modul pemasyarakatan

Upload: westhoeta

Post on 02-Mar-2018

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    1/47

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Pendahuluan

    Kementerian Hukum dan HAM sebagai payung sistem

    pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan

    agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak

    pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan

    masyarakatnya, kembali berperan dalam pembangunan serta hidup secara

    wajar sebagai warga negara.

    Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01

    Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan

    HAM RI memiliki 11 unit kerja setingkat eselon I sehingga dengan demikian

    Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki pula jumlah kompetensi teknis

    dan fungsional yang beragam. Salah satu unit kerja Kementerian Hukum

    Hukum dan Ham adalah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, merupakan

    satu unit pelayanan publik yang dilaksanakan di wilayah yang

    diintegrasikan dalam satu devisi Pemasyarakatan dan sebagai ujung

    tombaknya pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang terdiri

    dari Rumah Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Balai

    Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara

    (Rupbasan)

    Tahapan pelayanan yang ada di jajaran pemasyarakatan dimulai

    pada pada tahap adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui Balai

    Pemasyarakatan berperan dalam memberikan pertimbangan berdasarkanpenelitian kepada pengadilan. Penelitian kemasyarakatan (Litmas) oleh

    Bapas diharapkan dapat memberi gambaran yang objektif tentang latar

    belakang suatu peristiwa terjadi. Diharapkan setelah itu, pengadian dapat

    memberikan keputusan yang tepat. Sementara pada tahap pre-adjukasi

    dan adjudikasi ini, Rupbasan juga berperan dalam melindungi hak atas

    benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam

    pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    2/47

    2

    pengadilan. Rupbasan dalam hal ini berperan dalam menjamin

    keselamatan dan keamanan barang yang dimaksud. Sementara itu, pada

    tahap post adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui UPT Lapas

    berperan dalam memberikan pembinaan untuk melindungi hak asasi

    narapidana. Pembinaan dalam hal ini menjadi pencegah terjadinya

    prisonisasi (proses pembelajaran dalam kultur penjara) yang justru dapat

    membuat kondisi seseorang (narapidana) lebih buruk dari pada sebelum ia

    masuk ke dalam Lapas.

    Melalui modul ini diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan

    keterampilan Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan

    fungsinya secara baik dan benar sehingga keberadaan UPT

    Pemasyarakatan pada umumnya dapat bekerja secara maksimal.

    B. Deskripsi Singkat

    Modul ini menjelaskan pengertian dan ruang lingkup

    pemasyarakatan sebagai organisasi termasuk berbagai bentuk pelayanan

    publik baik yang disediakan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)

    Pemasyarakatan yang mencakup Rutan, Lapas, Bapas, dan Rupbasan

    C. Hasil BelajarSetelah membaca modul ini peserta diklat mampu memahami,

    menjelaskan, dan menerapkan pemahaman pelayanan publik yang

    disediakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang terintegrasi pada

    UPT Pemasyarakatan .

    D. Indikator Hasil Belajar

    Indikator-indikator hasil belajar adalah:

    1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian, ruang lingkup,dan sasaran strategis bidang pemasyarakatan

    2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan proses pelayanan yang

    ada di UPT Pemasyarakatan

    3. Peserta mampu mengaplikasikan sesuai tugas dan fungsinya di tempat

    kerja.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    3/47

    3

    E. Materi Pokok

    1. Eksistensi Pemasyarakatan dan Ruang lingkup sistem

    pemasyarakatanan

    2. Kelembagaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

    3. Sasaran strategis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

    4. Jenis dan prosedur pelayanan UPT Pemasyarakatan

    F. Manfaat Hasil Belajar

    Berbekal hasil belajar pada modul ini, peserta diharapkan mampu

    menerapkan pemahaman tugas dan fungsi pemasyarakatan yang ideal

    guna peningkatan berdasarkan substansinya.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    4/47

    4

    BAB II

    EKSISTENSI DAN RUANG LINGKUP PEMASYARAKATAN

    Setelah mempelajari bab ini, peserta didik diharapkan memahami sejarahpemasyarakatan, berbagai definisi yang terkait dengan tugas bidang

    pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

    A. Sejarah Singkat Pemasyarakatan

    1. Pemidanaan Masa Penjajahan

    Dalam sejarahnya pemasyarakatan yang waktu lebih dikenal

    dengan pemidaan tidak dapat dilepaskan dari proses dan tujuan

    pemidanaan masa penjajahan Belanda dan masa-masa awal Indonesia

    merdeka. Sebagai negara yang pernah dijajah, sistem hukum Indonesia

    sangat dipengaruhi oleh Belanda, demikian pula sistem pemidanaannya.

    Hal ini terlihat dengan jelas dalam bentuk Kitab Undang-Undang Hukum

    Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan Belanda. KUHP yang

    disebut dengan Wetboek van Strafrecht voor de Inlenders in

    Nederlandsch Indie ini telah ditetapkan Belanda sejak tahun 1872.

    Ketentuan Kitab tersebut berIsikan dari jenis pidana utama bagi pribumi

    adalah pidana kerja, selain juga pidana mati dan denda. Pidana kerja ini

    dibagi menjadi pidana kerja paksa dan pidana dipekerjakan. Dalam

    kenyataannya, pidana kerja paksa ini identik dengan pembuangan

    karena pelaksanaannya dilakukan di luar dari daerah tempat keputusan

    pengadilan pertama dijatuhkan.

    Tahun 1905 muncul kebijakan baru. Jika sebelumnya terpidana

    kerja paksa di tempatkan jauh dari daerah asalnya, dengan kebijakan baru

    ini kerja paksa dilakukan dalam lingkungan tembok penampungan

    terpidana. Alasan munculnya kebijakan baru ini adalah kurangnya

    kegunaan pidana kerja paksa yang dilakukan sebelumnya, serta atas

    alasan tidak adanya pengawasan yang efektif (dengan munculnya

    pelarian dan pekerja yang bermalasan. Perubahan dengan alasan ini

    dianggap dapat memenuhi sifat membuat takut dari pidana penjara.

    Dalam kebijakan ini dilakukan pengkonsentrasian para terpidana kerja

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    5/47

    5

    paksa pada pusat-pusat penampungan wilayah, disebut penjara-penjara

    pusat, yang juga difungsikan untuk menampung tahanan, sandera, dan

    lainnya.

    Untuk para terpidana kerja paksa inilah didirikan bangunan-

    bangunan penjara yang menampung mereka pada malam hari.

    Pemisahan terpidana dalam penjara ini tidak dilakukan. Perlakuan

    terhadap terpidana sangat tidak manusiawi. Sementara untuk terpidana

    yang berasal dari kalangan Eropa sendiri, didirikan tempat pelaksanaan

    pidana khusus yang disebut sebagai Centrale Gevangenis voor

    Europeanen (Penjara Pusat untuk Orang-orang Eropa) Jurnatan yang

    berada di Semarang. Berbeda dengan bangunanbangunan penjara

    untuk pribumi yang dipidana kerja paksa, bangunan penjara Jurnatan

    inilah bangunan pertama yang memang difungsikan khusus untuk tempat

    pelaksanaan pidana di Indonesia.

    Setelah ditetapkannya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch

    Indie (sekarang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

    tanggal 15 Oktober 1915 (diberlakukan tanggal 1 Januari 1918), tidak

    dikenal lagi adanya pidana kerja, namun diganti dengan pidana hilangkemerdekaan. Bersamaan dengan diberlakukannya Wetbuk van

    Strafrecht ini diberlakukan pula Gestichten Reglement Staatsblad

    (Reglemen Penjara) 1917. Perubahan ini tidak terlalu menemukan

    kesulitan karena para terpidana kerja paksa sebelumnya juga sudah

    dikonsentrasikan di penjara-penjara sentral untuk merampas kebebasan

    bergeraknya. Pelaksanaan Reglemen Penjara ini baru benar-benar

    dilakukan sesudah tahun 1920, ketika digantinya sistem Penjara-PenjaraSentral dengan Sistem Penjara Pelaksana Pidana. Bersamaan dengan

    perubahan ke sistem Penjara Pelaksana Pidana ini, ditetapkan pula

    Rumah Tahanan untuk menampung orang-orang yang masih dalam

    proses pengadilan.

    Salah satu keinginan dari Hijmans, Kepala Urusan Kepenjaraan

    Hindia-Belanda, dalam pelaksanaan Sistem Penjara Pelaksana Pidana

    tahun 1921 adalah dilakukannya reformasipenjara yang memberikan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    6/47

    6

    perhatian kepada terpidana anak dan pengklasifikasian terpidana dewasa.

    Menurutnya, untuk anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun

    ditempatkan di rumah pendidikan. Keinginan Hijmans ini disetujui

    pemerintah Hindia- Belanda saat itu dengan ditetapkannya bangunan

    penjara lama di Madiun sebagai rumahpenjara perbaikan untuk anak-

    anak terpidana laki-laki di bawah umur 19 tahun. Rumah penjara khusus

    untuk anak di Madiun ini merupakan penjara pertama untuk orang-orang

    Indonesia yang difungsikan sebagai pelaksana pidana. Satu pemikiran

    Hijmans lainnya terkait dengan kepentingan anak yang juga sangat maju

    saat itu adalah wacana penempatan anak di luar penjara dengan syarat

    (probation) serta keharusan untuk selalu mendahulukan penyelesaian

    perkara anak.

