efektivitas pembinaan lembaga pemasyarakatan...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS PEMBINAAN LEMBAGA
PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA
NUSAKAMBANGAN DALAM INTERGRASI NARAPIDANA
KEPADA MASYARAKAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Rasid Aryandi
NIM: 1113043000056
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1441 H/2019 M
4
5
iv
v
ABSTRAK
Rasid Aryandi, NIM: 1113043000056, Efektivitas Pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan Dalam Integrasi
Narapidana Kepada Masyarakat Perspektif Hukum Islam, Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440H/2019M
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan sebagai
salah satu lembaga pemerintahan yang memiliki fungsi untuk membina
Narapidana yang berdiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Jawa Tengah M.04-PR.07.03.Tahun 2003 dan diresmikan
beroperasi pada tanggal 28 maret 2008 dan diresmikan oleh Bapak Menteri
Hukum dan HAM RI pada tanggal 29 April 2017 sebagai Lembaga
Pemasyarakatan Industri dalam bidang kemandirian pembuatan batik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian
kualitatif dengan tujuang menghasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-
kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan. Teknik
pencarian data yang digunakan adalah wawancara, observasi, serta studi
dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap staf/pegawai yang berkaitan dengan
pembinaan. Studi dokumentasi yang didapat peneliti yaitu profil lembaga.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan memiliki program pembinaan kepribadian
dan kemandirian. Program pembinaan kepribadian antara lain agama, mental dan
bernegara. Sedangkan program pembinaan kemandirian antara lain peternakan,
pertanian dan membatik. Program-program tersebut berjalan dengan baik namun
memiliki hambatan-hambatan dalam pelaksanannya yaitu minimnya anggaran
dana, sarana dan prasana yang masih kurang, kualitas tenaga pembinaan kurang
baik, kemauan Warga Binaan Pemasyarakatan yang rendah serta kurangnya mitra
kerjasama.
Kata kunci : Pembinaan, Lembaga Pemasyarakat, dan Masyarakat.
Pembimbing : 1. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A
2. Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag
Daftar Pustaka : 1943 s.d. 2018
vi
بسم الله الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT. karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Salam cinta dan mahabbah selalu tercurahkan
pada Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Selanjutnya penulis ingin sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa
dorongan moril maupun materiil. Penulis yakin jika tanpa bantuan dan dukungan
tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.H.,M.A, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta;
2. Ibu Hj. Siti Hanna,S. Ag., LC., M.A., selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Bapak Hidayatullah, S.H, M.H., selaku
Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab;
3. Ibu Dewi Sukarti, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis
4. Bapak Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A., dan Bapak Drs. Ahmad Yani,
M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan
arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik;
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan
vii
mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlaq yang tidak ternilai harganya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda serta adik, yang telah
mencintai penulis dengan segenap jiwa dan raga, baik doa maupun
dukungan sehingga dengan ridha mereka penulis mampu berada pada
titik seperti saat ini;
8. Keluarga Besar PMH angkatan 2013 yang telah menemani serta
memberi dukungan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
9. Sahabat-sahabat tercinta khususnya kepada temen-temen satu atap
dimana selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi
secepatnya. Sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala
memberikan balasan yang berlimpah atas bantuan yang telah diberikan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan juga semoga
apa yang telah kalian berikan menjadi berkah dan amal kebaikan serta
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 20 September 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10
D. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual ...................................... 11
E. Review dan Kajian Terdahulu.............................................................. 15
F. Metode Penelitian ................................................................................ 16
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 18
BAB II. KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBINAAN NARAPIDANA,
LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN HUKUM ISLAM ...
........................................................................................................... 20
A. Pembinaan Narapidana ........................................................................ 20
1. Pengertian Pembinaan .................................................................... 20
2. Pengertian Narapidana ................................................................... 24
B. Tinjauan Umum Tenang Lembaga Pemasyarakatan ........................... 25
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ............................................ 25
2. Jenis dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Jenis Penggolongan Kelas
Pada Lapas .................................................................................... 27
ix
C. Tinjauan Pembinaan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Menurut
Hukum Pidana Islam ............................................................................ 30
1. Teori Pemidanaan dalam Hukum Islam ......................................... 30
2. Tinjauan dan Macam-Macam Hukum ........................................... 32
a. Tinjauan Hukuman ................................................................... 32
b. Macam-Macam Hukuman........................................................ 33
c. Peradilan dan Pengadilan ......................................................... 37
d. Tinjauan Pembinaan Narapidana Menurut Hukum Pidana Islam
.................................................................................................. 40
BAB III.PROFILE LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA
KELAS IIA NUSAKAMBANGAN ............................................. 43
A. Gambaran Profile Lembaga Pemasyakatan ......................................... 43
1. Sejarah Biografi ............................................................................. 43
2. Letak Geografis .............................................................................. 44
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ...................................................... 45
4. Sturuktur Organisasi ...................................................................... 47
5. Sarana dan Prasarana ..................................................................... 52
B. Pembinaan Pengintegrasian terhadap Narapidana kepada Masyarakat
.............................................................................................................. 53
1. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan ........................................ 53
2. Jadwal Kegiata Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan ........ 56
3. Jenis Pembinaan ............................................................................. 59
BAB IV. TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS ................................... 65
A. Tahapan Pembinaan Pengintegrasian di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan ................................................. 65
1. Pembinaan Tahap Awal ................................................................. 65
2. Pembinaan Tahap Lanjutan ........................................................... 67
3. Pembinaan Tahap Akhir ................................................................ 69
B. Faktor Penghambat Program Pembinaan ............................................. 69
C. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan ............................................... 71
x
D. Analisis Penulis .................................................................................... 80
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 85
A. Kesimpulan .......................................................................................... 85
B. Rekomendasi ........................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87
LAMPIRAN .................................................................................................... 91
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan
asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama
bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah
Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara
Latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
xii
koma terbalik di atas hadap kanan ع
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Qo ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrop ء
y Ya ي
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia,
memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ــ A Fathah ــــــــ
ــ I Kasrah ــــــــ
ــ U Dammah ــــــــ
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih
aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ___ Ai a dan i
و ___ Au a dan u
xiii
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi diatas ـــــا
î i dengan topi atas ـــــى
û u dengan topi diatas ـــــو
d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf
alif dan lam( ال ), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya:
الإجثهاد = al-ijtihâd
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah= الرخصة
e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:
al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah = الشفعة
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh
1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah
tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
xiv
No. Kata Arab Alih Aksara
syarî ‘ah شريعة .1
al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشريعة الإسلامية .2
Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب .3
g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun
dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan
bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
kata sandangnya. Misalnya, البخاري = al-Bukhâri, tidak ditulis Al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf),
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
No. Kata Arab Alih Aksara
al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضرورة تبيح المحظورات .1
al-iqtisâd al-islâmî الإقتصاد الإسلامي .2
usûl al-fiqh أصول الفقه .3
al-‘asl fi al-asyyâ’ al-ibâhah الأصل في الأشياء الإباحة .4
al-maslahah al-mursalah المصلحة المرسلة .5
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembinaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah; proses, cara,
perbuatan membina (negara dan sebagainya); pembaharuan; penyempurnaan;
usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.1 Secara umum pembinaan diartikan sebagai
usaha untuk memberi pengarahan dan bimbingan guna mencapai suatu tujuan
tertentu. Pembinaan merupakan hal umum yang digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, kecakapan dibidang pendidikan, ekonomi, sosial,
kemasyarakatan dan lainnya. Pembinaan menekankan pada pendekatan praktis,
pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.
Pembinaan yang penulis maksud adalah pembinaan yang difokuskan pada
Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat
pemidanaan juga berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap
narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang
bersangkutan telah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna di
masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional,
kesehatan jasmani dan rohani narapidana anak didik pemasyarakatan.2 Pengertian
Sistem Pemasyarakata menurut Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 1995 adalah
tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan berdasarkan
pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar
1 Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta
2 PP 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan pasal 1 ayat 1
2
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat hidup
setara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Penetapan
proses pemasyarakatan sebagai metode pembinaan ini meliputi empat tahap
sebagai berikut3:
Tahap pertama yaitu, tahap orientasi atau pengenalan. Dalam tahap ini
narapidana di jaga dengan ketat yang dilaksanakan hari pertama narapidana
masuk lembaga kemasyarakatan sampai 1/3 masa pidananya atau paling cepat 1
bulan. Tahap ini di sebut tahap pengawasan maksimal (maximum security).
Tahap kedua yaitu, tahap Asimilasi dalm arti sempit. Pembinaan
narapidana berlangsung dari 1/3 sampai dengan ½ masa pidananya. Apabila
menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan sudah cukup kemajuan,
manunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh terhadap tata tertib maka
narapidana yang bersangkutan diberi kebebasan lebih layak. Tahap ini merupakan
pengawasan tidak begitu ketat (medium security).
Tahap tiga yaitu, tahap asimilasi dam arti luas. Proses pembinaan terhadap
narapidana telah dijalani ½ dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut
Dewan Pembinaan Pemayarakatan telah dicapai cukup kemajuan-kemajuan maka
wadah proses pembinaannya diperluas dengan diperbolehkan mengadakan
asimilasi dengan masyarakat luar, antara lain ikut beribadah bersama masyarakat
luar, olah raga, mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah umum, bekerja di luar,
akan tetapi pelaksanaan kegiatannya berada di bawah pengawasan dan bimbingan
dan pinaan petugas lapas. Tahap ini narapidana pengawasan (maximum security).
Tahap keempat yaitu tahap Integrasi dengan masyarakat. Proses
pembinaan telah dijalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-
kurangnya 9 bulan. Maka kepada napi diberikan lepas-bersyarat atau cuti
3 Achmad S Soema Dipradja dan Romli, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, (Bina
Cipta 1979), hlm 23-24
3
bersyarat dan pengusulan lepas bersyarat. Dalam proses pembinaannya adalah
dengan masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang.
Dalam menanggapi tahap keempat sebagai rangka mempersiapkan
narapidana kembali berintegrasi dengan masyarakat, maka dibentuklah Lembaga
Pemasyarakatan terbuka dan di Indonesia salah satunya adalah Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Upaya mengintegrasikan
narapidana dengan masyarakat pada lembaga pemasyarakatan Terbuka terlihat
dengan berdekatannya lingkungan pembinaan dengan lingkungan masyarakat
tanpa adanya tembok atau jeruji pembatas sebagaimana Lembaga Pemasyarakatan
Tertutup atau Rumah Tahanan (RUTAN). Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
tersebut narapidana berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung dengan
masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu perubahan dinamis
dalam bidang hukum pidana menyangkut dengan perlakuan terhadap seseorang
yang melakukan kejahatan menuju bentuk modern dalam sistem hukum pidana
Indonesia.4
Dalam pola pemidanaan menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan
sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun
sesuatu. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan, bahwa “pola
pemidanaan” yang dimaksud disini ialah “acuan”, pegangan atau pedoman untuk
membuat atau menyusun sistem sanksi (hukum) pidana. Penekanan pada istilah
“membuat atau menyusun” sistem sanksi hukum pidana yang di maksudkan untuk
membedakan “pola pemidanaan” dengan “pedoman pemidanaan” (guidance of
sentencing). Pedoman pemidanaan lebih merupakan pedoman bagi hakim untuk
menjatuhkan atau menerapkan pemidanaan, sedangkan pola pemidanaan lebih
merupakan acuan atau pedoman bagi pembuat undang-undang dalam membuat
atau menyusun perundang-undangan yang mengandung sanksi pidana.5
4 Hamid Awaludin, dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta, dikutip dari
http://www.Kompas.co.id/news/16/05/06, diakses pada Tanggal 26 April 2017
5 Barda Nawasi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2008) hlm. 151
4
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ada beberapa jenis pidana
pokok. Di antaranya pidana penjara dan pidana kurungan. Menurut Adami
Chazawi, mengenai sifat antara pidana penjara dan pidana kurungan sebagai
berikut:
“Dari sifatnya sama-sama membatasi kemerdekaan bergerak, dalam arti
menempatkan narapidana dalam suatu tempat yang dikenal dengan sebutan LP
atau Lembaga Pemasyarakatan. Dimana narapidana tidak bebas keluar masuk dan
wajib tunduk serta mentaaati semua peraturan dan tata tertib yang berlaku, kedua
jenis pidana itu tampaknya sama, akan tetapi berbeda jauh”.
Penjatuhan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana (offender)
sebagai pembalasan kepada pelaku karena tindakannya, disatu sisi pidana penjara
adalah pembatasan kebebasan bagi seseorang sebagaimana yang diatur dalam
KUHP. Filosofi yang dianut di Indonesia adalah mengintegrasikan kembali
pelanggar hukum ke masyarakat atau lebih dikenal dengan pemasyarakatan.
Namun kenyataanya sebagian kecil narapidana yang telah pernah dipenjara
kembali ke penjara dengan kata lain (residivie). Ada beberapa faktor yang
menyebabkan mereka kembali lagi ke penjara, salah satunya adalah masa
pembinaan, yang masih harus diperbaiki dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyaraktan, dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 1
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemindanaan dalam
tata peradilan pidana.
Pasal 2
Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
caras pemnboinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan
masyarakat unbtuk menbingkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan
agar menyadari kewalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
5
pidana segingga dapat diterima kembali oleh leingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.6
Menurut database pemasyarakatan tahun 2017 periode Januari hingga
April Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dengan
penghuni tahanan dan narapidana sebagai berikut:
Tabel penghuni Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan periode Januari hingga April 20177
Sumber dari http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/detail/monthly/upt/db60f9f0-
6bd1-1bd1-f8ba-313134333039/year/2018
6 Yosafat Ilias Adiguna, Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Cebongan Yogyakarta, (Yogyakarta: September 2013), hlm. 23
No Periode
Tahanan Total Napi Total
Tahanan
&
Napi
Kapasitas %
%
Over
Kapasita
s
DL DP TD AL AP TA DL DP TD AL AP TA
1 Januari 0 0 0 0 0 0 0 445 0 445 0 0 0 445 445 245 182 82
2 Februari 0 0 0 0 0 0 0 449 0 449 0 0 0 449 449 245 183 83
3 Maret 0 0 0 0 0 0 0 550 0 550 0 0 0 550 550 245 224 124
4 April 0 0 0 0 0 0 0 536 32 545 0 0 0 545 545 245 222 122
6
Keterangan:
TDL : Tahanan Dewasa Laki-Laki TDP : Tahanan Dewasa Perempuan
TAL : Tahanan Anak Laki-Laki TAP : Tahanan Anak Perempuan
NDL : Napi Dewasa Laki-Laki NDP : Napi Dewasa Perempuan
NAL : Napi Anak Laki-Laki NAP : Napi Anak Perempuan
Menurut data di atas, kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Batu
Nusakambangan tidak over kapasitas. Pasal 14 huruf j Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa asimilasi merupakan
salah satu hak yang dapat diperoleh narapidana. Asimilasi ini diberikan kepada
masyarakat apabila telah memenuhi persyaratan yaitu, telah berkelakuan baik,
dapat mengikuti program pembinaan dengan baik, dan telah menjalani setengah
masa pidananya. Asimilasi merupakan proses pembinaan warga binaan
pemasyarakatan di luar Lembaga Pemasyarakatan (ekstemural).8 Proses
pembinaan ini dilakukan dengan membaurkan narapidana dengan masyarakat.
Maksud dan tujuan asimilasi ini adalah mempersiapkan narapidana untuk kembali
menjalani kehidupan bermasyarakat yang baik.
Tidak semua narapidana dapat melaksanakan asimilasi pada Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi
sebelumnya. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal
03 Agustus 2004 Nomor E.PK.04. 10-15 Perihal Penempatan Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka/Kamp Pertanian, ada beberapa persyaratan
8 Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan
secara intramural (di dalam LAPAS) dan secara ekstemural (diluar LAPAS) lihat pada penjelasan
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
7
yang harus dipenuhi oleh narapidana untuk di tempatkan pada Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka. Secara umum persyaratannya yaitu, narapidana telah
memenuhi syarat subtantif dan syarat administratif guna pembahasan dalam
sidang Tim Pengamat Masyarakat (TPP), ada persetujuan Tim Pengamat
Masyarakat yang bersangkutan serta mendapat persetujuan dari kepala Lembaga
Pemasyarakatan. Berdasarkan Surat Edarantersebut untuk sementara waktu ada
pengecualian narapidana yang akan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan
Terbuka, yaitu narapidana dengan kasus penipuan, narkotika, dan kasus terorisme.
Pembinaan melalui upaya menyatukan kehidupan narapidana dengan
lingkungan masyarakat pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka menurut Tholib
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dikenal sebagai metode
Community Based Corrections.9 Menurut metode ini kegiatan pembinaan
diarahkan kepada upaya menyatukan narapidana dengan kehidupan masyarakat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa melalui metode Based Community Corrections
memungkinkanwarga binaan pemasyarakatan membina hubungan lebih baik,
sehingga dapat mengembangkan hubungan baru yang lebih positif.
Pola pembinaan yang membaur kehidupan narapidana dengan lingkungan
masyarakat ini juga terkait dengan prinsip resosialisasi dalam sistem
pemasyarakatan. Pemasyarakatan adalah memasyarakatkan kembali narapidana
ehingga menjadi warga yang baik dan berguna atau healthy reentry into the
community, yang pada hakikatnya atau intinya adalah resosialisasi.10
Perubahan sifat-sifat narapidana dalam resosialisasi tersebut akan dapat
diperoleh melalui sistem pembinaan yang baik dan pendekatan-pendekatan yang
lebih manusiawi. Pendekatan yang lebih efektif guna mencegah dan
menanggulangi terjadinya pengulangan tindak pidana (residivie) oleh pelaku
adalah dengan menciptakan lingkungan pembinaan yang merupakan refleksi dari
lingkungan masyarakat pada umumnya. Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
9 Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Wujud Sebagai Pelaksanaan Community Based
Corrections. Di Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, di akses pada Tanggal 29
April 2017
10 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks
Penegakan Hukum Di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 30
8
Terbuka dengan letak yang berdekatan dengan lingkungan masyarakat merupakan
salah satu bentuk yang sesuai dengan pendekatan.
