bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang …eprints.umm.ac.id/38924/3/bab ii.pdf · binaan...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana
1. Pengertian Pembinaan Narapidana
Pemasyarakatan adalah suatu proses normal, tujuannya adalah :
a. Berusaha agarnarapidana atau anak didik tidak melanggar
hukum lagi dimasyarakat nantinya
b. Menjadikan narapidana atau anak didik sebagai peserta
yang aktif dan kreatif dalam pembangunan
c. Mambantu narapidana atau anak didik kelak berbahagia di
dunia dan akhirat 10
Menurut kutipan diatas bahwa pemasyakan adalah sebagai upaya
untuk mempebaiki diri sesorang yang telah dianggap melanggar
hukum yang ada, sehingga dengan adanya pemasyarakatan narapidana
atau anak didik dapat bermanfaat dan diterima kembali oleh
masyarakat pada umumnya, merujuk dari Pearaturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 ayat (1) menyebutkan,
pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan anak didik
Pemasyarakatan, yaitu mengembalikan para narapidana menjadi
masyarakat yang berguna kembali dan diharapkan tidak mengulangi
kejahatan yang pernah dia lakukan, sedangkan pembimbingan pada
10 R. Achamad S. Soemadi Pradja, 1979. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. Bina Cipta
Bandung. Hal 24
15
Pasal 1 ayat (2) adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan
kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap
dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien
Pemasyarakatan.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pembinaan dan pembimbingan
kepribadian dan kemandirian meliputi hal-hal :
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Kesadaran berbangsa dan bernegara
c. Intelektual
d. Sikap dan perilaku
e. Kesehatan jasmani dan rohani
f. Kesadaran hukum
g. Reintregasi sehat dengan masyarakat
h. Ketrampilan kerja
i. Latihan kerja dan produksi
Dalam prinsip-prinsip pokok pemsyarakatan sebagai dasar
pembinaan narapidana, menyebutkan bimbingan dan didikan harus
berdasarkan Pancasila. Kepada narapidana harus diberikan
kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, jiwa
musyawarah untuk mufakat. Narapidana harus diikutsertakan dalam
kegiatan demi kepentingan umum
2. Model Pembinaan Narapidana
Sistem pemasyarakatan pada hakikatnya sesuai dengan falsafah
pemidanaan modern yaitu “treatment” yang lebih menguntungkan
bagi penyembuhan pelaku tindak pidana, sehingga tujuan dari sanksi
16
bukanlah menghukum, melainkan memperlakukan atau membina
pelaku kejahatan11.
Dari kutipan diatas adalah pembinaan dewasa kini lebih baik
dari pada yang sebelumnya dikarenakan tujuan dari pembinaan
narapidana untuk menjadikan narapidana menjadi baik kembali.
Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk menempatkan narapidana
sebagai subjek di dalam pembinaan, dengan sasaran menjadikan
narapidana pada akhirnya berguna bagi masyarakat. Ini merupakan
salah satu tujuan dari ide individualisasi pemidanaan yang lahir dalam
mashab modern.
Pemidanaan yang bertujuan membina narapidana dalam
Undang-Undang No. 12 Thun 1995 Tentang Pemasyarakatan di atur
dalam Pasal 12 yang berbunyi :
1) Dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lapas
dilakukan penggolongan atas dasar :
a) Umur;
b) Jenis kelamin;
c) Lama pidana yang dijatuhkan;
d) Jenis kejahatan;
e) Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau
perkembangan pembinaan
2) Pembinaan narapidana wanita di Lapas dilaksanakan di Lapas
Wanita.
