bab ii tinjauan pustaka 2.1 kajian umum tentang analisis...

46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang lingkup Kriminologi 2.1.1 Kajian umum tentang Analisis Pengertian analisis adalah sebagai sebuah proses menguraikan sebuah pokok masalah atas berbagai bagianya. Penelahan juga dilakukan pada bagian tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yg benar tentang pemahaman masalah secara menyeluruh 1 . Adapun dalam kata lain pengertian analisis adalah penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa 2 . Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan banyak ditentukan atas dasar pengamatan dari objek yang diteliti. Adapun analisa data yang digunakan dalam kajian ini adalah Analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh. Untuk melakukan analisis terhadap data primer yang diambil pada kegiatan kajian ini akan digunakan metode analisis statistik sederhana (simple descriptive statistic) sebagaimana yang dikemukakan oleh Welch & Comer (1998). .Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi, tendensi pemusatan dan penyebaran (Draper & Smith,1981). Teknik ini digunakan karena secara sederhana dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu 1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.2010.hal :256 2 Kamus lengkap Bahasa Indonesia. akar media.surabaya.2003.hal:45

Upload: phamque

Post on 13-Apr-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang lingkup Kriminologi

2.1.1 Kajian umum tentang Analisis

Pengertian analisis adalah sebagai sebuah proses menguraikan sebuah

pokok masalah atas berbagai bagianya. Penelahan juga dilakukan pada bagian

tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yg benar

tentang pemahaman masalah secara menyeluruh1.

Adapun dalam kata lain pengertian analisis adalah penyelidikan terhadap

sesuatu peristiwa2.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan banyak ditentukan atas

dasar pengamatan dari objek yang diteliti.

Adapun analisa data yang digunakan dalam kajian ini adalah Analisis

deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh

sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh. Untuk melakukan

analisis terhadap data primer yang diambil pada kegiatan kajian ini akan

digunakan metode analisis statistik sederhana (simple descriptive statistic)

sebagaimana yang dikemukakan oleh Welch & Comer (1998). .Perlakuan dan

pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi, tendensi pemusatan dan

penyebaran (Draper & Smith,1981). Teknik ini digunakan karena secara

sederhana dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu

1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.2010.hal :256

2 Kamus lengkap Bahasa Indonesia. akar media.surabaya.2003.hal:45

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

populasi. Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan

dapat memprediksikan kemungkinan maupun alternatif yang ada dari data3.

2.1.2 Ruang Lingkup Kriminologi

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan

pelakunya, Beberapa aliran dalam kriminologi telah mengungkakap mengapa

kejahatan bisa terjadi dan mengapa mereka berbuat atau bertindak jahat, alas an

yang di kemukakan mulai dari aloiran kriminologi klasik atau aliran positivis,

lambroso mencari sebab-sebab dari fisik manusia sampai pada aliran kritis, atau

yang terakhir yang disebut oleh Chambliss dan seidman sebagai aliran

kriminologi radikal. Suatu keharusan yang tidak dapat ditawar adalah melakukan

analisis mengenai hubungan positif antara kekuasaan dan kejahatan. Suatu tugas

yang harus terus di upayakan dan mendapay prioritas dalam suatu agenda

kriminologi manapun4.

Beberapa pengertian kriminologi menurut para ahli5 :

1. W.A Bonger memberikan defenisi Kriminologi adalah ilmu pengetahuan

yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. Sutherlan merumuskan Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan

yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan

mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan

reaksi atas pelanggaran hukum.

3 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana prenada media grup:Jakarta.2011.hal:68

4 Rukmini, Mien,S.H M.s. 2006. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi. PT.Alumni :

Bandung.hal : 97 5 Topo santosa dan Eva Achjani zulfa.2001.kriminologi.Rajawali pers.jakarta hal 9-12

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

3. Wood berpendirian bahwa Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan

yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan

perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud didalamnya reaksi dari

masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.

4. Noach merumuskan defenisi Kriminologi adalah ilmu pengetahuan

tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-

orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.

5. Walter Reckless mendefenisikan Kriminologi adalah pemahaman

ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat

dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana.

Berbicara tentang ruang linkup kriminologi berarti berbicara mengenai

objek studi dalam kriminologi. Bonger membagi kriminologi dalam dua bagian

yaitu 6:

1) Kriminologi murni yang terdiri dari :

a. Antropologi kriminil, yaitu pengetahuan tentang manusia yang jahat

(somatic ) yag memberikan jawaba atas pertanyaan tentang orang jahat

da tanda-tanda tubuhnya.

b. Sosiologo kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai

suatu gejala masyarakat dan sampai dimana letak sebab-sebab dalam

masyarakat.

c. Psikologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang

dilihat dari sudut jiwanya.

6 Ibid,,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

d. Psikopatologi dan Neuropatologi kriminil, yaitu ilmu tentang penjahat

yang sakit jiwa atau urat syaraf.

e. Penology, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

2) Kriminologi terapan yang terdiri dari :

a. Higiene kriminil, yaitu usaha yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya kejahatan

b. Politik kriminil, yaitu usaha penanggulangan kejahatan, dimana

kejahatan telah terjadi

c. Kriminalistik, yaitu ilmu tentang pelaksanaan penyidikan tekhnik

kejahatan dan pengusutan kejahatan.

Sedangkan menurut Sutherland kriminologi terdiri dari tiga bagian utama

yaitu7 :

a. Etiologi Kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab

sebab kejahatan

b. Penology yaitu, pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah

lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dari faedahnya

c. Sosiologi hukum (pidana) , yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-

kondisi yang mempengaruhi pekembangan hukum pidana.

Dari uraian defenisi para ahli diatas dapatlah ditarik suatu persamaan

bahwa objek studi kriminologi mencakup tiga hal yaitu, penjahat, kejahatan, dan

reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan8.

7 H.M Ridwan dan ediwarman.1994. azas-azas kriminologi. Usu Pres.medan hal:94

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

1.1 Pengertian Polisi

Polisi adalah badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan

dan ketertiban umum9. Polisi juga diartikan sebagai suatu pranata umum sipil

yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini

bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi

dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya (Kansil, 1986: 351)10

.

Menurut ketentuan dalam UUD 1945 yang berkenaan dengan kepolisian

negara adalah pasal 30 ayat (4) yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik

Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat

bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan

hukum”11

.

Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil

dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota

atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut

“orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena“, kemudian pengertian itu

berkembang menjadi “kota“ dan dipakai untuk menyebut “semua usaha kota“12

.