    Pada masa pendudukan Jepang, struktur organisasi kepenjaraan

    dan bentuk-bentuk perlakuan terhadap terpidana tidak jauh berbeda

    dengan yang telah diterapkan oleh Belanda. Meskipun secara teoritis

    Jepang sudah berfikir untuk melakukan reformasi dan rehabilitasi

    terhadap terpidana. Jepang juga melakukan pendidikan bagi petugas-

    petugas kepenjaraan. Namun dalam kenyataannya perlakuan terhadapterpidana selama pedudukan Jepang justru merupakan memori buruk bagi

    bangsa Indonesia. Perlakuan yang tidak lebih sebagai eksploitasi atas

    manusia untuk kepentingan perang Jepang saat itu.

    2. Pemidanaan Masa Indonesia Merdeka (1954-1963)

    Pemidanaan pasca kemerdekaan pada dasarnya dapat dibagi

    menjadi dua bagian, yaitu periode sebelum dan sesudah munculnya

    Pemasyarakatan sebagai model pemidanaan di Indonesia. Adapunmomentum awal kebijakan kepenjaraan di Indonesia terjadi sekitar dua

    bulan setelah kemerdekaan, tepatnya saat dikeluarkannya Surat Edaran

    pertama dari Menteri Kehakiman RI pertama, Mr.Dr.Supomo, nomor

    G.8/588 tanggal 10 Oktober 1945. Edaran ini berisi penegasan bahwa

    semua penjara telah dikuasai oleh RI sehingga perintah-perintah terkait

    kepenjaraan harus berasal dari Menteri Kehakiman atau dari Mr. RP

    Notosusanto sebagai Kepala Bagian Urusan Penjara. Selain itu, edaran ini

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    7/47

    7

    juga menekankan perbaikan dalam perlakuan terhadap terpidana, seperti;

    mengutamakan kesehatan terpidana khususnya kecukupan makanan,

    pemberian pekerjaan yang bermanfaat bagi perubahan perilaku terpidana,

    serta perlakuan yang harus manusiawi dan adil.

    Pada 26 Januari 1946, Kepala Bagian Urusan Penjara

    mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa Reglemen Penjara

    1917 masih dinyatakan berlaku, meskipun dilakukan sedikit perubahan

    dalam hal pengurusan dan pengawasan terhadap penjara penjara.Tahun

    1947, melalui surat edaran Nomor G.8/290 dinyatakan bahwa dalam

    proses pemindahan terpidana sedapat mungkin dilakukan tanpa harus

    berjalan kaki dan dibelenggu. Pada tahun yang sama melalui edaran

    nomor G.8/437 diinstruksikan agar dibentuknya bagian pendidikan dalam

    tata laksana kepenjaraan. Baik pendidikan untuk terpidana maupun untuk

    pegawai yang saat itu masih banyak yang buta huruf. Sementara itu,

    melalui edaran nomor G.8/1510 tahun 1948, Kepala Jawatan Kepenjaraan

    menginstruksikan agar dilakukan pemisahan yang ketat antara pelanggar

    hukum anakanak dengan dewasa serta instruksi untuk menunjuk pegawai

    khusus untuk pendidikan dan perawatan anak-anak terpenjara. Padaperiode 1946-1948 muncul pula kebijakan untuk melakukan diversi

    (langkah untuk menjauhkan pemrosesan perkara pidana secara formal)

    untuk kasus-kasus yang sebelumnya dipidana penjara, seperti mengemis.

    Pada periode ini pula ditetapkan pemberian remisi (pemotongan masa

    pidana) setiap tanggal 17 Agustus.

    Langkah maju lainnya dalam kebijakan pemenjaraan pasca

    kemerdekaan Indonesia adalah munculnya edaran nomor J.H. 1.3/17/35tahun 1952 tentang pedoman penempatan terpidana berdasarkan jenis

    kejahatan, lama pidana, status pendidikan, batas umur, jenis kelamin,

    status sosial, serta pemindahan terpidana dengan sisa pidana 3 (tiga)

    bulan ke penjara tempat asalnya agar dekat dengan keluarganya. Tahun

    1952 juga merupakan tahun penyelenggaraan pertama kursus pengurus

    penjara. Sementara itu, tahun 1953 melalui edaran Kepala Jawatan nomor

    J.H. 3.18/4/33, dilakukan upaya memperoleh datadata tentang terpidana

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    8/47

    8

    tertentu mengenai latar belakang perbuatannya, kemungkinan-

    kemungkinan untuk perbaikannya, cara-cara perlakuan yang sesuai, dan

    lainnya. Pada tanggal 6 Februari 1956 muncul pula pernyataan bersama

    antara antara Kementrian Sosial, Jawatan Kepenjaraan, Jawatan

    Pendidikan Masyarakat, Jawatan Penempatan Tenaga, dan Kantor Pusat

    Jawatan Penerangan Agama, tentang nasib bekas terpidana. Salah satu

    kesepakatan yang diambil adalah tetap merahasiakan status bekas

    terpidana

    Tepatnya tanggal 20-24 Juli 1956, diselenggarakan Konferensi

    Dinas Kepenjaraan Kedua di Sarangan yang menghasilkan munculnya

    pemikiran tentang tujuan dari pemidanaan, yaitu mengembalikan

    terpidana ke masyarakat sebagai seorang anggota yang bergunadan tidak

    melakukan lagi pelanggaran terhadap tata hukum masyarakat. Dalam hal

    ini dipahami pula bahwa dalam mewujudkan proses pemberantasan

    kejahatan yang dimulai dari saat penangkapan oleh polisi sampai dengan

    kembalinya pelanggar hukum ke tengah masyarakat diperlukan bantuan

    penuh dari masyarakat dan instansi lain yang bersangkutan. Pengaruh

    dari konferensi Sarangan ini adalah mulai diikut sertakannya terpidanatertentu dalam aktivitas-aktivitas yang berlangsung di tengah masyarakat.

    Pada periode ini, tujuan pemidanaan secara konseptual disebut dengan

    resosialisasi. Dalam perkembangannya, pengaruh pemikiranpemikiran

    dalam kriminologi pada tahun 1960-an menciptakan pergeseran dalam

    pandangan terhadap kejahatan yang lebih memperhatikan aspek

    lingkungan kehidupan pelaku kejahatan. Sebelumnya perhatian lebih

    banyak diberikan pada aspek individu pelaku kejahatan itu sendiri.3. Munculnya Pemasyarakatan Hingga Kini

    Konsep Pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal

    pertama kali oleh Sahardjo SH saat pemberian gelar Doktor Honoris

    Causa dalam bidang Ilmu Hukum kepada dirinya oleh Universitas

    Indonesia tanggal 5 Juli 1963. Saat itu, beliau adalah Menteri Kehakiman

    Republik Indonesia. Di dalam pidatonya, Sahardjo menjelaskan bahwa

    tujuan dari pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    9/47

    9

    terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, (juga ditujukan

    untuk) membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi

    seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Secara

    singkat tujuan ini disebutnya sebagai Pemasyarakatan. Dalam beberapa

    diskusi yang dilakukan setelah itu oleh Sahardjo dengan Bahrudin

    Suryobroto disepakati bahwa konsep pemasyarakatan ini berkembang

    lebih jauh dari apa yang telah dianut sebelumnya sebagai tujuan

    pemidanaan, yaitu resosialisasi. Dalam hal ini tidak lagi memandang

    terpidana sebagai semata-mata sebagai manusia yang tidak lengkap

    sosialisasinya.

    Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang, Bandung, tanggal

    27 April hingga 7 Mei 1964, menghasilkan kesepakatan bahwa

    Pemasyarakatan bukan hanya tujuan dari pidana penjara, melainkan

    suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan

    kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu terpidana dan

    masyarakat, yang dapat dicapai melalui sebuah proses di mana terpidana

    turut serta secara aktif. Dalam hal inilah Pemasyarakatan berbeda dengan

    Resosialisasi yang lebih menekankan aspek individu terpidana bukanpada aspek integrasinya kembali dengan masyarakat. Konferensi ini dapat

    dikatakan bentuk komitmen pelaksanaan Pemasyarakatan

    Pasca munculnya Pemasyarakatan pada tahun 1964 ini, diperlukan

    waktu lebih dari 30 tahun hingga Indonesia memiliki Undang-Undang

    khusus tentang Pemasyarakatan. Sebelum adanya UU Nomor 12 Tahun

    1995 tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pidana pemenjaraan di

    Indonesia masih menjadikan reglemen penjara sebagai pedoman. Halini di satu sisi tidak mengundang masalah karena secara prinsip (filosofis)

    telah ada komitmen besar untuk pemasyarakatan yang jauh berbeda

    dengan filosofi pemenjaraan. Namun di sisi lain, lamanya rentang waktu

    untuk dibuatnya UU khusus tentang Pemasyarakatan memperlihatkan

    lemahnya perhatian proses politik, di legislatif dan eksekutif.

    Dalam perkembangannya, Pemasyarakatan sebagai sistem telah

    didukung oleh sejumlah momentum parsial, seperti munculnya kebijakan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    10/47

    10

    struktural untuk pengkhususan penanganan narapidana anak. Sejak bulan

    November 1966, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membawahi dua

    direktorat, yaitu Direktorat Pemasyarakatan dan Direktorat Bimbingan

    Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Hal ini menunjukkan

    bahwa dari awalnya Pemasyarakatan telah memiliki komitmen untuk

    membedakan perlakuan antara narapidana anak dengan dewasa.

    Komitmen ini bahkan berimplikasi pada aspek struktur organisasional.

