bab i pendahuluan -...

172
Laporan Akhir Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan 1 Semua Moda Transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2007 merupakan akumulasi tertinggi kecelakaan transportasi nasional dan terjadi pada semua moda transportasi baik darat, laut maupun udara. Data dari Kepolisan mengindikasikan terjadi 18,000 kecelakan transportasi pada tahun 2008. Sebuah studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) di 4 (empat) provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Lampung, Papua, Gorontalo, menunjukkan bahwa kecelakaan transportasi adalah penyebab kematian terbesar kedua setelah penyakit tuberkolosis (WHO, 2008). Dampak dari kecelakaan kecelakaan yang ada antara lain Uni Eropa sejak 6 Juli 2007 hingga kini, melarang seluruh maskapai Indonesia dan pesawat maskapai sejumlah negara lain terbang ke wilayah udaranya karena dinilai tidak aman dan anjuran bagi warga Uni Eropa untuk tidak menggunakan maskapai penerbangan nasional. Di laut terjadi kecelakaan besar beruntun di tahun yang sama, sementara itu moda kereta api dan jalan masih memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi. Studi dari EINRIP (East Indonesia National Road Improvement Project) yang didanai oleh AusAID memperlihatkan bahwa tingkat kecelakaan jalan 10 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat kecelakaan jalan di Australia maupun Inggris (AusAid, 2008). Dampak kecelakaan transportasi sangat terasa pada perekonomian nasional. Sebagai contoh, kecelakaan pada moda jalan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 2,7% dari Pendapatan Bruto Nasional (PustralUGM, 2007) dan nilai ini jauh lebih besar dibandingkan yang diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia sebesar 1% hinnga 2% (WHO, 2004).

Upload: lythuan

Post on 10-Jun-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   1 Semua Moda Transportasi 

BAB I 

PENDAHULUAN 

 

1.1 Latar Belakang 

 

Tahun  2007 merupakan  akumulasi  tertinggi  kecelakaan  transportasi  nasional 

dan terjadi pada semua moda transportasi baik darat, laut maupun udara. Data 

dari  Kepolisan  mengindikasikan  terjadi  18,000  kecelakan  transportasi  pada 

tahun  2008.  Sebuah  studi  yang  dilakukan  oleh  World  Health  Organization 

(WHO)  di  4  (empat)  provinsi,  yaitu  Kalimantan  Barat,  Lampung,  Papua, 

Gorontalo,    menunjukkan  bahwa  kecelakaan  transportasi  adalah  penyebab 

kematian  terbesar kedua setelah penyakit  tuberkolosis  (WHO, 2008). Dampak 

dari  kecelakaan  kecelakaan  yang  ada  antara  lain Uni  Eropa  sejak  6  Juli  2007 

hingga  kini,  melarang  seluruh  maskapai  Indonesia  dan  pesawat  maskapai 

sejumlah  negara  lain  terbang  ke wilayah  udaranya  karena  dinilai  tidak  aman 

dan  anjuran  bagi  warga  Uni  Eropa  untuk  tidak  menggunakan  maskapai 

penerbangan nasional. Di laut terjadi kecelakaan besar beruntun di tahun yang 

sama,  sementara  itu  moda  kereta  api  dan  jalan  masih  memiliki  tingkat 

kecelakaan  yang  tinggi.  Studi  dari  EINRIP  (East  Indonesia  National  Road 

Improvement Project) yang didanai oleh AusAID memperlihatkan bahwa tingkat 

kecelakaan  jalan 10  kali  lebih  tinggi dibandingkan  tingkat  kecelakaan  jalan di 

Australia maupun Inggris (AusAid, 2008).  

 

Dampak  kecelakaan  transportasi  sangat  terasa  pada  perekonomian  nasional. 

Sebagai contoh, kecelakaan pada moda  jalan menyebabkan kerugian ekonomi 

sekitar 2,7% dari Pendapatan Bruto Nasional  (Pustral‐UGM, 2007) dan nilai  ini 

jauh  lebih besar dibandingkan yang diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia 

sebesar 1% hinnga 2% (WHO, 2004).  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   2 Semua Moda Transportasi 

Kondisi  menurunnya  kualitas  infrastruktur  dan  sarana  sektor  transportasi, 

persaingan antar moda maupun sesama moda serta pertumbuhan permintaan 

transportasi  tanpa  mengembangkan  sistem  manajemen  keselamatan  (SMK) 

yang  memadai  merupakan  penyebab  terjadi  berbagai  kecelakaan  yang 

seharusnya  dapat  dihindari.  Upaya  perbaikan  membutuhkan  kebijakan 

komprehensif  dari  pemerintah.  Sementara  kebijakan  ini  serta  upaya‐upaya 

program  penanggulangan  (counter  measures)  serta  target  perbaikan 

membutuhkan informasi data kecelakaan yang akurat dan handal.  

 

Kenyataan  di  lapangaan  saat  ini,  data  kecelakaan  belum  dihimpun  oleh 

pemerintah  dengan  baik  dan  masih  tersebar  secara  sektoral,  sehingga 

menyulitkan  untuk  melakukan  kajian  terhadap  permasalahan  keselamatan 

maupun  perumusan  kebijakan  dan  program  perbaikan  serta  rencana 

pembangunan sistem keselamatan transportasi nasional. 

 

Seiring  dengan meningkatnya  permintaan  akan  transportasi,  tingkat  kejadian 

kecelakaan cenderung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dimana 

peluang  terjadinya  kecelakaan  secara  kuantitatif  dan  tingkat  keparahan 

maupun  fatalitas  secara  kualitatif    juga    cenderung  meningkat.  Hubungan 

antara  eksposur‐resiko‐konsekuensi  perlu  dipahami.  Demikian  pula  faktor 

penyebab  kecelakaan  yaitu  antara manusia  ‐  teknologi  angkutan  ‐lingkungan 

prasarana  transportasi  juga  perlu  dipahami.  Di  Indonesia,  faktor  kesalahan 

manusia mengambil peran terbesar di dalam penyebab kecelakaan transportasi 

(sekitar  90%).  Walaupun  demikian  kontribusi  faktor‐faktor  lainnya  tetap 

merupakan  penyebab  kecelakaan  yang  patut  dicermati.  Sebagai  contoh, 

buruknya  prasarana  dan  sarana  transportasi  jalan  masih  memberikan 

kontribusi sekitar 8% hingga 10%, sementara di negara maju hanya sekitar 2% 

hingga 5%. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   3 Semua Moda Transportasi 

Berbagai  masalah  ditemukan  diantaranya  permasalahan  institusional  dan 

manajemen  dalam  penanganan  kejadian  kecelakaan.  Kurangnya  koordinasi 

antar  instansi  yang  terkait,  belum  terwujudnya  sistem  informasi  kecelakaan 

yang  dapat  digunakan  oleh  semua  sub  sektor  transportasi  dan  pemangku 

kepentingan (stake holders) lainnya serta belum adanya koordinasi pendanaan 

sistem keselamatan termasuk institusi penyelenggara asuransi. 

 

Departemen  Perhubungan  telah  mencanangkan  program  zero  accident  dan 

diharapkan  dapat  meningkatkan  kinerja  keselamatan  seluruh  moda 

transportasi.  

 

Dalam  Roadmap  peningkatan  keselamatan  transportasi  Departemen 

Perhubungan,  beberapa  target  dari  rencana  tindak  dalam  transportasi  darat 

(sebagai contoh) adalah : 

a. Pembangunan  Sistem  Informasi  Manajemen  bidang  keselamatan 

transportasi darat 

b. Identifikasi  dan  perbaikan  DRK  (Daerah  Rawan  Kecelakaan)  /  LRK  (Lokasi 

Rawan Kecelakaan) 

c. Audit Keselamatan Jalan 

 

Sementara  itu,  untuk  sub  sektor  Perhubungan  Udara,  Direktorat  Jendral 

Perhubungan melakukan  klasifikasi maskapai penerbangan nasional  ke dalam 

tiga  level  dikaitkan  dengan  keselamatan  penerbangan.  Perusahaan  yang 

dikategori  buruk  dimungkinkan  dilakukan  pelarangan  terbang  apabila  tidak 

terdapat  upaya‐upaya  perbaikan  keselamatan  penerbangan,  bahkan  dicabut 

ijin penerbangan secara permanen . 

 

Untuk moda kereta api (Undang Undang No 23 Tahun 2007) dan pelayaran atau 

angkutan  di  perairan  (Undang  Undang  No  17  Tahun  2008)  telah  memiliki 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   4 Semua Moda Transportasi 

Undang‐Undang  baru  yang  diharapkan  dapat  meningkatkan  upaya‐upaya 

keselamatan  transportasi.  Kelemahannya  adalah  belum  selesainya  peraturan 

pemerintah dalam upaya mengefektifkan undang undang tersebut. 

 

Sistem  Informasi  kecelakaan  menjadi  tulang  punggung  untuk  mewujudkan 

Sistem Manajemen  Keselamatan  sektor  Transportasi  terkait  dengan  Rencana 

Pembangunan  Jangka  Pendek, Menengah  dan  Panjang  yang  akan  diusulkan 

oleh Departemen Perhubungan sesuai dengan visi dan misi tiap‐tiap sub sektor 

Perhubungan. 

 

1.2 Maksud dan Tujuan 

 

Maksud dari  studi  ini adalah melakukan kajian dalam  rangka penyempurnaan 

sistem  informasi  dan  pelaporan  kecelakaan  untuk  semua moda  transportasi, 

baik  dari  sisi  kelengkapan  laporan,  kesesuaian  format,  kejelasan  sistem 

pelaporan maupun  tanggung  jawab  dan  klasifikasi  pelaporan  sesuai  dengan 

tingkat otoritas pengguna. 

 

Tujuannya  adalah  sebagai  masukan  dalam  rangka  penyempurnaan  sistem 

informasi  dan  pelaporan  kecelakaan  semua  moda  transportasi,  sehingga 

pejabat,  instansi  maupun  para  pemangku  kepentingan  (stake  holders)  yang 

berwenang dapat memperoleh  informasi  yang  akurat dan mudah dimengerti 

pada waktu yang tepat. 

 

1.3 Ruang Lingkup 

 

Ruang lingkup studi ini adalah sebagai berikut : 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   5 Semua Moda Transportasi 

1. Inventarisasi  dan  identifikasi  atau  pemetaan  sistem  informasi  kecelakaan 

transportasi  (darat,  kereta  api,  laut  dan  udara)  baik  di  pusat maupun  di 

daerah. 

2. Inventarisasi  struktur  serta  format  pelaporan  dan  data  kecelakaan 

transportasi  saat  ini  pada  beberapa  daerah  atau  kota  tertentu  sebagai 

sampling. 

3. Evaluasi sistem informasi, struktur dan format pelaporan. 

4. Inventarisasi  karakteristik  dan  penyebab  kecelakaan  yang  paling  sering 

terjadi  

5. Pengembangan  sistem  informasi  dan  sistem  pelaporan  data  kecelakaan 

semua moda transportasi tetapi  tidak melakukan pemasukan seluruh data 

kecelakaan. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   6 Semua Moda Transportasi 

BAB II 

METODOLOGI PENELITIAN 

 

2.1. Bagan Alir Penelitian 

 

Secara umum metodologi pelaksanaan studi ini, dapat digambarkan secara rinci 

seperti Gambar 2.1. di bawah ini : 

 

Gambar 2.1. Bagan Alir Metodologi Studi 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   7 Semua Moda Transportasi 

2.2. Metodologi Penelitian 

 

Gambar  2.1.  tersebut  memperlihatkan  bahwa  Studi  Sistem  Informasi  dan 

Pelaporan  Data  Kecelakaan  Semua Moda  Transportasi  ini  dibagi  kedalam  5 

(lima) tahapan, yaitu: 

1. Level 1: Inputing data.  

Pada  tahapan  ini  adalah  pengumpulan  data‐data  kecelakaan  lalulintas 

beserta  pedukungnya  seperti  data  arus  lalulintas  baik  di  darat,  jalan  rel, 

udara dan laut,  data infrastruktur utama, pendukung dan lingkungan serta 

pemetaan  digital.  Data‐data  yang  dikumpulkan  adalah  untuk  simulasi 

pembentukan  data  base  dan  aplikasi  yang  menjadi  dasar  pembentukan 

Sistem  Informasi  yang  lengkap.  Data‐data  yang  lengkap  selanjutnya  diisi 

secara  berkesinambungan  oleh  direktorat  atau  instansi  terkait. Data‐data 

simulasi  dapat  diperoleh  melalui  data  sekunder  dan  data‐data  primer 

dengan sampling pada beberapa kota yang mewakili tingkat dan klasifikasi 

semua moda transportasi. 

 

2. Level 2 : Data Base.  

Pada tingkatan ini hal‐hal yang dikerjakan adalah membangun suatu sistem 

data  base  kecelakaan  transportasi  dari  data‐data  yang  telah  di  dapat. 

Dimana  data‐data  tersebut  diberikan  suatu  kode‐kode  tertentu  sesuai 

dengan kaidah data base, sehingga mempermudah untuk melakukan what 

if analysis di tingkatan selanjutnya. Coding  ini dibutuhkan untuk  informasi‐

informasi  yang  tidak  bersifat  continues  seperti  nominal  dan  kategori. 

Contohnya  adalah  waktu  (subuh,  pagi,  siang,  sore  dan  malam),  jenis 

kecelakaan  (samping‐samping,  depan‐belakang,  depan‐samping,  jatuh, 

terbakar,  tenggelam,  anjlok  dan  lain‐lain.  Jumlah 

kendaraan/kapal/pesawat/kereta  api  yang  terlibat  kecelakaan  (tunggal,  2 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   8 Semua Moda Transportasi 

kendaraan  ,  lebih besar dari 2 kendaraan, kapal kecil,  tanker, pesawat  jet, 

pesawat baling‐baling dan lain‐lain).  

 

3. Level 3 : Aplikasi.  

Dari data‐data yang dimasukkan sebagai suatu sistem data base kecelakaan 

tersebut,  dengan  bantuan  perangkat  lunak  tertentu,  nantinya  data‐data 

tersebut dapat dianalisis dan melakukan agregasi dengan metode  tabulasi 

silang  atau  rekapitulasi.  Pada  level  ini  aplikasi‐aplikasi  yang  dapat 

dikeluarkan  antara  lain  adalah;  besaran  –  besaran  yang mengindikasikan 

tingkat kecelakaan, informasi lalulintas, pemodelan prediksi kecelakaan.  

 

4. Level 4 : Penyampaian GIS dan Tabulasi.  

Aplikasi‐aplikasi  yang  dikembangkan  pada  level  3  tersebut  di  atas, 

dikembangkan  kedalam  suatu  sistem  inforamsi  yang  tersambung  secara 

aktif  dengan  jaringan  internet,  sehingga  nantinya  user  dapat  berinteraksi 

secara  langsung  dengan  server  data  base  untuk mendapatkan  informasi 

yang berupa tabulasi atau yang tersimpan pada peta digital. 

 

5. Level 5 : Tingkat otoritas user.  

Pada  tahapan  ini, dilakukan penentuan hak  terklasifikasi dari  si pengguna 

untuk mengakses  informasi. Dimana  tidak  semua  informasi dapat diakses 

secara  penuh  terhadap  informasi‐informasi  yang  dapat  dihasilkan  oleh 

aplikasi‐aplikasi yang tersimpan di dalam server.  

 

Pada tahap pertama,  informasi diperoleh dengan cara survei di beberapa kota 

dalam  bentuk  sampling  yang  dipilih  berdasarkan  keterwakilan  wilayah 

Indonesia. Survei akan dilakukan pada semua moda transportasi (darat, kereta, 

udara, dan  laut). Wilayah Indonesia yang akan disurvei meliputi 4 pulau besar, 

yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   9 Semua Moda Transportasi 

Hasil  survei  kemudian  dikumpulkan  untuk  membangun  sistem  basis  data, 

kemudian  dilanjutkan  dengan  tahapan‐tahapan  selanjutnya  sesuai  uraian 

diatas. 

 

Informasi yang ditampilkan dapat menjadi rujukan bagi user yang mengakses. 

Dari  data  kecelakaan  seluruh  moda  transpotasi  dapat  diketahui  penyebab 

kecelakaan yang paling banyak terjadi pada masing – masing moda. Penyebab 

kecelakaan yang dapat di  informasikan  tidak hanya penyebab  langsung  tetapi 

juga penyebab tidak langsung hingga akar penyebabnya.  

 

Selain itu dari data kecelakaan dapat diinformasikan hal lain, seperti data angka 

kematian  (fatality  rate,  mortality  rate,  accident  rate),  biaya  kerugian  yang 

timbul karena kecelakaan, biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan 

asuransi, dan lain – lain.  

 

Selain Departemen Perhubungan, informasi data kecelakaan tersebut juga akan 

dapat  dimanfaatkan oleh instansi lain, antara lain:  

 

a) Depnakertrans,  mendapatkan  informasi  mengenai  jenis  kecelakaan  dan 

penyebabnya  sehingga  dapat  menjadi  rujukan  mengenai  keterkaitan 

dengan kesehatan dan keselamatan kerja  (occupational health and safety) 

dan dapat memperkirakan mobilitas dari pekerja.  

b) Depkes,  untuk  mendapatkan  informasi  mengenai  angka  kematian, 

penyebab, dan  tingkat  keparahannya.  Sehingga dapat memprediksi angka 

kematian  tahun yang akan datang dan pemanfaatan pelayanan kesehatan 

yang ada.  

c) Jamsostek  dan  Perusahaan  asuransi  lainnya,  mendapatkan  informasi 

besarnya biaya kerugian baik  langsung (kesehatan) maupun tidak  langsung 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   10 Semua Moda Transportasi 

akibat  kecelakaan.  Sehingga  dapat  dijadikan  rujukan  dalam  menentukan 

besarnya premi ataupun klaim yang akan diberikan. 

d) Perusahaan transportasi umum akan mendapatkan informasi tentang moda 

transportasi  yang  paling  sering  digunakan  oleh  penumpang,  moda 

transportasi  yang  sering mengalami  kecelakaan.  Sehingga  dapat dijadikan 

rujukan dalam mengembangkan perusahaannya dan mengevaluasi program 

keselamatan yang telah diterapkan. 

e) Masyarakat  luas  sebagai  upaya  pemberdayaan  mayarakat  untuk  upaya‐

upaya partisipasi masyarakat dalam program keselamatan transportasi 

 

Badan  Pusat  Statistik  (BPS)  akan  mendapatkan  informasi  lain  yang  saat  ini 

belum  tersedia  di  BPS.  Sehingga  dapat melengkapi  data  dan mempermudah 

masyarakat dalam mengakses data tersebut. 

 

2.3. Metodologi Survei Lapangan 

 

Survei  lapangan  yang  dimaksud  dilakukan  dengan  melakukan  kunjungan  ke 

instansi  terkait  untuk mengumpulkan  data‐data  yang  diperlukan  sehubungan 

dengan studi ini. 

 

Tujuan 

Tujuan utama dari survei pengumpulan data primer ini yaitu: 

- Mengumpulkan  data  dan  informasi  tentang  sistem  investigasi  kecelakaan 

yang dilakukan untuk semua moda transportasi 

- Mengumpulkan  data  dan  informasi  tentang  sistem  pelaporan  hasil 

investigasi yang dilakukan untuk semua moda transportasi 

- Mengumpulkan  data  dan  informasi  tentang  sistem  recording  atau 

pengarsipan  data  kecelakaan  yang  dilakukan  untuk  semua  moda 

transportasi 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   11 Semua Moda Transportasi 

- Mengumpulkan  data  dan  informasi  program  untuk  mencegah  atau 

menurunkan kecelakaan untuk semua moda transportasi 

- Mengumpulkan  data  dan  informasi  tentang  evaluasi  program  yang  telah 

diterapkan 

 

Lokasi Survei 

Survei  dilakukan  di  beberapa  kota  dalam  bentuk  sampling  yang  dipilih 

berdasarkan  keterwakilan  wilayah  Indonesia.  Survei  sudah  dilakukan  pada 

semua moda  transportasi  (darat,  kereta,  udara,  dan  laut). Wilayah  Indonesia 

yang  sudah  disurvei  meliputi  4  pulau  besar,  yaitu  pulau  Jawa,  Sumatera, 

Kalimantan dan Sulawesi. 

 

Instansi yang akan dikunjungi untuk mengumpulkan data dan informasi adalah: 

1. Kepolisian, untuk mengetahui data kecelakaan di jalan  

2. Khusus  untuk  beberapa  kota  seperti  Palembang  dan  Banjarmasin, 

pengamatan dilakukan untuk angkutan sungai dan penyeberangan 

3. Otoritas Pelabuhan untuk mengetahui data kecelakaan di Laut 

4. Otoritas Bandara, untuk mengetahui data kecelakaan di Udara 

5. PT. Kereta Api Indonesia, untuk mengetahui data kecelakaan di jalan rel  

6. Dinas Perhubungan, untuk mengetahui  sistem pengarsipan dan pelaporan 

data kecelakaaan untuk semua moda transportasi 

 

Dalam  kaitan  ini  kunjungan  dilakukan  ke  kota‐kota  Jakarta,  Bandung, 

Palembang,  Banjarmasin,  Denpasar  dan  Makassar  untuk  pemetaan 

permasalahan pencatatan data kecelakaan transportasi di lapangan. 

 

Formulir Check List 

Formulir Check List untuk studi sistem informasi dan pelaporan data kecelakaan 

seluruh moda transportasi ini dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan jenis dan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   12 Semua Moda Transportasi 

sifat instansi yang akan dikunkungi, yaitu: 

 

1. Formulir Check List untuk Umum 

Formulir  ini  ditujukan  untuk  instansi‐instansi  yang  secara  langsung 

berkepentingan  dan  melakukan  pencatatan  terhadap  data  kecelakaan 

transportasi, diantaranya  Kepolisian, Direktorat Jenderal Perhubungan, PT. 

Jasa Raharja, Direktorat Jenderal Bina Marga, Komite Nasional Keselamatan 

Transportasi  (KNKT),  Badan  Search  and  Rescue  Nasional  (Basarnas),  PT. 

Kereta  Api  Indonesia  (KAI),  PT.  Angkasa  Pura,  PT.  Pelabuhan  Indonesia 

(Pelindo), dan lainnya.  

 

Butir  butir  penting  yang  diteliti  sewaktu melakukan  kunjungan  lapangan 

adalah sebagai berikut: 

 

a. Berkaitan dengan pengumpulan data kecelakaan transportasi, meliputi : 

- Dari  sumber  mana  saja  instansi  ini  memproleh  data  kecelakaan 

transportasi? 

- Informasi/data  kecelakaan  transportasi  apa  saja  yang  didata  oleh 

instansi ini? 

- Prosedur  apa  yang  dilakukan  instansi  ini  saat  menerima  laporan 

kecelakaan transportasi? 

- Siapa  yang  berwenang  menerima  dan  menanggapi  laporan 

kecelakaan transportasi tersebut? 

- Apakah ada kerjasama dengan  instansi  lainnya dalam pengumpulan 

data kecelakaan transportasi? 

 

b. Berkaitan  dengan  penyimpanan  dan  pengelolaan  data  kecelakaan 

transportasi, meliputi : 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   13 Semua Moda Transportasi 

- Apakah  instansi  ini memiliki sistem dan program penyimpanan dan 

pengelolaan data kecelakaan transportasi? 

- Apakah  sistem  penyimpanan  dan  pengelolaan  data  kecelakaan 

transportasi tersebut terkoneksi  dengan instansi lain? 

- Apakah  instansi  ini melakukan up‐dating  terhadap data kecelakaan 

transportasi tersebut? 

- Apakah data kecelakaan transportasi ini dapat diakses oleh publik? 

 

c. Berkaitan dengan pelaporan data kecelakaan transportasi, diantara : 

- Apakah  instansi  ini  memiliki  standar  sistem  pelaporan  data 

kecelakaan transportasi? 

- Apakah  instansi  ini  ikut  berperan  dalam  menginvestigasi  suatu 

kecelakaan transportasi? 

- Bagaimana  koordinasi  dengan  instansi  lainnya  saat  melakukan 

investigasi bersama terhadap suatu kecelakaan transportasi? 

- Kepada  siapa  instansi  ini melaporkan data  kecelakaan  transportasi 

maupun hasil investigasi tersebut? 

 

2. Formulir Chek List untuk Rumah Sakit 

Formulir  Check  List  untuk  kunjungan  ke  beberapa  rumah  sakit  seperti RS 

Koja  Jakarta,  RS  Hasan  Sadikin,  dan  RS  Wahidin  Sudirohusodo, 

mempetanyakan hal – hal sebagai berikut: 

• Bagaimana  prosedur  jika  ada  pasien  korban  kecelakaan  transportasi 

datang ke RS serta prosedur pada saat korban kecelakaan telah sembuh 

dan akan keluar dari rumah sakit? 

• Apakah prosedur tersebut ada peraturan tertulis atau tidak? 

• Apakah  ada  form  yang  harus  diisi  pada  setiap  tahapan  dari  prosedur 

tersebut? Terdapat berapa formulir? Setiap formulir terdiri dari berapa 

rangkap? 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   14 Semua Moda Transportasi 

• Bagaimana sistem pelaporan dari korban kecelakaan pada semua moda 

transportasi? 

• Bagaimana  rekapan  data  korban  kecelakaan  pada  semua  moda 

transportasi dibuat?  

• Bagaimana kaitannya dengan investigasi dari kepolisian atau KNKT? 

 

3. Formulir Check List untuk Depnakertrans 

Demikian  juga formulir check  list untuk Depnakertrans, tidak  jauh berbeda 

dengan formulir untuk rumah sakit. Kunjungan  lapangan ke Depnakertrans 

ini dimaksudkan untuk memetakan sistem pencatatan dan pelaporan data 

kecelakaan transportasi sebagai bagian dari kecelakaan tenaga kerja. Tetapi 

dalam  formulir  check  list  untuk melihat  kecelakaan  kerja  juga melakukan 

eksplorasi  tentang  investigasi  kecelakaan  yang  dilakukan,  siapa  yang 

berwenang  untuk melakukan,  tanggung  jawab  siapa,  dan  bagaimana  alur 

pelaporan hasil investigasi tersebut. 

 

2.4. Metodologi Pengembangan Arsitektur Basis Data 

 

2.4.1. Pengertian Pengembangan Sistem Informasi 

 

Pengembangan  sistem  informasi  yang  berbasis  komputer  dapat 

merupakan  tugas  kompleks  yang membutuhkan  banyak  sumber  daya 

dan  dapat  memakan  waktu  berbulan‐bulan  bahkan  bertahun‐tahun 

untuk  menyelesaikannya.  Proses  pengembangan  sistem  melewati 

beberapa  tahapan  dari mulai  sistem  itu  direncanakan  sampai  dengan 

sistem  tersebut  diterapkan,  dioperasikan  dan  dipelihara.  Bila  operasi 

sistem yang sudah dikembangkan masih timbul kembali permasalahan‐

permasalahan  yang  kritis  serta  tidak  dapat  diatasi  dalam  tahap 

pemeliharaan  sistem, maka perlu dikembangkan kembali  suatu  sistem 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   15 Semua Moda Transportasi 

untuk mengatasinya  dan  proses  ini  kembali  ke  tahap  yang  pertama, 

yaitu  tahap perencanaan sistem. Siklus  ini disebut dengan siklus hidup 

suatu  sistem  (systems  life  cycle).  Daur  atau  siklus  hidup  dari 

pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk 

menggambarkan tahapan utama dan langkah‐langkah di dalam tahapan 

tersebut dalam proses pengembangannya. 

 

Dari  sekian  banyak  siklus  pengembangan  sistem  menurut  beberapa 

penulis  sejak  tahun  1970‐an,  diambil  salah  satu  yang  akan  menjadi 

acuan  kita  mengenai  pengembangan  sistem  ini,  yaitu  menurut  John 

Burch, Gary Grudnitski, Information Systems, Theory and Practice (New 

York:  John  Wiley  &  Sons)  yang  menuliskan  tahapan  pengembangan 

sistem sebagai berikut : 

 

1. Kebijakan dan perencanaan sistem (system policy and planning). 

2. Pengembangan sistem (system development) 

a. Analisis sistem (system analysis) 

b. Desain sistem secara umum (general system design) 

c. Penilaian sistem (system evaluation) 

d. Desain sistem terinci (detailed system design) 

e. Implementasi sistem (system implementation) 

3. Manajemen  sistem  dan  operasi  (system  management  and 

operation) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   16 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 2.2. Siklus Pengembangan Sistem Informasi 

 

Penjelasan singkat 

1. Kebijakan dan Perencanaan Sistem (System Policy and Planning). 

Sebelum  suatu  sistem  informasi dikembangkan, umumnya  terlebih 

dahulu  dimulai  dengan  adanya  suatu  kebijakan  dan  perencanaan 

untuk  mengembangkan  sistem  itu.  tanpa  adanya  perencanaan 

sistem yang baik, pengembangan sistem informasi tidak akan dapat 

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.  

 

Kebijakan  sistem  (Systems  Policy)  merupakan  landasan  dan 

dukungan  dari  manajemen  puncak  untuk  membuat  perencanaan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   17 Semua Moda Transportasi 

sistem.  Perencanaan  sistem  (systems  planning)  merupakan 

pedoman untuk melakukan pengembangan sistem. Kebijakan untuk 

mengembangkan  sistem  informasi  dilakukan  oleh  manajemen 

puncak  karena  manajemen  menginginkan  untuk  meraih 

kesempatan‐kesempatan  yang  ada  yang  tidak  dapat  diraih  oleh 

sistem  yang  lama  atau  sistem  yang  lama  mempunyai  banyak 

kelemahan‐kelemahan  yang  perlu  diperbaiki  (misalnya  untuk 

meningkatkan  efektifitas  manajemen,  meningkatkan  produktivitas 

atau meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada langganan).  

 

Partisipasi  dan  keterlibatan manajemen  puncak masih  diharapkan 

untuk  keberhasilan  sistem  yang  akan  dikembangkan.  Untuk  itu 

manajemen  puncak  dilengkapi  dengan  suatu  tim  penasehat  yang 

disebut  dengan  komite  pengarah  (steering  commitee)  yang 

umumnya dibentuk dari wakil‐wakil pimpinan dari   masing‐masing 

departemen  pemakai  sistem  seperti  misalnya  manajer‐manajer 

departemen  atau  manajer‐manajer  divisi.  Seringkali  komite  ini 

diketuai sendiri oleh direktur utama. Tugas komite ini adalah sebagai 

berikut : 

 

- Mengkaji,  menyetujui  atau  membuat  rekomendasi  yang 

berhubungan dengan perencanaan sistem, proyek‐proyek sistem 

serta pengadaan perangkat keras, perangkat  lunak dan fasilitas‐

fasilitas lainnya. 

- Mengkoordinasi  pelaksanaan  proyek  sistem  sesuai  dengan 

rencananya. 

- Memonitor atau mengawasi kemajuan dari proyek sistem. 

- Menilai  kinerja  dari  fungsi‐fungsi  sistem  yang  telah 

dikembangkan. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   18 Semua Moda Transportasi 

- Memberikan  saran‐saran  dan  petunjuk‐petunjuk  terhadap 

proyek  sistem  yang  sedang  dikembangkan,  terutama  yang 

berhubungan  dengan  pencapaian  sasaran  sistem,  sasaran 

perusahaan dan juga terhadap kendala‐kendala yang dihadapi. 