Di dalam hukum Islam Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan disebut
juga dengan takzir. Menurut Mustjhafa al-Raf’i, takzir adalah hukuman yang
ukurannya tidak dijelaskan oleh nash syara’ dan untuk menentukannya diberikan
pada waliy al-amri dan qadli. Hal ini sejalan dengan Lembaga Pemasyarakatan
yang bertujuan memberikan penjeraan dengan cara pembinaan bagi narapidana,
sehingga penjara bisa dikategorikan dalam takzir. Namun para ulama berbeda
pendapat mengenai legalitas pidana penjara/Lembaga Pemasyarakatan. Sebagian
golongan Hambali dan yang lainnya berpendapat bahwa pidana penjara/Lembaga
Pemasyarakatan tidak pernah di syariatkan dalam Islam. Alasannya, di zaman
Rasulullah dan Abu Bakar tidak ada lembaga penjara, dan keduanya juga tidak
pernah memenjarakan seorangpun, tetapimengasingkannya di suatu tempat.11
Prinsip penjatuhan takzir, ditujukan untuk menghilangkan sifat-sifat
menganggu ketertiban atau kepentingan umum yang bermuara kepada
kemashalatan umum. dalam praktek penjatuhan hukuman, hukuma takzir
kadangkala dijatuhkan sebagai hukuman tambahan yang menyertai hukuman
pokok bagi jarimah hudud atau qishash diyat. Hal ini bila menurut pertimbangan
sidang pengadilan dianggap perlu untuk dijatuhkan sebagai hukuman tambahan.
Disamping hukuman ini, dapat pula dikenakan bagi jarimah hudud dan qishash
diyat yang karena suatu sebab tidak dapat dijatuhkan kepada pelaku, atau karena
adanya syubhat baik dalam diri pelaku, korban atau tempat. Dalam hal ini
keberadaan sanksi takzir menempati hukuman pengganti hudud atau qishash
diyat.12
Mayoritas ulama mengatakan bahwa pidana penjara ini disyari’atkan
dalam hukum Islam berdasarkan dalil Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ Sahabat.
Apabila kedua pendapat tersebut dibandingkan, yang lebih kuat dan lebih patut
11 Jimly Asshidqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi tentang Bentuk-Bentuk
Hukum Pidana Dalam Tradisi Fiqih dan Relevansinya bagi Usaha Pembaharuan KUHP
Nasional, (Bandung: Penerbit Aksara), hlm 82
12 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 2000), hlm. 143
9
dijadikan pegangan adalah pendapat yang mengatakan bahwa pidana penjara
seolah menjadi kebutuhan mutlak. Bisa dikatakan, sekarang ini tidak ada negara
yang tidak punya lembaga bernama penjara/Lembaga Pemasyarakatan. Berikut ini
adalah dasar-dasar yang memperkuat pendapat diadakanya pidana penjara dalam
Islam.13
Tinjauan hukum Islam sejalan dengan konsep dari Undang-Undang No. 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tujuannya membuat narapidana
menyadari kesalahannya, hanya prosesnya saja yang berbeda antara masa
Rasululah dan sahabat dengan masa sekarang.
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini dan
menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembinaan
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan Dalam
Integrasi Narapidana kepada Masyarakat Perspektif Hukum Islam"
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Penelitian ini menjelaskan bagaimana upaya pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan dalam mengintegrasikan Narapidana kepada masyarakat pada
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Dengan
demikian yang menjadi fokus masalah dalam skripsi ini adalah:
1. Membatasi ruang lingkup kajian penelitian.
a. Pembinaan narapidana yang dimaksud penulis adalah, Pembinaan
yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan memiliki tujuan bagi
narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pembinaan. Dalam
Rancangan KUHP Nasional telah diatur tujuan penjatuhan pidana
yaitu:
1) Mencegah dilakukannya tindakan terpidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.
2) Mengadakan koreksi terhadap terpidana dengan demikian
menjadikan orang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup
bermasyarakat.
13 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 2000), hlm. 144
10
3) Pengintegrasian narapidana yang penulis maksudkan adalah,
proses pembinaan telah dijalani 2/3 dari masa pidana yang
sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Maka kepada
napi diberikan lepas-bersyarat atau cuti bersyarat dan
pengusulan lepas bersyarat. Dalam proses pembinaannya
adalah dengan masyarakat luas sedangkan pengawasannya
semakin berkurang.
4) Hukum Islam yang penulis maksud adalah, takzir atau penjara
Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem al-qadli.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan Jl. Narkotika
Nusakambanmgan.
3. Waktu Penelitian
Data yang diteliti data dari tahun 2015 – sampai 2018
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi efektivitas pembinaan dalam
mengintegrasikan narapidana kepada masyarakat di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan ?
2. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap pembinaan narapidana
di Lembaga Pemasyrakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjelaskan efektivitas upaya pembinaan yang dilakukan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
b. Untuk mengidentifikasi faktor yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan
dalam menjalankan efektivitas pembinaan dalam pengintegrasian
narapidana kepada masyarakatUntuk membandingkan bagaimana prinsip-
11
prinsip Hukum Islam dalam memandang tentang pengaturan pembinaan
kurungan/penjara.
2. Adapun manfaat penulisan dalam melaksanakan penulisan ini adalah:
a. Memberi sumbangan pemikiran dan menambah literature mengenai
lembaga pemasyarakatan pada efektivitas pembinaan dalam pengintegrasian
narapidana kepada masyarakat di Lapas Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan dan juga sumbangan pemikiran bagi khazanah ilmu
pengetahuan dan literasi pada Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran
atau informasi awal bagi peneliti selanjutnya.
c. Manfaat praktis, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dalam efektivitas
pembinaan dalam pengintegrasian narapidana kepada masyarakat.
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis yaitu kerangka acuan dimana terdapat identifikasi
terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti dan memiliki
abstraksi-abstraksi dari hasil pemikiran.14 Kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalaht teori efektivitas hukum teori pemidanaan.
Teori efektivitas hukum dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski dan
Soerjono Soekanto. Bronislaw Malinowski (1884-1942) menyajikan teori
efektivitas pengendalian sosial atau hukum. Bronislaw Malinowski menyajikan
teori efektivitas hukum dengan menganalisis tiga masalah yang meliputi:
a. Dalam masyarakat modern, tata tertib kemasyarakatan dijaga antara
lain oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat memaksa,
yaitu hukum, untuk melaksanakannya hukum didukung oleh suatu
14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, H. 125
12
sistem alat-alat kekuasaan (kepolisian, pengadilan dan sebagainya)
yang diorganisasi oleh suatu negara.
b. Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan serupa itu
kadangkadang tidak ada.
c. Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada
hukum.15
Bronislaw Malinowski menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat.
Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu masyarakat modern dan masyarakat
primitif. Masyarakat modern merupakan masyarakat yang perekonomiannya
berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri dan pemakaian
teknologi canggih. Dalam masyarakat modern, hukum yang dibuat dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang itu ditegakkan oleh kepolisian, pengadilan dan
sebagainya, sedang masyarakat primitif merupakan masyarakat yang mempunyai
sistem ekonomi yang sederhana dan dalam masyarakat primitif tidak mengenal
alat-alat kekuasaan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektif adalah taraf
sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan
efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga
menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum,
pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga
dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak
ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur
paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau
aturan hukum.16 Pada umumnya teori pemidanaan tidak dirumuskan dalam
perundang-undangan, oleh karena itu para sarjana menyebutnya dengan teori yang
mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Manfaat terbesar dengan
djatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya oleh
15 Koentjaraningrat dalam H. Halim HS, Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori
Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 305
16 Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, (Bandung : CV.
Ramadja Karya, 1988), hal 80.
13
pembuat (prevensi khusus) maupun pencegahan yang sangat mungkin (potential
offender) melakukan tindak pidana tersebut (prevensi umum).
Tujuan pengenaan pidana di dalam KUHP peninggalan colonial Belanda
yang berlaku selama ini memang tidak dirumuskan secara eksplisit, namun
demikian rancangan KUHP tahun 2012 telah merumuskan secara eksplisit tujuan
peminadaan yang terdapat dalam pasal 52 yaitu:
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembnaan sehingga
menjadikannya yang baik dan berguna;
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memuihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam
masyarakat;
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 51 ayat (2) Konsep Rancangan KUHP sendiri menyebutkan
bahwa pemidanaan bertujuan semata-mata untuk menderitakan dan
tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Tujuan pidana
yang diharapkan ialah untuk mencegah terjadinya suatu kejahatn
berikutnya, untuk perbikan terhdp diri si penjahat, menjamin ketertiban
umum dan berusaha menakuti calon penjahat agar tidak melakukan
kejahatan (Barda Nawawi Arief, 1996:60)
Konsep-konsep yang mengidentifikasikan hukum sebagai institusi sosial
yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat, merupakan
konsep hukum yang sosiologis, empiris atau antropologis (Abdurrahman, 1987).
Lalu, adapun tentang penelitian penintegrasian narapidana atas dasar pembinaan
Lembaga Pemasyarakatan, perlu adanya konsep-konsep yang mengarah pada
konsep-konsep sosiologis.
Konsep-konsep yang mengidentifikasikan hukum sebagai institusi sosial
yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat, merupakan
konsep hukum yang sosiologis, empiris atau antropologis (Abdurrahman, 1987).
14
a. Teori Sibernetika : Talcott Parsons.
Bahwa tingkah laku individu tidak merupakan tingkah laku
biologis, tetapi harus ditinjau sebagai tingkah laku yang berstruktur.
Tingkah laku seseorang harus ditempatkan dalam kerangka sistem
sosial yang luas yang terbagi dalam sub sistem - sub sistem. Dalam
garis besarnya, tingkah laku individu dibatasi oleh dua lingkungan
dasar yang masing-masing bersifat fisik dan ideal, yaitu lingkungan
fisik organik dan lingkungan realitas tertinggi. Di antara dua
lingkungan dasar tersebut terdapat hierarkhis, yaitu sub-sistem budaya
dengan fungsi mempertahankan pola, sub-sistem social dengan fungsi
integrasi, sub-sistem politik dengan fungsi mencapai tujuan dan sub-
sistem ekonomi dengan fungsi adaptasi. (Soemitro, 1989 : 29)
b. Teori Kontrak Sosial : Beccaria
Tiap individu menyerahkan kebebasan atau kemerdekaannya
secukupnya kepada Negara, agar masyarakat tersebut dapat
berlangsung secara terus. Oleh karena itu hukum seharusnya hanya ada
untuk melindungi dan mempertahankan keseluruhan kemerdekaan
yang dilakukan oleh orang lain. Prinsip dasar yang dijadikan pedoman
adalah kebahagiaan sebanyak-banyaknya (Muladi, 1992 : 30).
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus
yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan
diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.17
Dalam penulisan penelitian ini akan dijelaskan mengenai pengertian
pokok-pokok istilah yang akan digunakan sehubungan dengan obyek dan ruang
lingkup penulis sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam
penggunaannya, yaitu: 5
17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 96
15
a. Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi
wadah/menampung kegiatan pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan
secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup normal
kembali di tengah masyarakat.Berdasarkan Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 maka secara resmi Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya
disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan.
b. Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena
melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk
menjalani hukuman (Dirjosworo, 1992). Dengan demikian, pengertian
narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah
menjalani persidangan, telah diponis hukuman pidana serta ditempatkan
dalam suatu bangunan yang disebut penjara.
E. Review dan Kajian terdahulu
Berbicara mengenai efektivitas pembinaan Lembaga Pemasyarakatan,
sudah ada skripsi dan buku-buku atau penelitian yang membahas tentang
pembinaan Lembaga Pemasyarakatan. Misalnya, pada pembahasan sebelumnya
dari pelacakan ilmuah Mahasiswi (skripsi) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014 terdapat skripsi yang tulis oleh Putri
Anisa Yuliani, yang berjudul "Program Pembinaan Kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan terbuka Klas II B Jakarta"dalam skripsinya membahas tentang
program pembinaan kemandirian dan program pengintegrasian kepada masyarakat
yang dilakukan di Lembaga Terbuka Klas II B Jakarta, dari hasil penelitian dapat
diketahui pula mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak Lapas
dalam melaksanakan program pembinaan kemandirian tersebut.
Skripsi selanjutnya berjudul “Efektivitas Lembaga Pemasyarakatan dalam
Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyrakatan Klas IIA Denpasar” yang
ditulis oleh Ni Made Destriana Alviani mahasiswi Fakultas Hukum Udayana Bali.
Untuk mencapai tujuan dari sistem pemasyarakatan yang diamanatkan Pasal 2 dan
Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, maka upaya yang dapat
16
dilakukan terhadap pembinaan Naripidana dilakukan terhadap pembinaan
Narapidana di Lapas Klas IIA Denpasar.
Jurnal berjudul “Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Cebongan Sleman Yogyakarta” yang ditulis oleh
Yosafat Ilias Adiguna Bangun Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta. Pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Cebongan
yang diberikan kepada residivice tidak berbeda jauh dengan warga binaan jauh
dengan warga binaan pemasyarakatan yang lain kepada pada saat ini Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Cebongan sedang menyusun metode pembinaan khusus
untuk warga binaan yang residivice, agar dapat memberikan sesuatu yang
membuat lebih sadar lagi tentang perbuatan mereka.
Jurnal selanjutnya “Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan
Narapidana Dengan Sistem Pemasyarakatan” yang ditulis oleh Munawan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jawa Timur. Dalam
melakukan pembinaan terhadapap narapidana yang ada di lembaga
pemasyarakatan terhadap hambatan yang dihadapi oleh Pembina yaitu, misalkan
tempat pembinaanya terlalu sempit, alat untuk melaksanakan pembinaan terlalu
sempit, alat untuk melaksanakan pembinaan terlalu sedikit bahkan banyak yang
rusak.
Dari uraian di atas di atas, sudah ada literature yang membahas tentang
pola pembinaan Lembaga Pemasyarakatan secara umum. Untuk itu disini penulis
membedakan serta lebih memfokuskan penulisan skripsi mengenai " Efektivitas
Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
Dalam Integrasi Narapidana kepada Masyarakat Perspektif Hukum Islam"
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah disini adalah menggunakan pendekatan sosiologis
yang mana kemudian realita yang didapat dilapangan sehingga dapat menemukan
17
kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan
yang dikehendaki penulis.18
Menurut Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri tehadap penilaian. Sosiologi tidak menetapkan
kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-
petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan
bersama tersebut. Apabila, di ambil kesimpulan arti dari pendekatan sosiologi
tersebut adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat
2. Jenis dan Sumber data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data
primer, dan sumber data sekunder, yaitu:
a. Data Primer, yaitu data yang bersifat utama dan penting memungkinkan
untuk mendapatkan sejumlah informasi berkaitan dengan penelitian,
sumbernya adalah:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
3) Informasi dari kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan serta staf dan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan.
Kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan
menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder yautu data yang diperoleh dengan cara mengadakan studi
pustaka dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang
diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen Lembaga
Pemasyarakatan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
carasebagai berikut:
18 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 5
18
a. Pengamatan, studi pustaka dan dokumentasi dengan mengumpulkan data
dari Kalapas/Staff dan Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan.
b. Interview atau Wawancaran dengan mengumpulkan data dari informan
yang dipilih yaitu kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, pegawai dan staff lembaga pemasyarakatan.
c. Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari
lembaga/institusi untuk mendukung kelengkapan data yang lain.Bahkan
yang diperoleh lalu diuraikan dan dihubungkan dengan sedemikian rupa
sebagai agar menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan sebelum nya, sehingga dapat menghasilkan fakta dan
menggambarkan permasalahan yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi
dengan interprestasi rasional yang seimbang.19
4. Teknik Penulisan
Teknik penelitian ini juga bersumber dari buku Pedoman Penulisan Skripsi
yang diterbitkan Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2017.20
5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan masing-masing
bab memlikli sub-sub. Adapun secara sistematis, bab-bab tersebut adalah sebagai
berikut:
BAB I : Terdiri atas beberapa sub yang meliputi, latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode
penelitian, kerangka teori dan konseptual, kajian review terdahulu dan sistematika
penulisan.
19 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Thesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), h. 34-35 20 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017, Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2017)
19
BAB II : Berisikan teori pembinaan narapidana, Lembaga Pemasyarakan
dan Hukum Islam.
BAB III : Penulis akan memaparkan profil Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan sebagai tempat penulisan melakukan
penelitian dari mulai profil Lembaga Pemasyarakatan, serta gambaran tentang
pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
BAB IV : Dalam bab ini penulis mencoba memaparkan efektivitas
pembinaan dan faktor-faktor yang di bagi ke beberapa sub judul yaitu pola
pembinaan Lembaga Pemasyarakatan, serta faktor penghambat, hasil pelaksanaan
dan analisis penulis yang hadapi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan.
BAB V : Berisikan tentang kesimpulan dan rekomendasi yang berguna
untuk perbaikan dimasa yang akan datang serta akan dilengkapi dengan daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.
20
BAB II
KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBINAAN NARAPIDANA,
LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN HUKUM ISLAM
A. Pembinaan Narapidana
1. Pengertian Pembinaan
Pengertian pembinaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah:
a. Proses, Pembuatan cara membina
b. Pembaharuan, penyempurnaan
c. Usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya
guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik.
Pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan memiliki
tujuan bagi narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pembinaan. Dalam
Rancangan KUHP Nasional telah diatur tujuan penjatuhan pidana yaitu21:
a. Mencegah dilakukannya tindakan terpidana dengan menegakan
norma hukum demi pengayoman masyarakat.
b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dengan demikian
menjadikan orang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup
bermasyarakat.
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan dan mendatangkan
rasa damai dalam masyarakat.
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pembinaan terpidana itu bertujuan agar ia mempunyai
kesanggupan untuk menjadi peserta aktif dan kreatif dalam kesatuan
21 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradya
Pramita), hlm. 33
21
hubungan hidup bagi warga masyarakat Indonesia yang menghormat
hukum, sadar akan tanggung jawab dan berguna.22
Pembinaan Narapidana adalah sebuah sistem. Sebagai suatu
sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen
yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Sedikitnya
ada empat belas komponen yaitu: falsafah, dasar hukum, tujuan,
pendekatan sistem, klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan terhadap
narapidana, orientasi pembinaan, sifat pembinaan, remisi, bentuk
bangunan, narapidana, keluarga narapidana dan pembina/pemerintah.23
Dalam sistem baru pembinaan narapidana, perlakuan narapidana
diterapkan sebagai subyek sekaligus obyek. Subyek di sini sebagai
kesamaan, kesejaraan, sama-sama sebagai manusia, sama-sama sebagai
makhluk Tuhan, sama-sama sebagai makhluk yang spesifik, yang mampu
berfikir dan mampu membuat keputusan. Sebagai obyek karena pada
dasarnya ada perbedaan kedudukan dalam pembinaan, perbedaan dalam
pembinaan dan bukan sebagai manusianya.24 Perbedaan dalam pembinaan
salah satu contohnya adalah dengan penggolongan narapidana.
Penggolongan narapidana mempermudah proses pembinaan karena sering
kali pembinaan bukan dari pembina tetapi narapidana sendiri atau
sekelompok narapidana.