8 Topo santosa dan Eva Achjani zulfa.2001.kriminologi.Rajawali pers.jakarta hal 13

9 Kamus lengkap Bahasa Indonesia. akar media_surabaya.2003.hal:433

10 http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi

11 Undang-Undang tentang POLRI No 2 Tahun 2002.pasal 30

12 http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Oleh karena pada jaman itu kota merupakan Negara yang berdiri sendiri.

Yang disebut juga Polis, maka Politea atau Polis diartikan sebagai semua usaha

dan kegiatan Negara, juga termasuk kegiatan keagamaan13

.

Fungsi polisi antara lain adalah14

:

a. Membuat rasa aman masyarakat

b. Melindungi dan mengayomi masyarakat

c. Mempertahankan keutuhan Negara dan bangsa Indonesia

d. Melayani kebutuhan masyarakat. ( Rachmat Dkk., 2002 : 20 )

Esensi pekerjaan polisi adalah menjalankan kontrok sosial. Dalam struktur

negara dan hukum modern sekarang ini, kontrol tersebut menjadi bagian dari

kontrok sosial yang dilakukan oleh pemerintah. Sifatnya menjadi birokratis,

formal, dan prosedural (Satjipto, 2007: 90)15

.

Hukum memberi kekuasaan yang luas kepada polisi untuk bertindak

sehingga polisi memiliki wewenang untuk mengekang masyarakat apabila ada

dugaan kuat telah terjadi tindak pidana16

. Menurut UU kepolisian no 2 tahun 2002

dalam pasal 18 dijelaskan bahwa polisi diberi wewenang dalam keadaan tertentu

untuk melakukan menurut penilaiannya sendiri atau bisa dikenal sebagai

kekuasaan diskresi fungsional yang menemparkan pribadi-pribadi polisi sebagai

factor sentral dalam penegakan hukum. Secara lebih rinci pasal 18 UU no 2 tahun

2002 adalah :

13

Ibid.., 14

Suparmin,model polisi pendamai.badan penerbit diponegoro.semarang2012.hal: 15

Ibid.., 16

Ibid..,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

1. Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara RI dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

penilaiannya sendiri.

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan

perundang-ungangan dan kode etik Polri (Syamsul, 2007 : 12).

Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ

pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya

diperintah menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan perintah

menjalankan dan tidak melakukan larangan perintah. Fungsi dijalankan atas

kewenangan dan kewajiban untuk mengadakandan bila perlu dengan paksaan

yang dilakukan dengan cara memerintah untuk melaksanakan kewajiban umum,

memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum, memaksa yang

diperintah untuk melakukan kewajiban umum dengan perantara pengadilan dan

memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa

perantaraan pengadilan17

.

Menurut Bill Drews dan Gerhard wacke18

dalam mengartikan “polizei

recht” dapat dipetakan lingkup kajian hukum kepolisian, meliputi:

1. Hakekat polisi;

2. Dasar-dasar hukum umum yang mengatur kewenangan, kewajiban dan

kekuasaan kepolisisan;

3. Dasar-dasar hukum yang mengatur kewenangan secara khusus.

17

Sadjijono Memahami Hukum Kepolisian. lakssbang pressindo.yogyakarta. 2010.hal:201 18

Ibid..,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Aparat Kepolisian memiliki tugas dan wewenang antara lain 19

:

a. Tugas Kepolisian.

Didalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggungjawab terciptanya dan

terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan

masyarakat. Menurut pendapat Soebroto Brotodiredjo sebagaimana disitir

oleh R. Abdussalam mengemukakan, bahwa keamanan dan ketertiban

adalah keadaan bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam

keselurahan atau perorangan dan memberikan rasa bebas dari kerusakan

atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan

memberikan rasa bebas dari ketakutan dan kekhawatiran, sehingga ada

kepastian dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan atau suatu

keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma hukum.

b. Wewenang Kepolisian

1. Kasatker bedasarkan penilaiannya berwenang mengamankan, menarik

senjata api dan mengajukan pembatalan izin pinjam pakai senjata api

kepada bawahannya.

2. Bid Propam berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat mengamankan

senjata api bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin

atau Kode Etik Polri atau pidana.

19

Ibid..,

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

3. Penandatanganan surat izin pinjam pakai senjata api bagi pangkat

Bintara (BA), dan Perwira Petama (Pama) di tingkat Polda adalah

Waka Polda.

4. Penandatanganan surat izin pinjam pakai senjata api bagi pangkat

pamen di tingkat Polda adalah Kapolda.

2.3 Sumber Hukum Kepolisian

Menurut Sudikno Mertokusumo,20

bahwa hakekat sumber hukum, yakni

tempat dimana kitra menemukan atau menggali hukumnya, atau tempat dimana

dapat ditemukan hukum, yakni hukum mempunyai kekuatan mengatur dan

memiliki sifat memaksa untuk ditaati. Ada yang memaknai sumber hukum adalah

segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang

bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggarakan mengakibatnya tibulnya sanksi

yang tegas dan nyata. Zevenvergen21

mengartikan sumber hukum adalah sumber

terjadinya hukum; sumber yang menimbulkan hukum. Dengan demikian dapat

dimaknai, bahwa sumber hukum tertulis adalah sebagai sumber hukum formil dan

sumber hukum tidak tertulis adalah sumber hukum materil. Sumber hukum

tertulis terdiri dari:

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Ketetapan MPR.

3. Undang-Undangan.

4. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang.

20

Sudikmo martokusumo. Op. cit., hlm. 26. 21

Zevenvergen. Op. cit., hlm.27.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

5. Peraturan Pemerintah.

6. Keputusan Presiden; dan

7. Peraturan Daerah.

Namun demikian ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber

Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dimaksud diatas

telah dicabut dengan ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003 dan keluarnya Undang-

undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan22

.

1. Undang-Undang Dasar 1945

Didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara filosofis telah

merefleksikan tugas dan wewenang serta tanggungjawab kepolisian, sebagaimana

dirumuskan dalam alenia ke-IV pembukaan UUD 1945. Isi dari alenia ke-IV

tersebut dapat dipahamimengandung asensi, bahwa Negara bercita-cita untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia23

.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disingkat

Tap MPR menjadi sumber hukum kepolisian secara formil walaupun Ketetapan

MPR No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003

dan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 10 tahun 2004 merumuskan Ketetapan

MPR tidak masuk dalam jenis dan hierarkhi Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, mengingat didalam Ketetapan MPR di tetapkan tentang eksistensi

kepolisian, seperti Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan

22 Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo, Yogyakarta. 2010.hal : 114 23

Ibid..,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Tentara Indonesia, dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran

Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.24

3. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Sumber hukum kepolisian dalam bentuk Undang-Undang tersebar dalam

berbagai perundan-undangan, antara lain: Undang-Undang No. 2 tahun 2002

tentang kepolisian Negara Republik Indonesia. Didalam Undang-Undang No. 2

tahun 2002 mengatur dan menjadi dasar pelaksanaan tugas kepolisian Negara

Republik Indonesia yang memuat, antara lain pokok-pokok mengenai tujuan,

susunan dan kedudukan kepolisian, tugas dan wewenang, keanggotaan,

pembinaan profesi kepolisian, eksistensi lembaga kepolisian nasional, dan

bantuan, hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Disisi lain tugas dan

kewenangan kepolisian dalam pengakan hukum dalam (penyelidikan dan

penyidikan) diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentng kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum acara dalam penegakan

hukum positif. Sedangkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang) sebagai sumber hukum kepolisian sepanjang mengatur dan bersangkut

paut dengan tugas dan wewenang kepolisian25

.

4. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang.

Peraturan Pemerintah sebagai sumberhukum kepolisian sepanjang

mengatru dan bersangkut-paut dengan tugas dan wewenang kepolisian, hubungan

tata kerja lembaga, pembinaan profesi, tugas-tugas dan pengaturan tentang teknis

24

Ibid.., 25

Ibid..,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

kepolisian. Namun demikian secara umum Peraturan Pemerintah menjadi sumber

hukum dalam arti formil26

.

Beberpa Peraturan Pemerintah yang merupakan sumber hukum kepolisian,

antara lain27

.

1. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan teknis

Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Republik

Indonesia.

4. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2003 tentang Perubahan atas PP No.

29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Angota Kepolisian Negara

Republik Indonesia; Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2002 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2001 tentang

Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Keploisian

Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Sipil Untuk Menduduki

Jabatan Struktural.

5. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2003 tentang Penetapan Pensiun

Pokok Purnawirawan/Warakawuri Atau duda, Tunjangan Anak Yatim-

Piatu Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

26

Ibid.., 27

Ibid..,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

6. Peraturan-Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan pelaksanaan Undang-

Undang yang bersifat khusus yang memberikan wewenang kepolisian

sebagai penyelidik maupun penyidik, dan lain lain.

5. Peraturan Presiden.

Beberapa Peraturan Presiden dalam bentuk Keppres yang merupakan

sumber hukum kepolisian, antara lain28

:

1) Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Struktural

Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2) Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Keputusan Presiden No. 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

4) Keputusan Presiden No. 67 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Peraturan

Pemerintah No. 29 Tahun 2001 ke Dalam Peraturan Pemerintah No. 14

Tahun 2003, dan lain-lain.

6. Peraturan Menteri dan Peraturan Kapolri.

Selain Peraturan Menteri, untuksemua Peraturan Kapolri danKeputusan

Kapolri merupakansumber hukum kepolisian, sepanjangmasih berlakudan belum

dicabut. Berpijak pada Stufen Bouw Theory yang dikemukakan oleh Hans

28

Ibid..,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Kelsen29

dalam bukunnya “General Theory of Law and State” pada teori pertama,

bahwa system perundang-undangan suatu Negara tersusun seperti Diatas norma

Ketetapan ada norma Peraturan. Diatas norma Peraturan ada Undang-Undang

Dasar, dan diatas Undang-Undang Dasar atau pada puncak pyramid ada norma

yang disebut Norma Dasar (Grund Norm).

7. Sumber hukum Kepolisian Yang Lain.

Selain sumber hukum kepolisian diatas masih ada sumber hukum kepolisian

yang lain, yakni Konfensi, Traktat, Yurisprudensi dan Doktrin-doktrin atau

ajaran-ajaran. Jenis sumber-sumber hukum tersebut sebagai sumber hukum

kepolisian sepanjang mengatur dan bersangkut-paut dengan eksistensi lembaga

kepolisian, tugas dan wewenang maupun hubungan kepolisian dengan lembaga

lain diluar kepolisian secara formil.

2.4 Senjata Api

2.4.1 Pengertian Senjata Api

Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu

atau lebih proyektif yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang

dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat

ini secara teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya

menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api

modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan

29

Hans kelsen. Op. cit., hlm.38.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras

melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk

menambah kestabilan lintasan30

.

Senjata api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang

ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap,

yang dirancang atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar

mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari

penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk

perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang

pada alat demikian31

.

Lebih lanjut dijabarkan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 9 Tahun 1976 yang menyatakan 32

:

Senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok

angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi

pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang

penggunannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976,

yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non

pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran

tugasnya.

Dengan demikian, secara tegas telah ditetapkan jika Senjata Api hanya

diperuntukan bagi angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan dalam

hal ini TNI dan Polri, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar bidang

30

http://id.wikipodia.org/wiki/senjata_api 31

Ibid.., 32

Ibid..,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

pertahanan dan keamanan penggunaan Senjata Api diatur dalam Intruksi Presiden

dimaksud, dalam arti Senjata Api tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan

secara bebas tanpa alas hak yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-

undangan33

.

Menurut ordonansi Senjata Api tahun 1939 jo UU Darurat No.12 Tahun

1951, senjata api termasuk juga34

:

1. Bagian-bagian dari senjata api meriam-meriam dan vylamen werpers

(penyembur api) termasuk bagiannya

2. Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa

mengindahkan kalibernya

3. Slachtpistolen (pistol penyembeli/pemotong)

4. Sein pistolen (pistol isyarat)

5. Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start

revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar),

schijndood revolvers (revolver suar) dan benda-benda lainnya yang

sejenis itu, yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau menakuti,

begitu pula bagian-bagiannya

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian senjata api

itu adalah alat yang dipakai berkelahi atau berperang dan menggunakan mesiu.

2.4.2 Fungsi senjata api

Kepemilikan senjata api selain untuk melaksanakan tugas pokok

pengamanan bagi Anggota TNI dan POLRI, bagi kalangan sipil senjata

33

Ibid.., 34

Ibid..,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

api diperuntukkan untuk membela diri. Di atas kita telah membahasa

tentang syarat dan ketentuan serta prosedur pengurusan izin kepemilikan

senjata api bagi masyarakat sipil35

.

Namun, perlu kita ketahui, selain peredaran senjata api legal, ternyata

peredaran senjata api illegal juga semakin meresahkan masyarakat. Bahkan

kecamanan dari masyarakat terkait penyalahgunaan senjata api semakin

meningkat setiap hari.

Masih baru-baru ini, tayangan berita Indonesia menyoroti aksi

anggota kepolisian yang mengacungkan pistol kepada karyawan sebuah

bar di Sulawesi Utara serta aksi “koboi” yang dilakukan oleh Iswahyudi yang

mencoba menakut- nakuti ka ryawan sebuah restaurant di daerah Jakarta Selatan.

Selain kasus-kasus di atas, kasus-kasus pembunuhan yang menjadi sorotan publik

hampir semuanya terkait dengan penyalahgunaan senjata api.

Hingga pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, apakah

sesungguhnya tujuan dari pemberian izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat

sipil? Jika hanya untuk mempertahankan diri perlukah senjata api?

Alat untuk mempertahankan diri dan sebagai alat untuk membela

diri sering kita dengar terlontar dari para pelaku penyalahgunaan senjata api.

Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa kekecewaan masyarakat akan

kinerja penegak hukum akhir-akhir ini tidak mampu memberikan rasa

aman bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga ada

beberapa kelompok masyarakat yang memilih untuk mempertahankan dirinya

35

Ibid..,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

dengan caranya sendiri, yaitu dengan membawa senjata sebagai alat perlindungan

diri36

.

Mengingat bahwa senjata api merupakan bukanlah benda yang umum

digunakan ataupun dibawa-bawa oleh masyarakat sipil, Negara telah

membuat regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Walaupun demikian

penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan. Hal ini bisa

saja dikarenakan kurang konsekuennya pihak-pihak terkait dalam

mengeluarkan izin kepemilikan senjata api37

.

Sekarang masyarakat berpandangan pemberian izin senjata api sama saja

dengan memberikan izin untuk membunuh. Dalam artian orang yang

memegang izin senjata api lebih besar kemungkinan untuk

membahayakan nyawa orang lain dengan senjata yang dimilikinya. Menurut

pendapat saya, pandangan ini memang ada benarnya.

Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen internasional tentang

standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara

langsung dan tidak langsung tentang hubungan anggota Polri dengan

HAM, guna mencegah penyalahgunaan senpi dan tindak kekerasan antara

lain38

:

1. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (ICCPR);

2. Kovenan Internasional tentang Hak Sosial Ekonomi, Sosial dan Budaya;

36

Ibid.., 37

Ibid.., 38

Polda metro jaya,Standar Universal Penggunaan Senpi bagi Aparat Penegak

hukum,Jakarta.2011

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

3. Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi

Rasial Tahun 1965;

4. Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan (CEDAW) Tahun 1981.

5. Konvensi Menentang Penyiksaan, Perlakuan atau Hukuman

Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat (CAT)

Tahun 1984;

6. Konvensi Hak-hak Anak (CRC) Tahun 1990;

7. Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa

Tahun 2006.

8. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang

Etika Berperilaku Bagi Penegak Hukum (Code of Conduct

for Law Enforcement)

9. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 43/174 Tahun 1988 tentang

Prinsip Perlindungan semua Orang Dalam Segala Bentuk Penahanan atau

Pemenjaraan;

10. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor

37/194 Tahun 1982 tentang Prinsip-prinsip Etika Kedokteran Dalam

Melindungi Tahanan;

11. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor

45/110 Tahun 1990 tentang Peraturan Standar Minimum untuk

Tindakan Non- Penahanan (“Tokyo Rule”);

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

12. Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Tahun 1985 Untuk Pelaksanaan Peradilan Anak;

13. Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Keadilan Bagi Korban Kejahatan

dan Penyalahgunaan Kewenangan Tahun 1985;

14. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan

Tahun 1993;

15. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun

1993;

16. Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia Tahun 1998;

17. Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Pelaksanaan Hukuman

Mati di Luar Proses Hukum, Sewenang-wenang dan Sumir (1989/65, Mei

Tahun 1989).

18. Pedoman Universal Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM

Berat (United Nation Basic Principles and Guidelines on the Right to a

Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of

International Human Rights Law and Serious Violation of International

Humanitarian Law) Tahun 2005; dan

19. Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan

Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (United

Nation Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement)

Tahun 1980.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

2.5 Azas dan Prinsip Pinjam Pakai Senjata Api

Senjata api yang digunakan oleh aparat Polri harus berdasarkan asas-asas

antaralain 39

:

1. Asas legalitas yaitu setiap tindakan Kepolisian harus didasarkan kepada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Asas tujuan yaitu pemberian izin pinjam pakai senjata api dilaksanakan

untuk menunjang profeionalisme tugas Kepolisian serta kepentingan

keamanan umum.

3. Asas kepentingan yaitu pinjam pakai senjata api lebih mengutamakan

kepentingan dinas Kepolisian dari pada kepentingan pribadi atau

golongan.

4. Asas penggunaan yaitu adanya keseimbangan dengan kemungkinan

akibat dari ancaman yang dihadapi.

Prinsip pinjam pakai senjata api40

:

1. Setiap anggota Polri bertugas dibagian operasional dan bensat atau juru

bayar serta mempunyai masa dinas dalam pangkat min. briptu 2 Tahun (

Ba Umum ) dan Briptu 0 Tahun (Reguler) kecuali Driver setingkat

Kapolres keatas, memenuhi persyaratan dan sesuai kubutuhan dalam

peraturan ini, dapat diberikan pinjam pakai senjata api.

2. Setiap anggota Polri yang meminjam pakai senjata wajib memelihara,

merawat serta mempedomani ketentuan-ketentuan penggunaan senjata

api yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

39

Perkapolri tentang tata cara pemberian izin pinjam pakai senjata api organic POLRI di jajaran

polda gorontalo.tahun 2008. pasal 3 40

Ibid.., pasal 4

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

3. Setiap anggota Polri yang meminjam pakai senjata api bertanggung

jawab atas penggunaan senjata api sesuai dengan prosedur yang berlaku

serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Tugas masing-masing untuk Satker Mapolda dalam peraturan ini 41

:

a. menghimpun dan meneliti permohonan pinjam pakai senjata api yang

dilakukan oleh setiap personil bawahannya.

b. Mengajukan permohonan izin pinjam pakai senjata api, sebagaimana

tersebut pasal 14 ayat (1) kepadsa karo pers.

c. Wajib mminta dan mendata (meregistrasi) senjata api yang telah memilki

izin dari yang berwenang sesuai pasal 7 ayat (3) dan (4) dengan formulir

pasal 14 ayat (7).

d. Wajib membuat laporan pertanggung jawaban penggunaan senjata api,

amunisi serta mengajukan pengganti amunisi kepada karo logistic.

Asas hukum kepolisian merupakan prinsip dasar yang melatarbelakangi

hukum kepolisian, yakni hukum yang mengatur hal ichwal tentang kepolisian.

Sehingga asas hukum kepolisian sebagai batu uji terhadap kaidah-kaidah hukum

positif yang mengatur tentang kepolisian. Maka asas hukum kepolisian juga

meliputi asas-asas hukum positif khususnya yang member kewenangan kepolisian

untuk menjalankan fungsinya dan eksistensinya dalam suatu Negara42

.

41

http://id.wikipodia.org/wiki/senjata_api 42

Ibid..,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

2.6 Tujuan dan Dasar Hukum Penggunaan Senjata Api Bagi POLRI

2.6.1 Tujuan pengaturan penggunaan senjata api bagi POLRI

Kebijakan menurut hukum Administrasi Negara merupakan produk

dari pelaksanaan kewenangan yang berwujud Tindak Administrasi Negara

yang dilakukan Pelaksana Administrasi Negara untuk melaksanakan tugasnya

dalam menjalankan pemerintahan. Kebijakan merupakan Atribusi atau

delegasi, yang merupakan Pelaksana Administrasi membentuk kebijakan

berdasarkan kewenangan yang diberikan atau dilimpahkan melalui peraturan

perundang-undangan kepadanya43

.

Kebijakan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh POLRI

memikirkan tujuan yang hendak dicapai dari dibuatnya kebijakan tersebut

yaitu keamanan. Karena melihat dari tujuannya maka, suatu kebijakan

memiliki kaitan untuk mencapai tujuan dari kaidah hukum dalam produk

kebijakan. Termasuk juga bagaimana agar kebijakan pemilikan senjata api

oleh aparat Polri dapat memiliki pengaruh positif, artinya melakukan

pertimbangan efektivitas hukum.44

Pertimbangan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan yaitu untuk

menentukan suatu kondisi yang ingin dicapai atau adanya permasalahan yang

hendak diatasi dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut kondisi dan

43 Nugraha, et al Safri ., Hukum Administrasi Negara,Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia. 2005. Hal: 167 44

Muladi Dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni. Bandung2005.

hal 153

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

permasalah tersebut merupakan motif atau latar belakang mengapa sebuah

kebijakan itu perlu ada dan atau dilahirkan45

.

Kebijakan kepemilikan senjata api yang memperbolehkan aparat

Polri memiliki senjata api tentunya memiliki hubungan dengan keamanan

disamping sebagai upaya penanggulangan kejahatan46

.

Dalam pembuatan suatu kebijakan, selain memikirkan tujuannya

juga dipikirkan mengenai kegunaan maupun keadilannya, agar peraturan yang

dikeluarkan dapat mencapai hasil yang lebih baik. Hal yang demikian ini

merupakan bentuk dari pelaksanaan politik hukum47

, dimana peraturan ini di

satu sisi dibuat untuk mencapai tujuan kebijakan dan sisi lain mendukung

tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat. Suatu kebijakan baru dapat anggap efektif apabila

sikap atau perilaku perilaku pihak pihak yang menjadi sasaran dari kebijakan

menuju tujuan yang dikehendaki kebijakan48

.

Sesungguhnya penggunaan senpi haruslah sangat sensitive dan

selektif, tidak disetiap kondisi penangangan kejahatan Polisi harus

menunjukkan, menodongkan bahkan meletuskan senjata api miliknya.

Dalam pasal 2 Perkap 01 Tahun 2009 tentang : tujuan penggunaan

kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah: mencegah, menghambat, atau

menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang sedang

berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan

45

Ibid., 46

Ibid., 47

Soekanto, Soerjono,Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi,Bandung:Remadja Karya CV,

1988.hal:103 48

Ibid.,

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

hukum ,mencegah pelaku kejahatan atau tersangka melarikan diri atau

melakukan tindakan yang membahayakan anggota Polri atau masyarakat;

melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atau perbuatan

pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parah

atau mematikan; atau melindungi kehormatan kesusilaan atau harta

benda diri sendiri atau masyarakat dari serangan yang melawan hak

dan/atau mengancam jiwa manusia49

.

Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan

bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang

dihadapi; penggunaan senjata api hanya dapat dilakukan sebagai usaha

terakhir dan dapat digunakan jika diperlukan untuk melindungi diri anggota

polisi sendiri, orang sekitar yang tidak bersalah serta untuk memudahkan

proses penangkapan. Dan jika diperlukan menembak, tembakan harus

diarahkan pada bagian tubuh yang paling sedikit mengakibatkan resiko

kematian. Karena penangkapan ditujukan untuk membawa tersangka diadili

di pengadilan50

.

Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus

dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat

kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan

kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan;

Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan

pencegahan; Polri mengatur mekanisme dan standar penggunaan kekuatan

49

www.jurnalsrigunting.com. 50

Ibid..,

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

dalam tindakan kepolisian melalui Peraturan Kapolri (Perkap) No.

1/2009 yang membagi 6 tahapan penggunaan kekuatan, yaitu:

1. Kekuatan yang memiliki dampak deterent/pencegahan

2. Perintah lisan

3. Kendali tangan kosong lunak

4. Kendali tangan kosong keras

5. Kendali senjata tumpul atau senjata kimia

6. Kendali dengan menggunakan senjata api

Mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari

ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya

terhadap masyarakat51

.

Berdasarkan uraian diatas maka tergambar bahwa terjadinya

penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri adalah ketidakmampuan Aparat

polri dalam mengendalikan diri saat menggunakan senjata api yang

seharusnya di gunakan pada saat yang tepat dan pada kondisi yang

seharusnya seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa kebijakan

penggunaan senjata api oleh polri dibuat berdasarkan tujuan untuk

melindungi masyarakat dan keamanan penanggulangan kejahatan dan harus

sensitive dan selektif karena tidak disetiap kondisi penanganan kejahatan

polisi harus menunjukkan, menodongkan atau meletuskan senjata apinya.

51

Ibid..,

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

2.6.2 Dasar hukum penggunaan senjata api bagi anggota POLRI

Berdasarkan pasal 9 Undang-undang No. 8 Tahun 1948 tentang

pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api, Polri merupakan satu

satunya instansi yang berwenang untuk mengeluarkan ijin pemakaian senjata

api. Berkaitan dengan undang-undang tersebut, maka Polri mengeluarkan

kebijakan kebijakan dengan penggunaan senjata api baik oleh aparat Polri

ataupun Masyarakat sipil52

.

Pada bidang bidang yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban

masyarakat, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI)

memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan yang diperlukan.

Wewenang ini sesuai dengan tugas pokok Kepolisian Negara Republik

Indonesia, sebagaimana yang diatur di dalam pasal 13 No 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian. Berdasarkan dari pasal ini maka kebijakan yang

dikeluarkan oleh Kapolri akan mendukung fungsi dan tujuan Polri, yaitu

terselenggaranya ketertiban dan keamanan masyarakat53

.

Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut undang undang No

2 Tahun 2002 tentang kepolisisan, memiliki tugas pokok yang ditur dalam

pasal 13 yaitu, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan

pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka tugas tersebut maka Kepolisian

Negara Republik Indonesia juga diberi kewenang-wenangan yang salah

52

SOP Administrasi Senjata Api Non Organik TNI/Polri Dan Bahan Peledak Komersial tahun 2009 53

Ibid..,

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

satunya adalah untuk memberikan ijin dan melakukan pengawasan mengenai

senjata api bahan peledak54

.

Salah satu kebijakannya yang dikeluarkan oleh Kapolri selaku

pemimpin tertinggi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia ialah

kebijakan mengenai senjata api yang tertuang dalam buku petunjuk

pengawasan dan pengendalian senjata api Non Organic TNI/POLRI, melalui

surat Keputusan Kapolri No.Pol Skep/82/II/2004. Kebijakan ini merupakan

respon dari peraturan-undangan terdahulu yag telah mengatur mengenai

senjata api. Dalam kebijakan ini terdapat pula pasal yang memperbolehkan

kepada masyarakat sipil untuk dapat menguasai senjata api55

.

Ketentuan ketentuan tentang perijinan dan pendaftaran senjata api

dimaksudkan untuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian senjata

api, mengetahui dengan benar dan tepat tentang jumlah, keidentikan, dan

identitas senjata api yang beredar dimasyarakat , serta membatasi sampai

sekecil mungkin peredaran serta jumlah senjata api yang ada atau dimiliki

dalam masyarakat demi kepentingan masyarakat itu sendiri56

.

Orang-Orang yang boleh menggunakan senjata api, izin

kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan

kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih

secara selektif. Mereka masing-masing adalah pejabat swasta atau perbankan,

pejabat pemerintah, TNI/Polri dan purnawirawan57

.

54

Undang-undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia UU.NO.22 tahun 2002, pasal 4 55

Ibid.., 56

Ibid.., 57

Ibid..,

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Personel Pelayanan Kepolisian dibidang Intelkam merupakan

kelengkapan pemenuhan kewajiban hukum dari masyarakat yang telah

diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang

Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api dan Undang-

Undang Nomor 20 Prp Tahun 1960 tentang Kewenangan Perijinan yang

diberikan menurut perundang-undangan mengenai senjata api serta

Undang-Undang Nomor 12 Drt Tahun 1951 tentang Peraturan Hukum

Istimewa Sementara, dan dalam pelaksanaannya pelaksanaan pelayanan

public terkait dengan perijinan senjata api non organic TNI/polri dan

bahan peledak komersial di Direktorat Intelkam di awaki personil berpangkat

Bintara di bawah kendali dan pengawasan Kepala Seksi Pelayanan

Administrasi (Kasi Yanmin) yang berpangkat Komisaris Polisi58

.

Dasar hukum penggunaan senjata api bagi anggota Polri diatur

dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 dan untuk pengaturan mengenai senjata api,

yaitu : Undang – Undang Darurat No.12 Tahun 1951; Undang – Undang No.8

Tahun 1948 dan Perpu No.20 Tahun 1960; SK Kapolri

No.Skep/244/II/1999 dan; SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004

Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-

Organik59

.

Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh

polisi antara lain diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang

Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam

58

Ibid.., 59

Ibid..,

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

(“Perkapolri 8/2009”), serta di dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang

Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (“Perkapolri 1/2009”).

Berdasarkan Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa:

1. Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar

diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.

2. Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:

Dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;

Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

Membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka

berat;

Mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa

orang;

menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang

atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa;

dan

menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-

langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila (Pasal 8 ayat [1]

Perkapolri 1/2009):

a. Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera

menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau

masyarakat;

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

b. Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal

untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka

tersebut;

c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka

yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau

masyarakat.

Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir

untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat

[2] Perkapolri 1/2009).

Jadi, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan

adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Sebelum menggunakan senjata api,

polisi harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara (Pasal 48 huruf b

Perkapolri 8/2009):

1. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang

bertugas;

2. Memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran

untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan

3. Memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi

Sebelum melepaskan tembakan, polisi juga harus memberikan

tembakan peringatan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian tinggi

dengan tujuan untuk menurunkan moril pelaku serta memberi peringatan

sebelum tembakan diarahkan kepada pelaku (Pasal 15 Perkapolri 1/2009).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Pengecualiannya yaitu dalam keadaan yang sangat mendesak di mana

penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat

bagi petugas atau orang lain di sekitarnya, peringatan tidak perlu dilakukan

(Pasal 48 huruf c Perkapolri 8/2009)60

.

Berdasarkan semua dasar hukum penggunaan senjata api bagi Aparat

Polri yang telah dipaparkan di atas berarti jelas bahwa kebijakan atas

kepemilikan penggunaan senjata api oleh aparat polri adalah hal yang

memiliki tujuan positif untuk aparat penegak hukum dalam melindugi

masyarakat karena telah dipertimbangkan dan di tetapkan dalam perundang-

undangan tentang kepolisian dan Undang-undang tentang senjata api Juga

dalam peraturan kepala kepolisisan republik Indonesia ( Perkapolri).

2.7 Prosedur Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Polri

2.7.1 Prosedur Izin Kepemilikan Senjata Api bagi aparat Polri

Berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9

Tahun 1976 senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan

tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan.

Bagi TNI/POLRI hanya diperbolehkan menggunakan senjata api jika

dalam tugas pengamanan negara misalnya dalam daerah-daerah rawan

dan tidak diperbolehkan untuk dimiliki dalam tugas sehari- hari misalnya di

bawa pulang kerumah. Bagi Polri diperbolehkan untuk memiliki dan

60

Perkapolri no 1 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pinjam Pakai Senjata Api Organik

Polri dijajaran Polda Gorontalo

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

menggunakan senjata api akan tetapi dalam hal ini tetap dala prosedur sesuai

dengan peraturan yang ada.

Akan tetapi dalam hal ini seorang polisi tidak serta merta

mendapatkan dan memiliki senjata api serta dapat menggunakannya, Angota

yang ingin memiliki senjata api harus memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan61

.

Adapun syarat-syarat untuk memiliki dan menggunakan senjata api

adalah 62

:

1. Syarat medis

Sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi ketrampilan dan

membawa senjata api, penglihatan normal yang ditetapkan oleh dokter

Gambar.1. Contoh surat keterangan Dokter63

61

Ibid.., 62

Ibid..,

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

2. Syarat psikologis

Tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional (cepat marah), dan tidak

phsyichopat yang dibuktikan melalui hasil psikotest.

Gambar.2. Contoh surat hasil pemeriksaan psikologi64

63

Perkapolri no 1 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pinjam Pakai Senjata Api Organik

Polri dijajaran Polda Gorontalo.lampiran 4 64

Ibid …, lampiran 3

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

3. Ketrampilan menembak

Minimal kelas III yang diujikan oleh pelatih menembak

Gambar.3. Contoh surat kualifikasi hasil laporan menembak senjata api65

4. Kepangkatan

Diberikan kepada anggota golongan pangkat bintara keatas

5. Diberikan kepada anggota Polri yang bertugas secara

operasional dan , dan anggota sraf dalam jabatan :

Pekas

Juru bayar

pengemudi pejabat penting

65

Ibid…, lampiran 5

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

6. Senjata api dinas harus selalu dilengkapi dengan :

Surat ijin pemakaian senjata api yang disahkan oleh

Kepala Kesatuan yang serendah-rendahnya oleh

Kapolres/Ta/Metro, Kapoltabes.

Peluru/amunisi berjumlah tiga kali bekal pokok.

Tas kantong peluru

Holster

Alat-alat pembersih

Gambar. 4. Contoh surat rekomendasi pinjam pakai senjata api66

66

Ibid..,lampiran 2

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Gambar.5. Contoh surat izin pemegang senjata api67

7. Kelengkapan surat ijin pemakaian senjata api satuan.

Surat perintah tugas yang dikeluarkan leh kepala satuan.

Berita acara penyerahan dan penerimaan senjata api berikut dengan

keterangan antara petugas gudang dan kepala satuan

Buku administrasi lainnya untuk pencatatan keluar masuknya

senjata api/amunisi.

67

Ibid …,lampiran 6

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Gambar.6. Contoh berita acara penyerahan Senjata Api68

Berdasarkan uraian diatas bahwa kepemelikan senjata api oleh aparat polri

bukan diberikan tanpa syarat atau bebas melainkan harus memiliki izin

kepemilikan yang untuk mendapatkan izin tersebut aparat kepolisian harus

memenuhi segala persyaratan yang telah di tentukan.

68

Ibid.., lampiran 8

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

2.7.2 Prosedur Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Polri

Beberapa kententuan yang perlu di pedomani dalam hal seorang petugas

Kepolisian harus menggunakan kekuatan dan senjata api memperhatikan beberapa

hal sebagai berikut 69

:

Syarat-syarat Penggunaan senjata api.

1. Dilakukan sebagai upaya untuk membela diri atau

melindungi jiwa orang lain dari serangan atau perlawanan yang

dilakukan oleh seseorang yang patut diduga/diduga keras

melakukan suatu tindak pidana (Vide pasal 48 KUHP dan 49 KUHP)

2. Dilakukan sebagai upaya terakhir dalam hal melaksanakan tugas/perintah

untuk menangkap seseorang yang patut diduga/diduga keras sebagai

pelaku tindak pidana. Tindakan tersebut bertujuan untuk melumpuhkan

bukan mematikan (Vide pasal 50 KUHP).

3. Dilakukan dengan cara-cara yang profesional, tidak sadis dan

tidak berlebihan (over acting) dan dengan memperhatikan

norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,

kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

4. Dilakukan dengan cara-cara yang memperhatikan keamanan

lingkungan dan masyarakat sekitar tempat kejadian sehingga

tidak terjadi akibat yang lebih luas dan merugikan kepentingan

umum yang lebih luas.

69

Stadar Universal Penggunaan Senpi Bagi Aparat Penegak Hukum tahun 2009

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

5. Segera memberikan pertolongan setelah seseorang yang diduga

melakukan tindak pidana tersebut dilumpuhkan dengan cara

ditembak, seperti halnya membawa tersangka ke rumah sakit terdekat

untuk diberikan pertolongan dan pengobatan medis sebagimana

mestinya.

6. Penembakan harus dilakukan dengan menggunakan senjata api standar

Polri, yang diperuntukan untuk kepentingan Dinas Kepolisian dan

senjata tersebut haruslah senjata api yang disiapkan oleh Dinas

Kepolisian yang memang diperuntukkan untuk melumpuhkan

seseorang bukan membinasakan / membunuh.

7. Memenuhi azas tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab (Pasa l5 dan Pasal 7 KUHAP) dan tindakan tersebut dilakukan

atas penilaiannya sendiri.

8. Setelah petugas melakukan penembakan terhadap seseorang yang

diduga keras melakukan tindak pidana, Maka atasan yang bersangkutan

segera mengambil tindakan sebagal berikut :

a. Memerintahkan Anggota Polri yang bersangkutan untuk

rnembuat laporan sehubungan dengan tindakan penembakan

tersebut.

b. Membuat Laporan Polisi sehubungan dengan adanya tindakan

penembakan tersebut (dalam bentuk Laporan Polisi Pendapatan).

c. Membuat Berita Acara Pendapatan atau Berita Acara Pemeriksaan

di TKP.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

d. Memerintahkan Penyidik lain (Penyidik Provost) atau petugas

Penyidik lain dari Reserse untuk membuat Berita Acara

Pemeriksaan terhadap Anggota yang melakukan penembakan

tersebut, untuk mencari kebenaran tentang kejadian penembakan

tersebut.

e. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang turut menyaksikan

terjadinya penembakan tersebut.

f. Memintakan Visum Et Repertum (VER) terhadap tersangka

yang menjadi korban penembakan tersebut dan Rumah Sakit /

Dokter yang memberikan pertolongan / perawatan.

g. Menghubungi keluarga tersangka yang ditembak tersebut

sedapat mungkin dan sesegera mungkin serta memberitahukan

tindakan Kepolisian yang telah dilakukan serta alasan-alasan

mengapa tindakan Kepolisian tersebut terpaksa dilakukan.

h. Segera melakukan proses Penyidikan terhadap tersangka

untuk mempercepat proses penyerahan perkara yang berhubungan

dengan tersangka yang tertembak tersebut.

i. Melakukan tindakan lain yang dipandang perlu sehubungan

dengan peristiwa penembakan tersebut.

Resolusi Sekreteris Jenderal PBB (United Nation General

Secretary Resolution) nomor 34/169 tahun 1979 yang pada intinya

sebagai berikut70

:

70

Ibid..,

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

a. Resolusi ini ditujukan kepada semua pejabat hukum yang

melaksanakan kekuasaan kepolisian khususnya kewenangan untuk

menangkap atau menahan.

b. Para pejabat penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya

apabila sangat perlu sebatas dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas

mereka.

c. Ketentuan itu (penggunaan tindakan keras) dimaksudkan

untuk mengatasi segala bentuk perbuatan tidak saja semua tindak

kekerasan, keganasan dan perbuatan terlarang, melainkan

meluas kepada semua larangan berdasarkan ketentuan pidana.

d. Dalam melakukan tindakan keras polisi tetap harus

menghormati martabat dan menjunjung tinggi Hak Asasi

Manusia (tindakan keras tidak bersifat sadis dan bukan

pembalasan).

e. Tindakan keras tersebut dilakukan dengan memperhatikan azas

sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas mencegah terjadinya

kejahatan (azas ini berkenaan dengan prinsip pelaksanaan kegiatan

kepolisian yang mengutamakan tindakan pencegahan).

f. Penggunaan Senjata api hanya dilakukan atas pertimbangan

Proporsionalitas ( Tepat sasaran, tepat waktu, tepat alasan,

prosedur benar dan dapat dipertanggungjawabkan) dan dilakukan

secara Profesional, tidak sadis dan tidak berlebihan (over

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Acting) dan dengan memperhatikan nilai-nilai kesopanan dan rasa

kemanusiaan.

g. Setiap kebijakan harus diambil untuk menghindari penggunaan senjata

api khususnya terhadap anak-anak hal ini mengandung pengertian

bahwa tindakan keras dengan menggunakan senjata api terhadap

anak-anak tidak dibenarkan.

h. Senjata api hanya digunakan apabila sipelanggar melawan dengan

menggunakan senjata api, atau kalau tidak akan membahayakan

hidup orang lain dan apabila tindakan yang kurang tegas/kuat tidak

cukup Untuk mencegah tindakan pelanggar / pelaku kejahatan.

i. Setelah menggunakan senjata api harus secepatnya

membuat laporan kepada atasan yang berwenang.

j. Melindungi kesehatan dan menyediakan upaya pertolongan terhadap

korban yang terkena tembakan. Artinya bahwa setiap orang

yang tertembak harus dengan segera diberikan pertolongan dengan

cara dibawa ke Rumah sakit.

Kongres kedelapan PBB tentang prinsip dasar penggunaan

kekerasan dan senjata api oleh para pejabat penegak hukum

Havana, Cuba, 27 Agustus s/d 7 September 1990) Ketentuan khusus

butir 9 berbunyi 71

:

71

Ibid..,

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

“ ….. Para pejabat hukum tidak akan menggunakan senjata api

terhadap seseorang kecuali dalam usaha membela diri atau

membela orang lain terhadap ancaman kematian atau luka parah yang

segera terjadi, untuk mencegah dilakukan sesuatu tindak kejahatan

yang sangat serius yang menyangkut ancaman besar terhadap

kehidupan, untuk mencegah pelaku tindak kejahatan melarikan diri dan

hanya apabila cara yang kurang ekstrim tidak cukup untuk

mencegah terjadinya kejahatan guna mencapai tujuan-tujuan

pencegahan kejahatan. Dalam setiap hal, penggunaan senjata api

yang mematikan secara sengaja hanya boleh dilakukan apabila keadaan

sama sekali tidak dapat dihindarkan untuk melindungan jiwa. “

International Convention Civil and Political Right tentang kode etik

perilaku aparat penegak hukum ( Article 2; Code of Conduct

for Law Enforcement Officials) dan prinsip prinsip dasar Penggunaan

kekuatan dan senjata api ( Article 8; Basic Principle on the use of Force

and Firearms) tentang keadaan yang mengijinkan penggunaan

senjata api72

.

72

Ibid..,

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Keadaan yang mengijinkan penggunaan senjata api 73

:

a. Senjata api hanya akan digunakan dalam keadaan terpaksa.

b. Senjata api hanya digunakan untuk mompertahankan diri

atau melindungi orang lain dan ancaman kematian atau luka serius

yang seketika terjadi.

c. Untuk mencegah suatu kejahatan yang serius yang melibatkan

ancaman yang gawat terhadap kehidupan. Dalam hal apapun

hanya apabila langkah-langkah yang kurang ekstrim / keras tidak

mencukupi.

d. Penggunaan kekuatan dan senjata api yang mematikan secara

sengaja diperkenankan, hanya apabila sama sekali tidak

dapat dihindari untuk melindungi kehidupan manusia.

Presedur penggunaan senjata api74

:

a. Petugas harus mengidentifikasi dirinya sebagai petugas kepolisian.

b. Petugas harus memberikan peringatan yang jelas.

c. Petugas harus memberikan peringatan yang cukup agar peringatan

tersebut itu dipatuhi tetapi hal ini tidak diperlukan kalau penundaan

(penggunaan senjata api) akan mengakibatkan kematian atau luka

serius bagi petugas atau orang-orang lain. Jelas tidak ada artinya

atau tidak tepat dalam keadaan itu untuk berbuat demikian.

73

Ibid.., 74

Ibid..,

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis ...eprints.ung.ac.id/6894/5/2013-2-2-74201-271409047-bab2...BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian umum tentang Analisis dan ruang

Berdasarkan uraian diatas bahwa penggunaan senjata api oleh aparat

polri harus pada kondisi atau keadaan yang tepat yaitu pada saat yang

memang semestinya aparat menggunakan senjata api dan juga penggunaan

senjata api harus memenuhi persyaratan dan prosedur penggunaan senjata

api yaitu tidak harus serta merta melakukan penembakan tetapi harus

terlebih dahulu memeberi peringatan kepada target pelaku pidana yang

harus dilumpuhkan selain itu juga harus memperhatikan keamanan

lingkungan masyarakat sekitar, sehingganya sangat tidak dibenarkan jika

aparat polri menggunakan senjata api di situasi dan kondisi yang tidak tepat

karena akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat.