bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 1 Semua Moda Transportasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahun 2007 merupakan akumulasi tertinggi kecelakaan transportasi nasional
dan terjadi pada semua moda transportasi baik darat, laut maupun udara. Data
dari Kepolisan mengindikasikan terjadi 18,000 kecelakan transportasi pada
tahun 2008. Sebuah studi yang dilakukan oleh World Health Organization
(WHO) di 4 (empat) provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Lampung, Papua,
Gorontalo, menunjukkan bahwa kecelakaan transportasi adalah penyebab
kematian terbesar kedua setelah penyakit tuberkolosis (WHO, 2008). Dampak
dari kecelakaan kecelakaan yang ada antara lain Uni Eropa sejak 6 Juli 2007
hingga kini, melarang seluruh maskapai Indonesia dan pesawat maskapai
sejumlah negara lain terbang ke wilayah udaranya karena dinilai tidak aman
dan anjuran bagi warga Uni Eropa untuk tidak menggunakan maskapai
penerbangan nasional. Di laut terjadi kecelakaan besar beruntun di tahun yang
sama, sementara itu moda kereta api dan jalan masih memiliki tingkat
kecelakaan yang tinggi. Studi dari EINRIP (East Indonesia National Road
Improvement Project) yang didanai oleh AusAID memperlihatkan bahwa tingkat
kecelakaan jalan 10 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat kecelakaan jalan di
Australia maupun Inggris (AusAid, 2008).
Dampak kecelakaan transportasi sangat terasa pada perekonomian nasional.
Sebagai contoh, kecelakaan pada moda jalan menyebabkan kerugian ekonomi
sekitar 2,7% dari Pendapatan Bruto Nasional (Pustral‐UGM, 2007) dan nilai ini
jauh lebih besar dibandingkan yang diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia
sebesar 1% hinnga 2% (WHO, 2004).
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 2 Semua Moda Transportasi
Kondisi menurunnya kualitas infrastruktur dan sarana sektor transportasi,
persaingan antar moda maupun sesama moda serta pertumbuhan permintaan
transportasi tanpa mengembangkan sistem manajemen keselamatan (SMK)
yang memadai merupakan penyebab terjadi berbagai kecelakaan yang
seharusnya dapat dihindari. Upaya perbaikan membutuhkan kebijakan
komprehensif dari pemerintah. Sementara kebijakan ini serta upaya‐upaya
program penanggulangan (counter measures) serta target perbaikan
membutuhkan informasi data kecelakaan yang akurat dan handal.
Kenyataan di lapangaan saat ini, data kecelakaan belum dihimpun oleh
pemerintah dengan baik dan masih tersebar secara sektoral, sehingga
menyulitkan untuk melakukan kajian terhadap permasalahan keselamatan
maupun perumusan kebijakan dan program perbaikan serta rencana
pembangunan sistem keselamatan transportasi nasional.
Seiring dengan meningkatnya permintaan akan transportasi, tingkat kejadian
kecelakaan cenderung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dimana
peluang terjadinya kecelakaan secara kuantitatif dan tingkat keparahan
maupun fatalitas secara kualitatif juga cenderung meningkat. Hubungan
antara eksposur‐resiko‐konsekuensi perlu dipahami. Demikian pula faktor
penyebab kecelakaan yaitu antara manusia ‐ teknologi angkutan ‐lingkungan
prasarana transportasi juga perlu dipahami. Di Indonesia, faktor kesalahan
manusia mengambil peran terbesar di dalam penyebab kecelakaan transportasi
(sekitar 90%). Walaupun demikian kontribusi faktor‐faktor lainnya tetap
merupakan penyebab kecelakaan yang patut dicermati. Sebagai contoh,
buruknya prasarana dan sarana transportasi jalan masih memberikan
kontribusi sekitar 8% hingga 10%, sementara di negara maju hanya sekitar 2%
hingga 5%.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 3 Semua Moda Transportasi
Berbagai masalah ditemukan diantaranya permasalahan institusional dan
manajemen dalam penanganan kejadian kecelakaan. Kurangnya koordinasi
antar instansi yang terkait, belum terwujudnya sistem informasi kecelakaan
yang dapat digunakan oleh semua sub sektor transportasi dan pemangku
kepentingan (stake holders) lainnya serta belum adanya koordinasi pendanaan
sistem keselamatan termasuk institusi penyelenggara asuransi.
Departemen Perhubungan telah mencanangkan program zero accident dan
diharapkan dapat meningkatkan kinerja keselamatan seluruh moda
transportasi.
Dalam Roadmap peningkatan keselamatan transportasi Departemen
Perhubungan, beberapa target dari rencana tindak dalam transportasi darat
(sebagai contoh) adalah :
a. Pembangunan Sistem Informasi Manajemen bidang keselamatan
transportasi darat
b. Identifikasi dan perbaikan DRK (Daerah Rawan Kecelakaan) / LRK (Lokasi
Rawan Kecelakaan)
c. Audit Keselamatan Jalan
Sementara itu, untuk sub sektor Perhubungan Udara, Direktorat Jendral
Perhubungan melakukan klasifikasi maskapai penerbangan nasional ke dalam
tiga level dikaitkan dengan keselamatan penerbangan. Perusahaan yang
dikategori buruk dimungkinkan dilakukan pelarangan terbang apabila tidak
terdapat upaya‐upaya perbaikan keselamatan penerbangan, bahkan dicabut
ijin penerbangan secara permanen .
Untuk moda kereta api (Undang Undang No 23 Tahun 2007) dan pelayaran atau
angkutan di perairan (Undang Undang No 17 Tahun 2008) telah memiliki
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 4 Semua Moda Transportasi
Undang‐Undang baru yang diharapkan dapat meningkatkan upaya‐upaya
keselamatan transportasi. Kelemahannya adalah belum selesainya peraturan
pemerintah dalam upaya mengefektifkan undang undang tersebut.
Sistem Informasi kecelakaan menjadi tulang punggung untuk mewujudkan
Sistem Manajemen Keselamatan sektor Transportasi terkait dengan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Panjang yang akan diusulkan
oleh Departemen Perhubungan sesuai dengan visi dan misi tiap‐tiap sub sektor
Perhubungan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari studi ini adalah melakukan kajian dalam rangka penyempurnaan
sistem informasi dan pelaporan kecelakaan untuk semua moda transportasi,
baik dari sisi kelengkapan laporan, kesesuaian format, kejelasan sistem
pelaporan maupun tanggung jawab dan klasifikasi pelaporan sesuai dengan
tingkat otoritas pengguna.
Tujuannya adalah sebagai masukan dalam rangka penyempurnaan sistem
informasi dan pelaporan kecelakaan semua moda transportasi, sehingga
pejabat, instansi maupun para pemangku kepentingan (stake holders) yang
berwenang dapat memperoleh informasi yang akurat dan mudah dimengerti
pada waktu yang tepat.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup studi ini adalah sebagai berikut :
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 5 Semua Moda Transportasi
1. Inventarisasi dan identifikasi atau pemetaan sistem informasi kecelakaan
transportasi (darat, kereta api, laut dan udara) baik di pusat maupun di
daerah.
2. Inventarisasi struktur serta format pelaporan dan data kecelakaan
transportasi saat ini pada beberapa daerah atau kota tertentu sebagai
sampling.
3. Evaluasi sistem informasi, struktur dan format pelaporan.
4. Inventarisasi karakteristik dan penyebab kecelakaan yang paling sering
terjadi
5. Pengembangan sistem informasi dan sistem pelaporan data kecelakaan
semua moda transportasi tetapi tidak melakukan pemasukan seluruh data
kecelakaan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 6 Semua Moda Transportasi
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Bagan Alir Penelitian
Secara umum metodologi pelaksanaan studi ini, dapat digambarkan secara rinci
seperti Gambar 2.1. di bawah ini :
Gambar 2.1. Bagan Alir Metodologi Studi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 7 Semua Moda Transportasi
2.2. Metodologi Penelitian
Gambar 2.1. tersebut memperlihatkan bahwa Studi Sistem Informasi dan
Pelaporan Data Kecelakaan Semua Moda Transportasi ini dibagi kedalam 5
(lima) tahapan, yaitu:
1. Level 1: Inputing data.
Pada tahapan ini adalah pengumpulan data‐data kecelakaan lalulintas
beserta pedukungnya seperti data arus lalulintas baik di darat, jalan rel,
udara dan laut, data infrastruktur utama, pendukung dan lingkungan serta
pemetaan digital. Data‐data yang dikumpulkan adalah untuk simulasi
pembentukan data base dan aplikasi yang menjadi dasar pembentukan
Sistem Informasi yang lengkap. Data‐data yang lengkap selanjutnya diisi
secara berkesinambungan oleh direktorat atau instansi terkait. Data‐data
simulasi dapat diperoleh melalui data sekunder dan data‐data primer
dengan sampling pada beberapa kota yang mewakili tingkat dan klasifikasi
semua moda transportasi.
2. Level 2 : Data Base.
Pada tingkatan ini hal‐hal yang dikerjakan adalah membangun suatu sistem
data base kecelakaan transportasi dari data‐data yang telah di dapat.
Dimana data‐data tersebut diberikan suatu kode‐kode tertentu sesuai
dengan kaidah data base, sehingga mempermudah untuk melakukan what
if analysis di tingkatan selanjutnya. Coding ini dibutuhkan untuk informasi‐
informasi yang tidak bersifat continues seperti nominal dan kategori.
Contohnya adalah waktu (subuh, pagi, siang, sore dan malam), jenis
kecelakaan (samping‐samping, depan‐belakang, depan‐samping, jatuh,
terbakar, tenggelam, anjlok dan lain‐lain. Jumlah
kendaraan/kapal/pesawat/kereta api yang terlibat kecelakaan (tunggal, 2
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 8 Semua Moda Transportasi
kendaraan , lebih besar dari 2 kendaraan, kapal kecil, tanker, pesawat jet,
pesawat baling‐baling dan lain‐lain).
3. Level 3 : Aplikasi.
Dari data‐data yang dimasukkan sebagai suatu sistem data base kecelakaan
tersebut, dengan bantuan perangkat lunak tertentu, nantinya data‐data
tersebut dapat dianalisis dan melakukan agregasi dengan metode tabulasi
silang atau rekapitulasi. Pada level ini aplikasi‐aplikasi yang dapat
dikeluarkan antara lain adalah; besaran – besaran yang mengindikasikan
tingkat kecelakaan, informasi lalulintas, pemodelan prediksi kecelakaan.
4. Level 4 : Penyampaian GIS dan Tabulasi.
Aplikasi‐aplikasi yang dikembangkan pada level 3 tersebut di atas,
dikembangkan kedalam suatu sistem inforamsi yang tersambung secara
aktif dengan jaringan internet, sehingga nantinya user dapat berinteraksi
secara langsung dengan server data base untuk mendapatkan informasi
yang berupa tabulasi atau yang tersimpan pada peta digital.
5. Level 5 : Tingkat otoritas user.
Pada tahapan ini, dilakukan penentuan hak terklasifikasi dari si pengguna
untuk mengakses informasi. Dimana tidak semua informasi dapat diakses
secara penuh terhadap informasi‐informasi yang dapat dihasilkan oleh
aplikasi‐aplikasi yang tersimpan di dalam server.
Pada tahap pertama, informasi diperoleh dengan cara survei di beberapa kota
dalam bentuk sampling yang dipilih berdasarkan keterwakilan wilayah
Indonesia. Survei akan dilakukan pada semua moda transportasi (darat, kereta,
udara, dan laut). Wilayah Indonesia yang akan disurvei meliputi 4 pulau besar,
yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 9 Semua Moda Transportasi
Hasil survei kemudian dikumpulkan untuk membangun sistem basis data,
kemudian dilanjutkan dengan tahapan‐tahapan selanjutnya sesuai uraian
diatas.
Informasi yang ditampilkan dapat menjadi rujukan bagi user yang mengakses.
Dari data kecelakaan seluruh moda transpotasi dapat diketahui penyebab
kecelakaan yang paling banyak terjadi pada masing – masing moda. Penyebab
kecelakaan yang dapat di informasikan tidak hanya penyebab langsung tetapi
juga penyebab tidak langsung hingga akar penyebabnya.
Selain itu dari data kecelakaan dapat diinformasikan hal lain, seperti data angka
kematian (fatality rate, mortality rate, accident rate), biaya kerugian yang
timbul karena kecelakaan, biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan
asuransi, dan lain – lain.
Selain Departemen Perhubungan, informasi data kecelakaan tersebut juga akan
dapat dimanfaatkan oleh instansi lain, antara lain:
a) Depnakertrans, mendapatkan informasi mengenai jenis kecelakaan dan
penyebabnya sehingga dapat menjadi rujukan mengenai keterkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja (occupational health and safety)
dan dapat memperkirakan mobilitas dari pekerja.
b) Depkes, untuk mendapatkan informasi mengenai angka kematian,
penyebab, dan tingkat keparahannya. Sehingga dapat memprediksi angka
kematian tahun yang akan datang dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang ada.
c) Jamsostek dan Perusahaan asuransi lainnya, mendapatkan informasi
besarnya biaya kerugian baik langsung (kesehatan) maupun tidak langsung
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 10 Semua Moda Transportasi
akibat kecelakaan. Sehingga dapat dijadikan rujukan dalam menentukan
besarnya premi ataupun klaim yang akan diberikan.
d) Perusahaan transportasi umum akan mendapatkan informasi tentang moda
transportasi yang paling sering digunakan oleh penumpang, moda
transportasi yang sering mengalami kecelakaan. Sehingga dapat dijadikan
rujukan dalam mengembangkan perusahaannya dan mengevaluasi program
keselamatan yang telah diterapkan.
e) Masyarakat luas sebagai upaya pemberdayaan mayarakat untuk upaya‐
upaya partisipasi masyarakat dalam program keselamatan transportasi
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mendapatkan informasi lain yang saat ini
belum tersedia di BPS. Sehingga dapat melengkapi data dan mempermudah
masyarakat dalam mengakses data tersebut.
2.3. Metodologi Survei Lapangan
Survei lapangan yang dimaksud dilakukan dengan melakukan kunjungan ke
instansi terkait untuk mengumpulkan data‐data yang diperlukan sehubungan
dengan studi ini.
Tujuan
Tujuan utama dari survei pengumpulan data primer ini yaitu:
- Mengumpulkan data dan informasi tentang sistem investigasi kecelakaan
yang dilakukan untuk semua moda transportasi
- Mengumpulkan data dan informasi tentang sistem pelaporan hasil
investigasi yang dilakukan untuk semua moda transportasi
- Mengumpulkan data dan informasi tentang sistem recording atau
pengarsipan data kecelakaan yang dilakukan untuk semua moda
transportasi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 11 Semua Moda Transportasi
- Mengumpulkan data dan informasi program untuk mencegah atau
menurunkan kecelakaan untuk semua moda transportasi
- Mengumpulkan data dan informasi tentang evaluasi program yang telah
diterapkan
Lokasi Survei
Survei dilakukan di beberapa kota dalam bentuk sampling yang dipilih
berdasarkan keterwakilan wilayah Indonesia. Survei sudah dilakukan pada
semua moda transportasi (darat, kereta, udara, dan laut). Wilayah Indonesia
yang sudah disurvei meliputi 4 pulau besar, yaitu pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi.
Instansi yang akan dikunjungi untuk mengumpulkan data dan informasi adalah:
1. Kepolisian, untuk mengetahui data kecelakaan di jalan
2. Khusus untuk beberapa kota seperti Palembang dan Banjarmasin,
pengamatan dilakukan untuk angkutan sungai dan penyeberangan
3. Otoritas Pelabuhan untuk mengetahui data kecelakaan di Laut
4. Otoritas Bandara, untuk mengetahui data kecelakaan di Udara
5. PT. Kereta Api Indonesia, untuk mengetahui data kecelakaan di jalan rel
6. Dinas Perhubungan, untuk mengetahui sistem pengarsipan dan pelaporan
data kecelakaaan untuk semua moda transportasi
Dalam kaitan ini kunjungan dilakukan ke kota‐kota Jakarta, Bandung,
Palembang, Banjarmasin, Denpasar dan Makassar untuk pemetaan
permasalahan pencatatan data kecelakaan transportasi di lapangan.
Formulir Check List
Formulir Check List untuk studi sistem informasi dan pelaporan data kecelakaan
seluruh moda transportasi ini dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan jenis dan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 12 Semua Moda Transportasi
sifat instansi yang akan dikunkungi, yaitu:
1. Formulir Check List untuk Umum
Formulir ini ditujukan untuk instansi‐instansi yang secara langsung
berkepentingan dan melakukan pencatatan terhadap data kecelakaan
transportasi, diantaranya Kepolisian, Direktorat Jenderal Perhubungan, PT.
Jasa Raharja, Direktorat Jenderal Bina Marga, Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT), Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas), PT.
Kereta Api Indonesia (KAI), PT. Angkasa Pura, PT. Pelabuhan Indonesia
(Pelindo), dan lainnya.
Butir butir penting yang diteliti sewaktu melakukan kunjungan lapangan
adalah sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan pengumpulan data kecelakaan transportasi, meliputi :
- Dari sumber mana saja instansi ini memproleh data kecelakaan
transportasi?
- Informasi/data kecelakaan transportasi apa saja yang didata oleh
instansi ini?
- Prosedur apa yang dilakukan instansi ini saat menerima laporan
kecelakaan transportasi?
- Siapa yang berwenang menerima dan menanggapi laporan
kecelakaan transportasi tersebut?
- Apakah ada kerjasama dengan instansi lainnya dalam pengumpulan
data kecelakaan transportasi?
b. Berkaitan dengan penyimpanan dan pengelolaan data kecelakaan
transportasi, meliputi :
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 13 Semua Moda Transportasi
- Apakah instansi ini memiliki sistem dan program penyimpanan dan
pengelolaan data kecelakaan transportasi?
- Apakah sistem penyimpanan dan pengelolaan data kecelakaan
transportasi tersebut terkoneksi dengan instansi lain?
- Apakah instansi ini melakukan up‐dating terhadap data kecelakaan
transportasi tersebut?
- Apakah data kecelakaan transportasi ini dapat diakses oleh publik?
c. Berkaitan dengan pelaporan data kecelakaan transportasi, diantara :
- Apakah instansi ini memiliki standar sistem pelaporan data
kecelakaan transportasi?
- Apakah instansi ini ikut berperan dalam menginvestigasi suatu
kecelakaan transportasi?
- Bagaimana koordinasi dengan instansi lainnya saat melakukan
investigasi bersama terhadap suatu kecelakaan transportasi?
- Kepada siapa instansi ini melaporkan data kecelakaan transportasi
maupun hasil investigasi tersebut?
2. Formulir Chek List untuk Rumah Sakit
Formulir Check List untuk kunjungan ke beberapa rumah sakit seperti RS
Koja Jakarta, RS Hasan Sadikin, dan RS Wahidin Sudirohusodo,
mempetanyakan hal – hal sebagai berikut:
• Bagaimana prosedur jika ada pasien korban kecelakaan transportasi
datang ke RS serta prosedur pada saat korban kecelakaan telah sembuh
dan akan keluar dari rumah sakit?
• Apakah prosedur tersebut ada peraturan tertulis atau tidak?
• Apakah ada form yang harus diisi pada setiap tahapan dari prosedur
tersebut? Terdapat berapa formulir? Setiap formulir terdiri dari berapa
rangkap?
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 14 Semua Moda Transportasi
• Bagaimana sistem pelaporan dari korban kecelakaan pada semua moda
transportasi?
• Bagaimana rekapan data korban kecelakaan pada semua moda
transportasi dibuat?
• Bagaimana kaitannya dengan investigasi dari kepolisian atau KNKT?
3. Formulir Check List untuk Depnakertrans
Demikian juga formulir check list untuk Depnakertrans, tidak jauh berbeda
dengan formulir untuk rumah sakit. Kunjungan lapangan ke Depnakertrans
ini dimaksudkan untuk memetakan sistem pencatatan dan pelaporan data
kecelakaan transportasi sebagai bagian dari kecelakaan tenaga kerja. Tetapi
dalam formulir check list untuk melihat kecelakaan kerja juga melakukan
eksplorasi tentang investigasi kecelakaan yang dilakukan, siapa yang
berwenang untuk melakukan, tanggung jawab siapa, dan bagaimana alur
pelaporan hasil investigasi tersebut.
2.4. Metodologi Pengembangan Arsitektur Basis Data
2.4.1. Pengertian Pengembangan Sistem Informasi
Pengembangan sistem informasi yang berbasis komputer dapat
merupakan tugas kompleks yang membutuhkan banyak sumber daya
dan dapat memakan waktu berbulan‐bulan bahkan bertahun‐tahun
untuk menyelesaikannya. Proses pengembangan sistem melewati
beberapa tahapan dari mulai sistem itu direncanakan sampai dengan
sistem tersebut diterapkan, dioperasikan dan dipelihara. Bila operasi
sistem yang sudah dikembangkan masih timbul kembali permasalahan‐
permasalahan yang kritis serta tidak dapat diatasi dalam tahap
pemeliharaan sistem, maka perlu dikembangkan kembali suatu sistem
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 15 Semua Moda Transportasi
untuk mengatasinya dan proses ini kembali ke tahap yang pertama,
yaitu tahap perencanaan sistem. Siklus ini disebut dengan siklus hidup
suatu sistem (systems life cycle). Daur atau siklus hidup dari
pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk
menggambarkan tahapan utama dan langkah‐langkah di dalam tahapan
tersebut dalam proses pengembangannya.
Dari sekian banyak siklus pengembangan sistem menurut beberapa
penulis sejak tahun 1970‐an, diambil salah satu yang akan menjadi
acuan kita mengenai pengembangan sistem ini, yaitu menurut John
Burch, Gary Grudnitski, Information Systems, Theory and Practice (New
York: John Wiley & Sons) yang menuliskan tahapan pengembangan
sistem sebagai berikut :
1. Kebijakan dan perencanaan sistem (system policy and planning).
2. Pengembangan sistem (system development)
a. Analisis sistem (system analysis)
b. Desain sistem secara umum (general system design)
c. Penilaian sistem (system evaluation)
d. Desain sistem terinci (detailed system design)
e. Implementasi sistem (system implementation)
3. Manajemen sistem dan operasi (system management and
operation)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 16 Semua Moda Transportasi
Gambar 2.2. Siklus Pengembangan Sistem Informasi
Penjelasan singkat
1. Kebijakan dan Perencanaan Sistem (System Policy and Planning).
Sebelum suatu sistem informasi dikembangkan, umumnya terlebih
dahulu dimulai dengan adanya suatu kebijakan dan perencanaan
untuk mengembangkan sistem itu. tanpa adanya perencanaan
sistem yang baik, pengembangan sistem informasi tidak akan dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Kebijakan sistem (Systems Policy) merupakan landasan dan
dukungan dari manajemen puncak untuk membuat perencanaan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 17 Semua Moda Transportasi
sistem. Perencanaan sistem (systems planning) merupakan
pedoman untuk melakukan pengembangan sistem. Kebijakan untuk
mengembangkan sistem informasi dilakukan oleh manajemen
puncak karena manajemen menginginkan untuk meraih
kesempatan‐kesempatan yang ada yang tidak dapat diraih oleh
sistem yang lama atau sistem yang lama mempunyai banyak
kelemahan‐kelemahan yang perlu diperbaiki (misalnya untuk
meningkatkan efektifitas manajemen, meningkatkan produktivitas
atau meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada langganan).
Partisipasi dan keterlibatan manajemen puncak masih diharapkan
untuk keberhasilan sistem yang akan dikembangkan. Untuk itu
manajemen puncak dilengkapi dengan suatu tim penasehat yang
disebut dengan komite pengarah (steering commitee) yang
umumnya dibentuk dari wakil‐wakil pimpinan dari masing‐masing
departemen pemakai sistem seperti misalnya manajer‐manajer
departemen atau manajer‐manajer divisi. Seringkali komite ini
diketuai sendiri oleh direktur utama. Tugas komite ini adalah sebagai
berikut :
- Mengkaji, menyetujui atau membuat rekomendasi yang
berhubungan dengan perencanaan sistem, proyek‐proyek sistem
serta pengadaan perangkat keras, perangkat lunak dan fasilitas‐
fasilitas lainnya.
- Mengkoordinasi pelaksanaan proyek sistem sesuai dengan
rencananya.
- Memonitor atau mengawasi kemajuan dari proyek sistem.
- Menilai kinerja dari fungsi‐fungsi sistem yang telah
dikembangkan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 18 Semua Moda Transportasi
- Memberikan saran‐saran dan petunjuk‐petunjuk terhadap
proyek sistem yang sedang dikembangkan, terutama yang
berhubungan dengan pencapaian sasaran sistem, sasaran
perusahaan dan juga terhadap kendala‐kendala yang dihadapi.
Setelah manajemen puncak menetapkan kebijakan untuk
mengembangkan sistem informasi, sebelum sistem ini sendiri
dikembangkan, maka perlu direncanakan terlebih dahulu dengan
cermat. Perencanaan sistem (systems planning) ini menyangkut
estimasi dari kebutuhan‐kebutuhan fisik, tenaga kerja dan dana
yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sistem ini serta
untuk mendukung operasinya setelah diterapkan. Perencanaan
sistem dapat terdiri dari perencanaan jangka pendek (short‐range)
dan perencanaan jangka panjang (long‐range).
Perencanaan jangka pendek meliputi periode 1 sampai 2 tahun.
Perencanaan jangka panjang melingkupi periode sampai dengan 5
tahun. Karena perkembangan teknologi komputer yang sangat
cepat, maka perencanaan pengembangan sistem informasi untuk
periode yang lebih dari 5 tahun sudah tidak tepat lagi.
2. Pengembangan Sistem (System Development)
a. Analisis Sistem (System Analysis)
Penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk
merancang system yang baru atau diperbarui
b. Desain sistem secara umum (general system design)
Tujuan dari desain sistem secara umum adalah untuk
memberikan gambaran secara umum kepada user tentang
sistem yang baru.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 19 Semua Moda Transportasi
c. Penilaian sistem (system evaluation)
Hasil desain sistem secara umum tentunya harus menjadi
pertimbangan pihak manajemen apakah melanjutkan
pengembangan sistem yang baru berdasarkan gambaran desain
sistem secara umum atau menolak rancangan baru tersebut.
d. Desain sistem terinci (detailed system design)
Dengan memahami sistem yang ada dan persyaratan‐
persyaratan sistem baru, selanjutnya adalah penentuan proses
dan data yang diperlukan oleh sistem baru. Jika sistem itu
berbasis komputer, rancangan harus menyertakan spesifikasi
jenis peralatan yang akan digunakan.
e. Implementasi sistem (system implementation)
Merupakan kegiatan memperoleh dan mengintegrasikan sumber
daya fisik dan konseptual yang menghasilkan suatu sistem yang
bekerja.