Dalam Pasal 1 ayat 91 Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pembinaan dan Pembimbingan warga Binaan Pemasyarakat yang
dimaksud dengan Pembinaan adalah:
“kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, profesioanal, kesehatan
jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.”
22 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumnni), hlm 50
23 C.I.Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan,
1995), hlm. 5
24 C.I.Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan,
1995), hlm. 19
22
Fungsi dan tugas dan pembinaan pemasyarakatan terhadap warga
binaan pemasyarakatan dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar
mereka setelah selesai menjalani pidananya, pembinaanya dan
bimbingannya dapat menjadi warga masyarakat yang baik. Sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-
tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk
melaksanakan kegiatan pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna,
tepat guna dan berhasuil guna, petugas harus memiliki kemampuan
profesional dan integritas moral.
Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan disesuaikan
dengan asas-asas yang terkandung daam Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945 dan Standard Minimum Rules (SMR). Pada dasarnya arah
pelayanan pembinaan dan bimbingna yang perlu dilakukan oleh petugas
ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan
pembinaan dapat dicapai.
Pada dasarnya ruang lingkup pembinaan dapat dibagi ke dalam dua
bidang yakni:
a. Pembinaan kepribadian yang meliputi:
1) Pembinaan kesadaran beragama
2) Pembinaaan kesadaran berbangsa dan bernegara
3) Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)
4) Pembinaan kesadaran hukum
5) Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat
b. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program
sebagai beikut:
1) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri
2) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil
3) Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya
masing-masing
23
4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha insdustri atau
kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan
teknologi madya atau teknologi tinggi.
Sistem pemasyarakatan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
No 12 Tahun 1995 adalah:
“suatu sistem tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakannya secara terpadu antara pembina, yaitu dibina, dan
masyaralat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan
aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga Negara yang baik dan bertanggung jawab”.
Sistem pemasyarakatan akan mampu mengubah citra negatif
sistem kepenjaraan dengan memperlakukan narapidana sebagai subyek
sekaligus sebagai obyek yang didasarkan pada kemampuan manusia
untuk tetap memperlakukan manusia sebagai manusia yang mempunyai
eksistensi sejajar dengan manusia lain. Sistem ini menjanjikan secara
manusiawi, bukan semata-mata tindakan balas dendam dari Negara.
Hukuman hilang kemerdekaan kiranya sudah cukup sebagai sebuah
penderitaan tersendiri sehingga tidak perlu ditambah dengan penyiksaan
hukuman fisik lainnya yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
a. Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan
kebanyakan orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip
pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam
membina narapidana yaitu25:
b. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri.
c. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga deket.
25 C.I.Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, hlm. 51
24
d. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling
narapidna pada saat masih diluar Lembaga Pemasyarakatan/rutan,
dapat memasyarakat biasa, pemuka masyarakat biasa, pemuka
masyarakat, atau pejabat setempat.
2. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani
hukuman karena tindak pidana)26. Sesuai UU No. 12 Tahun 1995, pasal 1
angka ke 7 bahwa narapidana adalah terpidana kehilangan
kemerdekaanya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam
sistem pemasyarakatan Indonesia. Sahardjo dalam pidato
penganuggerahkan gelar doktor honoris causa dalam ilmu hukum, pada
tahun 1963 oleh Universitas Indonesia, telah menggunakan istilah nara-
pidana bagi mereka yang telah dijatuhi pidana “kehilangan kemerdekaan”.
Menurut Ac Sanoesi HAS, istilah narapidana adalah sebagai pengganti
istilah orang hukuman atau orang yang terkena hukuman. Dengan kata
lain istilah narapidana adalah untuk mereka yang telah divonis hakim dan
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.27
Warga Binaan atau Narapidana disebutkan dalam Pasal 7 Angka 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana
Narapidana merupakan terpidana yang telah menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Seluruh penghuni Lembaga
Pemasyarakatan atau Lapas disebut dengan Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) terdiri dari:
a. Narapidana
b. Anak Didik Pemasyarakatan
1) Pasal 1 angka 8 huruf a UU Pemasyarakatan bahwa Anak
Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
26 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002: 774
27 Ricki Aditya Putra, Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan
Narapidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II a
Sragen) Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013
25
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di
Lapas. Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
2) Pasal 1 angka 8 huruf b UU Pemasyarakatan yang disebut Abdi
Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di
Lapas. Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah menyatakan
bahwa Narapidana adalah orang hukuman atau orang buatan. Selanjutnya
berdasarkan kamus hukum narapidana diartikan sebagai berikut:
Narapidana adalah orang yang menjalani pidana dalam Lembaga
Pemasyarakatan.28
Dikatakan bahwa narapidana adalah orang atau terpidana yang
hilang kemerdekaan karena menjalani masa hukumannya di Lembaga
Pemasyarakatan. Narapidana bukan saja sebagai objek, melainkan juga
subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu
dapat melakukan kesalahan atau kekhilapan yang dapat dikenakan pidana
sehingga harus diberantas atau dimusnahkan, sementara itu yang harus
diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana
tersebut hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama ,
atau kewajiban-kewajiban sosial.29
B. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. (Pasal 1 Angka
3 UU Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan). Sebelum dikenal
28 Dahlan, M.Y. Al-Barry, 2003, Kamus Induk Istilah Ilmiah seri Intelectual,
(Surabaya: Target Press, h 53)
29 C.I.Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, hlm. 18-19
26
istilah Lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). 30
Lembaga Pemasyarakatan juga salah satu komponen dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia yang bertugas melaksanakan pembinaan
terhadap narapidana. Sistem Peradilan Pidana merupakan suatu sistem
penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan kejahatan. Sistem
Peradilan pidana terdiri dari 4 komponen (sub sistem), yaitu sub sistem
kepolisian, sub sistem kejaksaan, sub sistem pengadilan dan sub sistem
lembaga pemasyarakatan. Usaha untuk mengubah sistem kepenjaraan
menjadi sistem pemasyarakatan tersebut terwujud pada tahun 1964,
karenanya kemudian lembaga pemasyarakatan ini dianggap sebagai
lembaga yang berfungsi sebagai wadah untuk menciptakan dan
mengembalikan ketenteraman masyarakat, menyelenggarakan kehidupan
bersama secara teratur, menjaga keadilan dan lain sebagainya yang
disebut dengan lembaga sosial.31
Lapas atau istilah penjara dulu Istilah “penjara” sekarang sudah
tidak dipakai menjadi sebutan “Lembaga Pemasyarakatan” karena sejarah
pelaksanaan pidana penjara telah mengalami perubahan dari sistem
kepenjaraan yang berlaku sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda
sampai munculnya gagasan hukum pengayoman yang menghasilkan
perlakuan narapidana dengan sistem pemasyarakatan.
Dalam proses pemidanaan, lembaga pemasyarakatan/rutan yang
mendapat porsi besar dalam melaksanakan pemidanaan, setelah melalui
proses persidangan di pengadilan. Pada awalnya tujuan pemidanaan
adalah penjeraan, membuat pelaku tindak pidana jera untuk melakukan
tindak pidana lagi. Tujuan itu kemudian berkembang menjadi
30 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
31 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 130
27
perlindungan hukum. Baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan)
maupun kepada pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan). Berangkat
dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam
menjalani pidananya juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat
jaminan hukum yang memadai.32 Lapas juga harus dapat memperhatikan
hak-hak narapidana dan disisi lain petugas harus dapat melaksakananya
ketertiban dan penegekan hukum dan menerapkan sistem pemasyarakatan
dengan baik dan benar sesuai dengan undang-undang yang mengatur.
Sistem pemasyarakatan yang dimaksud dalam Undang-Undang
No.12 Tahun 1995 yaitu, rangkaian penegakan hukum yang bertujuan
agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya,
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.33
2. Jenis dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Jenis Penggolongan Kelas
Pada Lapas
Menurut pasal 13 KUHP nara34pidana penjara terbagi dalam
beberapa kelas, pembagian tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 49
peraturan kepenjaraan, yaitu:
a. Kelas I yaitu: bagi narapidana yang dipenjara seumur hidup dan
narapidana sementara yang membahayakan orang lain;
b. Kelas II yaitu: Bagi narapidana yang dipenjara dengan hukuman lebih
dari tiga bulan yang tidak termasuk kelas 1 tesebut di atas;
1) Bagi narapidana yang dipidana penjara sementara yang telah
dinaikkan dari kelas pertama, bagi narapidana kelas 1 jika
32 C.I.Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, hlm. 79.
33 C,I Harsono Hs, System Baru Pembinaan Narapidana, hlm. 80.
34 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
28
kemudian ternyata berkelakuan baik maka ia dapat dinaikkan ke
kelas 2;
2) Bagi narapidana yang dipidana sementara yang karena alasan-
alasan pelanggaran tertentu, ia dapat diturunkan menjadi kelas II
dari kelas III;
c. Narapidana kelas III, yaitu: bagi narapidana yang dipidana sementara
yang telah dinaikkan dari kelas I karena telah terbukti berkelakuan
baik. Menurut pasal 55 peraturan penjara, bagi narapidana yang
demikian dapat diberikan pelepasan bersyarat (pasal 15), apabila ia
telah menjalani 1/3 atau paling sedikit sembilan bulan dari pidana
yang dijatuhkan oleh hakim.
d. Kelas IV yaitu: bagi narapidana yang dipidana penjara sementara
paling tinggi lima bulan.
Perkembangan pembinaan terhadap narapidana berkaitan erat
dengan tujuan pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang
dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan
pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat
yang tumbuh di masyarakat.35 Tujuan perlakuan terhadap narapidana di
Indonesia dimulai sejak tahun 1964 setelah Sahardjo mengemukakan
dalam konferensi kepenjaraan, jadi mereka yang berstatus narapidana
bukan lagi dibuat jera melainkan dibina untuk kemudian dimasyarakatkan
kembali.35
Tujuan dari pembinaan dan tujuan dari penyelenggaraan Sistem
Pemasyarakatan dapat ditemukan dalam Pasal 2 dan 3 UU No.12 Tahun
1995 tentang pemasyarakatan, yaitu 36:
35 Soedjono, Kisah Penjara-Penjara di Berbagai Negara, (Bandung, Alumni, 1992),
hlm.86
36 UU No.12 Tahun 1995
29
Pasal 2:
Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga
binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab.
Pasal 3:
Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyakarat,
sehingga dapat berperan aktif kembali sebagai anggota masyarakat yang
bebas dan bertanggung jawab.
Menurut Pasal 5 UU Pemasyarakatan, sistem pembinaan terhadap
narapidana harus dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Pengayoman Yang dimaksud dengan pengayoman adalah perlakuan
kepada warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi
masyarakat dari pengulangan perbuatan pidana oleh Warga Binaan
dengan cara memberikan pembekalan melalui proses pembinaan.37
b. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan Seluruh Warga Binaan di
Lembaga Pemasyarakatan diperlakukan dan dilayani sama tanpa
membeda-bedakan latar belakang orang ( non diskriminasi )
c. Pendidikan dan Pembimbingan Pelayanan di bidang ini dilandasi
dengan jiwa kekeluargaan, budi pekerti, pendidikan rohani,
kesempatan menunaikan ibadah, dan keterampilan dengan
berlandaskan pancasila.
d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia Asas ini dijelaskan
sebagai bentuk perlakuan kepada warga binaan yang dianggap orang
yang “tersesat”, tetapi harus diperlakukan sebagai manusia.
37 A Josias Simon R dan Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung: Lubuk Agung, 1990), hlm. 1. Lihat Skripsi Ni
Made Destriana Alviani, Efektifitas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Denpasar, (Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2015), hlm. 38
30
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Yang
dimaksud diatas adalah bahwa Warga Binaan hanya ditempatkan
sementara waktu di Lembaga Pemasyarakatan untuk mendapatlan
rehabilitasi dari negara
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu
g. Adanya upaya didekatkan dan dikenalkan kepada masyarakat
sehingga tidak menimbulkan keterasingan dengan cara kunjungan,
hiburan ke dalam Lapas, serta berkumpul dengan sahabat maupun
keluarga. Asas-asas pembinaan tersebut pada prinsipnya mencakup 3
pikiran pemasyarakatan yaitu sebagai tujuan, proses dan motode.38
1) Sebagai tujuan berarti dengan pembimbingan
pemasyarakatan diharapkan narapidana dapat menyadari
perbuatannya dan kembali menjadi warga yang patuh dan
taat pada hukum yang berlaku.
2) Sebagai proses berarti berbagai kegiatan yang harus
dilakukan selama pembinaan dan pembimbingan
berlangsung.
3) Sebagai metode merupakan cara yang harus ditempuh
untuk mencapai tujuan pembinaan dan pembimbingan
dengan sistem pemasyarakatan.
C. Tinjauan Pembinaan Narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Hukum Pidana Islam.
1. Teori Pemidanaan dalam Hukum Islam
Hukuman dalam bahasa Arab disebut 'uqubah. Lafaz 'uqubah
menurut bahasa berasal dari kata عقب yang sinomimnya جاء خلفه و
38 Romli Atmasasmita, Beberapa Catatan Isi Naskah RUU Pemasyarakatan,
(Bandung: Rineka, Bandung,1996), hlm.12
31
artinya mengiringnya dan datang dibelakangnya.39 Dalam pengertian بعقبة
yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz
tersebut bisa diambil dari lafaz عاقب yang sinonimnya فعل بما سواء , جزاه
artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.40
Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu
disebut hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan
sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua
dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan
balasan terhadap perbuatan menyimpang yang telah dilakukannya.
Tujuan dijatuhkannya hukuman adalah untuk memperbaiki
keadaan manusia, menjaga dari kerusakan, menyelamatkan dari
kebodohan, menuntun dan memberikan petunjuk dari kesesatan,
mencegah dari kemaksiatan, serta merangsang untuk berlaku taat.41
Kaidah dasar yang menjadi asas hukuman dalam hukum Islam
dipertalikan kepada dua dasar pokok42:
a. Sebagian bertujuan untuk memerangi tindak pidana tanpa
memedulikan si pelaku tindak pidana.
b. Sebagian yang lain bertujuan untuk memerhatikam si pelaku
tanpa melalaikan tujuan untu memerangi tindak pidana.
Maksud pokok hukuman atau sanksi adalah untuk memelihara dan
menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal yang
mafsadah,karena Islam itu sebagai rahmatan lil' alamin, untuk memberi
petunjuk dan pelajaran kepada manusia. Hukuman atau sanksi ditetapkan
39 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat
(Jakarta: Sinar grafika, 2004), h. 13
40 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1976), h. 364
41 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri' al-Jina'I al-Islamiy Muqaranan bil Qanun Wad'iy,
Penerjemah TimTsalisah. Hukum Pidana Islam ( Bogor: PT Kharisma Ilmu), hlm.19
42 Abdul Qadir Audah =,At-Tasyri' al-Jina'I al-Islamiy Muqaranan bil Qanun
Wad'iy, Penerjemah TimTsalisah. Hukum Pidana Islam ( Bogor: PT Kharisma Ilmu), hlm.20
32
demikian untuk memperbaiki individu menjaga masyarakat dan tertib
sosial. Bagi Allah sendiri tidaklah akan mendharatkan kepada-Nya apabila
manusia di muka bumi ini melakukan kejahatan dan tidak akan memberi
manfaat kepada Allah apabila manusia di muka bumi taat kepada-Nya.43
Terakhir hukuman itu harus bersifat umum: maksudnya berlaku bagi
semua orang, karena semua manusia sama dihadapkan hukum.44
2. Tujuan dan Macam-Macam Hukum
a. Tujuan Hukuman
Hukuman diterapkan meskipun tidak disenangi dengan
mencapai kemaslahatan bagi individu dan masyarakat. Dengan
demikian, hukuman yang baik adalah45:
1) Harus mampu mencegah seseorang dari berbuat maksiat. Atau
menurut ibn Hammam dalam Fathul Qadir bahwa hukuman atau
sanksi itu untuk mencegah sebelum terjadinya perbuatan
(preventif) dan menjeratkan setelah terjadinya perbuatan
(represif).46
2) Batas tertinggi dan terendah suatu hukuman sangat tergantung
kepada kebutuhan masyarakat maka hukuman diperberat.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan kemaslahatan
masyarakat menghendaki ringannya hukuman, maka hukumannya
diperingan.47
3) Memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan
itu bukan berarti membalas dendam, melainkan sesungguhnya
43 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,
h. 137
44 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam dan fikih
jinayah, hlm 138
45 A. Dzajuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam , h. 26
46 Imam As-Syawkani, Fathul Qadir, IV, (Beirut-Libanon, 2007), cet-4, h. 12.
47 Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyah, (Maktabah Ibn Dar Qutaibah-Kuwait,
1989), h. 206
33
untuk kemaslahatannya, seperti dikatakan oleh ibn Taimiyah
bahwa sanksi atau hukuman itu disyariatkan sebagai rahmat Allah
bagi hamba-Nya dan sebagai cerminan dari keinginan Allah
untuk ihsan kepada hamba-Nya. Oleh karena itu sepantasnyalah
bagi orang yang memberikan hukuman kepada orang lain atas
kesalahannya harus bermaksud melakukan ihsan dan memberi
rahmat kepadanya, seperti seorang bapak yang memberi pelajaran
kepada anaknya dan seperti seorang dokter yang mengobati
pasiennya.
4) Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga seseorang supaya
tidak jatuh ke dalam maksiat. Sebab dalam konsep Islam seorang
manusia akan terjaga dari berbuat jahat.
b. Macam-macam Hukuman
Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan
tindak pidananya.
1) Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya
dalam al-Quran dan al-Hadits. Maka hukuman dapat menjadi dua:
a) Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan
kafarah , misalnya, hukuman bagi pezina, pencuri,
perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang yang
mendzihar istrinya.
b) Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman inni disebutkan
dengan hukuman ta'zir, seperti percobaan melakukan tindak
pidana, tidak melaksanakan amanah, saksi palsu, dan
melanggar aturan lalu lintas.48
2) Ditinjau dari segi hubungan antara satu hukuman dengan
hukuman lain, hukuman dapat dibagi menjadi empat:
a) Hukuman pokok (al-'uqubah al-ashliyah), yaitu hukuman
yang asal bagi satu kejahatan, seperti hukuman mati bagi
48 Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyah, h. 27
34
pembunuh dan hukuman jilid seratus kali bagi pezina ghayr
muhshan.
b) Hukuman pengganti (al-'uqubat al-badaliyah), yaitu
hukuman yang menempati tempat hukuman pokok apabila
hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu
alasan hukum, seperti hukuman diyat/denda bagi pembunuh
sengaja yang di maafkan qishasnya oleh keluarga korban atau
hukuman ta'zir apabila karena suatu alasan hukum pokok
yang berupa had tidak dapat dilaksanakan.
c) Hukuman tambahan (al-'uqubat al-taba'iyah), yaitu hukuman
yang dijatuhkan kepada pelaku atas dasar mengikuti hukuman
pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh untuk
mendapat waris dari harta terbunuh.
d) Hukuman pelengkap (al-'uqubat al-takmiliyah), yaitu
hukuman yang di jatuhkan sebagai pelengkap terhadap
hukuman yang telah dijatuhkan, seperti mengalungkan tangan
pencuri yang telah di potong lehernya. Hukuman ini harus
berdasarkan hakim tersendiri.
3) Ditinjau dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman,
maka hukuman dapat dibagi dua:
a) Hukuman yang memiliki satu batas tertentu, dimana hakim
tidak dapat menambah atau mengurangi batas itu, seperti
hukuman had.
b) Hukuman yang memiliki dua batas , yaitu batas tertinggi dan
batas terendah, dimana hakim dapat memilih hukuman yang
paling adil dijatuhkan kepada terdakwa, seperti dalam kasus-
kasus maksiat yang di ancam dengan ta'zir.
4) Ditinjau dari sasaran hukum, hukuman dibagi menjadi empat:
a) Hukuman badan, yaitu hukuman yang di kenakan kepada
badan manusia, seperti hukuman jilid.
b) Hukuman yang dikenakan kepada jiwa, yaitu hukuman mati.
35
c) Hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan menusia,
seperti hukuman penjara atau pengasingan.
d) Hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan kepada harta,
seperti diyat, denda, dan perampasan.49
Berkaitan dengan teori pemidanaan ini dikenal adanya
beberapa tujuan pemidanaan, yaitu: Retribution (pembalasan),
deterrence (pencegahan), dan reformation (perbaikan). Banyak
penulis menyatakan bahwa satu-satunya tujuan pemidanaan dalam
hukum pidana Islam adalah untuk pembalasan semata. Pada
kenyataanya hal tersebut tidak benar. Dalam hukum pidana Islam,
hukumannya tidak hanya berfungsi sebagai pembalasan, tetapi juga
memiliki fungsi pencegahan (umum dan khusus), serta perbaikan.
Dalam kenyataanya juga sangat melindungi masyarakat dari tindakan
jahat serta pelanggaran hukum (fungsi perlindungan).
Beberapa jenis hukuman dalam hukum pidana Islam dengan
beberapa tujuan pemidanaan yang dikenal dalam hukum pidana
modern.
Di dalam sistem hukum pidana Islam, dua hal harus
diperhatikan berkaitan dengan retributif (pembalasan) ini sebagai
gambaran hukuman hadd, yaitu: kerasnya hukuman dan larangan
untuk bentuk segala mediasi berkenaan dengan hal ini, dengan kata
lain hukuman ini wajib dijalankan jika kejahatan terbukti. Menurut
Muhammad Qutub, kerasnya hukum itu didasarkan pada
pertimbangan psikologis. Dengan maksud untuk memerangi
kecenderungan penjahat dalam melanggar hukum, Islam menentukan
hukuman keras yang menggambarkan perhatian terhadap akibat-
akibat kejahatan.
49 Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyah, (Maktabah Ibn Dar Qutaibah-Kuwait,
1989), h. 28-30
36
Dikenal aspek pencegahan dalam sistem hukum pidana Islam
lebih dalam lebih tegas dibanding sistem lain. Disini pencegahan
dikenal sebagai justifikasi utama untuk penghukuman, khususnya
untuk hukuman had. Mawardi mendifinisikan sebagai berikut;
Hukuman-hukuman pencegahan yang ditetapkan Allah untuk
mencegah manusia dari melakukan apa yang ia larang dan dari
melalikan apa yang Dia perintahkan. Sementara itu Ibn al Qayyim
berpendapat bahwa hukuman had bernilai baik sebagai perbaikan
(reformative), pembalasan (retributive), maupun pencegahan
(deterrence).
Berbeda dengan teori retributif dalam sistem hukum pidana
lain, dalam hukum pidana Islam dikenal afwan (permaafan). Dalam
qisas meskipun seseorang berhak menuntut pembalasan, tetapi jika
dia mau memafkan, hal itu diperkenankan. Dalam Al- Quran
ditetapkan: QS. Al-Baqarah Ayat 178:
ا اي ينا الذ اا القاتليه ف اص القصا عالايك كتبا نوا ننثما ال وا بد بلعا بد العا وا بلحر الحره
نث هبل لا عفيا ن بفاما فاات بااع ي ااخيهش ا من ا اادا عروفوا انلما حسا ب ايه ال فيفذء تا لا
ة حا را وا ب ك نرذ ناعتادفام ذما اعدا هىب فالا ابااليلا ﴾١٧۸﴿عاذا
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita.
Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafaan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang
siapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang
sangat pedih."
37
Hukuman lain yaitu takzir berkaitan dengan tujuan
pemidanaan pencegahan dan perbaikan . secara etimologis kata takzir
berasal dari kata kerja azar yang berarti mencegah, respek, dan
memperbaiki. Dalam literatur hukum islam takzir menunjukan
hukuman yang ditunjukan, pertama: untuk mencegah para penjahat
melakukan kejahatan lebih jauh: dan kedua: untuk memperbaiki dia.
Ibn farhun mencoba mendefinisikan tujuan takzir dengan
memngatakan bahwa takzir adalah hukuman disipliner, perbaikan dan
pencegahan. Definisi ini menunjukan bahwa dua aspek, perbaikan
dan pencegahan menyatu disini.
c. Peradilan dan Pengadilan
Dalam pekajian Peradilan Islam (al-qadha’ fi al-islam),
terdapat berbagai konsep yang digunakan. Konsep ittu merupakan
suatu gagasan (idea) yang dilambangkan oleh suatu istilah tertentu,
sesuai dengan Bahasa yang digunakana, konsep itu meliputi
pengertian, dimensi-dimensi dan substansinya, cakupan dan sekaligus
batasasanya, serta relasinya dengna konsep lain dalam keseluruhan
bidang yang dikaji. Disamping itu, ia berhubungan dengan berbagai
konsep dalam pengkajian hukum islam secara keseluruhan. Dengan
demikian, dapat diketahui kedudukan dan posisi konsep itu dalam
keseluruhan pengkajian.
Berkenaan dengan hal itu, dalam setiap awal pengkajian,
apapun subjeknmya, biasnaya diawali dengan penjelasan dan
pertelaan konsep itu. Ia dijelaskan dari segi Bahasa dan pembatasan
istilahnya. Ia juga dijelaskan dari segi Bahasa dan pembatasan
istlahnya. Ia juga dijelaskan dari segi Bahasa dan pemabatasan
istilahnya. Ia juga dijelaskan dari segi makna khusus dalam suaru
busangatau disiplin ilmu tertentu, yang kemudian dikenal sebagai
istilajh teknis akademis. Dalam penggunaan selanjutnya, khususnya
dalam penelitian, konsep itu dioprasionalasasikan, kemudian dikenal
38
sebagai definisi oprasional atau definisi kerja. Dengan cara demikian,
muncul konseo-konsep baru, baik yang berasal dari bidang ilmu yang
bersangkuatan maupun yang “dipinjam” atau diadaptasi dari bidang
ilmu lainnya.
Di dalam hukum Islam, penjara atau Lembaga
Pemasyarakatan sama halnya dengan takzir. Takzir yaitu menolak
dan mencegah kehajahatan yang bertentangan dengan nilai-nilai,
prinsip-prinsip dan tujuan syariah, seperti melanggar peraturan lalu
lintas, merusak lingkungan hidup, dan lain-lain.50 Yang menentukan
takzir, sepenuhnya adalah hak penguasa/Ulul Amri.51 Kaitan
Lembaga Pemasyarakatan dengan takzir sangat erat, karena
selainmempunyai tujuan yang sama dan cara penetapan hukumannya
oleh Ulul Amri, Lembaga Pemasyarakatan merupakan kelanjutan
takzir. Hal ini bisa kita lihat dari cara proses hukumannya yang sama-
sama diasingkan dari masyarakat. Pada masa Rasulullah, takzir atau
pidana penjara dilakukan dengan cara mengasingkan dari masyarakat
ke suatu tempat yang tidak ada penghuninya.52 Sedangkan pada masa
sekarang, namun efek jera yang diberikan lebih baik pada masa
Rasulullah. Di zaman sekarang bisa kita lihat, banyaknya penghuni
Lembaga Pemasyarakatan hingga terjadi over kapasitas atau
kelebihan muatan, belum lagi angka residivis yang setiap tahunnya
semakin meningkat.
Ilmu fiqh menyatakan, bahwa PERADILAN atau “al-qadla”
adalah merupakan fardlu kifayah, yakni kewajiban kolektif bagi
50 Dzajuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 200), hlm, 163
51 Nasir Chois, Fiqh Jinayat, (Pekanbaru: Suska Press), hlm, 126. Lihat Hendri
Sayuti dan M. Alawi, Efektifitas Pembinaan Bagi Narapidana Pada Lembaga
Pemasyarakatan Kota Pekanbaru Ditinjau Dari Hukum Islam, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1
Juni 2013, hlm 6
52 Nasir Chois, Fiqh Jinayat, (Pekanbaru: Suska Press), hlm, 126. Lihat Hendri
Sayuti dan M. Alawi, Efektifitas Pembinaan Bagi Narapidana Pada Lembaga
Pemasyarakatan Kota Pekanbaru Ditinjau Dari Hukum Islam, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1
Juni 2013, hlm 7
39
Ummat, seperti halnya dengan mendirikan shalalt jum’ah,
memelihara mayit dan lain-lain sebagainya, termasuk mendirikan
“imamah” yakni kepentingan ummat. Qadla dapat dilakukan dalam
tiga bentuk.
Bentuk pertama: peradilan harus dilakukan atas dasar
pelimpahan wewenang atau “tauliyah” dari imam. Imam adalah
Kepala Negara yang disebut pula dengan “waliyul-amri”. Dalam pada
itu sekiranya seorang penguasa, yang didalam istilah Fiqh disebut
“dzu syaukah”, dan sekalipun sultan yang kafir mengangkat seorang
hakim yang kurang memenuhi persyaratan, keputusan hakim yang
demikian itu harus dianggap berlaku sah, demi untuk tidak
mengabaikan kemashalatan umum.
Bentuk kedua: bila disuatu tempat tidak ada penguasa atau
umum Imam, pelaksanaan peradilan dilakukan atgas dasar
penyerahan wewenang, yakni Taukiyah dari “ahlul halli wal-aqdi”,
yaitu Para tertua dan sesepuh masyarakat seperti nikmat-mamak di
Sumatra barat, secara kesepakatan. Arti harfiyah dari istilah ini,
adalah “orang-orang yang berwenang untuk melepas dan mengikat”.
Dalam buku Adatrech II dari Prof. van Vollenhoven, istilah itu
diterjemahkan dalam Bahasa Belanda dengan kata-kata “de tot
losmaken en binden bevoegden” dan ditambahkan artinya sebagai
“majelis pemilih kepala negara yang baru (kiescollege voor een nieuw
staatsshood)”.
Bentuk ketiga: dalam keadaan tertentu, terutama bila di
sesuatu tempat tidak ada hakim, maka dua orang yang saling sengketa
dapat “bertakhim” yakni mengangkat seseorang untuk bertindak
dahulu sepakat akan menaati keputusannya, begitu pula tidak
menyangkutkannya keputusannya dengan hukuman badaniyah, yakni
pidana dan lain-lain sebagainya.
40
d. Tinjauan Pembinaan Narapidana Menurut Hukum Pidana
Islam.
Di dalam Islam Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan
disebut juga dengan takzir. Menurut Dr. Musthafa al-Rafii, takzir
adalah hukuman yang ranahnya tidak dijelaskan oleh nash syara‟ dan
untuk menentukannya diberikan pada waliy al-amri dan qadli. Hal ini
sejalan dengan Lembaga Pemasyarakatan yang bertujuan
memberikan penjeraan dengan cara pembinaan bagi narapidana,
sehingga penjara bisa dikategorikan dalam takzir. Namun, para ulama
berbeda pendapat mengenai legalitas pidana penjara/Lembaga
Pemasyarakatan. Sebagian golongan Hanbali dan yang lainnya
berpendapat bahwa pidana penjara/Lembaga Pemasyarakatan tidak
pernah disyari'atkan dalam Islam. Alasannya, di zaman Rasulullah
dan Abu Bakar tidak ada lembaga penjara, dan keduanya juga tidak
pernah memenjarakan seorang pun, tetapi mengasingkannya di suatu
tempat.53
Prinsip penjatuhan takzir, ditujukan untuk menghilangkan
sifat-sifat mengganggu ketertiban atau kepentingan umum yang
bermuara kepada kemaslahatan umum. Dalam praktek penjatuhan
hukuman, hukuman takzir kadangkala dijatuhkan sebagai hukuman
tambahan yang menyertai hukuman pokok bagi jarimah hudud atau
qishash diyat. Hal ini bila menurut pertimbangan sidang pengadilan
dianggap perlu untuk dijatuhkan sebagai hukuman tambahan. Di
samping hukuman ini, dapat pula dikenakan bagi Jarimah Hudud Dan
Qishash Diyat Yang Karena Suatu Sebab Tidak Dapat dijatuhkan
kepada pelaku, atau karena adanya syubhat baik dalam diri pelaku,
53 Asshidiqie, Jimly, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi Tentang Bentuk-
Bentuk Hukum Pidana Dalam Tradisi Fiqih dan Relevansinya bagi Usaha Pembaharuan
KUHP Nasional, (Bandung: Penerbit Aksara, 1997), hal. 82.
41
korban atau tempat. Dalam hal ini keberadaan sanksi takzir
menempati hukuman pengganti hudud atau qishash diyat.54
Mayoritas ulama mengatakan bahwa pidana penjara ini
disyari'atkan dalam hukum Islam berdasarkan dalil Qur'an, Sunnah,
dan Ijma' sahabat. Apabila kedua pendapat tersebut dibandingkan,
yang lebih kuat dan lebih patut dijadikan pegangan adalah pendapat
yang mengatakan bahwa pidana penjara ini dianjurkan dalam hukum
Islam. Apalagi, di zaman sekarang ini pidana penjara seolah menjadi
kebutuhan mutlak. Bisa dikatakan, sekarang ini tidak ada negara yang
tidak punya lembaga bernama penjara/Lembaga Pemasyarakatan.
Berikut ini adalah dasar-dasar yang memperkuat pendapat
diadakannya pidana penjara dalam Islam.55
1) Dasar dari Al-Qur'an.
Ayat al-Qur‟an yang bisa dianggap menjadi dasar pidana
penjara diantaranya adalah QS. An-Nisa : 15
ال اوا منن سا ةا الفااحشا اأتيا ي ت نك ةم اعا اارب فااستاشهدواعالاينذ ئك هدوافااامسكوهنذ فاانشا
ت ف فالبيوتحا اتاوا ي الل عالا وتااويا الما بيلاهنذ سا ﴾١٥﴿لاهنذ
Artinya: “Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di
antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka
ada empat saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila
mereka telah memberikan kesaksian, maka kurunglah mereka
(wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”.
54 Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm.
143. Lihat Jurnal Hendri Sayuti dan M. Alawi, Efektifitas Pembinaan Bagi Narapidana Pada
Lembaga Pemasyarakatan Kota Pekanbaru Ditinjau Dari Hukum Islam (Lembaga
Pengabdian Masyarakat UIN SUSKA Riau, 2013), Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013,
hlm. 37
55 Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam, hlm. 143. Lihat Jurnal Hendri Sayuti dan
M. Alawi, Efektifitas Pembinaan Bagi Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Kota
Pekanbaru Ditinjau Dari Hukum Islam (Lembaga Pengabdian Masyarakat UIN SUSKA
Riau, 2013), Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013, hlm. 38
42
2) Dasar dari Sunnah.
Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Dawud, dan Nasa'
meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menahan seorang
tertuduh, kemudian meninggalkan orang tersebut. Al-Hakim
pernah meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah
pernah menahan seorang tertuduh selama sehari semalam. Apa
yang dilakukan Rasulullah ini menunjukkan disyari'atkannya
pidana penjara.
وسلم عليه الله صل االلذ سولا را عا سا ذه أن عنه الله رضي اري نصا اال ةا بردا أب ن عا
اط, ةأسوا ا عاشا فاوقا لا )متذفاقعالايه(ياقول:لاي منحدودااللذ د فحا لذ ا
Artinya : “Dari Abu Burdah al-anshori bahwa ia mendengar Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak boleh dicambuk
lebih dari sepuluh cambukan, kecuali jika melanggar suatu had
(hukuman) yang ditentukan Allah Ta'ala.” (Muttafaq Alaihi.)56
3) Dasar dari Ijma'
Adapun dasar dari ijmak sahabat tampak ketika khalifah
Umar dan Utsman menerapkan pidana penjara. Dan tidak satupun
sahabat yang mengingkarinya ataupun protes. Bahkan penjara-
penjara mulai didirikan dengan tujuan memberikan efek jera bagi
tawanan-tawanan perang dan yang melanggar hukum Islam.57
56 al-Rafi‟i, Musthafa, Ahkam al-Jara'im fi al-Islam, al-Qisas wa al Hudud wa at-
Ta'zir, (t. tempat: al-Dar al-Afriqiyah al-'Arabiyyah, 1996), hlm. 34.
57 Al-Rafi‟i, Musthafa, Ahkam al-Jara'im fi al-Islam, al-Qishash wa al Hudud wa
at-Ta'zir, hlm . 35.
43
BAB III
PROFIL LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA
NUSAKAMBANGAN
A. Gambaran Profil Lembaga Pemasyarakatan
1. Sejarah Biografinya58
Lembaga Pemasyarakatan Nakotika Kelas IIA Nusakambangan
yang berdiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Jawa Tengah M.04-PR.07.03.Tahun 2003 dan diresmikan
beroperasi pada tanggal 28 maret 2008 tentang Pembentukan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang Pemasyarakatan dimana
termasuk dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Jawa Tengah.