    Hanya saja, pengalaman kekinian dari Pemasyarakatan memperlihatkan

    masih terbengkalainya upaya perlakuan khusus bagi narapidana anak.

    Meskipun sudah didirikannya Lapas khusus anak, namun pada struktur

    Direktorat tidak ada unit khusus yang difungsikan untuk itu. Selama ini

    penanganan narapidana anak berada di bawah Direktorat Pembinaan

    Kemasyarakatan, namun tidak ada seksi khusus.

    B. Ruang Lingkup Pemasyarakatan

    1. Berbagai Pengertian Bidang Pemasyarakatan

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

    Pemasyarakatan terdapat berberapa pendefinsian berkaitan dengan tugas

    pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:a. Pemasyarakatan

    Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga

    Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan

    dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem dalam

    tata peradilan pidana

    b. Sistem Pemasyarakatan

    Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah danbatas serta cara pembinaan pembinaan WBP berdasarkan Pancasila

    yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan

    masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup WBP agar menyadari

    kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana

    sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat

    aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai

    warga negara yang baik dan bertanggungjawab

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    11/47

    11

    c. Lembaga Pemasyarakatan

    Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk

    melaksanakan pembinaan Narapida dan Anak Didik Pemasyarakatan.

    Juga sebagai bagian dari tata peradilan pidana yang menyangkut

    pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara

    terpadu dengan tujuan agar mereka selama menjalani masa tahanan

    dan terutama setelah selesai menjalani pidana atau putusan

    pengadilan berupa tindakan dapat menjadi warga masyarakat yang

    baik dan berguna. Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk

    melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan

    sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian

    akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Pasal 1

    angka 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

    Pemasyarakatan).

    d. Balai Pemasyarakatan (Bapas)

    Balai Pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan Bimbingan

    Klien Pemasyarakatan

    e. Pembimbing KemasyarakatanPembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak

    hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan,

    pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di

    dalam dan di luar proses peradilan pidana.

    f. Rumah Tahanan Negara (Rutan)

    Rumah Tahanan Negara adalah tempat pelaksanaan teknis dibidang

    penahanan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan danpemeriksaan di sidang Pengadilan yang berada dibawah dan

    bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Departemen

    Kehakiman.

    g. Rumah Penyimpangan Barang Sitaan/Barang Rampasan negara

    (Rupbasan)

    Rupbasan adalah tempat penitipan barang sitaan sebagai sebagai

    barang bukti dalam persidangan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    12/47

    12

    h. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

    WBP adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien

    Pemasyarakatan

    i. Terpidana

    Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan

    pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

    j. Narapidana

    Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang

    kemerdekaan di Lapas

    k. Anak Didik Pemasyarakatan

    Anak Didik Pemasyarakatan terbagi atas :

    1) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

    menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18

    (delepan belas) tahun

    2) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

    diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas

    Anak paling lama sampai lama sampai berumur 18 (delapan belas)

    tahun3) Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

    memperoleh memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di

    Lapas Anak paling lama sampai berumur (delepan belas) tahun

    4) Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang dalam bimbingan

    Bapas.

    2. Kelembagaan Pemasyarakatan

    Penyelenggaraan kegiatan Pemasyarakatan dalam strukturbirokrasi Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh tiga jenjang,

    pertama oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, kedua oleh Kantor

    Wilayah Departemen Hukum dan HAM melalui Kepala Divisi

    Pemasyarakatan dan ketiga oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang

    terdiri dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan),

    Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    13/47

    13

    Negara (Rupbasan). Aturan mengenai organisasi dan tata kerja dari

    ketiga jenjang tersebut adalah sebagai berikut:

    a. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal

    Pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Ham R.I

    Nomor: M.09-PR.07.10 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata

    Kerja Departemen Hukum Dan HAM R.I

    b. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah

    Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Menteri Hukum

    Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M 01.PR.07.10

    Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah

    Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    c. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Lembaga

    Pemasyarakatan diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman

    Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang

    Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan

    d. Ketentuan mengenai Organisasi dan Tata Kerja Balai

    Pemasyarakatan diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman

    Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 Tentang

    Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

    M.02.PR.07.03 Tahun 1987 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai

    Bimbingan Kemasyarakatan Dan Pengentasan Anak

    e. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Rumah Tahanan

    Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara diatur dalam

    Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

    M.04.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata KerjaRumah Tahanan Negara Dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan

    Negara

    C. Sistem Pemasyarakatan Indosnesia

    Sistem Pemasyarakatan bagi publik lebih identik dengan penjara

    atau pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kenyataannya,

    tugas pokok dan fungsi Sistem Pemasyarakatan juga mencakup pelayanan

    terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    14/47

    14

    pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan klien

    pemasyarakatan. Oleh karenanya, sub-sub sistem dari Sistem

    Pemasyarakatan (yang kemudian disebut Unit Pelaksana Teknis

    Pemasyarakatan) tidak hanya Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan

    pembinaan, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan

    tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan

    barangbarang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta

    Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien

    pemasyarakatan

    Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka

    membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia

    seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi

    tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,

    dapat berperan aktif dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar

    sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

    Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan

    pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat,

    sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yangbebas.

    1. Filosofi Pemasyarakatan

    Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang

    sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan),

    Deterrence (penjeraan), dan Resosialisasi. Dengan kata lain

    pemidanaan tidak ditujuan untuk membuat derita sebagai bentuk

    pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan,juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang

    sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial

    yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana

    dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan

    konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya

    (reintegrasi).

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    15/47

    15

    Diranah filosofis, Pemasyarakatan memperlihatkan komitmen

    dalam upaya merubah kondisi terpidana, melalui proses pembinaan dan

    memperlakukan dengan sangat manusiawi, melalui perlindungan hak-

    hak terpidana. Komitmen ini secara eksplisit ditegaskan dalam pasal 5

    UU Pemasyarakatan, bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan

    dilaksanakan berdasarkan asas; pengayoman, persamaan perlakuan

    dan pelayanan,pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan

    martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya

    penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan

    keluarga dan orang-orang tertentu. Selain itu juga ditegaskan dalam

    pasal 14 UU Pemasyarakatan, bahwa setiap narapidana memiliki hak

    sebagai berikut:

    a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

    b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

    c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

    d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

    e. menyampaikan keluhan;

    f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massalainnya yang tidak dilarang;

    g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

    h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

    lainnya;

    i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

    j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

    keluarga;k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

    l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

    m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    2. Masalah Makro Struktural

    Kejelasan posisi Sistem Pemasyarakatan sebagai upaya reintegrasi

    narapidana dengan masyarakatnya di satu sisi sangat menjanjikan bagi

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    16/47

    16

    terciptanya politik pemidanaan yang sangat maju. Namun di sisi lain

    terus berlarutnya permasalahan dalam Sistem Pemasyarakatan

    Indonesia saat ini memberikan indikasi masih jauhnya Pemasyarakatan

    dari pencapaian seharusnya. Sejumlah penelitian memperlihatkan

    adanya beberapa masalah yang sangat berpengaruh terhadap Sistem

    Pemasyarakatan Indonesia selama ini. Masalah-masalah tersebut

    secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama, masalah

    organisasional yang dalam banyak kasus cenderung menghambat tujuan

    pemasyarakatan. Isu utama terkait organisasional ini adalah diskursus

    tentang format kelembagaan yang terdesentralisasi, serta proses

    kebijakan antara top down policy process atau bottom up policy process.

    Kedua, masalah teknis pemasyarakatan yang secara umum menyangkut

    proses pembimbingan oleh Bapas, Perawatan oleh Rutan, Pembinaan

    oleh Lapas, dan pengelolaan oleh Rupbasan. Beberapa isu yang terkait

    dengan proses pembinaan ini adalah tidak berkembangnya metode

    pembinaan dan rendahnya kemampuan pemasyarakatan untuk

    memenuhi hak-hak narapidana. Ketiga, masalah pengawasan dan

    partisipasi. Dalam hal ini, mekanisme internal di Kementerian Hukum danHAM belum cukup efektif dalam melakukan pengawasan pelaksanaan

    pemasyarakatan sehingga sejumlah penyimpangan dan

    penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi tidak terselesaikan dengan

    baik. Selain itu, kelemahan internal ini justru tidak secara otomatis

    membuat departemen membuka diri terhadap pengawasan eksternal.

    Sistem Pemasyarakatan juga belum mendapatkan dukungan

    (support) berupa partisipasi pihak ketiga, baik dari unsur pemerintah,swasta, maupun masyarakat sipil dalam pelaksanaan tugas pokok dan

    fungsi Sistem Pemasyarakatan. Dengan semakin pentingnya peran

    Sistem Pemasyarakatan ke depan, terkait dengan rencana

    pembangunan hukum dalam RKHUP yang semakin memperjelas tujuan

    penghukuman dan keberadaan hukuman alternatif, dukungan bagi

    Sistem Pemasyarakatan dari pihak ketiga sangat diperlukan. Terlebih

    bila dihadapkan dengan kompleksitas permasalahan yang tengah

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    17/47

    17

    dihadapi oleh Sistem Pemasyarakatan sekarang ini, seperti dalam

    manajemen organisasi, proses perencanaan dan penganggaran, teknis

    pemasyarakatan dan lainnya.

    C. Latihan

    1. Apa yang saudara ketahui tentang Sejarah Pemasyarakatan, jelaskan!

    2. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang termasuk dlam ruang lingkup

    Pemasyarakatan?

    3. Apa yang saudara ketahui tentang Sistem Pemasyarakatan Indonesia,

    jelaskan!

    4. Apa yang saudara ketahui tentang filosofi Pemasyarakatan, jelaskan!

    5. Terdapat 3 masalah makro struktural coba saudara sebutkan dan

    jelaskan !

    D. Rangkuman

    Dalam sejarahnya, pemidaan banyak mengalami perubahan

    walaupun secara tidak langsung masih merupakan warisan masa

    penjajahan Bangsa Belanda dari mulai dasar hukum sampai model

    bangunan penjara pun sebagian besar masih dipergunakan sampai

    timbulnya gagasan dari istilah penjara menjadi Lembaga PemasyarakatanRuang lingkup pemasyarakatan pada dasarnya meliputi Lembaga

    Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan) Balai satu

    Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan

    Barang Rampasan Negara (Rupbasan). Ke empat unit kerja ini mempunyai

    tugas fungsi yang berlainan tetapi saling bersinergi antara unit kerja satu

    dengan yang lainnya.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    18/47

    18

    BAB III

    KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

    Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat mampu memahami kedudukan,

    tugas dan fungsi unit-unit kerja dikelembagaan Direktorat JenderalPemasyarakatan

    A. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

    Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan adalah sebuah unsur

    pelaksanaKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang

    mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan

    standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan. Lembaga ini dipimpin oleh

    seorang Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

    Untuk melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

    menyelenggarakan fungsi:

    1. Penyiapan perumusan kebijakan Kementerian di bidang pemayarakatan,

    perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara

    2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemasyarakatan, perawatan tahanan

    dan pengelolaan benda sitaan Negara sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang

    pemasyaraktan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan

    Negara

    4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi

    5. Pelaksanaan urusan administrasi dilingkungan Direktorat Jenderal

    6. pemberian perijinan dan penyiapan standar teknis dibidang pembinaan

    dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan7. Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan

    pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan

    pengelolaan benda sitaan Negara

    B. Susunan Organisasi

    Ditjen Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

    dibidang perumusan, pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di

    bidang pemasyarakatan, memiliki susunan organisasi yang menjalankan

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Hukum_dan_Hak_Asasi_Manusia_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Hukum_dan_Hak_Asasi_Manusia_Indonesia
  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    19/47

    19

    tugas dan fungsi teknis operasional berdasarkan fungsi dan kewenangan

    dalam ORTA. Adapun susunan organisasi Ditjen Pemasyarakatan terdiri

    atas:

    1. Sekretariat Direktorat Jenderal;

    2. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban;

    3. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan;

    4. Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan

    Negara;

    5. Direktorat Informasi dan Komunikasi;

    6. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak; dan

    7. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.

    a. Sekretariat Direktorat Jenderal

    1). Tugas

    Sekretaris Direktorat Jenderal bertugas memberikan pelayanan

    teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di

    lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

    2). Fungsi

    Sekretariat Direktorat Jenderal memiliki fungsi-fungsi yaitu:a. pelaksanaan koordinasi dan penyusunan rencana, program dan

    anggaran;

    b. pengelolaan urusan kepegawaian;

    c. pengelolaan urusan keuangan;

    d. pelaksanaan urusan perlengkapan;

    e. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan Direktorat

    Jenderal Pemasyarakatan; danf. pelaksanaan urusan umum

    b. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban

    1). Tugas

    Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

    pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina keamanan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    20/47

    20

    dan ketertiban sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh

    Direktur Jenderal Pemasyarakatan

    2). Fungsi

    Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban menyelenggarakan

    fungsi:

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina

    keamanan dan ketertiban;

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang

    bina keamanan dan ketertiban;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria

    di bidang bina keamanan dan ketertiban;

    d. penyiapan rancangan kebijakan standardisasi sarana hunian

    dan keamanan, dan standardisasi pengendalian hunian di unit

    pelaksana teknis pemasyarakatan;

    e. penyiapan rancangan kebijakan pencegahan dan penindakan

    gangguan

    f. keamanan dan ketertiban di unit pelaksana teknis

    pemasyarakatan;g. penyiapan rancangan kebijakan pembinaan dan pengawasan

    internal petugas pemasyarakatan, advokasi dan bantuan

    hukum serta bimbingan teknis petugas keamanan dan

    ketertiban di unit pelaksana teknis pemasyarakatan;

    h. penyiapan rancangan kebijakan pelayanan pengaduan,

    standardisasi sistem layanan pengaduan, investigasi dan

    pengaduan masyarakat, serta evaluasi dan penyusunanlaporan bina keamanan dan ketertiban; dan

    i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

    Bina Keamanan dan Ketertiban.

    c. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

    1). Tugas

    Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

    mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    21/47

    21

    pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

    bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai

    dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

    Pemasyarakatan

    2). Fungsi

    Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

    menyelenggarakan fungsi:

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bimbingan

    kemasyarakatan dan pengentasan anak;

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang

    bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

    bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;

    d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang registrasi anak dan klien dewasa;

    e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang pendidikan;

    f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis dibidang perlindungan dan pengentasan anak;

    g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang bimbingandan pengawasan klien dewasa;

    h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang penelitian kemasyarakatan; dan

    i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

    Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak.d. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan

    1) Tugas

    Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai

    tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan

    kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina narapidana

    dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis yang

    ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    22/47

    22

    2) Fungsi

    Direktorat Bina Narapidana memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina

    narapidana dan pelayanan tahanan;

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bina

    narapidana dan pelayanan tahanan;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

    bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan;

    d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang registrasi dan klasifikasi;

    e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum;

    f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan;

    g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang bimbingan kemandirian;

    h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang bimbingan kepribadian; dani. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

    Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.

    e. Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang

    Rampasan Negara

    1) Tugas

    Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang

    Rampasan Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapanperumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan

    teknis dan evaluasi di bidang bina pengelolaan benda sitaan

    negara dan barang rampasan negara sesuai dengan kebijakan

    teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

    2) Fungsi

    Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang

    Rampasan Negara menyelenggarakan fungsi:

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    23/47

    23

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina

    pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan

    negara;

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang

    bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan

    negara;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

    bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang

    raampasan negara;

    d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang registrasi dan identifikasi benda sitaan negara dan

    barang rampasan negara;

    e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang pengamanan dan pemeliharaan benda sitaan negara dan

    barang rampasan negara;

    f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang mutasi dan penghapusan benda sitaan negara dan

    barang rampasan negara; dang. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

    Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan

    Negara.

    f. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan

    1) Tugas

    Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai

    tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaankebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina

    narapidana dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis

    yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

    2) Fungsi

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina

    narapidana dan pelayanan tahanan;

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    24/47

    24

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang

    bina narapidana dan pelayanan tahanan;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

    bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan;

    d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang registrasi dan klasifikasi;

    e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum;

    f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan;

    g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang bimbingan kemandirian;

    h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di

    bidang bimbingan kepribadian; dan

    i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bina

    Narapidana dan Pelayanan Tahanan.

    g. Direktorat Bina Informasi dan Komunikasi

    1) TugasDirektorat Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas

    melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

    pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi dan

    komunikasi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh

    Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

    2) Fungsi

    a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang informasidan komunikasi;

    b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang

    informasi dan komunikasi;

    c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

    bidang informasi dan komunikasi;

    d. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di

    bidang data dan informasi;

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    25/47

    25

    e. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di

    bidang komunikasi;

    f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di

    bidang kerja sama; dan

    g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat

    Informasi dan Komunikasi.

    C. Tugas dan Fungsi serta Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis

    Pemasyarakatan

    1. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)

    Sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang Pemasyarakatan yang

    berada di bawah dan bertanggung jawab langsung Kepala Kantor

    Wilayah yang terintegrasi pada Kepala Divisi Pemasyarakatan. Unit kerja

    ini mempunyai tugas melaksanakan pembinaan narapidana/anak didik.

    Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Lapas mempunyai fungsi-

    fungsi sebagai berikut: a) melakukan pembinaan narapidana/anak didik,

    b) memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil

    kerja, c) melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana/anak didik,

    d) melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib lapas,e) melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.

    Lembaga Pemasyarakatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klas,

    klasifikasi didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan

    kerja, yaitu:

    a. Lembaga Pemasyarakatan Klas I

    Lapas ini terdapat beberapa unit kerja yaitu

    1) Bagian Tata UsahaBertugas : a) melakukan urusan kepegawaian, b) urusan keuangan,

    dan c) urusan surat menyurat, perlengakapan dan rumah tangga.

    Unit kerja ini di pimpin oleh Kepala bagian Tata Usaha dibantu oleh

    SuBag kepegawaian, SuBag keuangan dan SuBag Umum.

    2) Bidang Pembinaan Narapidana

    Bertugas : a) melakukan regristrasi dan membuat statistik serta

    dokumentasi sidik jari narapidana, b) memberikan bimbingan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    26/47

    26

    pemasyarakatan, c) mengurus kesehatan dan memberikan

    perawatan bagi narapidana

    Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Pembinaan Narapidana,

    dibantu oleh Seksi Regristrasi, Seksi Bimbingan Kemasyarakatan,

    Seksi Perawatan narapidana

    3) Bidang Kegiatan Kerja

    Bertugas : a) memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana,

    b) mempersiapkan fasilitas sarana kerja, c) mengelola hasil kerja.

    Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Bimbingan Kerja, dibantu

    oleh seksi Bimbingan Kerja, Seksi Sarana Kerja, dan Seksi

    Pengelolaan hasil Kerja

    4) Bidang Administrasi Keamanan dan Tata tertib

    Bertugas : a) mengatur jadwal, penggunaan perlengkapan dan

    pembagian tugas pengamanan, b) menerima laporan harian dan

    berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta

    menyiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan

    tata tertib.

    Unit kerja ini dipimpin Kepala Bidang Administrasi Keamanan danTata tertib, dibantu oleh Seksi Keamanan, dan Seksi Pelaporan dan

    Tata tertib.

    5) Satuan Pengamanan Lapas

    Bertugas : a) melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap

    narapidana, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban,

    c) melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan

    pengeluaran narapidana, dan d) membuat laporan harian dan beritaacara pelaksanaan pengamanan.

    Unit kerja ini dipimpim Kepala Pengamanan Lembaga

    Pemassyarakatan (KPLP). Secara hirarki berada dibawah dan

    bertanggung jawab langsung kepada Kalapas. Tugasnya di bantu

    petugas pengamanan/regu keamanan/regu jaga

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    27/47

    27

    b. Lembaga Pemasyarakatan Klas II

    Keberadaan Lapas Klas II ini terbagi menjadi 2 yaitu : Klas IIA

    dipimpin eselon IIIa dan Klas IIB di pimpin oleh eselon IIIb. Ruang

    lingkup, kapasitas dan kegiatan kerjanya lebih kecil dan berkedudukan

    di kabupaten/kota. Namun pada dasarnya keberadaan Lapas Klas II

    tidak beda dengan satuan kerjanya dengan Lapas Klas I yaitu a) Sub

    Bagian Kepegawaian yang membawahi kaur kepegawaian dan kaur

    umum, b) Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik, membawahi

    Subseksi Registrasi dan Subseksi Bimbingan Kemasyarakatan dan

    Perawatan, c) Seksi Kegiatan Kerja, membawahi subseksi Bimbingan

    Kerja dan Pengelolaan hasil kerja, subseksi Sarana Kerja, d) Seksi

    Adminitrasi Keamanan dan Tata terib, membawahi Subseksi

    Keamanan dan Subseksi Pelaporan dan Tata tertib, e) Kesatuan

    Pengamanan (KPLP) bertanggung jawab kepada Kalapas dan

    membawahi satuan pengamanan/regu jaga/regu pengamanan yang

    pada umumnya terbagi 4 regu pengamanan.

    Terdapat pula Lapas jenis lain yaitu Lapas Narkotika sebagai

    tempat pembinaan bagi narapidana yang berlatar belakang kejahatannarkotika dan psikotropika, Lapas wanita sebagai tempat pembinaan

    bagi narapidana berjenis kelamin khusus wanita. Tentu saja metode

    pembinaannya juga lebih spesifik dan berbeda dengan lapas umum.

    2. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

    Rutan adalah pelaksana teknis di bidang penahanan untuk

    kepentingan penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan di sidang

    Pengadilan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala KantorWilayah yang diintegrasikan kepada Devisi Pemasyarakatan.

    Pembentukan Rutan didasarkan pada adanya kebutuhan dalam

    proses penegakan hukum. Karena, berdasarkan Undang Undang Nomor

    8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

    Pidana (KUHAP), Pasal 22 ayat (1) Jenis penahanan dapat berupa:

    (a)penahanan rumah tahanan negara, (b) penahanan rumah, (c)

    penahanan kota.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    28/47

    28

    Penjelasan pasal 22 ayat (1) selama belum ada rumah tahanan

    negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di

    kantor Kepolisian Negara, di kantor Kejaksaan negeri, di lembaga

    Pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di

    tempat lain. Penjelasan ini memberikan isyarat bahwa penahanan Rutan

    dapat dilakukan di Kantor Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga

    Pemasyarakatan (Lapas), rumah sakit dan tempat lainnya, dengan

    catatan apabila belum terbentuk Rutan. Dengan demikian, semangat yang

    terkandung dalam KUHAP adalah bahwa penahanan rutan sudah

    seharusnya dilakukan di dalam Rutan, bukan di tempat lain

    Dalam proses penegakan hukum, kewenangan penyidikan,

    penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelayanan tahanan

    dilaksanakan oleh institusi yang berbeda. Pemisahan kewenangan dalam

    proses penegakan hukum ini merupakan satu upaya agar penegakan

    hukum dapat dilakukan dengan tetap memberikan perlindungan

    hukum terhadap tersangka/terdakwa/terpidana dan menghindarkan

    terjadinya penyalahgunaan kewenangan.

    Jika suatu institusi yang mempunyai kewenangan untuk melakukanpenyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan sidang pengadilan juga

    menjalankan fungsi pelayanan tahanan (pengelolaan Rutan) maka hal ini

    dapat melemahkan mekanisme kontrol dalam penegakan hukum.

    Bagaimana mungkin, sebuah institusi yang mempunyai kewenangan

    untuk menahan juga melaksanakan fungsi mengelola penahanan? Atau,

    bagaimana mekanisme kontrolnya, jika kewenangan penyidikan dan

    kewenangan pengelolaan Rutan dilaksanakan oleh satu institusi.Fakta lain adalah beberapa Cabang Rutan yang berada di luar

    Kementerian Hukum dan HAM tersebut, selain melaksanakan fungsi

    pelayanan tahanan, juga menjalankan fungsi sebagai tempat pelaksanaan

    pidana yang seharusnya hanya dapat dilakukan oleh Lembaga

    Pemasyarakatan (Lapas). Faktor keamanan merupakan alasan yang

    selalu dikemukakan. Sebuah alasan yang masuk akal, tetapi sebenarnya

    menafikan rasa keadilan dan tata aturan yang berlaku.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    29/47

    29

    Jika rutan-rutan yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian

    Hukum dan HAM dianggap tidak dapat memberikan rasa aman bagi

    penghuninya, tidak berarti dijadikan sebagai alasan untuk membentuk

    Rutan baru oleh institusi lain dengan menabrak aturan hukum yang ada.

    Yang harus dilakukan sebenarnya adalah melakukan pembenahan secara

    tuntas pada rutan-rutan yang sudah ada. Membangun sistem pengawasan

    yang efektif, melakukan pengklasifikasian secara tepat dan ketat terhadap

    penghuni dengan didasarkan pada jenis tindak pidana atau lama pidana,

    dan menghindarkan perlakuan diskriminatif yang dapat menimbulkan

    kecemburuan merupakan upaya yang lebih wajib untuk dilakukan.

    Rutan mempunyai tugas melaksanakan perawatan terhadap

    tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku. Rutan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut; a) melakukan

    pelayanan tahanan, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib

    Rutan, c) melakukan pengelolaan Rutan, d) melakukan tata usaha.

    Seperti halnya Lapas, pada Rutan pun terdapat klasifikasi menjadi 3

    Klas. Klasifikasi ini didasarkan atas kapasitas dan lokasi, yaitu:

    a. Rutan Klas IKeberadaan Rutan Klas I terdapat satuan kerja yang dapat

    diidentifikasi :

    1) Seksi Pelayanan Tahanan

    Bertugas : a) pengadministrasian, membuat statistik dan

    dokumentasi tahanan, serta memberikan perawatan dan

    pemeliharaan kesehatan tahanan, b) mempersiapkan pemberian

    bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan, c) memberikanbimbingan kegiatan bagi tahanan. Unit kerja ini dipimpin Kepala

    Seksi Pelayanan Tahanan yang dibantu oleh : a) Sub seksi

    Administrasi dan Perawatan, b) Sub seksi Bantuan hukum dan

    penyuluhan, c) Sub Seksi Bimbingan kegiatan.

    2) Seksi Pengelolaan Rutan

    Bertugas : melakukan urusan keuangan dan perlengkapan,

    melakukan urusan rumah tangga, kepegawaian dan perlengkapan.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    30/47

    30

    Unit kerja ini di pimpin Kepala Seksi Pengelolaan Rutan, dibantu oleh

    subseksi keuangan dan perlengkapan dan subseksi umum.

    3) Kesatuan Pengamanan Rutan

    Bertugas melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan.

    Kesatuan Pengamanan Rutan memiliki fungsi: a) melakukan

    administrasi keamanan dan ketertiban Rutan, b) melakukan

    penjagaan dan pengawasan terhadap tahanan, c) melakukan

    pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan, d) Melakukan

    penerimaan, penempatan dan pengeluaran tahanan serta memonitor

    keamanan dan tata tertib tahanan pada tingkat pemeriksaan, e)

    membuat laporan dan berkas berita acara pelaksanaan pengamanan

    dan ketertiban.

    4) Urusan Tata Usaha bertugas melakukan urusan surat menyurat dan

    kearsipan.

    Rutan Klas II A maupun Klas IIB juga memiliki organisasi

    pelaksanaa tidak beda dengan Rutan Klas I satu hanya saja pada

    Rutan Klas II terdapat satu unit kerja Sub Seksi Bimbingan Kegiatan.

    Seksi ini bertugas memberikan bimbingan kegiatan danmempersiapkan bahan bacaan bagi tahanan.

    3. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan/Barang Rampasan Negara

    Rumah Penyimpanan Benda Sitaan /Barang Rampasan Negara

    (Rupbasan) mempunyai tugas melakukan penyimpanan dan pengelolaan

    barang sitaan dan barang rampasan negara. Unit kerja Rupbasan memiliki

    fungsi : a) melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang

    rampasan negaran, b) melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaandan barang brampasan negara, c) melakukan pengamanan dan

    pengelolaan Rupbasan, d) melakukan urusan surat menyurat dan

    kearsipan.

