bercak merah

43
BERCAK MERAH Herpes zoster Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster. [1] Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicella-zoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih ganglia (pusat saraf) posterior. [2] Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster. [2] Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut. [2] Herper zoster cenderung menyerang orang lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah) seperti penderita AIDS, leukemia, lupus, dan limfoma. [1] Etiologi Herpes zoster ditularkan antarmanusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan sistem

Upload: bebysiregar

Post on 23-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BERCAK MERAH

BERCAK MERAH

Herpes zoster

Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster.[1] Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicella-zoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih ganglia (pusat saraf) posterior.[2] Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster.[2] Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.[2] Herper zoster cenderung menyerang orang lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah) seperti penderita AIDS, leukemia, lupus, dan limfoma.[1]

Etiologi

Herpes zoster ditularkan antarmanusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan. Selain itu, hal ini juga terkait dengan penurunan jumlah sel yang terkait dalam imunitas melawan virus varicella-zoster pada usia tertentu. Penderita imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS yang mengalami penurunan CD4 sel-T, akan berpeluang lebih besar menderita herpes zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik.[3]

Page 2: BERCAK MERAH

Gejala

Perkembangan ruam herpes zosterHari 1 Hari 2 Hari 5 Hari 6

Pada awal terinfeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu. Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister) kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum tulang belakang dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil tersebut menyerupai sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di seluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat, namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat. Bintil atau lepuh akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan terjadi dalam selama 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi hanya ada rasa sakit.[4]

Deteksi

Untuk mendeteksi penyakit herpes zoster, dapat dilakukan beberapa macam tes, yaitu;

Kultur virus

Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.

Deteksi antigen

Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.

Uji serologi

Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.

Page 3: BERCAK MERAH

PCR

PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospina.

Pengobatan

Untuk nyerinya diberikan antibiotic, jika disertai infeksi eskunder diberikan antibiotic.

Indikasi obat antiviral adalah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan adalah asiclovir dan modifikasinya, mislanya valasiklovir, sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.

Dosis asiclovir adalah 5 x 800 mgsehari dan biasanya diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari, karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi . jika lesi baru masih tetap muncul maka obat tersbut masih dapat di teruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Menurut FDA ,obat pertama yang diberikan untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetic dan neuralgia pasca herpetic ialah pregabalin. Dosis awalnya 2 x 75 mg sehari, setelah 3-7 hri bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2x 150 mg sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari.

Obat lain yang dapat digunakan adalah anti depresan trisiklik

(nortsriptilin, dan amitriptilin) yang dapat menghilangkan rasa nyeri

Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes. Penggunaan agen antiviral dalam kurun waktu 72 jam setelah terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit akibat ruam tersebut. Apabila ruam telah pecah, maka penggunaan antiviral tidak efektif lagi. Contoh beberapa antiviral yang biasa digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir.

Untuk meringankan rasa sakit akibat herpes zoster, sering digunakan kortikosteroid oral (contoh prednisone). Sedangkan untuk mengatasi neuralgia pascaherpes digunakan analgesik (Topical agents), antidepresan trisiklik, dan antikonvulsan (antikejang). Contoh analgesik yang sering digunakan adalah krim (lotion) yang mengandung senyawa calamine, kapsaisin, dan xylocaine. Antidepresan trisiklik dapat aktif mengurangi sakit akibat neuralgia pascaherpes karena menghambat penyerapan kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin. Contoh

Page 4: BERCAK MERAH

antidepresan trisiklik yang digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Amitriptyline, Nortriptyline, Nortriptyline, dan Nortriptyline. Untuk mengontrol sakit neuropatik, digunakan antikonvulsan seperti Phenytoin, carbamazepine, dan gabapentin.

Pencegahan

Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian vaksinasi.[7] Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut pada pasien seropositif usia lanjut.[7] Vaksin herpes zoster dapat berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus tersebut yang berperan sebagai antigen Penggunaan virus yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi.

ERITEMA NODOSUM LEPROMATOUS

I. Pendahuluan

Penyakit kusta atau lepra ialah suatu penyakit infeksi granulomatous, kronik,

progesifitasnya lambat yang disebabkan oleh basil M.lepra. Dalam perjalanannya, penyakit

kusta ini dapat menyebabkan reaksi kusta yang hingga saat ini dikenal ada dua reaksi kusta

yaitu reaksi kusta tipe 1 dan reaksi kusta tipe 2.

Nama lain dari Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah Reaksi tipe 2 atau

Roseolar Leprosy. Eritema nodosum leprosum ialah suatu reaksi imunologi atau reaksi

antigen antibodi yang timbul pada pasien lepra yang hanya terjadi pada penderita kusta tipe

multibasiler. Eritema nodosum leprosum juga merupakan reaksi imun kompleks atau reaksi

hipersensitivitas humoral yang menurut Gell and Coombs merupakan reaksi hipersensitivitas

tipe 3.