3. Manajemen Sistem dan Operasi (System Management and
Operation)
Pemeliharaan sistem (systems maintenance) dilaksanakan untuk 3
(tiga) alasan:
1) Memperbaiki kesalahan
Penggunaan sistem mengungkapkan kesalahan (bugs) dalam
program atau kelemahan rancangan yang tidak terdeteksi dalam
pengujian sistem. Kesalahan‐kesalahan ini dapat diperbaiki.
2) Menjaga kemutakhiran sistem
Dengan berlalunya waktu, terjadi perubahan‐perubahan dalam
lingkungan sistem yang mengharuskan modifikasi dalam
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 20 Semua Moda Transportasi
rancangan atau perangkat lunak. Contohnya, pemerintah
mengubah rumus perhitungan pajak jaminan sosial.
3) Meningkatkan sistem
Saat sistem digunakan, akan ditemukan cara‐cara membuat
peningkatan sistem. Saran‐saran ini diteruskan kepada spesialis
informasi yang memodifikasi sistem sesuai saran tersebut.
Pada titik tertentu, modifikasi sistem akan menjadi sedemikian rupa,
sehingga lebih baik memulai dari awal. Lalu, siklus hidup sistem akan
terulang.
2.4.2. Pendekatan Pengembangan Sistem Informasi
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengembangkan system
informasi, yaitu sebagai berikut ini:
1. Pendekatan klasik lawan pendekatan terstruktur (dipandang dari
metodologi yang digunakan)
Metodologi pendekatan klasik mengembangkan sistem informasi
dengan mengikuti tahapan‐tahapan dalam systems life cycle.
Pendekatan ini menekankan bahwa pengembangan sistem akan
berhasil bila mengikuti tahapan di systems life cycle. Akan tetapi
sayangnya, dalam praktek, hal ini tidaklah cukup, karena
pendekatan ini tidak memberikan pedoman lebih lanjut tentang
bagaimana melakukan tahapan‐tahapan tersebut dengan rinci
karena pendekatan ini tidak dibekali dengan alat‐alat dan teknik‐
teknik yang memadai. Sedangkan pendekatan terstruktur yang baru
muncul sekitar awal tahun 1970‐an pada dasarnya mencoba
menyediakan kepada analis sistem tambahan alat‐alat dan teknik‐
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 21 Semua Moda Transportasi
teknik untuk mengembangkan sistem disamping tetap mengikuti ide
dari systems life cycle.
Karena sifat dari sistem informasi sekarang menjadi lebih kompleks,
pendekatan klasik tidak cukup digunakan untuk mengembangkan
suatu sistem informasi yang sukses dan akan menimbulkan
beberapa permasalahan. Permasalahan‐permasalahan yang dapat
timbul di pendekatan klasik antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan perangkat lunak akan menjadi sulit
Pendekatan klasik kurang memberikan alat‐alat dan teknik‐
teknik di dalam mengembangkan sistem dan sebagai akibatnya
proses pengembangan perangkat lunak menjadi tidak terarah
dan sulit untuk dikerjakan oleh pemrogram. Lain halnya dengan
pendekatan terstruktur yang memberikan alat‐alat seperti
diagram arus data (data flow diagram), kamus data (data
dictionary), tabel keputusan (decision table), diagram IPO dan
bagan terstruktur (structured chart) dan lain sebagainya yang
memungkinkan pengembangan perangkat lunak lebih terarah
berdasarkan alat‐alat dan teknik‐teknik tersebut.
b. Biaya perawatan atau pemeliharaan sistem akan menjadi lebih
mahal
Biaya pengembangan sistem yang termahal adalah terletak di
tahap perawatannya. Mahalnya biaya perawatan di pendekatan
klasik ini disebabkan karena dokumentasi sistem yang
dikembangkan kurang lengkap dan kurang terstruktur.
Dokumentasi ini merupakan hasil dari alat‐alat dan teknik‐teknik
yang digunakan. Karena pendekatan klasik kurang didukung
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 22 Semua Moda Transportasi
dengan alat‐alat dan teknik‐teknik, maka dokumentasi menjadi
tidak lengkap dan walaupun ada tetapi strukturnya kurang jelas,
sehingga pada waktu pemeliharaan sistem menjadi kesulitan.
c. Kemungkinan kesalahan sistem besar Pendekatan klasik tidak
menyediakan kepada analis sistem cara untuk melakukan
pengetesan sistem, sehingga kemungkinan kesalahan‐kesalahan
sistem akan menjadi lebih besar. Berbeda dengan pendekatan
terstruktur yang pengembangan sistemnya dilakukan dalam
bentuk modul‐modul yang terstruktur. Modul‐modul ini akan
lebih mudah dites secara terpisah dan kemudian pengetesan
dapat dilakukan pada integrasi semua modul untuk meyakinkan
bahwa interaksi antar modul telah berfungsi semestinya.
Pengetesan sistem sebelum diterapkan merupakan hal yang
kritis karena koreksi kesalahan sistem setelah diterapkan akan
mengakibatkan pengeluaran biaya yang lebih besar. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sistem yang tidak dites selama
tahap pengembangannya merupakan sumber utama dari
kesalahan‐kesalahan sistem.
d. Keberhasilan sistem kurang terjamin
Penekanan dari pendekatan klasik adalah kerja dari personil‐
personil pengembang sistem, bukan pada pemakai sistem,
padahal sekarang sudah disadari bahwa dukungan dan
pemahaman dari pemakai sistem terhadap sistem yang sedang
dikembangkan merupakan hal yang vital untuk keberhasilan
proyek pengembangan sistem pada akhirnya. Salah satu
kontribusi utama pendekatan terstruktur adalah partisipasi dan
dukungan dari pemakai sistem.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 23 Semua Moda Transportasi
Pendekatan klasik mengasumsikan bahwa analis sistem telah
mengerti akan kebutuhan‐kebutuhan pemakai sistem dengan
jelas dan benar. Pengalaman telah menunjukkan bahwa di
beberapa kasus, kebutuhan‐kebutuhan pemakai sistem tidaklah
selalu jelas dan benar menurut analis sistem. Pendekatan klasik
kurang melibatkan pemakai sistem dalam pengembangan
sistem, maka kebutuhan‐kebutuhan pemakai sistem menjadi
kurang sesuai dengan yang diinginkan dan sebagai akibatnya
sistem yang diterapkan menjadi kurang berhasil.
e. Masalah dalam penerapan sistem
Karena kurangnya keterlibatan pemakai sistem dalam tahapan
pengembangan sistem, maka pemakai sistem hanya akan
mengenal system yang baru pada tahap diterapkan saja. Sebagai
akibatnya pemakai system akan menjadi kaget dan tidak terbiasa
dengan sistem baru yang tiba‐tiba dikenalkan. Sebagai akibat
lebih lanjut, pemakai sistem akan menjadi frustasi karena tidak
dapat mengoperasikan sistem dengan baik.
2. Pendekatan sepotong lawan pendekatan sistem (dipandang dari
sasaran yang akan dicapai)
Pendekatan sepotong (piecemeal approach) merupakan pendekatan
pengembangan sistem yang menekankan pada suatu kegiatan atau
aplikasi tertentu saja. Pada pendekatan ini, kegiatan atau aplikasi
yang dipilih, dikembangkan tanpa memperhatikan posisinya di
sistem informasi atau tanpa memperhatikan sasaran keseluruhan
dari organisasi. Pendekatan ini hanya memperhatikan sasaran dari
kegiatan atau aplikasi itu saja.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 24 Semua Moda Transportasi
Lain halnya dengan pendekatan sistem (systems approach) yang
memperhatikan sistem informasi sebagai satu kesatuan terintegrasi
untuk masing‐masing kegiatan atau aplikasinya. Pendekatan sistem
ini juga menekankan pada pencapaian sasaran keseluruhan dari
organisasi, tidak hanya menekankan pada sasaran dari sistem
informasi itu saja.
3. Pendekatan bawah‐naik lawan pendekatan atas‐turun (dipandang
dari cara menentukan kebutuhan dari sistem)
Pendekatan bawah ke atas (bottom‐up approach) dimulai dari level
bawah organisasi, yaitu level operasional dimana transaksi
dilakukan. Pendekatan ini dimulai dari perumusan kebutuhan‐
kebutuhan untuk menangani transaksi dan naik ke level atas dengan
merumuskan kebutuhan informasi berdasarkan transaksi tersebut.
Pendekatan ini juga merupakan ciri‐ciri dari pendekatan klasik.
Pendekatan bawah‐naik bila digunakan pada tahap analisis sistem
disebut juga dengan istilah data analysis, karena yang menjadi
tekanan adalah data yang akan diolah terlebih dahulu, informasi
yang akan dihasilkan menyusul mengikuti datanya.
Pendekatan atas‐ke bawah (top‐down approach) sebaliknya dimulai
dari level atas organisasi, yaitu level perencanaan strategi.
Pendekatan ini dimulai dengan mendefinisikan sasaran dan
kebijaksanaan organisasi. Langkah selanjutnya dari pendekatan ini
adalah dilakukannya analisis kebutuhan informasi. Setelah
kebutuhan informasi ditentukan, maka proses turun ke pemrosesan
transaksi, yaitu penentuan output, input, basis data, prosedur‐
prosedur operasi dan kontrol. Pendekatan ini juga merupakan ciri‐
ciri dari pendekatan terstruktur. Pendekatan atas‐turun bila
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 25 Semua Moda Transportasi
digunakan pada tahap analisis sistem disebut juga dengan istilah
decision analysis, karena yang menjadi tekanan adalah informasi
yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan oleh manajemen
terlebih dahulu, kemudian data yang perlu diolah didefinisikan
menyusul mengikuti informasi yang dibutuhkan.
4. Pendekatan sistem‐menyeluruh lawan pendekatan moduler
(dipandang dari cara mengembangkannya)
Pendekatan sistem‐menyeluruh (total‐system approach) merupakan
pendekatan yang mengembangkan sistem serentak secara
menyeluruh. Pendekatan ini kurang mengena untuk sistem yang
komplek, karena akan menjadi sulit untuk dikembangkan.
Pendekatan ini juga merupakan ciri‐ciri dari pendekatan klasik.
Pendekatan moduler (modular approach) berusaha memecah sistem
yang rumit menjadi beberapa bagian atau modul yang sederhana,
sehingga sistem akan lebih mudah dipahami dan dikembangkan.
Akibat lebih lanjut adalah sistem akan dapat dikembangkan tepat
pada waktu yang telah direncanakan, mudah dipahami oleh pemakai
sistem dan mudah untuk dipelihara. Pendekatan ini juga merupakan
ciri‐ciri dari pendekatan terstruktur.
5. Pendekatan lompatan‐jauh lawan pendekatan berkembang
(dipandang dari teknologi yang akan digunakan
Pendekatan lompatan‐jauh (great loop approach) menerapkan
perubahan menyeluruh secara serentak menggunakan teknologi
canggih. Perubahan ini banyak mengandung resiko, karena teknologi
komputer begitu cepat berkembang dan untuk tahun‐tahun
mendatang sudah menjadi usang. Pendekatan ini juga terlalu mahal,
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 26 Semua Moda Transportasi
karena memerlukan investasi seketika untuk semua teknologi yang
digunakan dan pendekatan ini juga sulit untuk dikembangkan,
karena terlalu komplek.
Pendekatan berkembang (evolutionary approach) menerapkan
teknologi canggih hanya untuk aplikasi‐aplikasi yang memerlukan
saja pada saat itu dan akan terus dikembangkan untuk periode‐
periode berikutnya mengikuti kebutuhannya sesuai dengan
perkembangan teknologi yang ada. Pendekatan berkembang
menyebabkan investasi tidak terlalu mahal dan dapat mengikuti
perkembangan teknologi yang cepat, sehingga teknologi yang
digunakan tidak cepat menjadi usang.
2.4.3. Metodologi Pengembangan Sistem Informasi
Metodologi adalah :
Kesatuan metode‐metode, prosedur‐prosedur, konsep‐konsep
pekerjaan, aturan‐aturan dan postulat‐postulat yang digunakan oleh
suatu ilmu pengetahuan, seni atau disiplin lainnya.
Metode adalah :
Suatu cara/teknik yang sistematik untuk mengerjakan sesuatu.
Metodologi pengembangan sistem yang ada biasanya dibuat atau
diusulkan oleh :
- Penulis buku
- Peneliti
- Konsultan
- Systems house
- Pengembang perangkat lunak (software)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 27 Semua Moda Transportasi
Metodologi Pengembangan Sistem diklasifikasikan menjadi 3 golongan,
yaitu :
1. Functional Decomposition Methodologies (Metodologi Pemecahan
Fungsional)
Metodologi ini menekankan pada pemecahan dari sistem ke dalam
subsistem‐subsistem yang lebih kecil, sehingga akan lebih mudah
untuk dipahami, dirancang dan diterapkan. Yang termasuk dalam
kelompok metodologi ini adalah :
- HIPO (Hierarchy plus Input‐Process‐Output)
- SR (Stepwise Refinement) atau ISR (Iterative Stepwise
Refinement)
- Information‐Hiding
2. Data Oriented Methodologies (Metodologi Orientasi Data)
Metodologi ini menekankan pada karakteristik dari data yang akan
diproses. Metodologi ini dapat dikelompokkan kembali ke dalam 2
(dua) kelas, yaitu :
a. Data‐flow oriented methodologies
Metodologi ini secara umum didasarkan pada pemecahan dari
system kedalam modulo‐modul berdasarkan dari tipe elemen
data dan tingkah‐laku logika modul tersebut di dalam sistem.
Dengan metodologi ini, sistem secara logika dapat digambarkan
secara logika dari arus data dan hubungan antar fungsinya di
dalam modul‐modul disistem. Yang termasuk dalam metodologi
ini adalah
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 28 Semua Moda Transportasi
- SADT (Structured Analisys and Design Techniques)
- Composite Design
- SSAD (Structured Systems Analysis and Design)
b. Data structure oriented methodologies
Metodologi ini menekankan struktur dari input dan output di
sistem. Struktur ini kemudian akan digunakan sebagai dasar
struktur dari sistemnya. Hubungan fungsi antar modul atau
elemen‐elemen sistem kemudian dijelaskan dari struktur
sistemnya. Yang termasuk dalam metodologi ini adalah :
- JSD (Jackson’s systems development)
- W/O (Warnier / Orr)
3. Prescriptive Methodologies
Yang termasuk dalam metodologi ini adalah :
ISDOS (Information Systems Design and Optimization System)
Kegunaannya adalah mengotomatisasi proses pengembangan
system informasi. ISDOS mempunyai 2 komponen :
a) PSL
Merupakan komponen utama dari ISDOS, yaitu suatu bahasa
untuk mencatat kebutuhan pemakai dalam bentuk machine‐
readable form, sehingga output yang dihasilkannya dapat
dianalisis oleh PSA. PSL merupakan bahasa untuk
menggambarkan sistemnya dan bukan merupakan bahasa
pemrograman prosedural.
b) PSA
Merupakan paket perangkat lunak yang mirip dengan kamus
data (data dictionary) dan digunakan untuk mengecek data
yang dimasukkan, yang disimpan , yang dianalisis dan yang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 29 Semua Moda Transportasi
dihasilkan sebagai output laporan dengan pemanfaatan
DBMS dalam penyimpanan datanya. Kegunaan dan hasil dari
PSA adalah :
- PSA menganalisis PSL untuk kesalahan‐kesalahan sintak
dan akan menghasilkan laporan‐laporan dalam bentuk
data dictionary, function dictionary serta analisis dari
hubungan‐hubungan proses.
- Laporan dalam bentuk grafik, seperti laporan yang
menggambarkan hubungan dari proses termasuk apakah
suatu proses merupakan bagian dari porses yang lain
atau suatu proses mempunyai komponen proses‐proses
lain.
- PSA akan melakukan analisis jaringan untuk mengecek
kelengkapan dari semua hubungan data dan proses‐
proses.
- PSA juga akan melakukan analisis dari hubungan
ketergantungan waktu dari data dan analisis dari
spesifikasi volume.
PLEXSYS
Kegunaannya adalah untuk melakukan transformasi suatu
statemen bahasa komputer tingkat tinggi ke suatu executable
code untuk suatu konfigurasi perangkat keras yang diinginkan.
PLEXSYS merupakan tambahan untuk ISDOS. Kalau ISDOS
digunakan pada aspek penntuan kebutuhan, PLEXSYS digunakan
pada aspek penghasil kode program secara otomatis.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 30 Semua Moda Transportasi
PRIDE
Merupakan perangkat lunak terpadu yang baik untuk
analisis/disain sistem terstruktur, manajemen data, manajemen
proyek dan pendokumentasian.
SDM/70
Merupakan suatu perangkat lunak yang berisi kumpulan
metode, estimasi, dokumentasi dan petunjuk administrasi guna
membantu pemakai untuk mengembangkan dan merawat
sistem yang efektif.
SPECTRUM
Perangkat lunak ini mempunyai beberapa versi untuk keperluan
yang berbeda, semacam SPECTRUM‐1 untuk life cycle
konvensional, SPECTRUM‐2 untuk sistem manajemen proyek
terstruktur, SPECTRUM‐3 untuk on‐line interactive estimator.
SRES (Software Requirement Engineering System) dan SREM
(Software Requirement Engineering Methodology)
DBO (Design By Objective), PAD (Program Analysis Diagram),
HOS (Higher Order Software), MSR (Meta Stepwise Refinement),
PDL (Program Design Language)
2.4.4. Alat dan Teknik Pengembangan Sistem Informasi
Untuk dapat melakukan langkah‐langkah sesuai dengan yang diberikan
oleh metodologi pengembangan sistem yang terstruktur, maka
dibutuhkan alat dan teknik untuk melaksanakannya. Alat‐alat yang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 31 Semua Moda Transportasi
digunakan dalam suatu metodologi umumnya berupa suatu gambar
atau diagram atau grafik. Selain berbentuk gambar, alat‐alat yang
digunakan juga ada yang tidak berupa gambar atau grafik (nongraphical
tools), seperti misalnya data direktori, structured english, pseudocode
serta formulir‐formulir untuk mencatat dan menyajikan data.
Alat‐alat pengembangan sistem yang berbentuk grafik diantaranya
adalah sebagai berikut ini :
a. HIPO diagram
Hierarchy plus Input‐Process‐Output, HIPO, adalah alat dokumentasi
program yang berbasis pada fungsi, yaitu tiap‐tiap modul di dalam
sistem digambarkan oleh fungsi utamanya.
b. Data flow diagram
Digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau
sistem baru yang akan dikembangkan secara logika tanpa
mempertimbangkan lingkungan fisik dimana data tersebut mengalir
(misalnya lewat telpon, surat dan sebagainya) atau lingkungan fisik
dimana data tersebut akan disimpan (misalnya file kartu, microfile,
harddisk, tape, diskette dan lain sebagainya).
c. Structured chart
Digunakan untuk mendefinisikan dan mengilustrasikan organisasi
dari system informasi secara berjenjang dalam bentuk modul dan
submodul dengan menunjukkan hubungan elemen data dan elemen
kontrol antara hubungan modulnya, sehingga memberikan
penjelasan lengkap dari sistem dipandang dari elemen data, elemen
kontrol, modul dan hubungan antar modulnya.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 32 Semua Moda Transportasi
d. SADT
Structured Analysis and Design Technique, SADT, memandang suatu
system terdiri dari dua hal : benda (obyek, dokumen atau data) dan
kejadian (kegiatan yang dilakukan oleh orang, mesin atau perangkat
lunak). Menggunakan dua tipe diagram yaitu, diagram kegiatan
(activity diagrams, disebut actigrams) dan diagram data (data
diagrams, disebut datagrams).
e. Jackson’s diagram
Jackson’s Systems Development, JSD, membangun suatu model dari
dunia nyata (real world) yang menyediakan subyek‐subyek
permasalahan dari sistem. Disamping alat‐alat berbentuk grafik yang
digunakan pada suatu metodologi tertentu, masih terdapat
beberapa alat berbentuk grafik yang sifatnya umum, yaitu dapat
digunakan di semua metodologi yang ada. Alat‐alat ini berupa suatu
bagan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bagan untuk menggambarkan aktivitas (activity charting)
a. Bagan alir sistem (systems flowchart)
b. Bagan alir program (program flowchart) yang dapat berupa :
- bagan alir logika program (program logic flowchart)
- bagan alir program komputer terinci (detailed computer
program flowchart)
c. Bagan alir kertas kerja (paperwork flowchart)
d. Bagan alir proses (process flowchart)
e. Gantt chart
2. Bagan untuk menggambarkan tataletak (layout charting)
3. Bagan untuk menggambarkan hubungan personil (personal
relationship charting)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 33 Semua Moda Transportasi
a. Bagan distribusi kerja (working distribution chart)
b. Bagan organisasi (organization chart)
Teknik‐teknik dalam pengembangan sistem yang dapat digunakan
antara lain sebagai berikut ini :
a. Teknik manajemen proyek, yaitu CPM (Critical Path Method) dan
PERT (Program Evaluation and Review Technique)
Teknik ini digunakan untuk penjadwalan waktu pelaksanaan suatu
proyek.
b. Teknik menemukan fakta (fact finding techniques)
Yaitu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan
menemukan fakta‐fakta dalam kegiatan mempelajari sistem yang
ada. Teknik‐teknik ini diantaranya adalah :
- Wawancara (interview)
Wawancara memungkinkan analis sistem sebagai pewawancara
(interviewer) untuk mengumpulkan data secara tatap muka
langsung dengan orang yang diwawancarai (interviewee).
- Observasi (observation)
Observasi adalah pengamatan langsung suatu kegiatan yang
sedang dilakukan yang mana pada waktu observasi analis sistem
dapat ikut juga berpartisispasi dengan orang‐orang yang sedang
melakukan suatu kegiatan tersebut.
- Daftar pertanyaan (questionaires)
Adalah suatu daftar yang berisi dengan pertanyaan‐pertanyaan
untuk tujuan khusus yang memungkinkan analis sistem untuk
mengumpulkan data dan pendapat dari responden‐responden
yang dipilih.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 34 Semua Moda Transportasi
- Pengumpulan sampel (sampling)
Pengambilan sampel adalah pemilihan sejumlah item tertentu
dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian
item tersebut untuk mewakili seluruh itemnya dengan
pertimbangan biaya dan waktu yang terbatas.
c. Teknik analisis biaya/manfaat (cost‐effectiveness analysis atau cost‐
benefit analysis)
Teknik ini menilai dari sisi kelayakan ekonomis suatu pengembangan
sistem informasi.
d. Teknik untuk menjalankan rapat
Selama proses pengembangan sistem dilakukan, seringkali rapat‐
rapat diadakan baik oleh tim pengembangan sistem sendiri atau
rapat antara tim pengembangan sistem dengan pemakai sistem dan
manajer, sehingga kemampuan analis sistem untuk memimpin atau
berpartisipasi di dalam suatu rapat merupakan hal yang penting
terhadap kesuksesan proyek pengembangan sistem.
e. Teknik inspeksi/walkthrough
Inspeksi merupakan kepentingan dari pemakai sistem dan
walkthrough merupakan kepentingan dari analis sistem. Analis
sistem melakukan walkthrough untuk maksud supaya dokumentasi
yang akan diserahkan kepada pemakai sistem secara teknik tidak
mengalami kesalahan dan dapat dilakukan dengan diverifikasi
terlebih dahulu oleh analis sistem yang lain. Pemakai sistem
melakukan inspeksi untuk maksud menilai dokumentasi yang
diserahkan oleh analis sistem secara teknik tidak mengandung
kesalahan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 35 Semua Moda Transportasi
Penyebab kegagalan pengembangan sistem :
- Kurangnya penyesuaian pengembangan sistem
- Kelalaian menetapkan kebutuhan pemakai dan melibatkan pemakai
sistem
- Kurang sempurnanya evaluasi kualitas analisis biaya
- Adanya kerusakan dan kesalahan rancangan
- Penggunaan teknologi komputer dan perangkat lunak yang tidak
direncanakan dan pemasangan teknologi tidak sesuai
- Pengembangan sistem yang tidak dapat dipelihara
- Implementasi yang direncanakan dilaksanakan kurang baik
2.5. Definisi Kecelakaan Transportasi
2.5.1. Moda Jalan
Definisi kecelakaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan,
pasal 93 sebagai berikut:
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak disangka sangka dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa secara berjenjang dari faktor‐
faktor penyebab kecelakaan, dapat saja kejadian kecelakaan lalu lintas
dapat diperkirakan sebagai hubungan kausal sebab dan akibat. Sebagai
contoh, akibat tidak dilakukan pemeriksaan rem secara berkala pada
suatu perusahaan bus angkutan umum, maka dapat diperkirakan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 36 Semua Moda Transportasi
konsekuensinya akan terjadi kegagalan pengereman (rem blong) akibat
tidak berfungsi alat rem bus tersebut.
Demikian juga dengan kondisi “tidak sengaja” secara berjenjang dapat
diartikan dengan “sengaja”. Sebagai contoh, pengemudi di bawah
pengaruh alkohol dan psikotropika seharusnya mereka tidak boleh
mengemudikan kendaraan bermotor. Apabila tetap melakukan maka
konsekuensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas sangat tinggi sehingga
tindakan mereka merupakan tindakan sengaja dan dapat menyebabkan
kecelakaan lalu lintas.
2.5.2. Moda Kereta Api
Definisi kecelakaan moda kereta api sumber dari Departemen
Perhubungan adalah sebagai berikut :
1. Kereta anjlok/terguling, dimana roda kereta api keluar dari rel.
2. Tabrakan KA dengan KA, yaitu tabrakan antara dua kereta yang
disebabkan oleh kelengahan operator.
3. Tabrakan KA dengan kendaraan, yaitu tabrakan antara kereta api
dengan kendaraan pengguna jalan raya.
4. Lain‐lain, yaitu kecelakaan karena ulah seseorang yang tidak
bertanggung jawab atau sebab‐sebab lain yang menyebabkan
kecelakaan.
