studi pengaruh chimney pada moda pendinginan koveksi bebas di rsg gas
DESCRIPTION
STUDI PENGARUH CHIMNEY PADA MODA PENDINGINAN KOVEKSI BEBAS DI RSG GASTRANSCRIPT
1
STUDI PENGARUH CHIMNEY PADA MODA PENDINGINAN KONVEKSI
BEBAS DI REAKTOR SERBA GUNA GA SIWABESSY
Gideon Rendy Natanael 1)
; Endiah Puji Hastuti 2)
1) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Yogyakarta,
2) PTRKN-BATAN Serpong
[email protected]; [email protected]
ABSTRAK
STUDI PENGARUH CHIMNEY PADA MODA PENDINGINAN KONVEKSI
BEBAS DI REAKTOR SERBA GUNA GA SIWABESSY. Pendinginan konveksi bebas
merupakan salah satu moda operasi RSG GAS. Moda ini dioperasikan untuk tujuan
eksperimen fisika reaktor, seperti kalibrasi batang kendali dan pengukuran fluks neutron
dengan metoda iradiasi keping atau wire. Pada studi ini dipelajari fenomena efek chimney
terhadap kinerja perpindahan panas pada moda pendinginan konveksi bebas. Studi
dilakukan menggunakan piranti lunak perhitungan perpindahan panas konveksi bebas pada
bahan bakar berbentuk pelat, NATCON. Simulasi pemodelan dilakukan pada RSG GAS
berbahan bakar U3Si2-Al dengan tingkat muat 4,8 gU/cm3, dengan variabel tinggi chimney
dan variabel daya. Hasil studi mengenai efek chimney terhadap perpindahan panas
konveksi bebas di RSG GAS, menggunakan program NATCON menunjukkan bahwa:
driving force meningkat dengan cukup signifikan sebagai fungsi daya reaktor. Hasil studi
juga menunjukkan bahwa dibandingkan dengan efek penambahan tinggi chimney,
peningkatan daya reaktor lebih signifikan meningkatkan driving force dan TONB.
Kata kunci: chimney, konveksi bebas, RSG-GAS, NATCON
ABSTRACT
CHIMNEY EFFECT STUDY ON NATURAL CONVECTION COOLING MODE AT
RSG GA SIWABESSY MULTIPURPOSE REACTOR. Free convection is one of RSG
GAS operation mode. This mode operation is dedicated for reactor physic experiment, like
control rod calibration and neutron flux measurement, by foil or wire irradiation.
Purposed of this study is to learned the chimney effect phenomena against to heat transfer
perform at free convection cooling mode. The study was done by using NATCON code
which analyze the free convection heat transfer on plate fuel type. The simulation model
was done for RSG GAS with U3Si2-Al fuel meat density of 4,8 gU/cm3, using two variabel
each are chimney height and reactor power. Regarding the study of chimney effect against
to free convection heat transfer in RSG GAS, by using NATCON shows that: the driving
force increase significantly as a reactor power function. The study also shows that the
reactor power more significantly increase the driving force and TONB than addition of
chimney height .
Keywords: chimney, free Convection, RSG-GAS, NATCON
2
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Laporan Analisis Keselamatan (LAK) RSG-GAS, terdapat 4
(empat) moda pengoperasian reaktor. Salah satu diantaranya adalah moda operasi 2, moda
ini digunakan pada start-up dan operasi daya rendah, dimana reaktor dioperasikan pada
~ 1% dari daya nominal (300KW), termasuk kondisi kritis dan subkritis[1]
. Beberapa
eksperimen fisika reaktor mensyaratkan penggunaan moda pendinginan konveksi bebas di
dalam reaktor. Eksperimen kalibrasi batang kendali misalnya, m e m e r l u k a n moda
pendinginan konveksi bebas agar diperoleh kondisi yang diinginkan yaitu tidak adanya
umpan balik reaktivitas. Demikian juga untuk pengukuran fluks neutron menggunakan
keping (foil) atau kawat (wire), dipersyaratkan tidak dizinkan adanya aliran pendingin
yang deras agar keping atau kawat tidak hanyut terbawa aliran pendingin. Dalam hal ini
sejak awal pengoperasian reaktor, pompa pendingin primer sengaja tidak dioperasikan
dengan pembatasan daya reaktor.
