bab iii jalaluddin rumi, tarian spiritual dan tarekat maulawiyah a

28
26 BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A. Riwayat Hidup dan Karya-Karya Tasawuf Jalaluddin Rumi Jalaluddin Rumi memiliki nama asli Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunawi. 1 Oleh karena wilayah yang merupakan tempat tinggalnya pada waktu itu dikenal dengan tanah Rum (Roma), yang mana sekarang bernama Turki, maka beliau pun dikenal dengan Jalaluddin Rumi. 2 Adapun kata Maulana dalam nama Maulana Jalaluddin Rumi adalah gelar yang diberikan oleh para muridnya, yang memiliki arti tuan kami. 3 Al-Rumi dilahirkan di Balkh, sekarang bernama Afghanistan, pada tanggal 6 Rabbiul Awal 604 H atau 30 September 1207 M. 4 Al-Rumi adalah putra dari Bahauddin Walad. Dia anak yang menjadi orang besar di antara anak-anak Bahauddin yang lain. 5 Sesuai yang diramalkan seorang tokoh sufi bernama Fariduddin Attar, 6 bahwa kelak al-Rumi akan menjadi orang besar. 7 Jika dilihat dari kehidupan al-Rumi sejak kecil, pada usia lima tahun kondisi psikologisnya sangat kacau. Secara spontan dia pernah melihat sosok-sosok spiritual seperti Jibril, Maryam dan Ibrahim. Menurut ayahnya, karakter al- Rumi dibentuk oleh Allah SWT. 8 Al-Rumi memang berasal dari keturunan nabi, tepatnya dari Fatimah Az-Zahra istri Sayyidina Ali. Dan karena itu pula keluarga al-Rumi sangat 1 http://khamush.com/melayu 2 Will Johnson, Menatap Sang Kekasih Rumi, terj. Dini Dwi Utari, Serambi, Jakarta, 2003, hlm. 28 3 Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, terj. Ilham B. Saenong, Teraju, PT. Mizan Publika, Jakarta, 2004, hlm. 8 4 Ibid., hlm.1 5 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut Pasaribu, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002, hlm. 15 6 Fariduddin Attar adalah seseorang yang bertemu dengan rombongan Bahauddin sewaktu perjalanan ibadah haji ketika mereka singgah di kota Nishapur. Attar juga menghadiahkan kepada Bahauddin salinan karryanya, Asrar Namah, yaitu buku tentang misteri-misteri Ketuhanan. Lihat Mulyadhi Kartanegara, op. cit., hlm. 2 7 William C. Chittik, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, terj. M. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam, Qalam, Yogyakarta, 2001, hlm. 2 8 Idries Shah, Butiran Mutiara Hikmah; Kumpulan Kisah Sufi, terj. Ilyas Hasan, Lentera, Jakarta, 2002, hlm. 9

Upload: others

Post on 12-Sep-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

26

BAB III

JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL

DAN TAREKAT MAULAWIYAH

A. Riwayat Hidup dan Karya-Karya Tasawuf Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi memiliki nama asli Jalaluddin Muhammad bin

Muhammad al-Balkhi al-Qunawi.1 Oleh karena wilayah yang merupakan

tempat tinggalnya pada waktu itu dikenal dengan tanah Rum (Roma), yang

mana sekarang bernama Turki, maka beliau pun dikenal dengan Jalaluddin

Rumi.2 Adapun kata Maulana dalam nama Maulana Jalaluddin Rumi adalah

gelar yang diberikan oleh para muridnya, yang memiliki arti tuan kami.3

Al-Rumi dilahirkan di Balkh, sekarang bernama Afghanistan, pada

tanggal 6 Rabbiul Awal 604 H atau 30 September 1207 M.4 Al-Rumi adalah

putra dari Bahauddin Walad. Dia anak yang menjadi orang besar di antara

anak-anak Bahauddin yang lain.5 Sesuai yang diramalkan seorang tokoh sufi

bernama Fariduddin Attar,6 bahwa kelak al-Rumi akan menjadi orang besar.7

Jika dilihat dari kehidupan al-Rumi sejak kecil, pada usia lima tahun kondisi

psikologisnya sangat kacau. Secara spontan dia pernah melihat sosok-sosok

spiritual seperti Jibril, Maryam dan Ibrahim. Menurut ayahnya, karakter al-

Rumi dibentuk oleh Allah SWT.8

Al-Rumi memang berasal dari keturunan nabi, tepatnya dari Fatimah

Az-Zahra istri Sayyidina Ali. Dan karena itu pula keluarga al-Rumi sangat

1 http://khamush.com/melayu 2 Will Johnson, Menatap Sang Kekasih Rumi, terj. Dini Dwi Utari, Serambi, Jakarta, 2003,

hlm. 28 3 Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, terj. Ilham B.

Saenong, Teraju, PT. Mizan Publika, Jakarta, 2004, hlm. 8 4 Ibid., hlm.1 5 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut

Pasaribu, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002, hlm. 15 6 Fariduddin Attar adalah seseorang yang bertemu dengan rombongan Bahauddin sewaktu

perjalanan ibadah haji ketika mereka singgah di kota Nishapur. Attar juga menghadiahkan kepada Bahauddin salinan karryanya, Asrar Namah, yaitu buku tentang misteri-misteri Ketuhanan. Lihat Mulyadhi Kartanegara, op. cit., hlm. 2

7 William C. Chittik, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, terj. M. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam, Qalam, Yogyakarta, 2001, hlm. 2

8 Idries Shah, Butiran Mutiara Hikmah; Kumpulan Kisah Sufi, terj. Ilyas Hasan, Lentera, Jakarta, 2002, hlm. 9

Page 2: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

27

berpengaruh.9 Ayahnya adalah seorang da’i dan ulama di Balkh. Karena

semakin dekatnya tentara Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan yang

merasa iri hati dengan pengaruh dan kharisma Bahauddin Walad yang

bergelar raja ulama, maka Bahauddin beserta keluarganya pindah. Pada

awalnya mereka dengan diikuti pengikutnya melakukan haji ke Mekah lalu

berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, yang kemudian menetap di

Konya, sekarang bernama Turki. Al-Rumi menikahi seorang putri dari Lala

Syarafuddin dari Samarkhan tahun 622 H atau 1225 M pada waktu mereka di

Iran Tenggara, tepatnya di Laranda.10

Karena kepandaiannya, ayah al-Rumi diangkat oleh raja Konya

Alauddin Kaiqubad sebagai penasehatnya dan juga sebagai pemimpin sebuah

perguruan agama yang didirikan di Ibukota tersebut. Hal ini bertahan sampai

al-Rumi berusia 24 tahun karena ayahnya meninggal pada usia 80 tahun di

kota ini juga.11 Seperti pendapat Ibnu Arabi dalam bukunya Will Johnson

yang mengatakan bahwa ayah al-Rumi laksana danau yang besar, sedang al-

Rumi adalah samudra luas, maka al-Rumi pun menggantikan jabatan ayahnya

di perguruan agama tersebut.12

Bahauddin wafat pada tahun 628 H atau 1230 M. Sebelum wafat

Bahauddin sempat mengajar dan membimbing al-Rumi pada perguruan tinggi

yang didirikan oleh seorang guru sultan tersebut. Madrasah itu bernama

Madrasa-i Khudavandgar. Setelah kematian ayahnya, al-Rumi dibimbing

oleh Burhanuddin Muhaqqiq al-Tirmidzi, seorang murid ayahnya. Kemudian

dengan saran Burhanuddin, al-Rumi pergi ke Aleppo dan Damaskus untuk

meneruskan pendidikannya. Pada tahun 634 H atau 1236 M al-Rumi kembali

ke Konya dan terus mengajar di Madrasa-i Khudavandgar.13

Sampai kira-kira tahun 1240 M, al-Rumi menjalankan kehidupannya

sebagai seorang sarjana religius yang mengajar dan bermeditasi. Kemudian di

9 Ibid., hlm. 10-11

10Mulyadhi Kartanegara, op. cit., hlm. 3 11http://khamush.com/melayu 12Will Johnson, ibid. 13 Mulyadhi Kartanegara, op. cit, hlm. 4-5