Peristiwa kecelakaan menurut PT. KA, dicatat pada laporan PLH
(Peristiwa Luar Biasa Hebat). Dalam pelaporan kecelakaan KA dibedakan
dalam:
1. Tabrakan KA dengan KA
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 37 Semua Moda Transportasi
2. Tabrakan KA dengan kendaraan
3. Anjlok
4. Banjir/longsor
5. Lain – lain
Hazard yang dimaksud dalam suatu pengoperasian kereta api adalah
standar – standar yang harus ditaati oleh setiap pemangku kepentingan
(stakeholders) yang terkait dengan keselamatan perjalanan kereta api.
Semakin tingginya deviasi atau toleransi yang diberikan terhadap suatu
komponen yang terkait dalam perjalanan kereta api maka dapat
menimbulkan suatu penyebab dan berakibat terjadi kecelakaan.
Variabel – variabel yang menjadi hazards didalam suatu perjalanan
kereta api adalah :
• Kecelakaan antar kereta api
• Derailment (anjlok)
• Tidak adanya perlindungan terhadap personil yang bertugas pada
sistem manajemen operasional perkeretaapian
• Tabrakan dengan obyek lain di perlintasan sebidang jalan
• Insiden serius yang terjadi pada ruang milik jalan rel yang
menyebabkan terjadinya korban manusia, baik meninggal dunia
ataupun luka‐luka.
Secara internasional hanya tabrakan antara kereta api dan anjolg yang
disebabkan karena kerusakan under carriage atau infrastruktur jalan rel
yang disebut kecelakaan kereta api murni. Sedangkan kecelakaan anjlog
akibat bencana alam menabrak orang di ruang jalan rel (trepassing)
bukan dikategorikan kecelakaan kereta api. Sedangkan kecelakaan di
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 38 Semua Moda Transportasi
persilangan sebidang yang tidak membawa korban di sisi kereta api
merupakan kecelakaan jalan.
2.5.3. Moda Udara
Kecelakaan transportasi udara didefinisikan sesuai dengan International
Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13 sebagai berikut :
1. Kejadian yang berhubungan dengan pengoperasian sebuah pesawat
terbang yang mengambil tempat antara waktu sesorang memasuki
(boarding) pesawat terbang dengan tujuan melakukan penerbangan
(flight) dan hingga semua orang telah keluar dari pesawat terbang
diakhir penerbangan (disembarked) , dimana terdapat orang yang
meninggal dunia atau luka‐luka serius, pesawat terbang mengalami
kerusakan atau terjadi kegagalan struktural dan/atau hilang atau
benar‐benar tidak mungkin dapat dicari.
2. Sedangkan insiden adalah sebuah kejadian di luar dari kecelakaan
yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat terbang yang
berdampak atau kemungkinan mempengaruhi keselamatan
pengoperasian pesawat terbang, sebagai contoh return to base
(RTB).
Sekitar 80% dari seluruh kecelakaan penerbangan terjadi pada waktu
sekitar sebelum atau sesudah tinggal landas (take off) atau mendarat
(landing). Kecelakaan di tengah penerbangan (mid‐flight) sangat jarang
terjadi, walaupun tetap dimungkinkan seperti disebabkan bom atau
kegagalan/kelelahan struktural pesawat terbang. Berdasarkan data
tahun 1950 hingga 2006 yang diteliti oleh ICAO, 2008 (2007 excellent
year of aviation, Geneva) penyebab kecelakaan pesawat terbang
komersial disebabkan oleh:
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 39 Semua Moda Transportasi
• Kesalahan pilot sebesar 53%
• Kesalahan Mekanikal sebesar 21%
• Cuaca sebesar 11%
• Kesalahan manusia diluar pilot sebesar 8%
• Sabotage sebesar 6%
• Dan lain lain sebesar 1 %
Data kecelakaan penerbangan tercatat dengan baik dan harus
terlaporkan secara internasional dan dihimpun oleh suatu organisasi
yang berkedudukan di Geneva, Swis (Aicraft Crashes Recorded Office).
2.5.4. Moda Angkutan di Perairan
Suatu peristiwa yang terjadi di atas kapal atau melibatkan sebuah kapal
dimana hal‐hal tersebut di bawah ini terjadi :
a. Adanya korban jiwa atau cidera berat kepada manusia di atas kapal,
atau adanya orang yang hilang atau terjatuh dari kapal atau dari
salah satu sekoci (perahu penyelamat) kapal.
b. Menyebabkan korban jiwa, cidera berat, atau kerusakan material.
c. Hilangnya kapal atau diasumsikan hilang.
d. Kapal ditinggalkan.
e. Kerusakan akibat api, ledakan, cuaca, atau penyebab lain.
f. Kapal kandas.
g. Tubrukan.
h. Tidak dapat dipergunakan/dijalankan lebih dari 12 jam, atau
memerlukan bantuan khusus untuk mencapai pelabuhan .
i. Menyebabkan bahaya yang signifikan terhadap lingkungan.
j. Pecah atau meledaknya bejana bertekanan, jaringan pipa atau valve.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 40 Semua Moda Transportasi
k. Runtuh atau gagalnya alat angkat, alat akses, tutup palka, anjungan
atau bangku boatswain atau peralatan yang berhubungan dengan
beban.
l. Runtuhnya cargo, pergerakan cargo yang tidak dimaksudkan, atau
ballast sehingga mengakibatkan miringnya kapal mencapai sudut
yang membahayakan.
m. Terjatuhnya muatan keluar kapal.
n. Tersangkutnya alat tangkap ikan sehingga menyebabkan kemiringan
kapal mencapai sudut yang membahayakan.
o. Kejadian yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, atau
membahayakan kesehatan dengan serius.
Yang dimaksud dengan cidera berat adalah:
a. Luka diluar yang terjadi pada jari jemari tangan maupun kaki.
b. Hilangnya anggota tubuh (kaki atau tangan).
c. Dislokasi bahu, pinggul, lutut atau siku.
d. Kehilangan penglihatan sementara atau permanen.
e. Tidak sadarkan diri atau memerlukan bantuan pernafasan
f. Memerlukan perawatan rumah sakit lebih dari 24 jam.
Yang dimaksud dengan gangguan kesehatan atau cidera serius adalah
kejadian diluar cidera berat yang menyebabkan seseorang yang
dipekerjakan atau berada di kapal tidak dapat melaksanakan aktivitas
lebih dari 3 hari berturut‐turut di luar hari terjadinya kecelakaan, kecuali
jika yang bersangkutan dianjurkan untuk beristirahat selama 3 hari atau
lebih.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 41 Semua Moda Transportasi
Kondisi di atas baik berlaku untuk angkutan di laut yang dibina oleh
Direktorat Jendral Perhubungan Laut maupun angkutan di perairan
dalam (inland water), yaitu angkutan penyeberangan, di sungai dan di
danau yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 42 Semua Moda Transportasi
BAB III
KONDISI EKSISTING PENCATATAN DATA KECELAKAAN TRANSPORTASI DI
INDONESIA
3.1. Transportasi Jalan
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi
Pengumpulan dan pencatatan data kecelakaan transportasi saat ini dilakukan
oleh Kepolisian cq. Direktorat Lalulintas (Ditlantas Polri).
1. Sumber Data/Informasi
Informasi mengenai kecelakaan lalu lintas bersumber dari petugas
Kepolisian yang bertugas di lapangan. Data/informasi yang terdapat pada
Laporan Polisi meliputi :
• Hari, Tanggal dan Nama Penyidik yang membuat laporan Polisi
• Hari dan tanggal terjadinya kecelakaan
• Nama dan tempat kecelakaan
• Pokok‐pokok kecelakaan antara apa dengan apa
• Identitas pengemudi yang terlibat kecelakaan
• Keadaan jasmani atau rohani pengemudi/pengendara sebelum
terjadinya kecelakaan
• Keadaan jalan, cuaca di TKP (Tempat Kejadian Perkara)
• Ambar posisi kendaraan yang terlibat kecelakaan
• Identitas kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas
• Identitas saksi‐saksi
• Akibat tabrakan:
a. Korban manusia
b. Severitas korban (mati, luka atau tidak ada korban)
• Kerusakan benda/materi
• Kerugian yang diperkirakan dalam wujud uang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 43 Semua Moda Transportasi
• Keterangan asal mula terjadinya kecelakaan lalu lintas
• Kesimpulan sementara
• Barang bukti yang disita/ditahan
• Orang yang ditahan/ditangkap
• Sketsa Gambar
2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan
Bentuk dan formulir pencatatan data kecelakaan disebut Laporan Polisi
(LP) yang dicatat oleh petugas Kepolisian di tingkat Kepolisian Resor
(Polres). Pihak Kepolisian juga memiliki laporan yang lebih rinci. Laporan
ini diadopsi dari formulir MAAP (Microcomputer Accident Analysis
Package) yang diberi nama sebagai 3L (Laporan Kecelakaan Lalu Lintas
atau Sistem Laporan Laka Lantas). Di dalam perkembangnya laporan ini
menjadi Sistem Laporan Lengkap Kecelakaan Lalu Lintas (SLKLL) Polisi.
Tetapi pelaksanaannya belum semua Kepolisian Daerah (Polda) di
provinsi‐provinsi Indonesia siap menggunakannya.
3. Link dengan instansi lain
Sistem pencatatan data yang ada saat belum memiliki link dengan instansi
lain yang terkait. Tetapi secara internal sudah terdapat sistem untuk
pelaporan dari tingkat Kepolisian Resort atau Polres (kabupaten atau
kota) ke Kepolisian Daerah atau Polda (Provinsi) hingga ke Ditlantas Polri
di Jakarta. Selain itu data kecelakaan lalu lintas terhimpun pula bersama
dengan data‐data lainnya berkaitan dengan kegiatan kepolisian ke dalam
PIKNAS (Pusa informasi kriminal nasional) di Markas Besar Polri.
b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Jalan
1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan
Data kecelakaan disimpan dalam bentuk soft copy.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 44 Semua Moda Transportasi
2. Sistem Up‐dating Data
Setiap terjadi perkembangan dibuatkan laporan lagi. Data kecelakaan di‐
update sampai 30 hari terkait dengan status korban kecelakaaan sesuai
dengan peraturan maupun standar yang ada. Walaupun demikian hingga
saat ini belum mampu dilakukan dengan baik.
3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan
Data kecelakaan disimpan dalam bentuk soft copy.
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM yang mencatat, memasukkan, dan mengelola data kecelakaan
adalah petugas kepolisian di unit kecelakaan, yang ada di setiap Polda dan
Polres.
5. Link dengan Instansi Lain
Data kecelakaan transportasi jalan tidak memiliki link dengan instansi lain.
Berbagai instansi yang juga mengharuskan memiliki informasi dikarenan
dengan fungsi dan perannya adalah sebagai berikut:
a. Data dari perusahaan insuransi. Di Indonesia sumber utama didapat
dari PT. Jasa Raharja sebagai pelaksana dari Undang Undang No 33
Tahun 1964 JO PP No. 17 tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang, dan Undang Undang No 34 tahun 1964
JO Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. PT. Jasa Raharja di dalam penyantunan
bersumberkan informasi dari Laporan Polisi atau LP sehinga
seyogyanya akan memiliki jumlah informasi yang sama.
Perbedaan yang timbul saat ini disebabkan karena: Dari sisi PT. Jasa
Raharja adalha perbedaan definisi: kecelakaan tunggal dan korban
kecelakaan yang tidak sesuai dengan peruntukan kendaraan seperti
penumpang di bak terbuka truk tidak mendapatkan santunan,
santunan diberikan untuk korban luka hingga 365 hari sejauh
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 45 Semua Moda Transportasi
mendapatkan keterangan dokter dan belum melampaui batas
maksimum premi pembayaran serta korban dapat dimungkinkan
mendapatkan dua kali santunan apabila korban luka berat kemudian
meninggal dunia.
Disisi kepolisian, laporan yang tercatat hanya laporan yang dapat
diselesaikan perkaranya (SELRA) baik secara pidana (mengacu ke
KUHAP) maupun pelanggaran (UU No. 14 tahun 1992). Perkara yang
dilakukan secara damai tidak tercatat dan batas maksimum
pengawasan koban luka berat hingga 365 hari.
Selain itu perusahaan ansuransi lainnya untuk mendapatkan informasi
kecelakaan hanya untuk kendaraan yang memiliki pelindungan
asuransi.
Aksesibilitas Publik
Saat ini membutuhkan ijin tertulis secara khusus untuk mendapatkannya
karena di dalam LP terkandung informasi‐informasi dan identifikasi yang
bukan untuk diketahui publik (restricted).
c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Jalan
1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan
Sistem pelaporan data kecelakaan transportasi jalan adalah dari Polres
dikirim ke Polda, kemudian dikirim ke Pusat (Direktorat Lalu Lintas POLRI).
Aliran data dapat dilihat pada Gambar 3.1. Di tingkat pusat data berada
dalam naungan Sub Bagian Informasi Lalu Lintas, Direktorat Lalu Lintas
Polri. Di tingkat Polda berada di Direktorat Lalu Lintas Polda atau di
Puskodal Polda. Di tingkat Polres, data berada di Satuan Lalu Lintas
(Satlantas) Polres.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 46 Semua Moda Transportasi
Gambar 3.1. Bagan Alir Pencatatan dan Pelaporan Data Kecelakaan Jalan oleh Kepolisian
2. Dasar Hukum Pencatatan Data Kecelakaan Jalan
Terdapat dua kemungkinan penggunaan data kecelakaan: Pertama, untuk
proses penyidikan dan; Kedua, untuk poses penyelidikan. Terdapat dua
terminologi agar tidak rancu, yaitu penyidikan sesuatu hal terkait dengan
pidana atau pelanggaran, sedangkan penyelidikan sesuatu hal terkai
untuk melihat hubungan sebab dan akibat (hubungan kausal) agar
kejadian kecelakaan dapat dipahami dan program‐program keselamatan
jalan dapat dikembangkan dan diterapkan.
Gambar 3.2. memperlihatkan perbedaan proses tersebut, yang tentunya
membutuhkan informasi yang berbeda. Data yang akan dikembangkan
oleh Departemen Perhubungan adalah sesuatu yang berkaitan dengan
penyelidikan. Gambar 3.3. Contoh Format Laporan Polisi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 47 Semua Moda Transportasi
Tujuan: Meneliti penyebab kecelakaan
lalu lintas akibat prasarana dan sarana jalan yang diatur
dalam UU 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Tujuan: Penyidikan kasus pidana
yang diatur oleh Pasal 107 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP
Hasil: 1. Data kecelakaan lalulintas
2. Laporan polisi untuk santunan asuransi
3. Berkas perkara pidana untuk diajukan dalam
persidangan4. Masukan bagi penelitian
lanjutan
Investigasi (Penyidikan dan Penelitian) Kecelakaan Lalu Lintas
Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas
Penelitian Kecelakaan Lalu Lintas
Pelaku utama: Polisi, Departemen/Dinas
Perhubungan danBina Marga
Hasil:Program-program
peningkatan keselamatan Lalu lintas
Pakar Keselamatan Lalu Lintas/ Perguruan Tinggi
Pelaku utama: Penyidik Kepolisian
Tenaga ahli di bidangnya apabila diperlukan termasuk pembina jalan dan lalu lintas
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 48 Semua Moda Transportasi
MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT LALU LINTAS
LAPORAN KECELAKAAN LALU LINTAS LP: ………………………..
POLDA : POLRES : POLSEK :
WAKTU
KEJADIAN LAKA DILAPORKAN DITERIMA MABES POLRI
Hari/ Tgl / Jam :
............... / ……........ / …….......
Hari/ Tgl / Jam :
…........... / …........... / ……........
Hari/ Tgl / Jam :
................ / ….............. / ……….....
Cuaca : 1.Cerah 2.Hujan 3.Kabut 4.Asap/Abu 5.Lain2 :
...................................................
Pengirim Berita :
......................................................
Penerima Berita :
Nama Pangkat NRP Jabatan
TKP
Jalan Umum : ………………………… Desa/Kampung : .................................. Kecamatan: .............................
Arus Lantas : 1. Satu Arah 2. Dua Arah
Kondisi Situasi : Siang / Subuh / Senja / Malam lampu mati / Malam ada lampu / Malam gelap
Situasi Jalan : Jalan Lurus / Tikungan / Menyempit / Perempatan / Pertigaan / Jembatan / Lain-lain:...............
Tipe Simpang : Simpang X4 / Simpang X4+ / Simpang T / Simpang Y / Simpang Jenjang / Bundaran / Simpang KA / Tidak Ada / Lain-lain : …………………………………………………………………………………
Pengaturan Persimpangan : 1.Rambu Stop 2.Rambu Beri Jalan 3.Marka 4.APILL 5.Petugas 6.Tidak Ada 7.Lain-lain : ………….…………………………………………………………………………………….………….
Kondisi Jalan : Hot Mix / Aspal Biasa / Tanah / Kerikil / Berbatu / Berpasir / Aspal Berlumpur / Air / Minyak / Lain-lain:............................................................................................................................................................
KLASIFIKASI Korban Massal
Korban Biasa
Korban TNI AD
Korban TNI AL
Korban TNI AU
Korban POLRI Korban VIP / VVIP
Korban Orang Asing
KORBAN Jumlah Korban =...................Orang (MD =...........; LB =...........; LR =...........) Rugi Materil Rp.................................................................................................................................................
Antara Apa dengan Apa
BENTUK LAKA
1. Tabrak Depan 2.Tabrak Belakang 3. Tabrak Menyudut 4. Tabrak Sisi (Side Swipe)
5. Lepas Kendali (Out Of Control) 6. Tabrak Lari 7. Tabrak Massal
8. Lain-lain : …………………………………………………………………………………………………………….
MODUS OPERANDI
1. Mendahului 2.Tidak Jaga Jarak 3. Kecepatan Tinggi 4. Melanggar Rambu/Marka 5.Mengantuk
6. Mabuk 7.Kurang Konsentrasi 8. Rem Tdk Berfungsi 9. Pecah Ban 10. Sistim Kemudi
11.Lain-lain : .....................................................................................................................................................
KENDARAAN RANMOR I II III RANTAKMOR
Jenis ............................... ................................. ............................... 1. Becak
Gambar 3.2. Landasan Hukum Data Kecelakaan Jalan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 49 Semua Moda Transportasi
KENDARAAN
RANMOR I II III
Jenis ............................... ................................. ...............................
Model ............................... ............................... ...............................
Merk /TH ............................... ................................. ...............................
Type ............................... ................................. ...............................
Tahun ............................... ................................. ...............................
No. Pol ............................... ................................. ...............................
S.T.N.K ............................... ............................... ...............................
CC Silinder ............................... ................................. ...............................
No. Rangka/NIK ............................... ................................. ...............................
No. Mesin ............................... ................................. ...............................
Plat Dasar ............................... ................................. ...............................
Kondisi Ban 1.Baik,2.Gundul,
3.Vulkanisir,4.Pecah
1.Baik,2.Gundul,
3.Vulkanisir,4.Pecah
1.Baik,2.Gundul,
3.Vulkanisir,4.Pecah
Barang Bukti BB / Tidak BB / Tidak BB / Tidak
Gambar 3.3. Laporan Polisi
Gambar 3.3. Laporan Polisi (Lanjutan)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 50 Semua Moda Transportasi
Data Identitas I II III IV Nama ............................... ................................. ............................... .............................
Umur; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR
Alamat
...............................
...............................
...............................
................................
.................................
.................................
...............................
................................
................................
...............................
................................
................................
Pekerjaan 1.Swasta,2.PNS,
3.TNI,4.Polisi,
5.Pelajar,
6.Lain-lain:.............
1.Swasta, 2.PNS,
3.TNI, 4.Polisi,
5.Pelajar,
6.Lain-lain:...............
1.Swasta, 2.PNS,
3.TNI, 4.Polisi,
5.Pelajar,
6.Lain-lain:...............
1.Swasta, 2.PNS,
3.TNI,4.Polisi,
5.Pelajar,
6.Lain-lain:...............
Kebangsaan 1. WNI, 2.WNA 1. WNI, 2.WNA 1. WNI,2.WNA 1. WNI, 2.WNA
Pengemudi/ Penumpang/ Pejalan Kaki
PENGEMUDI
SIM (Gol;No) ............................... ............................... ............................... ...............................
No. Polisi ............................... ............................... ............................... ...............................
Kondisi Fisik 1.Sehat,2.Lelah,
3.Sakit,
4.Mabuk Alkohol,
5.Mabuk Obat
1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,
4.Mabuk Alkohol,
5.Mabuk Obat
1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,
4.Mabuk Alkohol,
5.Mabuk Obat
1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,
4.Mabuk Alkohol,
5.Mabuk Obat
Sabuk Pengaman Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak
Helm Stándar Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak
SAKSI / TERSANGKA
Status Tersangka Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi
Tahanan Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak
KORBAN
Korban Korban/Tidak Korban/Tidak Korban/Tidak Korban/Tidak
Status Fisik MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka
MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka
MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka
MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka
Pejalan Kaki Menyeberang di : 1: Zebra Cross,2: 20m dari Zebra Cross,3:Penyeberangan di Persimpangan dengan APILL 4:Penyeberangan dengan APILL, 5:Penyeberangan Sekolah.
Berjalan di : 6:Badan Jalan searah pergerakan lalu-lintas, 7: Badan jalan berlawanan arah dengan pergerakan lalu-lintas, 8: Bahu jalan searah pergerakan lalu-lintas, 9: Bahu jalan berlawanan arah dengan pergerakan lalu-lintas, 10: Berdiri, duduk, tidur, bermain pada badan jalan, 11 :Berdiri, duduk, tidur, bermain pada bahu jalan, 12: Bekerja pada badan jalan, 13: Bekerja pada bahu jalan, 14: Mendorong atau memperbaiki kendaraan pada atau disisi badan jalan,15:Lain-lain:...................................................................
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 51 Semua Moda Transportasi
Gambar 3.3. Laporan Polisi (Lanjutan)
3.2. Transportasi Kereta Api
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api
1. Sumber Data/Informasi
PT. Kereta Api Indonesia saat ini merupakan satu – satunya operator
kereta api di Indonesia. PT. KAI sudah mempunyai prosedur sendiri jika
terjadi kecelakaan selama kereta api beroperasi. Melalui SK dari Direksi
PT. KAI dibentuk Tim CO yang masa jabatannya berlaku 1 tahun. Jika
diartikan dalam bahasa Indonesia adalah tim investigasi kecelakaan. Tim
CO ini ada yang dipusat dan di daerah, jika dipusat diketuai oleh Direktur
Operasional (Dirops), diwakili oleh Kasubdit Lalu Lintas, dan anggotanya
berasal dari semua divisi. Sedangkan Tim CO didaerah diketuai oleh
Kepala Daerah Operasi pada masing–masing daerah dengan
beranggotakan semua Kepala Sie. Investigasi kecelakaan yang dilakukan
oleh PT. KAI hanya internal oleh Tim CO.
2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Kereta Api
Jika terjadi kecelakaan, Tim CO di daerah harus segera melaporkan
kepada Direktur Utama dengan tembusan ke semua Dirops, Direktur
Teknis (Dirtek), semua Kepala Bidang (Kabid), dan semua anggota Tim CO
pusat. Laporan ini biasanya disebut Laporan PL/H yang berisi lokasi,
waktu, jenis, uraian kejadian, sebab, akibat, tindakan yang telah
dilakukan, dan penjelasan petugas yang sedang bertugas sewaktu
kejadian siapa saja. Penyerahan laporan PL/H ini bersamaan dengan
laporan pemantauan perjalanan kereta. Laporan PL/H ini belum ada
investigasi baru berupa diskripsi laporan kejadian. Penyebab kejadian
yang lebih pasti masih dalam penyelidikan. Jika kecelakaan yang terjadi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 52 Semua Moda Transportasi
menimbulkan kerugian yang besar maka Dirut melalui disposisi ke tim CO
yang menentukan siapa yang akan menginvestigasi.
3. Link dengan Instansi lain Penanganan Data Kecelakaan Kereta Api
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tidak ada kaitannya
dengan Tim CO dari PT. KAI. KNKT merupakan suatu badan bentukan
menteri sehingga hasil investigasi dan rekomendasi yang dilakukan oleh
KNKT langsung ditujukan untuk Menteri, Dirops PT. KAI hanya
mendapatkan tembusan. Hasil yang disampaikan oleh KNKT dan Tim CO
dapat berbeda dan yang dijadikan acuan oleh PT. KAI adalah hasil dari Tim
CO.
Dalam kaitan apabila terdapat korban jiwa, maka penyidikan Kepolisian
dilakukan oleh Direktorat Reserse di tingkat Polda dan hasilnya dijadikan
data ke pusat ke Bareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) Polri dan data
merupakan bagian dan PIKNAS (Pusat Informasi Kriminal Nasional).
b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api
1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan Kereta Api
Belum tersedia bentuk program penyimpanan data kecelakaan dalam
bentuk electronic copy. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk
berkas laporan.
Selain laporan kecelakan dalam PLH, tim investigasi kecelakaan yang telah
ditunjuk akan segera melakukan investigasi dan membuat laporan dalam
bentuk buku tiap kejadian kecelakaan. Laporan ini harus selesai dalam
waktu satu minggu setelah kejadian. Hasilnya diserahkan kepada Dirops.
Data ini kemudian dikirimkan ke Direktorat Jendral Perkeretaapian.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 53 Semua Moda Transportasi
2. Sistem Up‐dating Data Kereta Api
Setelah buku laporan kecelakaan selesai dibuat maka akan di arsipkan dan
tidak ada sistem up dating data.
3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan Kereta Api
Belum tersedia bentuk program pengelolaan data kecelakaan dalam
bentuk electronic copy. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk
berkas laporan.
4. Sumber Daya Manusia (SDM) Pencatatatan Data Kecelakaan Kereta Api
Selama Tim CO melakukan investigasi kecelakaan tidak melibatkan pihak
eksternal. Kecuali jika ada kematian maka pihak berwajib (polisi) akan
turut serta dalam penyelidikan karena ada KUHP‐nya. Dalam hal ini
masinis dan pekerja PT KAI dapat ditahan sebagai saksi. Di PT. KAI
memiliki unit: Pusat Keselamatan tetapi lembaga ini hanya mendapat
rekapan hasil investigasi.
5. Link Data Kecelakaan Kereta Api dengan Instansi Lain
Sistem penyimpanan data yang ada saat tidak memiliki link dengan
instansi lain yang terkait. Kepolisian mencatat kejadian apabila terdapat
korban meninggal dunia dan ditangani oleh Direktorat Reserse Polda
setempat. KNKT juga melakukan penelidikan pada kasus kasus tertentu
sehingga kemungkinan memiliki informasi secara parsial. Semua tidak
terhubungkan satu dengan lainnya.