Reaksi ENL ini dapat timbul pada 50% pasien lepra tipe lepromatosa leprosy (LL)

dan 25% tipe borderline leprosy (BL).3 Reaksi ini sering terjadi pada 25% pada pasien tanpa

pengobatan dan 50 % pada pasien dengan pengobatan . Reaksi ini lebih berat pada orang-

Page 5: BERCAK MERAH

orang eropa dan mongolia dibanding orang negro dan dan biasa ditemukan pada wanita

hamil.

II. ETIOLOGI

Hingga saat ini, penyebab pasti timbulnya ENL belum diketahui secara pasti. Faktor

pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya ENL ialah infeksi, stress mental dan fisik,

kehamilan , vaksinasi, faktor hormonal dan nutrisi.

III. PATOFISIOLOGI

Mekanisme imunopatologi ENL masih kurang jelas. ENL diduga merupakan

manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah. Karena adanya

faktor pencetus seperti infeksi virus, stress, vaksinasi dan kehamilan menyebabkan

terjadinya infiltrasi sel T helper 2. Sel T helper 2 ini menghasilkan berbagai sitokin antara

lain IL-4 yang menginduksi sel B menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi

antibodi. Kemudian terbentuklah ikatan antara antigen dari M leprae dengan antibodi

tersebut dijaringan, disusul dengan aktivasi komplemen.

Banyak penelitian akhir-akhir ini yang mempelajari peranan tumor nekrosis faktor

alfa (TNF-a) pada patogenesiss ENL. Penderita LL yang menunjukkan reaksi ENL setelah

terapi MDT juga menunjukkan kadar TNF-a yang tinggi. Data ini menunjukkan eratnya

hubungan antara TNF-a dengan patogenesis ENL.

Faktor nekrosis tumor ini bisa menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan

jaringan, mengaktifkan makrofag, memacu makrofag memproduksi IL-1 dan IL-6 dan

memacu sel hepar menghasilkan protein reaktif C (PRC). Peninggian konsenterasi TNF-a

dan PRC dalam serum penderita ENL yang berkorelasi positif sekitar 95% apabila

dibandingkan dengan penderita kusta lepromatosa non reaksi.

Perubahan seluler pada lesi juga diteliti oleh peneliti lain. Pada lesi baru didapati

banyak sel limfosit CD8+ dan CD4+.7. Pada proses selanjutnya CD4+ meningkat jauh

melebihi CD8+. Pada kepustakaan lain, ada juga yang menyebutkan bahwa peningkatan

rasio CD4+ terhadap CD8+ karena adanya penurunan jumlah CD8+. Sel-sel imunokompeten

menampakkan reseptor IL-2 dan selanjutnya tampak netrofil dan natural killer cell (NK

Page 6: BERCAK MERAH

cell). Imunopatologi ENL juga dipelajari dengan menganalisa pola mRNA sitokin

menggunakan PCR. Pola mRNA sitokin pada ENL menunjukkan peningkatan jumlah

mRNA untuk IL-4,IL-5 dan IL-10. Artinya reaksi ini menunjukkan respon Th2 yang

dominan. Dengan demikian, reaksi ENL bisa dibayangkan sebagai respon Th2 yang diikuti

pembentukan antibodi dan kompleks imun. Itulah sebabnya penimbunan kompleks imun

pada pembuluh darah dan lesi merupakan karakteristik reaksi ENL.

Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, yang berarti banyak pula

antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibody membentuk suatu kompeks imun

yang terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat diendapkan dalam berbagai

organ yang kemudian mengaktifkan sistem komplemen.

Pasien dengan lepromatous leprosi memiliki titer anigen antibodi yang tinggi

terhadap M. Leprae. Konsentrasi antigen dan presipitasi antibodi akan membentuk kompleks

imun yang kemudian mengendap dalam jaringan. Komplemen berganbung membentuk

endapan kompleks imun dan menghasilkan polimorfonuklear leukotaktik faktor.

Polimorfonuklear terakumulasi, kompleks fagosit dan menghasilkan enzim

proteolitik yang menyebabkan inflamasi dan nekrosis jaringan . Selama episode ENL

kompleks sirkulasi yang mengandung komplemen.

IV. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis pada ENL dapat berupa kelainan pada kulit berupa lesi berupa

nodul kemerahan, papul eritema dan plak. Ukuran lesi bervariasi dan biasanya kecil. Lesi

ENL biasanya panas dan terasa nyeri. Lokalisasi lesi seringkali pada sepanjang permukaan

ekstensor lengan dan tungkai, punggung, wajah tetapi dapat dimana saja.

Manifestasi ekstrakutaneus dapat berupa demam, kelemahan, neuritis, nyeri

periosteal, miositis, iridosiklitis, orkitis dan glomerulonefritis.