Bentuk pelaksanaaan hak pendidikan bagi warga binaan yang
wajib dilkaukan oleh Lapas telah diatur dengan jelas dalam Undang-
11 Romli Atmasasmita, 2005, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks
Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung Alumni 1982. Hal 11
17
Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Pelaksanaan
tugas pembinaan kepada narapidana, Lapas tidak bekerja sendiri,
namun dibantu oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) sebagai
pembimbing, karena di Bapas dapat diperoleh keterangan dan
informasi bagi tiap warga binaan, untuk menentukan bentuk
pembinaan. Bentuk pembinaan yang diterapkan bagi narapidana
menurut Departemen Kehakiman meliputi :
a. Pembinaan berupa interaksi langsung, sifatnya
kekeluargaan antara Pembina dan yang dibina;
b. Pembinaan yang bersifat persuasif, yaitu berusaha merubah
tingkah laku melalui keteladanan;
c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis;
d. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama,
berbangsa dan bernegara, intelektual, kecerdasan,
kesadaran hukun, keterampilan mental dan spiritual
Adapun bentuk pembinaan Nrapidana tersebut dapat disebutkan
sebagai berikut :
a. Program pendidikan, adalah salah satu faktor yang penting
dalam rangka pembinaan narapidana. Oleh karena itu
lembaga harus menyediakan sarana bacaan yang bersifat
umum, mengingat latar belakang pendidikan yang pernah
ditempuh narapidana berbeda-beda. Walaupun seseorang
telah manjadi narapidana, tidak berarti dia kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
b. Program keagamaan, program ini diperlukan guna
menyadarkan diri narapidana dengan nilai-nilai
keagamaan. Program ini juga dapat memberikan
pendidikan bagi narapidana dalam bidang agama.
Disebutkan juga dalam Rancangan Undang-Undang Tahun
1967 Tentang Ketentuan Pokok Pemasyarakatan Pasal 29-
41 menyebutkan “Pendidikan pelajaran dan peribadatan
agama wajib diselenggarakan demi pembinaan jiwa
terpidana”12.
12 Soedjono Dirjo Sisworo, 1984, Sejarah dan Asas-Asas Penologi(Pemasyarakatan),
Armico, Bandung, Hal 199.
18
c. Program keterampilan atau pekerjaan, dalam praktiknya
sebagian besar narapidana yang dipenjarakan
berkedudukan sebagai kepala rumah keluarga yang
mempunyai tanggung jawab kepada anggota keluarganya.
“Dengan dipenjarakannya suami atau istri, tentu kelaurga
akan merasa kehilangan tumpuan rumah tangga yang
sebenarnya sulit untuk dipisahkan”13
Berdasarkan kutipan diatas bahwa untuk mewujudkan tujuan
pemasyarakatan salah satunya adalah dengan melakukan pembinaan
untuk pemenuhan pendidikan dari pada narapidana atau anak didik,
yaitu bisa dilakukan dengan mefasilitasi buku bacaan yang umum,
diarenakan narapidana atau anak didik dalam lapas memiliki latar
pendidikan yang berbeda beda
3. Pembinaan Narapidana Menurut Undang-Undang
Pemasyarakatan
Dalam hal penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan
narapidana merupakan kewenangan menteri, melalui petugas
pemasyarakatan sebagai pelaksana. Hal tersebut sesuai dengan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Pasal 7 ayat (1) yaitu pembinaan
dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan diselenggarakan oleh
menteri dan dilaksanakan oleh petugas Lapas.
Selanjutnya dalam Pasal 8 ditentukan bahwa petugas Lapas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) merupakan pejabat
fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas di bidang
pembinaan, pengawasan dan pembimbingan warga binaan
13 Muladi, dalam Muhari, 1992, Paradigma Baru Hukum Pidana. Hal 107.
19
pemasyarakatan. Situasi dalam membina narapidana harus mempunyai
iklim dan identik dengan iklim keluarga dimana ditemukan kedamaian
dan keamanan14
Berdasarkan kutipan diatas bahwa pemasyarakatan yang
merupakan bagian dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana
adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu. Dengan demikian,
pemasyarakatan baik ditinjau dari sistem, kelembagaan, cara
pembinaan, dan petugas pemasyarakatan, merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari satu rangkaian proses penegakan hukum
B. Tinjauan Umum Terhadap Narapidana
1. Pengertian Narapidana
Adanya pemidanaan tidak dapat dihindarkan di dalam
masyarakat, walaupun harus diakui bahwa pemidanaan adalah hal
terakhir dari penerapan hukum. Pemidanaan merupakan upaya yang
lebih keras dan bersifat menekan. Suatu pidana sebagai sanksi dapat
menjadi keras sekali dirasakan, hal ini terkadang sampai
menghilangkan kemerdekaan pelaku tindak pidana untuk beberapa saat.
Pada saat ini di masyarakat, berkembang istilah untuk menyebut
tahanan tindak pidana, yaitu narapidana. Dalam Undang-Undang No.
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana
yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. Sedangakan
14 Ninik Wijayanti dan Yulius Waskito, 1987, Kejahatan Dalam Masyarakat dan
Pencegahannya. Biana Aksara, Jakarta. Hal 67
20
pengertian terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukuman tetap.