Selain hal diatas, pendinginan konveksi bebas digunakan untuk mendinginkan panas
sisa hasil peluruhan. Hal ini berlangsung ketika terjadi transisi dari moda pendinginan
konveksi paksa menjadi reaktor shutdown (padam), walaupun reaktor sudah padam, daya
reaktor dari panas peluruhan masih cukup tinggi, dimana hal ini dapat menyebabkan
pelelehan bahan bakar. Reaktor RSG GAS beroperasi dengan pendinginan konveksi
paksa pada saat operasi normal. Setelah reaktor shut-down secara normal, maka daya
reaktor dari reaksi fisi berhenti dan menyisakan panas sisa. Namun pompa pendingin
primer masih tetap beroperasi selama beberapa jam, hingga panas sisa cukup kecil dan
memungkinkan konveksi alam berjalan tanpa menyebabkan kenaikan suhu bahan bakar
yang signifikan. Saat pompa pendingin primer sudah mati, sistem pendinginan reaktor
memanfaatkan konveksi bebas di mana aliran pendingin terjadi akibat perbedaan
densitas fluida panas dan fluida dingin dan terbukanya katup sirkulasi alam yang berada
di bawah teras reaktor[1]
.
Organisasi pengoperasi Pusat Reaktor Serba Guna dalam Laporan Analysis
Keselamatan (LAK) RSG GAS menyatakan bahwa reaktor dapat beroperasi secara
aman pada daya 1% dari daya nominal (300 kW) dengan mode konveksi bebas[1]
.
Berkaitan dengan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tinggi
chimney terhadap parameter termohidrolika pada moda pendinginan konveksi bebas
3
yang berlangsung di RSG GAS. Analisis termohidrolika dilakukan terhadap moda
pendinginan konveksi bebas pada kondisi tunak (steady state) menggunakan program
perhitungan NATCON. NATCON adalah program perhitungan perpindahan panas satu
dimensi pada elemen bakar berbentuk pelat dengan moda pendinginan konveksi
bebas.
TEORI
Perpindahan Panas Konveksi Bebas
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi
panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai
mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan fluida cair atau gas.
Menurut cara menggerakkan aliran pendinginnya, perpindahan panas konveksi
diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free convection=natural convection) dan konveksi
paksa (forced convection). Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai
akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu, maka hal ini disebut
konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu
alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.
Keefektifan perpindahan panas dengan cara konveksi sebagian besar bergantung pada
gerakan mencampur fluida. Oleh karena itu studi perpindahan panas konveksi didasarkan
pada gerakan mencampur fluida. Mekanisme perpindahan panas dengan cara konveksi
berlangsung dengan cara sebagai berikut: mula-mula panas akan mengalir dengan cara
konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi tersebut akan
menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel
fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida
sehingga bercampur, dan memindahkan sebagian energinya ke partikel fluida yang lain.
Fluida yang densitasnya menurun cenderung lebih ringan karena mempunyai gaya apung
yang diakibatkan oleh perbedaan densitas di sekitarnya. Gaya apung fluida ini diimbangi
oleh gaya gesek yang diakibatkan oleh fluida di sekitarnya. Ketika gaya apung ini dapat
mengimbangi gaya gesek tersebut atau bahkan melebihi, maka fluida panas dapat
bergerak ke atas. Ketika naik ke atas, fluida dingin akan mengisi tempatnya, sehingga
terbentuklah aliran atau sirkulasi[2]
.