    Keberadaan Rupbasan juga diklasifikasi dalam dua Klas yaitu

    Rupbasan Klas I dan Klas II berdasarkan atas beban kerja dan tempat

    kedudukan. Idealnya setiap Kabupaten /Kota memiliki Rupbasan namun

    pada kenyataannya belum terlaksana.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    31/47

    31

    4. Balai Pemasyarakatan (BAPAS)

    Unit kerja ini bertugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan

    pengentasan anak sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku.

    Bapas juga diklasifikasikan menjadi dua klas yaitu Bapas Klas I dan

    Bapas Klas II didasarkan atas lokasi, beban kerja dan wilayah kerja.

    Organigram Bapas di pimpin oleh Kepala yang dibantu oleh Subagian

    Tata Usaha, Seksi Bimbingan Klien Dewasa dan Seksi Bimbingan Klien

    Anak.

    D. Latihan

    1. Apa yang saudara ketahui tentang Kedudukan, tugas dan fungsi

    Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jelaskan!

    2. Coba anda gambarkan susunan organisasi Direktorat Jenderal

    Pemasyarakatan, jelaskan!

    3. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban, uraikan!

    4. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan

    Bimbingan Anak?

    5. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan

    Tahanan?6. Apa tugas dan fungsi Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang

    Rampasan Negara

    7. Apa tugas dan fungsi Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan

    Tahanan?

    E. Rangkuman

    Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu satuan

    kerja di Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia yang dikepalaiseorang Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Keberadaan Direktorat

    Jenderal Pemasyarakat terdapat 1 (satu) Sekretariat Direktorat Jenderal

    dan beberapa Direktorat Bina : Keamanan dan Ketertiban, Kesehatan dan

    Perawatan Narapidana dan Tahanan, Pengelolaan Benda Sitaan dan

    Barang Rampasan Negara, Narapidana dan Pelayanan Tahanan, serta

    Informasi dan Komunikasi

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    32/47

    32

    BAB IV

    SUBSTANSI PELAYANAN BIDANG PEMASYARAKATAN

    Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat memahami substansi pelayanan bidang

    pemasyarakatan, substansi tingkat wilayah, substansi pada tingkat UPTPemasyarakatan

    B. Substansi Pelayanan Di Tingkat Direktorat

    Pelayanan di bidang pemasyarakatan merupakan tanggung jawab

    Kementerian Hukum dan HAM, dimana pendelegasian tugasnya

    didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai satuan

    unit kerja teknis Kementerian Hukum dan HAM yang bertanggung jawab

    menyusun perumusan dan standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan.

    Adapun pelayanan pemasyarakatan yang menjadi wilayah tanggung jawab

    Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat diidentifikasi sebagai berikut :

    1. Pelayanan dibidang Bina Keamanan dan ketertiban

    2. Pelayanan dibidang Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan

    Tahanan

    3. Pelayanan dibidang Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

    4. Pelayanan dibidang Informasi dan Komunikasi5. Pelayanan dibidang Pembinaan Narapidana dan Pelayanan Tahanan

    6. Pelayanan dibidang Pengelolaan Benda Sitaan dan Rampasan Negara

    Pelayanan yang setingkat Direktorat hanya sebatas koordinasi dan

    administrasi sesuai bidang tugasnya. Pelayanan bersifat koordinasi sebagai

    upaya untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan serta pembinaan kepada

    satuan kerja masing-masing pada tingkat di bawahnya yaitu Devisi

    Pemasarakatan dan Unit Pelaksana Teknis yang ada pada tingkat wilayah

    atau provinsi.

    C. Substansi Pelayanan Pada Tingkat Wilayah

    Pada tingkat wilayah atau provinsi pelayanan pada bidang

    pemasyarakatan di pimpin oleh satu devisi yaitu devisi Pemasyarakatan.

    Pada tingkat wilayah ini tidak jauh peran dan fungsinya sebagai

    pengkoordinasi dari segi administrasi serta perpanjangan tangan dari tingkat

    direktorat. Tugas dan fungsi Devisi Pemasyarakatan sebagai satu contoh

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    33/47

    33

    usulan kaitannya dengan pemberian remisi, Pembebasan Bersyarat (PB),

    Cuti Menjelang Bebas (CMB) pada UPT yang berada dalam wilayahnya.

    D. Substansi Pelayanan Pada Tingkat Unit Pelayanan Teknis

    Pelayanan yang diharapkan meningkat adalah pelayanan yang ada di

    Unit Pelaksana Teknis yang terdiri dari Rumah Tahanan Negara (Rutan),

    Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Penyimpanan Benda dan

    Barang Rampasan Negara (Rupbasan) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas).

    1. Pelayanan pada tahap adjudikasi oleh Bapas

    b. Tugas Balai Pemasyarakatan

    Pada tahap adjudikasi ini dilaksanakan oleh Bapas, dalam ha ini

    Petugas Kemasyarakatan (PK Bapas) berperan dalam memberikan

    pertimbangan berdasarkan penelitian pengadilan. Melalui kegiatan

    Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) petugas PK Bapas diharapkan

    mampu memberikan gambaran yang obyektif tentang latar belakang

    suatu peristiwa terjadi. Dengan adanya masukan dari PK Bapas pihak

    pengadilan dapat memberikan keputusan yang tepat dan berasakan

    hukum yang berkeadilan.

    Petugas Pemasyarakatan memiliki tugas sesuai dengan UUNo.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada

    pasal;, yaitu :

    1) membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan

    Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan

    pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan

    pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada

    pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan2) membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan

    penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak,

    baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LAPAS

    dan LPKA

    3) menentukan program perawatan Anak di LAPAS dan pembinaan

    Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    34/47

    34

    4) melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan

    terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi

    pidana atau dikenai tindakan

    c. Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan

    Bimbingan sosial dalam konteks pelayanan bagi klien

    pemasyarakatan di Bapas adalah proses pelayanan yang ditujukkan

    kepada klien agar mampu mengembangkan relasi sosial yang positif

    dan menjalankan peranan sosialnya dalam lingkungan masyarakat.

    1) Tujuan :

    a) Memulihkan dan mengembangkan perilaku aktif klien

    pemasyarakatan

    b) Meningkatkan kemampuan untuk bisa menemukan dan

    mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan hidup secara

    wajar

    c) Meningkatkan kemampuan melaksanakan peran sosial dengan

    baik

    d) Merencanakan kegiatan penyelesaian masalah klien

    e) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikiklien seoptimal mungkin.

    f) Mengenal dan menentukan tujuan, rencana hidup serta

    kesulitankesulitan klien

    g) Memahami dan membantu mengatasi kesulitan klien

    h) Mendayagunakan segala kekuatan dan kemampuan klien untuk

    kepentingan pemecahan masalah.

    i) Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tutuntutan darilingkungan klien baik dengan keluarga maupun lingkungan

    sosial.

    2). Fungsi Bagi Klien :

    a) Fungsi pencegahan, yaitu mencegah timbulnya permasalahan

    klien dalam relasi dengan lingkungan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    35/47

    35

    b) Fungsi pengembangan, yaitu merupakan fungsi bimbingan

    dalam pengembangan seluruh potensi dan kekuatan yang

    dimiliki klien dalam berelasi dengan lingkungan

    c) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu klien dalam menemukan

    penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal dalam

    berelasi dengan lingkungan

    d) Fungsi rujukan, yaitu membantu klien, keluarga dalam memilih

    dan memantapkan jenis pelayanan yang sesuai dengan

    karakteristik, permasalahan serta kebutuhan klien.

    3) Sifat-Sifat Bimbingan Klien

    a) Edukasi yaitu bimbingan sosial yang dilakukan oleh

    Pembimbing Kemasyarakatan kepada klien dengan

    memperhatikan pendidikan orang dewasa

    b) Bimbingan Pengembangan yaitu bimbingan sosial yang

    dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan lebih

    mengfokuskan pada perkembangan optimal seluruh aspek

    kepribadian klien dengan strategi/upaya pokoknya pada

    pemberian kemudahan perkembangan melalui rekayasalingkungan

    c) Perluasan jangkauan digunakan sebagai usaha untuk lebih

    mengjangkau klien secara keseluruhan baik yang mengalami

    permasalahan maupun yang tidak bermasalah. Dalam hal ini

    termasuk semua klien dengan aspek kepribadiannya dalam

    konteks kehidupannya, termasuk masalah, target intervensi,

    setting, metode dan lamanya waktu pelayanan bimbingan.4) Prinsip-Prinsip Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan :

    a) Bimbingan sosial merupakan suatu proses untuk membantu

    klien agar dapat membantu dirinya sendiri dalam

    menyelesaikan masalah yang dihadapi

    b) Bimbingan sosial sebaiknya memiliki fokus pada klien yang

    dibimbing

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    36/47

    36

    c) Bimbingan sosial diarahkan pada klien yang memiliki

    karakteristik tersendiri, oleh karena itu, pemahaman keragaman

    dan kemampuan individu yang dibimbing sangat diperlukan

    dalam pelaksanaan bimbingan sosial

    d) Bimbingan sosial dimulai dengan identifikasi masalah dan

    keutuhan yang dirasakan oleh klien yang akan dibimbing

    e) Pelaksanaan pelayanan bimbingan sosial harus luwes dan

    fleksibel sesuai dengan kebutuhan klien.

    f) Program bimbingan sosial bagi klien harus sesuai dengan

    program pelayanan yang ditetapkan sesuai program yang ada

    di Bapas

    g) Pelaksanaan program bimbingan sosial dilakukan oleh orang

    yang memiliki keahlian dibidang pembimbing kemasyarakatan

    yang bisa dapat bekerja sama dengan instansi lainya

    h) Pelaksanaan program bimbingan sosial dievaluasi untuk

    mengetahui hasil dan pelaksanaan program.