Sebagai Lembaga Pemasyarakatan yang baru di bentuk di
Indonesia, maka keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan dalam rangka mensukseskan sistem pemasyarakatan
mempunyai tujuan sebagaimana yang termuat dalam UU No. 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. Memulihkan kesatuan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana
di tengah masyarakat;
b. Memberikan kesempatan bagi narapidana untuk menjalankan fugsi
sosial secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di
Lembaga Pemasyarakatan, sehingga keberadaan narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dapat
berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam
masyarakat;
58 Interview dengan Bapak Tri eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
44
c. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan narapidana itu
sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
d. Membangkitkan motivasi dan dorongan kepada narapidana serta
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada narapidana
dalam meningkatkan kemampuan/keterampilan/perilaku guna
mempersiapkan dirinya untuk hidup secara amndiri di tengah-tengah
masyarakat setelah seleksi selesai menjalani masa pidananya;
e. Menumbuh kembangkan amanat sepuluh prinsip pemasyarakatan
dalam tatanan kehidupan berbangsa bernegara.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
resmi menjadi Lembaga Pemasyarakatan Industri dalam bidang
pembinaan kemandirian pembuatan batik setelah diresmikan oleh Bapak
Menteri Hukum dan HAM RI pada tanggal 29 April 2017.
2. Letak Geografis59
Lembaga Pemasyarakatan ini berlokasi di 8 KM dari Pelabuhan
penyeberangan Sodong Nusakambangan, yang merupakan pintu masuk
utama ke dalam pulau Nusakambangan. Sebelum mencapai pelabuhan
sodong terlebih dahulu harus menyebrangi segara anakan dengan jarak
tempuh dari pelabuhan Wijayapura Cilacap ke Pelabuhan Sodong
Nusakambangan sekitar 10 menit atau sekitar 2 KM menggunakan Kapal
Ferry Pengayoman yang melayani operasional penyeberangan dari Pulau
Nusakambangan atau ke Pulau Nusakambangan.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan
terletak di tengah Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah dan diapit oleh 2 Lapas yang berdekatan sebelah barat Lapas
Narkotika adalah Lapas Kembangkuning Kelas IIA Nusakambangan serta
sebelah timurnya adalah Lapas Besi Kelas IIA.
59 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
45
Nusakambangan. Pulau Nusakambangan sendiri mempunyai luas
sekitas 36.000Ha dengan kondisi alamnya yang sebagian besar masih
hutan belantara dan masih banyak hewan liar yang menghuni hutan Pulau
Nusakambangan.
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Visi dan Misi organisasi merupakan sasaran yang hendak dicapai
oleh suatu organisasi dalam mewujudkan kebutuhan dan keinginan
pemangku kepentingan sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat
melalui peningkatan pelayanan untuk memuaskan keinginan dan
kebutuhan dari pemangku kepentingan. Setelah misi ditetapkan maka
perlu dibuat misi pendukung pada setiap bidang fungsional yang ada pada
organisasi sebagai bentuk implementasi dan penerapan dari formulasi
perencanaan organisasi. Misi merupakan tujuan dan alasan keberadaan
organisasi, sedangkan Visi merupakan pandangan jauh kedepan tentang
organisasi dan impian yang hendak di capai.60
Dari pendapat diatas maka misi merupakan hal yang utama dalam
pelaksanaan program pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Narkoti ka Kelas IIA Nusakambangan, yang penerapannya dilaksanakan
di setiap bidang fungsional yang berorientasi untuk membantu
pencapaiannya tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan sebagai
bukti bahwa program pembinaan merupakan suatu keputusan dan tindakan
yang menghasilkan rumusan yang di dalam pelaksanaanya merupakan
perwujudan dari setiap tindakan-tindakan yang mendukung kebijakan-
kebijakan organisasi sesuai dengan perencanaan organisasi dalam
pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan organisasi.
Adapun Visi dan Misi pada Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA
Narkotika Nusakambangan, seperti apa yang disampaikan oleh Kepala
Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
60 Suwardi Luis B, Step by Step in Developing Vision, Mission and Value Statements,
Jakarta; Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2009
46
Visi:
“Menciptakan Warga Binaan Pemasyarakatan yang Mandiri”61
Misi:
“Melaksakanakan program pembinaan kemandirian dan menjalin
solidaritas dalam kehidupan antar sesame warga binaan pemasyarakatan”62
Tujuan:63
a) Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sehingga warga yang baik dan bertanggung jawab.
b) Memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia narapidana yang masih
mempunyai perkara pidana lain dalam rangka melancarkan proses
penyidikan, penentuan dan pemeriksaan disidang Pengasilan.
c) Memberikan perlingunfan, keselamatan dan keamanan benda-benda
yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyelidikan
dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda atau
kendaraan operasional kantor milik negara.
Sasaran:64
a) Sasaran pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam
kondisi kurang.
b) Sasaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan pada dasarnya juga bagi
terujudnya tujuan pemasyarakatan yang merupakan bagian dari upaya
61 Papan Banner di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tgl
02 Mei 2018
62 Papan Banner di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tgl
02 Mei 2018
63 Papan Banner di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tgl
02 Mei 2018
64 Papan Banner di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tgl
02 Mei 2018
47
meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan nasional, serta
merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur
tentang sejauh mana hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
sistem pemasyarakatan sebagai berikut:
1) Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah daripada kapasitas.
2) Menurunya secara bertahap dari tahun ke tahun angka pelarian dan
gangguan kamtib.
3) Meningkatnya secara bertahap jumlah narapidana yang bebas
sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi.
4) Semakin menurunya dari tahun ke tahun angka residivis.
5) Semakin banyakanya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan
berbagai jenis/goloingan narapidana.
6) Secara bertahap perlindungan banyaknya narapidana yang bekerja
dibilang industri dan pemelihara adalah 70:30.
7) Presentase kematian dan sakit Warga Binaan Pemasyarakatan
sama dengan presentase di masyarakat.
8) Biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia
Indonesia pada umumnya.
9) Lembaga Pemasyarkaatan dalam kondisi bersih dan terpelihara,
dan
10) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang
menggambarkan proyeksi nilai-nilai sub kultur penjara dalam
Lembaga Pemasyarakatan.
4. Struktur Organisasi65
Sebagai efektifnya pada suatu organisasi dalam menjalankan
mekanisme guna tujuan bersama, harus memiliki struktur organisasi.
Menurut SK Menteri Kehakiman RI No. M.01-PR 35 35.31-03 Tahun
1985 tentang Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
65 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
48
Kelas IIA Nusakambangan diperlukan guna personel di atau lingkungan
organisasi sehingga tercipta sasaran kerja yang tertib, disiplin dan dinamis
yang merupakan syarat untum mencapai tujuan.
Berdasarkan Hasil wawancara dengan Bapak Tri Eko Waluyo Adi
selaku Kasubag. Tata Usaha Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan pada hari Kamis tanggal 03 Mei 2018 pukul 09.30
WIB diruangan bagian tata usaha, uraian tugas dari bagian-bagian maupun
seksi-seksi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II
Nusakambangan adalah sebagai berikut:66
a) Sub Bagian Tata Usaha
Pada bagian ini bertugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan, sehingga Sub Bagian ini
berfungsi, pertama melakukan urusan kepegawaian dan keuangan,
kedua melakukan urusan surat-menyurat, penyediaan perlengkapan
dinas dan urusan rumah tangga. Pelaksanaan Sub Bagian ini dibantu
oleh dua Kepala Urusan (kaur), yaitu:
1) Kepala Urusan Kepegawaian dan Keuangan yang bertugas
melakukan urusan kepegawaian dan keuangan
2) Kepala Urusan Umum yang bertugas melakukan urusan surat-
menyurat, penyedian perlengkapan dinas dan urusan rumah tangga.
b) Kepala Seksi Bimbingan Napi/Anak didik dan Kegiatan kerja
Pada seksi ini bertugas memberikan bimbingan bagi
Narapidana/Anak didik dan bimbingan kerja. Berdasarkan tugasnya
maka seksi bimbingan Narapidana/Anak Didik dan kegiatan kerja ini
berfungsi pertama melakukan Registrasi, dokumentasi sidik jari serta
memberikan bimbingan pemasyarkatan bagi Narapidana/Anak Didik,
kedua mengurusi kesehatan dan memberikan perawatan bagi
Narapidana/Anak Didik, ketiga memberikan bimbingan kerja,
66 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
49
mempersiapkan fasilitas sarana kerja dan mengelola hasil kerja
Narapidana/Anak Didik.
Pelaksanaan seksi ini dibantu oleh tiga Sub Sesksi, yaitu:
1) Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan,
yang bertugas melakukan pencatatan, membuat statistik,
dokumentasi sidik jari serta memberikan bimbingan penyuluhan
rohani, memberikan latihan olahraga, peningkatan pengetahuan,
asimilasi , cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, cuti mengunjungi
keluarga, pembebasan bersyarat dan pengurangan hukuman
(remisi) Narapidana/Anak Didik.
2) Kepala Sub Seksi Kegiatan Keja, bertugas mengurusi kesehatan
dan memberikan perawatan bagi Narapidana/Anak Didik.
3) Kepala Sub Seksi Kegaiatan Kerja, bertugas memberikan
bimbingan kerja, mempersiapkan fasilitas sarana kerja dan
pengilangan hasil kerja Narapidana/Anak Didik.
c) Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib67
Seksi ini bertugas mengatur jadwal tugas penjagaan, pengunaan
perlengkapan keamanan dan pembaguan tugas pengamanan, menerima
laporan harian dan berita acara dari satuan tugas pengamanan yang
bertugas serta menyiapkan laporan berkala di bidang keamanan dan
tata tertib. Berkaitan dengan tugasnya, maka seksi ini berfungsi,
pertama mengatur jadal tugas, penggunaan perlengkapan pengamanan
dan pembagian tugas pengamanan, kedua menerima laporan harian
dan berita acara dari satuan pengamanan dalam menegakan dan tata
tertib. Pelaksanaan tugas pada seksi ini dibantu oleh Kepala Sub Seksi,
yaitu;
67 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
50
1) Kepala Sub Seksi Keamanan, berutgas mengatur jadwal
penjagaan, penggunaan perlengkapan pengamanan dan pembagian
tugas pengamanan.
2) Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib, bertugas menerima
laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan dalam
menegakkan tata tertib.
d) Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan68
Pada pejabat setingkat seksi ini bertugas menjaga keamanan
dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan dengan fungsinya, pertama
melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap Narapidana/Anak
Didik, kedua melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban,
ketiga melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan
pengeluaran Narapidana/Anak Didik, keempat melakukan
pemeriksaan dan penyelesaian terhadpa pelanggaran keamanan dan
ketertiban, kelima membuat laporan harian penjagaan dan berita acara
pelaksanaanya tugasnya Kepala Kesatuan Pengamanan ini di bantu
oleh empat Kepala Regu Pengamanan beserta anggota dan staf KPLP,
yaitu
1) Karupan I beserta anggotanya
2) Karupan I beserta anggotanya
3) Karupan III beserta anggotanya
4) Karupan IV beserta anggotanya
5) Staff Ka. KPLP
Adapun Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Narkotika Nusakambangan dapat digambarkan sebagai berikut:
68 Interview dengan Bapak Tri eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
51
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Narkotika
Nusakambangan69
69 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
52
5. Sarana dan Prasarana70
Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang dilaksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan belum
sepenuhnya memenuhi sasaran dan tujuan yang diharapkan, maka
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai salah satu syarat agar
pembinaan kemandirian yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik,
oleh karena itu ketersiaan sarana ini menjadi salah satu ukuran tujuan
sistem pemasyarakatan dapat berhasil.
Tersedianya sarana yang menjadi kebutuhan warga binaan menjadi
bukti bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan tidak terasingkan dari
masyarakat. Dengan demikian terkandung prinsip bahwa warga binaan
tidak diasingkan dari lingkungan sosial masyarakat, hal ini berarti warga
binaan itu berhak untuk mendapatkan informasi secara luas apakah sarana
tersedia atau tidak.
Untuk kegiatan pembinaan kemandirian seperti pertanian,
membatik, dan peternakan masih belum ada sarana alat-alat penunjang
yang lengkap sehingga kegiatan pembinaan tersebut belum berjalalan
dengan baik, dimana dengan jumlah alat-alat penunjang yang ada masih
sangat minim dibanding dengan kegiatan keterampilan yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana menjadi kendala dalam
pembinaan kemandirian, sehingga tidak mempunyai hasil yang maksimal.
Untuk kegiatan pembinaan kemandirian seperti pertanian masih
belum ada sarana alat-alat pertanian yang lengkap sehingga kegiatan
pertanian belum bejalan dengan baik, dimana dengan jumlah alat-alat
pertanian yang ada masih sangat minim dibanding dengan luas lahan yang
ada di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
a. Ruang Kepala Lembaga Pemasyarakatan.
b. Tempat beribadah, Masjid, Gereja dan Vihara.
70 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
53
c. Blok Hunian Pos Keamanan, Blok A (1,2,3), Blok A (4,5,6), dan Blok
B (7,8,9).
d. Sarana Pembinaan dan Perawatan Kesehatan Poliklinik, ruang edukasi,
lapangan olahraga, taman dan, loker.
e. Sarana Pembinaan dan Kegiatan Kerja Terdapat sanggar batik, ruamg
hasil produksi batik dan, sarana komunikasi narapidana.
f. Tempat Pemeriksaan Barang Bawaan Pengunjung Peralatan X" Ray.
B. Pembinaan Pengintegrasian Terhadap Narapidana Kepada Masyarakat
1. Kriteria Warga Binaan Pemasyarakatan71
Dalam penempatan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan berasal dari
Lembaga Pemasyarakatan umum lainnya, sehingga guna mengurangi
resiko kegagalan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan, maka kriteria penempatan Warga Binaan
Pemasyarakatan harus memperhatikan syarat-syarat sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Untuk penempatan narapidana yang akan menjadi penghuni
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan harus
memperhatikan ketentuan persyaratan umum dan persyaratan khusus,
sebagai berikut:
Persyaratan umum meliputi:
a) Persetujuan dari Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM.
b) Memenuhi Kelengkapan Administrasi.
c) Narapidana yang sudah menjalani 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa
pidananya.
d) Jenis kelamin: pada dasarnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan tidak membedakan jenis kelamin, namun
saat ini hanya berjenis laki-laki.
71 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
54
e) Usia narapidana diharapkan pada usia produktif yaitu pemuda, pemuda
muda dan pemuda dewasa.
f) Jenis/bentuk tindak pidananya harus dipertimbangkan secara selektif.
Persyaratan khusus meliputi:
a) Memprioritaskan narapidana kasus narkoba dan tidak menutup
kemungkinan beberapa dari itu terdapat kasus penipuan, kasus
pembunuhan, kasus perampokan/pencurian dan kasus terorisme.
b) Memiliki mental kepribadian yang baik.
c) Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik.
Kapasitas hunian Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan adalah sebanyak 250 orang, namun pada saat ini dihuni
oleh sebanyak 530 orang narapidana (sewaktu-waktu ada pengurangan dan
penambahan terkait overload capacity).
Adapun keadaan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
kelas IIA Nusakambangan menurut golongan status hukum dpat dilihat
seperti tabel berikut:
No. Golongan WBP Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Narapidana
Pidana Mati
Seumur hidup
B.I
B.IIa
B.IIb
B.III
13
32
475
1
0
9
-
-
-
-
-
-
13
32
475
1
0
9
55
1.
2.
3.
4.
5.
Tahanan
A.I
A.II
A.III
A.IV
A.V
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah 530 - 530
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
2017
Keterangan:
- Warga Negara Asing: 58 orang
- Warga Negara Indonesia: 472 orang
Dari data diatas digambarkan bahwa golongan status Warga
Binaan Pemasyarakatan di dominasi oleh narapidana dengan hukuman
diatas 5 Tahun sebanyak 361.
Keadaan penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan menurut tingkat pendidikannya bervariasi
mulai dari SD hingga Sarjana, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
2.
3.
4.
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
9
57
89
313
56
5.
6.
7.
8.
Tamat SMK
Tamat DIII
Tamat S-1
Tamat S-2
27
21
6
2
Jumlah 530 - 530
Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
2017.
Dari data diatas digambarkan bahwa tingkat pendidikan Warga
Binaan Pemasyarakatan didominasi pada tingkat pendidikan SMA (
Sekolah Menengah Atas).
2. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Warga Binaan Pemasyarakatan72
Pembinaan yang dilaksanakan didasarkan pad akeputusan Menteri
Kehakiman republik Indonesia No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang
pola pembinaan narapidana dan tahanan. Seperti yang disebutkan dalam
surat keputusan tersebut pola pembinaan yang sdilaksanakan di Lembaga
Pemasyarakatan terdiri dari pembinaan Kepribadian dan pembinaan
kemandirian. Selanjutnya pelaksanaan program pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangandapat dilihat jadwal
kegaitan harian narapidana pada tabel sebagai berikut:
Jadwal Kegiatan Harian Narapidana Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Narkotika Nusakambangan.73
No. KEGIATAN WAKTU TEMPAT KETERANGAN
72 Interview dengan Bapak Tri Eko Waluyo adi selaku Kasubag Tata Usaha Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
73 Interview dengan Bapak Ubaid Ikhsan Maarif selaku Kepala Bimkeswat Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
57
1. Pembukaan pintu
kamar dan mandi 06.00-06.15
Lingkungan
hunian
Petugas paste
dan KPLP
2.
Aplusan petugas
penjagaan dan paste
blok, apel pagi
07.00-07.15 Blok
penghuni
Petugas paste
dan KPLP
3. Makan pagi 07.00-07.15 Lingkungan
Hunian
Petugas dapur
dan Paste
4. Kebersihan kamar
dan lingkungan 07.00-08.00
Lingkungan
Hunian Petugas Paste
5.
- Olahraga
pagi dan
MCK
- Persiapan
besukan dan
kunjungan
keluarga
- Cek
kesehatan/ber
obat, bagi
yang sakit
08.00-09.30
Lapangan
olahraga
Blok
penghuni
Poliklinik
Lapas
Petugas
Bimkeswat dan
KPLP
Petugas Paste
dan KPLP
Petugas
Poliklinik dan
KPLP
6. Besukan/kunjungan
keluarga 09.30-13.30
Ruang
kunjungan
Petugas Besukan
dan KPLP
58
7.
Kegiatan
pembinaan/pendidik
an
a. Pendidikan
keterampilan
b. Pendidikan
kerohanian
- Ceramah
agama
- Pengajian
agama
- Kebaktian
- Berdo’a
- Bimbingan
dan
penyuluhan
09.00-12.00
Bengkel
Kerja
Masjid
Masjid
Gereja
Vihara
Blok
Hunian
Petugas
Kegiatan Kerja
Petugas
Bimkemaswat
s.d.a
s.d.a
Petugas
Bimkesat dan
Paste
8. Shalat dzuhur
berjama’ah 12.00-13.00 Masjid
Petugas
Bimkemasy dan
KPLP
9.