4
Moda pendinginan konveksi bebas yang dilakukan di RSG GAS memiliki syarat
atau batas operasinya. Pada pengoperasian reaktor menggunakan moda pendinginan
konveksi bebas diberlakukan batas kondisi operasi sebagai berikut[1]
:
1. Daya maksimum sebesar 1% dari daya nominal atau 300 KW
2. Alarm karena perioda, 10 detik, batas scram, 15 detik.
3. Bridging untuk kenaikan daya di atas 300 KW.
Efek Chimney
Chimney di dalam reaktor adalah kolom berisi air di atas teras reaktor yang tidak
terpanasi. Karena tidak terdapat elemen bahan bakar didalamnya, maka aliran di dalam
chimney akan memiliki gesekan yang lebih kecil daripada di dalam teras. Kualitas
pendingin yang berada dalam chimney (xch) secara umum sama dengan pendingin yang
keluar dari kanal (xe), sehingga xch = xe. Tidak ada panas yang dibangkitkan maupun
ditambahkan di dalam chimney, maka xch tidak akan berbeda di dalam arah aksialnya. Jika
rasio slip di dalam chimney dianggap sama dengan yang ada di dalam teras, maka fraksi
void akan konstan dan sama dengan keluaran kanal. Sesuai penjelasan di atas maka
kerapatan pendingin di sepanjang chimney akan sama dengan kerapatan pendingin yang
keluar dari kanal ρe, adanya penambahan tinggi chimney Hch akan meningkatkan tekanan
sebesar [3]
:
FD = (ρch – ρe) Hch (g/gc) (1)
dengan:
FD = driving force, Pa
ρch = densitas pendingin di dalam chimney, kg/m3
Hch = tinggi chimney, m
g = gravitasi, kg/m2
gc = faktor konversi
drifing force ini diperlukan didalam sirkulasi pendinginan alami. Driving force semakin
besar apabila tinggi chimney bertambah, akan tetapi penambahan tinggi chimney akan
menimbulkan kerumitan dalam mekanisme pemasukkan bahan bakar, target iradiasi serta
batang kendali, terutama apabila pergerakan batang kendali diatur dari atas. Oleh karena
itu pertimbangan dari berbagai aspek diperlukan dalam menentukan tinggi chimney.
5
Gambar 1 (a) sirkulasi aliran massa di reaktor sederhana dengan resirkulasi internal
(b) aliran sirkulasi alam di dalam reaktor yang terdiri dari sebuah kanal dan chimney
Program Perhitungan NATCON
Program perhitungan NATCON dikembangkan untuk menganalisis termohidrolika
pada keadaan tunak dari elemen bakar jenis pelat pada reaktor riset yang didinginkan
secara konveksi bebas[3]
. Batas maksimum pengoperasian daya reaktor pada sistem
pendinginan konveksi bebas adalah suhu terjadinya awal pendidihan inti (ONB=Onsef of
Nucleate Boiling). Program tersebut antara lain akan menghitung gaya apung, gaya
gesek, kecepatan pendingin, koefisien perpindahan panas, suhu kelongsong, suhu bahan
bakar dan suhu dinding dimana terjadi awal pendidihan inti, berdasarkan korelasi
BerglesRohsenow. Air pendingin mengalir mengambil panas yang dibangkitkan oleh
bahan bakar dengan arah aliran dari bawah ke atas karena adanya perbedaan rapat massa
dalam air pendingin. Gaya apung yang dihasilkan diimbangi dalam arah yang berlawanan
oleh gaya gesek yang dihasilkan dari aliran air pendingin yang mempunyai densitas
tertentu. Gaya apung dan gaya gesek tersebut ditunjukkan oleh persamaan(2) dan (3) di
bawah ini :
(2)
6
dengan :
ρ c = rapat massa rerata dari kolom air yang terpanasi, dirumuskan
sebagai:
(3)
ρ AMB = rapat massa dari pendingin dalam tangki reaktor, kg/m³.
Ac = luas tampang lintang kanal pendingin, m²;
Lc = panjang kolom air yang terpanasi dari kanal pendingin, m.
g = gaya gravitasi, m/det2
.
Gaya apung menyebabkan suatu aliran yang dihambat oleh gaya gesek yang
menghasilkan suatu penurunan tekanan. Kecepatan dari aliran akan mencapai suatu harga
tertentu yang disebut kecepatan terminal di mana gaya apung tepat setimbang atau
diimbangi oleh gaya gesek. Gaya gesek ini dapat dinyatakan sebagai :
(4)
dengan:
ρ = rapat massa dari pendingin di lokasi yang ditunjukkan, kg/m³;
f = faktor gesekan;
v = kecepatan aliran di sisi inlet, m/detik;
g = percepatan gravitasi, diambil harga g = 9,80665 m/det²;
Δzi = tinggi kenaikan dari nodal dalam kanal pendingin, m;
DH = garis tengah atau diameter hidrolik dari kanal pendingin, m.