 

Setelah  manajemen  puncak  menetapkan  kebijakan  untuk 

mengembangkan  sistem  informasi,  sebelum  sistem  ini  sendiri 

dikembangkan,  maka  perlu  direncanakan  terlebih  dahulu  dengan 

cermat.  Perencanaan  sistem  (systems  planning)  ini  menyangkut 

estimasi  dari  kebutuhan‐kebutuhan  fisik,  tenaga  kerja  dan  dana 

yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sistem  ini serta 

untuk  mendukung  operasinya  setelah  diterapkan.  Perencanaan 

sistem dapat  terdiri dari perencanaan  jangka pendek  (short‐range) 

dan perencanaan jangka panjang (long‐range). 

 

Perencanaan  jangka  pendek  meliputi  periode  1  sampai  2  tahun. 

Perencanaan  jangka panjang melingkupi  periode  sampai dengan  5 

tahun.  Karena  perkembangan  teknologi  komputer  yang  sangat 

cepat, maka  perencanaan  pengembangan  sistem  informasi  untuk 

periode yang lebih dari 5 tahun sudah tidak tepat lagi. 

 

2. Pengembangan Sistem (System Development) 

a. Analisis Sistem (System Analysis) 

Penelitian  atas  sistem  yang  telah  ada  dengan  tujuan  untuk 

merancang system yang baru atau diperbarui 

b. Desain sistem secara umum (general system design) 

Tujuan  dari  desain  sistem  secara  umum  adalah  untuk 

memberikan  gambaran  secara  umum  kepada  user  tentang 

sistem yang baru. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   19 Semua Moda Transportasi 

c. Penilaian sistem (system evaluation) 

Hasil  desain  sistem  secara  umum  tentunya  harus  menjadi 

pertimbangan  pihak  manajemen  apakah  melanjutkan 

pengembangan sistem yang baru berdasarkan gambaran desain 

sistem secara umum atau menolak rancangan baru tersebut. 

d. Desain sistem terinci (detailed system design) 

Dengan  memahami  sistem  yang  ada  dan  persyaratan‐

persyaratan  sistem  baru,  selanjutnya  adalah penentuan proses 

dan  data  yang  diperlukan  oleh  sistem  baru.  Jika  sistem  itu 

berbasis  komputer,  rancangan  harus  menyertakan  spesifikasi 

jenis peralatan yang akan digunakan. 

e. Implementasi sistem (system implementation) 

Merupakan kegiatan memperoleh dan mengintegrasikan sumber 

daya fisik dan konseptual yang menghasilkan suatu sistem yang 

bekerja. 

 

3. Manajemen  Sistem  dan  Operasi  (System  Management  and 

Operation) 

Pemeliharaan  sistem  (systems maintenance)  dilaksanakan  untuk  3 

(tiga) alasan: 

 

1) Memperbaiki kesalahan 

Penggunaan  sistem  mengungkapkan  kesalahan  (bugs)  dalam 

program atau kelemahan rancangan yang tidak terdeteksi dalam 

pengujian sistem. Kesalahan‐kesalahan ini dapat diperbaiki. 

 

2) Menjaga kemutakhiran sistem 

Dengan  berlalunya waktu,  terjadi  perubahan‐perubahan  dalam 

lingkungan  sistem  yang  mengharuskan  modifikasi  dalam 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   20 Semua Moda Transportasi 

rancangan  atau  perangkat  lunak.  Contohnya,  pemerintah 

mengubah rumus perhitungan pajak jaminan sosial. 

 

3) Meningkatkan sistem 

Saat  sistem  digunakan,  akan  ditemukan  cara‐cara  membuat 

peningkatan  sistem. Saran‐saran  ini diteruskan kepada spesialis 

informasi yang memodifikasi sistem sesuai saran tersebut.  

 

Pada titik tertentu, modifikasi sistem akan menjadi sedemikian rupa, 

sehingga lebih baik memulai dari awal. Lalu, siklus hidup sistem akan 

terulang. 

 

2.4.2. Pendekatan Pengembangan Sistem Informasi 

 

Terdapat  beberapa  pendekatan  untuk  mengembangkan  system 

informasi, yaitu sebagai berikut ini: 

1. Pendekatan  klasik  lawan  pendekatan  terstruktur  (dipandang  dari 

metodologi yang digunakan) 

Metodologi  pendekatan  klasik  mengembangkan  sistem  informasi 

dengan  mengikuti  tahapan‐tahapan  dalam  systems  life  cycle. 

Pendekatan  ini  menekankan  bahwa  pengembangan  sistem  akan 

berhasil  bila mengikuti  tahapan  di  systems  life  cycle.  Akan  tetapi 

sayangnya,  dalam  praktek,  hal  ini  tidaklah  cukup,  karena 

pendekatan  ini  tidak  memberikan  pedoman  lebih  lanjut  tentang 

bagaimana  melakukan  tahapan‐tahapan  tersebut  dengan  rinci 

karena  pendekatan  ini  tidak  dibekali  dengan  alat‐alat  dan  teknik‐

teknik yang memadai. Sedangkan pendekatan terstruktur yang baru 

muncul  sekitar  awal  tahun  1970‐an  pada  dasarnya  mencoba 

menyediakan  kepada  analis  sistem  tambahan  alat‐alat  dan  teknik‐

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   21 Semua Moda Transportasi 

teknik untuk mengembangkan sistem disamping tetap mengikuti ide 

dari systems life cycle.  

 

Karena sifat dari sistem informasi sekarang menjadi lebih kompleks, 

pendekatan  klasik  tidak  cukup  digunakan  untuk mengembangkan 

suatu  sistem  informasi  yang  sukses  dan  akan  menimbulkan 

beberapa  permasalahan.  Permasalahan‐permasalahan  yang  dapat 

timbul di pendekatan klasik antara lain adalah sebagai berikut: 

 

a. Pengembangan perangkat lunak akan menjadi sulit 

Pendekatan  klasik  kurang  memberikan  alat‐alat  dan  teknik‐

teknik di dalam mengembangkan  sistem dan  sebagai akibatnya 

proses  pengembangan  perangkat  lunak  menjadi  tidak  terarah 

dan sulit untuk dikerjakan oleh pemrogram. Lain halnya dengan 

pendekatan  terstruktur  yang  memberikan  alat‐alat  seperti 

diagram  arus  data  (data  flow  diagram),  kamus  data  (data 

dictionary),  tabel  keputusan  (decision  table),  diagram  IPO  dan 

bagan  terstruktur  (structured  chart)  dan  lain  sebagainya  yang 

memungkinkan  pengembangan  perangkat  lunak  lebih  terarah 

berdasarkan alat‐alat dan teknik‐teknik tersebut. 

 

b. Biaya perawatan atau pemeliharaan  sistem  akan menjadi  lebih 

mahal 

Biaya  pengembangan  sistem  yang  termahal  adalah  terletak  di 

tahap perawatannya. Mahalnya biaya perawatan di pendekatan 

klasik  ini  disebabkan  karena  dokumentasi  sistem  yang 

dikembangkan  kurang  lengkap  dan  kurang  terstruktur. 

Dokumentasi ini merupakan hasil dari alat‐alat dan teknik‐teknik 

yang  digunakan.  Karena  pendekatan  klasik  kurang  didukung 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   22 Semua Moda Transportasi 

dengan  alat‐alat dan  teknik‐teknik, maka dokumentasi menjadi 

tidak lengkap dan walaupun ada tetapi strukturnya kurang jelas, 

sehingga pada waktu pemeliharaan sistem menjadi kesulitan.  

 

c. Kemungkinan  kesalahan  sistem  besar  Pendekatan  klasik  tidak 

menyediakan  kepada  analis  sistem  cara  untuk  melakukan 

pengetesan sistem, sehingga kemungkinan kesalahan‐kesalahan 

sistem  akan menjadi  lebih  besar.  Berbeda  dengan  pendekatan 

terstruktur  yang  pengembangan  sistemnya  dilakukan  dalam 

bentuk  modul‐modul  yang  terstruktur.  Modul‐modul  ini  akan 

lebih  mudah  dites  secara  terpisah  dan  kemudian  pengetesan 

dapat dilakukan pada  integrasi semua modul untuk meyakinkan 

bahwa  interaksi  antar  modul  telah  berfungsi  semestinya. 

Pengetesan  sistem  sebelum  diterapkan  merupakan  hal  yang 

kritis  karena  koreksi  kesalahan  sistem  setelah  diterapkan  akan 

mengakibatkan  pengeluaran  biaya  yang  lebih  besar.  Beberapa 

penelitian menunjukkan bahwa  sistem  yang  tidak dites  selama 

tahap  pengembangannya  merupakan  sumber  utama  dari 

kesalahan‐kesalahan sistem. 

 

d. Keberhasilan sistem kurang terjamin 

Penekanan  dari  pendekatan  klasik  adalah  kerja  dari  personil‐

personil  pengembang  sistem,  bukan  pada  pemakai  sistem, 

padahal  sekarang  sudah  disadari  bahwa  dukungan  dan 

pemahaman dari pemakai  sistem  terhadap  sistem yang  sedang 

dikembangkan  merupakan  hal  yang  vital  untuk  keberhasilan 

proyek  pengembangan  sistem  pada  akhirnya.  Salah  satu 

kontribusi utama pendekatan  terstruktur adalah partisipasi dan 

dukungan dari pemakai sistem.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   23 Semua Moda Transportasi 

Pendekatan  klasik  mengasumsikan  bahwa  analis  sistem  telah 

mengerti  akan  kebutuhan‐kebutuhan  pemakai  sistem  dengan 

jelas  dan  benar.  Pengalaman  telah  menunjukkan  bahwa  di 

beberapa kasus, kebutuhan‐kebutuhan pemakai sistem tidaklah 

selalu  jelas dan benar menurut analis sistem. Pendekatan klasik 

kurang  melibatkan  pemakai  sistem  dalam  pengembangan 

sistem,  maka  kebutuhan‐kebutuhan  pemakai  sistem  menjadi 

kurang  sesuai  dengan  yang  diinginkan  dan  sebagai  akibatnya 

sistem yang diterapkan menjadi kurang berhasil. 

 

e. Masalah dalam penerapan sistem 

Karena  kurangnya  keterlibatan  pemakai  sistem  dalam  tahapan 

pengembangan  sistem,  maka  pemakai  sistem  hanya  akan 

mengenal system yang baru pada tahap diterapkan saja. Sebagai 

akibatnya pemakai system akan menjadi kaget dan tidak terbiasa 

dengan  sistem  baru  yang  tiba‐tiba  dikenalkan.  Sebagai  akibat 

lebih  lanjut, pemakai sistem akan menjadi  frustasi karena  tidak 

dapat mengoperasikan sistem dengan baik. 

 

2. Pendekatan  sepotong  lawan  pendekatan  sistem  (dipandang  dari 

sasaran yang akan dicapai) 

Pendekatan sepotong (piecemeal approach) merupakan pendekatan 

pengembangan sistem yang menekankan pada suatu kegiatan atau 

aplikasi  tertentu  saja.  Pada  pendekatan  ini,  kegiatan  atau  aplikasi 

yang  dipilih,  dikembangkan  tanpa  memperhatikan  posisinya  di 

sistem  informasi  atau  tanpa memperhatikan  sasaran  keseluruhan 

dari organisasi. Pendekatan  ini hanya memperhatikan  sasaran dari 

kegiatan atau aplikasi itu saja.  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   24 Semua Moda Transportasi 

Lain  halnya  dengan  pendekatan  sistem  (systems  approach)  yang 

memperhatikan sistem  informasi sebagai satu kesatuan terintegrasi 

untuk masing‐masing kegiatan atau aplikasinya. Pendekatan sistem 

ini  juga  menekankan  pada  pencapaian  sasaran  keseluruhan  dari 

organisasi,  tidak  hanya  menekankan  pada  sasaran  dari  sistem 

informasi itu saja. 

 

3. Pendekatan  bawah‐naik  lawan  pendekatan  atas‐turun  (dipandang 

dari cara menentukan kebutuhan dari sistem) 

Pendekatan bawah ke atas (bottom‐up approach) dimulai dari  level 

bawah  organisasi,  yaitu  level  operasional  dimana  transaksi 

dilakukan.  Pendekatan  ini  dimulai  dari  perumusan  kebutuhan‐

kebutuhan untuk menangani transaksi dan naik ke level atas dengan 

merumuskan  kebutuhan  informasi  berdasarkan  transaksi  tersebut. 

Pendekatan  ini  juga  merupakan  ciri‐ciri  dari  pendekatan  klasik. 

Pendekatan  bawah‐naik  bila  digunakan  pada  tahap  analisis  sistem 

disebut  juga  dengan  istilah  data  analysis,  karena  yang  menjadi 

tekanan  adalah  data  yang  akan  diolah  terlebih  dahulu,  informasi 

yang akan dihasilkan menyusul mengikuti datanya.  

 

Pendekatan atas‐ke bawah (top‐down approach) sebaliknya dimulai 

dari  level  atas  organisasi,  yaitu  level  perencanaan  strategi. 

Pendekatan  ini  dimulai  dengan  mendefinisikan  sasaran  dan 

kebijaksanaan  organisasi.  Langkah  selanjutnya  dari  pendekatan  ini 

adalah  dilakukannya  analisis  kebutuhan  informasi.  Setelah 

kebutuhan informasi ditentukan, maka proses turun ke pemrosesan 

transaksi,  yaitu  penentuan  output,  input,  basis  data,  prosedur‐

prosedur operasi dan kontrol. Pendekatan  ini  juga merupakan  ciri‐

ciri  dari  pendekatan  terstruktur.  Pendekatan  atas‐turun  bila 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   25 Semua Moda Transportasi 

digunakan  pada  tahap  analisis  sistem  disebut  juga  dengan  istilah 

decision  analysis,  karena  yang  menjadi  tekanan  adalah  informasi 

yang  dibutuhkan  untuk  pengambilan  keputusan  oleh  manajemen 

terlebih  dahulu,  kemudian  data  yang  perlu  diolah  didefinisikan 

menyusul mengikuti informasi yang dibutuhkan.  

 

4. Pendekatan  sistem‐menyeluruh  lawan  pendekatan  moduler 

(dipandang dari cara mengembangkannya) 

Pendekatan sistem‐menyeluruh (total‐system approach) merupakan 

pendekatan  yang  mengembangkan  sistem  serentak  secara 

menyeluruh.  Pendekatan  ini  kurang  mengena  untuk  sistem  yang 

komplek,  karena  akan  menjadi  sulit  untuk  dikembangkan. 

Pendekatan  ini  juga  merupakan  ciri‐ciri  dari  pendekatan  klasik. 

Pendekatan moduler (modular approach) berusaha memecah sistem 

yang  rumit menjadi beberapa bagian  atau modul  yang  sederhana, 

sehingga sistem akan lebih mudah dipahami dan dikembangkan.  

 

Akibat  lebih  lanjut  adalah  sistem  akan  dapat  dikembangkan  tepat 

pada waktu yang telah direncanakan, mudah dipahami oleh pemakai 

sistem dan mudah untuk dipelihara. Pendekatan ini juga merupakan 

ciri‐ciri dari pendekatan terstruktur. 

 

5. Pendekatan  lompatan‐jauh  lawan  pendekatan  berkembang 

(dipandang dari teknologi yang akan digunakan  

Pendekatan  lompatan‐jauh  (great  loop  approach)  menerapkan 

perubahan  menyeluruh  secara  serentak  menggunakan  teknologi 

canggih. Perubahan ini banyak mengandung resiko, karena teknologi 

komputer  begitu  cepat  berkembang  dan  untuk  tahun‐tahun 

mendatang sudah menjadi usang. Pendekatan ini juga terlalu mahal, 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   26 Semua Moda Transportasi 

karena memerlukan  investasi seketika untuk semua  teknologi yang 

digunakan  dan  pendekatan  ini  juga  sulit  untuk  dikembangkan, 

karena terlalu komplek.  

 

Pendekatan  berkembang  (evolutionary  approach)  menerapkan 

teknologi  canggih  hanya  untuk  aplikasi‐aplikasi  yang  memerlukan 

saja  pada  saat  itu  dan  akan  terus  dikembangkan  untuk  periode‐

periode  berikutnya  mengikuti  kebutuhannya  sesuai  dengan 

perkembangan  teknologi  yang  ada.  Pendekatan  berkembang 

menyebabkan  investasi  tidak  terlalu  mahal  dan  dapat  mengikuti 

perkembangan  teknologi  yang  cepat,  sehingga  teknologi  yang 

digunakan tidak cepat menjadi usang. 

 

2.4.3. Metodologi Pengembangan Sistem Informasi 

 

Metodologi adalah : 

Kesatuan  metode‐metode,  prosedur‐prosedur,  konsep‐konsep 

pekerjaan,  aturan‐aturan  dan  postulat‐postulat  yang  digunakan  oleh 

suatu ilmu pengetahuan, seni atau disiplin lainnya. 

 

Metode adalah : 

Suatu  cara/teknik  yang  sistematik  untuk  mengerjakan  sesuatu. 

Metodologi  pengembangan  sistem  yang  ada  biasanya  dibuat  atau 

diusulkan oleh : 

- Penulis buku 

- Peneliti 

- Konsultan 

- Systems house 

- Pengembang perangkat lunak (software) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   27 Semua Moda Transportasi 

 

Metodologi Pengembangan Sistem diklasifikasikan menjadi 3 golongan, 

yaitu : 

 

1. Functional  Decomposition Methodologies  (Metodologi  Pemecahan 

Fungsional) 

Metodologi  ini menekankan pada pemecahan dari sistem ke dalam 

subsistem‐subsistem  yang  lebih  kecil,  sehingga  akan  lebih mudah 

untuk  dipahami,  dirancang  dan  diterapkan.  Yang  termasuk  dalam 

kelompok metodologi ini adalah : 

- HIPO (Hierarchy plus Input‐Process‐Output) 

- SR  (Stepwise  Refinement)  atau  ISR  (Iterative  Stepwise 

Refinement) 

- Information‐Hiding 

 

2. Data Oriented Methodologies (Metodologi Orientasi Data) 

Metodologi  ini menekankan pada karakteristik dari data yang akan 

diproses. Metodologi  ini dapat dikelompokkan kembali ke dalam 2 

(dua) kelas, yaitu : 

 

a. Data‐flow oriented methodologies 

Metodologi  ini  secara umum  didasarkan  pada  pemecahan dari 

system  kedalam  modulo‐modul  berdasarkan  dari  tipe  elemen 

data  dan  tingkah‐laku  logika modul  tersebut  di  dalam  sistem. 

Dengan metodologi  ini, sistem secara  logika dapat digambarkan 

secara  logika  dari  arus  data  dan  hubungan  antar  fungsinya  di 

dalam modul‐modul disistem. Yang termasuk dalam metodologi 

ini adalah 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   28 Semua Moda Transportasi 

- SADT (Structured Analisys and Design Techniques) 

- Composite Design 

- SSAD (Structured Systems Analysis and Design) 

 

b. Data structure oriented methodologies 

Metodologi  ini menekankan  struktur  dari  input  dan  output  di 

sistem.  Struktur  ini  kemudian  akan  digunakan  sebagai  dasar 

struktur  dari  sistemnya.  Hubungan  fungsi  antar  modul  atau 

elemen‐elemen  sistem  kemudian  dijelaskan  dari  struktur 

sistemnya. Yang termasuk dalam metodologi ini adalah : 

- JSD (Jackson’s systems development) 

- W/O (Warnier / Orr) 

 

3. Prescriptive Methodologies 

Yang termasuk dalam metodologi ini adalah : 

ISDOS (Information Systems Design and Optimization System) 

Kegunaannya  adalah  mengotomatisasi  proses  pengembangan 

system informasi. ISDOS mempunyai 2 komponen : 

a) PSL 

Merupakan komponen utama dari ISDOS, yaitu suatu bahasa 

untuk mencatat kebutuhan pemakai dalam bentuk machine‐

readable  form,  sehingga  output  yang  dihasilkannya  dapat 

dianalisis  oleh  PSA.  PSL  merupakan  bahasa  untuk 

menggambarkan  sistemnya  dan  bukan  merupakan  bahasa 

pemrograman prosedural. 

b) PSA 

Merupakan paket perangkat lunak yang mirip dengan kamus 

data  (data dictionary) dan digunakan untuk mengecek data 

yang dimasukkan,  yang disimpan  , yang dianalisis dan  yang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   29 Semua Moda Transportasi 

dihasilkan  sebagai  output  laporan  dengan  pemanfaatan 

DBMS dalam penyimpanan datanya. Kegunaan dan hasil dari 

PSA adalah : 

- PSA menganalisis  PSL  untuk  kesalahan‐kesalahan  sintak 

dan  akan  menghasilkan  laporan‐laporan  dalam  bentuk 

data  dictionary,  function  dictionary  serta  analisis  dari 

hubungan‐hubungan proses.  

- Laporan  dalam  bentuk  grafik,  seperti  laporan  yang 

menggambarkan hubungan dari proses termasuk apakah 

suatu  proses  merupakan  bagian  dari  porses  yang  lain 

atau  suatu proses mempunyai  komponen proses‐proses 

lain.  

- PSA  akan melakukan  analisis  jaringan  untuk mengecek 

kelengkapan  dari  semua  hubungan  data  dan  proses‐

proses.  

- PSA  juga  akan  melakukan  analisis  dari  hubungan 

ketergantungan  waktu  dari  data  dan  analisis  dari 

spesifikasi volume. 

 

PLEXSYS 

Kegunaannya  adalah  untuk  melakukan  transformasi  suatu 

statemen  bahasa  komputer  tingkat  tinggi  ke  suatu  executable 

code  untuk  suatu  konfigurasi  perangkat  keras  yang  diinginkan. 

PLEXSYS  merupakan  tambahan  untuk  ISDOS.  Kalau  ISDOS 

digunakan pada aspek penntuan kebutuhan, PLEXSYS digunakan 

pada aspek penghasil kode program secara otomatis. 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   30 Semua Moda Transportasi 

PRIDE 

Merupakan  perangkat  lunak  terpadu  yang  baik  untuk 

analisis/disain sistem  terstruktur, manajemen data, manajemen 

proyek dan pendokumentasian. 

 

SDM/70 

Merupakan  suatu  perangkat  lunak  yang  berisi  kumpulan 

metode, estimasi, dokumentasi dan petunjuk administrasi guna 

membantu  pemakai  untuk  mengembangkan  dan  merawat 

sistem yang efektif.  

 

SPECTRUM 

Perangkat  lunak ini mempunyai beberapa versi untuk keperluan 

yang  berbeda,  semacam  SPECTRUM‐1  untuk  life  cycle 

konvensional,  SPECTRUM‐2  untuk  sistem  manajemen  proyek 

terstruktur, SPECTRUM‐3 untuk on‐line interactive estimator. 

 

SRES  (Software  Requirement  Engineering  System)  dan  SREM 

(Software Requirement Engineering Methodology)  

 

DBO  (Design  By  Objective),  PAD  (Program  Analysis  Diagram), 

HOS (Higher Order Software), MSR (Meta Stepwise Refinement), 

PDL (Program Design Language) 

 

2.4.4. Alat dan Teknik Pengembangan Sistem Informasi 

 

Untuk dapat melakukan  langkah‐langkah sesuai dengan yang diberikan 

oleh  metodologi  pengembangan  sistem  yang  terstruktur,  maka 

dibutuhkan  alat  dan  teknik  untuk  melaksanakannya.  Alat‐alat  yang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   31 Semua Moda Transportasi 

digunakan  dalam  suatu metodologi  umumnya    berupa  suatu  gambar 

atau  diagram  atau  grafik.  Selain  berbentuk  gambar,  alat‐alat  yang 

digunakan juga ada yang tidak berupa gambar atau grafik (nongraphical 

tools),  seperti misalnya  data  direktori,  structured  english,  pseudocode 

serta formulir‐formulir untuk mencatat dan menyajikan data. 

 

Alat‐alat  pengembangan  sistem  yang  berbentuk  grafik  diantaranya 

adalah sebagai berikut ini : 

 

a. HIPO diagram 

Hierarchy plus Input‐Process‐Output, HIPO, adalah alat dokumentasi 

program yang berbasis pada  fungsi, yaitu  tiap‐tiap modul di dalam 

sistem digambarkan oleh fungsi utamanya. 

 

b. Data flow diagram 

Digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau 

sistem  baru  yang  akan  dikembangkan  secara  logika  tanpa 

mempertimbangkan lingkungan fisik dimana data tersebut mengalir 

(misalnya  lewat  telpon, surat dan sebagainya) atau  lingkungan  fisik 

dimana data  tersebut akan disimpan  (misalnya  file kartu, microfile, 

harddisk, tape, diskette dan lain sebagainya). 

 

c. Structured chart 

Digunakan  untuk  mendefinisikan  dan  mengilustrasikan  organisasi 

dari  system  informasi  secara  berjenjang  dalam  bentuk modul  dan 

submodul dengan menunjukkan hubungan elemen data dan elemen 

kontrol  antara  hubungan  modulnya,  sehingga  memberikan 

penjelasan lengkap dari sistem dipandang dari elemen data, elemen 

kontrol, modul dan hubungan antar modulnya. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   32 Semua Moda Transportasi 

d. SADT 

Structured Analysis and Design Technique, SADT, memandang suatu 

system terdiri dari dua hal : benda (obyek, dokumen atau data) dan 

kejadian (kegiatan yang dilakukan oleh orang, mesin atau perangkat 

lunak).  Menggunakan  dua  tipe  diagram  yaitu,  diagram  kegiatan 

(activity  diagrams,  disebut  actigrams)  dan  diagram  data  (data 

diagrams, disebut datagrams). 

 

e. Jackson’s diagram 

Jackson’s Systems Development, JSD, membangun suatu model dari 

dunia  nyata  (real  world)  yang  menyediakan  subyek‐subyek 

permasalahan dari sistem. Disamping alat‐alat berbentuk grafik yang 

digunakan  pada  suatu  metodologi  tertentu,  masih  terdapat 

beberapa  alat  berbentuk  grafik  yang  sifatnya  umum,  yaitu  dapat 

digunakan di semua metodologi yang ada. Alat‐alat ini berupa suatu 

bagan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 

 

1. Bagan untuk menggambarkan aktivitas (activity charting) 

a. Bagan alir sistem (systems flowchart) 

b. Bagan alir program (program flowchart) yang dapat berupa : 

- bagan alir logika program (program logic flowchart) 

- bagan alir program komputer  terinci  (detailed computer 

program flowchart) 

c. Bagan alir kertas kerja (paperwork flowchart) 

d. Bagan alir proses (process flowchart) 

e. Gantt chart 

2. Bagan untuk menggambarkan tataletak (layout charting) 

3. Bagan  untuk  menggambarkan  hubungan  personil  (personal 

relationship charting) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   33 Semua Moda Transportasi 

a. Bagan distribusi kerja (working distribution chart) 

b. Bagan organisasi (organization chart) 

 

Teknik‐teknik  dalam  pengembangan  sistem  yang  dapat  digunakan 

antara lain sebagai berikut ini : 

 

a. Teknik manajemen  proyek,  yaitu  CPM  (Critical  Path Method)  dan 

PERT (Program Evaluation and Review Technique) 

Teknik  ini digunakan untuk penjadwalan waktu  pelaksanaan  suatu 

proyek. 

 

b. Teknik menemukan fakta (fact finding techniques) 

Yaitu  teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan 

menemukan  fakta‐fakta  dalam  kegiatan mempelajari  sistem  yang 

ada. Teknik‐teknik ini diantaranya adalah : 

- Wawancara (interview) 

Wawancara memungkinkan analis sistem sebagai pewawancara 

(interviewer)  untuk  mengumpulkan  data  secara  tatap  muka 

langsung dengan orang yang diwawancarai (interviewee). 

- Observasi (observation) 

Observasi  adalah  pengamatan  langsung  suatu  kegiatan  yang 

sedang dilakukan yang mana pada waktu observasi analis sistem 

dapat  ikut  juga berpartisispasi dengan orang‐orang yang sedang 

melakukan suatu kegiatan tersebut. 

- Daftar pertanyaan (questionaires) 

Adalah  suatu daftar yang berisi dengan pertanyaan‐pertanyaan 

untuk  tujuan  khusus  yang memungkinkan  analis  sistem  untuk 

mengumpulkan  data  dan  pendapat  dari  responden‐responden 

yang dipilih. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   34 Semua Moda Transportasi 

- Pengumpulan sampel (sampling) 

Pengambilan  sampel  adalah  pemilihan  sejumlah  item  tertentu 

dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian 

item  tersebut  untuk  mewakili  seluruh  itemnya  dengan 

pertimbangan biaya dan waktu yang terbatas.  

 

c. Teknik analisis biaya/manfaat (cost‐effectiveness analysis atau cost‐

benefit analysis) 

Teknik ini menilai dari sisi kelayakan ekonomis suatu pengembangan 

sistem informasi. 

 

d. Teknik untuk menjalankan rapat 

Selama  proses  pengembangan  sistem  dilakukan,  seringkali  rapat‐

rapat  diadakan  baik  oleh  tim  pengembangan  sistem  sendiri  atau 

rapat antara tim pengembangan sistem dengan pemakai sistem dan 

manajer, sehingga kemampuan analis sistem untuk memimpin atau 

berpartisipasi  di  dalam  suatu  rapat  merupakan  hal  yang  penting 

terhadap kesuksesan proyek pengembangan sistem. 

 

e. Teknik inspeksi/walkthrough 

Inspeksi  merupakan  kepentingan  dari  pemakai  sistem  dan 

walkthrough  merupakan  kepentingan  dari  analis  sistem.  Analis 

sistem melakukan walkthrough untuk maksud supaya dokumentasi 

yang  akan  diserahkan  kepada  pemakai  sistem  secara  teknik  tidak 

mengalami  kesalahan  dan  dapat  dilakukan  dengan  diverifikasi 

terlebih  dahulu  oleh  analis  sistem  yang  lain.  Pemakai  sistem 

melakukan  inspeksi  untuk  maksud  menilai  dokumentasi  yang 

diserahkan  oleh  analis  sistem  secara  teknik  tidak  mengandung 

kesalahan.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   35 Semua Moda Transportasi 

Penyebab kegagalan pengembangan sistem : 

- Kurangnya penyesuaian pengembangan sistem 

- Kelalaian menetapkan kebutuhan pemakai dan melibatkan pemakai 

sistem 

- Kurang sempurnanya evaluasi kualitas analisis biaya 

- Adanya kerusakan dan kesalahan rancangan 

- Penggunaan  teknologi  komputer  dan  perangkat  lunak  yang  tidak 

direncanakan dan pemasangan teknologi tidak sesuai 

- Pengembangan sistem yang tidak dapat dipelihara 

- Implementasi yang direncanakan dilaksanakan kurang baik 

 

2.5. Definisi Kecelakaan Transportasi 

2.5.1. Moda Jalan  

 

Definisi  kecelakaan  berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Republik 

Indonesia No. 43  tahun 1993  tentang Prasarana dan  Lalu  Lintas  Jalan, 

pasal 93 sebagai berikut: 

 

Kecelakaan  lalu  lintas adalah  suatu peristiwa di  jalan yang 

tidak  disangka  sangka  dan  tidak  disengaja  melibatkan 

kendaraan  dengan  atau  tanpa  pemakai  jalan  lainnya, 

mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. 