Aplusan petugas
penjagaan dan blok
paste, apel siang
13.00 Lngkungan
Hunian
Petugas Paste
dan KPLP
10. Makan siang 13.00-14.00 Blok
Penghuni
Petugas Dapur
dan Paste
11. Sholat ashar
berjama’ah 15.30-16.00 Masjid
Petugas
Bimkesmawat
dan KPLP
59
12.
Olahraga dan
kegiatan hiburan,
rekreasi
16.00-17.00 Lapangan
Olahraga s.d.a
13. Mandi dan makan
sore 17.00-17.30
Blok
Penghuni
Petugas Dapur
dan Paste
14. Pengucian kamar
hunian, apel sore 18.00 s.d.a
Petugas Paste
dan KPLP
Sumber: Bagian Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan.74
Catatan:
a) Setiap hari jum’at diadakan sholat jum’at bagi umat Warga Binaan
Pemasyarakatan Muslim dan Kebaktian untuk Warga Binaan
Pemasyarakatan.
b) Sebulan sekali hari selasa dan kamis diadakan pengajian rutin setelah
sholat dzuhur.
Dalam hubungannya dengan pembinaan terhadap narapidana yang
dilaksanakannya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika
Nusakakambangan, dengan melihat jadwal kegiatan penghuni yang dalam
pelaksanaanya sering kali tidak sesuai dan meleset dari apa yang telah
dijadwalkan maka dalam kegiatan sehari-hari terdapat banyak waktu luang
yang tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan pembinaan. Banyakanya waktu
luang ini dipergunakan untuk berkumpul atau bergerombol baik didalam
atau diluar blok dan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat.
3. Jenis Pembinaan75
74 Interview dengan Bapak Ubaid Ikhsan Maarif selaku Kepala Bimkeswat Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
75 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
60
Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dikenal dengan
nama pemasyarakatan. Tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah setelah
warga binaan pemasyarakatan mengikuti seluruh program pembinaan,
diharapkan mereka akan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Proses pembinaan yang dilakukan terhadap Warga Binaan
Pemasyarakatan dimulai saat pertama kali narapidana masuk lembaga
pemasyarakatan yang kemudian dilakukan pemeriksaan fisik sampai pada
registrasi. Tahap selanjutnya, Warga Binaan Pemasyarakatan ditempatkan
dalam wisma khusus untuk menjalani proses masa pengenalan lingkungan
selama 7 hari (satu minggu). Setelah menjalankan proses pengenalan
lingkungan, maka warga binaan pemasyarakatan akan dimasukan kedalam
wisma untuk selanjutnya menjalankan proses pembinaan, yang terbagi ke
dalam:
a. Tahap Pembinaan, dilaksanakan pada 2/3 (satu per tiga) sampai 1/2
(satu per dua) dari masa pidana, pada tahap ini pengawasan dilakukan
sangat ketat (maximum security).
b. Tahap asimilasi, pelaksanaanya dimulai 1/2 (satu per dua) sampai 2/3
(dua per tiga) dari masa pidana. Pada tahap ini pembinaan mulai
dilakukan didalam lembaga pemasyarakatan ataupun di luar lembaga
Pemasyrakatan. Untuk diluar lapas narapidana dengan kasus tindak
pidana umum akan ditempatkan di perusahaan yang ingin menampung
Warga Binaan Pemasyarakatan dan mendapatkan upah. Sedangkan
untuk narapidana dengan Kasus Tindak Pidana Khusus. Pada tahap ini
pengawasan agak berkurang (medium security).
c. Tahap Integrasi, dilakukan setelah warga binaan pemasyarakatan
menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana sampai dengan berakhirnya
masa pidana. Pada tahap ini pengawasan sudah sangat berkurang
61
(minimum security). Apabila Warga Binaan pemasyarakatan di nilai
sudah berlakuan bauk selama menjalani pembinaan, maka pada tahap
ini dapat diajukan remisi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan
Cuti mengunjungi Keluarga. Semua proses tersebut harus melalui
pengajuan terlebih dahulu yang kemudian akan di tentukan lewat
proses persidangan.
Selanjutnya Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik
menjelaskan mengenai pola pembinaan yang diberikan kepada Warga
Pembinaan Pemasyarakatan meliputi:
a. Pembinaan Kepribadian yang meliputi:76
1) Pembinaan kesadaran beragama atau ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Pembinaan kesadaran beragama dianggap
pembinaan yang paling awal harus diikuti oleh warga binaan
pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Nusakambangan. Pembinaan dibidang ini diharapkan mampu
meningkatkan kepercayaan dan kesadaran terhadap agama mereka
masing-masing dan insyaf atau menyadari bahwa perbuatan yang
dilatang oleh agama mereka masing-masing. Dalam melaksanakan
pembinaan kesadaran beragama selaku Kasi. Binadik (Bimbingan
Napi dan Anak Didik) melakukan kerjasama dibidang keagamaan,
ataupun relawan yang bersedia kerjasama dibidang keagamaan.
Dalam menjalankan pembinaan di bidang keagamaan, di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan terdapat
sarana dan prasarana peribadatan seperti: Masjid, gereja dan vihara.
2) Pembinaan Kesadaran Hukum Sejak warga binaan melakukan
tindak pidana, mereka sudah dianggap tidak sadar hukum peraturan
yang berlaku, maka ketika mereka ditempatkan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan mampu menyadari akan hukum yang berlaku atau
setidaknya menaati peraturan-peraturan yang berlaku. Pembinaan
76 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
62
kesadaran hkum kepada Warga Binaan Pemasyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan
adalah kewajiban seluruh warga binaan pemasyarakatan tidak
terkecuali menaati dan mematuhi segala aturan dan tata tertib yang
berlaku di lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika
Nusakambangan. Kewajiban warga binaan pemasyarakatan selain
mentaati dan mematuhi seluruh peraturan yang berlaku di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan adalah
sebagai berikut:
a) Taat menjalankan ibadah sesuai agama dengan kepercayaan
masing-masing serta memelihara kerukunan beragama di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan.
b) Mengikuti seluruh kegiatan yang telah di programkan.
c) Patuh, taat dan hormat kepada seluruh petugas.
d) Mengenakan seragam yang telah diberikan.
e) Memelihara kerapian dalam berpakaian sesuai dengan norma
kesopanan.
f) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian.
g) Mengkuti apel pagi yang di pimpin langsung oleh petugas
pengamanan pada pukul 08.00 WIB.
h) Mengikuti senam pagi yang dilaksanakan setiap hari dibedakan
dalam atas masing-masing wisma hunian mulai pukul 08.00
WIB.
3) Pembinaan Kemampuan Intelektual.
4) Pembinaan Kesehatan Jasmani dan Rohani.
5) Pembinaan Kemandirian yang meliputi:
a) Pembinaan latihan kerja dan produksi
Pembinaan latihan kerja dan produksi yang diprogramkan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan
adalah membuat kerajinan batik, pertanian, dan peternakan
63
dibawah pengawasan petugas pengamanan yang dibantu oleh
beberapa staff pengawai. Hasil dari produksi tersebut akan
diserahkan kepada pihak ketiga yang bekerjasama dengan
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Nusakambangan.
Segala proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Narkotika Nusakambangan, dilakukan dengan pengawasan yang cukup
ketat. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan
dilakukan oleh regu pengamanan yang terdiri dari 5 Regu. Sistem
pengawasan di Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dilakukan
secara tertutup, artinya pengawasan berada didalam tembok Lembaga
Pemasyarakatan. Selain itu, pengawasan dibantu dengan CCTV di 14 titik
tertentu.
Selanjutnya bahwa banyak ditemukan pelanggaran yang dilakukan
oleh Warga Binaan Pemasyarakatan ataupun oleh pelanggaran yang
dilakukan oleh petugas sipir. Petugas pengamanan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan melakukan sidak
setiap 1 (satu) Bulan 8 kali, dalam setiap sidak ini, masih ditemukan
Warga Binaan Pemasyarakatan yang kedapatan telepon genggam
(handpone) didalam Lembaga Pemasyarakatan. Setelah ditelusuri, Warga
Binaan Pemasyarakatan Menggunakan Handpone beralasan untuk
berkomunikasi dengan keluarga. Selain Warga Binaan Pemasyarakatan.77
Pada dasarnya, pemberian pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan sudah mengacu pada procedure
yang ada yaitu UU Pemasyarakatan sebagai dasar acuan Pemberian
pombinaan dan PP NO. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan. Namun, dalam hal masih saja ditemukan ketimpangan
selama proses pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut.
77 Interview dengan Bapak Aris Supriyadi selaku Kepala Pengamanan Lembaga Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
64
Di lain pihak, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus
Surya Anindhita selaku kasi. Bimbingan dan Anak Didik (binadik)
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nuskambangan pada hari
tanggal 03 Mei 2018 Bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Narkotika Nusakambangan merupakan miniature dari masyarakat luar,
dengan kata lain apa yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini berarti
masih adanya penggunaan dalam narkoba hingga sampai pada oknum
petugas sipir yang kedapatan membiarkan narkoba masuk ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan. Walau begitu sudah diberi sanksi kepada setiap
pelanggar kedalam ruang isolasi, hal ini tidak memberikan efek jera
kepada pelaku.
Selanjutnya Bapak Agus Surya Anindhita dan Bapak Ubaid Ikhsan
Ma’arif menambahkan angka recidive di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Narkotika Nusakambangan tergolong sedikit, hanya saja mantan
anarapidana yang kembali menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan masih
banyak kasus yang berbeda. Narapidana yang kembali ke masyarakat
stigma dari masyarakat kepada mantan narapidana belum dapat diunduh
bahkan cenderung tidak bisa menerima mantan narapidana termasuk
dalam sulitnya membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
untuk melamar pekerjaan, hal inilah yang pada akhirnya membuat mantan
narapidana tersebut melakukan tindak pidana kembali.78
78 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik dan Bapak Ubaid
Ikhsan Maarif selaku kasi Bimkeswat Lembaga Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
65
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS
A. Tahapan Pembinaan Pengintegrasian di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
Tahapan pembinaan bagi Narapidana di setiap Lembaga
Pemasyarakatan secara umum dibagi kedalam 3 (tiga) tahap pembinaan.
Hal ini terkait erat dengan Proses Pemasyarakatan, dimana proses tersirat
dan tersurat di dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan. Dalam Pasal 2 tersebut disebutkan bahwa “Sistem
pemasyarakatan diselanggarakan dalam rangka membentuk Warga
Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Adapun tahap-tahap pembinaan tersebut sebagai berikut:
1. Pembinaan Tahap Awal79
Pada tahap awal ini Warga Binaan Pemasyarakatan masuk ke
Lembaga Pemasyaraktan sampai dengan 1/3 masa pidana namun
pembinaan yang dilakukan masih dalam tahap pengenalan dan belum
maksimal. Disini Warga Binaan Pemasyarakatan akan mengalami
masa-masa pengenalan yaitu:
a. Registrasi
Kegiatan ini mencatat informasi yang berhubungan dengan
identitas diri seperti nama, alamat, agama, perkara pidana dan
sebagainya. Kegiatan ini penting untuk dilakukan karena dengan
registrasi ini data diri dari setiap Warga Binaan Pemasyaraktaan
menjadi jelas sehingga apabila terjadi sesuatu terhadap Warga
79 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
66
Binaan Pemasyarakatan akan dapat di informasikan kepada
keluarga.
b. Orientasi
Kegiatan ini merupakan kegiatan dalam pengenalan
Lembaga Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan
dikenalkan degan program-program dan hak serta kewajiban meeka
diperkenalkan kepada wali mereka yang tidak lain adalah Petugas
Pemasyarakatan itu sendiri.
c. Identifikasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari informasi tentang
potensi yang ada di dalam diri Waega Binaan Pemasyarakatan yang
kemudian akan disesuaikan dengan program-program yang
dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan narkotika Kelas IIA
Nusakambangan. Dalam akhir keiatan ini akan mendapatkan
gambaran potensi-potensi yang ada pada Warga Binaan
Pemasyarakatan. Mereka akan diberi kegiatan yang sama dalam
program-program pembinaan yang dilakukn dengan kemudian aka
di evaluasi masing-masing Warga Binan Pemasyarakatan yang
mana yang paling menonjol.
d. Seleksi
Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi untuk
mengelompokan Warga Binaan Pemasyarakatan ang sama menjadi
satu. Kegiatan ini menjadi penting untuk dilakukan sehingga
kegiatan pembinaan yang kelak dilakukan dapat teratur dan terarah.
e. Peneliti Pemayrakatan
Kegiatan ini digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang latar belakag Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai
pelengkap kegiatan awal pengenalan sebelumnya dan dapat
dijadikan dasar untuk pembinaaan berikutnya. Kegiatan ini penting
untuk dilakukan karena dengan adanya peneliti pemasyarakatan init
petugas pemasyarakatan akan lebih mengenal masing-masingWarga
67
Binaan Pemasyarakatan dan dari sini karakterisitik tiap orang dapat
terlihat karena di Lembaga Pemasyarakatan Warga Binaan
Pemasyarakatan mempunyai karakter diri yang berbeda-beda jadi
penanganan yang dilakukan dapat disesuaikan.
2. Pembinaan Tahap Lanjutan80
Tahap ini berlangsung antara 1/3 s/d 1/2 masa pidana. Pembinaan
yang dilakukan pada tahap ini merupakan pembinaan lanjutan dan
pembinaan kemandirian, yaitu pembinaan keterampilan untuk
mendukung usaha-usaha kecil dan pembinaan keterampilan untuk
mendukung usaha-usaha industri atau pertanian dan perkembunan serta
pembinaan yang dilaksanakan berorientasi untuk meningkatkan
kemampuan diri dan potensi diri narapidana yang diwujudkan dalam
bentuk program kegiatan pembinaan kemandirian yang produktif sesuai
dengan bakat, latar belakang pendidikan, keterampilan maupun
keahlian yang dimana budi pekerti ini diharapkan Warga Binaan
Pemasyarakatan dapat meningkatkan iman dan akhlaknya, kegiatan ini
diperuntukan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan agar memahami
perbuatan mana yang diperbolehkan dan perbuatan mana yang dilarang
oleh agama. Jika kegiatan ini berhasil maka Warga Binaan
Pemasyarakatan akan semakin diteguhkan imannya dan tidak
mengulangi kesalahannya kembali ataupun berbuat yang tidak sesuai
dengan perintah Tuhan dan Agama.
Macam-macam kegiatan yang dilakukan adalah; Shalat, Puasa,
Pengajian, Iqro’ (bagi yang beragama Islam) dan ada Ustadz yang
mendampingi kegiatan ini dilakukan perjamuan bersama setiap hari
kamis dan kegiatan-kegaitan lain yang menunjang peningkatan iman (
untuk agama Kristen dan katholik), pendampingan iman dari kantor
wilayah agama ( untuk yang beragama Budha) untuk yang beragama
Hindu tidak ada karena saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
80 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
68
Kelas IIA Nusakambangan Warga Binaan yang dibina hanya beragama
Muslim, Kristen Budha dan Muslim.
a. Kesadaran Berbangsa dan Beranegara
Kegiatan kesadaran berbangsa dan beranegara ini
diharapkan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Narkotika Nusakambangan dapat menjadi warga negara Indonesia
yang baik dan memahami apa hak dan kewajibannya sebagai warga
negara Indonesia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti
mempringati hari-hari besar nasional dengan mengadakan upacara
bendera atau kegaitan-kegiatan yang untuk memeriahkan hari raya
nasional.
b. Pendidikan Umum
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuang
intelektual Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Narkotika Nusakambangan. Kegiatan yang dilakukan secara formal
yang dilakukan dengan institusi terkait, seperti institusi pendidikan,
maupun informal yang dilakukakn oleh Petugas Lembaga
Pemasyarakatan.
c. Kesegaran Jasmani dan Keterampilan
Kegiatan ini dilakukakan untuk menunjang kemampuan
Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan dan untuk meningkatkan kesehata, serta jiwa seni
yang baik untuk meningkatkan kepekaan dan emosioanal Warga
Binaan. Kegiatan yang dilakukan seperti: olahraga (bola, voli, bulu
tangkis, basket, dan lain-lain), kesenian (musik dan melukis).
Menurut Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik,
pelayanan pemenuhan hak narapidana di bidang makan, kesehatan
dan pembinaan terdiri dari 3 bagian yaitu fisik, mental,
keterampilan dan fasilitas yang sudah disediakan untuk memenuhi
hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
69
IIA Nusakambangan antara lain: poliklinik, bengkel batik, sarana
olahraga, masjid, gerja, aula, dan ruang besukan. 81
3. Pembinaan Tahap akhir82
Pembinaan Tahap akhir ini apabila yang bersangkutan telah
menjalani 2/3 dari masa pidana serta berkelakuan baik maka dapat
disusulkan cuti menjelang bebas, menerima pelepasan bersyarat,
kemudian mereka mendapatkan pembinaan yang dilakukan di luar
Lembaga Pemasyarakatan. Kegiatan yang dilakukan tahap akhir ini
adalah kegiatan yang paling dinanti0nanti oleh para Warga Binaan
Pemasyarakatan karena dengan dilakukannya kegiatan tahap akhir ini
berarti merkea dalam waktu dekat akan kembal ke masyarakat lagi
setelah mereka melewati tahap-tahap sebelumnya.
B. Faktor Penghambat Program Pembinaan
Apabila pembinaan narapidana dipandang sebagai pelaksanaan dari
pidana, maka pada dasarnya hal tersebut juga merupakan pelaksanaan
hukum (hukum pelaksanaan pidana). Seperti juga pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum pada umumnya, maka menurut soerjono soekanto:83
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan
wawancara dengan Kepala Seksi Binadik terdapat beberapa faktor-faktor
penghambat, sebagai berikut:84
1. Pengetahuan petugas terhadap Keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara kurang baik, dikarenakan
kurangnya sosialisasi terhadap kebijakan pemerintah tersebut kepada
petugas Lembaga Pemasyarakatan.
81 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
82 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 03 Mei 2018
83 Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, (Jakarta:
rajawalipress, 1986), hal. 5
84 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 04 Mei 2018
70
2. Sebagian Petugas kurang baik dalam mengetahui maksud dan tujuan
dari Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6
Tahun 2013.
3. Petugas dan tenaga pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan masih kurang baik. Hal ini dikarenakan
jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah narapidana yang ada
pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
4. Kualitas tenaga pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan kurang baik, hal ini dikarenakan
kompetensi yasng dimiliki oleh petugas masih sangat kurang.
5. Tingkat pendidikan formal petugas pembinaan di Lembaga
Pemasyarkatan Narkotika Kelas IIA Nuskambangan masih kurang baik.