Suku pertama dan suku ketiga dalam tanda kurung pada persamaan (4) di atas
menandakan untuk masuk ke dalam dan bocor keluar, sementara itu suku kedua adalah
penurunan tekanan atas seluruh kanal yang berasal dari aliran. Faktor gesekan dihitung
7
dari:
(5)
Di mana Ϛf adalah tetapan faktor gesekan dan Re adalah bilangan Reynolds.
Kecepatan pendingin masuk (inlet) diiterasi sampai dicapai/diperoleh kesetimbangan
antara gaya apung dan gaya gesek dari adanya densitas cairan. Apabila kecepatan
terminal ini diketahui, maka koefisien perpindahan panas dan suhu keadaan tunak dari
pendingin, kelongsong dan bahan bakar dapat ditentukan harganya.
TATA KERJA/PEMODELAN
Studi terhadap fenomena efek chimney di RSG GAS dilakukan dengan
memodelkan tinggi chimney dengan variasi ketinggian masing-masing 8; 10; 11,45; 14 dan
16 m. Efek tinggi chimney dianalisis menggunakan program NATCON terhadap parameter
termohidrolika. Dalam studi digunakan 2 metode pemodelan untuk analisis ini yaitu:
1. Pemodelan dengan tingkat daya maksimum yang diizinkan yaitu 1% dari daya
nominal 30 MW atau sebesar 300 kW. Pemodelan ini dilakukan pada daya 300
kW. Dengan pemilihan opsi tingkat daya yang akan dihitung, program
NATCON hanya akan mengiterasi pada daya yang telah diberikan.
2. Pemodelan dengan opsi 0, untuk perhitungan daya otomatis. Hal ini akan
menyebabkan paket program NATCON akan mengiterasi dari daya 10 kW
sampai dengan daya pada saat suhu ONB berlangsung, dalam pembahasan akan
dibatasi sampai daya 300 kW.
Input data yang diperlukan meliputi geometri reaktor, geometri bahan bakar dan
distribusi faktor puncak daya aksial untuk program NATCON disajikan dalam Tabel 1.
8
Tabel 1. Data Input [5]
PARAMETER NILAI
Dimensi elemen bakar & elemen kendali (mm) 77,1x81x600
Tebal pelat elemen bakar (mm) 1,3
Lebar kanal pendingin (mm) 2,55
Jumlah pelat tiap elemen bakar 21
Jumlah pelat tiap elemen kendali 15
Material kelongsong elemen bakar AlMg2
Tebal kelongsong elemen bakar (mm) 0,38
Dimensi bahan bakar (mm) 0,54x62,75x600
Material bahan bakar U3O8Al
Pengkayaan U-235 (w/o) 19,75
Densitas Uranium dalam bahan bakar (g/cm3) 4,8
Jumlah U-235 tiap elemen bakar (g) 250
Jumlah U-235 tiap elemen kendali (g) 178,6
Material absorber Ag-In-Cd
Konduktivitas termal U3Si2-Al, 4,8 gU/cm3, W/m K 107
Konduktivitas termal AlMg2, W/m K 180
Variabel tinggi chimney, m 8; 10; 11,45; 14, 16
Suhu inlet rerata air kolam, (oC) 40,5
Beberapa input data dapat diasumsikan jika memang tidak diketahui, tetapi semakin sedikit
input yang merupakan asumsi maka hal tersebut akan membuat perhitungan menjadi lebih
presisi. Beberapa input data yang merupakan asumsi antara lain :
1. Kriteria untuk konvergensi gaya apung dan gaya gesek, diberikan nilai sebesar 0,01
agar hasil dari input dapat menjadi konvergen. Unutk kriteria konvergen yang
terlalu kecil, 0,0001 misalnya, akan sulit untuk mendapat hasil yang konvergen.
