepada seorang debitur dalam

satu perjanjian kredit. Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk

menjamin kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu

dengan kreditur lainnya mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan

fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding

kreditur lainnya.

Dari ketentuan Pasal 8 tersebut tidak berlaku ketentuan tentang adanya

peringkat jaminan fidusia dengan peringkat pertama, kedua, dan seterusnya,

hal ini mengacu pada Pasal 17 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu

pemberi fidusia/debitur dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.

f. Jaminan Fidusia Mempunyai Kekuatan Eksekutorial

Kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk mengeksekusi benda

jaminan bila debitur cidera janji. Hak untuk mengajukan eksekusi tersebut

berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang

menegaskan bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur sebagai penerima

fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia atas kekuasaan sendiri.

Hak ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) & (2) yang intinya merupakan

perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai sifat eksekutorial,

ditandai dengan dicantumkannya kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” yang memiliki kedudukan sama dengan putusan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

126

Page 127: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga hal tersebut

tidak perlu lagi meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk menjual

sendiri benda jaminan dinamakan Parate Eksekusi.

g. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Spesialitas Dan Publisitas

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek jamina

fidusia. Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas

dan rinci dengan cara mengindentifikasi benda jaminan tersebut, dijelaskan

mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia. Sifat

publisitas adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan

akta pembebanan benda yang dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran Akta

Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana

pemberi fidusia/debitur berkedudukan. Untuk benda-benda yang dibebani

fidusia tetapi berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia tetap

didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia di Indonesia dimana pemberi

fidusia/debitur berkedudukan. Dengan dilaksanakannya pendaftaran benda

yang dibebani jaminan fidusia, maka masyarakat dapat mengetahui bahwa

suatu benda telah dibebani jaminan fidusia, serta memberikan jaminan

kepastian pada kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan

fidusia. Hal ini tercantum pada Pasal 11 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999

yang menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib

didaftarkan.

h. Jaminan Fidusia Berisi Hak Untuk Melunasi Utang

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

127

Page 128: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin

pelunasan utang. Sifat ini sesuai dengan fungsi setiap jaminan yang

memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan

pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cidera janji, namun

benda jaminan bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Seandainya debitur setuju

mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek fidusia akan menjadi

milik kreditur jika debitur cidera janji, maka oleh undang-undang janji semacam

itu batal demi hukum. Batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak

pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan (Pasal 33 Undang Undang Nomor

42 Tahun 1999)

i. Jaminan fidusia Meliputi Hasil Benda Yang Meliputi Hasil

Obyek Jaminan Fidusia Dan Klaim Asuransi

Dalam ketentuan sifat ini obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya

benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan dari

benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, trmasuk klaim asuransi jika benda

yangmenjadi obyek jaminan tersebut di asuransikan (Pasal 10 Undang Undang

Nomor 42 Tahun 1999)

j. Obyek Jaminan Fidusia Berupa Benda-Benda Bergerak

Berwujud Dan Tidak Berwujud Dan Benda Tidak Bergerak Yang

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

128

Page 129: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Tidak Dapat Dibebani Dengan Hak Tanggungan Serta Benda-Benda

Yang Diperoleh Kemudian Hari

Yang dimaksud obyek jaminan fidusia adalah benda-benda apa yang dapat

dijadikan jaminan utang dengan dibebani jaminan fidusia, yaitu:

1. Benda Bergerak Berwujud, contohnya:

a. Kenderaan bermotor, seperti: Mobil, Sepeda Motor.

b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/bangunan

pabrik

c. Alat-alat inventaris kantor

d. Perhiasan

e. Persedian barang atau inventory, stock barang

f. Kapal laut yang berukuran dibawah 20 m3

g. Peralatan/perkakas rumah tangga, seperti: TV, Radio, AC, Mebel

h. Alat-alat pertanian, seperti: Traktor Pembajak Sawah, Mesin

Penyedot Air

2. Benda Bergerak Tidak Berwujud, contohnya:

a. Wesel

b. Sertifikat Deposito

c. Saham

d. Obligasi

e. Konosemen

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

129

Page 130: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang

diperoleh kemudian

g. Deposito Berjangka

3. Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan, baik benda bergerak

berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak

bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

4. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

diasuransikan.

5. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani

Hak Tanggungan, yaitu hak milik satuan rumah susun diatas tanah hak pakai

atas tanah negara (Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985) dan bangunan

rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai Pasal 15 Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

6. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan

diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.

3. Tahap-Tahap Pembebanan Fidusia

Yang dimaksud tahap-tahap pembebanan fidusia adaah rangkaian perbuatan

hukum dari dibuatnya perjanjian pokok yangberupa perjanjian kredit atau

perjanjian utang, pembuatan akta jaminan fidusia sampai dilakukan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

130

Page 131: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan mendapat Sertifikat Jaminan

Fidusia.