Pada reaksi ENL, antigen dan antibodi M. leprae membentuk kompleks imun yang

mengendap di kulit, dinding pembuluh darah, saraf dan organ lain. Pada ENL ditandai

dengan kumpulan papul yang eritematous, plak, nodulus dan bulla. Reaksi kadang

dihubungkan dengan demam, poliarthralgia, mialgia, malaise dan neuritis. Sistemik biasa

ditemukan termasuk rhinitis, epistaksis dan orkitis. Kadang, proteinuria dan terjadi

Page 7: BERCAK MERAH

hematuria. Pada ginjal kadang berkembang ompleks imun glomerulonefritis. Jika tidak

diterapi, dapat terjadi kerusakan saraf yang serius. ENL dapat menyebabkan edema tangan

dan kaki. Mungkin juga terjadi manifestasi visceral berupa hepatospleomegali, nephrosis,

nephritis, orkitis dan pleuritis.

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 1 dan 2 menunjukkan lesi ENL yang berupa pustul nekrosis pada tubuh bagian

atas*

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan histopatologi.

Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah dalam

urine yang dapat menunjukkan terjadinya glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan dengan

menggunakan mikroskop, dapat terlihat kompleks imun pada glomerulus ginjal. Pada

Page 8: BERCAK MERAH

pemerksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN, trombositosis, peninggian LED,

anemia normositik normokrom dan peninggian kadar gammaglobulin.

Pemeriksaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa lapisan infiltrat pada

inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL. Selain itu, akan tampak peningkatan

vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada dermis bagian atas dan pada dermis bagian bawah

terdapat infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang lokalisasinya disekeliling pembuluh darah

dan menyerang dinding pembuluh darah. Terdapat pembengkakan dan edema endothelium

vena, arteriole dan arteri-artei kecil pada lasi ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat

disekitar pembuluh darah. Kerusakan dinding vaskuler ini mengakibatkan ekstravasasi

eritrosit.

VI. PENATALAKSANAAN

Terdapat empat prinsip dalam penatalaksanaan reaksi kusta:

1. Mengontrol neurtis akut dalam rangka pencegahan anastesi, paralisis dan kontraktur

2. Menghentikan kerusakan pada mata dan mencegah kebutaan

3. Mengontrol nyeri

4. Membunuh basil dan mencegah perluasan penyakit

Penatalaksanaan reaksi kusta berbeda tergantung manifestasi dan berat ringannya penyakit.

Obat-obat yang biasa digunakan bila terjadi reaksi ENL ialah

Reaksi ringan

Aspirin

Sangat murah dan efektif untuk mengontrol inflamasi dan nyeri derajat sedang. Dosis 400 –

600 mg 4 kali sehari dan diberikan bersama makanan.

Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan hati berat, devisiensi vitamin

K dan hemofilia sebab dapat menimbulkan perdarahan.

Kloroquin

Efektif untuk antiinflamasi ringan. Dosisnya 100 mg kloroquin basah diberikan 3 kali sehari.

Pada waktu yang lama dapat menyebabkan efek samping berupa rash berwarna merah,

Page 9: BERCAK MERAH

terutama fotosensitasi, pruritus, gangguan saluran cerna, gangguan penglihatan dan tinitus.

Dosisnya diturunkan perlahan-lahan apabila tanda dan gejala telah terkontrol.

Antimonial

Mempunyai efek antiinflamasi dan mungkin dapat digunakan untuk mengontrol reaksi

ringan. Obat ini sangat efektif untuk menguangi rasa sakit pada tulang dan persendian pada

reakasi tipe 2. Efek samping dapat berupa rash kemerahan pada kulit, bradikardi, hipotensi

dan perubahan pada gambaran EKG. Dosis yang dianjurkan 2 – 3 mL/hari IM selama 3 – 5

hari atau 2 – 3 mL im selang sehari dengan dosis tidak melebihi 30 mL.

Pada reaksi ringan ENL dapat diterapi dengan istirahat atau dengan salah satu obat diatas.

Kombinasi aspirin dan kloroquin lebih efektif daripada pemberian sendiri-sendiri.

Reaksi berat

Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan untuk menekan imunitas seluler, menghambat sintesis antibodi,

menghambat enzim lisosomal dan produksi sitokin, menurunkan respon kemotaksis netrofil,

menghambat sintesis prostaglandin dan mengurangi inflamasi. Kortikosteroid ini digunakan

pada ENL berat atau neuritis yang disertai dengan hilangnya fungsi saraf. Dosis Prednison

yang dibutuhkan 80 – 100 mg/hari diturunkan secara bertahap. Kepustakaan lain

menyatakan dosis terapi prednison ialah 0,5-1 mg/kg/hari yang diturunkan secara bertahap

dan diberikan selama 6 bulan. Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan

tiba-tiba atau pemberian terus menerus terutama dengan dosis besar.