2. Harga tebakan awal untuk laju aliran pendingin, diasumsikan sebesar 0,03. Angka
ini tidak terlalu berpengaruh untuk hasil output dikarenakan akan diiterasi oleh
program tersebut untuk mencapai harga yang sebenarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dengan variabel daya masing-masing 10; 100, 200 dan 300 kW
dan pemodelan tinggi chimney masing-masing 8; 10; 11,45; 14 dan 16 m dirangkum dalam
9
Tabel 2, tinggi chimney 11,45 m adalah tinggi existing chimney RSG GAS. Simulasi tinggi
chimney sengaja dilakukan untuk mempelajari efeknya terhadap driving force dan
selanjutnya terhadap kemampuan pendinginan sirkulasi alam.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Parameter Termohidrolika Konveksi Bebas
Tinggi
Chimney (m)
Tingkat Daya
Reaktor
(kW)
Suhu Koefisien Perpindahan
panas,
(W/m2 K)
Coolant Velocity
(cm/s)
Mass
Velocity (kg/m2 s)
Driving
Force (Pa)
Meat (oC)
Kelongsg(oC)
Pendingin ( oC)
TONB ( oC)
In Out
8 10 41,66 41,66 41,46 120,16 741,6 2,68 2,69 26,64 27,92
8 100 46,79 46,78 43,6 120,45 742,5 8,34 8,35 82,74 89,86
8 200 51,88 51,85 44,89 120,61 743,1 11,79 11,81 117,02 129,85
8 300 56,79 56,75 45,87 120,74 744 14,45 14,48 143,38 161,83
10 10 41,58 41,58 41,37 123,05 741,6 2,98 2,99 29,61 31,15
10 100 46,59 46,58 43,3 123,32 742,4 9,24 9,25 91,65 100,60
10 200 51,62 51,59 44,49 123,48 742,9 12,98 13,00 128,78 144,93
10 300 56,51 56,47 45,38 123,6 743,3 15,90 15,93 157,75 181,07
11,45 10 41,53 41,53 41,31 123,53 741,6 3,18 3,18 31,58 33,28
11,45 100 46,48 46,47 43,13 125,79 742,3 9,83 9,84 97,54 107,87
11,45 200 51,49 51,46 44,26 125,94 742,8 13,75 13,77 136,48 154,99
11,45 300 56,35 56,31 45,1 126,06 743,2 16,85 16,88 167,16 193,87
14 10 41,47 41,46 41,24 128,41 741,5 3,50 3,51 34,77 36,77
14 100 46,33 46,32 42,9 128,65 742,2 10,78 10,79 107,01 119,22
14 200 51,3 51,27 43,94 128,79 742,7 15,03 15,04 149,1 171,65
14 300 56,13 56,09 44,73 128,9 743 18,36 18,39 182,15 214,65
16 10 41,43 41,43 41,19 130,86 741,5 3,74 3,74 37,08 39,31
16 100 46,24 46,23 42,75 131,1 742,2 11,47 11,48 113,82 128,13
16 200 51,18 51,15 43,74 131,24 742,6 15,96 15,98 158,39 184,15
16 300 56 55,96 44,49 131,34 742,9 19,43 19,46 192,81 229,35
Dapat diketahui dari Tabel 2 bahwa perubahan tinggi chimney mempengaruhi
hampir keseluruhan aspek termohidrolika di dalam reaktor, suhu bahan bakar (meat),
kelongsong dan pendingin mengalami penurunan. Kecepatan pendingin di sisi inlet dan
outlet relatif sama, setelah gaya apung mengatasi gaya dorong di dalam kanal pendingin.
Perbedaan temperatur terjadi cukup signifikan dengan adanya perubahan daya reaktor,
sementara itu koefisien perpindahan panas relatif sedikit terjadi peningkatan sebagai fungsi
kenaikan daya. Peningkatan koefisien perpindahan panas ditunjukkan pada Gambar 2.