Rangkaian perbuatan hukum dalam proses pendaftaran jaminan fidusia akan

dijelaskan dalam tabel berikut ini:

TAHAP PERTAMA

(Tahap Pembuatan Perjanjian Pokok, Yaitu Perjanjian

Kredit Atau Perjanjian Lainnya Dan Perjanjian Ikutan

Atau Accesoir, Yaitu Perjanjian Jaminan Fidusia)

Dalam tahap pertama akan dibuat terlebih dahulu perjanjian

pokoknya, yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang,

kemudian disepakati adanya jaminan dalam bentuk jaminan

fidusia yang dibuat dalam perjanjian ikutan atau accessoir yang

merupakan ikutan dari perjanjian pokok. Pasal 4 Undang

Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan jaminan fidusia

merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu

prestasi.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

131

Page 132: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

TAHAP KEDUA

(Tahap Pembuatan Akta Jaminan Fidusia)

Tahap kedua berupa pembebanan benda dengan jaminan

fidusia yang ditandai dengan pembuatan akta jaminan fidusia

yang ditandatangani kreditur sebagai penerima fidusia dan

debitur sebagai pemberi fidusia. Bentuk akta jaminan fidusia

adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris,

dengan harus memuat sekurang-kurangnya:

a. Identitas pemberi dan penerima fidusia

b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek

jaminan fidusia

d. Nilai penjaminan, yaitu penetapanjumlah utang

yang dijamin dengan jaminan fidusia yang tercantum dalam

akta jaminan fidusia yang ditetapkan oleh kreditur dengan

memperhitungkan jumlah utang pokok, bunga, denda, dan

biaya lainnya

e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

TAHAP KETIGA

(Tahap Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia

Di Kantor Pendaftaran Fidusia)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

132

Page 133: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Pada tahap ketiga ini ditandai dengan pendaftaran akta jaminan

fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan

pemberi fidusia/debitur. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 jo 12

Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999. Dalam melakukan

pendaftaran melampirkan pernyataan pendaftaran yang

memuat:

a. Identitas pemberi dan penerima fidusia

b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan

tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan

fidusia

c. Data perjanjian pokok yang di jamin fidusia

d. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek

jaminan fidusia

e. Nilai penjaminan

f. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

Jaminan fidusia dinyatakan lahir pada tanggal dicatatkannya jaminan fidusia

dalam Buku Daftar Fidusia. Setelah kantor pendaftaran fidusia menerima

permohonan pendaftaran fidusia, maka akan memuat jaminan fidusia dalam

Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan

permohonan pendaftaran. Hari dan tanggal lahirnya jaminan fidusia ini sangat

penting karena menandai atau membuktikan lahirnya hak preferent atau hak

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

133

Page 134: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

didahulukan bagi kreditur sebagai penerima fidusia, sehingga kreditur yang

menerima fidusia memiliki kedudukan yang diutamakan atas jaminan fidusia.

4. Hapusnya Jaminan Fidusia

Ada beberapa hal yang mengakibatkan hapusnya jaminan fidusia, yaitu:

a. Hapusnya utang yang dijaminkan dengan fidusia

Kondisi ini sesuai dengan sifat perjanjian fidusia sebagai perjanjian ikutan

atau accessoir. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia dapat terjadi

dengan:

- pelunasan utang;

- penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan

novasi/pembaruan utang;

- kompensasi/perjumpaan utang;

- pencampuran utang;

- pembebasan utang.

b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia/kreditur

Pelepasan hak atas jaminan fidusia tersebut terjadi karena adanya

penggantian jaminan sehingga jaminan lama dihapuskan. Hapusnya jaminan

fidusia karena dilepaskan oleh kreditur dapat dilakukan dengan

keterangan/pernyataan tertulis dari kreditur kepada pemberi fidusia/debitur.

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

134

Page 135: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

Keterangan tertulis tersebut diperlukan sebagai bukti untuk melakukan roya

jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia, agar beban jaminan fidusia

pada benda tersebut menjadi bebas kembali.

c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia

Hal ini dapat diakibatkan karena: kebakaran, pencurian, kehilangan, namun

musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tidak mengakibatkan

utang yang ada menjadi hangus pula. Debitur tetap mempunyai kewajiban

untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian pokok yang telah

disepakati.

5. Ketentuan Pidana Dalam Fidusia

Guna kepentingan kreditur sebagai penerima fidusia maka undangundang

fidusia ini mengatur tentang pemberian sanksi, yaitu:

a. Bagi setiap orang atau debitur yang merugikan kreditur. Tindakan

debitur yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia dikualifikasikan sebagai perbuatan atau tindak

pidana. Sanksi pidana perbuatan mengalihkan, menggadaikan, atau

menyewakan di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan di

denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

b. Bagi setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah,

menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara

menyesatkan yang jika hal tersebut diatas diketahui oleh salah satu pihak

(kreditur atau debitur) juga dikualifikasikan sebagai tindak pidana, dengan

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

135

Page 136: Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Perjanjian Kredit dan Jaminan

Bahan Ajar Perjanjian Kredit dan Jaminan 2013

sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) yahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,-

(sepuluh jta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta

rupiah)

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surabaya

136