    5) Proses Bimbingan Sosial Pada Klien Pemasyarakatan

    Bimbingan sosial bagi klien pemasyarakatan dilaksanakan melaluitahapan sebagai berikut :

    1. Tahap kontak dan kontrak

    2. Tahap Assesmen (pengkajian masalah)

    3. Tahap perencanaan bimbingan

    4. Tahap Pelaksanaan bimbingan

    5. Tahap evaluasi

    6. Tahap AkhirHarus kita akui bahwa dalam melaksanakan tugas dan

    fungsinya Bapas banyak menemui berbagai kendala baik yang

    bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor-faktor tersebut

    berkaitan dengan kuantitas dan kualitas petugas PK Bapas yang

    terbatas sehingga dalam melaksnakan tugasnya tidak maksimal.

    Masih terdapat di kabupaten dan kotamadya belum memiliki Balai

    Pemasyarakatan. Ditambah lagi keberadaan SDM PK Bapas masih

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    37/47

    37

    perlu ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan

    tersebut, maka upaya untuk membangun dan penambahan petugas

    PK Bapas adalah salah satu yang harus diperjuangkan sebagai upaya

    untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan yang maksimal

    khususnya dalam tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan.

    2. Pelayanan Tahap Pre-adjudikasi oleh Rupbasan

    Pelayanan pada tahap ini dilakukan oleh petugas Rupbasan yang

    berperan dalam melindungi hak atas benda yang harus disimpan untuk

    keperluan barang bukti dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan,

    penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Rupbasan dalam hal

    ini berperan dalam menjamin keselamatan dan keamanan barang yang

    dimaksud.

    Bertitik tolak dari ketentuan pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 8

    Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa bend sitaan

    disimpan dalam rumah barang benda sitaan negara, yang selanjutnya

    dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP RI Nomor 27 tahun 1983 tentang

    pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana disebutkan

    dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untukkeperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,

    penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang

    dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, maka terkandung

    pengertian bahwa :

    a. Setiap barang sitaan oleh negara untuk keperluan proses peradilan

    harus disimpan di RUPBASAN.

    b. RUPBASAN adalah satusatunya tempat penyimpanan benda sitaanoleh negara, termasuk barang yang dirampas berdasarkan putusan

    hakim.

    c. Dari fungsi kelembagaan RUPBASAN merupakan pusat penyimpanan

    benda sitaan dan barang rampasan negara dari seluruh instansi di

    Indonesia. Meskipun pada praktek dilapangan Barang Bukti tidak

    sedikit yang berada Kepolisian dan Kejaksaan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    38/47

    38

    d. Dalam hal benda sitaan tersebut tidak mungkin dapat disimpan dalam

    RUPBASAN, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut

    diserahkan kepada Kepala RUPBASAN (Pasal 27 ayat (2) PP No. 27

    Tahun 1983).

    Secara garis besarnya tugas daripada Rupbasan adalah mencakup :

    a. Penerimaan, penelitian, penilaian, pendaftaran dan penyimpanan

    Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.

    b. Pemeliharaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.

    c. Pemutasian Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.

    d. Pengeluaran dan penghapusan Benda Sitaan dan Barang Rampasan

    Negara.

    Berdasarkan tugas yang harus dijalankan Rupbasan, maka petugas

    Rupbasan harus memahami dan terampil dalam penelitian berbagai jenis

    benda sebagai Barang Bukti (BB), mampu dan terampil membuat Berita

    Acara Penerimaan dan Pengeluaran BB baik untuk keperluan sidang

    maupun diambil orang yang punya BB

    3. Pelayanan Tahap Adjudikasi oleh Lapas

    Pada tahap post adjudikasi yang dilakukan Lembaga

    Pemasyarakatan yang mempunyai peran pembinaan untuk melindungi

    hak asasi manusia narapidana. Dalam pemberian layanan harus sesuai

    denganStandard Operating Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat,

    Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas serta telah disahkannya

    Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Tanggal 31 Mei 2011 Nomor

    : PAS - 420.0T.02.02 TAHUN 2011 Tentang Standard Operating

    Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti

    Menjelang Bebas, dalam rangka mendukung Reformasi Birokrasi yang

    sedang dilaksanakan di Jajaran Pemasyarakatan yang hakekatnya

    merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

    mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menyangkut

    aspek kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (bisnis proses) dan

    sumber daya manusia.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    39/47

    39

    a. Pelayanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan dapat diidentifikasi

    sebagai berikut

    1) Pelayanan Besuk/Kunjungan

    Pelaksanaan pelayanan besuk atau kunjungan harus sesuai protap

    yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pelayanan ini petugas

    harus memahami dan santun serta tegas terhadap para para

    pembesuk/pengunjung sesuai dengan Prosedur Tetap yang

    diberlakukan.

    2) Pelayanan Kesehatan

    Setiap WBP harus memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan secara

    adil dan merata. Apabila tidak bisa tertangani oleh Klinik Lapas yang

    ada harus dibuat rujukan ke Rumah Sakit Terdekat sesuai dengan

    SOP yang ada.

    3) Pelayanan untuk beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan

    yang dianut WBP

    4) Pelayanan memperoleh Pembinaan Keterampilan kegiatan kerja

    sesuai bakat dan minat WBP

    5) Pelayanan untuk mendapatkan remisi, Pembebasan Bersyarat (PB),dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) secara teliti, akurat, dan jauh dari

    diskriminasi terhadap WBP yang ada.

    b. Prinsip pokok Lembaga Pemasyarakatan

    Sistem pemasyarakatan menurut UU No 12 tahun 1995 adalah suatu

    tatanan mengenai arah dan betas serta cara pembinaan Warga Binaan

    Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara

    terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untukmeningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Terdapat

    prinsip pokok pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi yaitu:

    1) Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya

    bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam

    masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    40/47

    40

    2) Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari Negara. Tetapi

    narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan,

    ucapan, cara perawatan ataupun penempatan.

    3) Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan

    Bimbingan

    4) Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih

    jahat daripada sebelum ia masuk ke dalam lembaga.

    5) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat

    mengisi waktu luang atau hanya diperuntukkan kepentingan

    jabatan atau kepentingan negara sewaktu saja.

    6) Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

    c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Lapas yang kondusif

    Untuk Indonesia, program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan

    sebaiknya direncanakan sesuai dengan kebutuhan serta juga menampung

    minat dan aspirasi narapidana. Bagi pelaksanaannya, diperlukan bantuan

    para pakar dari berbagai bidang ilmu seperti : psikologi, kerja sosial,

    psikiatri, kriminologi dan pendidikan.

    Empat hal yang memperlambat terciptanya Lembaga Pemasyarakatan

    yang kondusif dan efektif sebagai institusi pembinaan, yaitu:

    a. Masih adanya ambivalensi criminal policy

    b. Struktur sosial Lembaga Pemasyarakatan

    c. Sumber daya manusia petugas Lembaga Pemasyarakatan

    d. Program dan strategi pembinaan

    e. Reaksi masyarakat

    E. Jenis Pelatihan Substatif Yang Dibutuhkan

    Dalam rangka mewujudkan kompetensi pegawai bidang

    pemasyarakatan, sesuai dengan sasaran garapan pemasyarakatan, maka

    harus diperhatikan tiga hal terkait agenda pembelajaran, yaitu; agenda

    pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Lembaga

    Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, agenda pembelajaran

    tentang peningkatan integritas petugas Balai Pemasyarakatan, dan agenda

    pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Rupbasan.

    Penjabaran tiga agenda pembelajaran tersebut dapat diidentifikasikan :

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    41/47

    41

    1. Pendidikan dan latihan Peningkatan Integritas Petugas Pemasyarakatan

    dan Rumah Tahanan Negara.

    Kegiatan ini terdiri dari beberapa materi yang kaitannya dengan:

    a. Agenda manajemen adminisrasi

    Agenda ini diarahkan pada pengembangan pemahaman prosedur tetap

    (PROTAP), serta standar operasional prosedur (SOP) Lembaga

    Pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan dan

    kemampuan untuk taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan

    bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas. Eksistensi SOP dan

    PROTAP sebenarnya sudah dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan dan

    Rutan, hanya saja kurang disosialisasikan kepada seluruh petugas

    pemasyarakatan. Sehingga aplikasi ditempat tugas tidak berjalan

    maksimal. Seharusnya setiap petugas lapas diberi buku saku tentang

    SOP dan PROTAP yang bisa dijadikan pegangan bila menemui

    berbagai kendala terkait dengan hal tersebut. Pada sisi lain,

    seharusnya dalam penerimaan pegawai harus dipersiapkan dengan

    pengetahuan tentang teknis yang berkaitan dengan tugas dan

    fungsinya sebagai petugas pemasyarakatan.b. Agenda manajemen pembinaan

    Agenda ini diarahkan pada proses pembinaan sejak WBP/Tahanan

    masuk sampai menjelang bebas. Pembinaan dari mulai proses awal

    MAPENALING, proses pembinaan kearohanian berdasarkan agama

    yang dianut, proses penyelusuran minat dan bakat keterampilan WBP.

    Pada proses ini diberdayakan kegiatan perwalian WBP. Salah satu

    unsur penting pelaksanaan tugas di Lapas/Rutan adalah unsurpembinaan. Pembinaan yang dilaksanakan di Lapas/Rutan dimulai dari

    WBP/Tahanan masuk lembaga sampai proses keluar dari penjara.

    Pembinaan diawali orientasi berupa Masa Pengenalan Lingkungan

    (Mapenaling) sampai dengan proses-proses selanjutnya. Pembinaan

    selanjutnya adalah pembinaan tentang mental, kerohanian, sosial, dan

    keterampilan kerja sesuai dengan bakat, pengembangan bakat seperti

    kesenian. Dengan insentifnya pembinaan diharapkan WBP/Tahanan

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    42/47

    42

    selama dalam proses pembinaan diharapkan menjadi pribadi-pribadi

    yang siap kembali ke kehidupan masyarakat.

    c. Agenda manajeman pelayanan

    Agenda ini diarahkan pada proses pelayanan besuk, proses pelayanan

    asimilasi, proses CMB, CB, PB, proses pelayanan kesehatan di luar

    lapas, proses bila terjadi pimindahan tempat / lapas lain. Belum adanya

    data base di masing-masing lapas menajdikan proses pembinaan

    kurang optimal. Sebagai lembaga publik senantiasa harus memberikan

    pelayanan yang baik baik kepada WBP/Tahanan maupun pada publik.

    Terdapat berbagai pelayanan yang ada di lembaga dari mulai

    pelayanan kunjungan/besuk, sampai pada tingkatan pelayanan lainnya.

    2. Pendidikan dan latihan peningkatan integritas petugas PK Bapas

    Kegiatan ini berisikan materi yang substantif dengan tugas dan fungsi

    petugas PK Bapas yang mencakup: macam-macam Litmas, macam-

    macam Bimbingan Klien, dan macam-macam sidang yang semua

    tercakup dalam tugas dan fungsi PK Bapas

    3. Pendidikan dan Latihan Peningkatan integritas petugas Rupbasan

    Kegiatan ini berisikan dengan materi yang sesuai dengan bidang substatiftentang pengelolaan benda sitaan sebagai bahan bukti dipersidangan

    harus dikelola dengan baik dari mulai penerimaan, penelitian sekaligus

    dibuiatkan berita acara penelitian, perawatan dan pemeliharaan yang

    harus dijaga supaya aman sebagai upaya penegakan amanat sebagai

    rumah penyimpanan

    Konteks permasalahan yang dihadapi pelaksanaan bidang

    Pemasyarakatan secara garis besarnya dapat diidentifikasi sebagaiberikut :

    a. Belum memahami terpahaminya konsep dan misi Pemasyarakatan

    pada lembaga penegak hukum lain

    Kondisi ini memberikan kecenderungan atas ketidakoptimalan

    bekerjanya sistem Pemasyarakatan dalam tata peradilan pidana.

    Permasalahan tersebut dapat menjelaskan realitas hubungan antara

    lembaga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana yang

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    43/47

    43

    masih menunjukkan hubungan yang kurang sinergis, khususnya dalam

    hal interkoneksi diantara sub sistem peradilan pidana. Terkait dengan

    tugas-tugas Kepolisan dibidang penyidikan, Kejaksaan dibidang

    penuntutan (dan penyidikan), serta Pengadilan (hakim) dalam

    pemeriksaan dipersidangan, terdapat beberapa kondisi yang kurang

    kondusif yang berimplikasi pada tidak maksimalnya pelaksanaan misi

    Pemasyarakatan. Uraian dalam bagian ini akan memaparkan

    permasalahan-permasalahan UPT-UPT Pemasyarakatan dalam rangka

    pelaksanaan misi Pemasyarakatan terkait dengan berkerjanya sistem

    peradilan pidana.

    b. Over kapsitas

    Fenomena over kapasitas diberbagai UPT Pemasyarakatan (Rumah

    Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan), merupakan salah

    satu gejala nyata tidak adanya sinergitas dalam bekerjanya sistem

    peradilan pidana. Dalam konteks sistem peradilan pidana terpadu,

    masing-masing lembaga penegak hukum tidak bisa menafikan

    permasalahan yang dihadapi oleh lembaga penegak hukum lainnya

    yang secara langsung atau tidak diakibatkan oleh kebijakan salah satulembaga. Sebagai contoh adalah proses hukum terhadap tindak pidana

    narkotika dan obat terlarang yang semakin menunjukkan

    kecenderungan angka yang meningkat secara signifikan divonis pidana

    penjara. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi kualitas

    pembinaan dilakukan lembaga, dan pada sisi lain kondisi over

    kapasitas sangat rawan konflik yang cenderung adanya keributan

    sebagai akibat berbagai gesekan kepentingan.c. Terbatasnya Sarana dan Prasarana

    Sebagaian besar Lapas yang ada di Indonesia adalah bekas

    peninggalan penjajahan Belanda yang masih menganut sistem

    kepenjarahan yang memberi kesan angker dan menakutkan sehingga

    sangat bertolak belakang dengan kondisi pembinaan yang diharapkan.

    Sementara sarana dan prasarana yang masih terbatas dalam bidang

    pelayanan kesehatan, bidang sarana kegiatan kerja serta berbagai

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    44/47

    44

    sarana keamanan yang banyak mengalami kerusakan karena faktor

    usia.

    d. Terbatasnya Sumber Daya Manusia Pemasyarakatan

    Dari mulai perekrutan pegawai baru (CPNS) petugas pemasyarakatan

    tidak dibekali dengan berbagai pengetahuan dan pendidikan tentang

    Lembaga Pemasyarakatan sehingga dlam pelaksanaan tugas dan

    fungsinya tidak bisa berjalan secara maksimal. Pada sisi lain, para

    petugas pemasyarakatan sangat minim dengan dunia pendidikan dan

    latihan teknis pemasyarakatan.

    F. Latihan

    2. Coba saudara Jelaskan bagaimana SOP dalam pelayanan sesuai dengan

    Tugas dan fungsi Saudara!

    3. Jika saudara bertugas di Lapas, bagaimana tindakan saudara apabila

    pembesuk atau pengunjung di luar jam kunjungan yang telah ditetapkan?

    4. Jika saudara bertugas sebagai PK Bapas, bagaimana menjalankan tugas

    anda, jelaskan!

    5. Jika saudara petugas di Rutan, bagaimana melaksanakan tugas

    menerima limpahan tahanan dari Kepolisian atau kejaksaan, jelaskan!6. Jika saudara petugas Rupbasan, bagaimana anda menghadapi komplain

    atau pengaduan dari orang yang mengambil BB di Rupbasan, jelaskan!

    G. Rangkuman

    Terdapatnya Standar Operasi Prosedur (SOP) dan Prosedur Tetap

    (Protap) sebagai upaya untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan

    yang berlaku. Pengetahuan baik tentang SOP maupun Protap sangat kurangkhususnya bagi Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan

    fungsinya berjalan tidak maksimal.

    Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan banyak menemui kendala

    dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, hal ini disebabkan oleh faktor

    internal yang mencakup SDM petugas yang masih rendah, terbatasnya

    sarana dan prasarana, over kapasitas, maupun faktor eksternal yang

    mencakup masih terdapatnya stigma negatif terhadap mantan. Lapas masih

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    45/47

    45

    dianggap sebagai tempat berkumpulnya narapidana dengan berbagai latar

    belakang kejahatan.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    46/47

    46

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Peningkatan integritas petugas dijajaran pemasyarakatan sangat

    bersinergi dengan gerakan peningkatan pengetahuan bidang substatif tentang

    pemasyarakatan yang memiliki unit pelaksana teknis yaitu terdiri dari Rumah

    Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan dan

    Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara.

    Dalam prakteknya masih ditemukan berbagai kendala dalam

    pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik kendala yang bersifat internal maupun

    kendala dari faktor eksternal. Namun penulis berupaya menyorot dari sisi

    internal salah satu adalah masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan

    bidang substantif petugas pemasyarakatan. Kondisi ini secara langsung akan

    mempengaruhi tingkat pelayanan pada publik.

    Melalui Gerakan peningkatan pengetahuan bidang substantif diharapkan

    integritas petugas pemasyarakatan yang mampu memberikan output sekaligus

    outcome pada tugas dan fungsinya sehingga pada gilirannya akan berdampak

    pada meningkatnya pelayanan publik.

  • 7/26/2019 Modul Pemasyarakatan

    47/47

    DAFTAR PUSTAKA

    Aminah Aziz,Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998

    Darwan Prinst,Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

    Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia

    Wirasarana Indonesia, Jakarta, 2000

    Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan

    Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003

    R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan Komentar-

    Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1998

    Sudarto, Suatu dilemma dalam pembaharuan sistem pidana Indonesia, Pusat Studi

    Hukum dan Nasyarakat Fakultas Hukuim Universitas Diponegoro, 1974,

    Soediman Kartohadipirodjo,Pengantar tata hukum di Indonesia, cetakan. Ke-3,

    PT.Pembangunan Jakarta, 1961,

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

    Peradilan Pidana Anak

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

    Anak

    Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010

    Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Ham RI

    Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan

    Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan

    Surat Edaran Peraturan Direktotar Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-OT.02.02-42

    Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Stantar Operating (SOP)