Klofazimin

Klofazimin merupakan obat anti inflamasi yang efektif digunakan pada ENL, khususnya bila

penggunaan kortikosteroid tidak dapat dihentikan, penderita ENL yang persisten dan pada

penderita yang tidak dapat diberikan thalidomide. Efek samping obat ini berupa gangguan

pencernaan dan pigmentasi kulit. Dosis pengobatan 100-300 mg/hari kemudian diturunkan

secara bertahap. Kepustakaan lain mengatakan clofazimin diberikan dengan dosis tinggi

Page 10: BERCAK MERAH

yaitu 400 mg/hari dalam dosis terbagi selama 2 minggu kemudian 200 mg/hari selama

sebulan yang dilanjutkan dengan 100 mg/hari sampai reaksi berkurang. Pasien dengan ENL

seharusnya diberikan clofazimin 300 mg perhari tidak lebih dari 3 bulan.

Thalidomide

Thalidomide merupakan obat pilihan untuk ENL berat dan dapat digunakan pada ENL yang

kronik atau berulang, juga untuk penderita yang resisten terhadap klofazimin. Obat ini dapat

menghambat pelepasan TNF dari monosit. Dosis awal yang diberikan 4 x 100 mg kemudian

diturunkan secara bertahap 100 mg setiap minggu. Pada pria dan wanita yang sudah

menapouse diberikan 100 mg setiap malam. Sejak thalidomide diketahui dapat memberikan

efek teratogenik, maka penggunaan untuk wanita yang berpotensi hamil sangat dimonitor.

Prednison dapat dikombinasikan dengan thalidomide pada reaksi berat yang akut.

VII. KOMPLIKASI

Selama reaksi ENL komplikasi dapat terjadi pada mata termasuk lagophtalmus, episkleritis,

uveitis, keratitis, iridosiklitis, secondary glaucoma dan kebutaan.

VIII. PROGNOSIS

Erytema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera, tetapi ENL berat dapat

menetap selama bertahun-tahun.

CANDIDIASIS

PENGERTIAN

Candidiasis adalah infeksi oleh jamur genus Candida, terutama C.albicans. biasanya ini

merupakan infeksi superficial kulit atau selaput lendir, walaupun kadang-kadang bermanifestasi

sebagai infeksi sistemik, endokarditis, atau meningitis; beberapa bentuk dapat lebih parah pada

pasien dengan tanggap imun yang lemah dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki,

atau paru.

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia menyerang semua umur, baik laki-laki maupun

perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya

Page 11: BERCAK MERAH

bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat. “Berdasarkan

penelitian dari Pusat Penelitian Penyakit Menular, Departemen Kesehatan RI menemukan, dari

168 pasien fluor albus yang dating berobat ke Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta tahun

1988/1989 adalah candidiasis sebesar 52,8%. Penelitian itu juga melaporkan bahwa dari 18 ibu

hamil dan 25 ibu tidak hamil dan tidak ber-KB yang mengalami fluor albus, sebagian besarnya

terinfeksi candidiasis yaitu 66,7% dan 48%.”

ETIOLOGI

Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang

lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C.

lusitaneae.

Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar

dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari

spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang

memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan

penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.

KLASIFIKASI

Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut :

1. Kandida lokal / setempat

Kandidosis kutaneus/kutis :

a. Lokalisata : daerah intertriginosa & daerah perianal

b. Generalisata

c. Paronikia dan onikomikosis

d. Kandidiasis kutis granulomatosa.

Kandidosis mukokutaneus / selaput lendir:

a. Kandidosis oral (thrush)

b. Perleche

c. Vulvovaginitis

Page 12: BERCAK MERAH

d. Balanitis atau balanopostitis

e. Kandidosis mukokutan kronik

f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru

2. Kandida sistemik

Endokarditis

Meningitis

Pielonefritis

Septikemia

3. Reaksi id (kandidid)

PATOGENESIS

Infeksi kandida dapat terjadi bila ada faktor yang menyuburkan pertumbuhan candidiasis

atau ada yang memudahkan terjadinya invasi jaringan, karena daya tahan yang lemah. Faktor-

faktor ini ada yang endogen maupun eksogen. Faktor endogen terdiri dari perubahan fisiologik

yang meliputi, kehamilan atau yang menyerupai kehamilan (karena perubahan pH dalam

vagina), kegemukan (karena banyak keringat), debilitas, latrogenik, endokrinopati (gangguan

gula darah kulit), penyakit kronik, seperti tuberculosis, lupus eritematosus dengan keadaan

umum yang buruk; umur (orang tua bayi lebih mudah terkena infeksi karena status

imunologiknya tidak sempurna); imulogik (penyakit genetik). Faktor eksogen yang terdiri dari

iklim, panas, dan kelembaban perspirasi meningkat; kebersihan kulit; kebiasaan berendam kaki

dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur; kontak

dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek

antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.  Faktor penentu patogenitas kandida

adalah :

Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat

menyebabkan proses pathogen pada manusia.   C. albicans adalah kandida yang paling

tinggi patogenitasnya.