Page 3: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

28

akhir Oktober 1244 M, di tengah perjalanan pulang dari madrasahnya, dia

bertemu dengan orang asing yang cukup misterius baginya. Orang itu

bernama Syamsuddin dari Tabriz. Bagi al-Rumi, Syamsuddin adalah mentari

yang nyata yang menyalakan hidupnya, yang membakarnya dan

memangsanya ke dalam cinta yang penuh.14

Syamsuddin adalah seorang figur yang sangat misterius dan sosok

spiritual yang luar biasa. Latar belakang keluarga dan riwayat lengkap

pribadinya tidak diketahui secara pasti.15 Dia seorang yang penuh teka-teki

dalam tasawuf, seperti Nabi Khidhir yang memiliki kekuatan spiritual yang

luar biasa.16Kematiannya pun tetap merupakan sebuah misteri. Dalam kutipan

Jamil Ahmad dalam bukunya yang berjudul Seratus Muslim Terkemuka,

Nicholson menggambarkan Syamsuddin sebagai seseorang yang mengenakan

pakaian jubah hitam yang kasar, yang melintas cepat dan sesaat serta

menghilang secara tragis.17 Sedangkan menurut Nasr dalam bukunya yang

berjudul Spiritualitas dan Seni Islam yang diterjemahkan oleh Drs. Sutejo,

menyatakan bahwa Syamsuddin bagi al-Rumi bukanlah sekedar seorang guru

tetapi utusan Tuhan yang diutus untuk menyampaikan pengaruh spiritual

kepada al-Rumi untuk mengekspresikan dirinya dalam bentuk syair.18

Sedangkan berdasarkan sebuah data yang dikutip oleh Mojdeh Bayat

dan Mohammad Ali Jamnia dalam terjemahan Erna Novana, Syamsuddin

memiliki nama asli Muhammad Malikdad, kemudian diberi julukan matahari

agama atau Syamsuddin. Dia lahir di kota Tabriz, Persia tahun 1148 M. Di

masa kecil dia sudah menyukai perjalanan-perjalanan tasawuf. Dia ingin

sekali mengetahui hakikat cinta yang ada di dalam dirinya. Orang tua

Syamsuddin pun tidak mengerti tentang yang terjadi pada diri Syamsuddin.

14 Annemarie Schimmel, op. cit, hlm. 20-21 15 Mojdeh Bayat, Mohammad Ali Jamnia, Para Sufi Agung, Kisah dan Legenda, terj. Erna

Novana, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2003, hlm. 152 16 Seyyed Hossein Nasr, ( Editor ), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi,

terj. Tim. Penerjemah Mizan, Mizan, Bandung, 2003, hlm. 143 17 KH. Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, terj. Tim Penerjemah Pustaka Firdaus,

Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987, hlm. 199 18 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Drs. Sutejo, Mizan, Bandung,

1994, hlm. 131

Page 4: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

29

Ketika ditanya apakah dia menginginkan pakaian yang mahal maka dia

menjawab sebaliknya. Bahkan dia menginginkan ada orang lain yang mau

mengambil bajunya. Jawaban ini hanya akan dimengerti oleh orang-orang

yang telah mencapai perkembangan tasawuf yang tinggi, bahwa yang

dimaksud adalah baju egoismenya.19

Ketika dewasa, Syamsuddin memiliki seorang syaikh bernama Abu

Bakr Silah Baf. Waktu berguru yang singkat membuat sang guru menyadari

bahwa Syamsuddin telah mencapai tingkat spiritual yang tinggi. Demikian

sehingga Syamsuddin tidak perlu lagi berguru bahkan disarankan oleh

gurunya agar dia menjadi seorang guru.20 Akhirnya dia mengembara sampai

ke Konya dalam mencari murid yang ideal. Pada suatu hari dalam usianya

yang ke-60, dia bertemu dengan Jalaluddin Rumi.21

Syamsuddin adalah sang mentari dan cahaya kebenaran Ilahi (Ziya’ul

Haqq).22 Dia juga seseorang yang mengetahui misteri sang nabi.23 Hubungan

al-Rumi dengan Syamsuddin adalah persahabatan yang bersifat abadi dan

mistik.24 Pertemuan itu membuat al-Rumi mengaku bahwa Syamsuddin

adalah orang yang telah dirindukannya, sama seperti Syamsuddin yang

kabarnya juga mencari seseorang yang mampu menerimanya dalam

mencurahkan diri dan bersatu dalam cinta Ilahi.25 Bahkan setelah bertemu

dengan al-Rumi, Syamsuddin mengatakan lebih suka bertemu dengan al-

Rumi daripada menjumpai ayahnya yang mati kemudian hidup lagi.26

Demikian halnya dengan al-Rumi, dia lebih memilih menghentikan

aktivitasnya sebagai seorang guru dan pendakwah demi memperkuat

persahabatan dengan Syamsuddin.27

19 Mojdeh Bayat, Mohammad Ali Jamnia, op. cit., hlm. 153 20 Ibid., hlm. 154 21 Ibid., hlm. 155 22 Amin Banani, dkk., Kidung Rumi; Puisi dan Mistisisme dalam Islam, terj. Joko S.

Kahhan, Risalah Gusti, Surabaya, 2001, hlm. 14 23 Annemarie Shimmel; op. cit, hlm. 28 24 Ibid., hlm. 29 25 Will Johnson, op. cit, hlm. 31 26 Leslie Wines, Menari menghampiri Tuhan; Suatu Biografi Rumi, terj. Sugeng

Hariyamto, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2004, hlm. 159 27 Mulyadhi Kartanegara, op. cit, hlm. 5

Page 5: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

30

Namun kedekatan spiritual yang luar biasa antara al-Rumi yang waktu

itu berusia 37 tahun dengan Syamsuddin yang berusia 60 tahun,membuat

penduduk Konya kebingungan dan marah.28 Kemarahan para murid al-Rumi

pun memuncak ketika Syamsuddin memperkenalkan tarian yang diiringi

musik, kepada al-Rumi. Menurut Syamsuddin tarian dan musik dapat

dilakukan oleh pribadi yang telah berkembang secara spiritual sebagai cara

berkomunikasi lebih intensif dengan Allah SWT.29 Dengan demikian

Syamsuddin telah mengubah al-Rumi dari seorang ahli hukum Islam menjadi

seorang pecinta Allah.30 Bagi al-Rumi, saat Syamsuddin menyapanya, yang

terdengar adalah suara Ilahi melalui bibir jasmani Syamsuddin.31 Kekuatan

spiritual al-Rumi terletak pada kasihnya, yaitu suatu pengalaman kasih dalam

makna manusiawi tetapi berdasarkan pada Allah.32

Dalam waktu beberapa bulan, al-Rumi dan Syamsuddin melakukan

pengasingan di sebuah ruangan untuk melaksanakan latihan menatap Sang

Kekasih melalui kontak tatapan mata dua sahabat karib itu.33

Sekembalinya dari pengasingan, para muridnya memandang al-Rumi

sungguh berbeda. Gurunya begitu tunduk pada kata-kata Syamsuddin yang

dianggap gila.34 Syamsuddin yang tak diketahui asal muasalnya telah

mempengaruhi guru mudanya itu, sehingga masyarakat Konya tak mau

sedikitpun membuka mata terhadap Syamsuddin. Karena situasi semakin

memburuk, Syamsuddin pergi secara tiba-tiba seperti waktu kedatangannya.

Hal ini membuat al-Rumi putus asa dan kemudian menulis puisi yang

ditujukan kepada Syamsuddin dan disebarkan ke seluruh dunia Islam. Dia

berharap puisi-puisi itu akan diterima oleh Syamsuddin dan berkenan untuk

kembali.35

28 Leslie Wines, op. cit, hlm. 172 29 Ibid, hlm. 175 30 William C. Chittik, op. cit, hlm. 4 31 Annemerie Schimmel, op. cit., hlm. 27 32 Annemarie schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono dkk.,,

Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm. 412 33 Will Johnson, op. cit., hlm. 38 34 Ibid., hlm. 40 35 Ibid., hlm. 42-43

Page 6: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

31

Kira-kira satu tahun berlalu, terdengar berita bahwa Syamsuddin

terlihat di Damaskus. Lalu al-Rumi mengutus putranya, Sultan Walad, untuk

menjumpai Syamsuddin dan membujuknya kembali. Sultan Walad pun

berhasil, dan karena keputusan ayahnya, akhirnya masyarakat Konya

mengerti apa dan siapa Syamsuddin. Syamsuddin pun kembali tinggal

bersama al-Rumi.36

Tetapi dengan keakraban yang timbul kembali, membuat kecemburuan

putra kedua al-Rumi yang bernama Alaeddin kembali bangkit. Sehingga pada

waktu Syamsuddin dan al-Rumi sedang bercakap-cakap, Syamsuddin

dipanggil keluar, dan sejak itu Syamsuddin tidak pernah kembali lagi. Al-

Rumi tidak percaya kalau Syamsuddin telah menghilang. Menurut para

cendekiawan, Syamsuddin telah dibunuh melalui kerja sama diam-diam

dengan Alaeddin.37 Pernyataan tentang pembunuhan Syamsuddin ini juga

dikemukakan oleh Aflaki, seorang penulis awal biografi al-Rumi. Peristiwa

ini terjadi sekitar tahun 646 H atau 1248 M, setelah Syamsuddin menikahi

gadis muda pelayan rumah al-Rumi.38

Karena rasa rindu yang memuncak pada diri al-Rumi, akhirnya dia

memutuskan untuk pergi sendiri ke Damaskus untuk mencari Syamsuddin.

Tapi dia kembali ke kotanya dengan tangan kosong. Setelah itu al-Rumi

merasa membutuhkan seorang pengganti Syamsuddin sebagai tempat

mengungkapkan berbagai perasaan dan pandangannya. Lalu dia mengangkat

Syaikh Shalahuddin Fariduddin Zarkub yang merupakan seorang darwis dan

juga seorang tukang emas. Shalahuddin pun kemudian wafat sekitar tahun

660 H atau 1261 M.39

36 Ibid., hlm. 45 37 Annemarie Schimel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, op. cit.,

hlm. 23-24 38 Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya, terj. Anwar Holid,

Pustaka Hidayah, Bandung, 2002, hlm. 12 39 Mulyadhi Kartanegara, op. cit., hlm. 8

Page 7: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

32

Kemudian al-Rumi menjadi guru lagi, dan murid-muridnya pun

bertambah dari berbagai kalangan.40 Akhirnya al-Rumi menyadari bahwa

dirinya dan Syamsuddin adalah satu jiwa yang hanya terpisah oleh jasad. Al-

Rumi menghabiskan sisa hidupnya dengan menyanyi dan menari yang

merupakan ungkapan kerinduannya pada Syamsuddin yang mengandung

hubungan spiritual dengannya. Syair-syairnya pun merupakan pujian yang

ditujukan untuk sang sahabat yang telah pergi.41 Sehingga syair-syairnya pun

diilhami oleh sahabatnya yang hilang itu, sehingga di salah satu karyanya

disebut Diwan -I Syamsuddin-I Tabriz, yang berarti kekasihku Syamsuddin

dari Tabriz.42

Di sela-sela al-Rumi mengajar dan menulis, bernyanyi menari dan

berdo’a serta mengurus keluarganya, para santri mulai mendekatinya untuk

menyusun sebuah Matsnawi.43 Awalnya al-Rumi menulis Matsnawi atas

permintaan Husamuddin selama lima belas tahun. Setelah penulisan

Matsnawi, al-Rumi jatuh sakit dan meninggal dunia pada hari minggu, 5

Jumadil Tsaniyah 672 atau 16 Desember 1273, bersama dengan terbenamnya

mentari di Konya.44

Al-Rumi terkenal di Barat sebagai mistikus dan pujangga dari dunia

Islam yang terbaik.45 Dia berkarya mulai sejak kehilangan Syamsuddin

sampai akhir hayatnya.46 Karya-karyanya bukan hanya bermanfaat bagi kaum

muslimin tetapi juga seluruh umat manusia. Kebesaran al-Rumi dalam

bersyair terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan

perasaannya ke dalam bahasa yang indah, sehingga memiliki kedalaman

makna pula.47

40 Annemarie schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, op. cit.,

hlm. 32 41 Will Johnson, op. cit., hlm. 50-51 42 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, op. cit.,

hlm. 25 43 Ibid., hlm. 33 44 Mulyadhi Kartanegara, op. cit., hlm. 9 45 Amin Banani, dkk., op. cit., hlm. 6 46 William C. Chittick, op. cit. hlm. 6 47 http://khamush.com/melayu

Page 8: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

33

Seluruh syair al-Rumi menunjukkan bahwa penampakan luar hanyalah

selubung yang menutupi makna dalam. Hal ini berarti bahwa perasaannya

dengan Syamsuddin sesungguhnya menggambarkan perpisahannya dengan

Sang Kekasih.48 Murid-murid al-Rumi mengaku bahwa syair-syair al-Rumi

adalah lautan yang tidak pernah kering. Oleh karena itu, sebuah pemahaman

untuk salah satu ajaran al-Rumi menunjukkan tingkat pemahaman terhadap

seluruh ajarannya.49

Pada tahun-tahun akhir kehidupan al-Rumi, ciri karya-karyanya adalah

tipe-tipe puisi didaktik, karena bersifat mendidik.50 Puisi-puisi ini

menggunakan gaya metafora, karena metafora menjadi refleksi kesadaran

kehadiran Tuhan yang mana merupakan hal yang lebih penting dibandingkan

dengan sebatas mempelajari obyek pengetahuan yang bisa dipelajari hanya

melalui buku.51 Misalnya dia menggunakan kata matahari, yang mengacu

pada gurunya, Syamsuddin, dan juga pada beberapa aspek yang dihadirkan

dari Sang Kekasih ke dalam diri Syamsuddin.52 Bagi al-Rumi, metafora

adalah jembatan menuju realitas yang menunjuk kepada suatu kebenaran

tinggi.53

Para penyair besar Persi banyak yang mendalami ajaran sufi. Oleh

karena itu para penulis sufi pun lebih suka memakai bahasa Persi dari pada

bahasa Arab. Dan hal ini juga disebabkan oleh kosakata bahasa Persi yang

banyak berasal dari bahasa Arab sebab pengaruh ajaran Islam.54 Syair al-

Rumi ditulis dalam bahasa yang bisa dipahami oleh kaum Muslim Persi dan

melantunkan kepedihan perpisahan dari Kekasih serta tentang kebahagiaan

saat bersatu dengan-Nya.55 Karya-karya al-Rumi memang membahas tentang

48 William C. Chittick, op. cit., hlm. 5 49 Ibid., hlm. 14 50 Amin Banani, dkk., op. cit., hlm. 11 51 Jalaluddin Rumi,, Jalan Menuju Cinta, terj. Asih Rahmawati, Terompah, Yogyakarta,

2000, hlm. 11 52 Ibid., hlm. 13 53 Amin Banani, dkk., op. cit., hlm. 17 54 William C. Chittick, Tasawuf di Mata Kaum Sufi, terj. Zaimul Am, Mizan, Bandung,

2002, hlm. 15-16 55 Ibid., hlm. 61

Page 9: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

34

cinta.56 Dalam karya prosanya, al-Rumi menjelaskan makna sifat-sifat Allah,

yang mana Dia menciptakan dunia untuk memanifestasikan sifat-sifat-Nya

itu.57

Dalam puisinya, Rumi menggunakan simbol dan parabel . Karena

simbol adalah satu-satunya alat bagi para ahli mistik untuk dapat

mengungkapkan realitas yang melampaui akal agar mudah dimengerti oleh

para pengikutnya.58

Jika kita berbicara mengenai sebab-sebab yang membawa al-Rumi

menciptakan karya-karya tasawuf, Al-Ma’arif, karya ayah al-Rumi,

merupakan satu-satunya karya yang berpengaruh terhadap al-Rumi setelah

Al-Qur’an dan Hadits. Meskipun demikian ada juga yang mengatakan bahwa

al-Rumi menulis syair-syair itu sebagai ungkapan kesedihannya atas

kepergian sahabatnya Syamsuddin.59 Ma’arif berisi tentang ilmu Ketuhanan,

yaitu sebuah ikhtisar tentang ajaran-ajaran rohani yang sangat dikuasai al-

Rumi.60

Banyak sekali karya al-Rumi yang telah diterjemahkan ke dalam

bahasa-bahasa Barat dari bahasa Inggris sampai bahasa Swedia, dan juga

bahasa Italia.61 Karya-karya ini meluas sampai ke Iran. Karya ini mempunyai

pengaruh besar di anak benua Indo-Pakistan dan terkenal sejak awal abad ke-

14.62

Karya-karya al-Rumi yang utama adalah Diwan -i Syams-i Tabriz yang

memuat lebih dari 40.000 syair dan Matsnawi yang memuat sekitar 25.000

syair, di samping karya-karya yang berupa kumpulan-kumpulan hikmah dan

surat-suratnya.63

56 Ibid., hlm. 126 57 Ibid., hlm 121 58 Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya, op. cit, hlm 18 59 William C. Chittick,. Tasawuf Dimata Kaum Sufi, op. cit., hlm 173 60 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaan Spiritual Jalaluddin Rumi, op.

cit., hlm. 1 61 Amin Banani, dkk., op. cit., hlm. 6 62 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, op. cit., hlm. 415 63 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, op. cit., hlm. 6

Page 10: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

35

Diwan adalah kumpulan puisi pendek,64 yang terkesan bahwa al-Rumi

pada tahun-tahun berikutnya sangat mengenang perjalanan keluarganya untuk

pergi dari Balkh dalam menghindari tentara Mongol.65 Dinamakan Diwan -i

Syams-i Tabriz yang memiliki arti kekasihku Syamsuddin dari Tabriz, karena

penulisan puisi ini merupakan dorongan dalam diri al-Rumi oleh cintanya

pada Syamsuddin.66 Diwan yang melukiskan tentang harapan-harapan Rumi

oleh kembalinya Syamsuddin.67 Yang paling menarik dari Diwan adalah

bahwa al-Rumi menandatangani kumpulan syair ini dengan nama

Syamsuddin dari Tabriz, seakan-akan Syamsuddin yang menulisnya.68

Sedangkan Matsnawi merupakan karya terpanjang al-Rumi,69 yang

terdiri dari enam jilid yang semuanya hanya memiliki satu tujuan yaitu

hubungan yang erat dengan Sang Mutlak.70 Pada akhir abad ke-15, Matsnawi

disebut sebagai al-Qur’an dalam bahasa Persia atau al-Qur’an dari Persia. Di

dalamnya memuat puisi-puisi didaktik dan mistikal yang termasyur di daerah

pinggiran Timur dunia Islam.71

Matsnawi ditulis oleh al-Rumi atas permintaan murid sekaligus

sahabatnya, Husamuddin, karena melihat sebagian besar murid-murid al-

Rumi banyak menggunakan waktu mereka untuk membaca syair-syair

didaktis Sana’i dan Attar, yang juga seorang penyair. Sehingga Husamuddin

meminta gurunya untuk menyusun sebuah Matsnawi sebagaimana puisi-puisi

Sana’i dan Attar.72

Matsnawi bukan hanya sekedar text book saja yang hanya memberi

kisah-kisah baru, tetapi lebih dari itu adalah work book atau buku kerja, dalam

arti kerja nyata. Oleh karena itu Matsnawi harus dipraktekkan dalam

64 Jaluluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya, op. cit., hlm. 15 65 Leslie Wines, op. cit., hlm. 73 66 Amin Banani, dkk., op. cit., hlm. 12 67 Leslie Winnes, op. cit., hlm. 192 68 Ibid., hlm. 218 69 Ibid., hlm. 22 70 Ibid., hlm. 20 71 Amin Banani, op. cit., hlm. 5-6 72 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi,

op. cit., hlm. 7

Page 11: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

36

kehidupan sehari-hari sehingga bisa menjadi teman hidup kita.73 Karena

Matsnawi merupakan karya terbesar al-Rumi yang ditulis selama 15 tahun

ketika dia sedang mabuk cinta Allah dan ingin kembali ke hadapan-Nya.

Dalam karya ini ditekankan upaya pencapaian kebenaran, jalan mistik

paling terang menuju Tuhan dan merupakan pembuktian yang sangat jelas

akan eksistensi Tuhan.74 Para pengikutnya menyebut Matsnawi sebagai

wahyu tentang makna batin al-Qur’an. Karena karya ini membuat ajaran-

ajaran mistik al-Rumi yang indah dan kreatif melalui anekdot,75 hadis-hadis

nabi, dongeng, tema-tema foklor76 dan kutipan-kutipan dari al-Qur’an.77

Di dalam puisi-puisi ekstatis yang ada pada Diwan dan juga di bagian

akhir Matsnawi al-Rumi mengungkapkan perasaan bahwa segala sesuatu ada

di tangan Tuhan dan yang paling mengetahui cara menggunakan ciptaan-

ciptaan-Nya.78

Adapun karya yang ketiga yaitu Fihi Ma Fihi. Secara harfiah berarti

“Di dalamnya Ada di Sana”, atau dengan kata lain “Di dalamnya terdapat

seperti Apa yang Ada di Dalamnya.”79 Oleh karena itu dia merupakan karya

prosa al-Rumi yang paling penting dan merupakan pegangan yang sangat

bernilai dan petunjuk praktis menuju jalan Allah serta ungkapan kepribadian

al-Rumi.80 Karya ini ditulis oleh putra al-Rumi yang paling tua, Sultan

Walad,81 dan juga oleh pengikutnya setelah al-Rumi wafat, serta dari ingatan-

ingatan mereka dan dari catatan-catatan al-Rumi sendiri sebelum wafat.82

73 Anand Krishna, Masnawi 4, Bersama Jalaluddin Rumi Mabuk Kasih Allah, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 21-22 74 Fritz Meier, Sufisme Merambah ke Dunia Mistik Islam, terj. Sunarto, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2004, hlm. V-VI 75 anekdot yaitu cerita singkat yang menarik dan mengesankan mengenai seorang tokoh.

Lihat Bidang Perkamuan dan Peristilahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi I, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hlm. 35

76 Foklor yaitu cerita rakyat yang diwariskan tetapi tidak dibukukan. Lihat Ibid., hlm. 243 77 Mulyadhi Kartanegara, op.cit. hlm 12 78 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Penyair Besar Sufi, op. cit., hlm. 104 79 Mulyadhi Kartanegara, Ibid. 80 Seyyed Hossein Nasr, Editor, Spiritualitas dan Seni Islam, op. cit., hlm. 138 81 Mulyadhi Kartanegara, Ibid. 82 Jalaluddin Rumi, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhannya, op. cit., hlm. 14

Page 12: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

37

Karya al-Rumi yang erat hubungannya dengan kandungan Fihi Ma Fihi

adalah Makatib atau disebut juga Maktubat. Makatib berisi kumpulan surat-

surat al-Rumi yang ditulis kepada para sahabat dekatnya. Surat-surat ini lebih

banyak mengungkapkan aspek kepribadian dan kehidupan batin para guru,

yang meliputi nasehat kepada para murid dan pujian kepada beberapa guru

yang mumpuni. Di samping itu juga berisi ajaran-ajaran dan petunjuk praktis

menuju jalan spiritual.83

Karya ini berisi 145 surat al-Rumi yang selain ditujukan untuk para

sahabat dekatnya, juga untuk para murid dan sanak keluarga. Sebagian isi

surat itu adalah rekomendasi untuk para pangeran dan kaum bangsawan yang

pernah menjadi sahabat al-Rumi,84 seperti juga dikatakan oleh William C.

Chittik dalam kutipan Mulyadhi Kartanegara.85

Kelima yaitu karya yang kemungkinan besar ditulis oleh al-Rumi,

Ruba’yyat. Kekuatan syair ini sebanding dengan Diwan dan Matsnawi, meski

tidak sepopuler kedua karya itu. Karya ini dipublikasikan dalam bahasa

Inggris berkat terjemahan selektif Arberry.86 Dinamakan juga dengan syair

empat baris atau kuatrain, yang berisi 1.600 kuatrain. Mencakup ide-ide

Rumi tentang tipe-tipe dalam sufisme, seperti tawakal, ikhlas, cinta, iman,

akal dan penyatuan. Selain itu juga merangkum beragam konsepsi cerdas dan

frase indah ke dalam bahasa sederhana dan bersifat ringkas.87

Karya selanjutnya adalah Maqalat-i Syams-i Tabriz yaitu percakapan

Syamsuddin Tabriz yang merupakan buah karya dari persahabatan spiritual

al-Rumi dengan Syamsuddin. Karya ini berisi dialog mistik antara

Syamsuddin sebagai guru dan al-Rumi sebagai murid.88

Yang terakhir yaitu Majlis-i Sab’ah atau tujuh pembahasan. Karya

prosa ini terdiri atas sejumlah pidato dan kuliah Rumi yang disampaikan

83 Seyyed Hossein Nasr, Editor, Spiritualitas dan Seni Islam, op. cit., hlm. 138-139 84 Mojdeh Bayat, Muhammad Ali Jamnia, Para Sufi Agung; Kisah dan Legenda, op. cit.,

hlm. 162-163 85 Mulyadhi Kartanegara, op. cit, hlm. 13 86 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, op. cit, hlm. 138 87 Mulyadhi Kartanegara, Ibid. 88 Ibid., hlm. 10

Page 13: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

38

sebelum pertemuannya dengan Syamsuddin.89 Kebanyakan pidatonya dalam

bentuk nasehat dan konseling yang disampaikan dengan latar belakang yang

sesuai dengan kehidupan sehari-hari para pendengarnya.

Karya-karya al-Rumi tersebut merupakan warisan tertulis al-Rumi dan

merupakan ciri-ciri khas karunia yang mendasari pembentukan Tarekat

Maulawi yang didirikan oleh al-Rumi.90

B. Tarekat Maulawiyah

1. Sejarah dan Penyebaran Tarekat Maulawiyah

Tarekat berasal dari bahasa Arab يقه طر yang berarti garis sesuatu,

jalan, dan bisa juga bermakna keadaan. Tarekat juga berarti jalan atau cara

untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) dalam rangka mendekatkan

diri pada Allah SWT. Dalam hal ini sufi melakukan latihan-latihan dalam

bidang kerohanian.91

Cikal bakal tarekat muncul pada abad ke-4 yang dipelopori oleh Abu

Said al-Muhari yang mendirikan tempat-tempat penginapan yang dikelola

secara khusus yang kemudian diubah menjadi markas sufisme. Kemudian

mulai menyebar di Irak, Mesir dan Maroko.92

Tarekat dapat diamalkan secara perorangan, tetapi biasanya

merupakan suatu lembaga. Pada mulanya tarekat merupakan perkumpulan

orang sufi yang berdiri spontan dan tanpa ikatan. Kemudian berkembang

menjadi organisasi sufi dengan peraturan-peraturan tertentu ke berbagai

wilayah-wilayah Islam. Hingga sekarang jumlah tarekat yang ada lebih dari

200 buah.93 Hal ini terjadi sejak sekitar abad ke-9 H.94 Sedangkan Tarekat

Maulawiyah sendiri muncul sebelum itu, yakni sekitar abad ke-7 H di

89 Ibid., hlm. 14 90 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, op., cit., hlm. 139 91 M. Muhsin Jamil, M.A., Tarekat dan Dinamika Sosial Politik; Tafsir Sosial Sufi

Nusantara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 47 92 Hartono Ahmad Jaiz, Mendudukan Tasawuf; Gus Dur Wali?, Darul Falah, Jakarta, 1999,

hlm. 28-29 93 M. Muhsin Jamil, M.A., op. cit., hlm. 53 94 Hartono Ahmad Jaiz, op. cit. hlm. 30

Page 14: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

39

Persia.95 Salah satu sumber terpenting dalam sejarah awal tarekat ini adalah

karya-karya al-Rumi.96

Selain karya-karya tulisannya, ada satu hal yang juga merupakan

sumber terbentuknya Tarekat Maulawiyah, yaitu sama’, yang meliputi

musik, nyanyian dan tarian spiritual. Jika dilihat dari riwayat kehidupan al-

Rumi sebagai pendiri tarekat ini, tarian spiritual muncul sejak terjalinnya

hubungan spiritual yang terjadi antara dua sahabat karib, al-Rumi dan

Syamsuddin.

Selama enam bulan mereka bersama akhirnya dapat mengubah

kehidupan al-Rumi sepenuhnya.97 Dan setelah peristiwa kehilangan

Syamsuddin, al-Rumi menyelenggarakan pertemuan-pertemuan sama’

untuk mengenang Syamsuddin. Dari pertemuan-pertemuan sama’ inilah

akhirnya terbentuk sebuah lembaga tasawuf yang memiliki ciri tarian

berputar yang dipimpin oleh al-Rumi, yaitu Tarekat Maulawiyah.98

Menurut Syaikh H. Jalaluddin dalam bukunya Abu Bakar

Aceh,Tarekat Maulawiyah merupakan salah satu dari 41 macam tarekat

yang sudah diakui kebenarannya di Indonesia.99 Selain itu juga merupakan

tarekat besar keempat yang lahir dan tumbuh di Turki, setelah Tarekat

Qadiriyah, Tarekat Suhrawardiah dan Tarekat Syadziliyyah.100 Tarekat ini

berpusat di Turki dan awalnya berkembang di daerah sekitarnya. Seni yang

ada di dalamnya membuat Tarekat Maulawiyah mempunyai pengaruh besar

dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman pada sekitar

tahun 1648 M.101

95 Prof. Dr. H. abdullah Malik Karim Amrullah, op. cit., hlm 152 96 Seyyed Hossein Nasr, (Editor), Ensikloipedi Tematis spiritualitas Islam Manifestasi, op.

cit., hlm. 151 97 Ibid., hlm. 144 98 Mojdeh Bayat, Muhammad Ali Jamnia, op., cit., hlm. 159 99 Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat; Kajian Historis tentang Mistik,

Cet. XIII, Ramadhan, Solo, 1996, hlm. 303 100 A. J. Arberry, Pasang Surut Tasawuf, Terj. Bambang Herawan, Mizan, Bandung, 1985,

hlm. 113 101 http;//khamush.com/melayu

Page 15: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

40

Pada masa sekarang, Tarekat Maulawiyah paling banyak ditemui di

Anatolia, Turki dan perkembangan terakhir ada di Amerika Utara.102 Pada

tahun 1925 M, kegiatan sama’ dalam Tarekat Maulawiyah di Turki sempat

dilarang. Tetapi sekitar tahun 1954 M, sama’ diperkenankan kembali.

Awalnya, sama’ dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi akhirnya

bisa mendatangkan kekaguman oleh banyak penduduk Turki yang

disebabkan oleh unsur-unsur yang terdapat di dalamnya sampai mencapai

ekstase.103

Banyak ahli mistik klasik yang diilhami dari musik darwis Tarekat

Maulawiyah ini. Kenyataannya, lagu-lagu terbaik dari musik klasik Turki

banyak digubah oleh seniman-seniman yang mempunyai hubungan dengan

Tarekat Maulawiyah.104 Ahli-ahli kaligrafi dan miniatur pun banyak yang

tergabung dalam anggota darwis Maulawiyah. Tarekat ini melengkapi

masyarakat Turki dengan karya-karya seni muslim yang pernah

diciptakan.105 Pengaruh Jalaluddin Rumi telah menjadi daya kekuatan hidup

dalam perkembangan mistisisme kesusastraan dan seniman Turki.106

2. Ajaran-Ajaran dalam Tarekat Maulawiyah

Ajaran sufi secara umum yang diambil dari ajaran Islam meliputi

tiga kategori, Pertama, Syari’at yang mencakup ilmu dan seliruh ajaran

Islam. Kedua, tarekat, yaitu jalan yang ditempuh dalam mengamalkan

syari’at. Sedangkan yang ketiga yaitu hakikat, adalah keadaan batin yang

dicapai dalam perjalanan spiritual.107

Adapun inti ajaran dalam tasawuf sendiri adalah maqamat, yang

diambil dari pengertian tahalli, takhalli, dan tajalli. Tahalli adalah

penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji, misalnya dengan cara tawakkal,

102 Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, Terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 41 103 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, op. cit., hlm. 235 104 Ibid., hlm. 413 105 Ibid., hlm. 413-414 106 Ibid., hlm. 417 107 William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi,

op. cit., hlm. 15

Page 16: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

41

qana’ah dan tawadlu’. Takhalli adalah pengosongan diri dari sifat-sifat

tercela, misalnya dengan cara zuhud, wara’ dan taubat. Sedangkan yang

ketiga yaitu tajalli, adalah manifestasi, terbukanya tabir antara manusia

dengan Illahi. Dalam kondisi ini seseorang telah mencapai ma’rifat sebagai

insan kamil.

Menempuh jalan sufi berarti harus menaati perintah dan menjauhi

larangan Allah sesuai dengan yang telah disunahkan nabi, seperti yang telah

tercantum dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut :

لَقَدْ آَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن آَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ

آَثِيراً الْآخِرَ وَذَآَرَ اللَّهَ“Sesungguhnya dalam diri nabi terdapat teladan yang baik bagi mereka yang mengharap bertemu Tuhan dan haru kemudian, dan senantiasa mengingat-Nya.”108 Jadi secara khusus tarekat berarti mengikuti keteladanan nabi.109

Untuk sampai pada hakikat yaitu pencapaian Tuhan, seseorang harus

mengintegrasikan ketiga dimensi ajaran tersebut ke dalam pengalaman

rohani seorang sufi.110

Menurut para sufi, untuk memenuhi tujuan sebuah tarekat sebagai

jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT., seseorang harus berusaha

mengenal dirinya. Dengan mengenal dirinya itulah maka dia akan mengenal

Tuhannya.111 Cara yang utama adalah dengan mengenal nafsu dan sifat-

sifatnya, lalu mengendalikannya.

Dalam praktek tasawuf seseorang yang menempuh jalan tasawuf

harus dengan bimbingan seorang mursyid atau guru spiritual yang

membawa para muridnya untuk mencapai tujuan spiritualnya.112 Karena

108 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al-Waah, Semarang, 1989, hlm. 670 109 William C. Chittick, op. cit., hlm. 16 110 Ibid., hlm. 17 111 M. Muhsin Jamil, M. A., Tarekat dan Dinamika Sosial Politik; Tafsir Sosial Sufi

Nusantara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 59 112 Idries Shah, op. cit., hlm. 53

Page 17: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

42

seorang guru atau mursyid atau disebut juga syaikh, adalah sebagai

pembimbing sempurna pada jalan spiritual menuju Allah.113

Dalam Tarekat Maulawiyah yang dibimbing oleh al-Rumi memiliki

ajaran yang sangat dikonsekuensikan pada kehidupan spiritualnya, yaitu

tentang cinta Illahi. Cinta adalah kekuatan Ilahiah yang memunculkan

eksistensi alam semesta, memunculkan semua aktivitas makhluk dan

memenuhi hati manusia dalam mewujudkan kesatuan dengan Allah. Oleh

karena itu cinta sesungguhnya adalah Tuhan itu sendiri, sebagai Pencipta,

Pemelihara dan tujuan alam semesta. Cinta adalah realitas tunggal dan cinta

yang ada dalam diri makhluk sesungguhnya adalah manifestasi Cinta

Illahi.114

Hal di atas sesuai dengan inti tasawuf al-Rumi yaitu kesatuan

dengan Allah, sehingga sudah seharusnya manusia menghadapi hidup

dengan hati besar dan sadar akan tempat asal mula.115 Al-Rumi memandang

hubungan manusia dengan Tuhan sebagai suatu prinsip yang menyeluruh

tentang dasar keberadaan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan tentu

saja akan kembali hanya kepada Allah SWT.116

Cinta adalah penghubung atau pengikat antara manusia dengan

Allah. Cinta juga merupakan tangga menuju tauhid atau keesaan Allah.

Dengan demikian cinta merupakan jalan menuju kebenaran yaitu kembali

kepada Allah.117

Bagi al-Rumi, rasa cinta akan menimbulkan kerinduan yang

akhirnya akan melahirkan sebuah ekspresi yang luar biasa. Dalam Tarekat

Maulawiyah, hal ini diibaratkan dengan seruling bambu yang mampu

melantunkan suara merdunya karena rasa rindu pada rumpunnya. 118

113 Seyyed Hossein Nasr.,Editor, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, op.

cit., hlm. 166 114 Ibid., hlm. 162-163 115 Prof. Dr. H. Abdullah Malik Karim Amrullah, op. cit., hlm. 171 116 Seyyed Hossein Nasr, Editor, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, op.

cit., hlm. 162 117 Ahmad Najib Burhani, (Editor), Manusia Modern Mendamba Allah; Renungan Tasawuf

Positif, IIMAN dan Hikmah, Jakarta, 2002, hlm. 37 118 Ibid., hlm. 41-42

Page 18: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

43

Adapun tarian spiritual adalah sebagai ekspresi kecintaan pada Illahi yang

memunculkan gerakan-gerakan yang eksotik dengan iringan musik dan

nyanyian-nyanyian sufi. Tarian ini sebagai sarana atau metode ritual Tarekat

Maulawiyah dalam penyadaran spiritual para darwis .119

C. Tarian Spiritual Tarekat Maulawiyah

1. Pelaksanaan Tarian Spiritual Tarekat Maulawiyah

Menurut Ibnu Al-Hujwiri, ada beberapa aturan dalam pelaksanaan

tarian spiritual, antara lain :

- Seorang syeikh perlu hadir selama pertunjukan

- Tempat yang digunakan harus bebas dari orang awam

- Penyanyi harus orang yang dihormati

- Hati harus dikosongkan dari pikiran-pikiran duniawi

- Tidak cenderung memandang kegiatan tarian sebagai hiburan dan tidak

ada paksaan untuk melakukan tarian

- Tidak melebihi batas-batas wajar, mengikuti yang terjadi selama

pertunjukan

- Harus bisa mengetahui dorongan-dorongan yang mengarah pada

ekstase

- Tidak berkomunikasi dengan pihak manapun yang terlibat dalam

konser tari, kecuali hanya berkonsentrasi kepada Allah

- Motivasi konsentrasi hendaknya berasal dari diri sendiri, bukan dari

orang lain,120 sehingga bisa mengendalikan emosi.

Tarian Spiritual perlu dilakukan secara terus menerus tanpa

berhenti dalam suatu pertunjukan tertentu. Hal ini sebagai tanda

kekhusukan pikiran dalam cinta ilahi.121 Bagi pemula, jasad mereka

cenderung menentang pengaruh yang datang, oleh karena itu perlu

119 Cyril Classe, Ensiklopedi Islam Ringkas, terj. Ghufron A. Mas’adi, P.T. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1996, hlm. 266 120 Ibnu Usman Al-Hujwiri, Kasyf Al-Mahjub; Menyelami Samudra Tasawuf, Terj. Ahmad

Afandi, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2003, hlm. 492 121 Ibid., hlm. 477

Page 19: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

44

dilakukan secara terus menerus hingga bisa menerima pengaruh tersebut.

Sebagaimana Rasulallah sewaktu melihat Jibril pertama kalinya, beliau

merasa tidak tahan, tetapi pada akhirnya justru merasa menderita jika Jibril

tidak datang.122

Sedangkan untuk melakukannya diperlukan beberapa hal yang

merupakan perlengkapan dalam pelaksanaan tarian spiritual dalam Tarekat

Maulawiyah. Beberapa hal yang diperlukan adalah sebagai berikut :

a. Grup

Tarian spiritual harus dilakukan oleh orang khawash. Hal ini

disebabkan para darwis yang telah mencapai tingkat khawash akan

dapat mendengarkan musik dengan hati, sehingga lebih bisa

berkonsentrasi hanya kepada Allah.123 Penari terdiri dari empat puluh

orang laki-laki atau bisa juga lebih.

Selain para penari, dalam satu grup pelaksanaan tarian

spiritual juga terdapat satu penyanyi dan beberapa pemain musik.

Selain itu ada juga seseorang yang bertugas membantu penari yang

berputar dengan sangat bergairah dan menjadikannya terkendali

dengan cara menyentuh bajunya.124 Tarian tersebut dipimpin oleh satu

pemimpin dan satu pembimbing.

b. Musik

Musik yang digunakan pada awal upacara tarian spiritual

adalah pembacaan ayat suci al-Qur’an dan nyanyian puji-pujian untuk

menghormati nabi, yang ditulis oleh al-Rumi sendiri.125 Puji-pujian itu

sering disebut naat, yang terjemahannya sebagai berikut :

Engkau adalah kekasih Tuhan, Oh tuan kami, wali Tuhan, Nabi Sang Pencipta tiada tandingan Engkau adalah wujud murni Yang telah dipilih diantara makhluk-makhluk Tuhan Oh sahabat dan sultanku,

122 Ibid., hlm. 480 123 Leslie Winnes, op. cit., hlm. 157 124 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, op. cit., hlm. 413 125 Ibid.

Page 20: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

45

Engkau adalah kekasih Sang Abadi Wujud dalam semesta yang amat tinggi Engkau yang terpilih diantara nabi-nabi dan cahaya mata kami Oh tuan, wali Tuhan! Oh sahabat dan sultan, Utusan Tuhan, Engkau tahu betapa lemah dan tak berdayanya umatmu. Engkau adalah pembimbing orang-orang tak berdaya dan rendah dalam semangat, Wali Tuhan, sultan kami, Engkau adalah pinus di taman nabi Engkau adalah musim semi di dunia ilmu Engkau adalah cendana dan pohon mawar di taman para nabi Engkau adalah keliling dunia atas Syamsi Tabriz telah memuji kebesaran nabi Engkau adalah yang telah dibersihkan, yang dipilih, tegar dan agung Oh engkau penawar hati Wali Ilahi.126 Setelah naat selesai, kemudian syaikh memotivasi para penari

dengan ulasan-ulasan tentang tarian spiritual yang disebut taksim.

Kemudian dilanjutkan dengan taksim seruling yang merupakan alat

musik utama dalam tarian spiritual. Meskipun demikian, kadang-

kadang juga dimainkan peralatan musik petik yang menggunakan

senar.127

Jenis musik terakhir yang digunakan dalam pelaksanaan tarian

sakral ini yaitu pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an dan diakhiri

dengan do’a. Menurut seorang filosof dan musikolog al-Farabi,

hanyalah suara manusia yang bisa menghasilkan musik yang

sempurna, karena suara manusia mampu menyentuh tiga sifat dari

seni musik itu sendiri, yaitu bisa membawa kesenangan dan

ketenangan, membangkitkan emosi tertentu dan perasaan tertentu,

serta mengungkapkan tentang imajinasi dan ide-ide inspiratif yang

126 Dr. Hj. Sri Mulyati, MA., Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Prenada Media,

Jakarta, 2004, hlm. 343 127 Ibid., hlm. 344

Page 21: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

46

muncul dari jiwa.128 Sehingga musik yang paling indah dan paling

sempurna dari suara manusia adalah seni pembacaan kitab suci al-

Qur’an. Hal ini disebabkan melodi dan lagu yang paling indah dan

paling dirindukan oleh para penghuni surga adalah perkataan Allah

SWT, yang merupakan firman-Nya.129

c. Pakaian

Pakaian konser yang digunakan dalam tarian spiritual Tarekat

Maulawiyah adalah pakaian khusus. Pakaian tersebut terdiri dari

sebuah baju putih panjang tanpa lengan dan baju atasan putih lengan

panjang yang menunjukkan sisi rohani yang suci. Sedangkan mantel

hitam yang dikenakan sebelum melakukan tarian menunjukkan sisi

jasmani atau ego seseorang. Selain itu darwis juga memakai ikat

pinggang untuk mengikat dirinya supaya tetap berada di jalan tasawuf

yang ditempuh. Topi panjang meninggi juga menghiasi kepala para

darwis sebagai ungkapan kemurahan Allah SWT.

Perlengkapan yang lain adalah anting-anting yang

menunjukkan penghambaan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

kelompok persaudaraan zaman dulu yang mana penerima anting-

anting berarti menjadi pengabdi bagi pemberi. Ini menandakan bahwa

para darwis hanya mengabdi kepada Allah sebagai pemberi

segalanya.130 Adapun pakaian darwis yang berbentuk seperti pakaian

wanita (rok panjang dan lebar) mensimbolkan bahwa mereka adalah

gadis-gadis pelayan Sang Raja Abadi, yaitu Allah SWT.131

d. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan tarian spiritual biasanya pada hari jum’at

tengah hari sesudah shalat jum’at berjamaah.132 Hari jum’at dipilih

128 Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, op. cit.,

hlm. 614-615 129 Ibid., hlm. 604. 130 Annemarie Schimmel, Rahasia Wajah Suci Ilahi; Memahami Islam Secara

Fenomenologis, terj. Ivor Normand, Mizan, Bandung, t. th., hlm. 86-88 131 Ibid., hlm. 170 132 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, op. cit., hlm. 413

Page 22: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

47

karena hari jum’at merupakan hari baik bagi umat Islam. Tempat yang

digunakan adalah sebuah majelis khusus sehingga efektif untuk

berkonsentrasi kepada Allah.

e. Gerak

Setelah pujian untuk menghormati nabi dan ulasan dari syaikh

selesei, pada awal tarian, para darwis bergandengan tangan seiring

dengan alat musik yang dimainkan, kemudian membentuk lingkaran

seraya menyebut nama Allah. Mereka membungkukkan badan dan

melangkah ke kanan saat mengucap Allah. Dan mengulanginya

berkali-kali hingga lingkaran itu berputar cepat. Beberapa saat

kemudian, seorang darwis yang berada di tengah lingkaran mulai

berputar-putar dengan merentangkan kedua tangan. Gerakan ini

semakin cepat sesuai dengan musik yang dimainkan hingga bajunya

mengembang dan bertahan kira-kira sampai sepuluh menit.

Kemudian darwis tersebut memberi hormat kepada gurunya

yang ada di dalam lingkaran itu. Tanpa terkesan lelah dan pusing,

kemudian kembali bergabung dengan darwis-darwis lain yang masih

melingkar dan menyerukan nama Allah, sambil meloncat ke kanan.

Lalu enam orang yang lain membentuk lingkaran lagi dengan

meletakkan tangan mereka di atas bahu temannya dan berputar

semakin cepat sampai mencapai puncak dalam konsentrasi kemudian

gerakan mereda dan mereka kembali tenang.133

Dalam tarian ini para darwis membutuhkan pengendalian yang

besar dari seluruh anggota tubuh. Untuk hal ini dilakukan dengan

meletakkan sebuah paku besar di lantai yang diselipkan di antara ibu

jari dan jari kedua kaki kanan, kemudian menggunakannya sebagai

poros untuk berputar, tetapi sesekali dibantu dengan kaki kiri untuk

berputar. Dengan keadaan ini para darwis harus bisa mempertahankan

133 A.J. Arberry, op. cit., hlm. 115-116

Page 23: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

48

posisi supaya tetap berada di tempat yang sama selama menari.134

Gerak tubuh para darwis ini berfungsi sebagai pendukung untuk

memudahkan zikir kepada Allah. Zikir ini dilakukan dengan

pemusatan anggota jiwa kepada kebenaran Ilahi yang diwakili dengan

menyebut nama-nama Allah secara lisan dan hati, maupun dalam hati

saja.135 Gerakan dalam tarian ini hanya berputar terus, namun untuk

memudahkan pemahaman dalam perolehan pengalaman spiritual

maka penulis menggunakan istilah gerak awal, tengah dan akhir

(gambar lihat lampiran).

Adapun posisi tangan yang dilakukan adalah dengan

merentangkan, tepatnya telapak tangan kanan mengarah ke langit

sementara tangan kiri mengarah ke bumi. Gerakan-gerakan ini

dilakukan dengan penuh konsentrasi dan dengan tempo yang mula-

mula lambat dan kemudian langkah kaki memutar semakin cepat

mengikuti tempo musik, tanpa kehilangan kontrol.136 Dengan

demikian terjadi sebuah pengalaman spiritual yang berbeda bagi

setiap penari, karena kondisi jiwa yang berbeda-beda.

Setelah mencapai ekstase, musik mulai mereda, kemudian

seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat al-Qur’an.

Ketika hafizh memulai bacaan al-Qur’annya, para penari tiba-tiba

berhenti dan mundur ke pinggir ruangan dan duduk. Setelah selesai,

pemimpin tari berdiri dan memulai doa di depan sang syaikh. Doa

yang dibacanya biasanya cukup panjang. Doa ini biasanya ditujukan

untuk kesehatan dan hidup sang sultan, atau para penguasa negara.137

Untuk melengkapi tulisan ini, penulis menyertakan beberapa

hal yang menjelaskan tentang simbolisme dalam tarian spiritual dalam

134 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, op. cit.,

hlm. 12. 135 Martin Ling, Wali Sufi Abad 20, Cet. III, terj. Abdul Hadi W.M., Mizan, Bandung,

1993, hlm. 84 136 Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Terj, Arif Anwar, Pustaka Sufi,

Yogyakarta, 2003, hlm. 249. 137 Dr. Hj. Sri Mulyati, MA., op. cit., hlm. 344

Page 24: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

49

hubungannya dengan jasmani dan ruhani para darwis. Beberapa hal

berikut adalah alasan-alasan dalam pelaksanaan tarian spiritual Tarekat

Maulawiyah yang merupakan cara kerja aspek jasmani dan rohani bagi

para darwis, yaitu :

- Keadaan jasmani akan mengikuti keadaan rohani

- Kekayaan rohani dapat diperoleh melalui praktek penguatan hati

yang mendatangkan rahmat Ilahi melalui sisi rohani manusia

- Kedekatan dengan dunia rohani akan menyebabkan ekstase,

sehingga dapat mencapai maqam persatuan dengan Allah

- Penyebutan nama Allah akan menembus wujud dalam keduniaan

dan melepas ruhnya sehingga terbuka lah hijab yang menutupi

realitas dan kebenaran Ilahi

- Dalam melakukan peribadatan, aspek lahir dan batin saling

terjalin.138

2 Maqam-Maqam yang Dilewati dalam Tarian Spiritual

Ada beberapa maqam139 yang harus dilewati oleh para darwis

dalam tarian spiritual Tarekat Maulawiyah, yaitu :

Pertama, tawajud, yaitu usaha yang dilakukan untuk mencapai

ekstase. Dalam tasawuf usaha ini dilakukan dengan gerak awal lahiriah

yaitu melalui tarian spiritual.140 Sebelumnya para darwis harus matang

dalam hal spiritual dengan melakukan beberapa disiplin atau latihan-

latihan (riyadhah) yang ketat dan selalu mengingat Allah secara terus

menerus (dzikrullah).141 Usaha ini yang dilakukan para darwis ini sesuai

138 Seyyed Hossein Nasr, dkk, Warisan Sufi, terj. Gafna Razha Wahyudi, Pustaka Sufi,

2002, hlm. 605-606 139 Maqam adalah istilah sufi untuk menyebut stasiun yang dilalui dalam perjalanan

spiritual. Lihat Seyyed Hossein Nasr, (Editor), Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam Mnifestasi, op. cit., hlm. 614

Maqam merupakan tingkatan yang harus diusahakan oleh seorang sufi dalam rangka menuju ma’rifatullah (mengenal Allah) yang mana sifatnya adalah permanen atau tetap. Lihat Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA., Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem manusia modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 22

140 Ibnu Usman Al Hujwiri, op. cit., hlm. 488. 141 Fritz Meier, op. cit.,hlm. 111

Page 25: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

50

dengan sabda nabi yang menyatakan bahwa jika kita membaca al-Qur’an

hendaknya menangis, tetapi jika tidak bisa menangis, maka hendaknya

diusahakan untuk menangis.142 Hal ini karena usaha untuk melakukan

sesuatu demi Allah itu diperbolehkan.

Hal di atas menyatakan bahwa tawajud dilakukan dengan cara

kontemplasi dengan ayat-ayat Allah. Tujuan tawajud adalah ekstase atau

wajd. Wajd dapat diperoleh jika ada stimulus, dan dalam hal ini stimulus

tersebut dilakukan dengan gerakan awal tarian.143 Orang-orang yang

melakukan tawajud, dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Meniru dan hanya bermain-main dalam bertawajud

2. Melakukan tawajud karena ingin mendapatkan ahwal melalui tiruan-

tiruan. Hal ini dilakukan setelah melakukan zuhud, sehingga tawajud

pada bagian ini berfungsi membersihkan hati dan sekaligus menghibur.

3. Melakukan tawajud sebagai jalan keluar dan usaha penumpahan

terhadap segala sesuatu yang dirasakan dalam hati. Ini bisa disebut

juga pelepasan emosi atau ekspresi jiwa atas kecintaan yang dirasakan

kepada Allah.144

Kedua, Wajd, yaitu sesuatu yang dirasakan karena sangat cintanya

kepada Allah. Cinta ini muncul karena di dorong rasa ingin dekat akibat

kerinduan dan cinta kepada Allah. 145 wajd dimaknai sebagai sesuatu

keinginan atau hasrat yang menyala-nyala untuk mencapai Allah.146

Ada juga yang mengartikan wajd sebagai kenikmatan yang dialami

seseorang ke dalam hati seorang darwis sebagai tanda terbukanya tabir

yang membatasi hubungan manusia dengan Tuhannya.147

Wajd dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu wajd yang batil dan

wajd yang benar. Kedua wajd ini bisa menghasilkan gerakan-gerakan

142 Ibid. 143 Dr. Abdul Muhaya, M.A, Bersufi Melalui Musik; Sebuah Pembelaan Musik Sufi oleh

Ahmad Al-Ghazali, Gama Media, Yogyakarta, 2003, hlm. xiii 144 Ibid., hlm. xiv 145 Ibnu Usman Al Hujwiri op. cit., hlm.486 146 Ibid., hlm. 487. 147 Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A, op. cit., hlm. 25

Page 26: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

51

lahir, mempengaruhi batin seseorang, dan dapat merubah kondisi mental

seseorang. Adapun perbedaannya menurut Suhrawardi seperti yang dikutip

oleh Abdul Muhaya sebagai berikut :

Ada empat pendekatan untuk mencapai wajd yang digambarkan

oleh Ibnu Ajibah dalam kutipan Seyyed Hossein Nasr, yaitu:

1. Mencari Wajd, tingkat ini tergolong lemah sebab seorang darwis

masih dalam taraf latihan yang sangat dasar.

2. Wajd emosi, yaitu emosi yang tiba-tiba menguasai hati darwis tanpa

diupayakan. Hal ini bisa berupa hasrat yang menggairahkan dan

menggelisahkan ataupun ketakutan dan kecemasan.

3. Ekstase pertemuan yang disebut wijdan. Ini terjadi ketika darwis

mulai merasakan kehadiran Allah dari hatinya.

4. Tingkat terakhir ini merupakan kelanjutan dari yang ketiga setelah

terjadinya tingkat ketiga, kemudian terjadilah tingkat yang keempat

ini, yaitu ekstase atau wajd itu sendiri. Wajd disini berarti puncak

dalam melakukan gerakan-gerakan dan berkonsentrasi kepada

Allah.149

Adapun iringan musik pada tasawuf berfungsi untuk memperkuat

wajd yang lemah melalui kekuatan syair, lagu dan musik, sehingga

seorang sufi akan sampai pada tingkat wajd yang lebih kuat.150

148 Dr. Abdul Muhaya, M.A, op. cit., hlm. xv. 149 Seyyed Hossein Nasr, (Editor), Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam Manifestasi, op.

cit., hlm. 607-608. 150 Dr. Abdul Muhaya, M.A., op. cit., hlm. xiv.

Wajd Batil Wajd Benar

1. Muncul dari dorongan hawa nafsu, terjadi pada siapa saja yang hatinya masih bergantung dengan selain Allah.

2. Pelakunya tertutup oleh hijab nafsu yang bersifat materi.

1. Muncul dari keinginan hati, terjadi pada siapa saja yang hatinya hanya mencintai Allah.

2. Pelakunya tertutup oleh hijab al Qalbi yang bersifat samawi.148

Page 27: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

52

Wajd dalam bahasa inggris diartikan ekstase, yang artinya fly

(terbang), sedangkan secara terminologi yaitu suatu perasaan yang

ditimbulkan oleh rasa cinta yang sungguh-sungguh kepada Allah serta

kerinduan untuk dapat bertemu dengan-nya. Perasaan itu akan semakin

menggelora ketika sedang mendengarkan musik spiritual, seperti perasaan

tenang, merinding, takut, dan pasrah kepada Allah. Oleh karena itu

pengaruh yang dirasakan itu sangat kuat yang akhirnya melahirkan

gerakan-gerakan yang disebut dengan tarian spiritual pada tengah gerakan

sampai akhir gerakan.151

Seorang sufi yang sudah berada dalam kesadaran kecintaan hanya

kepada Allah, jika di beri lantunan syair dan lagu-lagu cinta kepada Allah,

maka rasa cinta dan rindunya kepada Allah akan meningkat. Dalam

kondisi ini bisa mencapai ekstase yang ditandai dengan gerakan-gerakan

spontanitas yang mengekspresikan kecintaannya kepada Allah melalui

tarian spiritual.152

Wajd harus dilakukan secara terus menerus supaya dapat mencapai

tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena kegiatan yang

dilakukan terus menerus secara psikologis adalah membantu kerja otak

kita untuk lebih berkonsentrasi sehingga merasa lebih mampu dan terbiasa

dari sebelumnya.153

Maqam yang ketiga dalam tarian spiritual yaitu wujud. Wujud

yaitu suatu kondisi spiritual seseorang yang telah lepas dari sifat-sifat

kemanusiaan dan yang dirasakan hanyalah hal-hal yang berhubungan

langsung dengan Allah. Dalam keadaan wujud, hati seorang sufi adalah

selalu terpaut dengan Allah serta melakukan tarian spiritual hanya karena

Allah dan semata-mata untuk Allah SWT.

Tingkatan atau maqam ini merupakan maqam tertinggi dalam

tarian spiritual karena merupakan penemuan kebahagiaan setelah

151 Ibid., hlm. xiv-xv 152 Ibid., hlm. xv-xvi 153 Drs. H. Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, terj. Subhan, Gema

Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 207.

Page 28: BAB III JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A

53

mengalami berbagai usaha yang bisa membuatnya menderita.154 Wujud

juga disebut penyatuan dengan Tuhan.

Seorang darwis dikatakan menerima cahaya manifestasi sifat-sifat

Ilahi di saat dia melihat sesuatu, dirasakan pula Allah melihatnya.

Pengetahuan tentang segala sesuatu adalah pengetahuan tentang Allah itu

sendiri. Darwis dikatakan menerima cahaya keagungan Nama Ilahi,

ketika ia melihat sifat-sifat Allah ada dalam dirinya. Misalnya dia

merasakan Allah adalah satu-satunya Dzat yang Maha Mengetahui, maka

segala pengetahuan yang dimilikinya adalah pengetahuan Allah. Demikian

juga tentang kehidupan yang ada padanya sesungguhnya adalah kehidupan

milik Allah. Sedangkan darwis dikatakan menerima cahaya keagungan

esensi Ilahi hanya ketika dia sudah sepenuhnya melupakan dirinya, dalam

arti tidak sedikit pun menemukan ego dalam dirinya, karena yang ada

hanyalah milik Allah SWT.155

154 Ibnu Usman Al Hujwiri, op. cit., hlm. 486 155 Murtadha Muthahhari, S.M.H, Thabathba’i; Menapak Jalan Spiritual, terj. M.S.

Nasrullah,Pustaka Hidayah, Bandung, 1995, hlm. 141-142