6. Aksesibilitas Publik Data Kecelakaan Kereta Api
Informasi data kecelakaan dari Tim CO belum dapat diakses secara luas
oleh masyarkat. Hasilnya masih merupakan konsumsi PT. KAI. Sedangkan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 54 Semua Moda Transportasi
hasil investigasi oleh KNKT dapat diakses melalui website KNKT dan data
tersebut selalu yang ter‐update.
c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api
1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan
Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Tim CO sudah
memiliki standar sistem pelaporan kecelakaan yang diatur dalam
reglemen.
2. Dasar Hukum
Format Laporan tersebut terdapat dalam Reglemen 23 tentang
kecelakaan, tetapi format tersebut belum tertuang dalam UU
Perkeretaapian No. 23 Tahun 2007. Perlu dicatat bahwa reglemen adalah
aturan internal PT. KAI yang tentunya dikemudian hari tidak mungkin
diterapkan oleh operator lainnya apabila aturan ini tidak diangkat ke
tingkat lebih tinggi
3.3 Transportasi Udara
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Udara
1. Sumber Data/Informasi
Informasi kejadian berasal dari operator pesawat terbang dan operator
bandara. Laporan pertama hanya berupa lisan melalui telepon.
Selanjutnya Administrator Bandara mendapat laporan tertulis sesuai
format yang telah diberikan kepada operator penerbangan. Dan
selanjutnya dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara. Tetapi tidak
semua bandar udara di Indonesia memiliki Administrator Bandara, maka
untuk bandar udara yang tidak memiliki Administrator Bandara, laporan
kejadian langsung dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 55 Semua Moda Transportasi
Di penerbangan, semua insiden juga dilaporkan dengan prosedur yang
sama dengan pelaporan kecelakaan penerbangan.
2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan
Format pencatatan data kecelakaan maupun kejadian memiliki format
baku.
3. Link dengan Instansi lain
Pencatatan data berasal dari maskapai penerbangan dan operator
bandara serta Administrator Bandar Udara. Demikian pula terdapat data
yang tercatat oleh Basarnas dan KNKT. Semua ini tidak terhubungkan satu
dengan lainnya karena berbeda fungsinya.
b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Udara
1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan
Belum tersedia bentuk program penyimpanan data kecelakaan dalam
bentuk software. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas
laporan.
2. Sistem Up‐dating Data Udara
Data kecelakaan transportasi moda udara tidak memiliki sistem up‐dating
data. Pencatatan dilakukan setelah kondisi final terjadi. Misalnya SAR
telah dihentikan oleh BASARNAS dan korban dinyatakan hilang walaupun
kemungkinan tidak pernah ditemukan.
3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan
Belum tersedia bentuk program pengelolaan data kecelakaan dalam
bentuk soft ware. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas
laporan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 56 Semua Moda Transportasi
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Yang berwenang menerima laporan kecelakaan adalah bidang safety dan
dilanjutkan kepada kepala kantor Administrator Bandara.
5. Link dengan Instansi Lain
Sistem penyimpanan data yang ada saat tidak memiliki link dengan
instansi lain yang terkait. Secara parsial Basarnas dan KNKT memiliki
informasi secara parsial, tetapi tidak terdapat koneksitas pencatatan data
antara satu instansi dengan instansi lainnya.
6. Aksesibilitas Publik
Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi
dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan
datang ke kantor administrator Bandara dan melakukan wawancara.
c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Udara
1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan
Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Kantor
Administrator Bandara sudah memiliki standar sistem pelaporan
kecelakaan yang diatur dalam undang‐undang dan keputusan menteri.
2. Dasar Hukum
Undang – undang No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, Peraturan
Pemerintah No 03 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri No 79. Peraturan –
peraturan tersebut menjadi acuan dalam pelaporan kecelakaan.
Data kecelakaan penerbangan tercatat secara internasional dan dengan
mudah diakses melalui Aircraft Chrashes Record Office (ACRO) yang mencatat
semua kejadian baik penerbangan sipil maupun militer.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 57 Semua Moda Transportasi
Sebagai contoh, data yang di download dari http://www.baaa‐
acro.com/Pays/I/Indonesie‐2000‐2009.htm sebagai berikut :
Tabel 3.1. Contoh Tampilan Data Kecelakaan Transportasi Udara di Website
Tanggal Registrasi Jenis Pesawat Terbang Operator Lokasi Fatalitas9‐Aug‐08 PK‐RCZ Pilatus PC‐6 Turbo Porter Associated Mission Aviation Ndundu 16‐Mar‐08 PK‐VTQ Transall C‐160NG Manunggal Air Wamena 026‐Jan‐08 PK‐VSE Casa 212 Aviocar Dirgantara Air Service Malinau 37‐Mar‐07 PK‐GZC Boeing 737‐400 Garuda Indonesia Jogjakarta 2121‐Feb‐07 PK‐KKV Boeing 737‐33A Adam Air Surabaya 011‐Jan‐07 PK‐BRN Casa 212 Aviocar 200 Aviastar Mandiri Tanjung Bara 01‐Jan‐07 PK‐KKW Boeing 737‐4Q8 Adam Air Sekitar Ujung Pandang 10224‐Dec‐06 PK‐LIJ Boeing 737‐400 Lion Airlines Ujung Pandang 017‐N0v‐06 PK‐YPY De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Puncak Jaya 1210‐Oct‐06 PK‐YRO De Havilland DHC‐4 Caribou Trigana Air Service Mamit 03‐Oct‐06 PK‐RIE Boeing 737‐200 Mandala Airlines Tarakan 05‐Jun‐06 PK‐NCL Casa 212 Aviocar Merpati Bandanaira 030‐Nov‐05 PK‐ZAI Casa 212 Aviocar SMAC Sinabang 09‐Sep‐05 PK‐VIA Pilatus‐BN Islander Dirgantara Air Service Samarinda 05‐Sep‐05 PK‐RIM Boeing 737‐200 Mandala Airlines Medan 15012‐Apr‐05 PK‐LTZ De Havilland DHC‐6 GT Air Timika 1730‐Nov‐04 PK‐LMN McDonnell Douglas MD‐82 Lion Airlines Solo 2519‐Jan‐04 PK‐WAX De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation Gurung Mulia 028‐Apr‐03 PK‐WAR De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation Mulia 027‐Mar‐03 PK‐WAY De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation Mulia 47‐Nov‐02 PK‐VIZ Pilatus‐BN Islander Dirgantara Air Service Tarakan 73‐Sep‐02 PK‐YPQ De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Silimo 016‐Jul‐02 PK‐TAR Pilatus‐BN Islander SMAC Long Barai 925‐May‐02 PK‐YPZ De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Nabire 621‐Apr‐02 ES‐NOP Antonov AN‐72 Enimex Wamena 018‐Jan‐02 PK‐YPC Pilatus PC‐6 Turbo Porter Trigana Air Service Bugalaga 016‐Jan‐02 PK‐GWA Boeing 737‐300 Garuda Indonesia Jogjakarta 114‐Jan‐02 PK‐LID Boeing 737‐200 Lion Airlines Pekanbaru 016‐Jun‐01 PK‐VTP Transall C‐160 Manunggal Air Jayapura 126‐Mar‐01 PK‐MFL Fokker F27 Merpati Surabaya 3
3.4 Transportasi Laut
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Laut
1. Sumber Data/Informasi
Informasi kecelakaan yang didapat oleh Syahbandar (sejauh ini) berasal
dari perusahaan pelayaran dan dinas pemanduan, dari berita yang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 58 Semua Moda Transportasi
dikirimkan oleh kapal yang mengalami kecelakaan ataupun kapal‐kapal
lain yang berada di sekitarnya ke radio‐radio pantai setempat, dan dari
masyarakat pelabuhan. Informasi kecelakaan yang didata adalah identitas
kapal (nama kapal, GT, bendera), jenis kapal (penumpang/cargo),
termasuk jenis kecelakaan (tubrukan, tenggelam, kandas, terbalik, cuaca,
dan lain‐lain), informasi umum (lokasi kejadian dan waktunya), jumlah
korban, serta tindakan lanjutan yang diambil.
2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Laut
Format pencatatan data kecelakaan maupun kejadian memiliki format
baku (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5).
Gambar 3.4. Contoh Data Kejadian Kecelakaan Kapal Tahun 2007 Kantor Adpel Palembang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 59 Semua Moda Transportasi
Gambar 3.5. Contoh Sketsa Kecelakaan Kapal
3. Link dengan Instansi lain
Sistem pencatatan data yang ada saat tidak memiliki link dengan instansi
lain yang terkait. Basarnas dan KNKT di dalam keterlibatannya memiliki
data secara parsial tetapi tidak terdapat koneksitas antara satu dengan
lainnya dalam sumber data kecelakaan di atas perairan. Mahkamah
Pelayaran, juga memiliki data berdasarkan catatan kecelakaan yang
disidangkan, tetapi perlu diingat tidak semua kasus kecelakaan diajukan
ke dalam sidang Mahkamah Pelayaran dan sifat hanya untuk
menyidangkan secara aspek profesional dan bukan pidana atau perdata.
b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Laut
1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan
Syahbandar melakukan penyimpanan data secara manual, disimpan di
satu tempat, dan tidak mempunyai program penyimpanan data dalam
bentuk soft ware.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 60 Semua Moda Transportasi
2. Sistem Up‐dating Data
Data kecelakaan transportasi moda laut di‐update jika ada perubahan
dalam status kejadian kecelakaan. Setiap terjadi perkembangan dibuatkan
laporan lagi. Proses updating secara kontinyu akan dilaksanakan sampai
ada keputusan dari Makamah pelayaran bahwa kasus tersebut dinyatakan
ditutup. Selain itu informasi up‐dating juga didapat dari Badan SAR.
Informasi yang diup‐date adalah jenis kecelakaan, jumlah korban,
kerugian materi dan penyebab kecelakaan. Batas waktu up‐dating data
kecelakaan dilakukan sampai satu minggu atau sampai kasus ditutup.
3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan
Belum tersedia bentuk program pengelolaan data kecelakaan dalam
bentuk soft ware. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas
laporan.
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Tidak ada unit khusus yang menyimpan dan mengelola data kecelakaan
transportasi moda laut.
5. Link dengan Instansi Lain
Sistem penyimpanan data yang ada saat tidak memiliki link dengan
instansi lain yang terkait. BASARNAS, KNKT dan Mahkamah Pelayaran
memiliki data kecelakaan laut secara parsial tetapi tidak memiliki
interkoneksitas dengan data yang tercata pada Adpel.
6. Aksesibilitas Publik
Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi
dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan
datang ke kantor Syahbandar dan melakukan wawancara.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 61 Semua Moda Transportasi
c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Laut
1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan
Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Syahbandar sudah
memiliki standar sistem pelaporan kecelakaan yang diatur dalam undang‐
undang dan keputusan menteri.
2. Dasar Hukum
Kewenangan Administrator Pelabuhan diatur dalam Undang‐undang No
17 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 1998, Keputusan
Menteri No 62 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri No 55 Tahun 2006.
Peraturan‐peraturan tersebut dijadikan acuan dalam hal pelaporan
kecelakaan kapal. Peraturan tersebut juga mengikat Syahbandar, KNKT,
nahkoda dan perusahaan pelayaran.
3.5 Transportasi Penyeberangan Sungai dan Danau
a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Sungai dan
Danau
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Penyeberangan melakukan
pencatatan data kecelakaan.
1. Sumber Data/Informasi
Informasi kecelakaan yang didapat Kantor Pelabuhan Penyeberangan
berasal dari stasiun pantai dan nahkoda kapal yang bersangkutan.
Informasi kecelakaan yang didata termasuk jenis kecelakaan (tubrukan,
tenggelam, kandas, terbalik, cuaca, dan lain‐lain), informasi umum (lokasi
kejadian dan waktunya), jumlah korban, serta tindakan lanjutan yang
diambil.
Untuk angkutan di danau maupun sungai pada umumnya dilakukan oleh
Dinas Perhubungan Tingkat II (Kabupaten atau Kota), tetapi tidak
semuanya melakukan hal ini sehingga tidak tercatat sama sekali.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 62 Semua Moda Transportasi
Untuk angkutan di danau maupun sungai pada umumnya dilakukan oleh
Dinas Perhubungan Tingkat II (Kabupaten atau Kota), tetapi tidak
semuanya melakukan hal ini sehingga tidak tercatat sama sekali.
2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Sungai dan Danau
Formulir pencatatan kecelakaan berbentuk baku, biasa disebut Laporan
Kejadian. Laporan Kejadian berisi mengenai penyebab kecelakaan, jumlah
korban, dan sketsa kecelakaan. Ada juga Laporan Evakuasi Korban yang
berisi tentang kegiatan operasi yang sudah dilakukan, jumlah korban,
identitas korban.
3. Link dengan Instansi lain
Jika terjadi musibah kecelakaan menonjol, maka dibentuk suatu POSKO
yang terdiri dari gabungan tim SAR, PPNS, Adpel, Angkatan Laut, Dinas
Kesehatan, dan diketuai oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi.
Kantor Pelabuhan Penyeberangan juga ikut berperan dalam investigasi
kecelakaan kapal yang berada di wilayah koordinasinya. Hasil penyidikan
yang dilakukan selanjutnya dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Laut
dan KPLP. Tim penyidik instansi ini melakukan penyidikan berkerja sama
dengan instansi lain, seperti Polisi Air, Adpel, dan KNKT.
b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi
1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan
Kantor Pelabuhan Penyeberangan melakukan penyimpanan data dalam
bentuk berkas (hard copy).
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 63 Semua Moda Transportasi
2. Sistem Up‐dating Data
Kantor Pelabuhan Penyeberangan melakukan up‐dating terhadap data
kecelakaan angkutan laut. Setiap terjadi perkembangan dibuatkan
laporan lagi. Selain itu instansi ini juga mendapat informasi up‐dating dari
Badan SAR terkait pemberhentian operasi pencarian korban, dan dari PT
Jasa Raharja terkait jumlah korban meninggal dunia beserta santunan
yang diberikan. Batas waktu up‐dating data kecelakaan dilakukan sampai
kasus ditutup.
3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan di Sungai dan Danau
Pengelolaan data kecelakaan yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pelabuhan Penyeberangan
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Tidak ada unit khusus yang mencatat dan mengelola data kecelakaan.
Belum ada SDM yang memiliki keahlian khusus dalam mencatat dan
mengelola data kecelakaan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan
Penyeberangan.
5. Link dengan Instansi Lain
Sistem penyimpanan data yang ada saat tidak memiliki link dengan
instansi lain yang terkait. Sebagaimana dengan angkutan laut, pada
angkutan sungai dan danau memiliki kondisi yang sama di dalam link data
antara satu instansi dengan instansi lainnya.
6. Aksesibilitas Publik
Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi
dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan
datang ke kantor pelabuhan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 64 Semua Moda Transportasi
d. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi
1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan
Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Kantor Pelabuhan
Penyeberangan sudah memiliki standar sistem pelaporan kecelakaan yang
diatur dalam undang‐undang dan keputusan menteri seperti terlihat pada
Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Bagan Alir Pelaporan Kecelakaan Kapal
2. Dasar Hukum
Tanggung jawab baik pada Undang Undang No 17 Tahun 2008 maupun
Undang‐Undang sebelumnya, tanggung jawab pencatatan data
kecelakaan terdapat di Syahbandar. Perbedaannya pada Undang Undang
baru posisi Syahbandar otonom dan tidak di bawah Administrasi atau
Kantor Pelabuhan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 65 Semua Moda Transportasi
3.6 Tinjauan Kecelakaan Transportasi Berbasis Data Rumah Sakit
Setiap pasien korban kecelakaan yang datang ke RS harus masuk ke bagian
Instalasi Rawat Darurat (IRD) dahulu. Di IRD pasien akan diambil data awalnya
baru kemudian berdasarkan diagnosa oleh dokter ditentukan langkah selanjutnya
apakah harus dirawat inap, rawat jalan, atau perlu tindakan lebih lanjut. Pada
beberapa RS seperti RS Wahidin Sudirohusodo, Makasar dan RS Hasan Sadikin,
Bandung hal diatas telah diatur dalam dokumen tertulis dengan Keputusan dari
Direktur RS berupa prosedur tetap (protap) RS. Tetapi pada beberapa RS lainnya
protap yang tertulis tersebut belum ada. Protap pada beberapa RS dapat dilihat
di lampiran.
Beberapa RS melakukan sistem pelaporan yang baik sesuai dengan protap yang
ada. Tiap tahapan dari sistem pelaporan tersebut ada form tertulis yang harus
diisi. Data tiap tahap ini akan selalu diarsipkan pada data rekam medik korban.
Data korban kecelakaan yang dilaporkan oleh RS merupakan data korban
kecelakaan pada saat diterima di IRD dan data korban kecelakaan pada saat
keluar belum dilakukan pencatatan kembali. Hal ini dikarenakan bagian IRD tidak
mengetahui bagaimana status korban kecelakaan selanjutnya setelah dilakukan
tindakan lebih lanjut. Korban dapat langsung keluar RS dari bagian rawat inap
seperti halnya pasien dengan sakit lainnya dan tidak perlu harus ke IRD terlebih
dahulu.
Pelaporan data korban kecelakaan pada RS Wahidin Sudirohusodo telah ada
protap pelaporan pola kecelakaan. Prosedur dalam protap tersebut adalah:
• Kasus kecelakaan dihitung setiap akhir bulan.
• Data diambil dari buku catatan kecelakaan dan buku register IRD.
• Pola kasus kecelakaan dikelompokkan menurut kasusnya antara lain,
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, kecelakaan rumah tangga.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 66 Semua Moda Transportasi
• Hasil laporan dibuat grafik dan ditandatangani oleh Kepala IRD (sebagai
evaluasi dan monitoring).
Data korban kecelakaan juga dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan
cedera, kelompok umur, dan jenis kelamin. Gambar 3.7 merupakan contoh data
pelaporan korban kecelakaan selama Tahun 2007 di RS Wahidin Sudirohusodo.
Data Korban Kecelakaan di RS Wahidin Sudirohusodo Tahun 2007
050
100150200250300350400450500
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
Bulan
Jum
lah
Kecelakaan Lalu LintasKecelakaan KerjaKecelakaan Rumah TanggaKecelakaan Lain
Gambar 3.7. Data Korban Kecelakaan di RS Wahidin Sudirohusodo Tahun 2007
Di RS Hasan Sadikin juga telah ada protap yang ditetapkan oleh direktur utama.
Berikut prosedur penanganan pasien di bagian IRD:
• Petugas pendaftaran pasien rawat darurat mewawancarai dan memasukkan
data identitas pasien kedalam komputer
• Pasien/ keluarga pasien membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 25.000
• Petugas pendaftaran pasien rawat darurat mencetak berkas rekam medis
pasien rawat darurat yang baru, KIP, Karcis, dan menyerahkan kepada pasien
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 67 Semua Moda Transportasi
Data jumlah Pasien Kecelakaan Lalu LIntas di RSUP dr. Hasan Sadikin Badnung Tahun 2002 - 2007
0
200
400
600
800
1000
1200
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
bulan
jum
lah
200220032004200520062007
• Petugas pendaftaran pasien rawat darurat mempersilahkan pasien untuk
langsung masuk ke ruang perawatan pasien darurat.
Pelaporan data kecelakaan juga dilakukan oleh bagian IRD berdasarkan kondisi
korban sewaktu masuk di bagian IRD. Tetapi data korban kecelakaan belum
dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan cedera, baru jumlah korban
akibat kecelakaan lalu lintas. Berikut contoh data laporan korban kecelakaan lalu
lintas (Gambar 3.8)
Gambar 3.8. Data Jumlah Pasien Kecelakaan Lalulintas RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Sebaliknya, RS Koja belum mempunyai protap yang tertulis ataupun sistem
pelaporan data korban kecelakaan. Berdasarkan informasi dari bagian IRD,
mereka tidak ada waktu untuk membuat hal tersebut dikarenakan banyaknya
pasien yang masuk di bagian IRD. Mereka memproritaskan menangani pasien
terlebih dahulu. Tetapi sama dengan RS lainnya semua pasien korban kecelakaan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 68 Semua Moda Transportasi
harus masuk ke IRD dahulu untuk mendaftar kemudian baru diperlakukan seperti
pasien‐pasien yang lain.
Masalah akan muncul jika tidak ada keluarga yang mengetahui maka pihak rumah
sakit minta bantuan polisi untuk mencarikan alamat pasien korban kecelakaan.
Apabila pasien korban kecelakaan tidak diketaui keluarganya, sering kali pihak
rumah sakit mengambil keputusan sendiri dalam menangani korban yang
terancam nyawanya untuk menyelamatkan nyawa si korban. Tetapi jika pasien
masih tidak terancam nyawanya maka pihak rumah sakit menunggu kabar dari
keluarganya dulu sebelum mngambil tindakan selanjutnya.
Dalam penanganan korban kecelakaan di IRD, tidak ada kaitannya dengan
investigasi yang dilakukan oleh KNKT atau kepolisian. Jika korban kecelakaan
merupakan tersangka dalam kasus kecelakaan tersebut biasanya pihak kepolisian
akan mengirimkan petugasnya untuk mengawasi korban di RS atau korban
tersebut akan dipindahkan ke RS Polri. Pelaksanaan otopsi atau visum hanya akan
dilakukan oleh RS jika ada permintaan dari pihak kepolisian.
3.7 Tinjauan Kecelakaan Transportasi Sebagai Bagian Dari Kecelakaan Kerja
Menurut Dirjen Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menyatakan bahwa 40% kecelakaan kerja terjadi di jalan raya yang juga
merupakan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya motor
dan mudahnya mendapatkan SIM. Oleh karena itu, perlu juga diketahui data
kecelakaan kerja dan sistem pelaporannya dalam studi ini.
Data kecelakaan kerja didapatkan dari Disnaker tingkat kota/kabupaten, Disnaker
tingkat 1, ataupun dari pihak Jamsostek. Data kecelakaan kerja lebih mudah
didapat jika perusahaan tempat korban bekerja melakukan klaim ke Jamsostek
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 69 Semua Moda Transportasi
karena jarang sekali perusahaan yang mau melaporkan kejadian kecelakaan di
perusahaannya kepada pemerintah. Antara pengawas Disnaker tingkat 1,
Disnaker kota/kabupaten dengan pihak Jamsostek. Kerjasama fungsional
sehingga alur prosedur sistem pelaporannya juga telah sama. Hal ini juga telah
diatur dalam beberapa peraturan tertulis, yaitu:
• Permenaker No. 12 Tahun 2007: Tata Cara Pembayaran dan Pelayanan Iuran.
Jamsostek – disempurnakan dalam Permenaker No.5 Tahun 1993.
• Diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 tentang Petunjuk teknis pendaftaran
kepesertaan, pembayaran iuran, pembayaran santunan, dan pelayanan
Jamsostek.
• UU No 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan Jamsostek.
• Permenaker No 9 Tahun 2005 tentang tata cara penyampaian laporan
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan.
• Pada beberapa daerah kota/kabupaten bupatinya juga telah mengeluarkan
SK Bupati yang menginstruksikan perusahaan di wilayahnya untuk
mendaftarkan pekerjanya ke Jamsostek.
Prosedur pendaftaran karyawannya untuk mendapatkan pelayanan jamsostek
adalah sebagai berikut :
• Mengisi Form F1 – rangkap untuk Disnaker, Jamsostek, dan Perusahaan
• Form F1a – untuk tenaga kerja
• Form F2a – untuk tenaga kerja
• Setelah ditetapkan besaran iuran pertama oleh Jamsostek ke Perusahaan
• Perusahaan membayar iuran ke Bank yang ditunjuk oleh Jamsostek kemudian
menyerahkan bukti setor bank ke Jamsostek
• Kemudian Jamsostek mengeluarkan kartu peserta dan sertifikat
• Jika ada kenaikan upah tidak ada form khusus tetapi Perusahaan yang
menginformasikan ke jamsostek – tiap bulan rekonsiliasi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 70 Semua Moda Transportasi
• Premi berdasarkan UMK pekerja – ini akan berdampak kepada Jaminan Hari
Tua
• Form F2 – untuk pekerja yang ingin keluar dari Jamsostek
(Form yang telah disebutkan diatas dapat dilihat pada lampiran).
Jika ada kecelakaan kerja pada pekerjanya, setiap perusahaan wajib lapor dalam
waktu 2 x 24 jam ke Disnaker Kota setempat dan jamsostek. Kemudian Pengawas
di Disnaker kota melakukan investigasi ke TKP membuat penetapan kecelakaan
untuk keperluan klaim ke Jamsostek. Prosedur pelaporan jika ada kecelakaan
kerja pada perusahaan adalah sebagai berikut :
• Perusahaan lapor ke jamsostek dan Disnaker (Pengawas) kota setempat
dalam waktu 2 x 24 jam (paling lama) dengan mengisi form F3 bisa melalui
telp/fax dulu ke Jamsostek
• Kemudian minta nomor agenda dari Disnaker untuk legalisasi
• Form F3 ada 5 lembar: perusahaan, disnaker, jamsostek (3 lembar)
• Pengobatan selesai – dokter mengisi Form F3B
• Perusahaan mengajukan klaim ke jamsostek dengan mengisi Form F3a
maksimal 7 hari setelah pengobatan dilengkapi dnegan checklist pengajuan
Jaminan Kecelakaan Kerja
• Jamsostek wajib membayar klaim dalam waktu 14 hari kerja
• Penggantian berupa biaya pengobatan dan perawatan ke perusahaan dan
biaya santunan ke karyawan
• Jika pekerja meninggal – ahli waris dengan mengetahui perusahaan yang
mengajukan Jaminan Hari Tua (JHT) ke Jamsostek mengisi Form F4
• Form F5 untuk pengajuan JHT untuk pekerja yang telah masuk masa
pensiunan
Jika ada korban yang meninggal akibat kecelakaan kerja maka premi yang
diberikan oleh pihak Jamsostek adalah sebesar:
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 71 Semua Moda Transportasi
• Biaya santunan kematian akibat kecelakaan kerja: 70% x 80 bulan upah
• Biaya pemakaman: 2 juta
• Biaya santunan berkala untuk keluarga korban: setelah meninggal Rp. 200
ribu selama 24 bulan
• Jika kematian biasa – biaya santunannya hanya 10 juta
Sistem Pelaporan data kecelakaan kerja yang berkala juga dilakukan oleh
disnaker tingkat kota hingga tingkat 1 sebagai laporan ke menteri. Berikut alur
proses sistem pelaporannya seperti terlihat pada Gambar 3.9:
• Bagian pengawas disnaker kota membuat laporan kecelakaan kerja
• Kepala unit kerja/ Kasie membuat laporan rutin berkala setiap triwulan untuk
disampaikan kepada Disnaker tingkat 1 propinsi
• Disnaker tingkat 1 propinsi mengumpulkan semua laporan dari disnaker kota
kemudian dilaporkan kepada menteri
• Menteri membuat laporan ke Presiden
• Presiden akan melaporkan data kecelakaan kerja tersebut pada Konvensi ILO
setiap Tahun pada Bulan Juni
Gambar 3.9. Skema Pelaporan Data Kecelakaan Kerja
Bagian Pengawas Disnaker Tingkat
Kota
Disnaker Tingkat Propinsi
Menteri Tenaga Kerja
PRESIDEN
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 72 Semua Moda Transportasi
Permasalahan yang sering terjadi adalah perbedaan pendapat antara pihak
Jamsostek dan pihak Pengusaha atau korban dalam menentukan status
kecelakaan dan waktu pelaporan sering lewat karena ketidaktahuan korban, jarak
yang jauh dan penusaha yang tidak melapor. Tidak semua kasus kecelakaan ada
korban yang harus mendapatkan pengobatan sehingga jarang perusahaan
melaporkan ke Disnaker atau Jamsostek karena tidak memerlukan klaim
pembayaran.