 

Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa secara berjenjang dari faktor‐

faktor penyebab kecelakaan, dapat saja kejadian kecelakaan  lalu  lintas 

dapat diperkirakan sebagai hubungan kausal sebab dan akibat. Sebagai 

contoh,  akibat  tidak  dilakukan  pemeriksaan  rem  secara  berkala  pada 

suatu  perusahaan  bus  angkutan  umum,  maka  dapat  diperkirakan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   36 Semua Moda Transportasi 

konsekuensinya akan terjadi kegagalan pengereman (rem blong) akibat 

tidak berfungsi alat rem bus tersebut. 

 

Demikian  juga dengan kondisi “tidak  sengaja”  secara berjenjang dapat 

diartikan  dengan  “sengaja”.  Sebagai  contoh,  pengemudi  di  bawah 

pengaruh  alkohol  dan  psikotropika  seharusnya  mereka  tidak  boleh 

mengemudikan  kendaraan  bermotor.  Apabila  tetap  melakukan  maka 

konsekuensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas sangat tinggi sehingga 

tindakan mereka merupakan tindakan sengaja dan dapat menyebabkan 

kecelakaan lalu lintas. 

 

 

2.5.2. Moda Kereta Api 

 

Definisi  kecelakaan  moda  kereta  api  sumber  dari  Departemen 

Perhubungan adalah sebagai berikut : 

1. Kereta anjlok/terguling, dimana roda kereta api keluar dari rel. 

2. Tabrakan  KA  dengan  KA,  yaitu  tabrakan  antara  dua  kereta  yang 

disebabkan oleh kelengahan operator. 

3. Tabrakan  KA  dengan  kendaraan,  yaitu  tabrakan  antara  kereta  api 

dengan kendaraan pengguna jalan raya. 

4. Lain‐lain,  yaitu  kecelakaan  karena  ulah  seseorang  yang  tidak 

bertanggung  jawab  atau  sebab‐sebab  lain  yang  menyebabkan 

kecelakaan. 

 

Peristiwa  kecelakaan  menurut  PT.  KA,  dicatat  pada  laporan  PLH 

(Peristiwa Luar Biasa Hebat). Dalam pelaporan kecelakaan KA dibedakan 

dalam: 

1. Tabrakan KA dengan KA 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   37 Semua Moda Transportasi 

2. Tabrakan KA dengan kendaraan 

3. Anjlok 

4. Banjir/longsor 

5. Lain – lain 

 

Hazard  yang  dimaksud  dalam  suatu  pengoperasian  kereta  api  adalah 

standar – standar yang harus ditaati oleh setiap pemangku kepentingan 

(stakeholders) yang  terkait dengan keselamatan perjalanan kereta api. 

Semakin tingginya deviasi atau toleransi yang diberikan terhadap suatu 

komponen  yang  terkait  dalam  perjalanan  kereta  api  maka  dapat 

menimbulkan suatu penyebab dan berakibat terjadi kecelakaan.  

 

Variabel  –  variabel  yang  menjadi  hazards  didalam  suatu  perjalanan 

kereta api adalah : 

• Kecelakaan antar kereta api 

• Derailment (anjlok) 

• Tidak  adanya  perlindungan  terhadap  personil  yang  bertugas  pada 

sistem manajemen operasional perkeretaapian 

• Tabrakan dengan obyek lain di perlintasan sebidang jalan 

• Insiden  serius  yang  terjadi  pada  ruang  milik  jalan  rel  yang 

menyebabkan  terjadinya  korban  manusia,  baik  meninggal  dunia 

ataupun luka‐luka. 

 

Secara  internasional hanya tabrakan antara kereta api dan anjolg yang 

disebabkan karena kerusakan under carriage atau infrastruktur jalan rel 

yang disebut kecelakaan kereta api murni. Sedangkan kecelakaan anjlog 

akibat  bencana  alam menabrak  orang  di  ruang  jalan  rel  (trepassing) 

bukan  dikategorikan  kecelakaan  kereta  api.  Sedangkan  kecelakaan  di 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   38 Semua Moda Transportasi 

persilangan  sebidang  yang  tidak  membawa  korban  di  sisi  kereta  api 

merupakan kecelakaan jalan. 

 

2.5.3. Moda Udara 

 

Kecelakaan transportasi udara didefinisikan sesuai dengan International 

Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13 sebagai berikut :  

1. Kejadian yang berhubungan dengan pengoperasian sebuah pesawat 

terbang yang mengambil  tempat antara waktu sesorang memasuki 

(boarding) pesawat terbang dengan tujuan melakukan penerbangan 

(flight) dan hingga  semua orang  telah keluar dari pesawat  terbang 

diakhir  penerbangan  (disembarked)  ,  dimana  terdapat  orang  yang 

meninggal dunia atau  luka‐luka serius, pesawat terbang mengalami 

kerusakan  atau  terjadi  kegagalan  struktural  dan/atau  hilang  atau 

benar‐benar tidak mungkin dapat dicari.  

2. Sedangkan  insiden  adalah  sebuah  kejadian di  luar dari  kecelakaan 

yang  berhubungan  dengan  pengoperasian  pesawat  terbang  yang 

berdampak  atau  kemungkinan  mempengaruhi  keselamatan 

pengoperasian  pesawat  terbang,  sebagai  contoh  return  to  base 

(RTB). 

 

Sekitar  80%  dari  seluruh  kecelakaan  penerbangan  terjadi  pada waktu 

sekitar  sebelum  atau  sesudah  tinggal  landas  (take off)  atau mendarat 

(landing). Kecelakaan di tengah penerbangan (mid‐flight) sangat  jarang 

terjadi,  walaupun  tetap  dimungkinkan  seperti  disebabkan  bom  atau 

kegagalan/kelelahan  struktural  pesawat  terbang.  Berdasarkan  data 

tahun 1950 hingga  2006  yang diteliti oleh  ICAO,  2008  (2007  excellent 

year  of  aviation,  Geneva)  penyebab  kecelakaan  pesawat  terbang 

komersial disebabkan oleh: 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   39 Semua Moda Transportasi 

• Kesalahan pilot sebesar 53% 

• Kesalahan Mekanikal sebesar 21% 

• Cuaca sebesar 11% 

• Kesalahan manusia diluar pilot sebesar 8% 

• Sabotage sebesar 6% 

• Dan lain lain sebesar 1 % 

 

Data  kecelakaan  penerbangan  tercatat  dengan  baik  dan  harus 

terlaporkan  secara  internasional  dan  dihimpun  oleh  suatu  organisasi 

yang berkedudukan di Geneva, Swis (Aicraft Crashes Recorded Office).  

 

2.5.4. Moda Angkutan di Perairan  

 

Suatu peristiwa yang terjadi di atas kapal atau melibatkan sebuah kapal 

dimana hal‐hal tersebut di bawah ini terjadi : 

a. Adanya korban jiwa atau cidera berat kepada manusia di atas kapal, 

atau  adanya  orang  yang  hilang  atau  terjatuh  dari  kapal  atau  dari 

salah satu sekoci (perahu penyelamat) kapal. 

b. Menyebabkan korban jiwa, cidera berat, atau kerusakan material. 

c. Hilangnya kapal atau diasumsikan hilang. 

d. Kapal ditinggalkan. 

e. Kerusakan akibat api, ledakan, cuaca, atau penyebab lain. 

f. Kapal kandas. 

g. Tubrukan. 

h. Tidak  dapat  dipergunakan/dijalankan  lebih  dari  12  jam,  atau 

memerlukan bantuan khusus untuk mencapai pelabuhan . 

i. Menyebabkan bahaya yang signifikan terhadap lingkungan. 

j. Pecah atau meledaknya bejana bertekanan, jaringan pipa atau valve. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   40 Semua Moda Transportasi 

k. Runtuh atau gagalnya alat angkat, alat akses, tutup palka, anjungan 

atau  bangku  boatswain  atau  peralatan  yang  berhubungan  dengan 

beban. 

l. Runtuhnya  cargo,  pergerakan  cargo  yang  tidak  dimaksudkan,  atau 

ballast  sehingga  mengakibatkan  miringnya  kapal  mencapai  sudut 

yang membahayakan. 

m. Terjatuhnya muatan keluar kapal. 

n. Tersangkutnya alat tangkap ikan sehingga menyebabkan kemiringan 

kapal mencapai sudut yang membahayakan. 

o. Kejadian  yang  dapat  mengakibatkan  cidera  pada  manusia,  atau 

membahayakan kesehatan dengan serius. 

 

Yang dimaksud dengan cidera berat adalah: 

a. Luka diluar yang terjadi pada jari jemari tangan maupun kaki. 

b. Hilangnya anggota tubuh (kaki atau tangan). 

c. Dislokasi bahu, pinggul, lutut atau siku. 

d. Kehilangan penglihatan sementara atau permanen. 

e. Tidak sadarkan diri atau memerlukan bantuan pernafasan  

f. Memerlukan perawatan rumah sakit lebih dari 24 jam. 

 

Yang dimaksud dengan  gangguan  kesehatan  atau  cidera  serius  adalah 

kejadian  diluar  cidera  berat  yang  menyebabkan  seseorang  yang 

dipekerjakan  atau berada di  kapal  tidak dapat melaksanakan  aktivitas 

lebih dari 3 hari berturut‐turut di luar hari terjadinya kecelakaan, kecuali 

jika yang bersangkutan dianjurkan untuk beristirahat selama 3 hari atau 

lebih. 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   41 Semua Moda Transportasi 

Kondisi  di  atas  baik  berlaku  untuk  angkutan  di  laut  yang  dibina  oleh 

Direktorat  Jendral  Perhubungan  Laut  maupun  angkutan  di  perairan 

dalam  (inland water), yaitu angkutan penyeberangan, di sungai dan di 

danau yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   42 Semua Moda Transportasi 

BAB III 

KONDISI EKSISTING PENCATATAN DATA KECELAKAAN TRANSPORTASI DI 

INDONESIA 

 

3.1. Transportasi Jalan 

a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi 

Pengumpulan dan pencatatan data kecelakaan transportasi saat ini dilakukan 

oleh Kepolisian cq. Direktorat Lalulintas (Ditlantas Polri). 

1. Sumber Data/Informasi 

Informasi  mengenai  kecelakaan  lalu  lintas  bersumber  dari  petugas 

Kepolisian yang bertugas di lapangan. Data/informasi yang terdapat pada 

Laporan Polisi meliputi : 

• Hari, Tanggal dan Nama Penyidik yang membuat laporan Polisi 

• Hari dan tanggal terjadinya kecelakaan 

• Nama dan tempat kecelakaan 

• Pokok‐pokok kecelakaan antara apa dengan apa 

• Identitas pengemudi yang terlibat kecelakaan 

• Keadaan  jasmani  atau  rohani  pengemudi/pengendara  sebelum 

terjadinya kecelakaan 

• Keadaan jalan, cuaca di TKP (Tempat Kejadian Perkara) 

• Ambar posisi kendaraan yang terlibat kecelakaan 

• Identitas kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas 

• Identitas saksi‐saksi 

• Akibat tabrakan: 

a. Korban manusia 

b. Severitas korban (mati, luka atau tidak ada korban) 

• Kerusakan benda/materi 

• Kerugian yang diperkirakan dalam wujud uang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   43 Semua Moda Transportasi 

• Keterangan asal mula terjadinya kecelakaan lalu lintas 

• Kesimpulan sementara 

• Barang bukti yang disita/ditahan 

• Orang yang ditahan/ditangkap 

• Sketsa Gambar 

 

2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan 

Bentuk  dan  formulir pencatatan  data  kecelakaan  disebut  Laporan  Polisi 

(LP)  yang  dicatat  oleh  petugas  Kepolisian  di  tingkat  Kepolisian  Resor 

(Polres). Pihak Kepolisian  juga memiliki  laporan yang  lebih rinci. Laporan 

ini  diadopsi  dari  formulir  MAAP  (Microcomputer  Accident  Analysis 

Package)  yang  diberi  nama  sebagai  3L  (Laporan  Kecelakaan  Lalu  Lintas 

atau  Sistem  Laporan  Laka  Lantas). Di dalam perkembangnya  laporan  ini 

menjadi  Sistem  Laporan  Lengkap  Kecelakaan  Lalu  Lintas  (SLKLL)  Polisi. 

Tetapi  pelaksanaannya  belum  semua  Kepolisian  Daerah  (Polda)  di 

provinsi‐provinsi Indonesia siap menggunakannya.  

 

3. Link dengan instansi lain 

Sistem pencatatan data yang ada saat belum memiliki link dengan instansi 

lain  yang  terkait.  Tetapi  secara  internal  sudah  terdapat  sistem  untuk 

pelaporan  dari  tingkat  Kepolisian  Resort  atau  Polres  (kabupaten  atau 

kota) ke Kepolisian Daerah atau Polda (Provinsi) hingga ke Ditlantas Polri 

di Jakarta. Selain  itu data kecelakaan  lalu  lintas terhimpun pula bersama 

dengan data‐data  lainnya berkaitan dengan kegiatan kepolisian ke dalam 

PIKNAS (Pusa informasi kriminal nasional) di Markas Besar Polri. 

 

b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Jalan 

1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan 

Data kecelakaan disimpan dalam bentuk soft copy.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   44 Semua Moda Transportasi 

2. Sistem Up‐dating Data 

Setiap terjadi perkembangan dibuatkan  laporan  lagi. Data kecelakaan di‐

update  sampai 30 hari  terkait dengan  status  korban  kecelakaaan  sesuai 

dengan peraturan maupun standar yang ada. Walaupun demikian hingga 

saat ini belum mampu dilakukan dengan baik. 

3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan 

    Data kecelakaan disimpan dalam bentuk soft copy. 

4. Sumber Daya Manusia (SDM) 

SDM  yang  mencatat,  memasukkan,  dan  mengelola  data  kecelakaan 

adalah petugas kepolisian di unit kecelakaan, yang ada di setiap Polda dan 

Polres.   

5. Link dengan Instansi Lain 

Data kecelakaan transportasi jalan tidak memiliki link dengan instansi lain. 

Berbagai  instansi yang  juga mengharuskan memiliki  informasi dikarenan 

dengan fungsi dan perannya adalah sebagai berikut: 

a.   Data dari perusahaan  insuransi. Di  Indonesia  sumber utama didapat 

dari  PT.  Jasa Raharja  sebagai  pelaksana  dari Undang Undang No  33 

Tahun  1964  JO  PP No.  17  tahun  1965  tentang Dana  Pertanggungan 

Wajib Kecelakaan Penumpang, dan Undang Undang No 34 tahun 1964 

JO Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan 

Lalu  Lintas  Jalan.  PT.  Jasa  Raharja  di  dalam  penyantunan 

bersumberkan  informasi  dari  Laporan  Polisi  atau  LP  sehinga 

seyogyanya akan memiliki jumlah informasi yang sama.  

 

Perbedaan yang  timbul  saat  ini disebabkan karena: Dari  sisi PT.  Jasa 

Raharja  adalha  perbedaan  definisi:  kecelakaan  tunggal  dan  korban 

kecelakaan  yang  tidak  sesuai  dengan  peruntukan  kendaraan  seperti 

penumpang  di  bak  terbuka  truk  tidak  mendapatkan  santunan, 

santunan  diberikan  untuk  korban  luka  hingga  365  hari  sejauh 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   45 Semua Moda Transportasi 

mendapatkan  keterangan  dokter  dan  belum  melampaui  batas 

maksimum  premi  pembayaran  serta  korban  dapat  dimungkinkan 

mendapatkan dua kali santunan apabila korban  luka berat kemudian 

meninggal dunia.  

 

Disisi  kepolisian,  laporan  yang  tercatat  hanya  laporan  yang  dapat 

diselesaikan  perkaranya  (SELRA)  baik  secara  pidana  (mengacu  ke 

KUHAP) maupun pelanggaran  (UU No. 14  tahun 1992). Perkara yang 

dilakukan  secara  damai  tidak  tercatat  dan  batas  maksimum 

pengawasan koban luka berat hingga 365 hari.  

 

Selain itu perusahaan ansuransi lainnya untuk mendapatkan informasi 

kecelakaan  hanya  untuk  kendaraan  yang  memiliki  pelindungan 

asuransi. 

 

Aksesibilitas Publik 

Saat  ini membutuhkan  ijin tertulis secara khusus untuk mendapatkannya 

karena di dalam LP  terkandung  informasi‐informasi dan  identifikasi yang 

bukan untuk diketahui publik (restricted). 

 

c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Jalan 

1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan 

Sistem  pelaporan  data  kecelakaan  transportasi  jalan  adalah  dari  Polres 

dikirim ke Polda, kemudian dikirim ke Pusat (Direktorat Lalu Lintas POLRI). 

Aliran data dapat dilihat pada Gambar 3.1. Di  tingkat pusat data berada 

dalam  naungan  Sub  Bagian  Informasi  Lalu  Lintas, Direktorat  Lalu  Lintas 

Polri.  Di  tingkat  Polda  berada  di  Direktorat  Lalu  Lintas  Polda  atau  di 

Puskodal  Polda.  Di  tingkat  Polres,  data  berada  di  Satuan  Lalu  Lintas 

(Satlantas) Polres. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   46 Semua Moda Transportasi 

 

 

 

Gambar 3.1. Bagan Alir Pencatatan dan Pelaporan Data Kecelakaan Jalan oleh Kepolisian 

 

2. Dasar Hukum Pencatatan Data Kecelakaan Jalan 

Terdapat dua kemungkinan penggunaan data kecelakaan: Pertama, untuk 

proses  penyidikan  dan;  Kedua,  untuk  poses  penyelidikan.  Terdapat  dua 

terminologi agar tidak rancu, yaitu penyidikan sesuatu hal terkait dengan 

pidana  atau  pelanggaran,  sedangkan  penyelidikan  sesuatu  hal  terkai 

untuk  melihat  hubungan  sebab  dan  akibat  (hubungan  kausal)  agar 

kejadian kecelakaan dapat dipahami dan program‐program keselamatan 

jalan dapat dikembangkan dan diterapkan. 

 

Gambar 3.2. memperlihatkan perbedaan proses  tersebut, yang  tentunya 

membutuhkan  informasi  yang  berbeda.  Data  yang  akan  dikembangkan 

oleh  Departemen  Perhubungan  adalah  sesuatu  yang  berkaitan  dengan 

penyelidikan. Gambar 3.3. Contoh Format Laporan Polisi 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   47 Semua Moda Transportasi 

Tujuan: Meneliti penyebab kecelakaan

lalu lintas akibat prasarana dan sarana jalan yang diatur

dalam UU 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Tujuan: Penyidikan kasus pidana

yang diatur oleh Pasal 107 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP

Hasil: 1. Data kecelakaan lalulintas

2. Laporan polisi untuk santunan asuransi

3. Berkas perkara pidana untuk diajukan dalam

persidangan4. Masukan bagi penelitian

lanjutan

Investigasi (Penyidikan dan Penelitian) Kecelakaan Lalu Lintas

Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas

Penelitian Kecelakaan Lalu Lintas

Pelaku utama: Polisi, Departemen/Dinas

Perhubungan danBina Marga

Hasil:Program-program

peningkatan keselamatan Lalu lintas

Pakar Keselamatan Lalu Lintas/ Perguruan Tinggi

Pelaku utama: Penyidik Kepolisian

Tenaga ahli di bidangnya apabila diperlukan termasuk pembina jalan dan lalu lintas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   48 Semua Moda Transportasi 

MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT LALU LINTAS

LAPORAN KECELAKAAN LALU LINTAS LP: ………………………..

POLDA : POLRES : POLSEK :

WAKTU

KEJADIAN LAKA DILAPORKAN DITERIMA MABES POLRI

Hari/ Tgl / Jam :

............... / ……........ / …….......

Hari/ Tgl / Jam :

…........... / …........... / ……........

Hari/ Tgl / Jam :

................ / ….............. / ……….....

Cuaca : 1.Cerah 2.Hujan 3.Kabut 4.Asap/Abu 5.Lain2 :

...................................................

Pengirim Berita :

......................................................

Penerima Berita :

Nama Pangkat NRP Jabatan

TKP

Jalan Umum : ………………………… Desa/Kampung : .................................. Kecamatan: .............................

Arus Lantas : 1. Satu Arah 2. Dua Arah

Kondisi Situasi : Siang / Subuh / Senja / Malam lampu mati / Malam ada lampu / Malam gelap

Situasi Jalan : Jalan Lurus / Tikungan / Menyempit / Perempatan / Pertigaan / Jembatan / Lain-lain:...............

Tipe Simpang : Simpang X4 / Simpang X4+ / Simpang T / Simpang Y / Simpang Jenjang / Bundaran / Simpang KA / Tidak Ada / Lain-lain : …………………………………………………………………………………

Pengaturan Persimpangan : 1.Rambu Stop 2.Rambu Beri Jalan 3.Marka 4.APILL 5.Petugas 6.Tidak Ada 7.Lain-lain : ………….…………………………………………………………………………………….………….

Kondisi Jalan : Hot Mix / Aspal Biasa / Tanah / Kerikil / Berbatu / Berpasir / Aspal Berlumpur / Air / Minyak / Lain-lain:............................................................................................................................................................

KLASIFIKASI Korban Massal

Korban Biasa

Korban TNI AD

Korban TNI AL

Korban TNI AU

Korban POLRI Korban VIP / VVIP

Korban Orang Asing

KORBAN Jumlah Korban =...................Orang (MD =...........; LB =...........; LR =...........) Rugi Materil Rp.................................................................................................................................................

Antara Apa dengan Apa

BENTUK LAKA

1. Tabrak Depan 2.Tabrak Belakang 3. Tabrak Menyudut 4. Tabrak Sisi (Side Swipe)

5. Lepas Kendali (Out Of Control) 6. Tabrak Lari 7. Tabrak Massal

8. Lain-lain : …………………………………………………………………………………………………………….

MODUS OPERANDI

1. Mendahului 2.Tidak Jaga Jarak 3. Kecepatan Tinggi 4. Melanggar Rambu/Marka 5.Mengantuk

6. Mabuk 7.Kurang Konsentrasi 8. Rem Tdk Berfungsi 9. Pecah Ban 10. Sistim Kemudi

11.Lain-lain : .....................................................................................................................................................

KENDARAAN RANMOR I II III RANTAKMOR

Jenis ............................... ................................. ............................... 1. Becak

Gambar 3.2. Landasan Hukum Data Kecelakaan Jalan 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   49 Semua Moda Transportasi 

KENDARAAN

RANMOR I II III

Jenis ............................... ................................. ...............................

Model ............................... ............................... ...............................

Merk /TH ............................... ................................. ...............................

Type ............................... ................................. ...............................

Tahun ............................... ................................. ...............................

No. Pol ............................... ................................. ...............................

S.T.N.K ............................... ............................... ...............................

CC Silinder ............................... ................................. ...............................

No. Rangka/NIK ............................... ................................. ...............................

No. Mesin ............................... ................................. ...............................

Plat Dasar ............................... ................................. ...............................

Kondisi Ban 1.Baik,2.Gundul,

3.Vulkanisir,4.Pecah

1.Baik,2.Gundul,

3.Vulkanisir,4.Pecah

1.Baik,2.Gundul,

3.Vulkanisir,4.Pecah

Barang Bukti BB / Tidak BB / Tidak BB / Tidak

 

Gambar 3.3. Laporan Polisi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.3. Laporan Polisi (Lanjutan) 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   50 Semua Moda Transportasi 

Data Identitas I II III IV Nama ............................... ................................. ............................... .............................

Umur; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR ..............th; LK/PR

Alamat

...............................

...............................

...............................

................................

.................................

.................................

...............................

................................

................................

...............................

................................

................................

Pekerjaan 1.Swasta,2.PNS,

3.TNI,4.Polisi,

5.Pelajar,

6.Lain-lain:.............

1.Swasta, 2.PNS,

3.TNI, 4.Polisi,

5.Pelajar,

6.Lain-lain:...............

1.Swasta, 2.PNS,

3.TNI, 4.Polisi,

5.Pelajar,

6.Lain-lain:...............

1.Swasta, 2.PNS,

3.TNI,4.Polisi,

5.Pelajar,

6.Lain-lain:...............

Kebangsaan 1. WNI, 2.WNA 1. WNI, 2.WNA 1. WNI,2.WNA 1. WNI, 2.WNA

Pengemudi/ Penumpang/ Pejalan Kaki

PENGEMUDI

SIM (Gol;No) ............................... ............................... ............................... ...............................

No. Polisi ............................... ............................... ............................... ...............................

Kondisi Fisik 1.Sehat,2.Lelah,

3.Sakit,

4.Mabuk Alkohol,

5.Mabuk Obat

1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,

4.Mabuk Alkohol,

5.Mabuk Obat

1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,

4.Mabuk Alkohol,

5.Mabuk Obat

1.Sehat, 2.Lelah, 3.Sakit,

4.Mabuk Alkohol,

5.Mabuk Obat

Sabuk Pengaman Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak

Helm Stándar Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak Pakai / Tidak

SAKSI / TERSANGKA

Status Tersangka Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi Tersangka/Saksi

Tahanan Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak Tahanan/Tidak

KORBAN

Korban Korban/Tidak Korban/Tidak Korban/Tidak Korban/Tidak

Status Fisik MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka

MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka

MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka

MD / LB / LR / Lari / Tidak Luka

Pejalan Kaki Menyeberang di : 1: Zebra Cross,2: 20m dari Zebra Cross,3:Penyeberangan di Persimpangan dengan APILL 4:Penyeberangan dengan APILL, 5:Penyeberangan Sekolah.

Berjalan di : 6:Badan Jalan searah pergerakan lalu-lintas, 7: Badan jalan berlawanan arah dengan pergerakan lalu-lintas, 8: Bahu jalan searah pergerakan lalu-lintas, 9: Bahu jalan berlawanan arah dengan pergerakan lalu-lintas, 10: Berdiri, duduk, tidur, bermain pada badan jalan, 11 :Berdiri, duduk, tidur, bermain pada bahu jalan, 12: Bekerja pada badan jalan, 13: Bekerja pada bahu jalan, 14: Mendorong atau memperbaiki kendaraan pada atau disisi badan jalan,15:Lain-lain:...................................................................

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   51 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 3.3. Laporan Polisi (Lanjutan) 

 

3.2. Transportasi Kereta Api 

a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

1. Sumber Data/Informasi 

PT.  Kereta  Api  Indonesia  saat  ini merupakan  satu  –  satunya  operator 

kereta  api di  Indonesia. PT. KAI  sudah mempunyai prosedur  sendiri  jika 

terjadi  kecelakaan  selama  kereta  api beroperasi. Melalui  SK dari Direksi 

PT.  KAI  dibentuk  Tim  CO  yang masa  jabatannya  berlaku  1  tahun.  Jika 

diartikan dalam bahasa Indonesia adalah tim  investigasi kecelakaan.  Tim 

CO ini ada yang dipusat dan di daerah, jika dipusat diketuai oleh Direktur 

Operasional  (Dirops), diwakili oleh Kasubdit  Lalu  Lintas, dan anggotanya 

berasal  dari  semua  divisi.  Sedangkan  Tim  CO  didaerah  diketuai  oleh 

Kepala  Daerah  Operasi  pada  masing–masing  daerah  dengan 

beranggotakan  semua Kepala  Sie.  Investigasi  kecelakaan  yang dilakukan 

oleh PT. KAI hanya internal oleh Tim CO. 

 

2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Kereta Api 

Jika  terjadi  kecelakaan,  Tim  CO  di  daerah  harus  segera  melaporkan 

kepada  Direktur  Utama  dengan  tembusan  ke  semua  Dirops,  Direktur 

Teknis (Dirtek), semua Kepala Bidang (Kabid), dan semua anggota Tim CO 

pusat.  Laporan  ini  biasanya  disebut  Laporan  PL/H  yang  berisi  lokasi, 

waktu,  jenis,  uraian  kejadian,  sebab,  akibat,  tindakan  yang  telah 

dilakukan,  dan  penjelasan  petugas  yang  sedang  bertugas  sewaktu 

kejadian  siapa  saja.  Penyerahan  laporan  PL/H  ini  bersamaan  dengan 

laporan  pemantauan  perjalanan  kereta.  Laporan  PL/H  ini  belum  ada 

investigasi  baru  berupa  diskripsi  laporan  kejadian.  Penyebab  kejadian 

yang  lebih pasti masih dalam penyelidikan.  Jika  kecelakaan  yang  terjadi 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   52 Semua Moda Transportasi 

menimbulkan kerugian yang besar maka Dirut melalui disposisi ke tim CO 

yang menentukan siapa yang akan menginvestigasi.  

3. Link dengan Instansi lain Penanganan Data Kecelakaan Kereta Api 

Komite  Nasional  Keselamatan  Transportasi  (KNKT)  tidak  ada  kaitannya 

dengan  Tim  CO  dari  PT.  KAI.  KNKT merupakan  suatu  badan  bentukan 

menteri  sehingga hasil  investigasi dan  rekomendasi yang dilakukan oleh 

KNKT  langsung  ditujukan  untuk  Menteri,  Dirops  PT.  KAI  hanya 

mendapatkan  tembusan. Hasil yang disampaikan oleh KNKT dan Tim CO 

dapat berbeda dan yang dijadikan acuan oleh PT. KAI adalah hasil dari Tim 

CO.  

 

Dalam  kaitan  apabila  terdapat  korban  jiwa, maka penyidikan  Kepolisian 

dilakukan oleh Direktorat Reserse di tingkat Polda dan hasilnya dijadikan 

data ke pusat ke Bareskrim  (Badan Reserse dan Kriminal) Polri dan data 

merupakan bagian dan PIKNAS (Pusat Informasi Kriminal Nasional). 

 

 

b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

 

1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan Kereta Api 

Belum  tersedia  bentuk  program  penyimpanan  data  kecelakaan  dalam 

bentuk  electronic  copy.  Data  kecelakaan  hanya  disimpan  dalam  bentuk 

berkas laporan. 

 

Selain laporan kecelakan dalam PLH, tim investigasi kecelakaan yang telah 

ditunjuk akan segera melakukan  investigasi dan membuat  laporan dalam 

bentuk  buku  tiap  kejadian  kecelakaan.  Laporan  ini  harus  selesai  dalam 

waktu satu minggu setelah kejadian. Hasilnya diserahkan kepada Dirops.  

Data ini kemudian dikirimkan ke Direktorat Jendral Perkeretaapian. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   53 Semua Moda Transportasi 

 

2. Sistem Up‐dating Data Kereta Api 

Setelah buku laporan kecelakaan selesai dibuat maka akan di arsipkan dan 

tidak ada sistem up dating data. 

 

3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan Kereta Api 

Belum  tersedia  bentuk  program  pengelolaan  data  kecelakaan  dalam 

bentuk  electronic  copy.  Data  kecelakaan  hanya  disimpan  dalam  bentuk 

berkas laporan. 

