hukum jaminan hipotik

35
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas melarangnya. Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. Pasal 1163 ayat 1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing- masing benda tersebut dalam keseluruhannya. Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik kapal tentunya akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi pelaku industri perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya suatu undang-undang yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan. Dalam beberapa kesempatan, pastinya perusahaan perkapalan membutuhkan tambahan modal kerja dalam jumlah yang cukup banyak. 1

Upload: rizqi-bangun-lestari

Post on 28-Nov-2015

945 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Jaminan Hipotik

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir. Objek

hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak. Hipotek tidak

dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP secara tegas

melarangnya.

Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-

undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam

UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25 UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak

tanggungan menurut ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.

Pasal 1163 ayat 1 KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi.

Asas ini disebut asas tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika

benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani

masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya.

Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik kapal tentunya

akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi pelaku industri

perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya suatu undang-undang

yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan

pembiayaan perbankan.

Dalam beberapa kesempatan, pastinya perusahaan perkapalan membutuhkan

tambahan modal kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Dan tentunya kebutuhan

modal kerja yang cukup banyak itu dapat terpenuhi melalui suatu perjanjian kredit

antara perusahaan perkapalan dengan lembaga perbankan seperti bank.

Umumnya, perjanjian kredit yang menempatkan bank sebagai kreditur dan

perusahaan perkapalan sebagai debitur ini menambahkan perjanjian tambahan

(assesor) dalam perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit antara bank dan perusahaan

perkapalan merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian tambahannya dapat

berupa perjanjian hipotik atas kapal.

1

Page 2: Hukum Jaminan Hipotik

Bank sebagai pemberi kredit (kreditur), dalam rangka pemberian

kredit/pembiayaan kepada masyarakat harus hati-hati (prudent) karena dana yang

disalurkan bank pada dasarnya bukan milik bank sendiri, melainkan bersumber dari

dana masyarakat dalam bentuk simpanan masyarakat. Oleh karena itu, dalam

memberikan pembiayaan kepada debitur, bank harus meminimalkan risiko dengan

membuat perjanjian hipotik atas kapal tadi.

Salah satu bentuk upaya untuk meminimalkan risiko ini bisa dilakukan dengan

membuat perjanjian tambahan seperti perjanjian hipotik atas kapal. Ini merupakan salah

satu bentuk jaminan kebendaan, dimana jaminan ini biasa disebut dengan agunan atau

kolateral.

Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan yang

melekat pada seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam perkembangannya jaminan

atas tanah sebagai salah satu benda tidak bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri

yaitu hak tanggungan. Benda tidak bergerak yang masih dapat dijadikan obyek hipotek

antara lain adalah kapal laut dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3.

Saat ini di Indonesia hipotek kapal laut tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum

Dagang (KUHD) dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu

Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage 1993. Selain itu,

pengaturan hipotek yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

sebagian berlaku juga bagi hipotek kapal laut. Dalam KUHD, diatur bahwa kapal yang

dibukukan dalam register kapal dapat diletakkan hipotek.

Selanjutnya diatur pula tentang tingkatan di antara segala hipotek satu sama lain,

yang ditentukan berdasarkan hari pembukuan. Hipotek yang dibukukan pada hari yang

sama, mempunyai tingkat yang sama pula. KUHD mengatur pula bahwa apabila

sebuah kapal tidak lagi merupakan sebuah kapal Indonesia, maka segala piutang

hipotek menjadi dapat ditagih walaupun piutang tersebut belum jatuh tempo. Piutang-

piutang yang dimaksud, sampai saat dilunasinya, tetap dapat diambilkan pelunasannya

dari kapal tersebut, secara mendahulukannya dari pada piutang-piutang yang terbit

kemudian, biarpun piutang-piutang yang belakangan ini didaftarkan di luar wilayah

Indonesia. Apabila kapal yang dihipotekkan dilelang-sita di luar wilayah Indonesia,

maka kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang diletakkan di atasnya.