Page 13: BERCAK MERAH

Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube

melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu

glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu

lingkungan.

Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur

sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas

kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan

mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk

hifa yang melakukan invasi.

Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.

Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi

jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara

mekanik.

Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C.

albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.

Mekanisme pertahanan pejamu :

Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida.

Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya

kandidiasis.

Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam

mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau

membunuh mikroba.

Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk

memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting

untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida

yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah

difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag

berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system

mieloperoksidase (MPO).

Page 14: BERCAK MERAH

Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan

infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada

penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan

infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang

memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.

Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit

adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara

glikoprotein permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat

keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk

pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan

kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang

akut. Lapisan luar kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga

akan mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin.

Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibobi di permukaan sel

kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu

kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.

Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya

akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.

Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk

berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel

pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan

reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang

mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida

albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam

tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada

tubuh pejamu.

Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen, antara lain :

Faktor endogen :

Perubahan fisiologik :

Page 15: BERCAK MERAH

Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina

Kegemukan, karena banyak keringat

Debilitas

Iatrogenik

Endokrinopati, gangguan gula darah kulit

Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.

Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status imunologiknya tidak

sempurna.

Imunologik : penyakit genetik.

Faktor eksogen :

Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat

Kebersihan kulit

Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan

memudahkan masuknya jamur.

Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

GEJALA KLINIS

Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang terkena,

dapat dilihat sebagai berikut :

1. Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang gemuk,

menyerang lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,

intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikalis,

berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut

dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila

pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang

seperti lesi primer.

2. Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit

ini menimbulkan pruritus ani

Page 16: BERCAK MERAH

3. Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat

payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia.

Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering

terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin

karena gangguan imunologik.

4. Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini

menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak dan

menebal. Hal ini sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan

dengan air.

5. Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti

yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala

sisa dermatitis oral dan perianal.

6. Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang

dijumpai. Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat

penumpukan krusta serta hipertrofi setempat. Kelainan ini banyak menyerang anak-anak,

lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan

melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbulkan tanduk sepanjang 2 cm,

lokasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.

7. Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih menempel pada

lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa dilepas dengan

mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda

adanya gangguan kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian

antibiotik yang membunuh bakteri saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya thrush.

8. Perléche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan retakan dan

sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan menyebabkan

kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur. 1,7

9. Infeksi vagina (vulvovaginitis) sering ditemukan pada wanita hamil, penderita diabetes

atau pemakai antibiotik.Gejalanya berupa keluarnya cairan putih atau kuning dari vagina

disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding dan daerah luar vagina. 1,7

Page 17: BERCAK MERAH

10. Infeksi penis sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra seksualnya

menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam merah bersisik (kadang

menimbulkan nyeri) pada bagian bawah penis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan langsung

Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan

pewarnaan Gram, terlihat gambaran Gram positif, sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

2. Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouroud, dapat pula

agar ini dibubuhi antibiotic (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37oC, koloni tumbuh setelah

24-48 jam berupa yeast like colony.

PENATALAKSANAAN

1. Menghindari atau menghilangkan factor predisposisi

2. Topikal :

Larutan ungu gentian 1/2 – 1% untuk selaput lender, 1 – 2% untuk kulit,

dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari

Nistatin : berupa krim, salep, emulsi

Amfoterisin B

Grup azol antara lain :

Mikonazol 2% berupa krim atau bedak

Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim

Tiokonazol, bufonazol, isikonazol

Siklopiroksolamin 1% larutan, krim

Antimikotik lain yang berspektrum luas

3. Sistemik :

Page 18: BERCAK MERAH

Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini

tidak diserap oleh usus

Ketokonazol, bila dipakai untuk kandidosis vagina dosisnya 2 x 200mg selama 5

hari (untuk orang dewasa)

Itrakonazol : bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginitis dosis tunggal 300mg

(untuk orang dewasa)

PROGNOSIS

“Umumnya baik, bergantung berat ringannya factor predisposisi.”

A. Herpes Simpleks

DEFINISI

lnfeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau yang

ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada

daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi tidak berbeda.

Infeksi primer oleh virus herpes-simpleks (V.H.S.) tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak,

sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan

peningkatan aktivitas seksual.

GEJALA KLINIS

Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.

1. Infeksi primer

2. Fase laten

3. Infeksi rekurens

Infeksi primer

Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung,

biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit

pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga

Page 19: BERCAK MERAH

sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di

daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis

dan infeksi neonatus.

Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti oro-geni-tal, sehingga

herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah

mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.

Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala

sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah

bening regional.

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan

eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-

kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak

terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang

tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada

wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi

pada serviks.

Fase laten

Fase ini berarti pada penderita tidak di-ikan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan n keadaan tidak

aktif pada ganglion dorsalis.