3.8. Rangkuman Permasalahan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi
3.8.1. Transportasi Jalan
• Data kecelakaan transportasi jalan dihimpun oleh Direktorat Lalu
Lintas (Ditlantas) POLRI. Pada instansi ini data tersebut dihimpun oleh
Sub Bagian Informasi Kecelakaan Lalu Lintas (Sub Bag Info Laka) yang
menghimpun seluruh data secara berjenjang dari Polres (di tingkat
Kabupaten atau Kota) dan Polda (Provinsi).
• Hingga saat ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada saat
kejadian (in situ) dan belum memungkinkan hingga 30 hari setelah
kejadian sesuai dengan Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan juncto Peraturan Pemerintah No. 43 tahun
1992 tentang Lalu Lintas Jalan ataupun standar internasional
(International Road Federation). Pengembangan ke 30 hari dapat
dilakukan dengan merujuk rumah sakit, tetapi tidak semua rumah
sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat kecelakaan
jalan dan dilaporkan ke pusat.
3.8.2. Transportasi Kereta Api
• Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan saat ini dilakukan oleh
PT KAI, yang dilakukan internal oleh Tim CO, jika diartikan dalam
bahasa Indonesia adalah tim investigasi kecelakaan. Tim CO ini ada
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 73 Semua Moda Transportasi
yang dipusat dan di daerah, jika dipusat diketuai oleh Direktur
Operasional (Dirops), diwakili oleh Kasubdit Lalu Lintas, dan
anggotanya berasal dari semua divisi. Sedangkan Tim CO di daerah
diketuai oleh Kepala Daerah Operasi pada masing–masing daerah
dengan beranggotakan semua Kepala Sie.
• Laporan ini biasanya disebut Laporan PL/H yang berisi lokasi, waktu,
jenis, uraian kejadian, sebab, akibat, tindakan yang telah dilakukan,
dan penjelasan petugas yang sedang bertugas sewaktu kejadian siapa
saja.
• Laporan akan diserahkan kepada Direktur Operasional (Dirops).
3.8.3. Transportasi Udara
• Data kecelakaan transportasi udara dihimpun oleh Administrator
Bandara (Adban) bidang safety dan dilanjutkan kepada kepala kantor
Administrator Bandara, dan selanjutnya dilaporkan kepada Ditjen
Perhubungan Udara. Tetapi tidak semua bandar udara di Indonesia
memiliki Administrator Bandara, maka untuk bandar udara yang tidak
memiliki Administrator Bandara, laporan kejadian langsung dilaporkan
kepada Ditjen Perhubungan Udara.
• Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas laporan (hard
copy).
3.8.4. Transportasi Laut
• Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan saat ini dilakukan oleh
Syahbandar. Saat ini Syahbandar di bawah Adpel/Kanpel, walaupun
demikian di dalam Undang Undang Baru, Syahbandar akan berdiri
sendiri.
• Syahbandar melakukan penyimpanan data secara manual, disimpan di
satu tempat, dan tidak mempunyai penyimpanan arsip khusus untuk
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 74 Semua Moda Transportasi
kecelakaan ataupun program penyimpanan data dalam bentuk
electronic file dalam komputer khusus.
3.8.5. Kecelakaan Transportasi Berbasis Data Rumah Sakit
• Pelaporan dan pencatatan dilakukan oleh dokter/perawat jaga IRD.
Data yang dilaporkan adalah data korban kecelakaan pada saat masuk
di IRD bukan saat keluar dari RS. Selain rekapan tiap bulan, pihak IRD
juga membuat laporan tiap triwulan dan tahunan. Gambar 3.10
memperlihatkan proses pengeluaran surat keterangan meninggal
dunia yang juga mencantumkan penyebab kematian.
• Hingga saat ini, pihak rumah sakit belum mampu memberikan
informasi balik khususnya untuk korban kecelakaan jalan sehingga
dapat mengkoreksi data kepolisian hingga 30 hari setelah kejadian
kecelakaan sebagaimana diamantakan peraturan pemeritanh (PP43
tahun 1994) dan standar internasional.
• Walaupun demikian sebagaimana norma yang dilakukan pada negara‐
negara maju. Data rumah sakit perlu diakses ke dalam sistem sebagai
informasi korektif (perbandingan) data kecelakaan transportasi yang
dihimpun oleh instansi terkait.
3.8.6. Tinjauan Kecelakaan Transportasi Sebagai Bagian Dari Kecelakaan Kerja
• Data kecelakaan kerja didapatkan dari Disnaker tingkat
kota/kabupaten, Disnaker tingkat 1, ataupun dari pihak Jamsostek.
• Jika ada kecelakaan kerja pada pekerjanya, setiap perusahaan wajib
lapor dalam waktu 2 x 24 jam ke Disnaker Kota setempat dan
Jamsostek. Kemudian Pengawas di Disnaker kota melakukan
investigasi ke TKP membuat penetapan kecelakaan untuk keperluan
klaim ke Jamsostek.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 75 Semua Moda Transportasi
• Sistem Pelaporan data kecelakaan kerja yang berkala juga dilakukan
oleh disnaker tingkat kota hingga tingkat 1 sebagai laporan ke menteri.
• Pendekatan ini tidak dapat diusulkan menjadi bagian sistem data
kecelakaan transportasi karena hingga saat ini keterkaitannya sangat
lemah sehingga tidak memungkinkan untuk melihat perbandingan
kecelakaan transportasi dengan kecelakaan lainnya seperti kecelakaan
kerja dan kecelakaan domestic rumah tangga sebagaimana yang dapat
diinformasikan pada negara negara maju.
Gambar 3.10 Bagan Alir Pelaporan Data Kematian
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 76 Semua Moda Transportasi
BAB IV
PERBANDINGAN INTERNASIONAL PENCATATAN DATA KECELAKAAN
TRANSPORTASI
4.1. Pencatatan Kecelakaan Transportasi Di Australia
4.1.1 Transportasi Udara
Australian Transport Safety Bureau (ATSB) adalah komisi utama
pemerintah Australia untuk investigasi independen terhadap
kecelakaan, insiden, dan defisiensi keselamatan pada penerbangan sipil.
Hal tersebut berdasarkan pada Annex 13 tentang “Convention on
International Civil Aviation (Chicago Convention 1944)” yang
diberlakukan untuk kepentingan investigasi (Transport Safety
Investigation Act) sejak tanggal 1 Juli 2003.
TSI Act memiliki skema untuk melaporkan kejadian yang diklasifikasikan
sebagai kejadian yang harus segera dilaporkan (accidents and serious
incidents) dan kejadian yang dilaporkan secara rutin (incidents).
Berdasarkan laporan tersebut ATSB membuat keputusan apakah perlu
dilakukan investigasi atau tidak. Keputusan ini berdasarkan faktor –
faktor seperti nilai keamanan yang didapatkan dari investigasi dan
sumber yang ditargetkan.
Selanjutnya untuk investigasi accidents dan incidents, ATSB
menginvestigasi penurunan tingkat keselamatan berdasarkan
kecendrungan dari kejadian yang dapat menjadi permulaan di masa
yang akan datang. Contohnya, investigasi terhadap efek kontaminasi
bahan bakar pada pesawat terbang kecil di akhir 1999, dapat memicu
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 77 Semua Moda Transportasi
kecelakaan serius dan disorot sebagai penurunan keselamatan pada
standar bahan bakar penerbangan global dan penyulingan bahan bakar.
ATSB juga berpartisipasi sebagai perwakilan akreditasi pada investigasi
accidents dan serious incidents yang berhubungan dengan penerbangan
asing Australia yang terdaftar. Berdasarkan Annex 13, dari waktu ke
waktu ATSB membantu komisi investigasi asing pada accidents dan
serious incident yang tidak berhubungan dengan penerbangan Australia.
ATSB memberikan kontribusi yang signifikan pada bidang keselamata
pada industri penerbangan Australia melalui investigasi, analisis,
laporan terbuka dan pendidikan pada penerbangan sipil cuma – cuma
pada konflik kepentingan tanpa takut dan meminta imbalan.
Objektif dari investigasi pada accident dan incidents adalah untuk
mencegah kejadian kecelakaan di masa yang akan datang dan tidak
untuk tujuan membagi kesalahan dan pertanggungjawaban.
Hasil investigasi ATSB dipresentasikan dengan syarat penemuan dan dan
faktor – faktor signifikan. ATSB tidak memanfaatkan syarat ‘penyebab’
yang dapat membingungkan dengan penyebab legal, dan tidak dibatasi,
hanya mengidentifikasi satu faktor penyebab sebagai hal terpenting
pada fakta kejadian. Transport Safety Investigation Act 2003 merupakan
bentuk dasar dari prosedur yang diikuti oleh komisi. ATSB menggunakan
categori ketika memprioritaskan investigasi penerbangan untuk
memenuhi kewajiban internasional dan meraih keselamatan yang paling
penting dengan anggaran yang diberikan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 78 Semua Moda Transportasi
Pedoman Pengambilan Keputusan Untuk Ketegorisasi
Kecelakaan/Kejadian
Data ATSB adalah sebagai sumber untuk melakukan sejumlah investigasi
pada penerbangan setiap tahunnya. Meskipun kejadian tersebut terjadi
dengan memakan korban meninggal dunia yang dalam jumlah besar
dapat mewakili kecelakaan yang lain dan dana tambahan dapat yang
diperlukan.
Dalam kategori keselamatan transportasi penerbangan dan pemilihan
kejadian yang harus dilakukan oleh ATSB, pembuat keputusan harus
mempertimbangkan:
1. Nilai potensi keselamatan yang mungkin didapatkan dengan
memimpin investigasi.
2. Kematian yang tercatat dan / atau korban luka berat, dan
ketersedian petugas negara penunjang penyidikan.
3. Kronologi umum kejadian.
4. Besarnya sumber data yang tersedia dan rancangan yang
disediakan, dan kejadian dari konflik prioritas.
5. Beberapa resiko yang diasosiasikan tanpa investigasi.
6. Persyaratan di bawah s21(2) dari TSI Act untuk direktur eksekutif
untuk mempublikasikan alasan (pembenaran) untuk menghentikan
sebuah penyidikan di mana penyidikan sudah dimulai.
Prioritas yang diterapkan ketika menentukan permulaan dari penyidikan
penerbangan menggambarkan fokus utama ATSB pada peningkatan
keselamatan untuk pembayaran biaya penumpang.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 79 Semua Moda Transportasi
Pokok dari pertimbangan di atas, ATSB akan mengalokasikan sumber
penghasilannya pada hal‐hal berikut:
1. Angkutan penumpang – pesawat besar
2. Angkutan penumpang – pesawat kecil:
o RPT dan sewaan
o Area kerja kemanusiaan (SAR)
3. Komersial
4. Latihan terbang
5. Area pekerjaan dengan penumpang (reporter berita, survei geologi)
6. Area pekerjaan lainnya:
o Pekerjaan tanpa penumpang (pertanian dan
pengiriman/ekspedisi)
o Angkutan pribadi / bisnis
7. Rekreasi pribadi yang beresiko tinggi/olah raga
penerbangan/operasi percobaan pesawat terbang.
Pernyataan tindakan keselamatan mengandung perincian dari hasil
keluaran ATSB atau tindakan keselamatan lainnya. Keluaran
keselamatan ATSB termasuk rekomendasi dan catatan saran
keselamatan. Rekomendasi dan catatan saran keselamatan tersebut
dikeluarkan lebih dahulu untuk menerbitkan laporan akhir pada laporan
penyidikan akhir bersama dengan beberapa jawaban.
4.1.2 Transportasi Laut
Australia, dalam hal jumlah pengiriman barang dengan kapal laut dan
panjang perjalanan, adalah negara terbesar kelima di dunia, mereka
juga memiliki area lautan yang paling sensitif di dunia.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 80 Semua Moda Transportasi
Untuk memebantu industri pelayaran memelahara lingkungan lautnya,
pemerintah Australia, melalui Australian Maritime Safety Authority
melaksanakan dan menyelenggarakan sejumlah persyaratan badan
legislatif pada industri. Australia hampir tergantung semata‐mata pada
pelayaran untuk mengirimkan ekspor dan impor.
Pelaporan kejadian di Australia meliputi dua mekanisme terpisah yang
harus diikuti oleh industri pelayaran. Mekanisme tersebut ditentukan
oleh sifat dasar pada informasi yang dilaporkan. Dua mekanisme
tersebut adalah:
1. General Incident Reporting (laporan kejadian umum): meliputi
kejadian, kerusakan kapal, kecelakaan kerja dan kelahiran,
kematian serta pernikahan.
2. Pollution Reporting / MARPOL (laporan polusi): meliputi kebocoran,
atau kemungkinan kebocoran minyak, zat‐zat kimia, atau senyawa
berbahaya yang melebihi batas yang diijinkan, atau kerusakan,
kegagalan atau kehancuran kapal sepanjang 15 meter atau lebih.
Hal tersebut dapat diakui bahwa dua mekanisme itu tidak semata‐mata
saling berkaitan dan beberapa kejadian akan memerlukan laporan di
bawah kedua mekanisme tersebut. Contoh misalnya sebuah situasi
memungkinkan tubrukan yang juga akan mengakibatkan kebocoran
minyak dan/atau barang berbahaya ke lingkungan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 81 Semua Moda Transportasi
Format laporan kejadian umum
Laporan kejadian dibuat dengan form ’AMSA 18’ dan form ‘AMSA 19’
Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaporan Data Kecelakaan berdasarkan Form AMSA 18 dan 19
Standar dan Peraturan
AMSA mewakili Australia pada International Maritime Organisation
(IMO) dan forum‐forum internasional lainnya dalam perkembangan,
pelaksanaan dan penegakkan hukum standar pemerintah internasional
dalam keselamatan pelayaran, navigasi, perlindungan lingkungan laut,
operasi kapal, keamanan maritim, kecakapan awak kapal, pelatihan dan
manajemen.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 82 Semua Moda Transportasi
Kerangka peraturan maritim Australia berdasarkan pada kebijakan dan
pedoman yang berhubungan dengan standar konstruksi kapal, survei
kapal dan keselamatan, awak kapal, kualifikasi dan kesejahteraan
pelaut, kesehatan dan keselamatan kerja, muatan dan penanganannya,
penumpang dan perlindungan polusi kelautan.
AMSA bekerja dengan National Marine Safety Committee untuk
menambah ketetapan dan hasil keselamatan lintas negara bagian dan
wilayah wewenang angkatan laut melalui National Marine Safety
Strategy.
4.1.3 Transportasi Kereta Api
Pertanggungjawaban untuk keselamatan kereta api di Australia
ditanggung oleh pemerintah dan industri. Untuk membantu
meningkatkan dan terus mengembangkan keselamatan kereta api,
setiap negara bagian dan pemerintah wilayah telah menerapkan
perundang‐undangan keselamatan kereta api dan membentuk standar
manajemen keselamatan kereta api dan memonitor pemenuhan
industri dengan standar untuk memenuhi harapan masyarakat dan
meningkatkan kepercayaan publik.
Jumlah data saat ini dibentuk untuk membantu ahli keselamatan kereta
api dan peneliti dalam memahami dan mengurangi resiko. Terlebih, hal
tersebut dapat digunakan untuk penelitian perbandingan internasional,
yang menginformasikan kepada masyarakat tentang kemunculan
persoalan tentang keselamatan kereta api.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 83 Semua Moda Transportasi
Basis data saat ini mengandung jumlah frekuensi dari tipe kejadian kritis
keselamatan berikut:
• Kereta anjlok
• Tubrukan
• Level Crossing Occurrence
• Sinyal Lewat pada Keadaan Bahaya
• Muatan Tidak Beraturan
• Lintasan dan Infrastruktur Tidak Beraturan
Ketika data dikumpulkan dan diterbitkan pada basis hukum, besar
frekuensi untuk setiap kejadian di atas harus dinormalisasi berdasarkan
pada ukuran industri. Normalisasi data memberikan:
• Jarak Tempuh Kereta Api
• Jarak Tempuh Muatan Kereta Api
• Jarak Tempuh Penumpang Kereta Api
• Jarak Total Lintasan Kereta Api
• Kematian
• Luka Berat
Definisi untuk data disediakan pada setiap kategori diambil dari standar
No. ON – S1: Kategori dan Definisi Kejadian. Definisi ini telah
dikembangkan pada regulator keselamatan Kereta Api bekerja sama
dengan industri. Regulator Kereta Api memberikan data pada ATSB
untuk publikasi secara nasional.
Penolakan
Data‐data pada laporan ini disampaikan pada ATSB oleh negara‐negara
bagian dan Regulator Keselamatan Kereta Api. ATSB tidak menerima
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 84 Semua Moda Transportasi
pertanggungjawaban untuk kehilangan atau kerusakan oleh setiap
orang atau perusahaan negara hasil dari penggunaan data‐data ini.
Laporan ini telah dibuat oleh ATSB menggunakan data yang diberikan
oleh Regulator Keselamatan Kereta Api pada setiap negara bagian dan
Wilayah Utara Australia sejak tahun 2001. ATSB tidak mengumpulkan
data sendiri dan bergantung seluruhnya pada usaha dari regulator
keselamatan kereta api untukk menyediakan keakuratan dan informasi
yang dapat dipercaya.
4.1.4 Transportasi Darat
Dengan pusat populasi terpisah oleh jarak yang jauh, infrastruktur
transportasi jalan sudah kritis untuk mendukung masyarakat Australia,
pertumbuhan ekonomi Australia yang kuat dan peningkatan persaingan
internasional.
Pemerintah Australia melalui Departemen Infrastruktur, Transportasi,
Pembangunan Daerah dan Pemerintah Daerah, menyumbang untuk
kemakmuran ekonomi dan kebaikan seluruh warga negara Australia
dengan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan infrastruktur
transportasi jalan.
Departemen memberi masukan pada pemerintah pada perbaikan
transportasi dan inovasi untuk meningkatkan effisiensi jalan,
produktivitas keselamatan dan pelaksana lingkungan. Departemen juga
menyediakan jarak pelayanan setiap hari untuk sektor transportasi jalan
dan masyarakat.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 85 Semua Moda Transportasi
Komisi Nasional Transportasi Jalan dibentuk pada 1991 yang berfungsi
untuk mengembangkan peraturan jalan secara nasional.
4.2. Pencatatan Kecelakaan Transportasi Di Inggris
Seluruh pelaporan kecelakaan transportasi dilakukan oleh Department for
Transport (DfT) berdasarkan sumber‐sumber terkait. Untuk kecelakaan
transportasi jalan dilakukan berdasarkan dari data Kepolisian yang dicatat
dalam formulir yang disebut sebagai STAT 19 yang kemudian diolah oleh
kontraktor yang ditunjuk Dft untuk melaksanakannya. Hingga saat ini dilakukan
oleh Transport Research Laboratory.
Kecelakaan angkutan umum di dapat dari instansi yang disebut Health and
Safety Authority (HSA) sebagai organisasi independen publik yang menangani
seluruh keselamatan dan kesehatan kerja termasuk kegiatan transportasi. Hal
inilah yang memungkinkan di Inggris untuk mendapatkan akses pembanding
kecelakaan kerja, rumah tangga dan transportasi. Di dalam penindakan hukum
bagi pihak penyebab kecelakaan transportasi, polisi bekerjasama dengan pihak
HAS.
Otoritas seperti Civil Aviation Administration hanya merupakan organisasi
regulator untuk penerbangan demikian pula organisasi lainnya bertindak hal
yang sama seperti Office of Rail Regulator dan Sea and inland waterways
regulator yang berfungsi untuk regulasi keselamatan angkutan di perairan dan
polusi maritim.
Gambar 4.2 dan 4.3 serta Tabel 4.1 dan 4.2. memperlihatkan contoh dari
produk yang dipublikasikan oleh Pemerintah Inggris terkait dengan informasi
Kecelakaan Transportasi.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 86 Semua Moda Transportasi
Gambar 4.2. Laporan Seluruh Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan yang terjadi di Inggris
Tabel 4.1. Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan yang Terjadi di Inggris
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 87 Semua Moda Transportasi
Tabel 4.2. Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan Transportasi
Gambar 4.3. Time Series Fatalitas pada Angkutan Kereta Api, Udara dan Perairan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 88 Semua Moda Transportasi
BAB V
PENGEMBANGAN MODEL ORGANISASI PENCATATAN DATA KECELAKAAN
DI INDONESIA
5.1. Transportasi Jalan
Data kecelakaan transportasi jalan dihimpun oleh Direktorat Lalu Lintas
(Ditlantas) POLRI. Pada instansi ini data tersebut dihimpun oleh Sub Bagian
Informasi Kecelakaan Lalu Lintas (Sub Bag Info Laka) yang menghimpun seluruh
data secara berjenjang dari Polres (di tingkat Kabupaten atau Kota) dan Polda
(Provinsi). Khusus untuk DKI Jakarta, Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat
harus diperhatikan bahwa wilayah Administrasi Polda Metropolitan Jakarta
Raya, meliputi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang yang secara
administrasi di bawah Provinsi Banten dan Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan
Kota Bekasi yang secara administrasi di bawah Provinsi Jawa Barat.
Pengembangan data kecelakaan untuk ketiga provinsi ini harus dimintakan
secara khusus sehingga tidak tumpang tindih satu dengan lainnya. Selain itu,
hingga saat ini terdapat dua provinsi yang belum memiliki Polda tersendiri,
yaitu Provinsi Sulawesi Barat yang masih berinduk ke Polda Sulawesi Selatan
dan Provinsi Papua Barat yang masih berinduk ke Polda Papua. Demikian pula,
beberapa kabupaten atau kota pemekaran juga belum memiliki Polres definitif
sehingga masih bergabung ke Polres Induk. Sebagai contoh: Kecelakaan lalu
lintas pada Kabupaten Kubu Raya masih ditangani oleh Polres Pontianak di
Provinsi Kalimantan Barat, Kota Serang masih bergabung dengan Polres
(Kabupaten) Serang di Provinsi Banten dan lain sebagainya.
Hingga saat ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada saat kejadian (in
situ) dan belum memungkinkan hingga 30 hari setelah kejadian sesuai dengan
Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkuntan Jalan juncto
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 89 Semua Moda Transportasi
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan ataupun
standar internasional (International Road Federation). Pengembangan ke 30
hari dapat dilakukan dengan merujuk rumah sakit, tetapi tidak semua rumah
sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat kecelakaan jalan dan
dilaporkan ke pusat. Saat ini sedang diupayakan dilakukan suatu Surat
Keputusan Bersama (SKB) tiga pihak, yaitu: Polri, Departemen Kesehatan dan
Perum Jasa Raharja yang tujuan utamanya adalah meningkatkan kemudahan
pelayan korban kecelakaan untuk mendapatkan akses paramedik dan santunan
sesuai Undang Undang No. 43 dan 44 tahun 1964. SKB ini sebaiknya juga
memberikan kemungkinan pihak Polri mendapat informasi balik status korban
hingga 30 hari setelah kejadian kecelakaan lalu lintas.
Informasi lainnya, Ditlantas Polri dengan bantuan Bank Dunia sedang
mengembangkan Sistem Data yang lebih baik dan handal dalam suatu sistem
komprehensif yaitu: Integrated Road Safety Management System (IRSMS).
Apabila sistem ini sudah berjalan diharapkan Pusdatin Perhubungan secara
tahunan dapat memohon data‐data yang diperlukan dalam bentuk electronic
file sehingga tidak diperlukan upaya pengetikan ulang data atau inputing data
ke sistem database Perhubungan. Selain itu diharapkan IRSMS mampu
mencatat korban kecelakaan jalan hingga 30 hari setelah kejadian apabila
terjalin kerjasama yang baik dengan pihak rumah sakit. Gambar 5.1
memperlihatkan proses aliran data kecelakaan lalu lintas yang saat ini
dioperasikan oleh Ditlantas Polri.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 90 Semua Moda Transportasi
Gambar 5.1. Sistem Aliran Data Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
5.2. Transportasi Kereta Api
Pencatatan data kecelakaan kereta api harus dilaksanakan oleh pihak regulator
serta penyidikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pidana dilakukan
oleh pihak Kepolisian (reserse) serta penyelidikan penyebab musibah
dilaksanakan oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT). Operator
Kereta Api dalam hal ini diwajibkan melaporkan semua kejadian kecelakaan dan
insiden kereta api termasuk kecelakaan kerja ke Direktorat Jendral
Perkeretaapian. Sedangkan operator kereta api seyogyanya melakukan sistem
manajemen keselamatan kereta api serta audit keselamatan. Dengan
melaksanakan sistem ini, semua pencatatan insiden dan kecelakaan lalu lintas
harus dijalankan secara serius dan kontinyu.
Undang Undang No. 23 tahun 2007 tentang Kereta api mengisyaratkan bahwa
pengelolaan perkereta apian tidak lagi dimonopoli oleh PT. Kereta Api
Indonesia (KAI), sehingga dimungkinkan operator lainnya mengoperasikan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 91 Semua Moda Transportasi
kereta api baik secara keseluruhan ataupun sebagaian dengan pemisahaan
secara vertikal antara penanganan infrastruktur dan pengoperasian kereta api.