2

Page 3: Hukum Jaminan Hipotik

B. Identifikasi Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, timbul beberapa permasalahan yang akan

dibahas dan dipecahkan dalam bab pembahasan. Adapun rumusan masalah tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan hipotik setelah keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah?

2. Bagaimana kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut?

3

Page 4: Hukum Jaminan Hipotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI HIPOTIK

A.    Pengertian Hipotek Dasar Hukum Hipotek

Pengertian hipotik dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-undang Perdata

mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak bergerak, untuk

mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.

Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas benda-benda

tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang

hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan

belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.

Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum perdata,

praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti sesungguhnya

ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang perlu dibahas, walau

demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini dalam agunan kapal laut

dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu diketahui bersama. Oleh sebab

itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka seperti kapal laut dan pesawat

terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan pada term Hipotek Kpaal Laut.

Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang berbeda, masing-masing dari dua term

tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek

yang ada pada kapal laut.

Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-benda tak

bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.

Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka (2) dan pasal 49

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Kapal adalah: ”Kendaraan

air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga

angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di

bawah permukaan laut, serta alat apaung dan bangunan yang terapung yang tidak

berpindah-pindah.”

4

Page 5: Hukum Jaminan Hipotik

Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air dengan

bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;

1. Tenaga mekanik;

2. Tenaga angin atau ditunda

3. Berdaya dukung dinamis

4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan

5. Alat apung dan bangunan terapung

Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu

kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas 20 m3.

perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila

beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia,

sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, mak pembebanannya menggunakan

hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan

atau didaftarkan (biasanya dengan isi kotor di atas 20 m3) diberikan dengan akta

autentik, guna menjamin tagihan hutang“.

Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:

1. Adanya hak kebendaan;

2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3

3. Kapal tesebut harus yang dibukukan

4. Diberikan dengan akta autentik; dan

5. Menjamin tagihan hutang

Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak boleh

atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah ditentukan

oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan adalah hak untuk

menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu hak menikmati dan hak

jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang berhak/kreditur hak

didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani

hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse akta yang merupakan

salinan pertama dari asli akta. Diberikan dengan akta autentik maksudnya adalah

bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka

5

Page 6: Hukum Jaminan Hipotik

dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk

membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.

Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal tersebut

memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur

wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan di

muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan biaya-

biaya lainnya.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat

dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.

1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai ketentuan itu

diatur tentang:

a. Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal 1178

KUHP )

b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai dengan

pasal 1194 KUHP )

c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197 KUHP );

d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang

dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );

e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)

f. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab

mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221

sampai dengan pasal 1232 KUHP )

2.     Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314 KUHD

berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20

m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan

dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke

atas dapat dibukukan. Pasal 315 KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek-

hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu

hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur

tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal.

6

Page 7: Hukum Jaminan Hipotik

Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:

a. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari perjanjian

perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal itu.

b. Biaya sita lelang

c. Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan

serta biaya pelayaran lainnya.

d. Tagihan  karena penubrukan

3.      Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda

4.      Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran

Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:

a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;

b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut

dalam peraturan pemerintah.

Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada,

namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur

dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah

mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain mengenai syarat dan tata cara

pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal

dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B.     Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut

Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kapal laut,

yaitu pemberi hipotek (Hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah

mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke

recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan

suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima

hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder

atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang

7

Page 8: Hukum Jaminan Hipotik

menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek. Biasanya

yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan non

bank. Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus

memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan

dari segi mengeluarkan surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata.

Objek hipotek yaitu:

1.      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala

perlengkapannya.

2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.

3.      Hak numpang karang dan hak usaha

4.      Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil

tanah.

5.      Bunga seperti semula.

6.      Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang

melekat padanya.

Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut dan

pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya

UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku

lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut

adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap

berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II

KUHP. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang

jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:

1.      Benda bergerak;

2.      Benda dari orang yang belum dewasa;

3.      Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;

4.      Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya

hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.