Infeksi rekurens

Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis juga dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu

menjadi aktif dan mencapai kulit hingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat

berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis

(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang

merangsang.

Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai

10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas,

gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat

di sekitarnya (non loco).

Page 20: BERCAK MERAH

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ada terapi yang memberrikan penyembuhan radikal, artinya tidak ada pengobatan

yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat

topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-

P) dengan cara aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asiklovir (zovirax)

yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan masa depan yang lebih cerah. Asiklovir ini cara

kerjanya mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jika

timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparat asiklovir tampaknya

memberikan hasil yang lebih baik, penyakit berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih

panjang. Dosisnya 5 x 200 mg sehari selama 5 hari. Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama

ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat dalam. Begitu pula

dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Interferon sebuah preparat glikoprotein yang dapat

menghambat reproduksi virus juga dapat dipakai secara parenteral.

Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan

imunitas selular, misalnya pemberian preparat lupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk

VHS tipe II) dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara

berkala menurut beberapa penyelidik memberikan hasil yang baik. Efek levamisol dan

isoprinosin ialah sebagai imunostimulator. Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi.

PROGNOSIS

Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem, hal tersebut secara psikologik akan

memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa

penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang.

KUSTA

DEFENISI

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya Mycobacterium leprae yang

bersifat intraseluler obligat. Saraf periferr sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratanorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Page 21: BERCAK MERAH

SINONIM

Lepra, morbus Hansen

EPIDEMIOLOGI

Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar di seluruh dunia,

tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Masuknya kusta

ke pulau- pulau termasuk Indonesia, diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina. Faktor-faktor yang

perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi

dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan

kemunkinan adanya reservoir diluar manusia. Penyakit kusta masa kini lain dengan kusta tempo dulu,

tetapi meskipun demikian masih banyak hal-hal yang belum jelas diketahui, sehingga masih banyak

merupakan tantangan yang luas bagi para ilmuan untuk pemecahannya.

Di indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan ± 13 %, tetapi anak di

bawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita di bawah usia 1 tahun penting

dilakukan untuk dicari kemungkinan ada tidaknya kusta kongenital. Frekuensi tertinggi terdapat pada

kelompok umur antara 25-35 tahun.

ETIOLOGI

Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN pada tahun

1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakan dalam media artifisial. M. Lepra

berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram posotif.

PATOMEKANISME

Saat M.leprae masuk ke dalam tubuh manusia maka kuman ini akan bereaksi dengan sistem

imun sehingga terjadi proses fagositosis dari makrofag dll, setelah sistem imun di kalahkan maka

Page 22: BERCAK MERAH

M.leprae akan masuk ke dalam monosit dan berkembang biak di dalam monosit sehingga tidak

terdeteksi oleh sistem imun. Setelah monosit pecah dan mati maka M.leprae akan keluar dan masuk ke

dalam sel schwan pada perineural dari saraf perifer yang merupakan tempat predileksi hidup M.leprae

sehingga terjadi non profesional fagositosis, dimana tidak dapat mengekspresikan mol MHC kls II. Sel

schwan yang telah terinfeksi karena tidak punya ml MHC kls II maka tidak bisa berkomunikasi dengan sel

T sehingga tidak terdeteksi oleh sistem imun. Setelah sel schwan mati maka M.lepra akan keluar dan di

tangkap oleh makrofag yang profesional. M.leprae yang berada dalam makrofag akan di bawah ke

seluruh organ dengan bantuan CD4, IL, dan T cell karena sudah tidak mengenal M.leprae

KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Ridley-Jopling berikut ini didasarkan atas gambaran klinis,

bakteriologis, imunologis dan histologis

1) Lepra tipe Indeterminate (I)

Lepra tipe Indeterminate ditemukan pada anak yang kontak dan kemudian menunjukkan1

atau 2 makula hipopigmentasi yang berbeda-beda ukurannya dari 20 sampai 50 mm dan dapat

dijumpai di seluruh tubuh. Makula memperlihatkan hipoestesia dan gangguan berkeringat. Hasil

tes lepromin mungkin positif atau negatif. Sebagian besar penderita sembuh spontan, namun jika

tidak diobati, sekitar 25% berkembang menjadi salah satu tipe determinate

2) Lepra tipe Determinate

a) Lepra tipe Tuberkuloid (TT)

Manifestasi klinis lepra tipe TT berupa 1 sampai 4 kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut

dapat berupa bercak-bercak hipopigmentasi yang berbatas tegas, lebar, kering, serta hipoestesi

atau anestesi dan tidak berambut. Kadang kala ditemukan penebalan saraf kulit sensorik di dekat

lesi, atau penebalan pada saraf predileksi seperti n. auricularis magnus. Hasil pemeriksaan

usapan kulit untuk basil tahan asam negatif, sedangkan tes lepromin memperlihatkan hasil positif

kuat. Hal ini menunjukkan adanya imunitas seluler terhadap Mycobacterium leprae yang baik.

b) Lepra tipe Borderline-Tuberkuloid (BT)

Page 23: BERCAK MERAH

Kelainan kulit pada lepra tipe ini mirip dengan lepra tipe TT, namun biasanya lebih kecil

dan banyak serta eritematosa dan batasnya kurang jelas. Dapat dijumpai lesi-lesi satelit. Dapat

mengenai satu saraf tepi atau Iebih, sehingga menyebabkan kecacatan yang luas. Hasil

pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam positif pada penderita lepra BT (very few

sampai 1+). Tes lepromin positif.

c) Lepra tipe Borderline-Borderline (BB)

Kelainan kulit berjumlah banyak tidak simetris dan polimorf. Kelainan kulit ini dapat

berupa makula, papula dan bercak dengan bagian tengah hipopigmentasi dan hipoestesi serta

berbentuk anuler dan mempunyai lekukan yang curam (punched out). Hasil pemeriksaan usapan

kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 2+ dan 3+. Tes lepromin

biasanya negatif. Lepra tipe BB sangat tidal( stabil.

d) Lepra tipe Borderline-Lepromatosa (BL)

Kelainan kulit dapat berjumlah sedang atau banyak, berupa macula atau bercak-bercak

eritematosa dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dengan ukuran yang berbeda-beda dan tepi

yangtidak jelas, dan juga papula, nodul serta plakaL Kelainan saraf ringan. Hasil pemeriksaan

apusan kulit untuk basil tahan asam positif kuat, dengan indeks bakteriologis 4+ sampai 5+. Tes

lepromin negatif.

e) Lepra tipe Lepromatosa (IL)

Kelainan kulit berupa makula hipopigmentasi atau eritematosa yang berjumlah banyalc,

kecil-kecil, dan simetris dengan sensasi yang normal, permukaannya halus serta batasnya tidak

jelas, dan papula. Saraf tepi biasanya tidak menebal, karena baru terserang pada stadium lanjut.

Dapat terjadi neuropati perifer. Mukosa hidung menebal pada stadium awal, menyebabkan

sumbatan hidung dan keluarnya duh tubuh hidung yang bercampur darah. Lama-kelamaan sel-sel

lepra mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebalan kulit yang progresif, sehingga

menimbulkan wajah singa, plakat, dan nodul.

Nodul juga dapat terjadi pada mukosa palatum, septum nasi dan sklera. Alis dan bulu

mata menjadi tipis, serta bibir, jarijari Langan dan kaki membengkak. Dapat terjadi iritis dan

keratitis. Kartilago dan tulang hidung perlahan-lahan mengalami kerusakan, menyebabkan

Page 24: BERCAK MERAH

hidung pelana. Jika laring terinfiltrasi oleh sel lepra, maka akan timbul suara serak. Akhirnya

testis mengalami atrofi, dan kadang kala mengakibatkan ginekomastia. Hasil pemeriksaan

asupan kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 5+ sampai 6+. Tes

lepromin selalu negatif

GEJALA KLINIS

Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi kekebalan

tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan kelenjar getah

bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata.

Pengobatan yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan kortikosteroid

atau talidomid.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir

semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini

tidak menyerang otak dan medulla spinalis.

Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang

mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai

dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari

tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi tampak

mengerikan.

Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa

menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan. Penderita lepra

lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar

testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Page 25: BERCAK MERAH

PENUNJANG DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan bakterioskopik

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan dan pengamatan

pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung

yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antar lain dengan ZIEHL-NEELSEN.

Bakterioskopik negatf pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung

basil M. Leprae.

2. Pemeriksaan histopatologik

Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monoosit di dalam darah ada yang mempunyai nama

khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel gila dari otak, dan yang dari

kulit disebut histosit. Salah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman

( M.Leprae ) masuk, akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas Seluler (SIS) orang itu.

Apabila SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu memfagosit M. Leprae.

3. Pemeriksaan serologik

Page 26: BERCAK MERAH

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang

terinfeksi oleh M. Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. Leprae,

yaitu antibodi antiphenolic glycolipid-1 (PGL-!) dan antiboodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.

Seangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi annti-lipoarabinomanam (LAM), yang

juga dihasilkan oleh kuman M. Leprae.

Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:

a. Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Perticle Agliination)

b. Uji ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

c. ML.dipstick (Mycobacterium Leparae Dipstick)

PENGOBATAN

Pengobatan Kusta (Protokol WHO)

PB (Paucibacillary)

• minimal 6 bulan

• Dapsone 100 mg/hari

• Rifampisin (600 mg/bulan)

MB (Multibacillary)

• minimal 24 bulan

• Dapsone 100 mg/hari

• Rifampisin (600 mg/bulan)

• Clofazimine 300 mg/bln+50 mg/hr

Obat antikusta yang paling banyak di pakai pada saat ini adalah DDS ( diaminodifenil sulfon)

kemudian klofazimin, dam rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antiibiotik lain untuk

pengobatan alternatif, yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin.