Menurut kamus hukum, Narapidana adalah seseorang yang
sedang menjalani masa hukuman atau pidana dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Narapidana sedikit berbeda dengan Narapidana
Politik, tetapi tidak boleh ada pembedaan/diskriminasi yang didasarkan
pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian politik
atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau
status lainnya.
2. Hak-Hak Narapidana
Sewaktu menjalani pemidanaan di Lemabaga Pemasyarakatan,
pelaku tindak kejahatan yang kemudian disebut dengan narapidana
akan dikurangi hak-hak tertentu mereka. Namun dalam menjalani masa
pemidanan tersebut, ada beberapa hak yang wajib didapatkan oleh
narapidana, yang dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 12
Tahun 1995, bahwa narapidana berhak :
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
2. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani;
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
5. Menyampaikan keluhan;
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
8. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya;
9. Mendapatkan pengurangan masa tahanan (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi, termasuk cuti
mengunjungi kelaurga;
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
21
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas;
13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Tinjauan Tentang Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan
1. Hak Mendapat Pendidikan Sebagai Hak Ekonomi Sosial Budaya
Begitu pentingnya pendidikan dalam proses penanaman
kecakapan hidup sehingga berhubungan langsung dengan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya pada masyarakat, memberikan derajat
martabat sesuai dengan kecakapan hidup (life skills) yang dipilihnya,
kemudian memberikan kepercayaan kepada dunia usaha, termasuk
industri dan lapangan kerja yang memerlukan, dan selanjutnya akan
memberikan kepercayaan kepada msyarakat. Pendidikan sebagai hak
ekonomi, sosial, dan budaya merupakan salah satu aspek hak asasi
manusia yang tidak bisa dipisahkan dengan hak lainnya. Hak inipun
melekat pada setiap diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Untuk memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya diperlukannya peran
Negara dalam pemenuhan hak ini terhadap warga negaranya. Dalam
rangka pemenuhan hak ekonomi,sosial,dan budaya ini ditemukan
kendala-kendala dikarenakan dalam upaya pemenuhannya bergantung
dari keadaan ekonomi dan hak ini merupakan hak positif yang bersifat
non-justiciable. Hal inipun tentu berlaku bagi semua warga negara tidak
terkecuali bagi para narapidana.
Sarbiran mengemukakan bahwa terdapat begitu banyak dan
bermacam-macam bidang kejuruan yang dapat dipilih. Pilihan itu
22
tentuu harus disesuaikan dengan minat dan bakat serta rencana yang
dapat dikembangkan melalui proses pendidikan dan pelatihan agar
memiliki keterampilan sebagai bekal hidup sekaligus bekal kerja di
masyarakat, dan bahkan lebih dari itu sebagai bekal untuk
mengembangkan karir di masyarakat15
Berdasarkan kutipan diatas bahwa, fasilitas yang terdapat dalam
lapas harus memenuhi kebutuhan daripada narapidana atau anak didik
supaya narapidana atau anak didik dapat berkembang sesuai dengan
minat bakatnnya dengan pemenuhan hak pendidikan agar kelak keluar
dari lapas menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
2. Ruang Lingkup Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan
Pengertian pendidikan adalah cara, hasil atau proses kerja
mendidik, dapat membentuk manusia menjadi orang yang berguna16.
Pendidikan adalah usaha menyiapkan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan melalui jalur sekolah atau luar sekolah17.
Berdasarkan kutipan diatas bahwa pendidikan bagi para
narapidana bertujuan untuk memberi bekal mereka ketika keluar dari
lembaga pemasyarakatan. Di penjara, pendidikan menjadi bernilai
sosial (social return) yang melampaui nilai privat yang diterima oleh
setiap individu. Jenis pemanfaatan pendidikan ini sama potensialnya
15 Sarbiran. 2002, Keterampilan dan Kecakapan hidup (life skills): Sebuah persoalan
Martabat Manusia. Cakrawala Pendidikan: Jurnal Ilmiah Pendidikan. Hal 147 16 Imam Bernardib, 1998, Dasar-Dasar Kependidikan : Memahami Makna Dan Perspektif
Beberapa Teori Pendidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal 432 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
23
dengan dampak kejahatan yang ditimbulkan. Oleh sebab itu pendidikan
menjadi penyebab positif untuk mengurangi tingkat kejahatan. Semakin
banyak orang mengenyam pendidikan maka pengangguran dan angka
kejahatan semakin berkurang. Kondisi ini menjadikan sekolah
mempunyai manfaat sosial yang tak terhingga bagi masyarakat.