 

4. Sumber Daya Manusia (SDM) Pencatatatan Data Kecelakaan Kereta Api 

Selama Tim CO melakukan  investigasi kecelakaan tidak melibatkan pihak 

eksternal.  Kecuali  jika  ada  kematian maka  pihak  berwajib  (polisi)  akan 

turut  serta  dalam  penyelidikan  karena  ada  KUHP‐nya.  Dalam  hal  ini 

masinis  dan  pekerja  PT  KAI  dapat  ditahan  sebagai  saksi.  Di  PT.  KAI 

memiliki  unit:  Pusat  Keselamatan  tetapi  lembaga  ini  hanya  mendapat 

rekapan hasil investigasi.  

 

5. Link Data Kecelakaan Kereta Api dengan Instansi Lain 

  Sistem  penyimpanan  data  yang  ada  saat  tidak  memiliki  link  dengan 

instansi  lain yang  terkait. Kepolisian mencatat kejadian apabila  terdapat 

korban  meninggal  dunia  dan  ditangani  oleh  Direktorat  Reserse  Polda 

setempat.  KNKT  juga melakukan  penelidikan  pada  kasus  kasus  tertentu 

sehingga  kemungkinan  memiliki  informasi  secara  parsial.  Semua  tidak 

terhubungkan satu dengan lainnya. 

 

6. Aksesibilitas Publik Data Kecelakaan Kereta Api 

Informasi data kecelakaan dari Tim CO belum dapat diakses  secara  luas 

oleh masyarkat. Hasilnya masih merupakan konsumsi PT. KAI. Sedangkan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   54 Semua Moda Transportasi 

hasil  investigasi oleh KNKT dapat diakses melalui website KNKT dan data 

tersebut selalu yang ter‐update. 

 

c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan 

Sistem  pelaporan  data  kecelakaan  yang  dilakukan  oleh  Tim  CO  sudah 

memiliki  standar  sistem  pelaporan  kecelakaan  yang  diatur  dalam 

reglemen. 

 

2. Dasar Hukum 

Format  Laporan  tersebut  terdapat  dalam  Reglemen  23  tentang 

kecelakaan,  tetapi  format  tersebut  belum  tertuang  dalam  UU 

Perkeretaapian No. 23 Tahun 2007. Perlu dicatat bahwa reglemen adalah 

aturan  internal  PT.  KAI  yang  tentunya  dikemudian  hari  tidak  mungkin 

diterapkan  oleh  operator  lainnya  apabila  aturan  ini  tidak  diangkat  ke 

tingkat lebih tinggi 

 

3.3  Transportasi Udara 

a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Udara 

1. Sumber Data/Informasi 

Informasi  kejadian  berasal dari operator pesawat  terbang  dan operator 

bandara.  Laporan  pertama  hanya  berupa  lisan  melalui  telepon. 

Selanjutnya  Administrator  Bandara  mendapat  laporan  tertulis  sesuai 

format  yang  telah  diberikan  kepada  operator  penerbangan.  Dan 

selanjutnya dilaporkan  kepada Ditjen  Perhubungan Udara.    Tetapi  tidak 

semua bandar udara di  Indonesia memiliki Administrator Bandara, maka 

untuk bandar udara yang  tidak memiliki Administrator Bandara,  laporan 

kejadian langsung dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   55 Semua Moda Transportasi 

Di  penerbangan,  semua  insiden  juga  dilaporkan  dengan  prosedur  yang 

sama dengan pelaporan kecelakaan penerbangan. 

 

2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan 

Format  pencatatan  data  kecelakaan  maupun  kejadian memiliki  format 

baku.  

 

3. Link dengan Instansi lain 

Pencatatan  data  berasal  dari  maskapai  penerbangan  dan  operator 

bandara serta Administrator Bandar Udara. Demikian pula terdapat data 

yang tercatat oleh Basarnas dan KNKT. Semua ini tidak terhubungkan satu 

dengan lainnya karena berbeda fungsinya. 

 

b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Udara 

1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan 

Belum  tersedia  bentuk  program  penyimpanan  data  kecelakaan  dalam 

bentuk  software. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas 

laporan. 

 

2. Sistem Up‐dating Data Udara 

Data kecelakaan transportasi moda udara tidak memiliki sistem up‐dating 

data.  Pencatatan  dilakukan  setelah  kondisi  final  terjadi.  Misalnya  SAR 

telah dihentikan oleh BASARNAS dan korban dinyatakan hilang walaupun 

kemungkinan tidak pernah ditemukan. 

 

3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan 

Belum  tersedia  bentuk  program  pengelolaan  data  kecelakaan  dalam 

bentuk soft ware. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas 

laporan. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   56 Semua Moda Transportasi 

4. Sumber Daya Manusia (SDM) 

Yang berwenang menerima  laporan kecelakaan adalah bidang safety dan 

dilanjutkan kepada kepala kantor Administrator Bandara. 

 

5. Link dengan Instansi Lain 

Sistem  penyimpanan  data  yang  ada  saat  tidak  memiliki  link  dengan 

instansi  lain  yang  terkait.  Secara  parsial  Basarnas  dan  KNKT  memiliki 

informasi secara parsial, tetapi tidak terdapat koneksitas pencatatan data 

antara satu instansi dengan instansi lainnya. 

 

6. Aksesibilitas Publik 

Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi 

dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan 

datang ke kantor administrator Bandara dan melakukan wawancara. 

 

c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Udara 

1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan 

Sistem  pelaporan  data  kecelakaan  yang  dilakukan  oleh  Kantor 

Administrator  Bandara  sudah  memiliki  standar  sistem  pelaporan 

kecelakaan yang diatur dalam undang‐undang dan keputusan menteri. 

 

2. Dasar Hukum 

Undang  –  undang  No  15  Tahun  1992  tentang  Penerbangan,  Peraturan 

Pemerintah No 03 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri No 79. Peraturan – 

peraturan tersebut menjadi acuan dalam pelaporan kecelakaan. 

 

Data  kecelakaan  penerbangan  tercatat  secara  internasional  dan  dengan 

mudah diakses melalui Aircraft Chrashes Record Office (ACRO) yang mencatat 

semua kejadian baik penerbangan sipil maupun militer.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   57 Semua Moda Transportasi 

 

Sebagai  contoh,  data  yang  di  download  dari  http://www.baaa‐

acro.com/Pays/I/Indonesie‐2000‐2009.htm sebagai berikut : 

 

Tabel 3.1. Contoh Tampilan Data Kecelakaan Transportasi Udara di Website 

Tanggal Registrasi Jenis Pesawat Terbang Operator Lokasi Fatalitas9‐Aug‐08 PK‐RCZ Pilatus PC‐6 Turbo Porter  Associated Mission Aviation  Ndundu 16‐Mar‐08 PK‐VTQ Transall C‐160NG  Manunggal Air Wamena 026‐Jan‐08 PK‐VSE Casa 212 Aviocar Dirgantara Air Service Malinau 37‐Mar‐07 PK‐GZC Boeing 737‐400 Garuda Indonesia Jogjakarta 2121‐Feb‐07 PK‐KKV Boeing 737‐33A Adam Air Surabaya 011‐Jan‐07 PK‐BRN Casa 212 Aviocar 200 Aviastar Mandiri Tanjung Bara 01‐Jan‐07 PK‐KKW Boeing 737‐4Q8 Adam Air Sekitar  Ujung Pandang 10224‐Dec‐06 PK‐LIJ Boeing 737‐400 Lion Airlines Ujung Pandang 017‐N0v‐06 PK‐YPY De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Puncak Jaya 1210‐Oct‐06 PK‐YRO De Havilland DHC‐4 Caribou Trigana Air Service Mamit 03‐Oct‐06 PK‐RIE Boeing 737‐200 Mandala Airlines Tarakan 05‐Jun‐06 PK‐NCL Casa 212 Aviocar Merpati Bandanaira 030‐Nov‐05 PK‐ZAI Casa 212 Aviocar SMAC Sinabang 09‐Sep‐05 PK‐VIA Pilatus‐BN Islander Dirgantara Air Service Samarinda 05‐Sep‐05 PK‐RIM Boeing 737‐200 Mandala Airlines Medan 15012‐Apr‐05 PK‐LTZ De Havilland DHC‐6 GT Air Timika 1730‐Nov‐04 PK‐LMN McDonnell Douglas MD‐82 Lion Airlines Solo 2519‐Jan‐04 PK‐WAX De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation  Gurung Mulia 028‐Apr‐03 PK‐WAR De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation  Mulia 027‐Mar‐03 PK‐WAY De Havilland DHC‐6 Associated Mission Aviation  Mulia 47‐Nov‐02 PK‐VIZ Pilatus‐BN Islander Dirgantara Air Service Tarakan 73‐Sep‐02 PK‐YPQ De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Silimo 016‐Jul‐02 PK‐TAR Pilatus‐BN Islander SMAC Long Barai 925‐May‐02 PK‐YPZ De Havilland DHC‐6 Trigana Air Service Nabire 621‐Apr‐02 ES‐NOP Antonov AN‐72 Enimex Wamena 018‐Jan‐02 PK‐YPC Pilatus PC‐6 Turbo Porter Trigana Air Service Bugalaga 016‐Jan‐02 PK‐GWA Boeing 737‐300 Garuda Indonesia Jogjakarta 114‐Jan‐02 PK‐LID Boeing 737‐200 Lion Airlines Pekanbaru 016‐Jun‐01 PK‐VTP Transall C‐160 Manunggal Air Jayapura 126‐Mar‐01 PK‐MFL Fokker F27 Merpati Surabaya 3  

 

3.4  Transportasi Laut 

a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Laut 

1. Sumber Data/Informasi 

Informasi  kecelakaan  yang didapat oleh  Syahbandar  (sejauh  ini) berasal 

dari  perusahaan  pelayaran  dan  dinas  pemanduan,  dari  berita  yang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   58 Semua Moda Transportasi 

dikirimkan  oleh  kapal  yang mengalami  kecelakaan  ataupun  kapal‐kapal 

lain  yang berada di  sekitarnya  ke  radio‐radio pantai  setempat, dan dari 

masyarakat pelabuhan. Informasi kecelakaan yang didata adalah identitas 

kapal  (nama  kapal,  GT,  bendera),  jenis  kapal  (penumpang/cargo), 

termasuk  jenis kecelakaan (tubrukan, tenggelam, kandas, terbalik, cuaca, 

dan  lain‐lain),  informasi  umum  (lokasi  kejadian  dan waktunya),  jumlah 

korban, serta tindakan lanjutan yang diambil. 

 

2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Laut 

Format  pencatatan  data  kecelakaan  maupun  kejadian memiliki  format 

baku (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5). 

 

 

 

Gambar 3.4. Contoh Data Kejadian Kecelakaan Kapal Tahun 2007 Kantor Adpel Palembang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   59 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 3.5. Contoh Sketsa Kecelakaan Kapal 

 

 

3. Link dengan Instansi lain 

Sistem pencatatan data yang ada saat tidak memiliki link dengan instansi 

lain  yang  terkait. Basarnas dan  KNKT di dalam  keterlibatannya memiliki 

data  secara  parsial  tetapi  tidak  terdapat  koneksitas  antara  satu dengan 

lainnya  dalam  sumber  data  kecelakaan  di  atas  perairan.  Mahkamah 

Pelayaran,  juga  memiliki  data  berdasarkan  catatan  kecelakaan  yang 

disidangkan,  tetapi perlu diingat  tidak  semua kasus kecelakaan diajukan 

ke  dalam  sidang  Mahkamah  Pelayaran  dan  sifat  hanya  untuk 

menyidangkan secara aspek profesional dan bukan pidana atau perdata. 

 

b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi Laut 

1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan 

Syahbandar melakukan  penyimpanan  data  secara manual,  disimpan  di 

satu  tempat,  dan  tidak mempunyai  program  penyimpanan  data  dalam 

bentuk soft ware. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   60 Semua Moda Transportasi 

2. Sistem Up‐dating Data 

Data  kecelakaan  transportasi moda  laut  di‐update  jika  ada  perubahan 

dalam status kejadian kecelakaan. Setiap terjadi perkembangan dibuatkan 

laporan  lagi. Proses updating  secara kontinyu akan dilaksanakan  sampai 

ada keputusan dari Makamah pelayaran bahwa kasus tersebut dinyatakan 

ditutup.  Selain  itu  informasi  up‐dating  juga  didapat  dari  Badan  SAR. 

Informasi  yang  diup‐date  adalah  jenis  kecelakaan,  jumlah  korban, 

kerugian materi  dan  penyebab  kecelakaan.  Batas waktu  up‐dating  data 

kecelakaan dilakukan sampai satu minggu atau sampai kasus ditutup. 

 

3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan 

Belum  tersedia  bentuk  program  pengelolaan  data  kecelakaan  dalam 

bentuk soft ware. Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas 

laporan. 

 

4. Sumber Daya Manusia (SDM) 

Tidak ada unit khusus yang menyimpan dan mengelola data kecelakaan 

transportasi moda laut. 

 

5. Link dengan Instansi Lain 

Sistem  penyimpanan  data  yang  ada  saat  tidak  memiliki  link  dengan 

instansi  lain  yang  terkait.  BASARNAS,  KNKT  dan  Mahkamah  Pelayaran 

memiliki  data  kecelakaan  laut  secara  parsial  tetapi  tidak  memiliki 

interkoneksitas dengan data yang tercata pada Adpel. 

 

6. Aksesibilitas Publik 

Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi 

dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan 

datang ke kantor Syahbandar dan melakukan wawancara. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   61 Semua Moda Transportasi 

c. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi Laut 

1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan 

Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Syahbandar sudah 

memiliki standar sistem pelaporan kecelakaan yang diatur dalam undang‐

undang dan keputusan menteri. 

2. Dasar Hukum 

Kewenangan Administrator  Pelabuhan  diatur  dalam Undang‐undang No 

17  Tahun  2008,  Peraturan  Pemerintah  No  1  Tahun  1998,  Keputusan 

Menteri No 62 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri No 55 Tahun 2006. 

Peraturan‐peraturan  tersebut  dijadikan  acuan  dalam  hal  pelaporan 

kecelakaan  kapal.  Peraturan  tersebut  juga mengikat  Syahbandar,  KNKT, 

nahkoda dan perusahaan pelayaran. 

 

3.5 Transportasi Penyeberangan Sungai dan Danau 

a. Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi Sungai dan 

Danau 

Unit  Pelaksana  Teknis  (UPT)  Pelabuhan  Penyeberangan  melakukan 

pencatatan data kecelakaan.  

1. Sumber Data/Informasi 

Informasi  kecelakaan  yang  didapat  Kantor  Pelabuhan  Penyeberangan 

berasal  dari  stasiun  pantai  dan  nahkoda  kapal  yang  bersangkutan. 

Informasi  kecelakaan  yang  didata  termasuk  jenis  kecelakaan  (tubrukan, 

tenggelam, kandas, terbalik, cuaca, dan lain‐lain), informasi umum (lokasi 

kejadian  dan  waktunya),  jumlah  korban,  serta  tindakan  lanjutan  yang 

diambil. 

 

Untuk angkutan di danau maupun sungai pada umumnya dilakukan oleh 

Dinas  Perhubungan  Tingkat  II  (Kabupaten  atau  Kota),  tetapi  tidak 

semuanya melakukan hal ini sehingga tidak tercatat sama sekali. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   62 Semua Moda Transportasi 

Untuk angkutan di danau maupun sungai pada umumnya dilakukan oleh 

Dinas  Perhubungan  Tingkat  II  (Kabupaten  atau  Kota),  tetapi  tidak 

semuanya melakukan hal ini sehingga tidak tercatat sama sekali. 

 

2. Bentuk dan Formulir Pencatatan Data Kecelakaan Sungai dan Danau 

Formulir  pencatatan  kecelakaan  berbentuk  baku,  biasa  disebut  Laporan 

Kejadian. Laporan Kejadian berisi mengenai penyebab kecelakaan, jumlah 

korban, dan  sketsa  kecelakaan. Ada  juga  Laporan Evakuasi Korban  yang 

berisi  tentang  kegiatan  operasi  yang  sudah  dilakukan,  jumlah  korban, 

identitas korban. 

 

3. Link dengan Instansi lain 

Jika  terjadi musibah  kecelakaan menonjol, maka dibentuk  suatu  POSKO 

yang  terdiri  dari  gabungan  tim  SAR,  PPNS, Adpel, Angkatan  Laut, Dinas 

Kesehatan, dan diketuai oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi.  

 

Kantor  Pelabuhan  Penyeberangan  juga  ikut  berperan  dalam  investigasi 

kecelakaan kapal yang berada di wilayah koordinasinya. Hasil penyidikan 

yang  dilakukan  selanjutnya  dilaporkan  kepada Ditjen  Perhubungan  Laut 

dan KPLP. Tim penyidik  instansi  ini melakukan penyidikan berkerja sama 

dengan instansi lain, seperti Polisi Air, Adpel, dan KNKT. 

 

b. Penyimpanan dan Pengelolaan Data Kecelakaan Transportasi 

1. Sistem dan Bentuk Penyimpanan Data Kecelakaan 

Kantor  Pelabuhan  Penyeberangan melakukan  penyimpanan  data  dalam 

bentuk berkas (hard copy). 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   63 Semua Moda Transportasi 

2. Sistem Up‐dating Data 

Kantor  Pelabuhan  Penyeberangan  melakukan  up‐dating  terhadap  data 

kecelakaan  angkutan  laut.  Setiap  terjadi  perkembangan  dibuatkan 

laporan lagi. Selain itu instansi ini juga mendapat informasi up‐dating dari 

Badan SAR terkait pemberhentian operasi pencarian korban, dan dari PT 

Jasa  Raharja  terkait  jumlah  korban  meninggal  dunia  beserta  santunan 

yang diberikan. Batas waktu up‐dating data kecelakaan dilakukan sampai 

kasus ditutup. 

 

3. Sistem dan Bentuk Pengelolaan Data Kecelakaan di Sungai dan Danau 

Pengelolaan data kecelakaan yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) 

Pelabuhan Penyeberangan  

 

4. Sumber Daya Manusia (SDM) 

Tidak  ada  unit  khusus  yang mencatat  dan mengelola  data  kecelakaan. 

Belum  ada  SDM  yang  memiliki  keahlian  khusus  dalam  mencatat  dan 

mengelola  data  kecelakaan  di  Unit  Pelaksana  Teknis  (UPT)  Pelabuhan 

Penyeberangan. 

 

5. Link dengan Instansi Lain 

Sistem  penyimpanan  data  yang  ada  saat  tidak  memiliki  link  dengan 

instansi  lain  yang  terkait.  Sebagaimana  dengan  angkutan  laut,  pada 

angkutan sungai dan danau memiliki kondisi yang sama di dalam link data 

antara satu instansi dengan instansi lainnya. 

 

6. Aksesibilitas Publik 

Akses publik pada data kecelakaan tidak ada. Jika menginginkan informasi 

dan data kecelakaan secara umum, publik bisa mendapatkannya dengan 

datang ke kantor pelabuhan.  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   64 Semua Moda Transportasi 

d. Pelaporan Data Kecelakaan Transportasi 

1. Sistem dan Bentuk Pelaporan Data Kecelakaan 

Sistem pelaporan data kecelakaan yang dilakukan oleh Kantor Pelabuhan 

Penyeberangan sudah memiliki standar sistem pelaporan kecelakaan yang 

diatur dalam undang‐undang dan keputusan menteri seperti terlihat pada 

Gambar 3.6. 

 

 

Gambar 3.6. Bagan Alir Pelaporan Kecelakaan Kapal 

 

2. Dasar Hukum 

Tanggung  jawab baik pada Undang Undang No 17 Tahun 2008 maupun 

Undang‐Undang  sebelumnya,  tanggung  jawab  pencatatan  data 

kecelakaan terdapat di Syahbandar. Perbedaannya pada Undang Undang 

baru  posisi  Syahbandar  otonom  dan  tidak  di  bawah  Administrasi  atau 

Kantor Pelabuhan. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   65 Semua Moda Transportasi 

3.6  Tinjauan Kecelakaan Transportasi Berbasis Data Rumah Sakit 

 

Setiap  pasien  korban  kecelakaan  yang  datang  ke  RS  harus  masuk  ke  bagian 

Instalasi Rawat Darurat  (IRD) dahulu. Di  IRD pasien  akan diambil data  awalnya 

baru kemudian berdasarkan diagnosa oleh dokter ditentukan langkah selanjutnya 

apakah harus  dirawat  inap,  rawat  jalan,  atau perlu  tindakan  lebih  lanjut.  Pada 

beberapa RS  seperti RS Wahidin Sudirohusodo, Makasar dan RS Hasan Sadikin, 

Bandung hal diatas telah diatur dalam dokumen tertulis dengan Keputusan dari 

Direktur RS berupa prosedur tetap (protap) RS. Tetapi pada beberapa RS lainnya 

protap yang tertulis tersebut belum ada. Protap pada beberapa RS dapat dilihat 

di lampiran. 

 

Beberapa RS melakukan sistem pelaporan yang baik sesuai dengan protap yang 

ada. Tiap  tahapan dari  sistem pelaporan  tersebut ada  form  tertulis  yang harus 

diisi. Data  tiap  tahap  ini akan selalu diarsipkan pada data  rekam medik korban. 

Data  korban  kecelakaan  yang  dilaporkan  oleh  RS  merupakan  data  korban 

kecelakaan  pada  saat  diterima  di  IRD  dan  data  korban  kecelakaan  pada  saat 

keluar belum dilakukan pencatatan kembali. Hal ini dikarenakan bagian IRD tidak 

mengetahui bagaimana  status korban kecelakaan  selanjutnya  setelah dilakukan 

tindakan  lebih  lanjut.  Korban dapat  langsung  keluar RS  dari  bagian  rawat  inap 

seperti halnya pasien dengan sakit  lainnya dan tidak perlu harus ke  IRD terlebih 

dahulu.   

 

Pelaporan  data  korban  kecelakaan  pada  RS  Wahidin  Sudirohusodo  telah  ada 

protap pelaporan pola kecelakaan. Prosedur dalam protap tersebut adalah:  

• Kasus kecelakaan dihitung setiap akhir bulan. 

• Data diambil dari buku catatan kecelakaan dan buku register IRD. 

• Pola  kasus  kecelakaan  dikelompokkan  menurut  kasusnya  antara  lain, 

kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, kecelakaan rumah tangga. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   66 Semua Moda Transportasi 

• Hasil  laporan  dibuat  grafik  dan  ditandatangani  oleh  Kepala  IRD  (sebagai 

evaluasi dan monitoring). 

 

Data  korban  kecelakaan  juga  dikelompokkan  berdasarkan  tingkat  keparahan 

cedera, kelompok umur, dan jenis kelamin. Gambar 3.7 merupakan contoh data 

pelaporan korban kecelakaan selama Tahun 2007 di RS Wahidin Sudirohusodo.  

Data Korban Kecelakaan di RS Wahidin Sudirohusodo Tahun 2007

050

100150200250300350400450500

Janu

ari

Februa

ri

Maret

April

MeiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

Bulan

Jum

lah

Kecelakaan Lalu LintasKecelakaan KerjaKecelakaan Rumah TanggaKecelakaan Lain

 

Gambar 3.7. Data Korban Kecelakaan di RS Wahidin Sudirohusodo Tahun 2007 

 

Di RS Hasan Sadikin  juga telah ada protap yang ditetapkan oleh direktur utama. 

Berikut prosedur penanganan pasien di bagian IRD: 

• Petugas pendaftaran pasien rawat darurat mewawancarai dan memasukkan 

data identitas pasien kedalam komputer 

• Pasien/ keluarga pasien membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 25.000 

• Petugas  pendaftaran  pasien  rawat  darurat mencetak  berkas  rekam  medis 

pasien rawat darurat yang baru, KIP, Karcis, dan menyerahkan kepada pasien 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   67 Semua Moda Transportasi 

Data jumlah Pasien Kecelakaan Lalu LIntas di RSUP dr. Hasan Sadikin Badnung Tahun 2002 - 2007

0

200

400

600

800

1000

1200

Janu

ari

Februa

ri

Maret

April

MeiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

bulan

jum

lah

200220032004200520062007

• Petugas  pendaftaran  pasien  rawat  darurat  mempersilahkan  pasien  untuk 

langsung masuk ke ruang perawatan pasien darurat. 

 

Pelaporan data  kecelakaan  juga dilakukan oleh bagian  IRD berdasarkan  kondisi 

korban  sewaktu  masuk  di  bagian  IRD.  Tetapi  data  korban  kecelakaan  belum 

dikelompokkan  berdasarkan  tingkat  keparahan  cedera,  baru  jumlah  korban 

akibat kecelakaan lalu lintas. Berikut contoh data laporan korban kecelakaan lalu 

lintas (Gambar 3.8) 

 

 

Gambar 3.8. Data Jumlah Pasien Kecelakaan Lalulintas RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung  

 

Sebaliknya,  RS  Koja  belum  mempunyai  protap  yang  tertulis  ataupun  sistem 

pelaporan  data  korban  kecelakaan.  Berdasarkan  informasi  dari  bagian  IRD, 

mereka  tidak  ada waktu  untuk membuat  hal  tersebut  dikarenakan  banyaknya 

pasien  yang masuk  di  bagian  IRD. Mereka memproritaskan menangani  pasien 

terlebih dahulu. Tetapi sama dengan RS lainnya semua pasien korban kecelakaan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   68 Semua Moda Transportasi 

harus masuk ke IRD dahulu untuk mendaftar kemudian baru diperlakukan seperti 

pasien‐pasien yang lain.  

 

Masalah akan muncul jika tidak ada keluarga yang mengetahui maka pihak rumah 

sakit minta bantuan polisi untuk mencarikan alamat pasien korban kecelakaan. 

Apabila  pasien  korban  kecelakaan  tidak  diketaui  keluarganya,  sering  kali  pihak 

rumah  sakit  mengambil  keputusan  sendiri  dalam  menangani  korban  yang 

terancam nyawanya untuk menyelamatkan nyawa  si  korban. Tetapi  jika pasien 

masih  tidak  terancam nyawanya maka pihak  rumah  sakit menunggu kabar dari 

keluarganya dulu sebelum mngambil tindakan selanjutnya.  

 

Dalam  penanganan  korban  kecelakaan  di  IRD,  tidak  ada  kaitannya  dengan 

investigasi  yang  dilakukan  oleh  KNKT  atau  kepolisian.  Jika  korban  kecelakaan 

merupakan tersangka dalam kasus kecelakaan tersebut biasanya pihak kepolisian 

akan  mengirimkan  petugasnya  untuk  mengawasi  korban  di  RS  atau  korban 

tersebut akan dipindahkan ke RS Polri. Pelaksanaan otopsi atau visum hanya akan 

dilakukan oleh RS jika ada permintaan dari pihak kepolisian. 

 

3.7  Tinjauan Kecelakaan Transportasi Sebagai Bagian Dari Kecelakaan Kerja 

 

Menurut  Dirjen  Pengawasan  Norma  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja 

menyatakan  bahwa  40%  kecelakaan  kerja  terjadi  di  jalan  raya  yang  juga 

merupakan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya motor 

dan mudahnya mendapatkan  SIM.  Oleh  karena  itu,  perlu  juga  diketahui  data 

kecelakaan kerja dan sistem pelaporannya dalam studi ini. 

 

Data kecelakaan kerja didapatkan dari Disnaker tingkat kota/kabupaten, Disnaker 

tingkat  1,  ataupun  dari  pihak  Jamsostek.  Data  kecelakaan  kerja  lebih  mudah 

didapat  jika perusahaan  tempat korban bekerja melakukan  klaim  ke  Jamsostek 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   69 Semua Moda Transportasi 

karena  jarang  sekali  perusahaan  yang mau melaporkan  kejadian  kecelakaan  di 

perusahaannya  kepada  pemerintah.  Antara  pengawas  Disnaker  tingkat  1, 

Disnaker  kota/kabupaten  dengan  pihak  Jamsostek.  Kerjasama  fungsional 

sehingga alur prosedur  sistem pelaporannya  juga  telah  sama. Hal  ini  juga  telah 

diatur dalam beberapa peraturan tertulis, yaitu: 

 

• Permenaker No. 12 Tahun 2007: Tata Cara Pembayaran dan Pelayanan Iuran. 

Jamsostek – disempurnakan dalam Permenaker No.5 Tahun 1993. 

• Diatur  dalam  UU  No  3  Tahun  1992  tentang  Petunjuk  teknis  pendaftaran 

kepesertaan,  pembayaran  iuran,  pembayaran  santunan,  dan  pelayanan 

Jamsostek.  

• UU No 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan Jamsostek. 

• Permenaker  No  9  Tahun  2005  tentang  tata  cara  penyampaian  laporan 

pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. 

• Pada  beberapa  daerah  kota/kabupaten  bupatinya  juga  telah mengeluarkan 

SK    Bupati  yang  menginstruksikan  perusahaan  di  wilayahnya  untuk 

mendaftarkan pekerjanya ke Jamsostek. 

 

Prosedur  pendaftaran  karyawannya  untuk  mendapatkan  pelayanan  jamsostek 

adalah sebagai berikut : 

• Mengisi Form F1 – rangkap untuk Disnaker, Jamsostek, dan Perusahaan 

• Form F1a – untuk tenaga kerja 

• Form F2a – untuk tenaga kerja 

• Setelah ditetapkan besaran iuran pertama oleh Jamsostek ke Perusahaan 

• Perusahaan membayar iuran ke Bank yang ditunjuk oleh Jamsostek kemudian 

menyerahkan bukti setor bank ke Jamsostek 

• Kemudian Jamsostek mengeluarkan kartu peserta dan sertifikat 

• Jika  ada  kenaikan  upah  tidak  ada  form  khusus  tetapi  Perusahaan  yang 

menginformasikan ke jamsostek – tiap bulan rekonsiliasi  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   70 Semua Moda Transportasi 

• Premi berdasarkan UMK pekerja –  ini akan berdampak kepada Jaminan Hari 

Tua 

• Form F2 – untuk pekerja yang ingin keluar dari Jamsostek 

(Form yang telah disebutkan diatas dapat dilihat pada lampiran). 

