bag as ossis

14
1. Bagasossis Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur pada alas batang tebu. Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar. Pneumonitis hipersensitif / hypersensitivity pneumonitis (HP), atau alveolitis alergik ekstrinsik merupakan sekelompok penyakit paru yang dimediasi oleh proses imunologi akibat paparan berulang dari antigen yang terdispersi saat inhalasi utamanya oleh partikel organik atau bahan kimia bermolekul rendah yang selanjutnya memprovokasi reaksi hipersensitivitas dengan inflamasi granulomatus di bronkiolus distalis dan alveoli pada subyek yang peka. Penyakit ini merupakan akibat dari interaksi antara antigen eksternal dengan sistem imun pejamu. HP merupakan penyakit alergi sehingga peran faktor paparan merupakan hal yang paling penting. Faktor risiko lingkungan, termasuk konsentrasi antigen, lamanya paparan, ukuran partikel,

Upload: rizky-bayu-ajie

Post on 09-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jsgks

TRANSCRIPT

Page 1: Bag as Ossis

1. Bagasossis

Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang

mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan terhadap timbulnya

penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur pada alas batang

tebu. Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu

organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar.

Pneumonitis hipersensitif / hypersensitivity pneumonitis (HP), atau alveolitis alergik ekstrinsik

merupakan sekelompok penyakit paru yang dimediasi oleh proses imunologi akibat paparan

berulang dari antigen yang terdispersi saat inhalasi utamanya oleh partikel organik atau bahan

kimia bermolekul rendah yang selanjutnya memprovokasi reaksi hipersensitivitas dengan

inflamasi granulomatus di bronkiolus distalis dan alveoli pada subyek yang peka. Penyakit ini

merupakan akibat dari interaksi antara antigen eksternal dengan sistem imun pejamu.

HP merupakan penyakit alergi sehingga peran faktor paparan merupakan hal yang paling

penting. Faktor risiko lingkungan, termasuk konsentrasi antigen, lamanya paparan, ukuran

partikel, frekuensi (atau kekerapan) paparan, kelarutan partikel, pemakaian perlindungan

pernafasan akan mempengaruhi prevalensi, beratnya, kelatenan dan perjalanan penyakit. Faktor-

faktor paparan tersebut sangat jelas digambarkan pada bagassosis. Terjadinya bagassosis sangat

erat dengan konsentrasi mikroorganisme di udara, atau pada daerah dengan curah hujan tinggi

sehingga memungkinkan proliferasi mikroorganisme. Berbagai faktor mempengaruhi interaksi

mendasar antara stimulus antigen dan respon imun pejamu. Penderita yang sudah tersensitisasi

antigen, manifestasi klinik timbul setelah terpresipitasi oleh adanya tambahan inflamasi paru

non-spesifik, ini jelas terlihat pada penderita yang telah terpapar lama dan sering sudah bertahun-

tahun dimana penderita dalam keadaan keseimbangan dengan antigen dengan tanpa gejala.

Page 2: Bag as Ossis

2.2 Etiologi

Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap alergen harus

terjadi secara terus menerus dan sering.Penyakit akut bisa terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah

pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat ditemukannya alergen. Penyakit

kronik disertai perubahan pada foto rontgen dada bisa terjadi pada pemaparan jangka panjang.

Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada

paru).

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

a. Faktor antigen itu sendiri

Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor

individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan

kerentanan individu. Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam

debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi

ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi

debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis

debu dalam hal ini ada dua (2) macam yaitu organik ( tebu/ kulit tebu), dan debu anorganik

( yang berasal dari mesin penggilingan tebu).

Page 3: Bag as Ossis

b. Masa kerja

Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu.

Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki resiko

gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu akan

makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan. Debu

yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akanmembahayakan.

c. Umur

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru

terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat.

Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini

merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk

terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis

berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam

perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi

kemampuan seseorang dalam bekerja.

e. Riwayat merokok

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap

rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.

Page 4: Bag as Ossis

Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat

menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa

hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil

bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses

inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan sekret intraluminar. Perubahan struktur karena

merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan

apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia

harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang rokok

sehari.

f. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan

pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan

dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem

pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar

debu.

Patogenesis

Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap paparan

antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cell-mediated immune responses dan

humoral tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Reaksi yang paling dini (akut)

ditandai dengan peningkatan lekosit polimorfonuklear (PMN) di dalam alveoli dan saluran nafas

Page 5: Bag as Ossis

kecil. Lesi dini ini diikuti oleh masuknya sel-sel mononuklear ke dalam paru dan membentuk

granuloma yang merupakan hasil dari reaksi hipersentivitas tipe lambat yang klasik terhadap

inhalasi berulang antigen.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis bagassosis diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut, dan kronik.

Pada bentuk akut, gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada individu yang sensitive, yaitu

timbul gejala seperti infeksi paru akut : batuk, sesa napas tanpa mengi, demam, menggigil,

berkeringat, malaise, mual dan sakit kepal

Page 6: Bag as Ossis

Pada subakut/intermiten, penderita secara bertahap mengalami batuk, dispneu, anoreksi, dan

penurunan berat badan yang berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu, serta adanya

riwayat serangan yang berulang sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti

pada bentuk akut tetapi kurang berat dan berlangsung lebih lama.

Pada bentuk kronik, penderita biasanya jarang menyampaikan adanya serangan episode akut,

gejala yang muncul berupa batuk, dispneu progresif, fatique, dan penurunan berat badan.

Biasanya fatique dan penurunan berat badan merupakan hal yang prominen pada bentuk kronik.

Penghentian dari paparan memberikan hasil perbaikan klinis yang sedikit. Pada pemeriksaan

fisik penderita tampak kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi inspirasi pada bagian paru

bawah. Pada beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila paparan terus berlangsung

akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible (fibrosis paru).

Penegakan diagnosis

Pada pemeriksaan fisik akut ditemukan takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua

paru. Gejala tersebut umumnya menetap selama 12-18 jam dan menghilang secara spontan bila

paparan terhenti

Page 7: Bag as Ossis

Pada pemeriksaan fisik subakut didapatkan sama seperti pada bentuk akut tetapi kurang berat

dan berlangsung lebih lama.

Pada pemeriksaan fisik kronis penderita tampak kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi

inspirasi pada bagian paru bawah. Pada beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila

paparan terus berlangsung akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible (fibrosis

paru).

Pemeriksaan penunjang

Pada pasien periode akut yang tanpa gejala biasanya mempunyai faal paru normal. Umumnya

sesudah terjadi paparan bagi pasien yang sensitive akan terjadi perubahan faal paru pada 8-12

jam kemudian. Perubahan yang terjadi adalah nilai KVP dan VEP1 menurun, arus puncak

ekspirasi (APE) paru menurun, rasio ventilasi/perfusi terganggu, kapasitas difusi menurun dan

hipoksemia.

Pada penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada penyakit yang berat bisa

ditemukan dua bentuk gambaran radiologis.

1. tampak gambaran nodul-nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru dan agak kurang

pada bagian apek dan basal. Nodul-nodul tersebut ukurannya bervariasi dari satu sampai

beberapa millimeter, dengan batas tidak tegas.

2. tampak bayangan berawan di interstitial kedua paru. Bila paparan telah terhenti kelainan

foto toraks dapat kembali normal dalam beberapa minggu.

Page 8: Bag as Ossis

Tatalaksana

Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena penyakit adalah menghindari paparan antigen.

Bila tidak mungkin menghilangkan antigen maka pasien dipindahkan tempat kerjanya ditempat

yang tidak ada paparan antigen. Edukasi pada populasi yang berisiko dapat membantu

pengenalan dini gejala dan dapat dilakukan usaha-usaha preventif.

Pengobatan dengan kortikosteroid menunjukkan adanya perbaikan klinik yang lebih cepat dalam

hal fungsi paru. Prednison diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 7-14 hari kemudian

diturunkan perlahan selama 2-6 minggu.

Pencegahan

Pencegahan terbaik adalah menghindari pemaparan terhadap alergen, yaitu dengan cara berganti

pekerjaan. Meniadakan atau mengurangi debu atau menggunakan masker pelindung bisa

membantu mencegah berulangnya penyakit. Menangani limbah jerami secara kimiawi dan

menggunakan sistem ventilasi yang baik, membantu mencegah pemaparan dan sensitisasi

pekerja terhadap bahan-bahan ini. Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor

yang diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain:

1. Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis.

2. Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

3. Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.

4. Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen.

Page 9: Bag as Ossis