8

Page 9: Hukum Jaminan Hipotik

C.    Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut

Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun kapal

tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:

1.    Kapal yang sudah didaftar; dan

2.    Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut

adalah:

1.      Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;

2.      Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang

merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);

3.      Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang

yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);

4.      Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);

5.      Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan

dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-undangan yang

berlaku.

Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah

sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan

permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan

nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus

dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.

Variasi para pihak yang menghadap adalah:

1.      Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya);

2.      Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;

3.      Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur.

9

Page 10: Hukum Jaminan Hipotik

Syarat bagi pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan

lainnya) yang menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:

1.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;

2.      Perjanjian kredit.

Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur

adalah:

1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;

2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan

3.      Perjanjian kredit.

Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah

1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;

2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;

3.      Perjanjian kredit.

Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:

1.      Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek

Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka

atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang

yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal

memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya.

Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut.

Latar belakang adanya surat kuasa  ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya

secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk

kepentingannya.

2.      Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama

Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut.

Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar

pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta

10

Page 11: Hukum Jaminan Hipotik

pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang

ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.

Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah:

a.       Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK

maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaannya,

dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal

tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-

peraturan dari negara bendera;

b.      Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;

c.       Dapat dipasang atau dibebani hipotek.

Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:

a.       Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan yang

dinilai sama dengan itu;

b.      Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992 tentang

pelayaran).

Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:

a.       Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;

b.      Bukti kepemilikan kapal;

c.       Identitas pemilik;

d.      Surat ukur (sementara atau tetap);

e.      Bukti pelunasan BBN;

f.       Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar negeri

(Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).

Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat

pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut akta

11

Page 12: Hukum Jaminan Hipotik

kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan pencatat nama

kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal. Penomoran dilakukan secara

berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan urutan penanda tangan sampai

dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu

salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk

pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat

ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah

tanda pendaftaran dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula

sebagai bukti hak milik kapal (BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli,

surat keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun

sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:

1996    : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran

Ba        : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran

13        : Nomor pendaftaran

L          : Kategori kapal.

L          : Untnuk kapal laut

N         : Untuk kapal nelayan

P          : Untuk kapal pedalaman

Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik dalam

negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama merupakan

akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru. Pejabat yang

berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar dan pencatat

balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:

a.       Asli grosse akta pendaftaran;

b.      Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta hibah, dll);

c.       Identitas pemilik;

d.      Surat ukur;

e.       Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).

12

Page 13: Hukum Jaminan Hipotik

Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan

pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2 (dua)

macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal. Minut akta balik

nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar dan pencatat balik

nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh pegawai pembantu

untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada

pemilik kapal.

3.      Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik

kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah

ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian kredit

adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya, dan

jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk standar

(form) atau yang sudah dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku

adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang

masih akan dibuat, yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih

dahulu”. Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa

dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk

menerima atau menolak isinya.

Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan

perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman

mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:

a.      Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.

b.      Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi

perjanjian.

c.      Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.

d.      Bentuk tertentu (tertulis).

e.      Dipersiapkan secara masal dan kolektif.

13

Page 14: Hukum Jaminan Hipotik

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian

yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya

hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya

perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak,

maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena debitur tidak menandatangani perjanjian

tersebut. Dalam praktiknya, seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya

menandatangani perjanjian tersebut tanpa dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru

dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya,

karena kreditur tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi

ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga

sebesar 50% dari besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang

yang harus dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa

penerapan denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan

dan diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak

pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus membayar pokok,

bunga berserta denda keterlambatannya.

Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat)

jenis, yaitu:

1.      Perjanjian baku sepihak;

2.      Perjanjian baku timbal balik;

3.      Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan

4.      Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.

D.    SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT

Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian

pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk

mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian accessoir merupakan

perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal laut merupakan perjanjian

accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian hipotek kapal ini adalah tergantung

pada perjanjian pokoknya

14

Page 15: Hukum Jaminan Hipotik

E.     Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek

Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah timbul

akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah

pihak.

1.    Hak pemberi hipotek:

a.    Tetap menguasai bendanya;

b.    Mempergunakan bendanya;

c.    Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek;

d.   Berhak menerima uang pinjaman.

2.    Kewajiban pemegang hipotek:

a.    Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;

b.    Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok

pinjaman dan bunga;

3.    Hak pemegan hipotek:

a.    Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika

debitur wanprestasi;

b.    Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan

berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.

F.     Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut

Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi

perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik kapal)

dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat digolongkan

menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah, dan jangka panjang

(UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang perbankan).

Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang

jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah kapal atau

15

Page 16: Hukum Jaminan Hipotik

biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih

kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.

G.    Hapusnya Hipotek Kapal Laut

Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal

laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya

hipotek karena 3 hal, yaitu:

1.      Hapusnya perikatan pokok;

2.      Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan

3.      Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.

Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek

menurut ketentuan ini adalah karena:

1.      Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;

2.      Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;

3.      Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;

4.      Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya

kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;

5.      Karena percampuran.

H.    Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut

Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit oleh

debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga keuangan

nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada pejabat

pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek tersebut.

Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar dan pencatat

baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada

pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka

tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang

16

Page 17: Hukum Jaminan Hipotik

berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan

grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan roya adalah:

1.      Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan

2.      Membuat catatan roya pada daftar induk

17

Page 18: Hukum Jaminan Hipotik

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hipotik Setelah Keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996

Sebelumnya, pengaturan mengenai hipotik atau di undang-undang disebutkan

dengan hypotheek ini berada di Pasal 57 UU No. 5 Tahun 1960. Adapun bunyi dari

Pasal UU No. 5 Tahun 1960 adalah sebagai berikut:

Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam

pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-

ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang

Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam

Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan

Staatsblad 1937 No. 190.

Pasca dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, terdapat

perubahan mendasar dalam pengaturan hipotik.1

Dalam pasal 24 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan ditetapkan

ketentuan sebagai berikut:

Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini,

yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau Credietverband

berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria diakui, dan selanjutnya

berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini

sampai dengan berakhirnya hak tersebut.

Adapun untuk hipotik dan credietverband sebagai dimaksud di dalam Pasal 24 ayat 1

sebagaimana disebut di atas, menurut Pasal 24 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,

pelaksanaan ekskusi dan pencoretan dapat menggunakan ketentuan yang ada di

1 Satrio,J, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Hal. 303

18

Page 19: Hukum Jaminan Hipotik

dalam Pasal 20 dan Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, setelah Buku Tanah

dan Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud oleh Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Perihal dapat atau tidaknya pelaksanaan ekskusi hipotik menurut UU No. 4 Tahun 1996

dapat diperoleh dari Pasal 26 undang-undang ini yang berbunyi sebagai berikut:

Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,

dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai

eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini,

berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

 Dengan demikian,berarti kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi hipotik,

setelah diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah.

B. Kedudukan Hukum Bagi Hipotik Kapal

Salah satu bentuk dari jaminan hipotik di Indonesia adalah hipotik atas kapal

laut. Keberadaan jaminan hipotik ini sangat membantu perusahaan perkapalan dalam

memenuhi dan menjalankan modal kerjanya agar dapat menyelenggarakan kegiatan

operasionalnya.Tentunya, hipotik atas kapal laut ini akan melibatkan dua pihak. Dua

pihak itu adalah perusahaan perkapalan sebagai debitur dan lembaga perbankan,

seperti bank, sebagai kreditur. Hubungan hukum antara perusahaan perkapalan dan

lembaga perbankan, dalam hal ini adalah bank, perlu ditetapkan suatu ketentuan

hukum. Dengan adanya ketentuan hukum, maka terdapat aturan baku dalam

melaksanakan perbuatan hukum di antara kedua belah pihak.2

Pada tanggal 7 Mei 2008 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 17 tahun

2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-64 diatur mengenai hipotik kapal, namun

2 Giovani, Grace, 2008, Hipotik Kapal, http://notarisgracegiovani.com di unduh pada tanggal 13 November 2013 pukul 15.30

19

Page 20: Hukum Jaminan Hipotik

peraturan pelaksananya belum dibuat. Mengenai Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat

3. Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat dibebankan pada kapal-kapal yang

dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembuatan. Adapun bunyi dari

Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ini adalah:

Atas kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembukuan,

dan andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal dalam pembuatan itu dapat

diletakkan hipotik.3

Pada asasnya berdasarkan ketentuan Pasal 510 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang berbunyi sebagai berikut:4

Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat

pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri, terlepas dari benda-benda

sejenis itu merupakan benda bergerak

Pengecualian bagi kapal-kapal yang terdaftar, statusnya bukanlah benda

bergerak, karena menurut ketentuan pasal 314 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, kapal-kapal yang didaftarkan dalam register kapal adalah kapal yang memiliki

bobot isi kotor minimal 20 m³. Dengan demikian kapal dengan kondisi seperti ini

dikategorikan sebagai benda tidak bergerak dan jika dijaminkan, lembaga yang

digunakan adalah Hipotik. Sedangkan untuk kapal-kapal yang tidak terdaftar

menggunakan lembaga jaminan gadai atau fidusia, karena merupakan benda

bergerak.5

Langkah-Langkah dalam Pendaftaran hipotik kapal laut

3 Subekti dan Tjitrosudibio, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, cetakan ke-31, Jakarta: PT Pradnya Paramita, Hal. 944 Subekti dan Tjitrosudibio,1999, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-29, Jakarta: PT Pradnya Paramita, Hal. 159-1605 Giovani, Grace, 2008, Hipotik Kapal, http://notarisgracegiovani.com diunduh pada tanggal 13 November 2013 pada pukul 15.39

20

Page 21: Hukum Jaminan Hipotik

Langkah-langkah dalam pendaftaran hipotik kapal laut adalah sebagai berikut:

1. Debitur mengikatkan diri dengan Kreditur (bank/lembaga pembiayaan) dalam suatu

Perjanjian Kredit dengan menyatakan menyerahkan kapal sebagai hipotik sebagai

jaminan pelunasan hutangnya.

2. Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur nersama debitur atau bank

sendiri berdasarkan Surat Kuasa memasang Hipotik menghadap Pejabat Pendaftar

Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik Kapal.

Adapun dokumen yang diperlukan:

Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai penjaminan;

Grosse Akta Pendaftaran Kapal;

Surat Kuasa Memasang Hipotik.

3. Akta Hipotik didafatarkan dalam buku daftar. Saat selesainya pendafataran maka hak

Pemegang Hipotik lahir.

Tingkatan hipotik dimungkinkan dan diurutkan berdasarkan hari pembukuan.

Apabila dibukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat yang sama. Dengan

lahirnya hak hipotik, pemegang hipotik berhak untuk melaksanakan haknya atas

kapal itu, di tangan siapapun kapal itu berada. Apabila hutang sudah lunas, maka

dilakukan roya/pencoretan hipotik di syahbandar dengan membawa dokumen:

surat permohonan roya;

surat tanda lunas dari kreditur;

grosse akta pendaftaran hipotik; dan

grosse akta pendaftaran kapal.

Dalam hal perusahaan perkapalan (shipping company) sebagai debitur gagal

mengembalikan pembiayaan yang diterimanya kepada bank, ketentuan saat ini yang

mengatur tentang eksekusi kapal laut adalah:

1. Pasal 224 HIR berkaitan dengan hipotek pada umumnya mengatur bahwa gross

atau copy pertama yang otentik dari akte hipotek mempunyai status yang sama

dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga pihak

21

Page 22: Hukum Jaminan Hipotik

pemegang hipotek dapat meminta bantuan pengadilan untuk melakukan eksekusi

atas obyek hipotek;

2. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku untuk hipotek atas

kapal laut disebutkan bahwa pemegang hipotek dapat melakukan penjualan

sendiri atas obyek hipotek yang prosedurnya dilakukan dengan cara lelang umum.