DDS : sebagai monoterapi

Rifampisin : obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS dengan dosis

Page 27: BERCAK MERAH

10 mg/kg berat badan; diberikan setip hari atau setiap bulan.

Klofazimin : sebagai antikusta ialah dosis 50 mg setiap hari atau 100 mg selang

Sehari, atu 3x100 mg setiap minggu.

Ofloksasin : merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap

M. leprae. Dosis optimal harian adalah 400 mg.

Minoosiklin : Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Dosis standar harian 100 mg

Klaritromisin : Kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakteriosidal

Terhadap M.leprae pada tikus dan manusia.

REHABILITASI

Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain dengan jalan

operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi fungsinya dan secara

kosmetik dapat diperbaiki.

Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya,

sehingga dapat berprestasi dan dapa berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu

dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).

TINEA KRURIS

DEFINISI

Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas

pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang

menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada

daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian

bawah.

Page 28: BERCAK MERAH

ETIOLOGI

Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah, E.Floccosum, T.

Rubrum,dan T. Mentagrophytes. Pria lebih sering terkena daripada wanita.Maserasi danoklusi kulit lipat

paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea

kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi

melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang

mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

GEJALA KLINIK

Biasanya lokasi pada daerah selangkangan atau sisi paha atas bagian dalam, dapat terjadi di

kedua paha atau di salah satu paha saja. Keluhan utama adalah rasa gatal yang dapat hebat.Les i

berbatas tegas, tepi meninggi yang dapat berupa bintil-bintil kemerahan atau lenting-lenting

kemerahan, atau kadang terlihat lenting-lenting yang berisi nanah. Bagian tengah menyembuh berupa

daerah coklat kehitaman bersisik. Garukan terus-menerus dapat menimbulkan gambaran penebalan

kulit. Buah zakar sangat jarang menunjukkan keluhan, meskipun pemeriksaan jamur dapat positif, hal

yang berbeda dengan kandidiasis yang sering menunjukkan keterlibatan pada buah zakar dan penis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi

yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus

diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan mikroskop) secara

langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksidermatofita.

PENATALAKSANAAN

Menghilangkan faktor penunjang sangat penting, misalnya mengusahakan daerahlesi selalu

kering dengan memakai baju yang menyerap keringat. Obat antijamur yang dioleskan adalah terapi

pilihan untukles i yang terbatas dan dapat dijangkau. Berbagai macam obat imidazol dan alilamin

tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi (70-100%)

Page 29: BERCAK MERAH

dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari selama sekurang-kurangnya

2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm di luar batas lesi dan diteruskan sekurang-kurangnya 2

minggu setelah lesi menyembuh. Pengobatan dengan obat yang diminum diperlukan jika lesi luas atau

gagal dengan pengobatan topikal. Obat oral yang dapat digunakan adalah.:

griseofulvin microsized 500-1000 mg/hari selam 2-6 minggu, meskipun beberapa laporan

menunjukkan kemungkinan kasus kebal terhadap pengobatan

ketokonazol 200 mg/hari selama kurang lebih 4 minggu

itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu

terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu

Mengobati atau menghilangkan sumber penularan merupakan hal penting untuk mencegah

penularan jamur kembali dan penyebaran lebih lanjut kepada manusi

d. Ptiriasis Rosea

Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam 3-8 minggu.

Etiologi : etiologinya belum diketahui, mungkin virus, karena penyakit ini merupakan self limiting disease (dapat sembuh sendiri) dalam waktu 3-8 mingu.

Insidensi : didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan pria sama banyaknya.

Gejala klinis :

Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, bentuk oval dna anular, diameter kira-kira 3cm. Ruam terdiri dari eritema dan skuama halus di pinggir. 4-10 hari setelah lesi pertama, timbul lesi berikutnya. Lesi ini lebih kecil, susunannya sejajar dengan costa, sehingga seperti gambaran pohon cemara terbalik. Lesi ini timbul serentak dalam beberapa hari.

Predileksi : badan, lengan atas bagian proksimal, dan paha atas.

Penyebab :

Page 30: BERCAK MERAH

Penyebab Pityriasis rosea hingga kini belum diketahui. Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya Pityriasis rosea. Ada yang menduga disebabkan virus lantaran penyakit ini sembuh sendiri (self limited) dalam 3-8 minggu. Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan timbulnya Pityriasis rosea, diantaranya:

Faktor cuaca. Hal ini karena Pityriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim semi dan musim gugur.

Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril, mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.

Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pityriasis rosea dijumpai pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.

Pengobatan

simptomatik, diberikan sedativa (untuk gatal) dan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol 0,5-1%. Dapat juga dapat menggunakan antihistamin oral (diminum). Sedangkan obat topikal (obat luar) yang lazim digunakan bedak diantaranya: bedak salisil dan lotion menthol-phenol.