 

Jika ada kecelakaan kerja pada pekerjanya, setiap perusahaan wajib lapor dalam 

waktu 2 x 24 jam ke Disnaker Kota setempat dan jamsostek. Kemudian Pengawas 

di Disnaker kota melakukan  investigasi ke TKP membuat penetapan kecelakaan 

untuk  keperluan  klaim  ke  Jamsostek.  Prosedur  pelaporan  jika  ada  kecelakaan 

kerja pada perusahaan adalah sebagai berikut : 

• Perusahaan  lapor  ke  jamsostek  dan  Disnaker  (Pengawas)  kota  setempat 

dalam waktu 2 x 24  jam  (paling  lama) dengan mengisi  form F3 bisa melalui 

telp/fax dulu ke Jamsostek 

• Kemudian minta nomor agenda dari Disnaker untuk legalisasi 

• Form F3 ada 5 lembar: perusahaan, disnaker, jamsostek (3 lembar) 

• Pengobatan selesai – dokter mengisi Form F3B 

• Perusahaan  mengajukan  klaim  ke  jamsostek  dengan  mengisi  Form  F3a 

maksimal 7 hari  setelah pengobatan dilengkapi dnegan  checklist pengajuan 

Jaminan Kecelakaan Kerja  

• Jamsostek wajib membayar klaim dalam waktu 14 hari kerja 

• Penggantian  berupa  biaya  pengobatan  dan  perawatan  ke  perusahaan  dan 

biaya santunan ke karyawan 

• Jika  pekerja  meninggal  –  ahli  waris  dengan  mengetahui  perusahaan  yang 

mengajukan Jaminan Hari Tua (JHT) ke Jamsostek mengisi Form F4 

• Form  F5  untuk  pengajuan  JHT  untuk  pekerja  yang  telah  masuk  masa 

pensiunan 

 

Jika  ada  korban  yang  meninggal  akibat  kecelakaan  kerja  maka  premi  yang 

diberikan oleh pihak Jamsostek adalah sebesar: 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   71 Semua Moda Transportasi 

• Biaya santunan kematian akibat kecelakaan kerja: 70% x 80 bulan upah 

• Biaya pemakaman: 2 juta 

• Biaya  santunan  berkala  untuk  keluarga  korban:  setelah meninggal  Rp.  200 

ribu selama 24 bulan  

• Jika kematian biasa – biaya santunannya hanya 10 juta  

Sistem  Pelaporan  data  kecelakaan  kerja  yang  berkala  juga  dilakukan  oleh 

disnaker  tingkat kota hingga  tingkat 1  sebagai  laporan ke menteri. Berikut alur 

proses sistem pelaporannya seperti terlihat pada Gambar 3.9: 

• Bagian pengawas disnaker kota membuat laporan kecelakaan kerja 

• Kepala unit kerja/ Kasie membuat laporan rutin berkala setiap triwulan untuk 

disampaikan kepada Disnaker tingkat 1 propinsi 

• Disnaker tingkat 1 propinsi mengumpulkan semua laporan dari disnaker kota 

kemudian dilaporkan kepada menteri 

• Menteri membuat laporan ke Presiden 

• Presiden akan melaporkan data kecelakaan kerja tersebut pada Konvensi ILO 

setiap Tahun pada Bulan Juni 

 

 

Gambar 3.9.  Skema Pelaporan Data Kecelakaan Kerja 

 

Bagian Pengawas Disnaker Tingkat 

Kota 

Disnaker Tingkat Propinsi 

Menteri Tenaga Kerja 

PRESIDEN

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   72 Semua Moda Transportasi 

Permasalahan  yang  sering  terjadi  adalah  perbedaan  pendapat  antara  pihak 

Jamsostek  dan  pihak  Pengusaha  atau  korban  dalam  menentukan  status 

kecelakaan dan waktu pelaporan sering lewat karena ketidaktahuan korban, jarak 

yang jauh dan penusaha yang tidak melapor. Tidak semua kasus kecelakaan ada 

korban  yang  harus  mendapatkan  pengobatan  sehingga  jarang  perusahaan 

melaporkan  ke  Disnaker  atau  Jamsostek  karena  tidak  memerlukan  klaim 

pembayaran. 

 

3.8. Rangkuman Permasalahan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi 

3.8.1.  Transportasi Jalan 

• Data  kecelakaan  transportasi  jalan  dihimpun  oleh  Direktorat  Lalu 

Lintas (Ditlantas) POLRI. Pada instansi ini data tersebut dihimpun oleh 

Sub Bagian Informasi Kecelakaan Lalu Lintas (Sub Bag Info Laka) yang 

menghimpun  seluruh  data  secara  berjenjang  dari  Polres  (di  tingkat 

Kabupaten atau Kota) dan Polda (Provinsi). 

• Hingga  saat  ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada  saat 

kejadian  (in  situ)  dan  belum memungkinkan  hingga  30  hari  setelah 

kejadian  sesuai dengan Undang Undang No. 12 Tahun 1992  tentang 

Lalu Lintas Angkutan Jalan juncto Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 

1992  tentang  Lalu  Lintas  Jalan  ataupun  standar  internasional 

(International  Road  Federation).  Pengembangan  ke  30  hari  dapat 

dilakukan  dengan  merujuk  rumah  sakit,  tetapi  tidak  semua  rumah 

sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat kecelakaan 

jalan dan dilaporkan ke pusat. 

 

3.8.2. Transportasi Kereta Api 

• Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan saat ini dilakukan oleh 

PT  KAI,  yang  dilakukan  internal  oleh  Tim  CO,  jika  diartikan  dalam 

bahasa  Indonesia  adalah  tim  investigasi  kecelakaan.  Tim  CO  ini  ada 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   73 Semua Moda Transportasi 

yang  dipusat  dan  di  daerah,  jika  dipusat  diketuai  oleh  Direktur 

Operasional  (Dirops),  diwakili  oleh  Kasubdit  Lalu  Lintas,  dan 

anggotanya  berasal  dari  semua  divisi.  Sedangkan  Tim  CO  di  daerah 

diketuai  oleh  Kepala  Daerah  Operasi  pada  masing–masing  daerah 

dengan beranggotakan semua Kepala Sie. 

• Laporan  ini biasanya disebut Laporan PL/H yang berisi  lokasi, waktu, 

jenis,  uraian  kejadian,  sebab,  akibat,  tindakan  yang  telah  dilakukan, 

dan penjelasan petugas yang sedang bertugas sewaktu kejadian siapa 

saja.  

• Laporan akan diserahkan kepada Direktur Operasional (Dirops). 

 

3.8.3. Transportasi Udara 

• Data  kecelakaan  transportasi  udara  dihimpun  oleh  Administrator 

Bandara (Adban) bidang safety dan dilanjutkan kepada kepala kantor 

Administrator  Bandara,  dan  selanjutnya  dilaporkan  kepada  Ditjen 

Perhubungan Udara.   Tetapi  tidak  semua bandar udara di  Indonesia 

memiliki Administrator Bandara, maka untuk bandar udara yang tidak 

memiliki Administrator Bandara, laporan kejadian langsung dilaporkan 

kepada Ditjen Perhubungan Udara. 

• Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas  laporan  (hard 

copy). 

 

3.8.4. Transportasi Laut 

• Pengumpulan dan Pencatatan Data Kecelakaan saat ini dilakukan oleh 

Syahbandar.  Saat  ini  Syahbandar  di  bawah  Adpel/Kanpel, walaupun 

demikian  di  dalam  Undang  Undang  Baru,  Syahbandar  akan  berdiri 

sendiri.  

• Syahbandar melakukan penyimpanan data secara manual, disimpan di 

satu  tempat, dan  tidak mempunyai penyimpanan arsip khusus untuk 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   74 Semua Moda Transportasi 

kecelakaan  ataupun  program  penyimpanan  data  dalam  bentuk 

electronic file dalam komputer khusus. 

 

3.8.5. Kecelakaan Transportasi Berbasis Data Rumah Sakit 

• Pelaporan  dan  pencatatan  dilakukan  oleh  dokter/perawat  jaga  IRD. 

Data yang dilaporkan adalah data korban kecelakaan pada saat masuk 

di IRD bukan saat keluar dari RS. Selain rekapan tiap bulan, pihak IRD 

juga  membuat  laporan  tiap  triwulan  dan  tahunan.  Gambar  3.10 

memperlihatkan  proses  pengeluaran  surat  keterangan  meninggal 

dunia yang juga mencantumkan penyebab kematian. 

• Hingga  saat  ini,  pihak  rumah  sakit  belum  mampu  memberikan 

informasi  balik  khususnya  untuk  korban  kecelakaan  jalan  sehingga 

dapat mengkoreksi  data  kepolisian  hingga  30  hari  setelah  kejadian 

kecelakaan  sebagaimana  diamantakan  peraturan  pemeritanh  (PP43 

tahun 1994) dan standar internasional. 

• Walaupun demikian sebagaimana norma yang dilakukan pada negara‐

negara maju. Data rumah sakit perlu diakses ke dalam sistem sebagai 

informasi  korektif  (perbandingan) data  kecelakaan  transportasi  yang 

dihimpun oleh instansi terkait. 

 

3.8.6. Tinjauan Kecelakaan Transportasi Sebagai Bagian Dari Kecelakaan Kerja 

• Data  kecelakaan  kerja  didapatkan  dari  Disnaker  tingkat 

kota/kabupaten, Disnaker tingkat 1, ataupun dari pihak Jamsostek. 

• Jika  ada  kecelakaan  kerja pada pekerjanya,  setiap perusahaan wajib 

lapor  dalam  waktu  2  x  24  jam  ke  Disnaker  Kota  setempat  dan 

Jamsostek.  Kemudian  Pengawas  di  Disnaker  kota  melakukan 

investigasi  ke  TKP membuat penetapan  kecelakaan untuk  keperluan 

klaim ke Jamsostek. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   75 Semua Moda Transportasi 

•   Sistem  Pelaporan  data  kecelakaan  kerja  yang  berkala  juga  dilakukan 

oleh disnaker tingkat kota hingga tingkat 1 sebagai laporan ke menteri. 

• Pendekatan  ini  tidak  dapat  diusulkan  menjadi  bagian  sistem  data 

kecelakaan  transportasi  karena  hingga  saat  ini  keterkaitannya  sangat 

lemah  sehingga  tidak  memungkinkan  untuk  melihat  perbandingan 

kecelakaan transportasi dengan kecelakaan  lainnya seperti kecelakaan 

kerja dan kecelakaan domestic rumah tangga sebagaimana yang dapat 

diinformasikan pada negara negara maju. 

 

 

 

Gambar 3.10 Bagan Alir Pelaporan Data Kematian 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   76 Semua Moda Transportasi 

BAB IV 

PERBANDINGAN INTERNASIONAL PENCATATAN DATA KECELAKAAN 

TRANSPORTASI 

 

4.1. Pencatatan Kecelakaan Transportasi Di Australia 

4.1.1 Transportasi Udara 

Australian  Transport  Safety  Bureau  (ATSB)  adalah  komisi  utama 

pemerintah  Australia  untuk  investigasi  independen  terhadap 

kecelakaan, insiden, dan defisiensi keselamatan pada penerbangan sipil. 

Hal  tersebut  berdasarkan  pada  Annex  13  tentang  “Convention  on 

International  Civil  Aviation  (Chicago  Convention  1944)”  yang 

diberlakukan  untuk  kepentingan  investigasi  (Transport  Safety 

Investigation Act) sejak tanggal 1 Juli 2003. 

 

TSI Act memiliki skema untuk melaporkan kejadian yang diklasifikasikan 

sebagai  kejadian  yang  harus  segera  dilaporkan  (accidents  and  serious 

incidents)  dan  kejadian  yang  dilaporkan  secara  rutin  (incidents). 

Berdasarkan  laporan  tersebut ATSB membuat keputusan apakah perlu 

dilakukan  investigasi  atau  tidak.  Keputusan  ini  berdasarkan  faktor  – 

faktor  seperti  nilai  keamanan  yang  didapatkan  dari  investigasi  dan 

sumber yang ditargetkan. 

 

Selanjutnya  untuk  investigasi  accidents  dan  incidents,  ATSB 

menginvestigasi  penurunan  tingkat  keselamatan  berdasarkan 

kecendrungan  dari  kejadian  yang  dapat  menjadi  permulaan  di  masa 

yang  akan  datang.  Contohnya,  investigasi  terhadap  efek  kontaminasi 

bahan bakar pada pesawat  terbang kecil di akhir 1999, dapat memicu 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   77 Semua Moda Transportasi 

kecelakaan  serius  dan  disorot  sebagai  penurunan  keselamatan  pada 

standar bahan bakar penerbangan global dan penyulingan bahan bakar. 

ATSB  juga berpartisipasi sebagai perwakilan akreditasi pada  investigasi 

accidents dan serious incidents yang berhubungan dengan penerbangan 

asing  Australia  yang  terdaftar.  Berdasarkan  Annex  13,  dari  waktu  ke 

waktu  ATSB  membantu  komisi  investigasi  asing  pada  accidents  dan 

serious incident yang tidak berhubungan dengan penerbangan Australia. 

 

ATSB memberikan  kontribusi  yang  signifikan  pada  bidang  keselamata 

pada  industri  penerbangan  Australia  melalui  investigasi,  analisis, 

laporan  terbuka dan pendidikan pada penerbangan  sipil cuma – cuma 

pada konflik kepentingan tanpa takut dan meminta imbalan. 

 

Objektif  dari  investigasi  pada  accident  dan  incidents  adalah  untuk 

mencegah  kejadian  kecelakaan  di masa  yang  akan  datang  dan  tidak 

untuk tujuan membagi kesalahan dan pertanggungjawaban. 

 

Hasil investigasi ATSB dipresentasikan dengan syarat penemuan dan dan 

faktor –  faktor signifikan. ATSB  tidak memanfaatkan syarat  ‘penyebab’ 

yang dapat membingungkan dengan penyebab legal, dan tidak dibatasi, 

hanya  mengidentifikasi  satu  faktor  penyebab  sebagai  hal  terpenting 

pada fakta kejadian. Transport Safety Investigation Act 2003 merupakan 

bentuk dasar dari prosedur yang diikuti oleh komisi. ATSB menggunakan 

categori  ketika  memprioritaskan  investigasi  penerbangan  untuk 

memenuhi kewajiban internasional dan meraih keselamatan yang paling 

penting dengan anggaran yang diberikan. 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   78 Semua Moda Transportasi 

Pedoman  Pengambilan  Keputusan  Untuk  Ketegorisasi 

Kecelakaan/Kejadian  

 

Data ATSB adalah sebagai sumber untuk melakukan sejumlah investigasi 

pada penerbangan setiap tahunnya. Meskipun kejadian tersebut terjadi 

dengan memakan  korban meninggal  dunia  yang  dalam  jumlah  besar 

dapat mewakili  kecelakaan  yang  lain  dan  dana  tambahan  dapat  yang 

diperlukan. 

 

Dalam  kategori  keselamatan  transportasi  penerbangan  dan  pemilihan 

kejadian  yang  harus  dilakukan  oleh  ATSB,  pembuat  keputusan  harus 

mempertimbangkan: 

1. Nilai  potensi  keselamatan  yang  mungkin  didapatkan  dengan 

memimpin investigasi.  

2. Kematian  yang  tercatat  dan  /  atau  korban  luka  berat,  dan 

ketersedian petugas negara penunjang penyidikan.  

3. Kronologi umum kejadian.  

4. Besarnya  sumber  data  yang  tersedia  dan  rancangan  yang 

disediakan, dan kejadian dari konflik prioritas.  

5. Beberapa resiko yang diasosiasikan tanpa investigasi.  

6. Persyaratan di bawah  s21(2) dari TSI Act untuk direktur eksekutif 

untuk mempublikasikan alasan (pembenaran) untuk menghentikan 

sebuah penyidikan di mana penyidikan sudah dimulai.  

 

Prioritas yang diterapkan ketika menentukan permulaan dari penyidikan 

penerbangan  menggambarkan  fokus  utama  ATSB  pada  peningkatan 

keselamatan untuk pembayaran biaya penumpang.  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   79 Semua Moda Transportasi 

Pokok  dari  pertimbangan  di  atas,  ATSB  akan mengalokasikan  sumber 

penghasilannya pada hal‐hal berikut: 

1. Angkutan penumpang – pesawat besar  

2. Angkutan penumpang – pesawat kecil:  

o RPT dan sewaan  

o Area kerja kemanusiaan (SAR)  

3. Komersial  

4. Latihan terbang  

5. Area pekerjaan dengan penumpang (reporter berita, survei geologi)  

6. Area pekerjaan lainnya:  

o Pekerjaan  tanpa  penumpang  (pertanian  dan 

pengiriman/ekspedisi)  

o Angkutan pribadi / bisnis  

7. Rekreasi  pribadi  yang  beresiko  tinggi/olah  raga 

penerbangan/operasi percobaan pesawat terbang.  

 

Pernyataan  tindakan  keselamatan  mengandung  perincian  dari  hasil 

keluaran  ATSB  atau  tindakan  keselamatan  lainnya.  Keluaran 

keselamatan  ATSB  termasuk  rekomendasi  dan  catatan  saran 

keselamatan.  Rekomendasi  dan  catatan  saran  keselamatan  tersebut 

dikeluarkan lebih dahulu untuk menerbitkan laporan akhir pada laporan 

penyidikan akhir bersama dengan beberapa jawaban. 

 

4.1.2 Transportasi Laut 

 

Australia, dalam hal  jumlah pengiriman barang dengan  kapal  laut dan 

panjang  perjalanan,  adalah  negara  terbesar  kelima  di  dunia, mereka 

juga memiliki area lautan yang paling sensitif di dunia.  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   80 Semua Moda Transportasi 

Untuk memebantu  industri pelayaran memelahara  lingkungan  lautnya, 

pemerintah  Australia,  melalui  Australian  Maritime  Safety  Authority 

melaksanakan  dan  menyelenggarakan  sejumlah  persyaratan  badan 

legislatif pada  industri. Australia hampir  tergantung semata‐mata pada 

pelayaran untuk mengirimkan ekspor dan impor. 

 

Pelaporan kejadian di Australia meliputi dua mekanisme  terpisah yang 

harus  diikuti  oleh  industri  pelayaran. Mekanisme  tersebut  ditentukan 

oleh  sifat  dasar  pada  informasi  yang  dilaporkan.  Dua  mekanisme 

tersebut adalah: 

1. General  Incident  Reporting  (laporan  kejadian  umum):  meliputi 

kejadian,  kerusakan  kapal,  kecelakaan  kerja  dan  kelahiran, 

kematian serta pernikahan. 

2. Pollution Reporting / MARPOL (laporan polusi): meliputi kebocoran, 

atau kemungkinan kebocoran minyak, zat‐zat kimia, atau senyawa 

berbahaya  yang  melebihi  batas  yang  diijinkan,  atau  kerusakan, 

kegagalan atau kehancuran kapal sepanjang 15 meter atau lebih. 

 

Hal tersebut dapat diakui bahwa dua mekanisme itu tidak semata‐mata 

saling  berkaitan  dan  beberapa  kejadian  akan memerlukan  laporan  di 

bawah  kedua  mekanisme  tersebut.  Contoh  misalnya  sebuah  situasi 

memungkinkan  tubrukan  yang  juga  akan  mengakibatkan  kebocoran 

minyak dan/atau barang berbahaya ke lingkungan. 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   81 Semua Moda Transportasi 

Format laporan kejadian umum 

Laporan  kejadian dibuat dengan form ’AMSA 18’ dan form ‘AMSA 19’ 

 

Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaporan Data Kecelakaan berdasarkan Form AMSA 18 dan 19 

 

Standar dan Peraturan 

 

AMSA  mewakili  Australia  pada  International  Maritime  Organisation 

(IMO)  dan  forum‐forum  internasional  lainnya  dalam  perkembangan, 

pelaksanaan dan penegakkan hukum standar pemerintah  internasional 

dalam  keselamatan  pelayaran,  navigasi,  perlindungan  lingkungan  laut, 

operasi kapal, keamanan maritim, kecakapan awak kapal, pelatihan dan 

manajemen. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   82 Semua Moda Transportasi 

Kerangka peraturan maritim Australia berdasarkan pada kebijakan dan 

pedoman  yang  berhubungan  dengan  standar  konstruksi  kapal,  survei 

kapal  dan  keselamatan,  awak  kapal,  kualifikasi  dan  kesejahteraan 

pelaut, kesehatan dan keselamatan kerja, muatan dan penanganannya, 

penumpang dan perlindungan polusi kelautan. 

 

AMSA  bekerja  dengan  National  Marine  Safety  Committee  untuk 

menambah  ketetapan dan hasil keselamatan  lintas negara bagian dan 

wilayah  wewenang  angkatan  laut  melalui  National  Marine  Safety 

Strategy. 

 

4.1.3 Transportasi Kereta Api 

 

Pertanggungjawaban  untuk  keselamatan  kereta  api  di  Australia 

ditanggung  oleh  pemerintah  dan  industri.  Untuk  membantu 

meningkatkan  dan  terus  mengembangkan  keselamatan  kereta  api, 

setiap  negara  bagian  dan  pemerintah  wilayah  telah  menerapkan 

perundang‐undangan keselamatan kereta api dan membentuk  standar 

manajemen  keselamatan  kereta  api  dan  memonitor  pemenuhan 

industri  dengan  standar  untuk  memenuhi  harapan  masyarakat  dan 

meningkatkan kepercayaan publik. 

 

Jumlah data saat ini dibentuk untuk membantu ahli keselamatan kereta 

api dan peneliti dalam memahami dan mengurangi resiko. Terlebih, hal 

tersebut dapat digunakan untuk penelitian perbandingan  internasional, 

yang  menginformasikan  kepada  masyarakat  tentang  kemunculan 

persoalan tentang keselamatan kereta api.  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   83 Semua Moda Transportasi 

Basis data saat ini mengandung jumlah frekuensi dari tipe kejadian kritis 

keselamatan berikut:  

• Kereta anjlok  

• Tubrukan  

• Level Crossing Occurrence  

• Sinyal Lewat pada Keadaan Bahaya  

• Muatan Tidak Beraturan  

• Lintasan dan Infrastruktur Tidak Beraturan 

 

Ketika  data  dikumpulkan  dan  diterbitkan  pada  basis  hukum,  besar 

frekuensi untuk setiap kejadian di atas harus dinormalisasi berdasarkan 

pada ukuran industri. Normalisasi data memberikan: 

• Jarak Tempuh Kereta Api 

• Jarak Tempuh Muatan Kereta Api 

• Jarak Tempuh Penumpang Kereta Api 

• Jarak Total Lintasan Kereta Api 

• Kematian 

• Luka Berat 

 

Definisi untuk data disediakan pada setiap kategori diambil dari standar 

No.  ON  –  S1:  Kategori  dan  Definisi  Kejadian.  Definisi  ini  telah 

dikembangkan  pada  regulator  keselamatan  Kereta  Api  bekerja  sama 

dengan  industri.  Regulator  Kereta  Api  memberikan  data  pada  ATSB 

untuk publikasi secara nasional. 

 

Penolakan 

 

Data‐data pada  laporan  ini disampaikan pada ATSB oleh negara‐negara 

bagian  dan  Regulator  Keselamatan  Kereta  Api.  ATSB  tidak menerima 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   84 Semua Moda Transportasi 

pertanggungjawaban  untuk  kehilangan  atau  kerusakan  oleh  setiap 

orang atau perusahaan negara hasil dari penggunaan data‐data ini. 

 

Laporan  ini  telah dibuat oleh ATSB menggunakan data  yang diberikan 

oleh Regulator Keselamatan Kereta Api pada setiap negara bagian dan 

Wilayah Utara Australia  sejak  tahun  2001. ATSB  tidak mengumpulkan 

data  sendiri  dan  bergantung  seluruhnya  pada  usaha  dari  regulator 

keselamatan kereta api untukk menyediakan keakuratan dan  informasi 

yang dapat dipercaya. 

 

4.1.4 Transportasi Darat 

 

Dengan  pusat  populasi  terpisah  oleh  jarak  yang  jauh,  infrastruktur 

transportasi  jalan sudah kritis untuk mendukung masyarakat Australia, 

pertumbuhan ekonomi Australia yang kuat dan peningkatan persaingan 

internasional. 

 

Pemerintah  Australia melalui  Departemen  Infrastruktur,  Transportasi, 

Pembangunan  Daerah  dan  Pemerintah  Daerah,  menyumbang  untuk 

kemakmuran  ekonomi  dan  kebaikan  seluruh  warga  negara  Australia 

dengan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan  infrastruktur 

transportasi jalan. 

 

Departemen  memberi  masukan  pada  pemerintah  pada  perbaikan 

transportasi  dan  inovasi  untuk  meningkatkan  effisiensi  jalan, 

produktivitas keselamatan dan pelaksana  lingkungan. Departemen  juga 

menyediakan jarak pelayanan setiap hari untuk sektor transportasi jalan 

dan masyarakat. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   85 Semua Moda Transportasi 

Komisi Nasional Transportasi  Jalan dibentuk pada 1991 yang berfungsi 

untuk mengembangkan peraturan jalan secara nasional. 

 

4.2. Pencatatan Kecelakaan Transportasi Di Inggris 

 

Seluruh  pelaporan  kecelakaan  transportasi  dilakukan  oleh  Department  for 

Transport  (DfT)  berdasarkan  sumber‐sumber  terkait.  Untuk  kecelakaan 

transportasi  jalan  dilakukan  berdasarkan  dari  data  Kepolisian  yang  dicatat 

dalam  formulir  yang  disebut  sebagai  STAT  19  yang  kemudian  diolah  oleh 

kontraktor yang ditunjuk Dft untuk melaksanakannya. Hingga saat ini dilakukan 

oleh Transport Research Laboratory. 

 

Kecelakaan  angkutan  umum  di  dapat  dari  instansi  yang  disebut  Health  and 

Safety Authority  (HSA)  sebagai organisasi  independen publik yang menangani 

seluruh keselamatan dan kesehatan kerja  termasuk kegiatan  transportasi. Hal 

inilah  yang memungkinkan  di  Inggris  untuk mendapatkan  akses  pembanding 

kecelakaan kerja, rumah tangga dan transportasi. Di dalam penindakan hukum 

bagi pihak penyebab kecelakaan transportasi, polisi bekerjasama dengan pihak 

HAS. 

 

Otoritas  seperti  Civil  Aviation  Administration  hanya  merupakan  organisasi 

regulator  untuk  penerbangan  demikian  pula  organisasi  lainnya  bertindak  hal 

yang  sama  seperti  Office  of  Rail  Regulator  dan  Sea  and  inland  waterways 

regulator yang berfungsi untuk regulasi keselamatan angkutan di perairan dan 

polusi maritim. 

 

Gambar  4.2  dan  4.3  serta  Tabel  4.1  dan  4.2.  memperlihatkan  contoh  dari 

produk  yang dipublikasikan oleh  Pemerintah  Inggris  terkait dengan  informasi 

Kecelakaan Transportasi. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   86 Semua Moda Transportasi 

Gambar 4.2.  Laporan Seluruh Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan yang terjadi di Inggris 

 

Tabel 4.1. Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan yang Terjadi di Inggris 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   87 Semua Moda Transportasi 

Tabel 4.2. Korban Meninggal Dunia akibat Kecelakaan Transportasi 

 

Gambar 4.3.   Time Series Fatalitas pada Angkutan Kereta Api, Udara dan Perairan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   88 Semua Moda Transportasi 

BAB V 

PENGEMBANGAN MODEL ORGANISASI PENCATATAN DATA KECELAKAAN 

DI INDONESIA 

 

5.1. Transportasi Jalan 

 

Data  kecelakaan  transportasi  jalan  dihimpun  oleh  Direktorat  Lalu  Lintas 

(Ditlantas)  POLRI.  Pada  instansi  ini  data  tersebut  dihimpun  oleh  Sub  Bagian 

Informasi Kecelakaan Lalu Lintas (Sub Bag Info Laka) yang menghimpun seluruh 

data secara berjenjang dari Polres  (di tingkat Kabupaten atau Kota) dan Polda 

(Provinsi). Khusus untuk DKI  Jakarta, Provinsi Banten dan Provinsi  Jawa Barat 

harus  diperhatikan  bahwa  wilayah  Administrasi  Polda  Metropolitan  Jakarta 

Raya,  meliputi  Kabupaten  Tangerang  dan  Kota  Tangerang  yang  secara 

administrasi di bawah Provinsi Banten dan Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan 

Kota  Bekasi  yang  secara  administrasi  di  bawah  Provinsi  Jawa  Barat. 

Pengembangan  data  kecelakaan  untuk  ketiga  provinsi  ini  harus  dimintakan 

secara  khusus  sehingga  tidak  tumpang  tindih  satu dengan  lainnya.  Selain  itu, 

hingga  saat  ini  terdapat  dua  provinsi  yang  belum memiliki  Polda  tersendiri, 

yaitu Provinsi  Sulawesi Barat  yang masih berinduk  ke Polda  Sulawesi  Selatan 

dan Provinsi Papua Barat yang masih berinduk ke Polda Papua. Demikian pula, 

beberapa kabupaten atau kota pemekaran juga belum memiliki Polres definitif 

sehingga masih  bergabung  ke  Polres  Induk.  Sebagai  contoh:  Kecelakaan  lalu 

lintas  pada  Kabupaten  Kubu  Raya masih  ditangani  oleh  Polres  Pontianak  di 

Provinsi  Kalimantan  Barat,  Kota  Serang  masih  bergabung  dengan  Polres 

(Kabupaten) Serang di Provinsi Banten dan lain sebagainya. 

 

Hingga saat ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada saat kejadian (in 

situ) dan belum memungkinkan hingga 30 hari setelah kejadian sesuai dengan 

Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkuntan Jalan juncto 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   89 Semua Moda Transportasi 

Peraturan  Pemerintah No.  43  tahun  1992  tentang  Lalu  Lintas  Jalan  ataupun 

standar  internasional  (International  Road  Federation).  Pengembangan  ke  30 

hari dapat dilakukan dengan merujuk  rumah  sakit,  tetapi  tidak  semua  rumah 

sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat kecelakaan jalan dan 

dilaporkan  ke  pusat.  Saat  ini  sedang  diupayakan  dilakukan  suatu  Surat 

Keputusan Bersama  (SKB)  tiga pihak, yaitu: Polri, Departemen Kesehatan dan 

Perum  Jasa Raharja  yang  tujuan  utamanya  adalah meningkatkan  kemudahan 

pelayan korban kecelakaan untuk mendapatkan akses paramedik dan santunan 

sesuai  Undang  Undang  No.  43  dan  44  tahun  1964.  SKB  ini  sebaiknya  juga 

memberikan kemungkinan pihak Polri mendapat  informasi balik status korban 

hingga 30 hari setelah kejadian kecelakaan lalu lintas. 

 

Informasi  lainnya,  Ditlantas  Polri  dengan  bantuan  Bank  Dunia  sedang 

mengembangkan Sistem Data yang  lebih baik dan handal dalam  suatu  sistem 

komprehensif  yaitu:  Integrated  Road  Safety  Management  System  (IRSMS). 

Apabila  sistem  ini  sudah  berjalan  diharapkan  Pusdatin  Perhubungan  secara 

tahunan dapat memohon data‐data  yang diperlukan dalam bentuk  electronic 

file sehingga tidak diperlukan upaya pengetikan ulang data atau  inputing data 

ke  sistem  database  Perhubungan.  Selain  itu  diharapkan  IRSMS  mampu 

mencatat  korban  kecelakaan  jalan  hingga  30  hari  setelah  kejadian  apabila 

terjalin  kerjasama  yang  baik  dengan  pihak  rumah  sakit.    Gambar  5.1 

memperlihatkan  proses  aliran  data  kecelakaan  lalu  lintas  yang  saat  ini 

dioperasikan oleh Ditlantas Polri. 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   90 Semua Moda Transportasi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.1. Sistem Aliran Data Kecelakaan Lalu Lintas Jalan 

 

5.2. Transportasi Kereta Api 

 

Pencatatan data kecelakaan kereta api harus dilaksanakan oleh pihak regulator 

serta  penyidikan  berkaitan  dengan  kemungkinan  terjadinya  pidana  dilakukan 

oleh  pihak  Kepolisian  (reserse)  serta  penyelidikan  penyebab  musibah 

dilaksanakan oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi  (KNKT). Operator 

Kereta Api dalam hal ini diwajibkan melaporkan semua kejadian kecelakaan dan 

insiden  kereta  api  termasuk  kecelakaan  kerja  ke  Direktorat  Jendral 

Perkeretaapian. Sedangkan operator kereta api seyogyanya melakukan sistem 

manajemen  keselamatan  kereta  api  serta  audit  keselamatan.  Dengan 

melaksanakan sistem  ini, semua pencatatan  insiden dan kecelakaan  lalu  lintas 

harus dijalankan secara serius dan kontinyu. 