10
Gambar 2. Distribusi Koefisien Perpindahan Panas Berdasarkan Penambahan Tinggi
Chimney
Kenaikan koefisien perpindahan panas dan penurunan suhu pendingin terjadi walau
tidak mempunyai nilai yang signifikan. Suhu bahan bakar banyak dipengaruhi oleh besar
daya yang dibangkitkan oleh elemen bahan bakar yang terdapat dalam pelat bahan bakar,
oleh karena itu dapat dilihat untuk perubahan tinggi daya dari 10 kW hingga 300 kW
(batas operasi moda pendingin konveksi bebas RSG GAS), suhu bahan bakar naik cukup
signifikan. Kelongsong yang menempel langsung dengan meat juga terpengaruh karena
perubahan ini. Suhu kelongsong dan meat pun tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dijelaskan
karena dalam moda pendinginan konveksi bebas, aliran pendingin sangat kecil sehingga
kedua suhu tersebut relatif sama. Suhu pendingin tidak mengalami kenaikan yang berarti
baik itu dengan perubahan tinggi chimney ataupun perubahan tingkat daya reaktor, sebab
posisi T pendingin keluaran masih di dalam elemen bakar, sehingga tidak ada pengaruh
chimney yang berada di atas teras reaktor.
Suhu pendidihan inti atau TONB (Onset of Nucleate Boiling Termperature) adalah
suhu dimana permukaan kelongsong akan mulai membentuk gelembung. Reaktor harus
dioperasikan dibawah suhu pendidihan inti, karena adanya gelembung ini akan memicu
terjadinya instabilitas aliran di dalam kanal pendingin. Selisih suhu pendidihan inti dengan
suhu kelongsong disebut ΔTONB. Semakin besar ΔTONB ini maka pada pengoperasian
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Ko
efi
sie
n P
erp
ind
ahan
Pan
as
(W/m
2 K
)
Tinggi Aksial Bahan Bakar (m)
8 m
10 m
11,45 m
14 m
16 m
11
reaktor pada tingkat daya tersebut akan semakin aman. Besar ΔTONB akibat perubahan
tinggi chimney dan variasi daya dirangkum dalam Tabel 3.
Tabel 3 Perubahan Delta T ONB Terhadap Variabel Daya dan Tinggi chimney
Tinggi
Chimney (m)
Tingkat Daya
Reaktor (kW)
Suhu
ΔTONB Kelongsong
(oC)
TONB
(oC)
8 10 41,66 120,16 78,5
8 100 46,78 120,45 73,67
8 200 51,85 120,61 68,76
8 300 56,75 120,74 63,99
10 10 41,58 123,05 81,47
10 100 46,58 123,32 76,74
10 200 51,59 123,48 71,89
10 300 56,47 123,6 67,13
11,45 10 41,53 123,53 82
11,45 100 46,47 125,79 79,32
11,45 200 51,46 125,94 74,48
11,45 300 56,31 126,06 69,75
14 10 41,46 128,41 86,95
14 100 46,32 128,65 82,33
14 200 51,27 128,79 77,52
14 300 56,09 128,9 72,81
16 10 41,43 130,86 89,43
16 100 46,23 131,1 84,87
16 200 51,15 131,24 80,09
16 300 55,96 131,34 75,38
Dari Tabel 3 terlihat bahwa perubahan tinggi chimney akan meningkatkan suhu
pendidihan inti. Naiknya suhu pendidihan inti menyebabkan naiknya ΔTONB pada tiap
tingkat daya, walaupun mengalami kenaikan, perubahan ΔTONB ini tidak signifikan,
sementara itu marjin terhadap terjadinya pendidihan inti juga masih cukup besar. Pada
daya 300 kW dengan tinggi chimney existing, marjin terhadap ΔTONB = 69,75oC, sementara
apabila tinggi chimney 16 m maka ΔTONB = 75,38oC.
Driving force atau disebut gaya angkat banyak dipengaruhi oleh perubahan tinggi
chimney. Hal ini kemudian sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penambahan
12
tinggi chimney akan meningkatkan daya angkat, atau dapat dilihat pada persamaan (1).
Daya angkat ini juga sebanding dengan tingkat daya reaktor seperti dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Distribusi Driving Force Berdasarkan Perubahan Tingkat Daya
Driving force ini diakibatkan oleh perbedaan densitas pendingin yang berada dalam
kanal karena adanya pemanasan dari bahan bakar yang ditransfer ke kelongsong.
Pendingin yang mempunyai suhu lebih tinggi akan mempunyai densitas lebih ringan
sehingga akan terangkat ke atas, sedangkan pendingin yang lebih dingin akan turun,
sehingga terjadilah sirkulasi pendinginan konveksi bebas. Dari Gambar 3 tampak bahwa
driving force meningkat secara linier sebagai fungsi kenaikan daya reaktor, sementara hal
yang sama terjadi apabila tinggi chimney bertambah.
Pengaruh tinggi chimney terhadap perubahan driving force ini ditunjukkan pada
Gambar 4.
20
70
120
170
220
0 100 200 300
Dri
vin
g F
orc
e (
Pa
)
Daya Reaktor (kW)
Tinggi Chimney 8 m
Tinggi Chimney 10 m
Tinggi Chimney 11,45 m
Tinggi Chimney 14 m
Tinggi Chimney 16 m
13
Gambar 4 Distribusi Driving Force Berdasarkan Perubahan Tinggi Chimney
Driving force bertambah besar akibat bertambahnya tinggi chimney, hal ini
berdampak terhadap besar kecepatan alir massa pendingin (mass velocity) seperti terlihat
pada Tabel 2. Mass velocity yang bertambah ini tentu saja mempengaruhi besar panas yang
dapat diambil dari meat. Hal inilah yang menyebabkan semakin tinggi chimney, maka suhu
meat dan kelongsong akan menurun, walaupun penurunan yang terjadi tidak signifikan.
Bila dibandingkan antara peningkatan driving force sebagai fungsi penambahan tinggi
chimney dengan hal yang sama sebagi fungsi peningkatan daya, maka Gambar 4
menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan daya lebih berperan dalam peningkatan
driving force dibandingkan dengan penambahan tinggi chimney.
KESIMPULAN
Dari hasil studi mengenai efek chimney terhadap perpindahan panas konveksi bebas
di RSG GAS, menggunakan program NATCON menunjukkan bahwa: driving force
meningkat dengan cukup signifikan sebagai fungsi daya reaktor. Penambahan tinggi
chimney meningkatkan driving force relatif kecil dibandingkan dengan peningkatan daya
reaktor. Marjin terhadap suhu awal pendidihan inti ΔTONB bertambah besar apabila tinggi
20
70
120
170
220
8 10 12 14 16
Dri
vin
g F
orc
e (
Pa
)
Tinggi Chimney (m)
Daya 10 kW
Daya 100 kW
Daya 200 kW
Daya 300 kW
14
chimney bertambah. marjin ini masih cukup besar meskipun tanpa penambahan tinggi
chimney. Parameter termohidrolika seperti suhu meat, kelongsong dan pendingin
mengalami penurunan akan tetapi tidak signifikan. Perubahan suhu ini dapat dikarenakan
adanya peningkatan driving force. Besarnya perubahan driving force ini mengakibatkan
berubahnya kecepatan aliran massa pendingin.
DAFTAR PUSTAKA
[1] PUSAT REAKTOR SERBA GUNA-BATAN, “Laporan Analisis Keselamatan
RSG GAS Rev 10”, Desember 2008
[2] FRANK KREITH, ARKO PRIYONO, “Prinsip-prinsip Perpindahan Panas”, edisi
ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.
[3] M.M. EL-WAKIL, “Nuclear Heat Transport”, The American, Nuclear Society, La
Grange Park, Illinois, 1978.
[4] R. S. SMITH dan W. L. WOODRUFF, "A Computer Code, NATCON, for The
Analyses of Steady-State Thermal-Hydraulics and Safety Margins in Plat-Type
Research Reactors Cooled by Natural Convection", ANL/RERTR/TM-12, Argonne
National Laboratory, Argonne, Illinois.
[5] T.M. SEMBIRING, S. PINEM, SETIYANTO, “Validation of the Monte Carlo
Code MVP on the First Criticality of Indonesian Multipurpose Reactor”,
http://www-pub.iaea.org.MTCD/publications/PDF/P1360_ICRR_2007_CD/Papers
/T.M.%20Sembiring.pdf, diunduh Juli 2013.