Saat ini pendidikan di atur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 poin 1 yang
berbunyi :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengemdalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek.
Teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana
seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan. Sedangkan praktek adalah
tentang pelaksanaan pendidikan secara konkrit. Pendidikan di
Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara
terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Kemendikbud), yang dahulu bernama Departemen Pendidikan
24
Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia semua
penduduk wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam
tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun disekolah
menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, sebagai
pemilik otoritas pendidikan di Indonesia, telah menetapkan bahwa
sejak Tahun 2002, konsep life skills atau pendiidkan kecakapn hidup
sebagai sebuah kebijakan nasional yang harus diaplikasikan di seluruh
jalur, jenjang dan satuan pendidikan. Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 menyebutkan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara18
Dari kutipan diatas penulis berpendapat bahwa pendidikan adalah
sarana untuk seseorang mengembangkan dirinnya dengan suasana
belajar dan proses pembelajaran, supaya mendapatkan bekal yang
diperlukan untuk dirinnya dan masyarakat pada umumnnya,
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara tegas telah
mengamanatkan bahwa salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan
18 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
25
Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kesejahteraan umum19. Amanat ini harus menjadi
komitmen seluruh komponen bangsa, baik penyelenggara
negara/pemerinta, swasta, organisasi, dan komponen bangsa yang lain
termasuk masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan kutipan diatas bahwa tujuan dari Negara ini adalah
untuk mencerdaskan dan meningkatkan semua warganya jadi tidak ada
terkecuali untuk setiap warga negara untuk mendapatkan hak nya yaitu
dalam hal ini adalah hak pendidikan untuk narapidana.
3. Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan Ditinjau Dari Perundang-
undangan
a. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk warak serta peradaban yang
bermartabat guna mencerdaskan kehidupan bangsa serta
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik,
merupakan hak dari seluruh warga negara Indonesia seperti
tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Pasal 5 ayat (1) bahwa
“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendiidkan yang bermutu”. Serta Pasal 5 ayat (5)
19 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
26
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”.
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara tanap
terkecuali, sebab pendidikan harus dilaksanakan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan yang penyelenggaraannya
tidak membeda-bedakan siapapun dan dengan menjunjung nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat, maka terselenggaranya
pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan
masyarakat, dan terutama oleh pemerintah. Hal tersebut
tercantum pada Pasal 11 ayat (1), bahwa “Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Sehingga diharapkan
dengan campur tangan pemerintah, seluruh warga negara
memperoleh hak mereka mendapatkan pendidikan yang layak
tanpa terkecuali.
b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
Hak dasar yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai
anugerah Tuhan Yanag Maha Esa atau bisa disebut Hak Asasi
Manusia (HAM) harus dihormati, dilindungi oleh negara, hukum,
27
pemerintah, dan setiap orang, dan tidak layak dirampas oleh
siapapun, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Salah satu hak yang melekat pada diri manusia dan harus
dilindungi adalah hak dalam memperoleh pendidikan, yang
terdapat dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 39 Tentang HAM,
bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan
pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya,
dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi masyarakat
yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia,
bahagia dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Dalam
Pasal 13 juga disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk
mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni budaya sesuai dengan martabat manusia demi
kesejahteraannya, bangsa dan umat manusia”
Hak untuk memperoleh pendidikan seperti yang tercantum
pada pasal diatas adalah diperuntukan bagi setiap orang tanpa
tertkecuali bagi narapidana yang berada di lembaga
pemsyarakatan.
Narapidana yang berada dalam Lembaga pemasyarakatan
dan terrenggut sebagian dari kemerdekaannya untuk beraktifitas
dengan bebas, juga mempunyai hak asasi yang melekat sejak
mereka lahir, dan pendidikan adalah sarana bagi pengembangan
pribadi, maka narapidana berhak mendapatkannya, serta
28
mengetahui perkembangan masyarakat di luar lingkungan sosial
mereka, seperti tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) bahwa “Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya”.
c. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian penegakan
hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan
menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat
hidup secara baik sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
seperti yang diketahui bahwa lembaga merupakan tempat
pembinaan terhadap para pelaku tindak kriminal, maka sangat jelas
lembaga pemasyarakatan adalah tempat berkumpulnya para pelaku
tindak kejahatan dari berbagai perkara. Maka dari itu diperlukan
sistem pendidikan yang berguna bagi berkembangnya kesadaran
para narapidana untuk menjalani hidup yang lebih baik, sertya
berwawasan luas dan berpendidikan seperti masyarakat pada
umumnya.
Selama kehilangan kemerderkaan bergerak, narapidana
harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan
dari padanya seperti tercantum dalam pasal 14 ayat (1) huruf c dan
29
f, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,
bahwa “Narapidana berhak mendapatkan pendidikan dan
pengajaran, serta mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran
media massa yang ridak dilarang20.
Dari yang penulis kutip diatas bahwa yang dimaksud Pasal
14 ayat (1) huruf C dan F Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
yaitu hak tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan status yang
bersangkutan sebagai Narapidana, dengan demikian
pelaksanaannya dalam batas-batas yang diizinkan.
D. Teori Efektifitas Hukum
Teori efektifitas hukum disini merupakan landasan untuk
mengetahui seberapa efektif pelaksanaan hak narapidana dalam bidang
pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan.
Efektifitas hukum berarti mengkaji kaidah hukum yang harus
memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis21.
Berdasarkan kutipan diatas penulis berpendapat kaidah hukum
sebaiknya mengandung tiga aspek, yaitu yuridis, sosiologis dan filosofis.
Jika hanya berlaku secara yuridis, kaidah hukum hanya merupakan hukum
yang mati, sedangkan apabila hanya berlaku secara sosiologis karena
dipaksakan, kaidah hukum tidak lebih dari sekedar alat pemaksa. Apabila
20 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 21 Zainudin Ali, 2006, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Hal 94
30
hanya memenuhi syarat filosofis, kaidah hukum tidak lebih dari kaidah
hukum yang dicita-citakan.
Faktor yang dapat mempengaruhi hukum yang berfungsi di dalam
masyarakat yaitu :
1. Kaidah hukum
Di dalam teori hukum dibedakan antara tiga hal mengenai berlakunya
hukum sebagai kaidah, yakni :
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, atau
terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah
tersebut efektif. Artinya kaidah itu dapat dipaksakan
berlakunya oleh penguasa walapun tidak diterima oleh
masyarakat, atau kaidah itu berlaku karena adanya
pengakuan dari masyarakat
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan
cita-cita hukum22.
Menurut kutipan diatas bahwa untuk mengetahui seberapa
berfungsinnya suatu kaidah hukum dapat dilihat melalui yuridis,
sosiologis, dan filosofis, artinya ketingannya harus
berkesinambungan agar tercapinnya tujuan hukum.
2. Penegak hukum
Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan
hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Petugas hukum di
sini menyangkut petugas pada stata atas, menengah, dan bawah.
Artinya dalam melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas
22 Ibid
31
seyogyanya harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan
tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup kerjanya23
Menurut kutipan diatas sebgai penegak hukum harus
memiliki pedoman sesuai aturan hukum yang ada baik norma yang
berlaku di masyarakat maupun peraturan perundang-undangan.
3. Sarana / Fasilitas
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999
Tentang Syarat-Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang,
Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan Pasal 13 dan 18.
Fasilitas atau sarana sangat penting untuk mengefektifitaskan suatu
aturan tertentu, ruang sarana yang dimaksud, terutama sarana fisik
yang berfungsi sebagai faktor pendukung24
Menurut kutipan diatas untuk mencapai keefektifitasan
suatau aturan atau norma tidak hanya dengan penegak hukum saja,
akan tetapi perlu adnaya fasilitas sebagai sarana dalam mencapai
tujuan hukum.
4. Warga Masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan
adalah warga masyarakat. Warga masyarakat dimaksud adalah
kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-
undangan, derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan,
23 Ibid. Hal 95 24 Ibid. Hal 96
32
bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan
salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan25
Berdasarkan kutipan diatas bahwa efektifitas suatu peraturan
dapat dilihat melalui tingkat kesadaran hukum dari masyarkat itu
sendri untuk mematuhi aturan atau norma yang ada, kemudian
terkait pola pembinaan yang terdapat dilapas peran warga
masyarakat juga sangat berpengaruh pada berhasil atau tidaknya
pola pembinaan itu sendiri, karena warga masyarakat juga nantinya
yang akan menerima kembali para narapidana setalah selesai
menjalani masa hukumannya.
25 Ibid. Hal 96