Berdasarkan hal-hal diatas dapat dikatakan bahwa sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku saat ini, secara hukum penjualan atas kapal laut yang menjadi

obyek hipotek tidak terlalu sulit, akan tetapi mendapatkan harga yang sesuai dengan

nilai penjaminannya merupakan hal yang relatif sulit dilakukan sehingga butuhkan

adanyaprice stability untuk jual beli kapal.

Terkait dengan kewenangan untuk mengambil alih kapal sebagai agunan, khusus

untuk perbankan dalam kaitannya dengan penentuan kualitas aktiva terdapat

pembatasan waktu kepemilikan atas agunan yang diambil alih. Selain itu, bank juga

harus melakukan penilaian kembali atas agunan yang diambil alih untuk

menetapkan net realizable value dari agunan dimaksud yang dilakukan pada saat

pengambilalihan agunan.

Dalam pengambilalihan agunan ini, bank akan mengeluarkan biaya

pengambilalihan dan pemeliharaan agunan yang diambil alih, dan oleh karena itu

kiranya diperlukan mekanisme yang dapat mempercepat penjualan agunan.

Bagi bank sebagai kreditur, semakin lama jangka waktu pemilikan atas agunan

yang diambil alih akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan terkait

dengan biaya pemeliharaan agunan. Selain itu, dapat pula berpengaruh pada kinerja

bank karenaakan menurunkan kualitas aktiva produktif bank dan terjadinya peningkatan

pencadangan yang harus dibentuk oleh bank.

22

Page 23: Hukum Jaminan Hipotik

Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mendorong bank agar segera menjual

agunan yang diambil alih, karena bank sebagai institusi keuangan yang memiliki fungsi

intermediasi seyogianya tidak memiliki agunan yang diambil alih.

Adapun apabila dalam perjalanannya, kapal laut yang dijadikan jaminan hipotik

musnah, pastinya akan menimbulkan suatu akibat hukum. Pasal 1209 KUH Perdata

mengatur bahwa hapusnya hipotek disebabkan karena:

a) hapusnya perikatan pokoknya;

b) pelepasan hipotek oleh si berpiutang; dan

c) karena penetapan hakim.

Hal ini berarti bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, musnahnya kapal

yang menjadi obyek hipotek tidak termasuk dalam hal yang menyebabkan hapusnya

hipotek. Oleh karena tidak ada pengaturan yang jelas mengenai akibat hukum dari

musnahnya kapal laut yang menjadi obyek hipotek, hal tersebut tentunya dikembalikan

pada kesepakatan antara debitur dengan kreditur pada perjanjian hipotek (sebagai

perjanjian accesoir) atau perjanjian kredit (sebagai perjanjian pokok). Apabila dalam

perjanjian tersebut diatur mengenai akibat hukum dari musnahnya kapal, maka dapat

pula diatur mengenai asuransi atas musnahnya kapal sebagai jaminan terhadap

pembayaran utang debitur.

BAB IV

23

Page 24: Hukum Jaminan Hipotik

KESIMPULAN

Jaminan hipotik adalah kapal termasuk dengan segala alat perlengkapannya

karena merupakan satu kesatuan dengan benda pokoknya (asas accesie/perlekatan),

sebagai contoh: sekoci, rantai, jangkar.

Sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi hipotik, setelah

diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah.

Kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut telah diundangkan Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-64 diatur

mengenai hipotik kapal, namun peraturan pelaksananya belum dibuat. Mengenai

Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur

tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat 3. Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat

dibebankan pada kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam

pembuatan.

Daftar Pustaka

24

Page 25: Hukum Jaminan Hipotik

Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ginting, ramlan. Tinjauan Terhadap RUU tentang Hipotek Kapal. Buletin Hukum

Perbankan dan Kebanksentralan, 6 (2) : 26-34.

Giovani, Grace. 2008. Hipotik Kapal. http://notarisgracegiovani.com [13 November

2013]

Satrio, J. 1998. Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Subekti dan Tjitrosudibio. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan

Undang-Undang Kepailitan. Cetakan ke-31.Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Subekti dan Tjitrosudibio. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan

ke-29. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

25