Dalam kondisi terjadinya pemisahan vertikal antara perusahaan yang
mengelola infrastruktur (infrastructure manager) dan pengoperasian kereta api
(train operator), kedua pihak harus melaporkan seluruh kejadian kecelakaan
kepada regulator untuk peristiwa yang sama. Sebagai contoh PT. KA Jabotabek
sebagai perusahaaan yang mengoperasikan KRD dan KRL urban di wilayah
Jabodetabek dan PT. KAI dalam hal ini diwakili Daerah Operasi (Daop) 1 yang
tetap menyelenggarakan infrastruktur jalan rel dan traksi listrik merupakan
contoh pemisahan vertikal di Indonesia.
5.3. Transportasi Udara
Dari semua moda transportasi, angkutan udara memiliki regulasi yang sangat
ketat termasuk aspek keselamatan lalu lintas dan pencatatan seluruh insiden
maupun kejadian kecelakaan lalu lintas. Laporan ini harus disampaikan oleh
maskapai penerbangan kepada Direktorat Jendral Perhubungan Udara atau pun
laporan yang disusun oleh Administrasi Bandar Udara. Peran KNKT hampir
dipastikan di dalam penyelidikan kejadian kecelakaan penerbangan. Bahkan
kejadian kecelakaan penerbangan tercatat secara internasional dan
dipublikasikan secara terbuka.
5.4. Transportasi Laut
Pencatatan data kecelakaan transportasi di atas perairan hingga saat ini
dilakukan oleh Syahbandar/Administrator atau Kantor Pelabuhan dan secara
nasional dilakukan oleh Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Dengan diundangkan Undang Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 92 Semua Moda Transportasi
menjadikan unsur keamanan pelabuhan dan penjagaan pantai menjadi suatu
badan tersendiri yang merupakan gabungan instansi terkait sebagai wujud
Coast Guard di Indonesia, maka ke depan diusulkan agar dibentuk Direktorat
baru di lingkungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut, yaitu Direktorat
Keselamatan Pelayaran dan Lingkungan Maritim. Tugas umum direktorat ini
membina keselamatan jiwa di laut (SOLAS atau Safety of Life at Sea), fungsi
navigasi pelayaran sebagai bagian keselamatan lalu lintas serta menjaga
lingkungan maritim yang diamanahkan dalam Undang Undang 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran. Di dalam menjalankan fungsi keselamatan termasuk
melakukan pencatatan data seluruh kecelakaan transportasi laut dan perairan.
Sebagai ujung terdepan adalah Syahbandar yang mencatat seluruh kecelakaan
pelayaran dan insiden di seputar kegiatan transportasi pelayaran di dalam
lingkup wilayah tanggung jawabnya. Laporan Syahbandar kemudian dikirim ke
pusat melalui Direktorat Keselamatan di Direktorat Jendral Perhubungan Laut
yang kemudian dikirim ke Pusdatin Departemen Perhubungan sebagai ujung
himpunan seluruh data kecelakaan transportasi.
5.5. Transportasi Penyeberangan Sungai dan Danau
Sub sistem angkutan sungai, danau dan penyeberangan memiliki posisi unik di
Indonesia dikarenakan pembinaan dilakukan oleh Direktorat Jendral
Perhubungan Darat. Diberbagai negara angkutan laut dan perairan dalam (Sea
and Inland Waterways) dibina oleh satu instansi. Kondisi yang menarik adalah
posisi penyeberangan mengingat Indonesia adalah negara Kepulauan sehingga
kemungkinan terjadi tumpang tindih ijin untuk penyeberangan yang bersifat
jarak jauh seperti antara Tanjung Emas (Semarang) di Pulau Jawa dan Sampit
atau Pangkalan Bun di Pulau Kalimantan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 93 Semua Moda Transportasi
Pada sub‐sistem angkutan penyeberangan sistem pencatatan akan sama
dengan kecelakaan kapal di laut pada umumnya, karena proses ijin berlayar
serta penerbitan sijil tetap dilakukan oleh Syahbandar. Sedangkan untuk
pelayaran sungai dan danau, pada umumnya registrasi kapal dilakukan oleh
Dinas Perhubungan Kabupaten atau Kota. Demikian pula pencatatan kejadian
kecelakaan dilakukan oleh dinas tersebut. Contoh kasus pencatatan telah
dilakukan oleh Sub Dinas Angkutan Sungai, Penyeberangan, dan Kereta Api
pada Dinas Perhubungan Kota Palembang dimana setiap tahun kejadian
kecelakaan di sungai (Sungai Musi) dilaporkan kepada Walikota. Sedangkan
kapal‐kapal besar yang berlayar di sungai tetap dalam koordinasi Syahbandar
pelabuhan setempat yang berlokasi di perairan dalam seperti Pelabuhan Boom
Baru di Sungai Musi (Kota Palembang), Pelabuhan Trisakti di sungai Barito (Kota
Banjarmasin), dan lain sebagainya.
5.6. Data Kecelakaan Transportasi Bersumber Rumah Sakit
Pelaporan dan pencatatan dilakukan oleh dokter/perawat jaga IRD. Data yang
dilaporkan adalah data korban kecelakaan pada saat masuk di IRD bukan saat
keluar dari RS. Selain rekapan tiap bulan, pihak IRD juga membuat laporan tiap
triwulan dan tahunan. Departemen Kesehatan sangat memerlukan untuk
melihat penyebab kematian sebagai salah stu indikator pelayanan kesehatan
masyarakat. Kecelakaan transportasi, khususnya kecelakaan di jalan telah
disepakati sebagai bagian dari penyakit kesehatan masyarakat seperti TBC dan
lain sebagainya.
Gambar 5.2 dan Gambar 5.3 secara berturut‐turut memperlihatkan grafik
penyebab kematian di Provinsi Kalimantan Barat dengan sampel berasal dari
Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas, serta di Provinsi Papua dengan sampel
dari Kota dan Kabupaten Jayapura (Departemen Kesehatan dan WHO, 2008).
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 94 Semua Moda Transportasi
Kecelakaan lalu lintas telah menjadi peringkat kedua setelah tuberculosis (TBC)
untuk kelompok usia 15 hingga 44 tahun di Kalimantan Barat. Usia ini
merupakan usia produksi dimana menjadi tumpuan harapan keluarga dan
negara. Sedangkan di Papua kondisi memprihatinkan terdapat pada kelompok
pria yang juga menjadi tumpuan keluarga.
(a) Persentase Penyebab Kematian untuk Kelompok Usia 15 hingga 44 Tahun
(b) Persentase Penyebab Kematian untuk Kelompok Usia Lebih Besar dari 5 Tahun
Gambar 5.2 Persentase Penyebab Kematian Berdasarkan Sampel di Kalimantan Barat
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 95 Semua Moda Transportasi
(a) Persentase Penyebab Kematian Kelompok Pria Usia 15 hingga 44 Tahun
(b) Persentase Penyebab Kematian Kelompok Wanita Usia 15 hingga 44 Tahun
Gambar 5.3. Persentase Penyebab Kematian Berdasarkan Sampel di Provinsi Papua
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 96 Semua Moda Transportasi
5.7 Inventarisasi Penyebab Utama Kecelakaan Transportasi
5.7.1. Transportasi Jalan
Penyebab kecelakaan secara rinci dari data hingga saat ini masih
bersifat parsial sehingga secara komprehensif belum mampu dilakukan.
Hal yang paling memungkinkan adalah transportasi jalan.
Guna memperlihatkan kondisi keselamatan lalulintas jalan di Indonesia
digunakan pendekatan dengan melakukan pemotretan permasalahan
yang krusial (Snap shot) sebagai berikut (Tjahjono, Draft Buku Analisis
dan Prevensi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan):
Potret 1: Pertumbuhan kendaraan bermotor berhubungan langsung
dengan jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas
jalan.
Tabel 5.1 dan Gambar 5.4 memperlihatkan kinerja keselamatan
lalulintas di Indonesia dengan membandingkan jumlah korban
meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas jalan dengan indikator‐
indikator lainnya, yaitu: jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor
dan panjang jalan. Terlihat bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor
meningkat sangat tajam dalam lima tahun terakhir hingga tahun 2005.
Dalam kurun hanya lima tahun jumlah kendaraan bermotor berlipat
ganda dan kontribusi yang terbesar terjadi pada pertumbuhan sepeda
motor seperti terlihat pada Gambar 5.5.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 97 Semua Moda Transportasi
1 9 9 6 1 4 ,5 32 ,0 9 5 3 36 ,3 7 7 1 9 8 ,3 0 3,2 2 9 1 5 ,2 91 1 0 ,8 691 9 9 7 1 6 ,5 35 ,1 1 9 3 42 ,7 0 0 2 0 1 ,3 6 6,9 3 0 1 7 ,1 07 1 2 ,2 271 9 9 8 1 7 ,6 44 ,8 8 5 3 55 ,4 0 0 2 0 3 ,1 0 3,9 8 3 1 5 ,0 97 1 1 ,7 781 9 9 9 1 8 ,9 75 ,3 4 4 3 56 ,0 0 0 2 0 4 ,6 4 6,3 8 2 1 2 ,7 69 9 ,9 542 0 0 0 1 8 ,9 75 ,3 4 4 4 09 ,8 8 1 2 0 5 ,7 8 3,3 4 1 1 2 ,6 49 9 ,5 362 0 0 1 2 1 ,2 01 ,2 7 2 4 18 ,2 0 0 2 1 4 ,7 0 1,2 4 0 1 2 ,7 91 9 ,5 222 0 0 2 2 4 ,6 71 ,3 3 3 4 27 ,4 0 0 2 1 6 ,9 8 8,6 0 8 1 2 ,2 67 8 ,7 622 0 0 3 3 2 ,7 74 ,9 2 9 4 29 ,9 1 2 2 2 5 ,6 9 2,6 9 5 1 3 ,3 99 9 ,8 562 0 0 4 4 1 ,9 86 ,8 1 4 4 86 ,6 2 3 2 2 6 ,2 5 2,0 1 9 1 7 ,7 32 1 1 ,2 042 0 0 5 4 7 ,6 64 ,8 2 6 4 83 ,9 6 2 2 2 0 ,5 7 2,1 3 2 9 1 ,6 23 1 6 ,1 152 0 0 6 5 0 ,1 12 ,4 2 3 5 06 ,4 4 4 2 2 7 ,2 1 6,3 7 6 8 7 ,0 20 1 5 ,7 62
T ahu nKe nda raa n Be rm oto r
P a n ja ng Ja lan (km )
J um lah K ec elaka an
Pe ndudu k M en ing gal D un ia
Tabel 5.1 Kinerja Keselamatan Lalu Lintas di Indonesia
(Sumber Ditlantas Polri, 2006)
Gambar 5.4. Kinerja Keselamatan Indonesia (Sumber: Ditlantas Polri)
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor diikuti pula dengan
pertumbuhan jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan
lalulintas. Apabila tidak ditangani dengan baik, dalam kurun waktu lima
hingga sepuluh tahun yang akan datang jumlah ini akan berlipat ganda.
Penyebab kematian terbesar akan terjadi di jalan, bukan akibat jenis
penyakit epidemi tertentu, korban kecelakaan kerja maupun akibat
bencana alam.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 98 Semua Moda Transportasi
Usia Korban Kecelakaan (fatal)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0-4
5-9
10-1
415
-19
20-2
425
-29
30-3
435
-39
40-4
445
-49
50-5
455
-59
60-6
465
-69
70-7
5
76-ke
atas
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000Ju
mla
h
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
sepeda motor Bus Truk mobil penumpang
Gambar 5.5 Pertumbuhan Kendaraan Bermotor di Indonesia Berdasarkan Komposisi
Potret 2: Usia korban fatalitas kecelakaan lalulintas
Gambar 5.6 menunjukan usia korban kecelakaan di Indonesia yang
memperlihatkan mayoritas korban pada usia produktif yang tentunya
menyebabkan kerugian ekonomi baik secara keluarga maupun
nasional.
Gambar 5.6. Proporsi Usia Korban Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Lalulintas
Jalan Tahun 2004 dan 2005
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 99 Semua Moda Transportasi
Pada umumnya keluarga korban meninggal dunia atau cacad akibat
kecelakaan lalu lintas mengalami suatu proses kemiskinan akibat dari
hilangnya tumpuan utama ekonomi keluarga. Data ini berdasarkan
data korban meninggal dunia pada tahun 2004 dan 2005 sejumlah
27,319 korban meninggal dunia.
Potret 3: Pengemudi kendaraan bermotor tanpa Surat Ijin
Mengemudi
Pertumbuhan pesat jumlah kendaraan bermotor tidak diimbangi
dengan kepemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Khususnya
pertumbuhan sepeda motor tidak diimbangi dengan pertumbuhan
pengajuan SIM C baru. Hal ini merefleksikan bahwasannya banyak
pengemudi atau pemilik sepeda motor yang idak memiliki SIM seperti
terlihat pada Gambar 5.7. Dengan kata lain, pengemudi “baru” sepeda
motor menyikapi dengan membeli sepeda motor tanpa memiliki
“kepercayaan dengan rasa tanggung jawab (previledge) untuk
menggunakan jalan umum, karena seharusnya memerlukan proses
untuk mendapatkan SIM C terlebih dahulu.
Gambar 5.7. Perbandingan Antara Jumlah Kendaraan dan SIM
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 100 Semua Moda Transportasi
0200400600800
1,0001,2001,400
AngkutanUmum
KendaraanPribadi
AngkutanBarang
SepedaMotor
PejalanKaki
Korban meninggal dunia dan luka berat di wilayah Polda Metro Jaya
meninggal dunia luka berat
Selain sepeda motor, juga perlu dicermati SIM angkutan umum.
Jumlah kendaraan bus juga tidak seimbang dengan jumlah SIM umum
yang dikeluarkan oleh polisi. Kondisi ini sangat memprihatinkan,
karena walaupun jumlah absolut korban meninggal dunia
berhubungan dengan pemakai sepeda motor tertinggi, tetapi jumlah
relatif rasio korban meninggal dunia dibagi dengan jumlah suatu jenis
kendaraan tertentu yang tertinggi terjadi justru pada bus dan truk
seperti terlihat pada Gambar 5.8 di bawah ini (data terbatas hanya
pada wilayah Polda Metro Jakarta). Walaupun populasi bus relatif
kecil, tetapi kecelakaan bus acapkali membawa korban yang sangat
besar. Demikian pula kendaraan beban (truk) acapkali digunakan
untuk angkutan manusia turut berkontribusi terhadap tingginya rasio
fatalitas per jumlah truk.
(a) Jumlah Korban Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Lalulintas untuk Berbagai Jenis Moda Angkutan Jalan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 101 Semua Moda Transportasi
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
AngkutanUmum
KendaraanPribadi
AngkutanBarang
Sepeda Motor
Rasio meninggal dunia dan luka berat per 10000 kendaraan di wilayah Polda Metro Jaya
meninggal dunia luka berat Meninggal dunia dan luka berat
(b) Rasio Korban Meninggal Dunia dengan Jumlah Jenis Kendaraan Bermotor
Gambar 5.8. Korban Meninggal Dunia Berdasarkan Moda Angkutan Jalan (Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya Tahun 2005)
Catatan: Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menyebabkan
bias di dalam penggunaan data kendaraan bermotor dari Kepolisian
adalah sebagai berikut:
1. Belum terdapat peraturan maupun sistem untuk menghapus
kendaraan bermotor dari catatan Kepolisian (database) walaupun
kendaraan tersebut sudah tidak pernah melakukan perpanjangan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) lebih dari lima tahun.
2. Definisi jenis kendaraan dapat menjadi rancu karena penetapan
suatu jenis kendaraan tidak sesuai dengan kriteria generik
kendaraan. Sebagai contoh, kendaraan mobil penumpang berpintu
lima atau hacth back dan kendaraan pribadi yang dapat
mengangkut 7 orang atau multi purpose vehicle (MPV), di dalam
uji tipe didefinisikan sebagai minibus dan penggolongan ini dapat
menyebabkan menjadi rancu dengan jenis angkutan umum.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 102 Semua Moda Transportasi
3. Data kendaraan bermotor yang dilaporkan tidak termasuk data
kendaraan bermotor milik ABRI/Departemen Pertahanan
Keamanan dan Polri yang berjalan pada jaringan jalan umum.
Potret 4: Kecelakaan pejalan kaki
Gambar 5.8.a memperlihatkan pula sejumlah korban meninggal dunia
maupun luka berat berasosiasi dengan pejalan kaki. Untuk ini, pejalan
kaki perlu mendapatkan perhatian khusus. Kelompok ini memiliki
resiko meninggal dunia atau luka berat tertinggi dikarenakan tidak
memiliki perlindungan diri sama sekali. Walaupun tidak ditampilkan
data pada makalah ini, di Indonesia, proporsi terbesar kasus tabrak lari
berkaitan dengan tabrakan dengan pejalan kaki.
Potret 5: Sebagian besar Kecelakaan Lalulintas disebabkan oleh
Kesalahan Pengemudi atau Manusia (human error)
Penyebab kecelakaan lalulintas dapat dibagi menjadi tiga komponen,
yaitu: manusia (pengemudi), kendaraan serta jalan dan lingkungannya.
Kesalahan manusia (human error) adalah penyebab terbesar terjadinya
kecelakaan lalulintas seperti terlihat pada Tabel 5.2. Secara umum
pada negara‐negara berkembang tingkat kesalahan akibat kendaraan
dan jalan juga berkontribusi cukup tinggi. Hal ini mengingat kurangnya
pengawasan terhadap kelaikan jalan kendaraan bermotor (kir
kendaraan) dan kondisi jalan yang buruk baik secara geometrik
maupun kondisi permukaan perkerasan jalan. Sebagai contoh, human
error di Inggris sekitar 95%, lebih tinggi dibandingkan dengan di
Indonesia.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 103 Semua Moda Transportasi
Beberapa kecelakaan lalulintas jalan juga disebabkan oleh gagalnya
sistem rem kendaraan atau akibat kondisi jalan (berlubang dan lain
sebagainya) menunjukan bahwa di Indonesia human error bukan satu‐
satunya penyebab. Di dalam penelitian keselamatan lalulintas juga
diyakini bahwa kecelakaan lalulintas tidak dapat disebabkan oleh satu
penyebab saja, tetapi disebabkan oleh berbagai penyebab yang
berinteraksi sedemikian pula sehingga menimbulkan kecelakaan yang
tidak kita inginkan.
Tetapi pada kondisi negara berkembang akar permasalahan kesalahan
faktor manusia terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas perlu
diperhatikan lebih mendalam seperti supir angkutan umum terpaksa
mengemudi melebihi batas toleransi maksimum bekerja, kondisi
perawatan jalan dan kendaraan yang buruk serta peraturan
pemerintah dan upaya penegakan hukum yang masih belum
mendukung kesadaran masyarakat atas pentingnya mengutamakan
keselamatan berlalu lintas.
5.7.1.1. Faktor Penyebab Kecelakaan Lalulintas di Indonesia
berdasarkan kejadian dan severitas korban (berdasarkan data
kecelakaan lalu lintas tahun 2005)
Faktor Kejadian Meninggal Dunia
Luka Berat
Luka Ringan
Manusia 93 % 92 % 90 % 90 %
Kendaraan 4 % 5 % 6 % 7 %
Jalan dan Lingkungan 3 % 3 % 4 % 3 % Sumber: Ditlantas Polri, Data tahun 2005 dan 2007
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 104 Semua Moda Transportasi
Potret 6: Perbandingan internasional
Gambar 5.8 memperlihatkan perbandingan indikator keselamatan
lalu lintas baik dalam bentuk indikator keselamatan personal di dalam
penggunaan jalan (fatalitas per 100,000 penduduk) maupun indikator
keselamatan berlalu lintas (fatalitas per 10,000 kendaraan) antara
Indonesia dengan berbagai negara Asia Tenggara yang bergabung
dalam Association of South East Asia Nations (ASEAN).
Gambar 5.9. Perbandingan Tingkat Fatalitas Negara‐Negara ASEAN (Sumber: Country Report Global Road Safety Partnership, Bali 6‐7 September 2007)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 105 Semua Moda Transportasi
Terlihat disini bahwa Malaysia memiliki fatalitas per 100,000
penduduk sebagai indikator keselamatan personal terburuk
dibandingkan negara lain. Hal ini disebabkan bukan saja tingkat
kecelakaan (accident rate) yang tinggi tetapi juga dikarenakan tingkat
pencatatan data kecelakaan lalu lintas termasuk terbaik diantara
negara‐negara ASEAN bersama dengan Singapore. Tingginya tingkat
pemilikan kendaraan per kapita di Malaysia menyebabkan Fatalitas
per 10,000 kendaraan bermotor tidak semenonjol dengan fatalitas per
100,000 penduduk.
Indonesia sebagaimana dengan negara‐negara ASEAN lainnya
memiliki kondisi tingkat pencatatan yang masih rendah (under
reporting) yang tentunya menyebabkan bias di dalam melakukan
perbandingan internasional.
5.7.2. Transportasi Kereta Api
Kecelakaan transportasi kereta api dapat disebabkan oleh kondisi
eksternal yang tidak mendukung.
Lokasi rawan kecelakaan adalah salah satu penyebab eksternal yang
menyebabkan kecelakaan kereta api. Pembangunan perumahan di
sepanjang jalur kereta api, perdagangan ilegal di sepanjang jalur kereta
api, pelanggaran pintu kereta api, serta pembangunan pada lokasi di
sekitar fasilitas kereta api menyebabkan timbulnya lokasi‐lokasi rawan
kecelakaan.
Berdasarkan fakta‐fakta tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa pada
setiap lokasi sepanjang jalur kereta api, stasiun, perlintasan, jembatan,
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 106 Semua Moda Transportasi
terowongan terdapat berbagai lokasi rawan kecelakaan kereta api,
seperti diilustrasikan pada gambar dan tabel berikut.
Gambar 5.10. Ilustrasi Lokasi Rawan Kecelakaan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 107 Semua Moda Transportasi
Tabel 5.2. Lokasi Rawan Kecelakaan Kereta Api
Selain adanya kontribusi dari masyarakat di sekitar fasilitas
perkeretaapian, faktor lain yang dapat menimbulkan lokasi rawan
kecelakaan adalah gangguan alam, kondisi prasaran yang sudah tua juga
berkontribusi pada timbulnya lokasi rawan kecelakaan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 108 Semua Moda Transportasi
Gambar 5.11 Grafik Frekuensi Kejadian PLH per Tahun
Gambar 5. 12. Grafik Penyebab Kecelakaan Transportasi Kereta Api
Berdasarkan data‐data tersebut, frekuensi kecelakaan KA (PLH) dalam 5
tahun terakhir sudah menurun cukup signifikan, kecuali tabrakan KA
dengan KA dan anjlokan KA/terguling yang masih relatif tinggi. Masih
dominannya faktor penyebab internal teknis kecelakaan (anjlokan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 109 Semua Moda Transportasi
KA/terguling) lebih disebabkan karena kondisi SDM dan kebutuhan
pemeliharaan prasarana dan sarana yang belum memadai.
5.7.3. Transportasi Angkutan Udara
Dari 33 kecelakaan pesawat udara selama tahun 2000 sampai 2008,
sebagian besar terjadi saat pesawat berada di bandara yaitu sebesar 30
kejadian. Jumlah ini tidak termasuk penerbangan militer.
Gambar 5.13. Grafik Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Lokasi Kejadian
Kecelakaan terbanyak selama periode tahun 2000 – 2008 terjadi pada
tahun 2002 yaitu 8 kejadian. Sedangkan jumlah kecelakaan paling
sedikit terjadi pada tahun 2000 sebesar 1 kejadian. Dari tahun 2006
sampai tahun 2008 jumlah kecelakaan pesawat udara menurun dari 6
kejadian menjadi 3 kejadian.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 110 Semua Moda Transportasi
Gambar 5.14. Grafik Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Tahun Kejadian
Jumlah kematian akibat kecelakaan pesawat udara paling banyak terjadi
pada tahun 2005 sebanyak 182 jiwa. Dan meningkat lagi pada tahun
2007 sebanyak 123 jiwa. Pada tahun 2007 terjadi 2 kejadian kecelakaan
besar yang menimpa maskapai penerbangan Adam Air dan Garuda
Indonesia. Pada tahun 2002 dimana terjadi kecelakaan paling banyak
yaitu 8 kejadian, memakan korban 23 jiwa.
Gambar 5.15. Grafik Jumlah Kematian Akibat Kecelakaan Pesawat Udara
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 111 Semua Moda Transportasi
5.7.4. Transportasi Angkutan di Perairan
Rentetan kecelakaan kapal tahun 2006 dan 2007 menambah panjang
daftar kecelakaan kapal di Indonesia. Data yang dihimpun dari berbagai
media cetak dan website menunjukkan bahwa dalam tahun 2006 telah
terjadi 125 musibah dengan rincian 56 kasus faktor manusia, 35 kasus
faktor alam, dan 14 kasus karena persoalan teknis (Kompas: 17 April
2007).
Tabel 5.3. Penyebab Kejadian Kecelakaan Kapal
Satu di antara 125 kejadian tersebut adalah tenggelamnya KMP.
Senopati Nusantara tanggal 30 Desember2006 di perairan Mandalika.
KMP. Senopati Nusantara dioperasikan PT. Prima Vista melayani rute
Teluk Kutai‐Semarang, pada saat kejadian membawa penumpang
terdaftar dalam Manifest sebanyak 628 orang, terdiri dari 542
penumpang, 5 % awak clan 29 kru kapal. Liptutan6.com, Jakarta tanggai
14 Januari 2007 meliput data dari penumpang yang selamat bahwa
sejumlah penumpang di luar Manifest membeli tiket di atas kapal,
sehingga seluruh penumpang berjumlah 850 orang (SCTV: Liputan
6.com, Jakarta). Ketika pencarian korban dihentikan pada 5 Januari 2007
masih tercatat 367 orang belum diketemukan.
Kebakaran KMP. Levina I tanggal 22 Februari yang akhirnya tenggelam
tanggal 25 Februari di perairan Kepulauan Seribu, adalah musibah
kedua. KMP. Levina I melayani Tanjung Priok ‐ Pangkal Balam Bangka,
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 112 Semua Moda Transportasi
dioperasikan PT. Praga Jaya Santosa. Saat kejadian, KMP. Levina I
mengangkut 275 penumpang berikut awak kapal, 3 1 unit truk, dan 8
unit kendaraan roda empat sesuai manifest namun jumlah seluruh
penumpang adalah 316 orang karena anak‐anak dan bayi tidak
dihitung.
Penelusuran data kecelakaan termasuk laporan berbagai media,
ditemukan adanya bukti awal (clear grounds) penyimpangan dari
prosedur maupun peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
Dengan konsep Dr. Kaoru Ishikawa, penelusuran sebab‐akibat
kecelakaan dapat dilaksanakan seperti berikut:
Tabel 5.4. Bukti Awal Pelanggaran
Tabel 5.5. Penyebab Kecelakaan Kapal Senopati Nusantara
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 113 Semua Moda Transportasi
Tabel 5.6. Penyebab Kecelakaan Kapal Levina I
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 114 Semua Moda Transportasi
BAB VI
PENGEMBANGAN SISTEM ARSITEKTUR DATA BASE KECELAKAAN
TRANSPORTASI
6.1. Prinsip Dasar Pengembangan Data Base
Mengelola data yang meliput seluruh data kecelakaan moda transportasi akan
merupakan sebuah pekerjaan yang kompleks. Walaupun secara umum data
kecelakaan setiap moda transportasi mempunyai field yang sama (mis: waktu
dan tempat), tetapi karakteristik moda dan infrastruktur yang berbeda
menyebabkan data kecelakaan tiap moda mempunyai beberapa field dan
attribute yang berbeda. Studi ini bertujuan untuk membuat pemetaan dari
beragam data kecelakaan, baik dari macam data (field) maupun sumber,
pencatatan dan aliran pelaporannya.
Pendekatan metodologi arsitektur basis data akan mengacu pada konsep yang
dikembangkan oleh Korth & Silberschatz (Database System Concepts, Henry F.
Korth & Abraham Silberschatz, 1991). Sistem manajemen basis data akan
merupakan kumpulan dari interrelasi data dan program untuk mengakses data.
Kumpulan data ini kita sebut basis data (database). Sistem basis data didesain
untuk mengelola saratnya informasi. Tujuan utama dari basis data ialah untuk
dapat mengakses dan menyimpan data dengan mudah dan efisien. Pengelolaan
data melingkupi penentuan struktur penyimpanan data serta penyediaan
mekanisme untuk melakukan akses dan menggunakan informasi. Sistem basis
data harus dapat menyediakan keamanan dari data yang disimpan, baik dari
keamanan penyimpanan maupun dari aksesibilitas.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 115 Semua Moda Transportasi
6.1.1. Data Abstraksi
Tujuan pengembangan sistem basis data ialah menyediakan kepada
pengguna abstract view dari data. Jadi sistem tidak akan
memperlihatkan bagaimana data secara rinci dikelola dan disimpan,
walaupun tentunya data/informasi akan dapat diakses secara efisien.
Ini menyebabkan harus ada proses mendesain struktur data yang
kompleks agar data dapat terwakili dengan baik pada sistem basis
data. Karena para pengguna (users) basis data, yang belum tentu pada
tingkatan ahli computer, kompleksitas data disusun dalam beberapa
tingkatan abstraksi (levels of abstraction), agar pengguna mudah
berinteraksi dengan sistem basis data. Lihat gambar 6.1.
3 (tiga) tingkatan abstraksi data adalah sebagai berikut :
1. Tingkatan Fisik (Physical level).
Tingkatan dimana rekord data disimpan pada perangkat keras
(Hard Ware).
2. Tingkatan Logika/Konsep (Logical/Conceptual Level)
Tingkatan bagaimana data disimpan dalam basis data (data base),
dan hubungan/relasi (relation) antara data.
3. Tingkatan antarmuka (View Level)
Tingkatan dari pengguna akhir, dengan mudah mengakses
informasi. Juga akan terbatas dalam mengakses data rinci yang
tidak untuk umum.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 116 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.1. Tiga Tingkatan Abstraksi Data
6.1.2. Model Data
Ada beberapa model data yang menjadi tumpuan pengembangan
struktur basis data. Ini merupakan cara untuk menjelaskan tipe data,
hubungan antar data dll. Model data yang banyak dipakai pada
aplikasi basis data pada hakekatnya terdiri dari:
1. Model Entity‐Relationship
Model ini mencoba mempersepsikan dunia nyata yang mana
berisikan kumpulan obyek (entities) dan hubungan/relasi
(relationship) diantara obyek. Obyek adalah sebuah entity yang
dibedakan dengan obyek yang lain, dengan atribut (attribute) yang
spesifik. (Gambar 6.2.)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 117 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.2. Contoh Diagram E‐R (Entity‐Relationship)
Keterangan : - Kotak : menandakan entity - Elips : menandakan atribut - Wajik : menandakan hubungan/relasi (relationship) - Garis : hubungan entity ke atribut, entity ke relasi
2. Relational Model
Model data relational ditunjukkan dengan data dan relasi pada
beberapa kumpulan tabel, dimana tabel‐tabel tersebut
mempunyai kolom dengan nama yang sama (Gambar 6.4.).
Gambar 6.3. Contoh Tabel Model Data Relational (Relational Model)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 118 Semua Moda Transportasi
3. Other models :
- Object‐Oriented Model
- Semi‐Structured Data Models
- Older models : Network Model and Hierarchical Model
6.1.3. Rujukan Data
Studi ini akan menyelusuri data dari kecelakaan seluruh moda
transportasi di Indonesia dengan cara melakukan survei pada
regulator, operator serta stake holder yang terkait pada moda yang
bersangkutan.
Diharapkan dari hasil survai bisa di dapat data yang cukup mewakili
data kecelakaan transportasi, hingga dapat di petakan alur dari
pencatatan, pengarsipan, analisa, evaluasi serta pelaporannya.
Adapun untuk dapat disusun suatu basis data yang andal hendaknya
data yang didapat memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Data yang mewakili
Data yang tercatat mempunyai variable yang cukup lengkap agar
dapat di analisa serta dapat menjadi laporan yang mewakili.
2. Akurat
Data tercatat dengan baik sesuai kejadian kecelakaannya.
3. Waktu yang berurutan
Data yang tercatat cukup lengkap dari waktu ke waktu.
4. Lengkap
Data yang tercatat meliput semua aspek yang cukup penting
untuk dilaporkan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 119 Semua Moda Transportasi
Dari BAB V kita lihat bahwa pencatatan kecelakaan pada seluruh moda tercatat
oleh berbagai macam instansi. Walaupun secara kejadian di lapangan data
tercatat dengan baik, tetapi agar data keseluruhan bisa dijadikan rujukan yang
andal hendaknya kita uji dengan konsep data rujukan.
Dari keseluruhan moda, pencatatan data yang mewakili, akurat serta lengkap,
secara relative sudah dilakukan oleh instansi terkait di lapangan, hanya belum
ada panduan atau prosedur yang baku dan lengkap, untuk sistem pelaporan ke
tingkat pusat. Banyak terjadi inkonsistensi untuk pencatatan data dari waktu ke
waktu secara berurutan. Jadi walaupun dari satuan waktu tertentu pencatatan
dilakukan dengan baik, tetapi secara waktu yang berurutan tidak terjadi. Ini
menyulitkan untuk dilakukan analisa serta evaluasi secara menyeluruh dan
menyebabkan laporan kecelakaan tidak menjadi suatu kesatuan yang padu.
Untuk itu secara terintegrasi harus dibuat sistem basis data di tingkat pusat
(bisa pada tingkatan Direktorat Jendral dan/atau Pusdatin). Jadi semua data
tercatat/tertulis (hard copy) secara regular (dari waktu ke waktu), oleh instansi
(eksisting) terkait di lapangan dikirimkan ke pusat. Secara rutin dan konsiten
data di masukkan (entry) ke sistem basis data (database), yang mana dijadikan
soft copy digital agar dapat di analisa dan evaluasi secara terintegrasi dan
komprehensif.
Untuk itu dapat kita lihat form pemasukan data awal (BAB 6.3.) yang
mengakomodasi semua pencatatan data variabel yang dikembangkan pada BAB
6.2.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 120 Semua Moda Transportasi
6.2. Variabel Data Kecelakaan Transportasi Nasional
Laporan tahunan sebaiknya bersifat runtun data (time series) minimal lima
tahun ke belakang. Sebagai contoh Laporan tahunan Kecelakaan Transportasi
Tahun 2007 menyertakan pula informasi dari tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006.
Hal ini diperlukan untuk memungkinkan melihat kecenderungan (trend) data
kecelakaan transportasi.
Data yang terhimpun oleh Pusdatin adalah data yang bersifat umum dan
khusus sebagai berikut:
6.2.1 Data Umum
1. Jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas tahunan dan bulanan.
2. Jumlah korban meninggal dunia, luka berat dan luka ringan serta
hilang (untuk transportasi perairan dan udara).
3. Tingkat kecelakaan transportasi1.
4. Penyebab kecelakaan (umumnya untuk memahami penyebab
dikaitkan dengan faktor manusia, kesalahan teknis maupun kondisi
alam dan lingkungan).
5. Penyebaran lokasi kejadian
6. Jenis Kendaraan/armada yang terlibat kecelakaan transportasi
6.2.2 Data khusus
1. Kecelakaan Transportasi Jalan
Laporan Kecelakaan transportasi jalan memungkinkan dilakukan
secara berjenjang berdasarkan pembagian administrasi pemerintah
seperti data kecelakaan transportasi jalan di tingkat nasional,
provinsi serta kabupaten atau kota. Data Kepolisian, sebaiknya
1 Tingkat kecelakaan adalah rasio antara jumlah kecelakaan atau korban dengan faktor tertentu
seperti jumlah penduduk, jumlah kendaraan atau armada yang terdaftar maupun jumlah kendaraan atau armada kilometer perjalanan yang umum digunakan untuk perbandingan relatif.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 121 Semua Moda Transportasi
dimulai dari tahun 2004 untuk wilayah Polda Metro Jaya dan tahun
2007 untuk wilayah lainnya Data sebelum tahun tersebut kondisinya
sangat buruk sehingga tidak memberikan gambaran aktual dari
kondisi di lapangan. Bahkan dengan upaya yang masihberjalan di
Ditlantas Polri, peningkatan jumlah kecelakaan ke depan tidak saja
bersumber dari peningkatan kecelakaan lalu lintas, tetapi juga
dikarenakan semakin baik pencatatannya sehingga tingkat under
reporting ditekan seminimal mungkin.
Beberapa data yang dapat dihimpun dari Direktorat Lalu Lintas
POLRI antara lain:
1. Jenis kecelakaan seperti kecelakaan tunggal, depan‐depan,
depan‐belakang, tabrakan dengan pejalan kaki.
2. Kecelakaan yang bersifat tabrak lari.
3. Jenis kendaraan: mobil penumpang, mobil beban, angkutan
umum penumpang, sepeda motor, dan kendaraan tidak
bermotor.
4. Usia korban kecelakaan lalu lintas.
5. Pekerjaan korban kecelakaan lalu lintas.
6. Pendidikan korban kecelakaan lalu lintas.
7. Lokasi rawan kecelakaan lalu lintas.
8. Penyebab kecelakaan hirarki pertama (manusia, kendaraan serta
jalan dan lingkungan).
9. Waktu kejadian.
10. Cuaca sewaktu kejadian.
11. Kondisi Jalan menurut pengamatan pihak Kepolisian.
12. Penyebab primer kecelakaan lalu lintas (faktor manusia,
kendaraan atau jalan dan lingkungan).
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 122 Semua Moda Transportasi
13. Lokasi kecelakaan dikaitkan dengan wilayah administrasi: jalan
tol, nasional, provinsi serta kabupaten atau kota.
Saat ini basis informasi kecelakaan jalan masih bersumber pada
Laporan Polisi (LP) yang tentunya memiliki informasi terbatas
mengingat informasi utama adalah untuk penyidikan perkara sesuai
dengan hukum positif pidana di Indonesia. Penerapan data
kecelakaan lengkap belum dilakukan oleh seluruh Polda di Indonesia
sehingga data lebih detil belum mungkin dilakukan saat ini.
Data penunjang antara lain:
1. Jumlah penduduk (dari Badan Pusat Statistik/BPS).
2. Jumlah kendaraan yang terdaftar meliputi: mobil penumpang,
mobil beban, angkutan umum penumpang dan sepeda motor
(dari Ditlantas POLRI).
3. Panjang jalan terbagai menjadi tol, nasional, provinsi serta
kabupaten maupun kota (dari Bina Marga).
4. Kondisi Jalan terbagi menjadi: Baik, Sedang, dan Rusak (Bina
Marga).
2. Kecelakaan Transportasi Kereta Api
Saat ini informasi kecelakaan kereta api didapat dari operator PT.
KAI yang juga dilaporkan ke Direktorat Jendral Perkeretaapian.
Dengan era multi operator, peran Direktorat Jendral Perkeretaapian
harus semakin aktif untuk melakukan pencatatan seluruh kejadian
yang ada.
Kecelakaan yang berasosiasi dengan kereta api terdapat 4 (empat)
jenis, yaitu:
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 123 Semua Moda Transportasi
1) Kecelakaan antara kereta api murni (train crashes)
2) Kecelakaan akibat anjlog (derailment) baik akibat buruknya
kondisi infrastruktur atau disebabkan oleh gangguan alam
seperti banjir ataupun longsor
3) Kecelakaan tabrakan dengan manusia yang berada di ruang milik
jalan rel, ataupun orang yang menyeberang tidak di lokasi yang
disediakan (trespassing), dan
4) Kecelakaan di perlintasan sebidang dengan jalan
Secara definisi hanya butir 1 train crashes yang merupakan
kecelakaan transportasi kereta api. Walaupun demikian informasi
kecelakaan kereta api yang umum dilaporkan adalah butir 1, 2 dan
3. Sedangkan butir 4 dikategorikan kecelakaan jalan dan jumlah
korban merupakan data kecelakaan jalan.
Kecelakaan butir 1 atau kecelakaan kereta api murni menunjukkan
kinerja keselamatan pada operator kereta api (train operator).
Kecelakaan butir 2 atau derailment menunjukkan kemungkinan
buruknya kinerja pengelola infrastruktur (infrastructure manager)
ataupun kondisi lingkungan. Kecelakaan butir 3 menunjukkan
kemungkinan buruknya kinerja pengelolaaan infrastruktur dikaitkan
dengan penjagaan ruang milik jalan rel ataupun tekanan aktivitas
masyarakat di sepanjang jalur kereta api.
Beberapa pertimbangan pendataan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
• Kecelakaan yang berkaitan dengan tertabrak orang‐orang di
ruang milik jalan rel dapat pula dikembangkan termasuk juga
kecelakaan korban penumpang gelap yang berada di luar/di atap
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 124 Semua Moda Transportasi
rangkainan kereta api yang terjatuh atau terkena aliran listrik
bersumber dari traksi listrik khusus untuk kereta rel listrik (KRL)
seperti beberapa kejadian di sistem kereta api Jabotabek.
• Kecelakaan yang terjadi di pelintasan jalan juga dirangkum pada
data kecelakaan kereta api untuk melihat tingkatan
permasalahannya dan agar dikategorikan mejadi pelintasan
dengan palang penutup dan tanpa palang penutup (terbuka,
tanpa penjagaan).
• Kecelakaan yang menimbulkan korban di areal stasiun dan di
lingkungan jalan rel diperhitungkan sebagai kecelakaan kategori
butir ketiga, mengingat banyaknya pelintasan sebidang antara
emplasemen stasiun di Indonesia.
• Sedangkan kecelakaan yang terjadi di kawasan depo perawatan
kereta api dikategorikan sebagai kecelakaan kerja.
• Anjlok yang disebabkan kerusakan rangkaian kereta api
merupakan kecelakaan kereta api murni, sedangkan yang
dimaksud dengan anjlok di sini yang dikaitkan dengan buruknya
kondisi infrastruktur jalan rel ataupun disebabkan gangguan
alam.
Wujud laporan umum kecelakaan kereta api tahunan adalah sebagai
berikut dapat dilihat pada Tabel 6.1. di bawah ini.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 125 Semua Moda Transportasi
Tabel 6.1. Format Laporan Umum Kecelakaan Kereta Api
Kategori Jumlah kejadian
Korban meninggal dunia
Korban Luka Berat
Korban Luka Ringan
Kecelakaan kereta api murni
Kecelakaan kereta anjlok
Kecelakaan akibat pelanggaran di ruang milik jalan rel
Kecelakaan pada pelintasan sebidang jalan
Sedangkan format khusus meliputi hal‐hal sebagai berikut:
1. Jenis kereta api (penumpang, barang).
2. Lokasi kejadian (ruas, emplasemen stasiun, marshalling yard, di
tambah apabila di jembatan atau terowongan, pelintasan
sebidang).
3. Jenis lintasan (lintasan tunggal, lintasan ganda, lintasan multi
ganda).
4. Penyebab kecelakaan (khusus untuk kecelakaan kereta api
murni): gagal/melanggar peringatan sinyal dan semboyan,
kesalahan signal, kerusakan lokomotif, kerusakan sistem under
carriage, kerusakan kereta/gerbong dan lain sebagainya.
5. Penyebab anjlok (derailment) seperti: konstruksi, banjir, longsor
dan lain sebagainya.
6. Khusus untuk pelintasan sebidang: tanpa atau dengan palang
penutup/penjagaan.
7. Pelanggaran di ruang milik jalan rel: penyeberang jalan rel, jatuh
dari rangkaian kereta api atau terkena aliran listrik dan lain
sebagainya.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 126 Semua Moda Transportasi
3. Kecelakaan Transportasi Udara
Kecelakaan penerbangan harus mampu memisahkan antara
kecelakaan (accident) dan insiden (incident). Sebagai contoh,
kembalinya pesawat terbang ke Bandara asal karena alasan teknis
(return to base) bukan kecelakaan tetapi justru upaya untuk
mencegah terjadinya kecelakaan udara. Publikasi media acapkali
mendramatisir insiden ini. Juga seperti kecelakaan di pelintasan
sebidang pada moda kereta api, kecelakaan di landasan akibat
lalainya pengamanan aparat bandara menjaga landasan tidak dilalui
masyarakat atau binatang bukan kecelakaan transportasi udara.
Sebagai contoh tertabraknya hewan di landas pacu oleh pesawat
terbang yang mendarat di Bandara Merauke bukan termasuk
kategori kecelakaan transportasi udara.
Beberapa data umum yang dapat dihimpun dari kecelakaan pesawat
terbang diantaranya:
1) Hari dan Tanggal kejadian
2) Nomor register pesawat
3) Nama maskapai penerbangan
4) Jumlah korban
5) Lokasi kejadian kecelakaan
Karena peraturan internasional mengenai keselamatan transportasi
udara sangat ketat, maka sistem pencatatan dan informasi
kecelakaan transportasi harus mengacu pada peraturan
internasional. Hal ini juga terkait usaha agar maskapai penerbangan
Indonesia dapat bersaing dengan maskapai asing. Data‐data khusus
yang harus dicatat dalam kecelakaan transportasi udara adalah:
1. Jumlah korban
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 127 Semua Moda Transportasi
a. kecelakaan tanpa ada penumpang yang selamat
b. Jumlah kecelakaan dengan penumpang yang selamat
c. Jumlah kecelakaan tanpa ada korban
2. Keadaan korban
a. Jumlah orang yang meninggal
b. Jumlah orang yang terluka
3. Penyebab kecelakaan
a. Karena kesalahan manusia
b. Karena kesalahan teknis
c. Karena cuaca
d. Karena sabotase
e. Lainnya
4. Posisi pesawat saat kecelakaan
a. Pada saat mendarat
b. Pada saat terbang
c. Pada saat tinggal landas
d. Pada saat taxiing (berjalan dari atau menuju apron)
e. Pada saat parkir
5. Lokasi pesawat saat kecelakaan
a. Kurang dari 10 km dari bandar udara
b. Di daratan rendah
c. Di gunung / daratan tinggi
d. Di laut
e. Di perkotaan
f. Di gurun
g. Di daerah tak dikenal
6. Jenis penerbangan
a. Kecelakaan selama penerbangan regular
b. Kecelakaan selama penerbangan militer
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 128 Semua Moda Transportasi
c. Kecelakaan selama penerbangan cargo
d. Kecelakaan selama penerbangan pribadi
e. Kecelakaan selama penerbangan latihan
f. Kecelakaan selama penerbangan charter
g. Kecelakaan selama penerbangan eksekutif
h. Kecelakaan selama penerbangan survei
i. Kecelakaan selama penerbangan penempatan
j. Kecelakaan selama penerbangan penempatan posisi
k. Kecelakaan selama penerbangan ferry
l. Kecelakaan selama penerbangan uji coba
m. Kecelakaan selama penerbangan pengisian bahan bakar
n. Kecelakaan selama penerbangan pemerintah
o. Kecelakaan selama domonstrasi penerbangan
p. Kecelakaan selama penerbangan kemanusiaan
q. Kecelakaan selama penerbangan pengiriman
r. Kecelakaan selama penerbangan ambulance
s. Kecelakaan selama penerbangan penyemprotan / pemadam
t. Kecelakaan selama penerbangan topografi
u. Kecelakaan selama penerbangan kalibrasi
4. Kecelakaan Transportasi Angkutan di Perairan
Kecelakaan di perairan ditekankan kepada kecelakaan angkutan baik
penumpang maupun barang (merchant shipping). Beberapa
kecelakaan seperti kecelakaan kapal nelayan merupakan kecelakaan
kerja ataupun mungkin beberapa perahu merupakan kecelakaan
olahraga dan lain sebagainya.
Data kecelakaan kapal yang dihimpun oleh Syahbandar mencakup:
• Identitas Kapal (nama kapal, GT, bendera)
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 129 Semua Moda Transportasi
• Jenis Kapal (penumpang, cargo)
• Tanggal kejadian
• Lokasi kejadian (koordinat)
• Jenis kecelakaan
• Jenis kecelakaan (tabrakan, kandas, tenggelam,dll)
• Nama nahkoda dan ABK
• Identitas korban (nama, usia, jenis kelamin, dll)
• Jumlah korban
• Sketsa kecelakaan
6.3. Pengembangan Sistem Pemasukan Awal Data Kecelakaan Transportasi
Berdasarkan sub bab sebelumnya yaitu Bab 6.1 tentang Prinsip Dasar
Pengembangan Basis Data dan Bab 6.2. tentang Variabel Data Kecelakaan
Transportasi Nasional, selanjutnya dicoba dibuatkan Sistem Arsitektur Basis
Data Kecelakaan Semua Moda Transportasi.
Arsitektur Basis Data secara umum terbagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu :
1. Proses Inputing Data
Tujuan utama dari proses Inputing data adalah untuk menguubah format
dan bentuk pencatatan dari bentuk hard copy ke bentuk soft copy, sehingga
selanjutnya bisa dilakukan pengolahan terhadap data kecelakaan
transportasi tersebut.
Tentunya tidak semua data/informasi yang ada pada setiap format
pelaporan kecelakaan yang dimiliki setiap instansi tersebut dimasukkan
pada proses inputing data ini, melainkan data/informasi yang telah
ditetapkan sebagai variabel data kecelakaan transportasi nasional.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 130 Semua Moda Transportasi
2. Proses Pengolahan Data
Dari proses inputing data selanjutnya kita dapat mengolah keseluruhan
ataupun mensortir variabel‐variabel data kecelakaan transportasi nasional
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai selanjutnya.
3. Proses Pelaporan
Tujuan dari proses pelaporan ini adalah sebagai bentuk pelaporan informasi
umum ke publik mengenai data‐data kecelakaan transportasi nasional,
tentunya hanya variabel‐variabel umum saja yang bisa dilihat oleh publik.
Namun untuk keperluan/ penelitian yang lebih dalam tidak ditutup
kemungkinan untuk bisa mengakses variabel‐variabel data kecelakaan
transportasi yang lebih detail dan spesifik.
Sistem Arsitektur Basis Data diatas dikembangkan dengan bantuan (tools)
Program Microsoft Access sedemikian sistematis sehingga ketiga proses diatas
dapat dikerjakan dengan mudah.
TAMPILAN SISTEM ARSITEKTUR BASIS DATA (Tools : Microsoft Office Access
Database)
1. Proses Inputing Data
• Sebelum kita dapat memulai memasukkan variable‐variabel data
kecelakaan transportasi ke dalam bentuk soft copy, pertama yang harus
dilakukan adalah membuka file inputing data yang telah dibuat.
Tampilan menu utama dapat dilihat pada Gambar 6.4 di bawah ini.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 131 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.4. Tampilan Menu Utama Data Base
• Pada menu utama tersebut, terdapat 4 (empat) pilihan Moda
Transportasi yaitu Udara, Perairan, Jalan Raya dan Kereta Api.
Selanjutnya kita dapat meng‐klik salah satu moda transportasi untuk
mulai melakukan inputing data.
Beberapa isian tinggal diisi dengan kode angka yang telah dibuat
sebelumnya.
6.3.1. Moda Transportasi Udara
Setelah kita meng‐klik Moda Transportasi Udara, tampilan yang akan
kita lihat selanjutnya adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 132 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.5. Tampilan form data umum kecelakaan
Pada tampilan tersebut, terdapat 2 (dua) form yang harus diisi yaitu
form data umum kecelakaan dan form data pesawat.
Variabel data kecelakaan yang termasuk ke dalam data umum antara
lain terdiri dari nomor pencatatan, tanggal dan waktu kecelakaan, lokasi
kecelakaan dan penyebab kecelakaan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 133 Semua Moda Transportasi
Sedangkan variabel‐variabel yang termasuk data pesawat yaitu tipe,
nomer registrasi, nomer penerbangan, operator, jenis penerbangan,
jumlah penumpang, jumlah dan kondisi korban.
Gambar 6.6. Tampilan Data Pesawat
6.3.2. Moda Transportasi Angkutan di Perairan
Tampilan yang akan kita lihat setelah meng‐klik ‘perairan’ yang ada pada
menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 134 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.7. Tampilan Data Umum Kecelakaan Moda Angkutan di Perairan
Sama seperti pada moda Transportasi Udara, di moda transportsi
perairan terdapat 2 (dua) form data yang harus diisi, yaitu data umum
dan data kapal.
Variabel‐variabel yang termasuk dalam data umum yaitu nomor
pencatatan, tanggal dan waktu kecelakaan, posisi kecelakaan, jenis
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 135 Semua Moda Transportasi
kecelakaan dan beberapa uraian singkat mengenai kronologis terjadinya
kecelakaan, penyebab, akibat dan tindak lanjut yang sudah diambil.
Sedangkan variable‐variabel yang termasuk dalam data kapal yaitu
nama kapal, bendera, tipe, call sign, GT, nama agen, jumlah
penumpang, jumlah dan kondisi korban.
Gambar 6.8. Tampilan Data Kapal
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 136 Semua Moda Transportasi
6.3.3. Moda Transportasi Jalan
Tampilan yang akan kita lihat setelah meng‐klik ‘jalan raya’ yang ada
pada menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 6.9. Tampilan Data Umum Transportasi Jalan
Sedikit berbeda dengan 2 (dua) moda sebelumnya yaitu udara dan
perairan, di moda transportsi jalan raya terdapat 3 (tiga) form data yang
harus diisi, yaitu data umum, data kendaraan dan data korban.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 137 Semua Moda Transportasi
Variabel‐variabel yang termasuk dalam data umum yaitu nomer
pencatatan, tanggal dan waktu kecelakaan, lokasi kecelakaan, wilayah
polres, jenis kecelakaan, jenis dan kondisi perkerasan jalan, cuaca, arus
lalu lintas, penyebab kecelakaan, tipe kecelakaan dan uraian singkat
mengenai kronologis dan kesimpulan.
Variable‐variabel yang termasuk dalam data kendaraan terlibat
kecelakaan yaitu urutan kendaraan terlibat kecelakaan, tipe dan jenis
kendaraan, tahun pembuatan dan jumlah penumpang.
Gambar 6.10. Tampilan Data Kendaraan Terlibat
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 138 Semua Moda Transportasi
Sedangkan variabel‐variabel yang termasuk dalam data korban yaitu urutan
korban, urutan kendaraan, usia, pendidikan, pekerjaan dan kondisi korban.
Gambar 6.11. Tampilan Data Korban Kecelakaan
6.3.4. Moda Transportasi Kereta Api
Tampilan yang akan kita lihat setelah meng‐klik ‘kereta api’ yang ada
pada menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 139 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.12. Tampilan Data Umum Kecelakaan Kereta Api
Sama dengan moda sebelumnya yaitu jalan raya, di moda transportasi
kereta api juga terdapat 3 (tiga) form data yang harus diisi, yaitu data
umum, data rangkaian kereta dan lain‐lain.
Variabel‐variabel yang termasuk dalam data umum yaitu nomer
pencatatan, tanggal dan waktu kecelakaan, lokasi kecelakaan, DAOP,
jenis kecelakaan, tempat kejadian, jenis lintasan, penyebab kecelakaan
dan tipe perlintasan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 140 Semua Moda Transportasi
Variabel‐variabel yang termasuk dalam data rangkaian yaitu urutan
rangkaian, jenis rangkaian, jumlah penumpang, jumlah dan kondisi
korban.
Gambar 6.13. Tampilan Data Rangkaian Kereta Api
Sedangkan pada form lain‐lain lebih menekankan pada uraian
kronologis kecelakaan dan akibat yang ditimbulkan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 141 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.14. Tampilan Data Lain‐lain Kecelakaan Kereta Api
• Pengkodean Variabel Data Kecelakaan Transportasi
Seperti telah disinggung sedikit bahwa beberapa isian pada form data untuk
setiap moda transportasi dapat diisi dengan kode angka yang telah dibuat
sebelumnya.
Beberapa kode angka yang telah dibuat untuk setiap moda transportasi
secara lebih jelas dapat dilihat sebagai berikut.
a. Moda Transportasi Udara
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 142 Semua Moda Transportasi
Variabel‐variabel data kecelakaan untuk moda transportasi udara yang
dibuatkan kode angka yaitu kode area kecelakaan, tipe pesawat, jenis
penerbangan, gerak pesawat dan jenis penyebab kecelakaan.
Untuk kode area terjadinya kecelakaan udara dibedakan menjadi 6
(enam) yaitu < 10 km dari airport, wilayah dataran, wilayah
pegunungan, wilayah laut, wilayah kota dan lainnya.
Gambar 6.15. Tampilan Variabel Data Kecelakaan Transportasi Udara
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 143 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.16. Tampilan Data Tipe‐tipe Pesawat
Tipe‐tipe pesawat yang ada secara lengkap dapat dilihat pada Gambar
6.16 diatas.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 144 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.17. Tampilan Variabel Data Jenis Penerbangan
Pada proses inputing data moda transportasi udara, jenis penerbangan
dibagi menjadi 20 jenis, antara lain penerbangan regular, cargo, private,
latihan, dan lainnya seperti terlihat pada gambar di atas.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 145 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.18. Tampilan Variabel Data Gerak Pesawat
Untuk gerak pesawat dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu 1: untuk
mendarat, 2: terbang, 3: take off, 4: taxiing dan 5: parkir (Gambar 6.18)
Gambar 6.19. Tampilan Variabel Data Penyebab Kecelakaan
Untuk penyebab kecelakaan dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu 1 : human
error, 2 : kesalahan teknis, 3 : cuaca, 4 : sabotase dan 5 : lainnya.
b. Moda Transportasi Perairan
Untuk moda transportasi perairan hanya dibuatkan kode angka untuk
jenis kecelakaan, seperti terlihat pada Gambar … di bawah ini.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 146 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.20. Tampilan Variabel Data jenis Kecelakaan
c. Moda Transportasi Jalan
Variabel‐variabel data kecelakaan untuk moda transportasi jalan raya
yang dibuatkan kode angka yaitu kode polres, tipe kendaraan,tipe
kecelakaan, jenis dan kondisi jalan, arus lalu lintas dan keadaan cuaca.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 147 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.21. Tampilan Data Kode Polda dan Polres
Seluruhnya berjumlah 86 Polres dari 33 Polda yang ada.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 148 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.22. Tampilan Variabel Data Jenis Kendaraan
Untuk jenis kendaraan dibedakan menjadi 15 yaitu kendaraan
penumpang, jeep, pick up, mini bus, bus medium, bus besar 2 sumbu,
bus besar 3 sumbu, truk kecil, truk besar 2 sumbu, truk besar 3 sumbu,
trailer, articulated truck, sepeda motor, sepeda dan becak. Gambar
6.22.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 149 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.23. Tampilan Variabel Data Jenis Kecelakaan
Secara umum jenis kecelakaan untuk moda transportasi jalan raya
dibedakan menjadi 10 (sepuluh) yaitu tabrakan depan‐belakang,
tabrakan depan‐depan, tabrakan depan‐samping, tabrakan,samping‐
samping, tabrak pejalan kaki, tabrak penghalang tidak permanen, tabrak
obyek tetap, kecelakaan tunggal, kecelakaan beruntun dan lainnya.
Gambar 6.24. Tampilan Variabel Data Keadaan Kualitas Jalan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 150 Semua Moda Transportasi
Untuk kondisi jalan terbagi menjadi 5 (lima) yaitu baik, halus, berlubang,
keriting dan bergelombang.
Gambar 6.25. Tampilan Variabel Data Arus Lalulintas
Untuk arus lalu lintas dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu sepi, sedang dan
ramai.
Gambar 6.26. Tampilan Variabel Data Kondisi Cuaca
Sedangkan untuk kondisi cuaca dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu
cerah, mendung, gerimis dan hujan.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 151 Semua Moda Transportasi
d. Moda Transportasi Kereta Api
Variabel‐variabel data kecelakaan untuk moda transportasi kereta api
yang dibuatkan kode angka yaitu kode tempat kejadian, jenis
kecelakaan, jenis pelanggaran dan penyebab kecelakaan.
Untuk kode tempat kejadian kecelakaan kereta api dibedakan menjadi 5
(lima) yaitu ruas, emplasemen stasiun, marshalling yard,
jembatan/terowongan dan perlintasan sebidang.
Gambar 6.27. Tampilan Variabel Data Kode Tempat Kejadian Kecelakaan
Jenis kecelakaan kereta api yang dimaksud terbagi menjadi 4 (empat)
yaitu kecelakaan kereta api murni, kecelakaan akibat anjlog, menabrak
manusia yang berada di ruang milik jalan rel dan kecelakaan di
perlintasan sebidang dengan jalan raya.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 152 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.28. Tampilan Variabel Data Jenis Kecelakaan
Gambar 6.29. Tampilan Variabel Data Jenis Pelanggaran Penumpang
Jenis pelanggaran penumpang yang umumnya mengikuti terjadinya
suatu kecelakaan kereta api yaitu penyeberang jalan rel, terjatuh dari
rangkaian, terkena aliran listrik dan lainnya.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 153 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.30. Tampilan Variabel Data Jenis Penyebab Kecelakaan
e. Data Umum
Untuk jenis pendidikan dan jenis pekerjaan khususnya untuk orang
terlibat kecelakaan transportasi (pelaku, korban, saksi) dibuatkan kode
yang secara umum berlaku untuk proses inputing data umum di setiap
moda transportasi yang ada.
Gambar 6.31. Tampilan Variabel Data Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dibagi menjadi 6 (enam) yaitu pegawai swasta, pegawai
negeri sipil (PNS), TNI/Polri, pelajar, pengemudi dan lainnya
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 154 Semua Moda Transportasi
Sedangkan untuk jenis pendidikan dibagi menjadi 5 (lima) yaitu Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), Perguruan Tinggi (PT) dan lainnya.
Gambar 6.32. Tampilan Variabel Data jenis pendidikan
2. Proses Pengolahan Data
Secara umum setiap queries yang ada merupakan tampilan dari keseluruhan
variabel‐variabel data kecelakaan transportasi yang telah di‐input sebelumnya.
Selanjutnya kita dapat mengolah keseluruhan ataupun mensortir variabel‐
variabel data kecelakaan transportasi nasional sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai selanjutnya.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 155 Semua Moda Transportasi
a. Moda Transportasi Udara
Gambar 6.33. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Udara
Gambar 6.34. Tampilan Data Pesawat
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 156 Semua Moda Transportasi
b. Moda Transportasi Perairan
Gambar 6.35. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Perairan
Gambar 6.36. Tampilan Data Kapal
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 157 Semua Moda Transportasi
c. Moda Transportasi Jalan
Gambar 6.37. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Jalan
Gambar 6.38. Tampilan Data Kendaraan Terlibat Kecelakaan Transportasi Jalan
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 158 Semua Moda Transportasi
Gambar 6.39. Tampilan Data Korban Transportasi Jalan
d. Moda Transportasi Kereta Api
Gambar 6.40. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Kereta Api
Gambar 6.41. Tampilan Data Rangkaian Kereta
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 159 Semua Moda Transportasi
6.3.5. Pengembangan Model Komprehensif
Gambar 6.42. Pengembangan Model Komprehensif Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 160 Semua Moda Transportasi
6.4. Penetapan Hirarki Akses Penggunaan Data Kecelakaan Transportasi
Seperti diterangkan pada Bab 2.2.2, tujuan pengembangan sistem basis data
ialah menyediakan kepada pengguna abstract view dari data. Jadi sistem tidak
akan memperlihatkan bagaimana data secara rinci dikelola dan disimpan,
walaupun tentunya data/informasi akan dapat diakses secara efisien. Ini
menyebabkan harus ada proses mendesain struktur data yang kompleks agar
data dapat terwakili dengan baik pada sistem basis data. Karena para pengguna
(users) basis data, yang belum tentu pada tingkatan ahli komputer,
kompleksitas data disusun dalam beberapa tingkatan abstraksi (levels of
abstraction), agar pengguna mudah berinteraksi dengan sistem basis data.
Tingkatan hirarki penggunaan data:
1. Tingkatan Fisik (Physical level).
Pada tingkatan ini, merupakan tingkatan Sistem Administrator (Direktorat
Jendral dan/atau Pusdatin), mengelola semua masukan data dan sistem
basis data secara keseluruhan, baik perangkat keras (hardware), perangkat
lunak (software), serta pangaturan sistem keamanannya (security) .
2. Tingkatan Logika/Konsep (Logical/Conceptual Level)
Tingkatan bagaimana data disimpan dalam basis data (database), dan
hubungan/relasi (relation) antara data. Tingkatan pengguna yang akan
dapat menganalisa serta mengevaluasi data untuk kepentingan yang
strategis dan pelaporan yang komprehensif. Para pengguna ini merupakan
tingkatan pemutus operasional serta peneliti (Litbang).
3. Tingkatan antarmuka (View Level)
Tingkatan dari pengguna akhir, dengan mudah mengakses informasi, tetapi
juga akan terbatas dalam mengakses data rinci yang tidak untuk umum.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 161 Semua Moda Transportasi
6.5. Pengembangan Sistem Basis Data
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Perhubungan akan
dikembangkan sebagai instansi penyimpanan data, dokumentasi serta
pelaporan seluruh penyelenggaraan tranportasi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Perhubungan (Balitbang Dephub) bukan instansi
yang menyimpan dan mengelola data tetapi instansi yang menganalisis dan
mengkaji data tersebut untuk kepentingan penelitian dan pengkajian
permasalahan bidang transportasi di kemudian hari.
Gambar 6.43. Pengembangan Sistem Basis Data
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 162 Semua Moda Transportasi
6.6. Pengembangan Sistem Organisasi
Data kecelakaan terpadu akan berada dalam wewenang Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) Departemen Perhubungan, sementara itu data cuaca dan
iklim akan disediakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG). Informasi infrastruktur dan Lalulintas Nasional khusus Transportasi
Jalan didapatkan dari Ditjen Bina Marga. Ketiga data tersebut akan dikirimkan
ke Badan Litbang Departemen Perhubungan (Balitbang Dephub) untuk
dilakukan kajian dan analisis untuk kepentingan penelitian, sehingga
menghasilkan suatu data/informasi kecelakaan transportasi yang
komprehensif.
Gambar 6.44. Pengembangan Sistem Organisasi
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 163 Semua Moda Transportasi
BAB VII KESIMPULAN
Dari Studi Sistem Informasi Dan Pelaporan Kecelakaan Transportasi yang ditinjau dari
aspek sistem keorganisasian, pelaporan dan akses informasi data kecelakaan pada
kondisi saat ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Inventarisasi dan Indentifikasi Sistem Informasi Kecelakaan
1. Data kecelakaan transportasi jalan dihimpun oleh Ditlantas POLRI. Data
tersebut dikelola oleh Sub Bagian Informasi Kecelakaan Lalu Lintas (Sub Bag
Info Laka) yang menghimpun seluruh data secara berjenjang dari Polres dan
Polda.
2. Data kecelakaan kereta api dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dan
dilaporkan ke Direktorat Jendral Perkeretaapian.
3. Data kecelakaan laut dilakukan oleh Syahbandar dan dilaporkan secara
periodik ke Direktorat Jendral Perhubungan Laut cq. Direktorat Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP). Acap kali terjadi sebaliknya, petugas dari
pusat yang meminta data tersebut dari Administrator/Kantor Pelabuhan
setempat (perlu diketahui hingga saat ini Syahbandar di bawah
Adpel/Kanpel).
4. Data kecelakaan transportasi udara dihimpun oleh Administrator Bandara
(Adban) bidang safety dan dilanjutkan kepada kepala kantor Administrator
Bandara, dan selanjutnya dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara.
Untuk bandar udara yang tidak memiliki Administrator Bandara, laporan
kejadian langsung dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara.
B. Inventarisasi Struktur serta format pelaporan dan data kecelakaan
1. Struktur data kecelakaan transportasi jalan yang dikelola oleh Sub Bag Lantas
Ditlantas Polri merupakan rekapitulasi data kecelakaan total yang
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 164 Semua Moda Transportasi
diagregasikan berdasarkan 31 wilayah Kepolisian Daerah (Polda). Data
meliputi: jumlah kejadian kecelakaan, jumlah meninggal dunia, jumlah luka
berat, jumlah luka ringan dan perkiraan kerugian materi. Selain itu terdapat
data pendukung berupa: jumlah kendaraan, jumlah pengeluaran SIM baru,
jumlah pelanggaran lalu lintas (tilang). Data yang lebih detil harus dimintakan
secara khusus, karena tidak direkapitulasi secara otomatis.
2. Data memuat informasi kejadian kecelakaan yang meliputi, tabrakan antar
kereta api, anjlok, tabrakan di persilangan yang dinyatakan sebagai kejadian
luar‐biasa hebat (PLH) serta jumlah korban. Laporan detil dapat dimintakan
mengingat Tim ad hoc CO (Ongeluk Comite) melakukan pelaporan secara rinci
baik kepada Direksi PT. KAI dan Ditjen Perkeretaapian.
3. Pengumpulan dan pencatatan data kecelakaan transportasi laut saat ini
dilakukan oleh Syahbandar. Data kecelakaan di sungai dan danau seyogyanya
dilakukan oleh Dinas Perhubungan Tingkat 2, walaupun demikian tidak semua
Dinas Perhubungan melakukan hal ini. Data kecelakaan penyeberangan
dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) baik pusat maupun daerah.
Karena reduksi data tidak dilakukan, maka pemilahan seperti jumlah kejadian
dan korban dilakukan di pusat.
C. Evaluasi sistem informasi, struktur dan format pelaporan.
1. Saat ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada saat kejadian (in situ)
dan belum memungkinkan hingga 30 hari setelah kejadian sesuai dengan
Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan jo
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan ataupun
standar internasional (International Road Federation). Data telah disimpan
secara electronic dalam sistem database khusus dan komputer khusus serta
ruang operasi. Format laporan masih berbasis Laporan Polisi, sedangkan
Laporan Lengkap Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas belum dilakukan secara
nasional, hanya pada beberapa Polda saja.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 165 Semua Moda Transportasi
2. Pengumpulan dan pencatatan data kecelakaan Kereta Api saat ini dilakukan
oleh PT KA, yang dilakukan internal oleh Tim ad hoc CO (Ongeluk Comite), jika
diartikan dalam bahasa Indonesia adalah tim investigasi kecelakaan. Tim CO
ini yang membuat laporan. Laporan ini biasanya disebut Laporan PL/H yang
berisi lokasi, waktu, jenis, uraian kejadian, sebab, akibat, tindakan yang telah
dilakukan, dan penjelasan petugas yang sedang bertugas sewaktu kejadian
siapa saja dan selanjutnya akan diserahkan kepada Direktur Operasional
(Dirops). Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas laporan (hard
copy).
3. Syahbandar melakukan penyimpanan data secara manual, disimpan di satu
tempat, dan tidak mempunyai program pengarsipan yang baik dan khusus
untuk data kecelakaan maupun penyimpanan data dalam bentuk electronic
copy dalam sistem database khusus.
4. Administrator Bandara melakukan penyimpangan data dan pelaporan
kecelakaan udara tercatat pula secara internasional. Data singkat seperti:
Nama Maskapai, Nomor Registrasi Penerbangan, Nomor Penerbangan,
Tempat Kejadian, dan Jumlah Korban meninggal dunia atau hilang.
D. Inventarisasi Karakteristik dan Penyebab Kecelakaan Utama
Pada umumnya penyebab kecelakaan utama di jalan adalah faktor manusia
seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:
Faktor
Berdasarkan Kejadian
Kejadian Meninggal Dunia
Luka Berat
Luka Ringan
Manusia 93 % 92 % 90 % 90 %
Kendaraan 4 % 5 % 6 % 7 %
Jalan dan Lingkungan 3 % 3 % 4 % 3 % Sumber: Ditlantas Polri, Data tahun 2005 hingga 2007
1. Pada umumnya kecelakaan kereta api terbesar disebabkan anjlok yang berarti
terjadi problem terhadap infrastruktur dan pada perlintasan kereta api.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 166 Semua Moda Transportasi
Walaupun demikian jumlah korban terbesar terjadi apabila terjadi kecelakaan
antara kereta api (tabrakan).
2. Pada umumnya kejadian kecelakaan transportasi di perairan terjadi akibat
kesalahan manusia dan mesin. Walaupun demikian kecelakaan karena cuaca
cukup tinggi terjadi yang seyogyanya dapat dihindari apabila mencermati
prakiraan cuaca dan gelombang laut yang dikeluarkan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
3. Kecelakaan penerbangan pada umumnya terjadi karena kesalahan manusia
dan terjadi pada saat tinggal landas atau mendarat. Pengecualian terjadi pada
Adam Air 1 Januari 2007 terjadi di saat penerbangan dan kerusakan sistem
navigasi yang dilanjutkan kesalahan tindakan yang dilakukan oleh pilot.
E. Pengamatan Sumber Data Rumah Sakit dan Kecelakaan Kerja
1. Pelaporan dan pencatatan kecelakaan berbasis rumah sakit dilakukan oleh
dokter/perawat jaga IRD. Data yang dilaporkan adalah data korban
kecelakaan pada saat masuk di IRD, bukan saat keluar dari RS. Pihak IRD juga
membuat laporan tiap bulan, triwulan, dan tahunan.
2. Data kecelakaan kerja didapatkan dari Disnaker tingkat kota/kabupaten,
Disnaker tingkat 1, ataupun dari pihak Jamsostek.
3. Jika ada kecelakaan kerja pada pekerjanya, setiap perusahaan wajib lapor
dalam waktu 2 x 24 jam ke Disnaker Kota setempat dan Jamsostek. Kemudian
Pengawas di Disnaker kota melakukan investigasi ke TKP membuat penetapan
kecelakaan untuk keperluan klaim ke Jamsostek.
4. Sistem Pelaporan data kecelakaan kerja yang berkala juga dilakukan oleh
Disnaker tingkat kota hingga tingkat 1 sebagai laporan ke menteri.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 167 Semua Moda Transportasi
BAB VIII
REKOMENDASI
7.1. Struktur organisasi
Rekomendasi merupakan hasil akhir sesuai dengan tujuan studi ini, yaitu
pengembangan Sistem Informasi dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi.
Penanganan kecelakaan transportasi melibatkan berbagai instansi dan
pemangku kepentingan (stake holders). Untuk memudahkan dokumentasi
seluruh kecelakaan transportasi diperlukan organisasi nasional yang
menghimpun data kecelakaan transportasi. Di kemudian hari, konsultan
merekomendasikan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen
Perhubungan sebagai sebagai instansi penyimpanan data, dokumentasi serta
pelaporan seluruh penyelenggaraan tranportasi. Dasar penunjukkan Pusdatin
sebagai instansi penyimpanan data, dokumentasi, dan pelaporan kecelakaan
transportasi nasional karena sesuai dengan tupoksi Pusdatin, yaitu sebagai
pusat data dan informasi.
Akses ini kemudian dimungkinkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Perhubungan (Balitbang Dephub) dan Direktorat Jendral teknis
(termasuk Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia/POLRI) untuk menganalisis dan mengkaji
data tersebut. Akses ini juga dimungkinkan untuk pihak lembaga‐lembaga
penelitian termasuk perguruan tinggi. Aliran data kecelakaan transportasi dapat
dilihat pada Gambar 7.1.
Penggunaan data kecelakaan lalu lintas disesuaikan dengan kebutuhan
informasi. Untuk itu perlu dilakukan hirarki penggunaan data disesuaikan
dengan tugas pokok dan fungsi lembaga‐lembaga tersebut. Sebagai contoh
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 168 Semua Moda Transportasi
data‐data yang memiliki kepentingan pro justica menjadi data yang tetap
dipegang “kerahasiaannya” oleh pihak Kepolisian (Direktorat Lalu Lintas untuk
transportasi jalan dan Badan Reserse dan Kriminal untuk transportasi lainnya),
atau yang bersifat khusus untuk penyidikan penyebab kecelakaan seperti KNKT.
Gambar 7.1. Aliran Data Kecelakaan Transportasi
Pengembangan ke 30 hari dapat dilakukan dengan merujuk rumah sakit, tetapi
tidak semua rumah sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat
kecelakaan jalan dan dilaporkan ke pusat.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 169 Semua Moda Transportasi
Untuk itu, konsultan juga merekomendasikan kebijakan dan regulasi untuk
mempertegas tugas pokok dan fungsi dari organisasi pencatatan dan pelaporan
data kecelakaan bagi pihak yang ditunjuk, berupa Surat Keputusan Bersama
(SKB) 4 Menteri; Menteri Perhubungan, Kapolri, Menteri Pekerjaan Umum, dan
Menteri Kesehatan, atau jika memungkinkan berupa Keputusan Presiden
(Keppres).
Ke depannya, diharapkan ada suatu badan/organisasi yang bersifat nasional
sebagai badan yang mengeluarkan cetak biru (blue print) keselamatan nasional.
Untuk itu, Pusdatin Dephub pada kemudian hari diharapkan bisa menjadi
Badan Keselamatan Transportasi Nasional.
7.2. Pengembangan ke Depan
Agar sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan transportasi dapat
memenuhi semua fungsi yang dibutuhkan oleh segenap stakeholder di
Departemen Perhubungan, hendaknya sistem basis data dikembangkan dalam
bentuk yang lengkap serta komprehensif, yang memenuhi kaidah dan
kelengkapan seluruh konsep basis data (DBMS ‐ Database Management
System).
Dengan konsep DBMS, seluruh data kecelakaan yang mempunyai inter‐relasi
dapat dicatat langsung secara online. Pada sistem ini pun bisa disiapkan
seperangkat program untuk mengakses data dengan beberapa tingkatan
sekuriti, serta program untuk beberapa pihak yang membutuhkan dan terkait.
Sistem ini juga akan menyediakan kemudahan dan kenyamanan pada
penggunanya, serta dapat dilengkapi dengan berbagai macam tipe basis data,
seperti basis data dalam tipe multi media atau GIS (Geographic Information
Systems). Lihat Gambar 7.2.
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 170 Semua Moda Transportasi
Gambar 7.2. Tipe Basis Data dan Aplikasi Basis Data
Tipe Basis Data &
Aplikasi Basis Data
GIS (Geographic Information Systems)
Basis Data Multimedia
Basis Data Teks & Numerik
Basis Data Aktif &
Real Time
Laporan Akhir
Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 171 Semua Moda Transportasi
REFERENSI
Department of Health Indonesia and World Health Organization (2008). Presentation
of Study: Establishment of sentinel sites for special surveillance of TB mortality
(Phase 1), Unpublished.
Sutomo, H, 2004. Presentasi tentang Sepeda Motor, Sebuah Anatomi Sederhana
Keselamatan Lalu Lintas. Simposium Forum Studi Transportasi antar Perguruan
Tinggi (FSTPT) ke 9, Universitas Brawijaya, Malang.
WHO, World Health Organization, 2004. World Report on Traffic Injury Prevention,
WHO, Geneve.
Undang Undang Repulik Undonesia No 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang
Undang Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Undang Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian.
Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1992 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Jalan