 

Undang Undang No. 23 tahun 2007 tentang Kereta api mengisyaratkan bahwa 

pengelolaan  perkereta  apian  tidak  lagi  dimonopoli  oleh  PT.  Kereta  Api 

Indonesia  (KAI),  sehingga  dimungkinkan  operator  lainnya  mengoperasikan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   91 Semua Moda Transportasi 

kereta  api  baik  secara  keseluruhan  ataupun  sebagaian  dengan  pemisahaan 

secara vertikal antara penanganan infrastruktur dan pengoperasian kereta api. 

 

Dalam  kondisi  terjadinya  pemisahan  vertikal  antara  perusahaan  yang 

mengelola infrastruktur (infrastructure manager) dan pengoperasian kereta api  

(train  operator),  kedua  pihak  harus melaporkan  seluruh  kejadian  kecelakaan 

kepada regulator untuk peristiwa yang sama. Sebagai contoh PT. KA Jabotabek 

sebagai  perusahaaan  yang  mengoperasikan  KRD  dan  KRL  urban  di  wilayah 

Jabodetabek dan PT. KAI dalam hal  ini diwakili Daerah Operasi  (Daop) 1 yang 

tetap  menyelenggarakan  infrastruktur  jalan  rel  dan  traksi  listrik  merupakan 

contoh pemisahan vertikal di Indonesia. 

 

5.3. Transportasi Udara 

   

Dari  semua moda  transportasi, angkutan udara memiliki  regulasi yang  sangat 

ketat  termasuk aspek  keselamatan  lalu  lintas dan pencatatan  seluruh  insiden 

maupun  kejadian  kecelakaan  lalu  lintas.  Laporan  ini  harus  disampaikan  oleh 

maskapai penerbangan kepada Direktorat Jendral Perhubungan Udara atau pun 

laporan  yang  disusun  oleh  Administrasi  Bandar  Udara.  Peran  KNKT  hampir 

dipastikan  di  dalam  penyelidikan  kejadian  kecelakaan  penerbangan.  Bahkan 

kejadian  kecelakaan  penerbangan  tercatat  secara  internasional  dan 

dipublikasikan secara terbuka. 

 

5.4. Transportasi Laut 

 

Pencatatan  data  kecelakaan  transportasi  di  atas  perairan  hingga  saat  ini 

dilakukan  oleh  Syahbandar/Administrator  atau  Kantor  Pelabuhan  dan  secara 

nasional  dilakukan  oleh Direktorat  Kesatuan  Penjaga  Laut  dan  Pantai  (KPLP). 

Dengan  diundangkan Undang Undang No  17  Tahun  2008  tentang  Pelayaran, 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   92 Semua Moda Transportasi 

menjadikan unsur  keamanan pelabuhan dan penjagaan pantai menjadi  suatu 

badan  tersendiri  yang  merupakan  gabungan  instansi  terkait  sebagai  wujud 

Coast Guard di  Indonesia, maka ke depan diusulkan agar dibentuk Direktorat 

baru  di  lingkungan  Direktorat  Jendral  Perhubungan  Laut,  yaitu  Direktorat 

Keselamatan  Pelayaran  dan  Lingkungan Maritim.  Tugas  umum  direktorat  ini 

membina  keselamatan  jiwa  di  laut  (SOLAS  atau  Safety  of  Life  at  Sea),  fungsi 

navigasi  pelayaran  sebagai  bagian  keselamatan  lalu  lintas  serta  menjaga 

lingkungan maritim yang diamanahkan dalam Undang Undang 17 Tahun 2008 

tentang  Pelayaran.  Di  dalam  menjalankan  fungsi  keselamatan  termasuk 

melakukan pencatatan data seluruh kecelakaan transportasi laut dan perairan. 

 

Sebagai ujung terdepan adalah Syahbandar yang mencatat seluruh kecelakaan 

pelayaran  dan  insiden  di  seputar  kegiatan  transportasi  pelayaran  di  dalam 

lingkup wilayah tanggung  jawabnya. Laporan Syahbandar kemudian dikirim ke 

pusat melalui Direktorat Keselamatan di Direktorat  Jendral Perhubungan Laut 

yang  kemudian  dikirim  ke  Pusdatin Departemen  Perhubungan  sebagai  ujung 

himpunan seluruh data kecelakaan transportasi. 

 

5.5. Transportasi Penyeberangan Sungai dan Danau 

 

Sub sistem angkutan sungai, danau dan penyeberangan memiliki posisi unik di 

Indonesia  dikarenakan  pembinaan  dilakukan  oleh  Direktorat  Jendral 

Perhubungan Darat. Diberbagai negara angkutan  laut dan perairan dalam (Sea 

and  Inland Waterways) dibina oleh satu  instansi. Kondisi yang menarik adalah 

posisi penyeberangan mengingat  Indonesia adalah negara Kepulauan sehingga 

kemungkinan  terjadi  tumpang  tindih  ijin  untuk  penyeberangan  yang  bersifat 

jarak  jauh seperti antara Tanjung Emas  (Semarang) di Pulau  Jawa dan Sampit 

atau Pangkalan Bun di Pulau Kalimantan. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   93 Semua Moda Transportasi 

Pada  sub‐sistem  angkutan  penyeberangan  sistem  pencatatan  akan  sama 

dengan  kecelakaan  kapal  di  laut  pada  umumnya,  karena  proses  ijin  berlayar 

serta  penerbitan  sijil  tetap  dilakukan  oleh  Syahbandar.  Sedangkan  untuk 

pelayaran  sungai  dan  danau,  pada  umumnya  registrasi  kapal  dilakukan  oleh 

Dinas Perhubungan Kabupaten atau Kota. Demikian pula pencatatan kejadian 

kecelakaan  dilakukan  oleh  dinas  tersebut.  Contoh  kasus  pencatatan  telah 

dilakukan  oleh  Sub  Dinas  Angkutan  Sungai,  Penyeberangan,  dan  Kereta  Api 

pada  Dinas  Perhubungan  Kota  Palembang  dimana  setiap  tahun  kejadian 

kecelakaan  di  sungai  (Sungai Musi)  dilaporkan  kepada Walikota.  Sedangkan 

kapal‐kapal besar yang berlayar di  sungai  tetap dalam koordinasi Syahbandar 

pelabuhan setempat yang berlokasi di perairan dalam seperti Pelabuhan Boom 

Baru di Sungai Musi (Kota Palembang), Pelabuhan Trisakti di sungai Barito (Kota 

Banjarmasin), dan lain sebagainya. 

 

5.6. Data Kecelakaan Transportasi Bersumber Rumah Sakit 

 

Pelaporan dan pencatatan dilakukan oleh dokter/perawat  jaga  IRD. Data yang 

dilaporkan adalah data korban kecelakaan pada saat masuk di  IRD bukan saat 

keluar dari RS. Selain rekapan tiap bulan, pihak IRD juga membuat laporan tiap 

triwulan  dan  tahunan.  Departemen  Kesehatan  sangat  memerlukan  untuk 

melihat  penyebab  kematian  sebagai  salah  stu  indikator pelayanan  kesehatan 

masyarakat.  Kecelakaan  transportasi,  khususnya  kecelakaan  di  jalan  telah 

disepakati sebagai bagian dari penyakit kesehatan masyarakat seperti TBC dan 

lain sebagainya. 

 

Gambar  5.2  dan  Gambar  5.3  secara  berturut‐turut  memperlihatkan  grafik 

penyebab  kematian di Provinsi Kalimantan Barat dengan  sampel berasal dari 

Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas, serta di Provinsi Papua dengan sampel 

dari Kota dan Kabupaten  Jayapura  (Departemen Kesehatan dan WHO, 2008). 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   94 Semua Moda Transportasi 

Kecelakaan lalu lintas telah menjadi peringkat kedua setelah tuberculosis (TBC) 

untuk  kelompok  usia  15  hingga  44  tahun  di  Kalimantan  Barat.  Usia  ini 

merupakan  usia  produksi  dimana  menjadi  tumpuan  harapan  keluarga  dan 

negara. Sedangkan di Papua kondisi memprihatinkan terdapat pada kelompok 

pria yang juga menjadi tumpuan keluarga. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(a) Persentase Penyebab Kematian untuk Kelompok Usia 15 hingga 44 Tahun 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(b) Persentase Penyebab Kematian untuk Kelompok Usia Lebih Besar dari 5 Tahun 

Gambar 5.2   Persentase Penyebab Kematian Berdasarkan Sampel di Kalimantan Barat 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   95 Semua Moda Transportasi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(a) Persentase Penyebab Kematian Kelompok Pria Usia 15 hingga 44 Tahun 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(b) Persentase Penyebab Kematian Kelompok Wanita Usia 15 hingga 44 Tahun 

 

Gambar 5.3.  Persentase Penyebab Kematian Berdasarkan Sampel di Provinsi Papua 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   96 Semua Moda Transportasi 

5.7  Inventarisasi Penyebab Utama Kecelakaan Transportasi  

 

5.7.1.  Transportasi Jalan 

Penyebab  kecelakaan  secara  rinci  dari  data  hingga  saat  ini  masih 

bersifat parsial sehingga secara komprehensif belum mampu dilakukan. 

Hal yang paling memungkinkan adalah transportasi jalan.  

 

Guna memperlihatkan kondisi keselamatan lalulintas jalan di Indonesia 

digunakan pendekatan  dengan melakukan pemotretan  permasalahan 

yang krusial  (Snap shot) sebagai berikut  (Tjahjono, Draft Buku Analisis 

dan Prevensi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan): 

 

 Potret 1: Pertumbuhan kendaraan bermotor berhubungan  langsung 

dengan  jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas 

jalan. 

 

Tabel  5.1  dan  Gambar  5.4  memperlihatkan  kinerja  keselamatan 

lalulintas  di  Indonesia  dengan  membandingkan  jumlah  korban 

meninggal  dunia  akibat  kecelakaan  lalulintas  jalan  dengan  indikator‐

indikator lainnya, yaitu: jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor 

dan panjang  jalan. Terlihat bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor 

meningkat sangat tajam dalam lima tahun terakhir hingga tahun 2005. 

Dalam  kurun  hanya  lima  tahun  jumlah  kendaraan  bermotor  berlipat 

ganda dan kontribusi yang terbesar terjadi pada pertumbuhan sepeda 

motor seperti terlihat pada Gambar 5.5.  

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   97 Semua Moda Transportasi 

1 9 9 6 1 4 ,5 32 ,0 9 5 3 36 ,3 7 7 1 9 8 ,3 0 3,2 2 9 1 5 ,2 91 1 0 ,8 691 9 9 7 1 6 ,5 35 ,1 1 9 3 42 ,7 0 0 2 0 1 ,3 6 6,9 3 0 1 7 ,1 07 1 2 ,2 271 9 9 8 1 7 ,6 44 ,8 8 5 3 55 ,4 0 0 2 0 3 ,1 0 3,9 8 3 1 5 ,0 97 1 1 ,7 781 9 9 9 1 8 ,9 75 ,3 4 4 3 56 ,0 0 0 2 0 4 ,6 4 6,3 8 2 1 2 ,7 69 9 ,9 542 0 0 0 1 8 ,9 75 ,3 4 4 4 09 ,8 8 1 2 0 5 ,7 8 3,3 4 1 1 2 ,6 49 9 ,5 362 0 0 1 2 1 ,2 01 ,2 7 2 4 18 ,2 0 0 2 1 4 ,7 0 1,2 4 0 1 2 ,7 91 9 ,5 222 0 0 2 2 4 ,6 71 ,3 3 3 4 27 ,4 0 0 2 1 6 ,9 8 8,6 0 8 1 2 ,2 67 8 ,7 622 0 0 3 3 2 ,7 74 ,9 2 9 4 29 ,9 1 2 2 2 5 ,6 9 2,6 9 5 1 3 ,3 99 9 ,8 562 0 0 4 4 1 ,9 86 ,8 1 4 4 86 ,6 2 3 2 2 6 ,2 5 2,0 1 9 1 7 ,7 32 1 1 ,2 042 0 0 5 4 7 ,6 64 ,8 2 6 4 83 ,9 6 2 2 2 0 ,5 7 2,1 3 2 9 1 ,6 23 1 6 ,1 152 0 0 6 5 0 ,1 12 ,4 2 3 5 06 ,4 4 4 2 2 7 ,2 1 6,3 7 6 8 7 ,0 20 1 5 ,7 62

T ahu nKe nda raa n  Be rm oto r

P a n ja ng   Ja lan  (km )

J um lah  K ec elaka an

Pe ndudu k M en ing gal  D un ia

Tabel 5.1 Kinerja Keselamatan Lalu Lintas di  Indonesia  

 

 

 

 

(Sumber Ditlantas Polri, 2006) 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.4. Kinerja Keselamatan Indonesia (Sumber: Ditlantas Polri) 

 

Pertumbuhan  jumlah  kendaraan  bermotor  diikuti  pula  dengan 

pertumbuhan  jumlah  korban  meninggal  dunia  akibat  kecelakaan 

lalulintas. Apabila tidak ditangani dengan baik, dalam kurun waktu lima 

hingga sepuluh tahun yang akan datang jumlah ini akan berlipat ganda. 

Penyebab  kematian  terbesar  akan  terjadi di  jalan, bukan  akibat  jenis 

penyakit  epidemi  tertentu,  korban  kecelakaan  kerja  maupun  akibat 

bencana alam. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   98 Semua Moda Transportasi 

Usia Korban Kecelakaan (fatal)

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0-4

5-9

10-1

415

-19

20-2

425

-29

30-3

435

-39

40-4

445

-49

50-5

455

-59

60-6

465

-69

70-7

5

76-ke

atas

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000Ju

mla

h

2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Pertumbuhan Kendaraan Bermotor

sepeda motor Bus Truk mobil penumpang

Gambar 5.5  Pertumbuhan Kendaraan Bermotor di Indonesia Berdasarkan Komposisi 

 

Potret 2: Usia korban fatalitas kecelakaan lalulintas  

 

Gambar  5.6  menunjukan  usia  korban  kecelakaan  di  Indonesia  yang 

memperlihatkan mayoritas korban pada usia produktif yang  tentunya 

menyebabkan  kerugian  ekonomi  baik  secara  keluarga  maupun 

nasional. 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.6.   Proporsi Usia Korban Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Lalulintas 

Jalan Tahun 2004 dan 2005 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   99 Semua Moda Transportasi 

Pada  umumnya  keluarga  korban meninggal  dunia  atau  cacad  akibat 

kecelakaan  lalu  lintas mengalami suatu proses kemiskinan akibat dari 

hilangnya  tumpuan  utama  ekonomi  keluarga.  Data  ini  berdasarkan 

data  korban meninggal  dunia  pada  tahun  2004  dan  2005  sejumlah 

27,319 korban meninggal dunia. 

 

Potret  3:  Pengemudi  kendaraan  bermotor  tanpa  Surat  Ijin 

Mengemudi 

 

Pertumbuhan  pesat  jumlah  kendaraan  bermotor  tidak  diimbangi 

dengan  kepemilikan  Surat  Ijin  Mengemudi  (SIM).  Khususnya 

pertumbuhan  sepeda  motor  tidak  diimbangi  dengan  pertumbuhan 

pengajuan  SIM  C  baru.  Hal  ini  merefleksikan  bahwasannya  banyak 

pengemudi atau pemilik sepeda motor yang idak memiliki SIM seperti 

terlihat pada Gambar 5.7. Dengan kata lain, pengemudi “baru” sepeda 

motor  menyikapi  dengan  membeli  sepeda  motor  tanpa  memiliki 

“kepercayaan  dengan  rasa  tanggung  jawab  (previledge)  untuk 

menggunakan  jalan  umum,  karena  seharusnya  memerlukan  proses 

untuk mendapatkan SIM C terlebih dahulu.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5.7. Perbandingan Antara Jumlah Kendaraan dan SIM 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   100 Semua Moda Transportasi 

0200400600800

1,0001,2001,400

AngkutanUmum

KendaraanPribadi

AngkutanBarang

SepedaMotor

PejalanKaki

Korban meninggal dunia dan luka berat di wilayah Polda Metro Jaya

meninggal dunia luka berat

 

Selain  sepeda  motor,  juga  perlu  dicermati  SIM  angkutan  umum. 

Jumlah kendaraan bus juga tidak seimbang dengan jumlah SIM umum 

yang  dikeluarkan  oleh  polisi.  Kondisi  ini  sangat  memprihatinkan, 

karena  walaupun  jumlah  absolut  korban  meninggal  dunia 

berhubungan dengan pemakai  sepeda motor  tertinggi,  tetapi  jumlah 

relatif rasio korban meninggal dunia dibagi dengan jumlah suatu jenis 

kendaraan  tertentu  yang  tertinggi  terjadi  justru  pada  bus  dan  truk 

seperti  terlihat pada Gambar 5.8   di bawah  ini  (data  terbatas hanya 

pada  wilayah  Polda  Metro  Jakarta).  Walaupun  populasi  bus  relatif 

kecil,  tetapi  kecelakaan  bus  acapkali membawa  korban  yang  sangat 

besar.  Demikian  pula  kendaraan  beban  (truk)  acapkali  digunakan 

untuk angkutan manusia turut berkontribusi terhadap tingginya rasio 

fatalitas per jumlah truk. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(a) Jumlah Korban Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Lalulintas  untuk Berbagai Jenis Moda Angkutan Jalan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   101 Semua Moda Transportasi 

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

AngkutanUmum

KendaraanPribadi

AngkutanBarang

Sepeda Motor

Rasio meninggal dunia dan luka berat per 10000 kendaraan di wilayah Polda Metro Jaya

meninggal dunia luka berat Meninggal dunia dan luka berat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(b) Rasio Korban Meninggal Dunia dengan  Jumlah Jenis Kendaraan Bermotor 

 

Gambar 5.8.   Korban Meninggal Dunia Berdasarkan Moda Angkutan Jalan (Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya Tahun 2005) 

 Catatan:  Beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  yang menyebabkan 

bias di dalam penggunaan data  kendaraan bermotor dari  Kepolisian 

adalah sebagai berikut: 

 

1. Belum  terdapat  peraturan  maupun  sistem  untuk  menghapus 

kendaraan bermotor dari catatan Kepolisian (database) walaupun 

kendaraan  tersebut sudah  tidak pernah melakukan perpanjangan 

Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) lebih dari lima tahun. 

2. Definisi  jenis  kendaraan  dapat menjadi  rancu  karena  penetapan 

suatu  jenis  kendaraan  tidak  sesuai  dengan  kriteria  generik 

kendaraan. Sebagai contoh, kendaraan mobil penumpang berpintu 

lima  atau  hacth  back  dan  kendaraan  pribadi  yang  dapat 

mengangkut 7 orang atau multi purpose  vehicle  (MPV), di dalam 

uji tipe didefinisikan sebagai minibus dan penggolongan  ini dapat 

menyebabkan menjadi rancu dengan jenis angkutan umum. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   102 Semua Moda Transportasi 

3. Data  kendaraan  bermotor  yang  dilaporkan  tidak  termasuk  data 

kendaraan  bermotor  milik  ABRI/Departemen  Pertahanan 

Keamanan dan Polri yang berjalan pada jaringan jalan umum. 

 

Potret 4: Kecelakaan pejalan kaki 

 

Gambar 5.8.a memperlihatkan pula sejumlah korban meninggal dunia 

maupun  luka berat berasosiasi dengan pejalan kaki. Untuk  ini, pejalan 

kaki  perlu  mendapatkan  perhatian  khusus.  Kelompok  ini  memiliki 

resiko  meninggal  dunia  atau  luka  berat  tertinggi  dikarenakan  tidak 

memiliki  perlindungan  diri  sama  sekali. Walaupun  tidak  ditampilkan 

data pada makalah ini, di Indonesia, proporsi terbesar kasus tabrak lari 

berkaitan dengan tabrakan dengan pejalan kaki. 

 

Potret  5:  Sebagian  besar  Kecelakaan  Lalulintas  disebabkan  oleh 

Kesalahan Pengemudi atau Manusia (human error) 

 

Penyebab  kecelakaan  lalulintas dapat dibagi menjadi  tiga  komponen, 

yaitu: manusia (pengemudi), kendaraan serta jalan dan lingkungannya. 

Kesalahan manusia (human error) adalah penyebab terbesar terjadinya 

kecelakaan  lalulintas  seperti  terlihat  pada  Tabel  5.2.  Secara  umum 

pada  negara‐negara  berkembang  tingkat  kesalahan  akibat  kendaraan 

dan jalan juga berkontribusi cukup tinggi. Hal ini mengingat kurangnya 

pengawasan  terhadap  kelaikan  jalan  kendaraan  bermotor  (kir 

kendaraan)  dan  kondisi  jalan  yang  buruk  baik  secara  geometrik 

maupun kondisi permukaan perkerasan  jalan. Sebagai contoh, human 

error  di  Inggris  sekitar  95%,  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  di 

Indonesia. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   103 Semua Moda Transportasi 

Beberapa  kecelakaan  lalulintas  jalan  juga  disebabkan  oleh  gagalnya 

sistem  rem  kendaraan  atau  akibat  kondisi  jalan  (berlubang  dan  lain 

sebagainya) menunjukan bahwa di Indonesia human error bukan satu‐

satunya  penyebab.  Di  dalam  penelitian  keselamatan  lalulintas  juga 

diyakini bahwa kecelakaan  lalulintas tidak dapat disebabkan oleh satu 

penyebab  saja,  tetapi  disebabkan  oleh  berbagai  penyebab  yang 

berinteraksi  sedemikian pula  sehingga menimbulkan  kecelakaan  yang 

tidak kita inginkan. 

     

Tetapi pada kondisi negara berkembang akar permasalahan kesalahan 

faktor  manusia  terhadap  kejadian  kecelakaan  lalu  lintas  perlu 

diperhatikan  lebih mendalam  seperti  supir  angkutan  umum  terpaksa 

mengemudi  melebihi  batas  toleransi  maksimum  bekerja,  kondisi 

perawatan  jalan  dan  kendaraan  yang  buruk  serta  peraturan 

pemerintah  dan  upaya  penegakan  hukum  yang  masih  belum 

mendukung  kesadaran  masyarakat  atas  pentingnya  mengutamakan 

keselamatan berlalu lintas. 

 

5.7.1.1. Faktor  Penyebab  Kecelakaan  Lalulintas  di  Indonesia 

berdasarkan kejadian dan severitas korban (berdasarkan data 

kecelakaan lalu lintas tahun 2005) 

Faktor  Kejadian  Meninggal Dunia 

Luka Berat 

Luka Ringan 

Manusia  93 %  92 %  90 %  90 % 

Kendaraan  4 %  5 %  6 %  7 % 

Jalan dan Lingkungan  3 %  3 %  4 %  3 % Sumber: Ditlantas Polri, Data tahun 2005 dan 2007 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   104 Semua Moda Transportasi 

Potret  6: Perbandingan internasional 

Gambar  5.8    memperlihatkan  perbandingan  indikator  keselamatan 

lalu lintas baik dalam bentuk indikator keselamatan personal di dalam 

penggunaan jalan (fatalitas per 100,000 penduduk) maupun  indikator 

keselamatan  berlalu  lintas  (fatalitas  per  10,000  kendaraan)  antara 

Indonesia  dengan  berbagai  negara  Asia  Tenggara  yang  bergabung 

dalam Association of South East Asia Nations (ASEAN). 

Gambar 5.9.   Perbandingan Tingkat Fatalitas Negara‐Negara ASEAN (Sumber: Country Report Global Road Safety Partnership, Bali 6‐7 September 2007) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   105 Semua Moda Transportasi 

Terlihat  disini  bahwa  Malaysia  memiliki  fatalitas  per  100,000 

penduduk  sebagai  indikator  keselamatan  personal  terburuk 

dibandingkan  negara  lain.  Hal  ini  disebabkan  bukan  saja  tingkat 

kecelakaan (accident rate) yang tinggi tetapi juga dikarenakan tingkat 

pencatatan  data  kecelakaan  lalu  lintas    termasuk  terbaik  diantara 

negara‐negara  ASEAN  bersama  dengan  Singapore.  Tingginya  tingkat 

pemilikan  kendaraan  per  kapita  di Malaysia menyebabkan  Fatalitas 

per 10,000 kendaraan bermotor tidak semenonjol dengan fatalitas per 

100,000 penduduk.  

 

Indonesia  sebagaimana  dengan  negara‐negara  ASEAN  lainnya 

memiliki  kondisi  tingkat  pencatatan  yang  masih  rendah  (under 

reporting)  yang  tentunya  menyebabkan  bias  di  dalam  melakukan 

perbandingan internasional. 

 

5.7.2. Transportasi Kereta Api 

Kecelakaan  transportasi  kereta  api  dapat  disebabkan  oleh  kondisi 

eksternal yang tidak mendukung.  

 

Lokasi  rawan  kecelakaan  adalah  salah  satu  penyebab  eksternal  yang 

menyebabkan  kecelakaan  kereta  api.  Pembangunan  perumahan  di 

sepanjang jalur kereta api, perdagangan ilegal di sepanjang jalur kereta 

api,  pelanggaran  pintu  kereta  api,  serta  pembangunan  pada  lokasi  di 

sekitar  fasilitas kereta api menyebabkan  timbulnya  lokasi‐lokasi  rawan 

kecelakaan.  

 

Berdasarkan fakta‐fakta tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa pada 

setiap  lokasi sepanjang  jalur kereta api, stasiun, perlintasan,  jembatan, 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   106 Semua Moda Transportasi 

terowongan  terdapat  berbagai  lokasi  rawan  kecelakaan  kereta  api, 

seperti diilustrasikan pada gambar dan tabel berikut. 

 

Gambar 5.10.  Ilustrasi Lokasi Rawan Kecelakaan 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   107 Semua Moda Transportasi 

Tabel 5.2.   Lokasi Rawan Kecelakaan Kereta Api 

 

 

Selain  adanya  kontribusi  dari  masyarakat  di  sekitar  fasilitas 

perkeretaapian,  faktor  lain  yang  dapat  menimbulkan  lokasi  rawan 

kecelakaan adalah gangguan alam, kondisi prasaran yang sudah tua juga 

berkontribusi pada timbulnya lokasi rawan kecelakaan. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   108 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 5.11   Grafik Frekuensi Kejadian PLH per Tahun 

 

Gambar 5. 12.   Grafik Penyebab Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

 

Berdasarkan data‐data tersebut, frekuensi kecelakaan KA (PLH) dalam 5 

tahun  terakhir  sudah menurun  cukup  signifikan,  kecuali  tabrakan  KA 

dengan  KA dan  anjlokan  KA/terguling  yang masih  relatif  tinggi. Masih 

dominannya  faktor  penyebab  internal  teknis  kecelakaan  (anjlokan 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   109 Semua Moda Transportasi 

KA/terguling)  lebih  disebabkan  karena  kondisi  SDM  dan  kebutuhan 

pemeliharaan prasarana dan sarana yang belum memadai. 

 

5.7.3. Transportasi Angkutan Udara 

Dari  33  kecelakaan  pesawat  udara  selama  tahun  2000  sampai  2008, 

sebagian besar terjadi saat pesawat berada di bandara yaitu sebesar 30 

kejadian. Jumlah ini tidak termasuk penerbangan militer. 

 

 

Gambar 5.13.  Grafik Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Lokasi Kejadian 

 

Kecelakaan  terbanyak  selama periode  tahun 2000 – 2008  terjadi pada 

tahun  2002  yaitu  8  kejadian.  Sedangkan  jumlah  kecelakaan  paling 

sedikit  terjadi  pada  tahun  2000  sebesar  1  kejadian.  Dari  tahun  2006 

sampai  tahun 2008  jumlah kecelakaan pesawat udara menurun dari 6 

kejadian menjadi 3 kejadian. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   110 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 5.14.  Grafik Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Tahun Kejadian 

 

Jumlah kematian akibat kecelakaan pesawat udara paling banyak terjadi 

pada  tahun  2005  sebanyak  182  jiwa. Dan meningkat  lagi  pada  tahun 

2007 sebanyak 123 jiwa. Pada tahun 2007 terjadi 2 kejadian kecelakaan 

besar  yang  menimpa  maskapai  penerbangan  Adam  Air  dan  Garuda 

Indonesia.  Pada  tahun  2002  dimana  terjadi  kecelakaan  paling  banyak 

yaitu 8 kejadian, memakan korban 23 jiwa. 

 

 

Gambar 5.15.  Grafik Jumlah Kematian Akibat Kecelakaan Pesawat Udara 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   111 Semua Moda Transportasi 

5.7.4. Transportasi Angkutan di Perairan  

Rentetan  kecelakaan  kapal  tahun  2006  dan  2007 menambah  panjang 

daftar kecelakaan kapal di Indonesia. Data yang dihimpun dari berbagai 

media cetak dan website menunjukkan bahwa dalam tahun 2006 telah 

terjadi 125 musibah dengan  rincian 56 kasus  faktor manusia, 35 kasus 

faktor alam, dan 14 kasus karena persoalan  teknis  (Kompas:  17 April 

2007). 

Tabel 5.3.  Penyebab Kejadian Kecelakaan Kapal 

 

 

Satu  di  antara  125  kejadian  tersebut  adalah  tenggelamnya  KMP. 

Senopati Nusantara  tanggal  30 Desember2006  di  perairan Mandalika. 

KMP.  Senopati Nusantara  dioperasikan  PT.  Prima  Vista melayani  rute 

Teluk  Kutai‐Semarang,  pada  saat  kejadian  membawa  penumpang 

terdaftar  dalam  Manifest  sebanyak  628  orang,  terdiri  dari  542 

penumpang, 5 % awak clan 29 kru kapal. Liptutan6.com, Jakarta tanggai 

14  Januari  2007  meliput  data  dari  penumpang  yang  selamat  bahwa 

sejumlah  penumpang  di  luar  Manifest  membeli  tiket  di  atas  kapal, 

sehingga  seluruh  penumpang  berjumlah  850  orang  (SCTV:  Liputan 

6.com, Jakarta). Ketika pencarian korban dihentikan pada 5 Januari 2007 

masih tercatat 367 orang belum diketemukan. 

Kebakaran KMP. Levina I tanggal 22 Februari yang akhirnya tenggelam 

tanggal  25  Februari  di  perairan  Kepulauan  Seribu,  adalah musibah 

kedua. KMP. Levina I melayani Tanjung Priok ‐ Pangkal Balam Bangka, 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   112 Semua Moda Transportasi 

dioperasikan  PT.  Praga  Jaya  Santosa.  Saat  kejadian,  KMP.  Levina  I 

mengangkut 275 penumpang berikut awak kapal, 3 1 unit truk, dan 8 

unit  kendaraan  roda  empat  sesuai manifest  namun  jumlah  seluruh 

penumpang  adalah  316  orang  karena  anak‐anak  dan  bayi  tidak 

dihitung. 