6. Tenaga pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan belum sepenuhnya mengikuti pendidikan dan
pelatihan yang bersifat teknis.
7. Masih kurangnya pemahaman petugas terhadap Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013.
8. Dukungan dana pembinaan bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan masih kurang.
9. Dukungan sarana kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan masih kurang.
10. Kurangnya dukungan instansi lain diluar Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan terhadap narapidana.85
11. Bentuk tanggung jawab petugas Lembaga Pemasyaratan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan dalam pelaksanaan pembinaan sesuai
dengan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Tata
Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, masih
kurang baik dalam melaukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak
85 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 04 Mei 2018
71
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.
12. Petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan, dirasakan masih kurang baik
dalam penerapannya kepada petugas di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
13. Alokasi pembiayaan pelaksanaan pembinaan masih kurang baik atau
belum mencukupi untuk mendukung kegiatan pelaksanaan pembinaaan
di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
14. Hasil pembinaan yang ada belum sepenuhnya baik dan baru sebagian
kecil saja yang ditindaklanjutinya dalam pembuatan kebijakan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
C. Hasil Pelaksanaan Program Pembinaan
Dalam sistem pemasyarakatan Indonesia ada (3) tiga pilar utama
yang mempunyai peranan penting. Ketiga pilar tersebtu adalah
Masyarakat, Petugas, dan Narapidana yang mana ketiganya harus terkati
dan saling menjaga keseimbangan didalam memecahkan suatu
permaslahan yang ada khususnya membangun dan menciptakan
narapidana yang mandiri di Lembaga Pemasyarakatan, artinya ketika
narapidana masih menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan, mereka
dididikm dibina, diberi keterampilan, wawasan sebagai bekal baginya
ketika bebas nanti sehingga bisa mengembangkan dan
mengaplikasikannya di masyarkat bebas, menjadi manusia mandiri,
memiliki pekerjaan dan tidak melanggar hukum lagi.
Sistem Lembaga Pemasyarakatan berasumsi bahwa Warga Binaan
Pemasyarakatan (salah satu Narapidana) bukan saja obyek melainkan
subyek. Sebagai manusia yang tidak berbeda dari manusia lainya maka
sewaktu-waktu ia dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat
dikendakan denda. Sehingga Warga Binaan Pemasyarakatan berbuat hal-
72
hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-
kewajiban sosial lain yang dikenakan pidana.
Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya
untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya dan
mengembalikannya menjadi warga masyarkat yang baik, taat kepada
hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan,
sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai.
Sistem Pemasyarakatan juga beranggapan bahwa pada hakekatnya
perbuatan pelanggaran hukum narapidana adalah cerminan dari adanya
keretakan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara yang
bersangkutan dengan masyarkat di sekitarnya.
Oleh karena itu berarti, faktor penyebab terjadinya perbuatan
melanggar hukum bertumpu kepada 3 aspek tersebut. Dimana aspek hidup
diartikan sebagai hunungan antara manusia dengan PenciptaNya. Aspek
kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesame manusia. Sedangkan
aspek penghidupan diartikan sebagai hubungan manusia dengan
alam/lingkungannya (yang dimandifestasikan sebagai hubungan manusia
dengan pekerjaanya). Oleh sebab itu tujuan dari Sistem Pemasyarkatan
adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara
Warga Binaan pemasyarakatan) dengan masyarakatnya (re-integrasi hidup,
kehidupan dan penghidupan).
Untuk mencapai tujuan tersebut, Sistem Pemasyarakatan mengenal
dua jenis program pembinaan dan pembimbingan yaitu program
pembinaan kepribadian dan program pembinaan kemandirian. Kedua jenis
program pembinaan ini diintegrasikan secara terpadu sebagai upaya
peningkatan kualitas narapidana, menyangkut aspek: ketaqwaan kepada
Tuhan YME, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan
perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, re-integrasi
sehat dengan masyarakat (yang terkait dengan program pembinaan
73
kepribadian), serta keterampilam kerja dan latihan kerja/produksi (yang
terkait dengan program pembinaan kemandirian).
Proses pelaksanaan kegiatan bimbingan kerja dimulai ketika
narapidana berdasarkan program pembinaan yang ada telah memasuki 1/3
(satu pertiga) dari masa pidananya atau paling tidak telah berkuatan hukum
tetap sebagai narapidana. Setelah narapidana diterima, didaftar dan
ditempatkan maka ia akanditempatkan pada blok MaPeNaLing (Masa
Pengenalan Lingkungan) sealama 2 mingggu. Tahap ini merupakan tahap
pengenalan tata tertib kehidupan dalam lapas, penyuluhan hukum akan hak
dan kewajiban sebagai narapidana termasuk pengenalan program-program
kegiatan yang ada di Lemabaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika
Nusakambangan. Program – program yang dikenalkan termasuk
diantaranya adalah program bimbingan kegiatan kerja. Petugas penyuuh
akan mendarta narapidana yamg mempunyai minat, skill dan bakat
dibidang kerajinan-kerajinan yang ada maupun yang belum ada di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Tahapan berikutnya adalah narapidana yang akan dijadikan
narapidana pekerja (tamping) akan dirapatkan secara terbuka dalam sidang
Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Dalam sidang inilah akan
ditentukan apakah narapidana yang diusulkan sebagai tamping pekerja
disetujui atau tidak berdasarkan syarat administratif dan substantif. Seperti
apa yang dikemukakan oleh Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kepala
Kasi Binadik Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan86
“rekruitment narapidana pekerja dilakukan ketika yang
bersangkutan telah selesai menjalani Mapelaning (masa
pengenalan lingkungn) selama dua minggu, pada saat
mapelaning itulah mereka diberikan penyuluhan-penyuluhan
tentang kegiatan kerja yang ada, sehingga ketika selesai
86 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 04 Mei 2018
74
mapenaling mereka dapat mengajukan diri menjadi tamping
pekerja atau kita rektur berdasarkan keahlian yang mereka
miliki, kita ajukan ke sidang TPP dan TTP berhak untuk menolak
ataupun menyetujuinya”.
Dari hasil penelitian pelatihan yang dilakukan oleh petugas
terhadap narapidana dan narapidana ke narapidana lainnya, dan dilakukan
seadanya. Hal ini disebabkan petugas tidak memiliki kompetensi khusus
dalam bidang kegiatan kerja yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa narapidana pekerja
atau yang dikenal dengan sebutan Tamping, terbagi menjadi beberapa jenis
pekerjaan yaitu:
1. Prakarya seperti produksi membatik
2. Pertanian dan Pertamanan
3. Peternakan
4. Kerjasama dengan instansi Pemerintah/Swasta
5. Rumah tangga yang meliputi kebersihan kantor, kebersihan lingkungan,
bagian dapur, dan tempat ibadah.
Kreativitas membuat batik merupakan salah satu program
unggulan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
program ini merupakan kegiatan pembinaan kemandirian yang
memerlukan tingkat kedisplinan, kesabaran, ketelitian dan seni yang
tinggi, oleh karena itu diperlukan tenaga Narapidana yang professional
dalam bidangnya. Untuk memperoleh tenaga yang professional, setiap napi
yang bekerja di Bengkel Kerja Industri Batik Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan mendapatkan pelatihan khusus
tentang tata-cara pembuatan batik yang sesuaidengan motif, corak, dan
warna serta budaya Indonesia.
Ragam jenis batik yang dihasilkan terdiri dari: Batik Tulis, Batik
Cetak, Batik Kombinasi (Perpaduan Tulis dan Cetak). Bengkel Kerja
Industri Batik Lapas Narkotika Nusakambangan dalam perbulannya dapat
memproduksi Batik hasil karya Napi sebanyak 50 s.d 100 Lembar kain.
75
Untuk pemasaran hasil produksi Batik tersebut selain melalui Bengkel
Kerja Industri Batik Lapas Narkotika Nusakambangan juga berkejasama
dengan pihak lain seperti Rumah Produksi Batik Anto Djamil Banyumas
Jawa Tengah, Hotel dafam Cilacap, pihak otoritas bandara dan Ikatan
Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) PD Cilacap.
Program pembinaan ini baru berjalan sejak bulan Agustus 2016.
Walaupun dengan tempat terbatas, tapi mereka dapat melakukan
kreativitasnya tanpa batas untuk mewujudkan; batik narapidana yang
memiliki nilai sendi dan harga jual yang tinggi. Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dalam melakukan pemasran Batik
Napi sebagai hasil produksi kerja para Warga Binaan Pemasyarkatan pada
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, telah
menentukan harga dasar pemasaran hasl produk hasil kegiatan kerja
tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Harga Batik Napi dengan corak / motif / model batik CAP (BC) per-
kainnya sebesar Rp. 110.000,-
2. Harga Batik Napi dengan corak / motif / model batik kombinasi (BK)
per-kainnya sebesar Rp. 120.000,- Harga Batik Napi standar dengan
model Batik Tulis (BT) per-kainnya sebesar Rp. 220.000,-
Kegiatan pembinaan kemandirian dilaksanakan secar terjadwal
yaitu dari pukul 09.00 WIB sampai 13.00 WIB untuk kegiatan pagi dan
13.00 WIB sampai 16.00 WIB untuk kegiatan siang hingga sore.
Kegiatan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan jenis-jenis kegiatan yang telah terlaksana adalah
prakarya, pertanian/pertamanan, peternakan, jasa dan rumah tangga dan
kerja sama dengan pemerintah/swasta dilaksanakan dengan keterbatasan
lahan dan anggaran yang ada.
Kegiatan Pembinaan kemandirian Kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Nusakambangan adalah pertamanan,
peternakan, membatik dan menjahit, kegiatan pembinaan kemandirian
76
tersebut diadakan berdasarkan kebutuhan konvensional. Kegiatan tersebut
belum sepenuhnya mampu menyerap narapidana sebagai pekerja karena
dari total 260 Narapidana hanya terdapat 40 narapidana yang pekerja,
sisanya narapidana tanpa kegaitan yang terjadwal dengan pasti sehingga
berpotensi untuk terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Hal ini
dikarenakan belum terlaksananya pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Narkotika Nusakambangan secara optimal.
Data yang didapatkan pada temuan lapangan bahwa program
pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Nusakambangan
adalah sebagai berikut:
Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan
pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang
dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan
pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggungjawab
Pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, sistem pembinanya tidak lepas dari sistem pembinaan
pemasyarakatan yang merujuk pada azas-azas yang telah ditentukan pada
pasal 5 Undang-Undang Pemasyarakatan sebagai berikut:
1. Asas Pengayoman ini dimaksudkan suatu perlakuan terhadap warga
binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada warga
binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam
masyarakat.
2. Asas Perlakuan dan Pelayanan ini dimaksudkan adalah pemberian
perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan
pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.
3. Asas Pendidikan dan Pembimbingan ini dimaksudkan bahwa
penyelanggaraan pendidikan dan pembimbingan dilaksanakan
berdasarkan pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan,
77
keterampilan, pendidikan keagamaan dan kesempatan untuk
menunaikan ibadah.
4. Asas Kemerdekaan Merupakan satu-satunya penderitaan yang
dimaksudkan bahwa warga binaan pemasyasyarakatan harus berada
dalam lembaga pemasyarakat untuk jangka waktu tertentu, sehingga
negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya.
5. Asas Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu yang dimaksudkan bahwa meskipun warga binaan
pemasyarakatan berada di lembaga pemasyarakatan tetap harus
didekatkan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari
masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk
kunjungan, hiburan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan dari anggota masyarakat dan kesempatan
berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti
mengunjungi keluarga.
Kemudian selanjutnya dari penulis mendapatkan data fakta
lapangan tentang Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan sebagai berikut:
1. Pembinaan Kesadaran Beragama
Pembinaan Kesadaran Beragama dianggap pembinaan paling dasar
yang wajib diikuti oleh warga binaan pemasyarakatan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Pembinaan
kesadaran beragama ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran
terhadap agama masing-masing narapidana dan insyaf serta menyadari
perbuatan yang mereka lakukan sebelum ditempatkan pada Lembaga
Pemasyarakatan. Pembinaan kesadaran beragama selaku kepala Kasi
Bimbingan narapidana dan anak didik melakukan kerjasama di bidang
keagamaan yang di undang dari luar oleh Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Ada beberapa alasan Warga Binaan Pemasyarakatan mengikuti
kegiatan keagamaan lebih terkhusus narapidana muslim diantaranua
78
adalah ingin menambah pengetahuan agama secara mendalam. Adapun
presentase jumlah narapidana yang mengikuti kegiatan ini sebanyak
100% dari keseluruhan narapidana di lembaga Pemasyrakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, dan alasan mengikuti kegiatan
tersebut karena ingin menambah pengetahuan agama namun ada juga
hanya sekedar ikut-ikutan. Hasil analisis setelah diolah dan analisa,
dapat dipahami bahwa keinginan mengikuti kegamaan Islam
mengalami kenaikan, mayoritas dari mereka yakni yang mengikuti
kegiatan karena kesadaran dan menyatakan ini menambah pengetahuan
agama bukan terpaksa, dan sedikit dari mereka hadir karena ikut-ikutan
ajakan teman.
2. Pembinaan Kesadaran Hukum
Pembinaan kesadaran hukum merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembinaan kesadaran hukum
adalah penyuluhan hukum yang bertujuan untuk membentuk
narapidana akan sadar hukum yang dibina selama berada dalam
lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali di tengah-
tengah masyarakat. Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Bimbingan
Napi dan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan Bapak Agus Surya Anindhita menyatakan bahwa;87
Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberi
penyuluhan yang berkaitan dengan hukum yang bertujuan juga
untuk membantu narapidana mencapai akan kesadaran hukum
yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat mereka
menyadari hak dan kewajibanya dalam rangka menurut turut
menegakan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia, ketertiban, kepastian hukum dan
terbentuknya prilaku warga negara Indonesia yang taat kepada
hukum.
87 Interview dengan Bapak Agus Surya Anindhita selaku Kasi Binadik Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Tanggal 04 Mei 2018
79
Selanjutnya penyuluhan hukum pada Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan sangat jarang dilakukan
sebagaimana hasil wawancara dengan warga binaan pemasyarakatan
sebagai berikut:
Sejujurnya tidak saya seorang tetapi banyak teman-teman saya
disini yang sangat membutuhkan bimbingan penyuluhan hukum,
karena selama saya disini sudah lebih dari 2 tahun kurang
menerima bimbingan penyuluhan hukum, agar supaya nanti
kalau sudah lepas atau bebas dari Lapas sudah mempunyai
pengetahuan tentang hukum.
Selanjutnya kesadararan hukum di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Nusakambangan dirasa sudah mencukupi tetapi warga Binaan
Pemasyarakatan memang membutuhkan ekstra lebih untuk bimbingan
penyuluhan tersebut supaya akan menyadari kesalahan dan akan tahu
dengan perbuatannya yang melanggar hukum yang berlaku di
Indonesia.
3. Program pembinaan pelatihan keterampilan bagi petugas dan
narapidana
Lembaga pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
dalam mewujudkan pembinaan narapidana telah melakukan upaya dan
usaha yang dibutuhkan. Dimana pelatihan keterampilan salah satu
diantaranya, program pelatihan keterampilan bagi narapidana yaitu
dalam bidang kerajinan tangan membatik sehingga setelah mereka
bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan sudah dibekali oleh keterampilan untuk membuat
hidupnya di masyarakat lebih baik.
Pelatihan keterampilan Lembaga Pemasyarakatan Natkotika Kelas
IIA Nusakambangan yang diberikan oleh petugas mendapat respons
positif dari narapidana dikarenakan hal ini dapat dilihat dari keseriusan
materi pelatihan kemudian mempraktekannya. Selain itu narapidana
berharap pembinaan keterampilan yang dipelajari di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan tersebut dapat
80
dijadikan bekal bekerja atau usaha di masyarakat. Namun maksud dari
keterampilan dalam tulisan ini adalah kemampuan narapidana untuk
memiliki kreasi, karya sehingga dengan karya tersebut dapat berdikari
dan mempunyai kepercayaan akan kemampuan berusaha menghidupi
dirinya dan keluarganya setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Pembinaan keterampilan diselenggarakan baik secara mandiri
seperti membatik dan kelompok seperti perkebunan dan peternakan
disesuaikan dengan kondisi dan toleransi masyarakat dan disesuaikan
bakat, keahlian dan kemampuan narapidana dalam pembinaan
keterampilan tersebut. Didalam pembinaan ini semua keterampilan
memiliki standar untuk mengikutinya, seperti membatik mempunyai
keahlian menggambar dan melukis, peternakan dan perkebunan tidak
mempunyai keahlian khusus dalam pembinaan tersebut.
D. Analisis Penulis
Dalam temuan ini penulis ingin melakukan analisis yang dapat
memberikan penjelasan yang lebih dalam tentang Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIA Nusakambangan, terkait dengan proses
pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yang mengacu pada
peraturan perundang-undangan baik secara umum ataupun secara khusus.
Peraturan-peraturan tersebut adalah Undang-Undang No 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 1999
tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan mempunyai tujuan agar setelah keluarnya
narapidana dari Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, narapidana
tidak mengulangi tindak pidananya. Namun kenyatannya sepanjang tahun
2018 telah terjadi pengulangan tindak pidana oleh narapidana Lembaga
81
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Berikut disajikan
dalam bentuk tabel :
No Jenis Tindak Pidana Ulang Jumlah
1 Pengedar/ Bandar Narkotika 11
2 Pemakai Narkotika 12
3 Teroris 2
Total 25
Sumber dari: Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan.
Dapat kita lihat terjadinya pengulangan tindak pidana yang
dilakukan oleh mantan narapidana sebanyak 25 kasus. Kasus pengulangan
tindak pidana berupa Pengedar atau bandar Narkotika sebanyak 11 kasus,
pemakai narkotika 12 kasus, dan terakhir teroris 2 kasus. Hal ini
menunjukan masih kurang efektifnya pembinaan yang dilakukan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan jika dikaitkan
dengan tujuan pembinaan yang mana salah satu tujuannya agar narapidana
tidak mengulai tindak pidananya setelah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
memiliki kapasitas 250 Orang Narapidana, namun data pada bulan Mei –
Juni 2018 total narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan 530 orang narapidana 88. Data tersebut memberikan
penjelasan bahwa telah terjadi kelebihan kapasitas (over capacity). over
capacity juga di ikuti dengan minimnya petugas yang hanya berjumlah 58
88 Sumber dari internet tanggal 17 Mei 2020
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/detail/monthly/upt/db60f9f0-6bd1-1bd1-f8ba-313134333039/year/2018
82
pegawai89 Besarnya jumlah narapidana yang ada berbanding terbalik
dengan jumlah pegawai berpengaruh terharap pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan.
Terdapat 25 yang melakukan tindak pidana ulang yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan. Hal ini
menunjukan kinerja para pembina yang belum maksimal dalam
melaksanakan Pembinaan yaitu narapidana tidak melakukan tindak pidana
ulang. Dalam hal ini perlu diperhatikan bagaimana kualifikasi oembina
yang melaksanakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan. Pelaksanaan program pembinaan juga harus
didukung sarana dan prasarana yang memadai dengan memperhatikan
faktor efektivitas pembinaan yang dijalankan dan ketercapaian bagi
narapidana. Hal ini perlu memperhatikan bagaimana pelaksanaan program
pembinaan dalam pembinaan kepada narapidana untuk mempersiapkan
para narapidana agar berani dan siap menyongsong masa depannya.
Kaitan Lembaga Pemasyarakatan dengan ta’zir sangat erat, karena
selain mempuyai tujuan yang sama dan cara penetapan hukumannya oleh
Ulul Amri, Lembaga Pemasyarakatan merupakan kelanjutan dari ta’zir.
Hal ini sejalan dengan Lembaga pemasyarakatan yang bertujuan
memberikan penjeraan dengan cara pembinaan bagi narapidana, sehingga
penjara bisa dikategorikan dalam ta’zir.
Prinsip penjatuhan ta’zir, ditujukan untuk menghilangkan sifat-
sifat mengganggu ketertiban atau kepentingan umum yang bermuara
kepada kemaslahatan umum. Dalam praktek penjatuhan hukuman,
hukuman ta’zir kadangkala dijatuhkan sebagai hukuman tambahan yang
menyertai hukuman pokok bagi jarimah hudud atau qishash diyat. Hal ini
bila menurut pertimbangan sidang pengadilan dianggap perlu untuk
89 Sumber dari internet tanggal 17 Mei 2020
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/sdm/detail/monthly/upt/db60f9f0-6bd1-1bd1-f8ba-313134333039/year/2018
83
dijatuhkan sebagai hukuman tambahan. Di samping hukuman ini, dapat
pula dikenakan bagi jarimah hudud dan qishash diyat yang karena suatu
sebab tidak dapat dijatuhkan kepada pelaku, atau karena adanya syubhat
baik dalam diri pelaku, korban atau tempat. Dalam hal ini keberadaan
sanksi ta‟zir menempati hukuman pengganti hudud atau qishash diyat.90
Implementasi dari Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan sudah diterapkan dan cukup baik meskipun ada beberapa
kendala dalam proses pembinaan tersebut. Kegiatan pembinaan yang
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan sangat efektif untuk mendorong para narapidana agar
setelah keluar dari lapas tidak mengulangi perbuatannya lagi dan siap
kembali ke masyarakat dengan bekal lebih baik yang sudah dibina di
dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika kelas IIA Nusakambangan.
Karena Lembaga Pemasyarakatan lebih mengutamakan pembinaan
daripada penyiksaan seperti yang diterapkan pada sistem penjara.
Pembinaan terhadap narapidana di setiap Lembaga Pemasyarakatan
tidaklah sama, karena kejahatan yang dilakukan narapidana di daerah-
daerah berbeda dan juga tergantung potensi Sumber Daya Manusianya.
Pembinaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan yang dilakukan
lebih mengutamakan pendidikan agama, akhlak serta moral dan tidak
terlepas juga dari pembinaan kemandirian seperti membatik, bertani dan
berternak.
Guna berhasilnya pembinaan, yang menentukan itu semua adalah
sikap dari narapidana sendiri. Sikap mental sangat penting untuk
menunjang berhasilnya pembinaan. Disini yang diperlukan adalah sikap,
kemauan dan tekad narapidana dalam menyadari dan menyesali perbuatan
jahatnya. Kemudian bertekad memperbaiki diri untuk kembali ke
masyarakat sebagai anggota masyarakat yang baik. Tidak sedikit
narapidana yang bertekad ingin merubah sikap, semua butuh proses yang
90 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 143
84
cukup berbeda dari tiap narapidana. Selain sikap dan kemauan narapidana,
maka untuk membangkitkan sikap itu diperlukan tenaga-tenaga pendidik
dan pembimbing yang cukup memadai dalam kualitas dan kuantitas, serta
penuh rasa pengabdian dan dedikasi yang tinggi. Peran penggawai Lapas
sangat dibutuhkan disini, karena cukup banyak membantu narapidana
merubah sikap dan tingkah laku menjadi lebih baik.
Juga keberhasilan pembinaan narapidana diperlukan adanya sarana
dan prasarana yang cukup dan tidak over kapasitas dengan daya ruang di
blok dengan penghuni Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan cukup kurang akan
lahan sarana dan prasarana tetapi dengan keterbatasan tersebut tidak
membuat program-program pembinaan dihentikan, melainkan sebagai
acuan untuk narapidana supaya menjadi lebih baik. Semua sudut tempat di
area Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
sudah dimaksimalkan dengan cukup baik seperti bengkel membatik,
tempat berternak unggas dan hewan lainnya, serta pertanian yang menjadi
sumber lahan utama di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan narapidana pada
program pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas IIA Nusakambangan sangat diperlukan, selain untuk
mengembangkan potensi, ini juga mengasah bakat dan minat narapidana
setelah menyeselesaikan masa pidananya di lembaga pemasyarakatan.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan perumusan masalah, maka dapat diambil
kesimpulan dari sebagai berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pembinaan terhadap
narapidana meliputi faktor yang mendukung program pembinaan yaitu
adanya kemauan individu narapidana untuk mengikuti program
pembinaan, adanya kerjasama dengan intansi pemerintah yang lain,
adanya dorongan dari pihak keluarga, petugas pemasyarakatan dan
penasehat hukum. Faktor penghambat yang mempengaruhi efektivitas
pembinaan narapidana adalah antusias warga binaan yang masih rendah
untuk mengikuti program pembinaan, over capacity/terlalu penuhnya
warga binaaan didalam lembaga pemasyarakatan yang mengakibatkan
pembinaan kurang intensif.
2. Di dalam hukum Islam, penjara atau Lembaga Pemasyarakatan sama
halnya dengan ta’zir, Ta’zir yaitu menolak dan mencegah kejahatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-pronsip dan tujuan syari’ah,
seperti melanggar peraturan lalu lintas, merusak lingkungan hidup dan
lain-lain. Pada masa Rasulullah, ta’zir atau pidana penjara dilakukan
dengan cara mengasingkan dari mayarakat ke suatu tempat yang tidak ada
penghuninya. Sedangkan pada masa sekarang, yaitu dengan
mengasingkan terpidana dari masyarakat ke Lembaga Pemasyarakatan.
Walaupun prakteknya sama antara masa Rasulullah dengan masa
sekarang, namun efek jera yang diberikan lebih baik pada masa
Rasulullah. Dalam hukum Islam penjara atau Lembaga Pemasyarakatan
disebut juga dengan ta’zir. Menurut Dr. Musthafa al-Rafi’I, ta’zir adalah
hukuman yang ukurannya tidak dijelaskan oleh nash syara’ dan untuk
menentukannya diberikan pada waliy al-amri dan qadli. Hal ini sejalan
dengan Lembaga Pemasyarakatan yang bertujuan memberikan penjeraan
86
dengan cara pembinaan bagi narapidana, sehingga pejara bisa
dikategorikan dalam ta’zir. Tinjauan hukum Islam sejalan dengan konsep
dari Undang-UndangNo. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
tujuannya membuat narapidana menyadari kesalahannya, hanya prosesnya
saja yang berbeda antara masa Rasulullah dan sahabat dengan masa
sekarang.
B. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
peneliti mencoba menyampaikan beberapa saran yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai berikut:
1. Dalam proses pembinaan yang ada diharapkan sarana maupun prasarana
pembinaan yang ada ditambah sehingga pembinaan dapat dilakukan lebih
maksimal dan efektif.
2. Kurangnya tenaga pembinaan berlangsung ada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang kurang memperhatikan sebaiknya ditegur secara
langsung sehingga pembinaan yang dilakukan akan lebih efektif.
3. Pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan untuk lebih mengedepankan pembinaan kesadaran
beragama. Pembinaan kesadaran beragama harus lebih diintensifkan
sehingga Warga Binaan Narapidana dapat menyadari kesalahannya atau
bertaubat, hal ini sejalan dengan konsep hukum Islam.
87
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia.
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Arief, Barda Nawasi, Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2008.
Asshidqie, Jimly, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi tentang Bentuk-
Bentuk Hukum Pidana Dalam Tradisi Fiqih dan Relevansinya bagi Usaha
Pembaharuan KUHP Nasional, Bandung: Penerbit Aksara.
As-Syawkani, Imam, Fathul Qadir, IV, cet-4, Beirut-Libanon, 2007.
Atmasasmita, Romli, Beberapa Catatan Isi Naskah RUU Pemasyarakatan,
Bandung: Rineka, Bandung,1996.
Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri' al-Jina'I al-Islamiy Muqaranan bil Qanun
Wad'iy, Penerjemah Tim Tsalisah. Hukum Pidana Islam, Bogor: PT
Kharisma Ilmu.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Chois, Nasir, Fiqh Jinayat, Pekanbaru: Suska Press, 2008.
Dahlan, M.Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah Ilmiah seri Intelectual, Surabaya:
Target Press, 2003.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta, 2008
Dipradja, Achmad S Soema dan Romli, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia,
Bina Cipta 1979.
Dzajuli, Ahmad, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam),
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2012.
88
HS, H. Halim, dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: Pradya
Pramita.
Hs, C.I.Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Djambatan, 1995.
Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyah, Maktabah Ibn Dar Qutaibah-Kuwait, 1989.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,
Jakarta: Sinar grafika, 2004.
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1976.
Rafi’i, Musthafa, Ahkam al-Jara'im fi al-Islam, al-Qishash wa al Hudud wa at-
Ta'zir, t. tempat: al-Dar al-Afriqiyah al-'Arabiyyah, 1996.
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
Simon R, A. Josias dan Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia, Bandung: Lubuk Agung, 1990.
Soedjono, Kisah Penjara-Penjara di Berbagai Negara, Bandung: Alumni, 1992.
Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Rajawali Press, 1986.
--------------, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung : CV. Ramadja
Karya, 1988.
-------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumnni.
Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011.
Sumber Perundangan-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
89
PP 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan
Sumber Skripsi
Alviani, Ni Made Destriana, “Efektifitas Lembaga Pemasyarakatan Dalam
Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Denpasar”,
Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2015.
Putra, Ricki Aditya, “Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan
Narapidana Penyalahgunaan Narkotika Studi Di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II a Sragen” Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2013.
Sumber Jurnal
Sayuti, Hendri, dan M. Alawi, Efektifitas Pembinaan Bagi Narapidana Pada
Lembaga Pemasyarakatan Kota Pekanbaru Ditinjau Dari Hukum Islam,
Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013.
Interview
Interview Pribadi dengan Bapak Herman Mulawarman, Amd.IP, S.Sos, Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 3 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Aris Supriyadi, Amd.IP, SH, M.Si, Kepala
Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Tri Eko Waluyo Adi Kepala Subbag Tata Usaha
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Purwadi, SH, Kepala Seksi Kegiatan Kerja
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Tarmono, SH, Kepala Seksi Admnistrasi Kamtib
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 03 April 2018
90
Interview pribadi dengan Bapak Agus Surya Anindhita, Amd.IP, Kepala Seksi
Binadik Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Puji Usman Nuryadin, SH, Kepala Kasbsie
Bimker dan Lolahaker Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Ubaid Ikhsan maarif, SE, Kasubsie
Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan, Nusakambangan, 03 April 2018
Interview pribadi dengan Bapak Tarmono, SH, Kepala Seksi Admnistrasi Kamtib
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan,
Nusakambangan, 03 April 2018
Internet
Awaludin, Hamid, dalam kata sambutan peresmian LAPAS Terbuka Jakarta,
dikutip dari http://www.Kompas.co.id/news/16/05/06, diakses pada
Tanggal 26 April 2017.
91
LAMPIRAN
92
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK MENGETAHUI PROGRAM
PEMBINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS
IIA NUSAKAMBANGAN
Biodata Informan
Nama : Aris Supriyadi, Amd.Ip, SH, M.Si
Jabatan : Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
Pelaksanaan wawancara : 2 Mei 2018
1. Apakah tujuan dari pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang
terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan?
Untuk memberikan bekal ilmu kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar
memahami ilmu yang didapat, sehingga nanti dapat diterapkan didalam
kehidupan bermasyarakat dan selesai masa pidananya.
2. Sejak kapan program pembinaan bagi Narapidana diselenggarakan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan?
Sejak narapidana telah menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dan dimulai dengan tahap awal
(masuk s/d 1/3 masa pidana)
3. Apa saja program pembinaan yang telah di terselenggara di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan sejak berdirinya
hingga sekarang?
Pembinaan terdiri dari dua yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan
kemandirian
4. Apa tujuan dan latar belakang pemilihan program pembinaan yang
sekarang di selenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan?
93
Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia
sutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat.
5. Adakah kerja sama dengan pihak luar Lemabaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dalam menyelanggarakan program
pembinaan?
Kerjasama dengan Instansi Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap,
polisi sektor kota cilacap, Rumah Produksi Batik Anto Djamil Banyumas
Jawa Tengah, Hotel dafam Cilacap, pihk otoritas bandara tunggul wulung
cilacap, dan Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) PD Cilacap.
6. Apakah ada seleksi atau proses bagi Narapidana yang mengikuti program
Pembinaan?
Seleksi termasuk dalam tahap awal pembinaan dimana kegiatan ini
bertujuan untuk menyelesaikan untuk mengelompokan Warga Binaan
Pemasyarakatan yang sama menjadi satu, kegiatan ini menjadi penting
untuk dilakukan sehingga kegiatan pembinaan yang kelak dilakukan dapat
teratur dan terarah.
7. Siapa yang melakukan evaluasi pertama pembinaan?
Semua pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Nusakambangan turut serta mengevaluasi pertama pembinaan.
8. Apa yang menjadi hambatan dari pelaksanaan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan?
Motivasi tiap Warga Binaan Pemasyarakatan yang rendah, rasa malas
yang tinggi, keinginan menjadi lebih baik rendah.
9. Apa solusi yang ditawarkan oleh lembaga pemasyarakatan untuk
mengatasai hambatan tersebut?
Memberi motivasi, agar apa yang telah didapat di dalam lapas dapat
menjadi bekal di kemudian hari setelah lepas dari masa pidananya.
10. Bagaimana hasil dari pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut?
94
Hasilya warga binaan tidak merasa jenuh selama di Lembaga
Pemasyarakatan karena disibukan dengan program pembinaan yang
tersedia di sini dan menjadikan warga binaan pemasyarakatan tetap sehat
dan bersih selama disini serta pola pikir dan tingkah laku yang terarah dan
lebih dari sebelumnya.
95
Transkip Wawancara Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan
Biodata Informan
Narasumber : DW
Usia : 40 Tahun
Pelaksanaan Wawancara : 3 Mei 2018
1. Sudah berapa lama bapak AW berada di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan?
Saya disini sudah dari tahun 2012 mas, tepatnya akhir tahun bulan
desember, lupa lebih pasti tanggalnya dan seingetnya bulan maret di tahun
201
2. Program pembinaan apa saja yang bapak ikuti di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan?
Saya ingin ikut yang membatik, tetapi saya di anjurkan oleh pegawai/staff
ke peternakan dan pertanian, karena saya tahap seleksi membatik tidak
masuk dan seperti tidak lancar atau tidak berbakat di menggambar dan
melukis dikain.
3. Apakah bapak menguasai bidang peternakan dan pertanian di Lembaga
pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan?
Ya, saya sebelumnya tidak paham dengan peternakan Mas, karena saya
tinggal diperkotaan sebelumnya dan tidak pernah kenal yang namanya
peternakan dan pertanian secara detail. Saya sangat dibantu oleh program
tersebut sehingga akhirnya saya bisa bertani dan berternak. Saya sangat
dibantu menguasai memelihara hewan seperti ayam, bebek dan lain-lain,
saya juga senang akhirnya saya tau bercocok tanam, menanam padi, dan
cara mencari karet dari pohonnya langsung.
96
4. Apa pekerjaan bapak sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Nusakambangan dana apakah ada korelasi dengan
jenis pembinaan yang bapak ikuti di Lapas Narkotika Nusakambangan?
Karyawan swasta mas, ya sebenenrya tidak ada kaitannya tetapi program
tersebut sudah diwajibkan semua narapidana disini mengikutinya.
5. Apa manfaat dari pembinaan kepribadian dan kemandirian di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan yang bapak dapat
rasakan?
Banyak banget manfaat keuntungan yang saya dapatkan dari program
pembinan maupun program pembinaan kemandirian, saya bisa menjadi
lebih rajin ibadah shallat 5 waktu dan mengaji dengan teman-teman napi
lainnya, saya bisa mengasah bakat saya menjadi lebih kreatif yang
sebelumnya saya tidak tau tentang ilmu tersebut ( peternakan dan
pertanian).
Banyak sebenernya manfaat nya, saya bisa menjadi pribadi yang lebih
baik Insha Allah, dan saya menjadi lebih kreatif dalam program
pembinaan yang telah ditawarkan oleh Lapas Narkotika Nusakambangan.
6. Kekurangan apa saja yang menurut bapak di Lapas Narkotika tentang
Pembinaan menurut Bapak?
Kekurangan menurut saya ya hanya kurang banyak saja program yang
disediakan di lapas, terlebih saya sebelumnya karyawan swasta, dan untuk
pembinaan kepribadian menurut saya sudah sangat baik, saya bisa menjadi
pribadi yang lebih mengenal agama lebih dalam dan berwawasan luas.
7. Apakah setelah selesai menjalankan masa pidananya di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Nusakambangan akan mencoba
membuka usaha sesuai dengan bidang program pembinaan yang di ikuti?
Kurang tau kalo itu mas, saya ingin kembali ke pekerjaan lama saja
sepertinya. Tapi tidak menutup kemungkinan saya akan membuka usaha
sendiri kelak mas kalau sudah ada modal yang terpenting kan kembali ke
keluarga saya, saya kangen dengan mereka.
97
8. Apa kesan dan pesan untuk Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan?
Kesan dan pesan saya sederhana, program pembinaan ditambah lagi agar
naripadana bisa sibuk di dalam Lembaga Pemasyarakata Narkotika Kelas
IIA Nusakambangan dan tidak suntuk karena kalau suntuk pikiran jadi
macam-macam mas, jadi lapas sebaiknya memberi program pembinaan
diperbanyak, pesan dari pribadi saya mas.