bab ii tinjauan pustaka 2.1 sarana dan prasarana...

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang, dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana dan prasarana perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan pemencarannya dalam wilayah perkotaan. 2.2.1 Prasarana Transportasi Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya rangsang terhadap pertumbuhan disekitarnya. Tidak seimbang penyedian jaringan jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan gambaran permasalahan yang besar akan timpangnya sistem penyediaan (supply) dengan sistem permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar atau tempat rekreasi. Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan merupakan barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Prasrana transportasi harus dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, karena jika tidak, kita akan kehilangan mamfaatnya. Menurut UU no 13, 1980; pasal 1, prasarana trasportasi adalah jalan. Pada dasarnya, prasarana transportasi ini mempunyai dua peranan utama yaitu : 1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan 2. Sebagai prasarana pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 28-Nov-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi

Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang,

dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana dan prasarana

perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

pemencarannya dalam wilayah perkotaan.

2.2.1 Prasarana Transportasi

Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya

rangsang terhadap pertumbuhan disekitarnya. Tidak seimbang penyedian jaringan

jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan gambaran

permasalahan yang besar akan timpangnya sistem penyediaan (supply) dengan sistem

permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya

perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar atau tempat rekreasi.

Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan

merupakan barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin

disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Prasrana transportasi harus

dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, karena jika tidak, kita akan kehilangan

mamfaatnya. Menurut UU no 13, 1980; pasal 1, prasarana trasportasi adalah jalan.

Pada dasarnya, prasarana transportasi ini mempunyai dua peranan utama yaitu :

1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan

2. Sebagai prasarana pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat

adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Oleh sebab itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem

prasarana transportasi dengan kualitas minimal agar dapat dilalui. Adanya

keterhubungan ini menyebabkan kawasan tersebut mudah dicapai dan orang mau

tinggal disana.

2.2.2 Sarana Transportasi

Sarana transportasi dibuat untuk mendukung pergerakan masyarakat dari satu

tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan umum yang tersedia,

sarana transportasi juga dimaksudkan untuk melayani masyarakat dalam kegiatannya

mencapi tujuan dari pergerakan.

Sarana angkutan yang menyangkut perlalulintasan adalah terminal, rambu

dan marka lalulintas, fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir, dan tempat henti.

a. Terminal

Terminal transportasi adalah prasarana angkutan yang merupakan bagian dari

sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, dan juga

sebagai alat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu

lintas.

Terminal transportasi merupakan titik simpul dalam jaringan transportasi

jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum yang juga merupakan unsur

tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupakan.

b. Rambu dan Marka Lalu Lintas

Rambu dan marka lalulintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,

khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada sistem jalan

marka dan rambu lalu lintas merupakan obyek fisik yang dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada para

pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.

c. Fasilitas Pejalan Kaki

Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah

perkotaan, sebagai contoh DKI Jakarta 40% dari seluruh perjalanan dilakukan

dengan berjalan kaki. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar di Negara-

negara maju. Oleh karena itu kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu

bagian terpadu dalam sistem transportasi jalan.

Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur

dengan kendaraan, maka mereka memperlambat arus lalulintas. Oleh karena

itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk

memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan

gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.

d. Fasilitas Parkir Kendaraan

Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi, angkutan

penumpang umum, sepeda motor maupun truk adalah sangat penting.

Kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk dan

karakteristik masing-masing kendaraan dengan desain dan lokasi parkir.

e. Rambu dan Marka Lalu lintas

Rambu dan marka lalu lintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,

khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada system jalan

marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat

menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada

pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2.3 Pengertian Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum

Keberadaan tempat henti disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan

keberadaannya (Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan

(pasal 8), dan penempatanya diatur sedemikian sesuai dengan kebutuhannya dan

harus sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dan ditetapkan.

Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) Jenis Tempat

Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) terdiri dari :

1. Tempat henti dengan perlindungan (halte)

2. Tempat henti tanpa perlindungan (bus stop)

Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk

menaikkan dan menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.

Sedangkan tempat pemberhentian bus adalah tempat untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang yang selanjutnya disebut TPB.

Gambar 2.1 Tata letak halte pada ruas jalan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.2 Tata letak TPB Bus pada Ruas Jalan

Dimana untuk menentukan jenis tempat henti yang akan digunakan pada

suatu ruas jalan adalah berdasarkan kriteria :

• Tingkat pemakaian

• Ketersediaan lahan

• Kondisi lingkungan

2.4 Halte

Dapat didefenisikan menurut berbagai sumber :

1. Menurut Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) ITB tahun 1997,

halte adalah lokasi di mana penumpang dapat naik ke dan turun dari angkutan

umum dan lokasi di mana angkutan umum dapat berhenti untuk menaikan dan

menurunkan penumpang, sesuai dengan pengaturan operasional.

2. Menurut Dirjen Bina Marga 1990 tahun, halte adalah bagian dari perkerasan

jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan

penumpang umum lainnya pada waktu menaikan dan menurunkan penumpang.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

3. Menurut Dirjen Perhubungan Darat tahun 1996, halte adalah tempat adalah

tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau

menaikan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.

Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), tempat

pemberhentian kendaraan penumpang umum (halte) merupakan salah satu bentuk

fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang bertujuan

untuk :

1. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas

2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum

3. Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan

penumpang

4. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan

umum atau bus.

Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum (halte) adalah:

1. Berada disepanjang rute angkutan umum atau bus

2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki.

3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.

4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk

5. Tidak menggangu kelancaran arus lalu lintas

Perencanaan halte di sepanjang rute angkutan umum meliputi tiga aspek

menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) sebagai berikut :

• Jarak

• Tata Letak

• Rancangan Bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2.5 Lokasi Halte

Untuk menentukan lokasi halte dalam penelitian terdapat tiga segi aspek

pembahasan dalam penilaian lokasi halte, yaitu : Jarak antara halte, Tata letak halte

dan Tipe halte.

Selain itu perlu juga ditinjau keberadaan tempat henti (halte) secara umum.

Adapun Pedoman praktis dalam menentukan lokasi halte secara umum perlu

memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Halte terletak pada trotoar dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

2. Halte diletakkan dimuka pusat kegiatan yang banyak membangkitkan

pemakai angkutan umum.

3. Halte diletakkan di tempat yang terbuka dan tidak tersembunyi.

4. Agar tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas, apabila kecepatan

perjalanan cukup tinggi maka sebaiknya disediakan teluk bus (bus lay bay).

Selain masalah perhentian angkutan umum (halte), aspek yang cukup penting

yang berkenaan dengan lokasi. Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan

halte terdiri dari :

a. Safety, meliputi :

• Jarak pandang calon penumpang

• Keamanan penumpangpada saat naik dan turun kendaraan.

• Jarak pandang dari kendaraan lain

• Mempunyai jarak yang cukup untuk penyebrangan pejalan kaki.

b. Traffic, meliputi :

• Gangguan terhadap lalu lintas lain saat angkutan umum berhenti.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

• Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat angkutan umum masuk dan

keluar dari lokasi perhentian.

c. Efficiency, meliputi :

• Jumlah orang yang dapat terangkut cukup banyak.

• Dimungkinkannya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lain.

d. Public Relation, meliputi :

• Tersedianya informasi yang berkaitan dengan schedule.

• Tersedianya tempat sampah yang memadai.

• Tidak menybabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.

Dari keempat kriteria di atas, yang sering dijadikan sebagai kriteria utama ada dua,

yaitu :

1. Tingkat keselamatan bagi penumpang pada saat naik-turun bus (safety) dan,

2. Tingkat gangguan bagi lalu lintas lainnya, yaitu perlambatan yang dirasakan

lalu lintas lain akibat berhentinya bus di tempat perhentian.

2.5.1 Jarak Halte

Jarak halte yang dimaksud disini adalah jarak antar halte atau disebut juga

jarak tempat henti.

Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, tempat henti

(halte) dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu :

o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada akupansi

kendaraan dengan rumus :

S = V (nx + AV)

Dimana :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

S : jarak tempat henti

V : running speed (meter/detik)

n : jumlah penumpang ditempat henti yang naik angkutan umum

x : waktu untuk naik kendaraan per penumpang (detik)

A : a+b/a.b

a : perlambatan (meter/detik)

b : percepatan (meter/detik)

o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada performasi

kendaraan serta kepentingan pemakai jasa maksimum orang berjalan kaki :

S = ½ Vmax² (1/a + 1/b)

Dimana :

Vmax : jarak berjalan kaki maksimum (meter)

Kepadatan rute angkutan umum = km rute/km² area

Berdasarkan faktor-faktor di atas, jarak tempat henti dapat diatur

penempatannya sebagai berikut :

Table 2.1 Jarak Halte

Tabel Jarak Halte

No Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat

Henti (m)

1 Pusat kegiatan sangat padat: pasar, pertokoan CBD, Kota 200 - 300 *)

2 Padat : perkantoran, sekolah, jasa Kota 300 - 400

3 Permukiman Kota 300 - 400 4 Campuran padat : perumahan,

sekolah, jasa Pinggiran 300 – 500

5 Campuran jarang : perumahan, ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran 500- 1000

Sumber Departemen Perhubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Halte pada jarak 400-600 meter dari garis henti akan memungkinkan untuk

menyediakan fasilitas yang cukup, seperti dipasangnya papan informasi dan peneduh

dan bangku-bangku.

2.5.2 Tata Letak Halte

Tata letak yang direkomendasikan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan darat (1996) jarak berjalan yang wajar bagi penumpang angkutan

umum, dimana untuk daerah CBD 200-400 meter, untuk daerah pinggiran kota 300-

500 meter. Selain ditentukan oleh jarak tersebut, tempat henti (halte) juga ditentukan

oleh kapasitasnya dan jumlah permintaan yang dipengaruhi oleh tata guna tanah dan

tingkat kepadatan penduduk.Keberadaan tempat henti pada ruas-ruas jalan dapat

menjadi penyebab utama dari kemacetan lalu lintas apabila dalam perencanaannya

tidak mempertimbangkan ha;-hal berikut, adapun tata letak halte dan TPB terhadap

ruang lalu lintas, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat adalah :

1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100

meter.

2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada

panjang antrian.

3. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang

membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.

4. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah

persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana

gambar 2.1 dan 2.2.

5. Perletakan di ruas jalan terlihat sebagaimana gambar 2.3 dan 2.4

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat

Gambar 2.4 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.5 Tata letak halte pada ruas jalan

a. Menghadap ke muka (lindungan jenis 1)

Gambar 2.6 Lindungan menghadap ke muka

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

b. Menghadap ke belakang (lindungan jenis 2)

Gambar 2.7 Lindungan menghadap belakang

Menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, adapun

pengelompokan tempat henti kendaraan penumpang umum berdasarkan tingkat

pemakaian, ketersediaan lahan, dan kondisi lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Halte yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk

bus (gambar 2.8)

2. TPB yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk

bus (gambar 2.9)

3. Halte yang sama dengan butir (1) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.10)

4. TPB yang sama dengan butir (2) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.11)

5. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.12)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

6. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.13)

7. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk

bus serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.14)

8. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus

serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.15)

9. Halte pada lebar jalan yang terbatas (<5.75 m), tetapi mempunyai tingkat

permintaan tinggi (gambar 2.16)

10. Pada lahan terbatas yang tidak memungkinkan membuat teluk bus, hanya

disediakan TPB dan rambu larangan menyalip (gambar 2.17)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

1. Kelompok 1

Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas

Gambar 2.8b Dua Tempat Henti yang Berseberangan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2. Kelompok 2

Gambar 2.9a Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Tunggal)

Gambar 2.9b Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Berseberangan)

Gambar 2.9c Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

3. Kelompok 3

Gambar 2.10a Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Tunggal)

Gambar 2.10b Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Berseberangan)

Gambar 2.10c Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

4. Kelompok 4

Gambar 2.11a Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Tunggal)

Gambar 2.11b Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Berseberangan)

Gambar 2.11c Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

5. Kelompok 5

Gambar 2.12a Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Tunggal)

Gambar 2.12b Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Berseberangan)

Gambar 2.12c Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

6. Kelompok 6

Gambar 2.13a Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Tunggal)

Gambar 2.13b Standar Tempat Henti kelompok 6 (Berseberangan)

Gambar 2.13c Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

7. Kelompok 7

Gambar 2.14a Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Tunggal)

Gambar 2.14b Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Berseberangan)

Gambar 2.14c Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

8. Kelompok 8

Gambar 2.15a Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Tunggal)

Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Dekat jalan akses)

Gambar 2.15c Standar Tempat Henti kelompok 8 (Berseberangan)

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

9. Kelompok 9

Gambar 2.16a Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Tunggal)

Gambar 2.16b Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Berseberangan)

Gambar 2.16c Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Sesudah jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

10. Kelompok 10

Gambar 2.17a Standar Kelompok Henti Kelompok 10 (Tunggal)

Gambar 2.17b Standar Tempat Henti kelompok 10 (Berseberangan)

Gambar 2.17c Standar Tempat Henti Kelompok 10 (Dekat jalan akses)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Dikenal tiga jenis kebijaksanaan operasional angkutan kota yang berkaitan

dengan perhentian yaitu :

1. Flag Stop

Pada kebijakan operasional ini pengendara atau pengemudi diinstruksikan

agar merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti, baik untuk

menaikkan atau menurunkan penumpang.

Dengan adanya kebijakan operasional seperti ini, maka kecepatan rata-rata

bus relatif cukup tinggi. Kebijakan operasional seperti ini sangat sesuai jika poternsi

pergerakan penumpang pada lintasan rute yang dimaksud tidak terlalu besar.

2. Set-Stop

Kebijakan operasional ini merupakan kebijakan operasional yang paling

umum diterapkan di kota-kota besar. Pada kebijakan ini, pengemudi diwajibkan

untuk berhenti di perhentian yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak perduli apakah

pada perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin naik ataupun ingin

turun. Kebijakan operasional ini biasanya sesuai untuk lintasan rute yang memiliki

potensi pergerakan penumpang yang sedang sampai tinggi sekali.

3. Mixed Stop

Kebijakan operasional ini merupakan campuran antara flag stops dan set

stops, artinya adalah pengendara diizinkan pada darah-daerah tertentu untuk berhenti

diperhentian jika ada penumpang yang ingin turun ataupun calon penumpang yang

ingin naik, sedangkan pada daerah-daerah lainnyapengendara diwajibkan berhenti di

setiap perhentian yang dijumpai.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2.5.3 Tipe Halte

Tipe perhentian (halte) angkutan umum dibedakan satu dengan yang lainnya

berdasarkan posisi dari perhentian dimaksudkan terhadap lalu lintas lainnya.

Secara umum dikenal tiga tipe perhentian angkutan umum,yaitu :

a. Curb-side

Yaitu perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan

perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan pada

pedestrian. Yang diperlukan hanyalah perubahan pada marka jalan atau rambu lalu

lintas. Kelemahan pada tipe ini, terutama jika ditinjau dari tingkat gangguan yang

dihasilkan terhadap lalu lintas lainnya, hal ini disebabkan karena angkutan umum

yang berhenti pada dasarnya menggunakan ruas jalan yang sama yang digunakan

dengan lalu lintas yang lainnya, sehingga pada saat berhenti lalu lintas dibelakangnya

jadi terganggu.

Dimensi ruang bebas ini ditentukan berdasarkan jumlah angkutan umum yang

akan dilayani dan juga pada ukuran angkutan umum yang ada. Selain itu dimensi

ruang bebas yang dimaksud dipengaruhi oleh tipe perhentian, yaitu farside, nearside

dan mid-block.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perhentian dengan

prasarana curbside adalah fasilitas bagi penumpang yang menunggu ( berupa ruang

antri, side-walk ). Lebar minimum untuk side-walk sebesar 2 - 3 meter adalah : 1,2 –

1,5 m digunakan untuk penumpang yang sedang antri menunggu, sedangkan sisanya

untuk pedestrian yang lalu lalang.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

b. Lay-bys

Yaitu perhentian yang terletak tepat pada pinggir perkerasan dengan sedikit

menjorok ke daerah luar perkerasan. Tipe ini lebih aman dan nyaman dibandingkan

dengan curb-side. Selain itu tingkat gangguan yang dihasilakn terhadap lalu lintas

lainnya lebih kecil . Hal ini dimungkinkan karena tipe ini pada lokasi pemberhentian

dilakukan pelebaran jalan, sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas yang

cukup di luar perkerasan jalan bagi maneuver masuk, maupun untuk manuver keluar.

Dengan adanya ruang bebas yang terletak di luar perkerasan jalan, maka pada

saat angkutan umum masuk lokasi perhentian dan berhenti tidak mengganggu lalu

lintas lainnya, baik bagi kendaraan yang ada dibelakangnya ataupu kendaraan yang

ada disampingnya.

Secara umum, perhentian tipe ini akan layak ditinjau dari segi

pemanfaatannya jika hal-hal berikut bisa dipenuhi :

• Volume lalu lintas cukup tinggi di ruas jalan dimaksud disertai dengan

kecepatan lalu lintas yang cukup tinggi.

• Calon penumpang yang akan menggunakan perhentian ini jumlahnya cukup

besar, sehingga menyebabkan angkutan umum harus berhenti dengan waktu

yang cukup lama untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

• Jumlah angkutan umum yang akan menggunakan pemberhentian tidak begitu

banyak, tidak lebih dari 10 -15 angkutan umum per jam.

• Tersedianya ruang yang cukup di perhentian baik untul lay-bys maupun untuk

side-walk.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

c. Bus-bay

Yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan

yang ada. Perhentian tipe ini merupakan perhentian yang paling ideal, baik ditinjau

dari sudut pandang penumpang, pengemudi angkutan umum, maupun bagi lalu lintas

lainnya. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa dengan perhentian tipe ini angkutan

dapat berhenti dengan posisi yang aman bagi proses naik-turun penumpang,

angkutan juga dapat berhenti dengan tenang tanpa mengganggu lalu lintas lain.

Secara umum karakteristik geometrik dari perhentian tipe ini adalah berupa

lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang, artinya secara

geometrik, bentuknya hampir sama dengan tipe lay-bys, hanya saja disini antar ruang

bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah. Karena perhentian tipe ini

memerlukan lahan yang luas untuk ruang bebas dan pulau pemisah, maka lokasi-

lokasi tertentu saja yang dapat dibangun bus-bay.

Daerah-daerah tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Tersedianya lahan yang cukup luas di pinggir jalan yang perhentian akan

ditempatkan.

• Jumlah penumpang yang akan di layani pada perhentian yang dimaksud cukup

banyak

• Jumlah angkutan umum yang akan dilayani pada pemberhentian dimaksud

cukup banyak, lebih dari 15 angkutan per jam

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Sedangkan menurut Vuchic,VR (1981), ada tiga tipe penempatan lokasi halte

untuk tempat henti di sepanjang jalan ditinjau dari letak dari persimpangan :

1. Near-side, yaitu halte terletak sebelum garis henti persimpangan jalan

2. Far-side, yaitu halte terletak sesudah garis henti di persimpangan jalan

3. Midblock, yaitu halte yang tidak terletak di dekat persimpangan jalan tetapi

masih di salah satu ruas jalan yang terkait dengan persimpangan jalan

tersebut.

Near-side, far-side maupun midblock sangat mungkin dilengkapi dengan alat

pemberi isyarat lalu lintas, bahkan alat pemberi isyarat lalu lintas pada near-side dan

far-side diusahakan agar terpisah dari fasilitas parkir. Rancangan midblock di

sesuaikan dengan dimensi teluk bus.

Table 2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti Panjang

Bus

Satu Tempat Henti Dua Tempat Henti

NS FS MB NS FS MB

7.50 27.5 19.5 38.0 36.0 28.0 46.5

9.00 29.0 21.0 39.5 39.0 31.0 49.5

10.50 30.5 22.5 41.0 42.0 34.0 52.5

12.00 32.0 24.0 42.5 45.0 37.0 55.5

Sumber : Vuchic, VR., 1981

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2.6 Kondisi Halte

Untuk menentukan kondisi halte sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan darat (1996) didapat dua segi aspek pembahasan dalam penilaian

kondisi halte, yaitu : Standar rancang bangun (dimensi) halte, dan Fasilitas halte.

2.6.1 Rancang Bangunan (Dimensi) Halte

A. Daya Tampung

1. Halte

Halte dirancang dapat menampung penumpang angkutan umum 20 orang per

halte pada kondisi biasa (penumpang dapat menunggu dengan nyaman).

Gambar 2.18 kapasitas Lindungan

Keterangan gambar :

• Ruang gerak penumpang di tempat henti 90 cm x 60 cm.

• Jarak bebas antar penumpang :

- Dalam kota 30 cm

- Antar kota 60 cm

• Ukuran tempat henti perkendaraan, panjang 12 m dan lebar 2.5 m

• Ukuran lindung minimum 4.00 m x 2.00 m

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar halte tampak depan, belakang,samping, atas

Catatan :

- Bahan bangunan di sesuaikan dengan kondisi setempat Ukuran

panjang minimum dengan luas efektif halte adalah panjang =≥ 4m,

lebar = ≥ 2m

Gambar 2.19 Halte Jenis 1

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.20 Halte Jenis 2

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.21 Halte Jenis 3

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2. Teluk Bus

Gambar teluk bus tunggal, gamda, dua halte yang berdekatan

Gambar 2.22 Standar Jalur Henti bus Tunggal (single-bus lay bay)

Gambar 2.23 Standar Jalur Henti bus Ganda (multi-bus lay bay)

Gambar 2.24 Standar Jalur henti Bus untuk Tempat Henti yang Berdekatan (Single-

Bus/Multi-Stop lay bay)

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

Gambar 2.25 Standar Jalur Henti Bus Terbuka (Open-ended lay bay)

Gambar 2.26 Standar Jalur Henti Bus yang dikombinasikan dengan Jalur parkir dan Bongkar Muat (combined lay bay)

Gambar 2.27 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay with sub-standart depth)

Gambar 2.28 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay incorporating side road)

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46624/3/Chapter II.pdf · tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan

2.6.2 Fasilitas Halte

Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) fasilitas tempat

perhentian kendaraan penumpang umum terdiri dari :

• Fasilitas utama

• Fasilitas tambahan

Fasilitas utama halte adalah sebagai berikut :

• Identitas halte berupa nama atau nomor

• Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum

• Tempat henti kendaraan apabila disertai rambu akan lebih aman dan untuk

melancarkan lalu lintas dapat menggunakan teluk bus (bus lay by)

• Lampu penerangan

• Tempat menunggu penumpang yang tidak menggangu pejalan kaki dan aman

dari lalu lintas

Sedangkan fasilitas tambahan halte sebagi berikut :

• Telepon umum

• Tempat sampah

• Pagar pengamanan agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan

tempat

• Papan iklan/pengumuman

Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh

mengganggu ruang bebas pandang bagi pengguna jalan.

Universitas Sumatera Utara