 

Penelusuran  data  kecelakaan  termasuk  laporan  berbagai  media, 

ditemukan  adanya  bukti  awal  (clear  grounds)  penyimpangan  dari 

prosedur  maupun  peraturan  perundang‐undangan  yang  berlaku. 

Dengan  konsep  Dr.  Kaoru  Ishikawa,  penelusuran  sebab‐akibat 

kecelakaan dapat dilaksanakan seperti berikut: 

 

Tabel 5.4.   Bukti Awal Pelanggaran 

 

Tabel 5.5.  Penyebab Kecelakaan Kapal Senopati Nusantara 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   113 Semua Moda Transportasi 

Tabel 5.6.   Penyebab Kecelakaan Kapal Levina I 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   114 Semua Moda Transportasi 

BAB VI 

PENGEMBANGAN SISTEM ARSITEKTUR DATA BASE KECELAKAAN 

TRANSPORTASI 

 

6.1. Prinsip Dasar Pengembangan Data Base 

 

Mengelola data yang meliput seluruh data kecelakaan moda transportasi akan 

merupakan  sebuah  pekerjaan  yang  kompleks. Walaupun  secara  umum  data 

kecelakaan setiap moda  transportasi mempunyai  field yang sama  (mis: waktu 

dan  tempat),  tetapi  karakteristik  moda  dan  infrastruktur  yang  berbeda 

menyebabkan  data  kecelakaan  tiap  moda  mempunyai  beberapa  field  dan 

attribute  yang  berbeda.  Studi  ini  bertujuan  untuk membuat  pemetaan  dari 

beragam  data  kecelakaan,  baik  dari  macam  data  (field)  maupun  sumber, 

pencatatan dan aliran pelaporannya. 

Pendekatan metodologi arsitektur basis data akan mengacu pada konsep yang 

dikembangkan oleh Korth & Silberschatz (Database System Concepts, Henry F. 

Korth  &  Abraham  Silberschatz,  1991).  Sistem  manajemen  basis  data  akan 

merupakan kumpulan dari interrelasi data dan program untuk mengakses data. 

Kumpulan data  ini kita sebut basis data (database). Sistem basis data didesain 

untuk mengelola saratnya  informasi. Tujuan utama dari basis data  ialah untuk 

dapat mengakses dan menyimpan data dengan mudah dan efisien. Pengelolaan 

data  melingkupi  penentuan  struktur  penyimpanan  data  serta  penyediaan 

mekanisme untuk melakukan akses dan menggunakan  informasi. Sistem basis 

data harus dapat menyediakan  keamanan dari data  yang disimpan, baik dari 

keamanan penyimpanan maupun dari aksesibilitas.  

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   115 Semua Moda Transportasi 

6.1.1. Data Abstraksi 

 

Tujuan  pengembangan  sistem  basis  data  ialah menyediakan  kepada 

pengguna  abstract  view  dari  data.  Jadi  sistem  tidak  akan 

memperlihatkan bagaimana data  secara  rinci dikelola dan disimpan, 

walaupun tentunya data/informasi akan dapat diakses secara efisien. 

Ini  menyebabkan  harus  ada  proses  mendesain  struktur  data  yang 

kompleks  agar  data  dapat  terwakili  dengan  baik  pada  sistem  basis 

data. Karena para pengguna (users) basis data, yang belum tentu pada 

tingkatan ahli  computer,  kompleksitas data disusun dalam beberapa 

tingkatan  abstraksi  (levels  of  abstraction),  agar  pengguna  mudah 

berinteraksi dengan sistem basis data. Lihat gambar 6.1. 

 

3 (tiga) tingkatan abstraksi data adalah sebagai berikut : 

1. Tingkatan Fisik (Physical level).  

Tingkatan  dimana  rekord  data  disimpan  pada  perangkat  keras 

(Hard Ware). 

2. Tingkatan Logika/Konsep (Logical/Conceptual Level) 

Tingkatan bagaimana data disimpan dalam basis data (data base), 

dan hubungan/relasi (relation) antara data. 

3. Tingkatan antarmuka (View Level) 

Tingkatan  dari  pengguna  akhir,  dengan  mudah  mengakses 

informasi.  Juga  akan  terbatas  dalam mengakses  data  rinci  yang 

tidak untuk umum. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   116 Semua Moda Transportasi 

Gambar 6.1. Tiga Tingkatan Abstraksi Data 

6.1.2. Model Data 

Ada  beberapa  model  data  yang  menjadi  tumpuan  pengembangan 

struktur basis data.  Ini merupakan cara untuk menjelaskan tipe data, 

hubungan  antar  data  dll.  Model  data  yang  banyak  dipakai  pada 

aplikasi basis data pada hakekatnya terdiri dari: 

1. Model Entity‐Relationship 

Model  ini  mencoba  mempersepsikan  dunia  nyata  yang  mana 

berisikan  kumpulan  obyek  (entities)  dan  hubungan/relasi 

(relationship)  diantara  obyek.  Obyek  adalah  sebuah  entity  yang 

dibedakan dengan obyek yang lain, dengan atribut (attribute) yang 

spesifik. (Gambar 6.2.) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   117 Semua Moda Transportasi 

Gambar 6.2. Contoh Diagram E‐R (Entity‐Relationship) 

Keterangan : - Kotak  :  menandakan entity  - Elips  :  menandakan atribut - Wajik  :  menandakan hubungan/relasi (relationship) - Garis  :  hubungan entity ke atribut, entity ke relasi 

 2. Relational Model 

Model  data  relational  ditunjukkan  dengan  data  dan  relasi  pada 

beberapa  kumpulan  tabel,  dimana  tabel‐tabel  tersebut 

mempunyai kolom dengan nama yang sama (Gambar 6.4.). 

Gambar 6.3. Contoh Tabel Model Data Relational (Relational Model) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   118 Semua Moda Transportasi 

3. Other models :  

- Object‐Oriented Model 

- Semi‐Structured Data Models 

- Older models : Network Model and Hierarchical Model 

 

6.1.3. Rujukan Data 

Studi  ini  akan  menyelusuri  data  dari  kecelakaan  seluruh  moda 

transportasi  di  Indonesia  dengan  cara  melakukan  survei  pada 

regulator, operator  serta  stake holder  yang  terkait pada moda  yang 

bersangkutan. 

 

Diharapkan dari hasil  survai bisa di dapat data yang  cukup mewakili 

data  kecelakaan  transportasi,  hingga  dapat  di  petakan  alur  dari 

pencatatan, pengarsipan, analisa, evaluasi serta pelaporannya. 

 

Adapun untuk dapat disusun suatu basis data yang andal hendaknya 

data yang didapat memenuhi syarat sebagai berikut : 

1. Data yang mewakili 

Data yang tercatat mempunyai variable yang cukup lengkap agar 

dapat di analisa serta dapat menjadi laporan yang mewakili. 

2. Akurat 

  Data tercatat dengan baik sesuai kejadian kecelakaannya. 

3. Waktu yang berurutan 

Data yang tercatat cukup lengkap dari waktu ke waktu. 

4. Lengkap 

Data  yang  tercatat  meliput  semua  aspek  yang  cukup  penting 

untuk dilaporkan. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   119 Semua Moda Transportasi 

Dari BAB V kita lihat bahwa pencatatan kecelakaan pada seluruh moda tercatat 

oleh  berbagai  macam  instansi. Walaupun  secara  kejadian  di  lapangan  data 

tercatat dengan baik, tetapi agar data keseluruhan bisa dijadikan rujukan yang 

andal hendaknya kita uji dengan konsep data rujukan. 

 

Dari keseluruhan moda, pencatatan data yang mewakili, akurat serta  lengkap, 

secara relative sudah dilakukan oleh  instansi terkait di  lapangan, hanya belum 

ada panduan atau prosedur yang baku dan lengkap, untuk sistem pelaporan ke 

tingkat pusat. Banyak terjadi inkonsistensi untuk pencatatan data dari waktu ke 

waktu secara berurutan. Jadi walaupun dari satuan waktu tertentu pencatatan 

dilakukan  dengan  baik,  tetapi  secara waktu  yang  berurutan  tidak  terjadi.  Ini 

menyulitkan  untuk  dilakukan  analisa  serta  evaluasi  secara  menyeluruh  dan 

menyebabkan laporan kecelakaan tidak menjadi suatu kesatuan yang padu. 

 

Untuk  itu  secara  terintegrasi  harus  dibuat  sistem  basis  data  di  tingkat  pusat 

(bisa  pada  tingkatan  Direktorat  Jendral  dan/atau  Pusdatin).  Jadi  semua  data 

tercatat/tertulis (hard copy) secara regular (dari waktu ke waktu), oleh instansi 

(eksisting)  terkait di  lapangan dikirimkan  ke pusat.  Secara  rutin dan  konsiten 

data di masukkan (entry) ke sistem basis data (database), yang mana dijadikan 

soft  copy  digital  agar  dapat  di  analisa  dan  evaluasi  secara  terintegrasi  dan 

komprehensif.   

 

Untuk  itu  dapat  kita  lihat  form  pemasukan  data  awal  (BAB  6.3.)  yang 

mengakomodasi semua pencatatan data variabel yang dikembangkan pada BAB 

6.2. 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   120 Semua Moda Transportasi 

6.2. Variabel Data Kecelakaan Transportasi Nasional  

 

Laporan  tahunan  sebaiknya  bersifat  runtun  data  (time  series)  minimal  lima 

tahun ke belakang. Sebagai contoh  Laporan  tahunan Kecelakaan Transportasi 

Tahun 2007 menyertakan pula informasi dari tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006. 

Hal  ini  diperlukan  untuk memungkinkan melihat  kecenderungan  (trend)  data 

kecelakaan transportasi. 

Data  yang  terhimpun  oleh  Pusdatin  adalah  data  yang  bersifat  umum  dan 

khusus sebagai berikut: 

 

6.2.1 Data Umum 

1. Jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas tahunan dan bulanan. 

2. Jumlah  korban meninggal  dunia,  luka  berat  dan  luka  ringan  serta 

hilang (untuk transportasi perairan dan udara). 

3. Tingkat kecelakaan transportasi1. 

4. Penyebab  kecelakaan  (umumnya  untuk  memahami  penyebab 

dikaitkan dengan  faktor manusia, kesalahan  teknis maupun kondisi 

alam dan lingkungan). 

5. Penyebaran lokasi kejadian 

6. Jenis Kendaraan/armada yang terlibat kecelakaan transportasi 

 

6.2.2 Data khusus 

1. Kecelakaan Transportasi Jalan 

Laporan  Kecelakaan  transportasi  jalan  memungkinkan  dilakukan 

secara berjenjang berdasarkan pembagian administrasi pemerintah 

seperti  data  kecelakaan  transportasi  jalan  di  tingkat  nasional, 

provinsi  serta  kabupaten  atau  kota.  Data  Kepolisian,  sebaiknya 

                                                            1   Tingkat kecelakaan adalah rasio antara jumlah kecelakaan atau korban dengan faktor tertentu 

seperti jumlah penduduk, jumlah kendaraan atau armada yang terdaftar maupun jumlah kendaraan atau armada kilometer perjalanan yang umum digunakan untuk perbandingan relatif. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   121 Semua Moda Transportasi 

dimulai dari tahun 2004 untuk wilayah Polda Metro Jaya dan tahun 

2007 untuk wilayah lainnya Data sebelum tahun tersebut kondisinya 

sangat  buruk  sehingga  tidak  memberikan  gambaran  aktual  dari 

kondisi  di  lapangan.  Bahkan  dengan  upaya  yang masihberjalan  di 

Ditlantas Polri, peningkatan  jumlah kecelakaan ke depan  tidak saja 

bersumber  dari  peningkatan  kecelakaan  lalu  lintas,  tetapi  juga 

dikarenakan  semakin  baik  pencatatannya  sehingga  tingkat  under 

reporting ditekan seminimal mungkin. 

 

Beberapa  data  yang  dapat  dihimpun  dari  Direktorat  Lalu  Lintas 

POLRI antara lain: 

1. Jenis  kecelakaan  seperti  kecelakaan  tunggal,  depan‐depan, 

depan‐belakang, tabrakan dengan pejalan kaki. 

2. Kecelakaan yang bersifat tabrak lari. 

3. Jenis  kendaraan:  mobil  penumpang,  mobil  beban,  angkutan 

umum  penumpang,  sepeda  motor,  dan  kendaraan  tidak 

bermotor. 

4. Usia korban kecelakaan lalu lintas. 

5. Pekerjaan korban kecelakaan lalu lintas. 

6. Pendidikan korban kecelakaan lalu lintas. 

7. Lokasi rawan kecelakaan lalu lintas. 

8. Penyebab kecelakaan hirarki pertama (manusia, kendaraan serta 

jalan dan lingkungan). 

9. Waktu kejadian. 

10. Cuaca sewaktu kejadian. 

11. Kondisi Jalan menurut pengamatan pihak Kepolisian. 

12. Penyebab  primer  kecelakaan  lalu  lintas  (faktor  manusia, 

kendaraan atau jalan dan lingkungan). 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   122 Semua Moda Transportasi 

13. Lokasi  kecelakaan  dikaitkan  dengan wilayah  administrasi:  jalan 

tol, nasional, provinsi serta kabupaten atau kota. 

 

Saat  ini  basis  informasi  kecelakaan  jalan  masih  bersumber  pada 

Laporan  Polisi  (LP)  yang  tentunya  memiliki  informasi  terbatas 

mengingat informasi utama adalah untuk penyidikan perkara sesuai 

dengan  hukum  positif  pidana  di  Indonesia.  Penerapan  data 

kecelakaan lengkap belum dilakukan oleh seluruh Polda di Indonesia 

sehingga data lebih detil belum mungkin dilakukan saat ini. 

 

Data penunjang antara lain: 

1. Jumlah penduduk (dari Badan Pusat Statistik/BPS). 

2. Jumlah  kendaraan  yang  terdaftar meliputi: mobil  penumpang, 

mobil  beban,  angkutan  umum  penumpang  dan  sepeda motor 

(dari Ditlantas POLRI). 

3. Panjang  jalan  terbagai  menjadi  tol,  nasional,  provinsi  serta 

kabupaten maupun kota (dari Bina Marga). 

4. Kondisi  Jalan  terbagi  menjadi:  Baik,  Sedang,  dan  Rusak  (Bina 

Marga). 

 

2. Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

Saat  ini  informasi  kecelakaan  kereta  api  didapat  dari  operator  PT. 

KAI  yang  juga  dilaporkan  ke  Direktorat  Jendral  Perkeretaapian. 

Dengan era multi operator, peran Direktorat Jendral Perkeretaapian 

harus  semakin  aktif untuk melakukan pencatatan  seluruh  kejadian 

yang ada. 

 

Kecelakaan yang berasosiasi dengan kereta api  terdapat 4  (empat) 

jenis, yaitu: 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   123 Semua Moda Transportasi 

1) Kecelakaan antara kereta api murni (train crashes) 

2) Kecelakaan  akibat  anjlog  (derailment)  baik  akibat  buruknya 

kondisi  infrastruktur  atau  disebabkan  oleh  gangguan  alam 

seperti banjir ataupun longsor 

3) Kecelakaan tabrakan dengan manusia yang berada di ruang milik 

jalan rel, ataupun orang yang menyeberang tidak di  lokasi yang 

disediakan (trespassing), dan 

4) Kecelakaan di perlintasan sebidang dengan jalan 

 

Secara  definisi  hanya  butir  1  train  crashes  yang  merupakan 

kecelakaan  transportasi  kereta  api. Walaupun  demikian  informasi 

kecelakaan kereta api yang umum dilaporkan adalah butir 1, 2 dan 

3.  Sedangkan  butir  4  dikategorikan  kecelakaan  jalan  dan  jumlah 

korban merupakan data kecelakaan jalan.  

 

Kecelakaan butir 1 atau kecelakaan kereta api murni menunjukkan 

kinerja  keselamatan  pada  operator  kereta  api  (train  operator). 

Kecelakaan  butir  2  atau  derailment  menunjukkan  kemungkinan 

buruknya  kinerja  pengelola  infrastruktur  (infrastructure  manager) 

ataupun  kondisi  lingkungan.  Kecelakaan  butir  3  menunjukkan 

kemungkinan buruknya kinerja pengelolaaan  infrastruktur dikaitkan 

dengan  penjagaan  ruang milik  jalan  rel  ataupun  tekanan  aktivitas 

masyarakat di sepanjang jalur kereta api. 

 

Beberapa  pertimbangan    pendataan  di  Indonesia  adalah  sebagai 

berikut : 

• Kecelakaan  yang  berkaitan  dengan  tertabrak  orang‐orang  di 

ruang milik  jalan  rel  dapat  pula  dikembangkan  termasuk  juga 

kecelakaan korban penumpang gelap yang berada di luar/di atap 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   124 Semua Moda Transportasi 

rangkainan  kereta  api  yang  terjatuh  atau  terkena  aliran  listrik 

bersumber dari traksi  listrik khusus untuk kereta rel  listrik (KRL) 

seperti beberapa kejadian di sistem kereta api Jabotabek. 

• Kecelakaan yang terjadi di pelintasan jalan juga dirangkum pada 

data  kecelakaan  kereta  api  untuk  melihat  tingkatan 

permasalahannya  dan  agar  dikategorikan  mejadi  pelintasan 

dengan  palang  penutup  dan  tanpa  palang  penutup  (terbuka, 

tanpa penjagaan). 

• Kecelakaan  yang menimbulkan  korban  di  areal  stasiun  dan  di 

lingkungan  jalan rel diperhitungkan sebagai kecelakaan kategori 

butir  ketiga, mengingat  banyaknya  pelintasan  sebidang  antara 

emplasemen stasiun di Indonesia. 

• Sedangkan kecelakaan yang terjadi di kawasan depo perawatan 

kereta api dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. 

• Anjlok  yang  disebabkan  kerusakan  rangkaian  kereta  api 

merupakan  kecelakaan  kereta  api  murni,  sedangkan  yang 

dimaksud dengan anjlok di sini yang dikaitkan dengan buruknya 

kondisi  infrastruktur  jalan  rel  ataupun  disebabkan  gangguan 

alam. 

  

Wujud laporan umum kecelakaan kereta api tahunan adalah sebagai 

berikut dapat dilihat pada Tabel 6.1. di bawah ini. 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   125 Semua Moda Transportasi 

Tabel 6.1. Format Laporan Umum Kecelakaan Kereta Api 

Kategori Jumlah kejadian 

Korban meninggal dunia 

Korban Luka Berat 

Korban Luka Ringan 

Kecelakaan kereta api murni 

   

Kecelakaan kereta anjlok 

   

Kecelakaan akibat  pelanggaran di ruang milik jalan rel 

   

Kecelakaan pada pelintasan sebidang jalan 

       

 

Sedangkan format khusus meliputi hal‐hal sebagai berikut: 

1. Jenis kereta api (penumpang, barang). 

2. Lokasi kejadian  (ruas, emplasemen stasiun, marshalling yard, di 

tambah  apabila  di  jembatan  atau  terowongan,  pelintasan 

sebidang). 

3. Jenis  lintasan  (lintasan  tunggal,  lintasan  ganda,  lintasan  multi 

ganda). 

4. Penyebab  kecelakaan  (khusus  untuk  kecelakaan  kereta  api 

murni):  gagal/melanggar  peringatan  sinyal  dan  semboyan, 

kesalahan  signal,  kerusakan  lokomotif,  kerusakan  sistem  under 

carriage, kerusakan kereta/gerbong dan lain sebagainya. 

5. Penyebab anjlok (derailment) seperti: konstruksi, banjir,  longsor 

dan lain sebagainya. 

6. Khusus  untuk  pelintasan  sebidang:  tanpa  atau  dengan  palang 

penutup/penjagaan. 

7. Pelanggaran di ruang milik jalan rel: penyeberang jalan rel, jatuh 

dari  rangkaian  kereta  api  atau  terkena  aliran  listrik  dan  lain 

sebagainya. 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   126 Semua Moda Transportasi 

3. Kecelakaan Transportasi Udara 

Kecelakaan  penerbangan  harus  mampu  memisahkan  antara 

kecelakaan  (accident)  dan  insiden  (incident).  Sebagai  contoh, 

kembalinya pesawat  terbang  ke Bandara  asal  karena alasan  teknis 

(return  to  base)  bukan  kecelakaan  tetapi  justru  upaya  untuk 

mencegah  terjadinya  kecelakaan  udara.  Publikasi  media  acapkali 

mendramatisir  insiden  ini.  Juga  seperti  kecelakaan  di  pelintasan 

sebidang  pada  moda  kereta  api,  kecelakaan  di  landasan  akibat 

lalainya pengamanan aparat bandara menjaga landasan tidak dilalui 

masyarakat  atau  binatang  bukan  kecelakaan  transportasi  udara. 

Sebagai  contoh  tertabraknya  hewan  di  landas  pacu  oleh  pesawat 

terbang  yang  mendarat  di  Bandara  Merauke  bukan  termasuk 

kategori kecelakaan transportasi udara. 

 

Beberapa data umum yang dapat dihimpun dari kecelakaan pesawat 

terbang diantaranya: 

1) Hari dan Tanggal kejadian 

2) Nomor register pesawat 

3) Nama maskapai penerbangan 

4) Jumlah korban 

5) Lokasi kejadian kecelakaan 

 

Karena peraturan  internasional mengenai keselamatan transportasi 

udara  sangat  ketat,  maka  sistem  pencatatan  dan  informasi 

kecelakaan  transportasi  harus  mengacu  pada  peraturan 

internasional. Hal ini juga terkait usaha agar maskapai penerbangan 

Indonesia dapat bersaing dengan maskapai asing. Data‐data khusus 

yang harus dicatat dalam kecelakaan transportasi udara adalah: 

1. Jumlah korban 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   127 Semua Moda Transportasi 

a. kecelakaan tanpa ada penumpang yang selamat 

b. Jumlah kecelakaan dengan penumpang yang selamat 

c. Jumlah kecelakaan tanpa ada korban 

2. Keadaan korban 

a. Jumlah orang yang meninggal 

b. Jumlah orang yang terluka 

3. Penyebab kecelakaan 

a. Karena kesalahan manusia 

b. Karena kesalahan teknis 

c. Karena cuaca 

d. Karena sabotase 

e. Lainnya 

4. Posisi pesawat saat kecelakaan 

a. Pada saat mendarat 

b. Pada saat terbang 

c. Pada saat tinggal landas 

d. Pada saat taxiing (berjalan dari atau menuju apron) 

e. Pada saat parkir 

5. Lokasi pesawat saat kecelakaan 

a. Kurang dari 10 km dari bandar udara 

b. Di daratan rendah 

c. Di gunung / daratan tinggi 

d. Di laut 

e. Di perkotaan 

f. Di gurun 

g. Di daerah tak dikenal 

6. Jenis penerbangan 

a. Kecelakaan selama penerbangan regular 

b. Kecelakaan selama penerbangan militer 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   128 Semua Moda Transportasi 

c. Kecelakaan selama penerbangan cargo 

d. Kecelakaan selama penerbangan pribadi  

e. Kecelakaan selama penerbangan latihan 

f. Kecelakaan selama penerbangan charter 

g. Kecelakaan selama penerbangan eksekutif 

h. Kecelakaan selama penerbangan survei 

i. Kecelakaan selama penerbangan penempatan 

j. Kecelakaan selama penerbangan penempatan posisi 

k. Kecelakaan selama penerbangan ferry 

l. Kecelakaan selama penerbangan uji coba 

m. Kecelakaan selama penerbangan pengisian bahan bakar 

n. Kecelakaan selama penerbangan pemerintah 

o. Kecelakaan selama domonstrasi penerbangan 

p. Kecelakaan selama penerbangan kemanusiaan 

q. Kecelakaan selama penerbangan pengiriman 

r. Kecelakaan selama penerbangan ambulance 

s. Kecelakaan selama penerbangan penyemprotan / pemadam 

t. Kecelakaan selama penerbangan topografi 

u. Kecelakaan selama penerbangan kalibrasi 

 

4. Kecelakaan Transportasi Angkutan di Perairan 

Kecelakaan di perairan ditekankan kepada kecelakaan angkutan baik 

penumpang  maupun  barang  (merchant  shipping).  Beberapa 

kecelakaan seperti kecelakaan kapal nelayan merupakan kecelakaan 

kerja  ataupun  mungkin  beberapa  perahu  merupakan  kecelakaan 

olahraga dan lain sebagainya. 

   

Data kecelakaan kapal yang dihimpun oleh Syahbandar mencakup: 

• Identitas Kapal (nama kapal, GT, bendera) 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   129 Semua Moda Transportasi 

• Jenis Kapal (penumpang, cargo) 

• Tanggal kejadian 

• Lokasi kejadian (koordinat) 

• Jenis kecelakaan 

• Jenis kecelakaan (tabrakan, kandas, tenggelam,dll) 

• Nama nahkoda dan ABK 

• Identitas korban (nama, usia, jenis kelamin, dll) 

• Jumlah korban 

• Sketsa kecelakaan 

 

6.3. Pengembangan Sistem Pemasukan Awal Data Kecelakaan Transportasi 

 

Berdasarkan  sub  bab  sebelumnya  yaitu  Bab  6.1  tentang  Prinsip  Dasar 

Pengembangan  Basis  Data  dan  Bab  6.2.  tentang  Variabel  Data  Kecelakaan 

Transportasi  Nasional,  selanjutnya  dicoba  dibuatkan  Sistem  Arsitektur  Basis 

Data Kecelakaan Semua Moda Transportasi. 

 

Arsitektur Basis Data secara umum terbagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu : 

1. Proses Inputing Data 

Tujuan utama dari proses  Inputing data  adalah untuk menguubah  format 

dan bentuk pencatatan dari bentuk hard copy ke bentuk soft copy, sehingga 

selanjutnya  bisa  dilakukan  pengolahan  terhadap  data  kecelakaan 

transportasi tersebut. 

Tentunya  tidak  semua  data/informasi  yang  ada  pada  setiap  format 

pelaporan  kecelakaan  yang  dimiliki  setiap  instansi  tersebut  dimasukkan 

pada  proses  inputing  data  ini,  melainkan  data/informasi  yang  telah 

ditetapkan sebagai variabel data kecelakaan transportasi nasional. 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   130 Semua Moda Transportasi 

2. Proses Pengolahan Data 

Dari  proses  inputing  data  selanjutnya  kita  dapat  mengolah  keseluruhan 

ataupun mensortir   variabel‐variabel data kecelakaan transportasi nasional 

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai selanjutnya. 

 

3. Proses Pelaporan 

Tujuan dari proses pelaporan ini adalah sebagai bentuk pelaporan informasi 

umum  ke  publik  mengenai  data‐data  kecelakaan  transportasi  nasional, 

tentunya hanya variabel‐variabel umum  saja yang bisa dilihat oleh publik. 

Namun  untuk  keperluan/  penelitian  yang  lebih  dalam  tidak  ditutup 

kemungkinan  untuk  bisa  mengakses  variabel‐variabel  data  kecelakaan 

transportasi yang lebih detail dan spesifik. 

 

Sistem  Arsitektur  Basis  Data  diatas  dikembangkan  dengan  bantuan  (tools) 

Program Microsoft Access sedemikian sistematis sehingga ketiga proses diatas 

dapat dikerjakan dengan mudah. 

 

TAMPILAN SISTEM ARSITEKTUR BASIS DATA  (Tools  : Microsoft Office Access 

Database) 

 

1. Proses Inputing Data 

• Sebelum  kita  dapat  memulai  memasukkan  variable‐variabel  data 

kecelakaan transportasi ke dalam bentuk soft copy, pertama yang harus 

dilakukan adalah membuka file inputing data yang telah dibuat.  

Tampilan menu utama dapat dilihat pada Gambar 6.4 di bawah ini. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   131 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 6.4. Tampilan Menu Utama Data Base 

 

• Pada  menu  utama  tersebut,  terdapat  4  (empat)  pilihan  Moda 

Transportasi  yaitu  Udara,  Perairan,  Jalan  Raya  dan  Kereta  Api. 

Selanjutnya  kita  dapat meng‐klik  salah  satu moda  transportasi  untuk 

mulai melakukan inputing data.  

 Beberapa  isian  tinggal  diisi  dengan  kode  angka  yang  telah  dibuat 

sebelumnya. 

 

6.3.1. Moda Transportasi Udara 

Setelah kita meng‐klik Moda Transportasi Udara, tampilan yang akan 

kita lihat selanjutnya adalah sebagai berikut: 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   132 Semua Moda Transportasi 

 

Gambar 6.5. Tampilan form data umum kecelakaan  

 

Pada  tampilan  tersebut,  terdapat  2  (dua)  form  yang  harus  diisi  yaitu 

form data umum kecelakaan dan form data pesawat. 

 

Variabel data  kecelakaan  yang  termasuk  ke dalam data umum  antara 

lain terdiri dari nomor pencatatan, tanggal dan waktu kecelakaan, lokasi 

kecelakaan dan penyebab kecelakaan. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   133 Semua Moda Transportasi 

Sedangkan  variabel‐variabel  yang  termasuk  data  pesawat  yaitu  tipe, 

nomer  registrasi,  nomer  penerbangan,  operator,  jenis  penerbangan, 

jumlah penumpang, jumlah dan kondisi korban. 

 

 

Gambar 6.6. Tampilan Data Pesawat 

 

6.3.2. Moda Transportasi Angkutan di Perairan 

Tampilan yang akan kita lihat setelah meng‐klik ‘perairan’ yang ada pada 

menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   134 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.7. Tampilan Data Umum Kecelakaan Moda Angkutan di Perairan 

 

Sama  seperti  pada  moda  Transportasi  Udara,  di  moda  transportsi 

perairan terdapat 2  (dua)  form data yang harus diisi, yaitu data umum 

dan data kapal. 

 

Variabel‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  umum  yaitu  nomor 

pencatatan,  tanggal  dan  waktu  kecelakaan,  posisi  kecelakaan,  jenis 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   135 Semua Moda Transportasi 

kecelakaan dan beberapa uraian singkat mengenai kronologis terjadinya 

kecelakaan, penyebab, akibat dan tindak lanjut yang sudah diambil. 

 

Sedangkan  variable‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  kapal  yaitu 

nama  kapal,  bendera,  tipe,  call  sign,  GT,  nama  agen,  jumlah 

penumpang, jumlah dan kondisi korban. 

 

 

Gambar 6.8. Tampilan Data Kapal 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   136 Semua Moda Transportasi 

6.3.3. Moda Transportasi Jalan  

Tampilan  yang  akan  kita  lihat  setelah meng‐klik  ‘jalan  raya’  yang  ada 

pada menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

 

 Gambar 6.9. Tampilan Data Umum Transportasi Jalan 

 

Sedikit  berbeda  dengan  2  (dua)  moda  sebelumnya  yaitu  udara  dan 

perairan, di moda transportsi jalan raya terdapat 3 (tiga) form data yang 

harus diisi, yaitu data umum, data kendaraan dan data korban. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   137 Semua Moda Transportasi 

Variabel‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  umum  yaitu  nomer 

pencatatan,  tanggal dan waktu  kecelakaan,  lokasi  kecelakaan, wilayah 

polres, jenis kecelakaan, jenis dan kondisi perkerasan jalan, cuaca, arus 

lalu  lintas,  penyebab  kecelakaan,  tipe  kecelakaan  dan  uraian  singkat 

mengenai kronologis dan kesimpulan. 

 

Variable‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  kendaraan  terlibat 

kecelakaan  yaitu  urutan  kendaraan  terlibat  kecelakaan,  tipe  dan  jenis 

kendaraan, tahun pembuatan dan jumlah penumpang. 

 

  

Gambar 6.10. Tampilan Data Kendaraan Terlibat 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   138 Semua Moda Transportasi 

Sedangkan variabel‐variabel yang termasuk dalam data korban yaitu urutan 

korban, urutan kendaraan, usia, pendidikan, pekerjaan dan kondisi korban. 

 

 Gambar 6.11. Tampilan Data Korban Kecelakaan 

 

6.3.4. Moda Transportasi Kereta Api 

Tampilan  yang  akan  kita  lihat  setelah meng‐klik  ‘kereta  api’  yang  ada 

pada menu utama dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   139 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.12. Tampilan Data Umum Kecelakaan Kereta Api 

 

Sama dengan moda sebelumnya yaitu  jalan raya, di moda  transportasi 

kereta api  juga  terdapat 3  (tiga)  form data yang harus diisi, yaitu data 

umum, data rangkaian kereta dan lain‐lain. 

 

Variabel‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  umum  yaitu  nomer 

pencatatan,  tanggal  dan  waktu  kecelakaan,  lokasi  kecelakaan,  DAOP, 

jenis kecelakaan, tempat kejadian,  jenis  lintasan, penyebab kecelakaan 

dan tipe perlintasan. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   140 Semua Moda Transportasi 

Variabel‐variabel  yang  termasuk  dalam  data  rangkaian  yaitu  urutan 

rangkaian,  jenis  rangkaian,  jumlah  penumpang,  jumlah  dan  kondisi 

korban. 

 

 Gambar 6.13. Tampilan Data Rangkaian Kereta Api 

 

Sedangkan  pada  form  lain‐lain  lebih  menekankan  pada  uraian 

kronologis kecelakaan dan akibat yang ditimbulkan. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   141 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.14. Tampilan Data Lain‐lain Kecelakaan Kereta Api 

 

• Pengkodean Variabel Data Kecelakaan Transportasi 

Seperti telah disinggung sedikit bahwa beberapa isian pada form data untuk 

setiap moda  transportasi dapat diisi dengan kode angka yang telah dibuat 

sebelumnya. 

 

Beberapa  kode  angka  yang  telah  dibuat  untuk  setiap moda  transportasi 

secara lebih jelas dapat dilihat sebagai berikut. 

 

a. Moda Transportasi Udara 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   142 Semua Moda Transportasi 

Variabel‐variabel data kecelakaan untuk moda  transportasi udara yang 

dibuatkan kode angka yaitu kode area kecelakaan,  tipe pesawat,  jenis 

penerbangan, gerak pesawat dan jenis penyebab kecelakaan. 

 

Untuk  kode  area  terjadinya  kecelakaan  udara  dibedakan  menjadi  6 

(enam)  yaitu  <  10  km  dari  airport,  wilayah  dataran,  wilayah 

pegunungan, wilayah laut, wilayah kota dan lainnya. 

 

  

Gambar 6.15. Tampilan Variabel Data Kecelakaan Transportasi Udara  

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   143 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.16. Tampilan Data Tipe‐tipe Pesawat 

 

Tipe‐tipe pesawat yang ada secara  lengkap dapat dilihat pada Gambar 

6.16 diatas. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   144 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.17. Tampilan Variabel Data Jenis Penerbangan 

 Pada proses  inputing data moda transportasi udara,  jenis penerbangan 

dibagi menjadi 20 jenis, antara lain penerbangan regular, cargo, private, 

latihan, dan lainnya seperti terlihat pada gambar di atas. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   145 Semua Moda Transportasi 

  

Gambar 6.18. Tampilan Variabel Data Gerak Pesawat 

 

Untuk  gerak  pesawat  dibedakan  menjadi  5  (lima)  yaitu  1:  untuk 

mendarat,  2: terbang, 3: take off, 4: taxiing dan 5: parkir (Gambar 6.18) 

 

 Gambar 6.19. Tampilan Variabel Data Penyebab Kecelakaan 

 

Untuk penyebab kecelakaan dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu 1 : human 

error, 2 : kesalahan teknis, 3 : cuaca, 4 : sabotase dan 5 : lainnya. 

 b. Moda Transportasi Perairan 

Untuk moda  transportasi perairan hanya dibuatkan  kode  angka untuk 

jenis kecelakaan, seperti terlihat pada Gambar … di bawah ini.  

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   146 Semua Moda Transportasi 

  Gambar 6.20. Tampilan Variabel Data jenis Kecelakaan 

 

c. Moda Transportasi Jalan  

Variabel‐variabel  data  kecelakaan  untuk moda  transportasi  jalan  raya 

yang  dibuatkan  kode  angka  yaitu  kode  polres,  tipe  kendaraan,tipe 

kecelakaan, jenis dan kondisi jalan, arus lalu lintas dan keadaan cuaca. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   147 Semua Moda Transportasi 

 

 Gambar 6.21. Tampilan Data Kode Polda dan Polres 

 

Seluruhnya berjumlah 86 Polres dari 33 Polda yang ada. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   148 Semua Moda Transportasi 

  

Gambar 6.22. Tampilan Variabel Data Jenis Kendaraan 

 

Untuk  jenis  kendaraan  dibedakan  menjadi  15  yaitu  kendaraan 

penumpang,  jeep, pick up, mini bus, bus medium, bus besar 2 sumbu, 

bus besar 3 sumbu, truk kecil, truk besar 2 sumbu, truk besar 3 sumbu, 

trailer,  articulated  truck,  sepeda  motor,  sepeda  dan  becak.  Gambar 

6.22. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   149 Semua Moda Transportasi 

  

Gambar 6.23. Tampilan Variabel Data Jenis Kecelakaan 

 

Secara  umum  jenis  kecelakaan  untuk  moda  transportasi  jalan  raya 

dibedakan  menjadi  10  (sepuluh)  yaitu  tabrakan  depan‐belakang, 

tabrakan  depan‐depan,  tabrakan  depan‐samping,  tabrakan,samping‐

samping, tabrak pejalan kaki, tabrak penghalang tidak permanen, tabrak 

obyek tetap, kecelakaan tunggal, kecelakaan beruntun dan lainnya. 

 

 

 Gambar 6.24. Tampilan Variabel Data Keadaan Kualitas Jalan 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   150 Semua Moda Transportasi 

Untuk kondisi jalan terbagi menjadi 5 (lima) yaitu baik, halus, berlubang, 

keriting dan bergelombang. 

 

 Gambar 6.25. Tampilan Variabel Data Arus Lalulintas 

 Untuk arus lalu lintas dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu sepi, sedang dan 

ramai. 

 

 

  

Gambar 6.26. Tampilan Variabel Data Kondisi Cuaca 

 

Sedangkan  untuk  kondisi  cuaca  dibedakan  menjadi  4  (empat)  yaitu 

cerah, mendung, gerimis dan hujan. 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   151 Semua Moda Transportasi 

d. Moda Transportasi Kereta Api 

Variabel‐variabel  data  kecelakaan  untuk moda  transportasi  kereta  api 

yang  dibuatkan  kode  angka  yaitu  kode  tempat  kejadian,  jenis 

kecelakaan, jenis pelanggaran dan penyebab kecelakaan. 

 

Untuk kode tempat kejadian kecelakaan kereta api dibedakan menjadi 5 

(lima)  yaitu  ruas,  emplasemen  stasiun,  marshalling  yard, 

jembatan/terowongan dan perlintasan sebidang. 

  

  

Gambar 6.27. Tampilan Variabel Data Kode Tempat Kejadian Kecelakaan 

 

Jenis  kecelakaan  kereta  api  yang dimaksud  terbagi menjadi 4  (empat) 

yaitu kecelakaan kereta api murni, kecelakaan akibat anjlog, menabrak 

manusia  yang  berada  di  ruang  milik  jalan  rel  dan  kecelakaan  di 

perlintasan sebidang dengan jalan raya. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   152 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.28. Tampilan Variabel Data Jenis Kecelakaan 

 

 Gambar 6.29. Tampilan Variabel Data Jenis Pelanggaran Penumpang 

 Jenis  pelanggaran  penumpang  yang  umumnya  mengikuti  terjadinya 

suatu  kecelakaan  kereta  api  yaitu penyeberang  jalan  rel,  terjatuh dari 

rangkaian, terkena aliran listrik dan lainnya. 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   153 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.30. Tampilan Variabel Data Jenis Penyebab Kecelakaan 

 e. Data Umum 

Untuk  jenis  pendidikan  dan  jenis  pekerjaan  khususnya  untuk  orang 

terlibat kecelakaan  transportasi  (pelaku, korban, saksi) dibuatkan kode 

yang secara umum berlaku untuk proses  inputing data umum di setiap 

moda transportasi yang ada. 

 

  

Gambar 6.31. Tampilan Variabel Data Jenis Pekerjaan 

 

Jenis pekerjaan dibagi menjadi 6 (enam) yaitu pegawai swasta, pegawai 

negeri sipil (PNS), TNI/Polri, pelajar, pengemudi dan lainnya 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   154 Semua Moda Transportasi 

 

Sedangkan untuk jenis pendidikan dibagi menjadi 5 (lima) yaitu Sekolah 

Dasar (SD), Sekolah Menengah pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas 

(SMA), Perguruan Tinggi (PT) dan lainnya. 

 

 Gambar 6.32. Tampilan Variabel Data jenis pendidikan 

 

2. Proses Pengolahan Data 

 

Secara umum  setiap queries  yang  ada merupakan  tampilan dari  keseluruhan 

variabel‐variabel data kecelakaan transportasi yang telah di‐input sebelumnya. 

Selanjutnya  kita  dapat  mengolah  keseluruhan  ataupun  mensortir  variabel‐

variabel data kecelakaan transportasi nasional sesuai dengan tujuan yang ingin 

dicapai selanjutnya. 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   155 Semua Moda Transportasi 

a. Moda Transportasi Udara 

 

  

Gambar 6.33. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Udara 

  

  

Gambar 6.34. Tampilan Data Pesawat 

            

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   156 Semua Moda Transportasi 

b. Moda Transportasi Perairan  

  

Gambar 6.35. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Perairan  

 

  

Gambar 6.36. Tampilan Data Kapal  

      

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   157 Semua Moda Transportasi 

c. Moda Transportasi Jalan  

 

  

Gambar 6.37. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Jalan 

  

  

Gambar 6.38. Tampilan Data Kendaraan Terlibat Kecelakaan Transportasi Jalan 

      

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   158 Semua Moda Transportasi 

 Gambar 6.39. Tampilan Data Korban Transportasi Jalan 

 d. Moda Transportasi Kereta Api 

 

 Gambar 6.40. Tampilan Data Umum Kecelakaan Transportasi Kereta Api 

 

  

Gambar 6.41. Tampilan Data Rangkaian Kereta   

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   159 Semua Moda Transportasi 

6.3.5. Pengembangan Model Komprehensif 

 

Gambar 6.42. Pengembangan Model Komprehensif Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   160 Semua Moda Transportasi 

6.4. Penetapan Hirarki Akses Penggunaan Data Kecelakaan Transportasi 

 

Seperti diterangkan pada Bab  2.2.2,  tujuan pengembangan  sistem basis data 

ialah menyediakan kepada pengguna abstract view dari data. Jadi sistem tidak 

akan  memperlihatkan  bagaimana  data  secara  rinci  dikelola  dan  disimpan, 

walaupun  tentunya  data/informasi  akan  dapat  diakses  secara  efisien.  Ini 

menyebabkan harus ada proses mendesain  struktur data yang kompleks agar 

data dapat terwakili dengan baik pada sistem basis data. Karena para pengguna 

(users)  basis  data,  yang  belum  tentu  pada  tingkatan  ahli  komputer, 

kompleksitas  data  disusun  dalam  beberapa  tingkatan  abstraksi  (levels  of 

abstraction), agar pengguna mudah berinteraksi dengan sistem basis data. 

 

Tingkatan hirarki penggunaan data: 

1. Tingkatan Fisik (Physical level).  

Pada  tingkatan  ini, merupakan  tingkatan  Sistem Administrator  (Direktorat 

Jendral  dan/atau  Pusdatin), mengelola  semua masukan  data  dan  sistem 

basis data secara keseluruhan, baik perangkat keras (hardware), perangkat 

lunak (software), serta pangaturan sistem keamanannya (security) . 

2. Tingkatan Logika/Konsep (Logical/Conceptual Level) 

Tingkatan  bagaimana  data  disimpan  dalam  basis  data  (database),  dan 

hubungan/relasi  (relation)  antara  data.  Tingkatan  pengguna  yang  akan 

dapat  menganalisa  serta  mengevaluasi  data  untuk  kepentingan  yang 

strategis dan pelaporan yang komprehensif. Para pengguna  ini merupakan 

tingkatan pemutus operasional serta peneliti (Litbang). 

3. Tingkatan antarmuka (View Level) 

Tingkatan dari pengguna akhir, dengan mudah mengakses informasi, tetapi 

juga akan terbatas dalam mengakses data rinci yang tidak untuk umum. 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   161 Semua Moda Transportasi 

6.5. Pengembangan Sistem Basis Data 

Pusat  Data  dan  Informasi  (Pusdatin)  Departemen  Perhubungan  akan 

dikembangkan  sebagai  instansi  penyimpanan  data,  dokumentasi  serta 

pelaporan  seluruh  penyelenggaraan  tranportasi.  Badan  Penelitian  dan 

Pengembangan Departemen Perhubungan  (Balitbang Dephub) bukan  instansi 

yang menyimpan  dan mengelola  data  tetapi  instansi  yang menganalisis  dan 

mengkaji  data  tersebut  untuk  kepentingan  penelitian  dan  pengkajian 

permasalahan bidang transportasi di kemudian hari. 

 

Gambar 6.43. Pengembangan Sistem Basis Data   

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   162 Semua Moda Transportasi 

6.6. Pengembangan Sistem Organisasi  

Data  kecelakaan  terpadu  akan  berada  dalam  wewenang  Pusat  Data  dan 

Informasi (Pusdatin) Departemen Perhubungan, sementara itu data cuaca dan 

iklim  akan  disediakan  oleh  Badan  Meteorologi,  Klimatologi,  dan  Geofisika 

(BMKG).  Informasi  infrastruktur  dan  Lalulintas  Nasional  khusus  Transportasi 

Jalan didapatkan dari Ditjen Bina Marga. Ketiga data tersebut akan dikirimkan 

ke  Badan  Litbang  Departemen  Perhubungan  (Balitbang  Dephub)  untuk 

dilakukan  kajian  dan  analisis  untuk  kepentingan  penelitian,  sehingga 

menghasilkan  suatu  data/informasi  kecelakaan  transportasi  yang 

komprehensif. 

 

Gambar 6.44. Pengembangan Sistem Organisasi    

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   163 Semua Moda Transportasi 

BAB VII KESIMPULAN  

 

Dari Studi Sistem  Informasi Dan Pelaporan Kecelakaan Transportasi yang ditinjau dari 

aspek  sistem  keorganisasian,  pelaporan  dan  akses  informasi  data  kecelakaan  pada 

kondisi saat ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 

 

A. Inventarisasi dan Indentifikasi Sistem Informasi Kecelakaan 

1. Data  kecelakaan  transportasi  jalan  dihimpun  oleh  Ditlantas  POLRI.  Data 

tersebut dikelola oleh Sub Bagian  Informasi Kecelakaan Lalu Lintas  (Sub Bag 

Info Laka) yang menghimpun seluruh data secara berjenjang dari Polres dan 

Polda. 

2. Data kecelakaan kereta api dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dan 

dilaporkan ke Direktorat Jendral Perkeretaapian.  

3. Data  kecelakaan  laut  dilakukan  oleh  Syahbandar  dan  dilaporkan  secara 

periodik  ke  Direktorat  Jendral  Perhubungan  Laut  cq.  Direktorat  Kesatuan 

Penjagaan Laut dan Pantai  (KPLP). Acap kali  terjadi sebaliknya, petugas dari 

pusat  yang  meminta  data  tersebut  dari  Administrator/Kantor  Pelabuhan 

setempat  (perlu  diketahui  hingga  saat  ini  Syahbandar  di  bawah 

Adpel/Kanpel). 

4. Data  kecelakaan  transportasi  udara  dihimpun  oleh  Administrator  Bandara 

(Adban)  bidang  safety  dan  dilanjutkan  kepada  kepala  kantor  Administrator 

Bandara,  dan  selanjutnya  dilaporkan  kepada  Ditjen  Perhubungan  Udara. 

Untuk  bandar  udara  yang  tidak  memiliki  Administrator  Bandara,  laporan 

kejadian langsung dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara. 

 

B.  Inventarisasi Struktur serta format pelaporan dan data kecelakaan 

1.  Struktur data kecelakaan transportasi jalan yang dikelola oleh Sub Bag Lantas 

Ditlantas  Polri  merupakan  rekapitulasi  data  kecelakaan  total  yang 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   164 Semua Moda Transportasi 

diagregasikan  berdasarkan  31  wilayah  Kepolisian  Daerah  (Polda).  Data 

meliputi:  jumlah  kejadian  kecelakaan,  jumlah meninggal dunia,  jumlah  luka 

berat,  jumlah  luka ringan dan perkiraan kerugian materi. Selain  itu  terdapat 

data  pendukung  berupa:  jumlah  kendaraan,  jumlah  pengeluaran  SIM  baru, 

jumlah pelanggaran lalu lintas (tilang). Data yang lebih detil harus dimintakan 

secara khusus, karena tidak direkapitulasi secara otomatis. 

2.  Data memuat  informasi  kejadian  kecelakaan  yang meliputi,  tabrakan  antar 

kereta api, anjlok, tabrakan di persilangan yang dinyatakan sebagai kejadian 

luar‐biasa hebat  (PLH)  serta  jumlah korban.  Laporan detil dapat dimintakan 

mengingat Tim ad hoc CO (Ongeluk Comite) melakukan pelaporan secara rinci 

baik kepada Direksi PT. KAI dan Ditjen Perkeretaapian. 

3.  Pengumpulan  dan  pencatatan  data  kecelakaan  transportasi  laut  saat  ini 

dilakukan oleh Syahbandar. Data kecelakaan di sungai dan danau seyogyanya 

dilakukan oleh Dinas Perhubungan Tingkat 2, walaupun demikian tidak semua 

Dinas  Perhubungan  melakukan  hal  ini.  Data  kecelakaan  penyeberangan 

dilakukan  oleh  Unit  Pelaksana  Teknis  (UPT)  baik  pusat  maupun  daerah. 

Karena reduksi data tidak dilakukan, maka pemilahan seperti jumlah kejadian 

dan korban dilakukan di pusat.  

 

C.  Evaluasi sistem informasi, struktur dan format pelaporan. 

1.  Saat ini data Kepolisian masih bersifat pencatatan pada saat kejadian (in situ) 

dan  belum memungkinkan  hingga  30  hari  setelah  kejadian  sesuai  dengan 

Undang Undang No.  12  Tahun  1992  tentang  Lalu  Lintas  Angkutan  Jalan  jo 

Peraturan Pemerintah No. 43  tahun 1992  tentang Lalu Lintas  Jalan ataupun 

standar  internasional  (International  Road  Federation).  Data  telah  disimpan 

secara electronic dalam sistem database khusus dan komputer khusus serta 

ruang  operasi.  Format  laporan  masih  berbasis  Laporan  Polisi,  sedangkan 

Laporan  Lengkap  Kejadian  Kecelakaan  Lalu  Lintas  belum  dilakukan  secara 

nasional, hanya pada beberapa Polda saja. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   165 Semua Moda Transportasi 

2.  Pengumpulan dan pencatatan data kecelakaan Kereta Api saat  ini dilakukan 

oleh PT KA, yang dilakukan internal oleh Tim ad hoc CO (Ongeluk Comite), jika 

diartikan dalam bahasa  Indonesia adalah  tim  investigasi kecelakaan. Tim CO 

ini yang membuat  laporan. Laporan  ini biasanya disebut Laporan PL/H yang 

berisi lokasi, waktu, jenis, uraian kejadian, sebab, akibat, tindakan yang telah 

dilakukan,  dan  penjelasan  petugas  yang  sedang  bertugas  sewaktu  kejadian 

siapa  saja  dan  selanjutnya  akan  diserahkan  kepada  Direktur  Operasional 

(Dirops). Data kecelakaan hanya disimpan dalam bentuk berkas laporan (hard 

copy). 

3.  Syahbandar melakukan penyimpanan data  secara manual, disimpan di  satu 

tempat,  dan  tidak mempunyai  program  pengarsipan  yang  baik  dan  khusus 

untuk data  kecelakaan maupun penyimpanan data dalam bentuk electronic 

copy dalam sistem database khusus. 

4.  Administrator  Bandara  melakukan  penyimpangan  data  dan  pelaporan 

kecelakaan  udara  tercatat  pula  secara  internasional.  Data  singkat  seperti: 

Nama  Maskapai,  Nomor  Registrasi  Penerbangan,  Nomor  Penerbangan, 

Tempat Kejadian, dan Jumlah Korban meninggal dunia atau hilang. 

 

D.  Inventarisasi Karakteristik dan Penyebab Kecelakaan Utama 

Pada  umumnya  penyebab  kecelakaan  utama  di  jalan  adalah  faktor  manusia 

seperti terlihat pada Tabel di bawah ini: 

 Faktor 

Berdasarkan Kejadian 

Kejadian  Meninggal Dunia 

Luka Berat 

 Luka Ringan 

Manusia  93 %  92 %  90 %  90 % 

Kendaraan  4 %  5 %  6 %  7 % 

Jalan dan Lingkungan  3 %  3 %  4 %  3 % Sumber: Ditlantas Polri, Data tahun 2005 hingga 2007 

 

1. Pada umumnya kecelakaan kereta api terbesar disebabkan anjlok yang berarti 

terjadi  problem  terhadap  infrastruktur  dan  pada  perlintasan  kereta  api. 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   166 Semua Moda Transportasi 

Walaupun demikian jumlah korban terbesar terjadi apabila terjadi kecelakaan 

antara kereta api (tabrakan). 

2. Pada  umumnya  kejadian  kecelakaan  transportasi  di  perairan  terjadi  akibat 

kesalahan manusia dan mesin. Walaupun demikian kecelakaan karena cuaca 

cukup  tinggi  terjadi  yang  seyogyanya  dapat  dihindari  apabila  mencermati 

prakiraan  cuaca  dan  gelombang  laut  yang  dikeluarkan  oleh  Badan 

Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 

3. Kecelakaan penerbangan  pada umumnya  terjadi  karena  kesalahan manusia 

dan terjadi pada saat tinggal landas atau mendarat. Pengecualian terjadi pada 

Adam Air 1  Januari 2007  terjadi di  saat penerbangan dan kerusakan  sistem 

navigasi yang dilanjutkan kesalahan tindakan yang dilakukan oleh pilot. 

 

E.  Pengamatan Sumber Data Rumah Sakit dan Kecelakaan Kerja 

1. Pelaporan  dan  pencatatan  kecelakaan  berbasis  rumah  sakit  dilakukan  oleh 

dokter/perawat  jaga  IRD.  Data  yang  dilaporkan  adalah  data  korban 

kecelakaan pada saat masuk di IRD, bukan saat keluar dari RS. Pihak IRD juga 

membuat laporan tiap bulan, triwulan, dan tahunan. 

2. Data  kecelakaan  kerja  didapatkan  dari  Disnaker  tingkat  kota/kabupaten, 

Disnaker tingkat 1, ataupun dari pihak Jamsostek. 

3. Jika  ada  kecelakaan  kerja  pada  pekerjanya,  setiap  perusahaan wajib  lapor 

dalam waktu 2 x 24 jam ke Disnaker Kota setempat dan Jamsostek. Kemudian 

Pengawas di Disnaker kota melakukan investigasi ke TKP membuat penetapan 

kecelakaan untuk keperluan klaim ke Jamsostek. 

4. Sistem  Pelaporan  data  kecelakaan  kerja  yang  berkala  juga  dilakukan  oleh 

Disnaker tingkat kota hingga tingkat 1 sebagai laporan ke menteri. 

 

 

 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   167 Semua Moda Transportasi 

BAB VIII 

REKOMENDASI 

 

7.1. Struktur organisasi 

 

Rekomendasi  merupakan  hasil  akhir  sesuai  dengan  tujuan  studi  ini,  yaitu 

pengembangan Sistem Informasi dan Pencatatan Data Kecelakaan Transportasi. 

Penanganan  kecelakaan  transportasi  melibatkan  berbagai  instansi  dan 

pemangku  kepentingan  (stake  holders).  Untuk  memudahkan  dokumentasi 

seluruh  kecelakaan  transportasi  diperlukan  organisasi  nasional  yang 

menghimpun  data  kecelakaan  transportasi.  Di  kemudian  hari,  konsultan 

merekomendasikan  Pusat  Data  dan  Informasi  (Pusdatin)  Departemen 

Perhubungan  sebagai  sebagai  instansi  penyimpanan  data,  dokumentasi  serta 

pelaporan  seluruh  penyelenggaraan  tranportasi. Dasar  penunjukkan  Pusdatin 

sebagai  instansi  penyimpanan  data,  dokumentasi,  dan  pelaporan  kecelakaan 

transportasi  nasional  karena  sesuai  dengan  tupoksi  Pusdatin,  yaitu  sebagai 

pusat data dan informasi.  

 

Akses  ini  kemudian  dimungkinkan  oleh  Badan  Penelitian  dan  Pengembangan 

Departemen  Perhubungan  (Balitbang  Dephub)  dan  Direktorat  Jendral  teknis 

(termasuk Direktorat  Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, dan 

Kepolisian Negara Republik Indonesia/POLRI) untuk menganalisis dan mengkaji 

data  tersebut.  Akses  ini  juga  dimungkinkan  untuk  pihak  lembaga‐lembaga 

penelitian termasuk perguruan tinggi. Aliran data kecelakaan transportasi dapat 

dilihat pada Gambar 7.1. 

 

Penggunaan  data  kecelakaan  lalu  lintas  disesuaikan  dengan  kebutuhan 

informasi.  Untuk  itu  perlu  dilakukan  hirarki  penggunaan  data  disesuaikan 

dengan  tugas  pokok  dan  fungsi  lembaga‐lembaga  tersebut.  Sebagai  contoh 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   168 Semua Moda Transportasi 

data‐data  yang  memiliki  kepentingan  pro  justica  menjadi  data  yang  tetap 

dipegang “kerahasiaannya” oleh pihak Kepolisian  (Direktorat Lalu Lintas untuk 

transportasi jalan dan Badan Reserse dan Kriminal untuk transportasi  lainnya), 

atau yang bersifat khusus untuk penyidikan penyebab kecelakaan seperti KNKT. 

 

Gambar 7.1. Aliran Data Kecelakaan Transportasi 

 

Pengembangan ke 30 hari dapat dilakukan dengan merujuk rumah sakit, tetapi 

tidak semua rumah sakit melakukan pencatatan data korban khususnya akibat 

kecelakaan jalan dan dilaporkan ke pusat. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   169 Semua Moda Transportasi 

Untuk  itu,  konsultan  juga  merekomendasikan  kebijakan  dan  regulasi  untuk 

mempertegas tugas pokok dan fungsi dari organisasi pencatatan dan pelaporan 

data  kecelakaan  bagi  pihak  yang  ditunjuk,  berupa  Surat  Keputusan  Bersama 

(SKB) 4 Menteri; Menteri Perhubungan, Kapolri, Menteri Pekerjaan Umum, dan 

Menteri  Kesehatan,  atau  jika  memungkinkan  berupa  Keputusan  Presiden 

(Keppres).  

 

Ke  depannya,  diharapkan  ada  suatu  badan/organisasi  yang  bersifat  nasional 

sebagai badan yang mengeluarkan cetak biru (blue print) keselamatan nasional. 

Untuk  itu,  Pusdatin  Dephub  pada  kemudian  hari  diharapkan  bisa  menjadi 

Badan Keselamatan Transportasi Nasional.  

   

7.2. Pengembangan ke Depan 

Agar  sistem  pencatatan  dan  pelaporan  kecelakaan  transportasi  dapat 

memenuhi  semua  fungsi  yang  dibutuhkan  oleh  segenap  stakeholder  di 

Departemen Perhubungan, hendaknya sistem basis data dikembangkan dalam 

bentuk  yang  lengkap  serta  komprehensif,  yang  memenuhi  kaidah  dan 

kelengkapan  seluruh  konsep  basis  data  (DBMS  ‐  Database  Management 

System).  

 

Dengan  konsep DBMS,  seluruh  data  kecelakaan  yang mempunyai  inter‐relasi 

dapat  dicatat  langsung  secara  online.  Pada  sistem  ini  pun  bisa  disiapkan 

seperangkat  program  untuk  mengakses  data  dengan  beberapa  tingkatan 

sekuriti, serta program untuk beberapa pihak yang membutuhkan dan terkait. 

Sistem  ini  juga  akan  menyediakan  kemudahan  dan  kenyamanan  pada 

penggunanya, serta dapat dilengkapi dengan berbagai macam  tipe basis data, 

seperti  basis  data  dalam  tipe multi media  atau GIS  (Geographic  Information 

Systems). Lihat Gambar 7.2. 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   170 Semua Moda Transportasi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 7.2. Tipe Basis Data dan Aplikasi Basis Data 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tipe Basis Data & 

Aplikasi Basis Data 

GIS (Geographic Information Systems) 

Basis Data Multimedia 

 

Basis Data Teks & Numerik 

Basis Data Aktif & 

Real Time 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   171 Semua Moda Transportasi 

 REFERENSI 

 

Department of Health  Indonesia and World Health Organization  (2008). Presentation 

of  Study:  Establishment  of  sentinel  sites  for  special  surveillance  of  TB mortality 

(Phase 1), Unpublished.  

 

Sutomo,  H,  2004.  Presentasi  tentang  Sepeda  Motor,  Sebuah  Anatomi  Sederhana 

Keselamatan  Lalu  Lintas.  Simposium  Forum  Studi  Transportasi  antar  Perguruan 

Tinggi (FSTPT) ke 9, Universitas Brawijaya, Malang. 

 

WHO, World Health Organization,  2004. World  Report  on  Traffic  Injury  Prevention, 

WHO, Geneve. 

 

Undang Undang Repulik Undonesia No 33  Tahun 1964  tentang Dana Pertanggungan 

Wajib Kecelakaan Penumpang 

 

Undang Undang Republik  Indonesia No 34 Tahun 1964  tentang Dana Kecelakaan Lalu 

Lintas Jalan 

 

Undang  Undang  Republik  Indonesia  Nomor  14  Tahun  1992  tentang  Lalu  Lintas  dan 

Angkutan Jalan. 

 

Undang Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkereta Apian. 

 

Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 

 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1992 tentang Prasarana dan 

Lalu Lintas Jalan 

 

    Laporan Akhir 

 

Studi Sistem Informasi dan Pelaporan Data Kecelakaan   172 Semua Moda Transportasi 

Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  No.  17  tahun  1965  tentang  Dana 

Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan