bab ii -...

28
11 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Partisipasi 2.1.1 Pengertian Partisipasi Pengertian partisipasi menurut Poerwadarminto, (1991: 998) adalah sejumlah orang yang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Partisipasi secara formal didefinisikan sebagai turut wewenang baik secara mental dan emosional memberikan sumbangsih kepada proses pembuatan dimana keterlibatan secara pribadi orang yang bersangkutan untuk melaksanakan tanggung jawabnya (Hardjasoemantri, 1993:7). Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang partisipasi. Janabrota Bhattacharyya dalam Hardjasoemantri (1993:7). mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto dalam Hardjasoemantri (1993: 8) mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Keith Davis dalam Gultom, 2001: 11). Korten dalam (Gultom, 2001:11), bahwa partisipasi sebagai suatu tindakan yang mendasar untuk bekerjasama yang memerlukan waktu dan usaha, agar menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan. Disamping itu, (Gultom, 2001: 12) memberikan batasan partisipasi sebagai suatu

Upload: dokiet

Post on 30-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1 Hakikat Partisipasi

2.1.1 Pengertian Partisipasi

Pengertian partisipasi menurut Poerwadarminto, (1991: 998) adalah

sejumlah orang yang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan,

peran serta. Partisipasi secara formal didefinisikan sebagai turut wewenang baik

secara mental dan emosional memberikan sumbangsih kepada proses pembuatan

dimana keterlibatan secara pribadi orang yang bersangkutan untuk melaksanakan

tanggung jawabnya (Hardjasoemantri, 1993:7).

Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang partisipasi. Janabrota

Bhattacharyya dalam Hardjasoemantri (1993:7). mengartikan partisipasi sebagai

pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto dalam

Hardjasoemantri (1993: 8) mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu

berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan

kepentingan diri sendiri.

Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran danemosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnyauntuk memberikan sumbangan kepada kelompok tersebut dalam usahamencapai tujuan bersama serta turut bertanggung jawab terhadap usahayang bersangkutan (Keith Davis dalam Gultom, 2001: 11).

Korten dalam (Gultom, 2001:11), bahwa partisipasi sebagai suatu tindakan

yang mendasar untuk bekerjasama yang memerlukan waktu dan usaha, agar

menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan.

Disamping itu, (Gultom, 2001: 12) memberikan batasan partisipasi sebagai suatu

12

gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan suatu pelak-

sanaan dari gejala sesuatu yang berpusat pada kepentingannya dan juga ikut

memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat

kewajibannya.

Nelson, Bryant, 1982 (Purnawati, 2005: 50) mengkalsifikasikan partisipasi

bahwa keterlibatan kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan, dapat

disebut partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan

kelompok dapat disebut partisipasi individual. Selain itu partisipasi dapat disebut

sebagai partisipasi vertikal dan horisontal masyarakat. Disebut partisipasi vertikal

karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil

bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat

berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Disebut partisipasi

horisontal, karena pada suatu saat tertentu tidak mustahil masyarakat mempunyai

kemampuan untuk berprakarsa, di mana setiap anggota/kelompok masyarakat

berpartisipasi horisontal satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha

bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Tentu saja

partisipasi seperti itu merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat

yang mampu berkembang secara mandiri.

Pengertian partisipasi menurut Supriyanto (2004: Online), merumuskan

bahwa partisipasi seseorang adalah keikutsertaan/ pelibatan seseorang dalam

kegiatan pelaksanaan program dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan

13

kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung

sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program.

Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli tersebut di atas, bisa di

tarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau

keterlibatan anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan (tenaga,

pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap keputusan yang

telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama.

Sedangkan pengertian partisipasi dalam penelitian ini adalah mengambil

bagian atau peran dalam pelaksanaan program Kelompok Bermain yang

diwujudkan baik dalam bentuk memanfaatkan layanan program Kelompok

Bermain, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal

dana atau materi.

2.1.2 Sebab Terjadinya Partisipasi

Terjadinya partisipasi seseorang dalam suatu program menurut Cohen

dalam Sastropoetro (1986: 122-123) disebabkan karena empat hal.

Pertama, dari segi basisnya, yaitu partisipasi karena desakan (impetus) danpartisipasi karena adanya insentif. Kedua, segi bentuk yaitu partisipasiterjadi secara terorganisasi, ada pengarahan dari pimpinan kelompok, danpartisipasi yang dilakukan secara langsung oleh individu itu sendiri.Ketiga, segi keluasannya, yaitu partisipasi terjadi dengan mengorbankanwaktu dan dengan menambah kesibukan di luar untuk kepentinganpribadinya. Keempat, dari segi efektivitasnya, yaitu dengan menjadipartisipan berharap bisa memberikan masukan/saran atau kontribusi yangtentunya pada akhirnya akan memberi manfaat terhadap dirinya.

Dari keempat segi partisipasi tersebut di atas bila dilihat dari prakarsa

terjadinya partisipasi maka bisa digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu partisipasi

14

yang datang dari atas (top down), dan partisipasi yang datang dari bawah (bottom

up).

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Parisipasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang menurut

Sastropoetro (1986: 27) adalahlah status sosial, kegiatan program dan keadaan

alam sekitarnya. Status sosial meliputi pendidikan, pendapatan, kebiasaan dan

kedudukan sosial dalam sistem sosial. Kegiatan program merupakan kegiatan

yang direncanakan dan dikendalikan oleh kelompok yang dapat berupa organisasi

masyarakat dan tindakan kebijaksanaan. Sedangkan alam sekitar merupakan

faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat

tinggal. Tokoh masyarakat, pemimpin adat, tokoh agama adalah merupakan

komponen yang juga berpengaruh dalam menggerakkan masyarakat yang

berperan serta dalam suatu kegiatan.

Sedangkan menurut Mikkelsen, B. (2003: 17), ada tiga faktor yang

mempengaruhi partisipasi yaitu:

a. Kepemimpinan

Faktor pertama proses pengendalian usaha ditentukan sekali oleh

kepemimpinan.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang memadai akan memberikan kesadaran yang lebih

tinggi dan memudahkan bagi pengembangan identifikasi terhadap tujuan

program.

15

c. Komunikasi

Gagasan-gagasan, kebijaksanaan dan rencana-rencana akan memperoleh

dukungan bila hal tersebut mudah diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.

2.1.4 Unsur-unsur dalam Partisipasi

Supriyanto (2004: Online) mengemukakan bahwa terdapat beberapa unsur

penting yang tercakup dalam pengertian partisipasi tersebut, diantaranya:

Pertama, dalam partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secarafisik tetapi juga fikiran dan perasaan (mental dan emosional). Kedua,partisipasi dapat digunakan untuk memotivasi seseorang yangmenyumbangkan kemampuannya kepada situasi kelompok sehingga dayakemam-puan berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan diarahkan kepadatujuan kelompok. Ketiga, dalam partisipasi mengandung pengertian oranguntuk ikut serta dan bertanggungjawab dalam kegiatan-kegiatanorganisasi. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi rasa keterlibatanpsikologis individu dengan tugas yang diberikan kepadanya, semakintinggi pula rasa tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugastersebut.

Sementara Gultom (2001: 27), bahwa terdapat beberapa hal yang berhu-

bungan dengan partisipasi seseorang sebagai berikut:

1. Partisipasi seseorang merupakan satu alat guna memperoleh informasimengenai kondisi, kebutuhan dan sikapnya terhadap suatu program.

2. Seseorang akan lebih mengetahui seluk beluk suatu program dan akanmempunyai rasa memiliki program tersebut.

3. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila seseorang dilibatkan di dalam-nya.

2.1.5 Syarat dan Sifat Partisipasi

Menurut Gultom (2001: 39) agar partisipasi seseorang akan menjadi

efektif dan berdaya guna harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan

mengumumkan rencana kegiatannya.

2) Informasi lintas batas (transfortier information)

16

3) Informasi tepat waktu (timely information)

4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh

5) Informasi yang mudah dipahami.

Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan bahwa suatu proses partisipasi

yang efektif diawali dengan pemberian informasi, jangkauan informasi, informasi

yang sedini dan seteliti mungkin sebelum keputusan terakhir diambil seseorang

sehingga masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan dan mengusulkan

alternatif-alternatif pilihan, informasi dijabarkan secara rinci termasuk alternatif-

alternatif lain yang dapat diambil, dan mudah dipahami oleh masyarakat awam.

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari seseorag sertaakan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh 3 faktorpendukungnya yaitu: adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan untukberpartisipasi (Hardjasoemantri, 1993: 44).

Dari teori tersebut dapat dikemukakan bahwa kemauan dan kemampuan

berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan (individu atau kelompok

masyarakat), sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang

memberikan peluang. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari

individu atau kelompok masyarakat, meskipun organisasi/pemerintah telah

memberikan peluang, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Demikian juga,

jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak adanya ruang atau kesempatan

yang diberikan oleh organisasi/pemerintah untuk individu atau kelompok

masyarakat, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi.

Menurut peneliti, kondisi yang sama dapat terjadi antara partisipasi orang

tua/masyarakat dalam pengembangan pendidikan, perlu ditumbuhkan adanya

kemauan dan kemampuan orang tua atau kelompok masyarakat untuk

17

berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebaliknya pihak lembaga

pendidikan juga memberikan ruang atau kesempatan kepada orang tua atau

kelompok masyarakat untuk berpartispasi seluas mungkin sehingga dapat

dicetuskan ide-ide yang kreatif dan imajinatif dalam pengembangan pendidikan.

Worell dan Stilwell,1981 (Supriyanto. 2004: Online), mendefinisikansyarat partisipasi sebagai suatu strategi kognitif yang mencakup empataspek, yaitu: (1) berorientasi kepada masalah, (2) meninjau sepintas isimasalah, (3) memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan, dan (4)mengabaikan stimuli yang tidak relevan.

Partisipasi yang baik adalah yang mendukung suksesnya suatu program.

Beberapa sifat dari partisipasi antara lain: positif, kreatif, kritis, korektif

konstruktif dan realistis. Partisipasi dikatakan positip, bila partisipasi tersebut

mendukung kelancaran usaha bersama dalam mencapai tujuan. Partisipasi kreatif,

berarti keterlibatan yang berdaya cipta, tidak hanya melaksanakan program yang

ditetapkan melainkan memikirkan sesuatu yang baru baik gagasan, metode

maupun cara baru yang lebih efektif dan efisien. Partisipasi dapat dikatakan kritis,

korektif-konstruktif bila keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu jenis atau

bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan bila ada dan memberikan alternatif

yang lebih baik. Partisipasi yang realistis mempunyai arti bahwa keikutsertaan

seseorang dengan memperhitungkan realitas atau kenyataan, baik kenyataan

dalam masyarakat maupun realitas mengenai kemampuan-nya, waktunya yang

tersedia dan adanya kesempatan ketrampilan (Gultom, 2001: 44).

2.1.6 Tingkatan partisipasi

Tjokroamidjoyo,1990 (Supriyanto, 2004: Online), menyatakan varian

partisipasi adalah:

18

1. KehadiranKehadiran merupakan varian partisipasi tingkat pertama yang lebih

mudah menjadi tolok ukurnya sebab jika seseorang hadir dalam suatukegiatan maka ia dapat dikatakan telah berperan serta. Tolok ukur varianpertama peran serta adalah kehadiran yang bersifat kuantitatif.

2. RepresentasiRepresentasi merupakan varian kedua dari peran serta yang secara

kualitatif lebih tinggi dan mendalam jika dibandingkan dengan varianpertama. Ini meliputi aktivitas penentuan masalah, perumusan masalah,perumusan metode dan pendekatannya serta pembuatan keputusan.Individu dikatakan berperan serta dalam varian ini apabila terlibat dalampenentuan masalah.

3. Pemilikan dan pengendalianPemilikan dan pengendalian merupakan varian tertinggi dari peran

serta secara kualitatif. Individu yang berperan serta pada varian ini tidakhanya hadir dan berpresentasi tetapi lebih dari itu, yakni memiliki (senseof belonging).

2.2 Hakikat Orang Tua

2.2.1 Pengertian Orang Tua

Menurut tata bahasa, orang tua adalah ayah, ibu kandung, orang yang

dianggap tua, atau orang yang dihormati atau disegani.

Lingkungan yang pertama dikenal oleh individu (anak) adalah orang tuayang terdiri dari ayah dan ibu. Maka dengan sendirinya ayah dan ibusangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan kepribadianseseorang anak (Markum, E, M, 1991: 7).

Orang tua merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial di dalam

hubungan interaksinya dengan kelompoknya (Gerungan, 2004:168). Sementara

Sujanto (1988:78) menyatakan bahwa orang tua adalah lembaga kesatuan sosial

terkecil yang secara kodrati berkewajiban mendidik anaknya. Orang tua mendidik

anak secara tradisional dan turun temurun. Selain itu Kartono (2003:53)

menyatakan bahwa orang tua merupakan unit sosial terkecil yang memberikan

19

fondasi primer bagi perkembangan anak. Karena itu baik buruknya orang tua dan

masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik buruknya pertumbuhan

kepribadian anak. Berdasarkan pernyataan tersebut orang tua mempunyai

tanggung jawab untuk memberikan bimbingan dan pendidikan pertama bagi setiap

individu.

Orang tua merupakan lingkungan pertama yang menentukan perilaku

anak. Pola asuh orang tua paling berperan dalam ini. Perilaku orang tua, yang

telah terasa dan teramati sejak keluar dari rahim sang ibu, telah tertanam pada diri

anak. Pengalaman interaksi anak dengan orang tua akan menentukan perilaku

pada anak terhadap orang lain maupun lingkungan sosial. Mulai dari belajar untuk

bicara hingga mengenal berbagai norma yang harus mereka patuhi dan

laksanakan.

Dengan demikian, tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak

menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang

dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan

dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena

setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya

antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat peneliti menentukan batasan

bahwa yang dimaksud dengan orang tua adalah setiap orang yang bertanggung

jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-

hari lazim disebut dengan ibu bapak atau ayah dan ibu. Mereka inilah yang

terutama dan utama memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah

20

tangga. Dengan demikian orang tua sebagai penanggung jawab dalam proses

pendidikan keluarga mempunyai peranan yang paling utama dan pertama dalam

proses pendidikan bagi anak-anaknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka antara ayah dan ibu masing-masing

bertindak sebagai pendidik, pengajar, pengasuh, pembimbing, pelatih dan

sebagainya terhadap anak-anaknya.

2.2.2 Orang Tua sebagai Pendidik Keluarga

Berbicara tentang pendidikan, maka pasti menyangkut pula masalah

lingkungan tempat pendidikan itu dilaksanakan. Lingkungan pendidikan yang

dimaksud sering disebut dengan tripusat pendidikan, dalam pengertian bahwa

pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan dilingkungan

masyarakat.

Pendidikan merupakan kegiatan pemberian pertolongan oleh orangtua

yang bertanggung jawab kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai

kedewasaannya jasmani dan rohani. Orangtua adalah bagian dari keluarga yang

merupakan penanggung jawab utama dalam pembinaan atas bagian keluarga yang

lain termasuk anak. Bentuk pendidikan orang tua terhadap anak seperti

bimbingan, tuntunan, dan keteladanan serta nasihat (Fuad Ihsan, 2003: 4).

Menginsafi bahwa orang tua merupakan unit pertama bagi masyarakat

pada tahap institusi. Hal itu merupakan jembatan meniti bagi generasi yang akan

datang. Orang tua merupakan sistem yang paling khusus dan tersendiri. Karena, di

bersama orang tua itulah tempat tinggal pertama bagi anak untuk melakukan

21

interaksi, mengambil asas-asas bahasa, nilai, perilaku, kebiasaan, kecenderungan

jiwa dan sosial.

Pada perspektif umum, bahwa corak pendidikan dalam rumah tangga

tidak berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan

mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan

kemungkinan alami membangun situsi atau iklim pendidikan. Timbulnya iklim

atau suasana tersebut, karena adanya interaksi yaitu hubungan pengaruh

mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Sebagai peletak

pertama pendidikan, orang tua memegang peranan penting bagi pembentukan

watak dan kepribadian anak, maksudnya bahwa watak dan kepribadian tergantung

kepada pendidikan awal yang berasal dari orang tua terhadap anaknya.

Konsekwensinya apabila anak telah memasuki usia pra-sekolah menjadi tugas dan

tangung jawab orang tua untuk menyerahkan anaknya kepada sekolah.

2.2.3 Tanggung Jawab Orang Tua

Hal yang menjadi tanggung jawab orang tua adalah menyediakan alat-alat

perlengkapan belajar anak di rumah, memperhatikan lingkungan pergaulan,

memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaiakan dan mengungkapkan

masalahnya.

Berhasil baik atau tidaknya pendidikan anak bergantung pada dandipengaruhi oleh pendidikan orang tua. Pendidikan orang tua adalahfundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasilpendidikan yang diperoleh anak dari orang tua menentukan pendidikananak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Siahaan,1991: 47).

Pandangan tersebut menunjukkan betapa perlunya orang tua senantiasa

memperhatikan perkembangan dan kemajuan pendidikan anak-anaknya, sebab

22

perhatian dan bimbingan yang cukup dari orang tua sangat menunjang bagi

keberhasilan pendidikan anak. Salah satu wujud nyata dari perhatian dan tanggung

jawab yang dimaksud adalah memperhatikan kebutuhan dalam pendidikan anak-

anak mereka, menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang dibutuhkan anak.

Semua dilakukan atas dasar kerjasama kedua orang tua (ayah dan ibu).

2.2.4 Orang Tua Sebagai Motivator Pendidikan Anak

Salah satu yang mempengaruhi minat belajar anak baik di rumah maupun

di sekolah adalah seberapa besar motivasi yang diberikan orang tuanya. Untuk

memperoleh hasil belajar yang optimal, orang tua dituntut kreatif membangkitkan

motivasi belajar anak, sehingga terbentuk perilaku belajar anak yang efektif.

Dalam perspektif manejmen maupun psikologis, kita dapat menjumpai

beberapa teori tentang motivasi dan pemotivasian yang diharapkan dapat

membantu orang tua untuk dapat mengembangkan keterampilannya dalam

memotivasi anak agar menunjukan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul

(Sardiman A. M. 2004: 19). Kendati demikian, dalam prakteknya memang harus

diakui bahwa upaya menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk

dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana,

mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku

anak, baik yang terkait dengan faktor-faktor internal maupun keadaan eksternal

yang mempengaruhinya.

Terlepas dari kompleksitas dari pemotivasian tersebut, dengan merujuk

pada pemikiran Sardiman A. M (2004: 29), di bawah ini dikemukakan beberapa

23

petunjuk umum bagi orang tua dalam rangka meningkatkan motivasi belajar bagi

anak, antara lain:

1. Membangiktkan minat anak2. Ciptakan suasana belajar yang menyenagkan3. Berikan pujian yang wajar bagi keberhasilan anak.4. Berikan penilaian.5. Berikan kementar bagi hasil pekerjaan anak.

Sebagai pihak yang berkewajiban membayar biaya bantuan pendidikan,

orang tua berhak mendapatkan jaminan bahwa anaknya dididik secara sungguh-

sungguh di sekolah. Dapat juga dilakukan melalui komite, orang tua dapat

mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di PAUD bersama

komponen yang lain, sehingga PAUD akhirnya dapat benar-benar menjalankan

fungsinya dalam memegang amanah dari para orang tua mendidik anak-anak kita

sebaik-baiknya untuk mempersiapkan masa depannya.

2.3 Program Kelompok Bermain

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang dimaksud dengan

’Kelompok Bermain’ merupakan lembaga pendidikan non formal yang

diselenggarakan pemerintah dalam membantu anak usia dini agar mereka tumbuh

dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sebagaimana kita

ketahui bahwa program PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan

formal (seperti: Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal), dan diseleggarakan

melalui pendidikan nonformal (Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak).

24

1. Dasar Hukum

Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain (Dirjen

Paudni, 2013:2) dasar hukum penyelenggaraan program Kelompok Bermain

adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2004-2025.

5. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan.

6. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan peraturan

pemerintah No.66 tahun 2010.

7. Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, tugas dan fungsi

kementerian negara serta susunan organisasi, tugas, dan fungsi eselon 1

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No.67 tahun 2010.

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar

Pendidikan Anak Usia Dini.

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional.

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang

standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.

25

2. Tujuan dan Fungsi Bermain Bagi Anak

Tujuan bermain anak menurut Hakim Lukman (2003: 71) adalah: a) lebih

kreatif untuk mengembangkan diri, termasuk permainan manipulatif, b) mengem-

bangkan pengetahuan bahasa (lingustik), kognitif (berpikir, social emosional) dan

kemampuan memecahkan persoalan sesuai dengan alam pikirannya, c)

menumbuhkan kemampuan dalam menciptakan ide-ide baru, gagasan baru dengan

berbagai potensi diri yang dimiliki.

Bruner (Donar, 2009: 74) menekankan bahwa: “Fungsi bermain bagi anak

adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kratifitas dan fleksibilitas, sehingga

mampu bereksperimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta tidak

biasa”.

Sementara Craff (Anwar, 2007: 47) mengemukakan bahwa fungsi bermain

anak adalah a) human physical (aspek kemampuan fisik manusia), b)

kemampuan stimulasi kreatifitas anak seperti permainan manipulatif contohnya

memasang komponen yang dapat disusun dalam berbagai bentuk.

Menurut Freency (Mardiyanto Didi, 2009: 51) bahwa bermain bagi anak

itu mempunyai arti yang sangat penting karena: a) dengan bermain anak dapat

menyalurkan segala keinginan dan kepuasan, kreatifitas dan imajinasinya, b)

karena bermain mempunyai nilai yang sangat penting bagi perkembangan fisik,

kognitif, bahasa dan social emosional anak.

Dengan bermain pikiran berdaya artinya dengan bermain pikiran anak itu

jalan/aktif. Kegiatan anak sehari-hari itu selain tidur, makan, popok dan bermain.

Saat bermain itulah pikiran anak itu aktif, sehingga timbul ide-ide baru/gagasan

26

baru yang pada gilirannya menimbulkan sebuah kreatifitas. Bermain juga dapat

berfungsi pada kecerdasan anak.

Bermain memberi manfaat bagi perkembangan motorik anak. Selain untukperkembangan fisiknya, bermain juga amat baik untuk perkembangan otakserta psikologis anak. Mengikutkan anak pada Kelompk Bermain akanmeningkatkan kesehatan fisik, psikologis, serta psikososialnya. Anakmenjadi senang mendapat stimulasi kreatifitas yang baik untukperkembangannya (Karel dalam Donar, 2009: 59).

Dari teori diatas dapat dikatakan bahwa dengan bermain dapat membantu

anak pada perkembangan motorik. Dengan bermain akan sangat mendukung

kecerdasan motorik anak seperti berlari, berlompat, dan menggerakan seluruh

tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Kemudian dengan memanjat

koordinasi dan pengembangan kekuatan tubuh bagian atas dan juga bagian bawah.

Stimulasi-stimulasi tersebut akan membantu mengoptimalkan motorik kasar.

Sedangkan kekuatan fisik, keseimbangan dan stamina merupakan manfaat lain

dari bermain.

Kemampuan motorik halus bisa dikembangkan dengan cara-cara

bermain/menggali pasir, menuangkan air, mengambil dan mengumpulkan batu-

batuan kecil lainnya dan bermain permainan seperti kelereng. Pengembangan

motorik halus ini merupakan modal dasar anak untuk menulis.

Dari penjelasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa manfaat bermain

bagi anak adalah sebagai berikut: dapat memicu kreatifitas, mencerdaskan otak,

menagggulangi konflik, melatih simpatik, mengasah panca indra, terapi dan

melakukan penemuan.

27

3. Manfaat Bermain Anak

Permaianan bagi anak adalah alat untuk menjelajahi dunianya, dari yang ia

tidak kenali sampai yang ia ketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya

sampai mampu melakukannya. Oleh sebab itu para pakar psikologis anak menga-

takan cara yang paling efektif mendidik anak usia dini yaitu: mendidik anak lewat

cara bermain. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat

bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan (Cosby

dalam Donar, 2009: 57).

Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara

bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik,

berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta bahasa. Lewat bermain,

anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam

keadaan yang tenang.

Dengan permainan (modern maupun tradisional) dapat mendatangkankegembiraan dan kesenangan bagi anak. Masa anak merupakan duniabermain. Bermain sambil menemukan hal baru, mengekpolitasi duniasekitarnya, melatih imaji-nasi, mengembangkan kemampuan bahasa,melatih motorik, mengembangkan kreaifitas (Freency, dalam MardiyantoDidi, 2009: 22).

Menurut Craff, 1997 (Anwar, 2007: 34) bahwa: ”Bermain merupakan

sarana bagi timbulnya pikiran anak yang berdaya. Pikiran berdaya merupakan

factor timbulnya ide-ide baru, yang akhirnya menjelma sebuah kreatifitas”.

Pikiran berdaya artinya bahwa dengan bermain pikiran anak itu jalan, sam-

pai dia melahirkan gagasan baru, ide-ide baru yang akhirnya menjelma menjadi

sebuah kreatifitas. Situasi ketika anak serius dengang permainannya nampak anak

berhayal, bercakap-cakap dengan dirinya sendiri, bergaul dengan teman mainnya,

28

sehingga dapat memunculkan ide-ide baru, memacu anak mencoba untuk

membuat bentuk-bentuk tertentu menyusun suatu tahapan berusaha memilah-

milah dan berbagai perilaku lainnya yang menimbulkan penghayatan keragaman

selama menikmati kesempatan itu. Situasi bermain selalu bernuansa kesenangan

dan kesantaian.

2.4 Pola Penyelenggaraan Program Kelompok Bermain

1. Perencanaan

Perencanaan meliputi koordinasi dan identifikasi. Hal-hal yang perlu

dikoordinasi dan di identifikasi adalah: judul kegiatan, dasar pelaksanaan, sasaran

yang ingin dicapai, tujuan pelaksanaan, materi belajar, bahan belajar, metode

pembelajaran, media pembelajaran, tutor/pendidik, waktu pelaksanaan, evaluasi,

indikator keberhasilan.

2. Perorganisasian

Pengorganisasian meliputi: kegiatan, rekruitmen peserta didik, ruang

kegiatan belajar (RKB), penataan sarpras, administrasi dan orientasi. Kemudian

untuk azas-azas pengorganisasian meliputi: 1) perumusan tujuan yang jelas,

2) pembagian kerja, 3) koordinasi, 4) pelimpahan wewenang, 5) rentang kendali,

6) flexbilitas, 7) kepemimpinan, 8) pengambilan keputusan.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan meliputi: penggerakan, pendampingan (langsung dan tidak

langsung), dan pembelajaran (individual learning dan group learning).

Pendidikan dalam dunia anak-anak mengutamakan permainan dalam

kegiatannya, sehingga program yang disusun mengacu pada konsep belajar sambil

29

bermain. Lingkungan dan fasilitas tempat belajar tetap mengutamakan keamanan,

keselamatan, kegembiraan, kenyamanan, dan keleluasaan bagi anak dalam proses

pendidikannya.

Untuk mewujudkan tujuan dan konsep pembelajaran tersebut dituangkan

dalam aktifitas sebagai berikut:

1). Kegiatan harian berupa aktifitas dalam kelompok.

2). Bermain bebas di dalam dan di luar ruangan

3). Makan bersama yang tujuannya untuk melatih kemandirian anak dan

kebersamaan anak.

4). Latihan aktifitas sehari-hari.

Tabel 2.1Pengembangan bidang-bidang dalam Program Kelompok Bermain

Bidang Contoh

a. KeterampilanMengasah motorik halus dan kasar anak, dayacipta, daya pikir dan bahasa.

b. FisikPengembangan kesadaran pentingnya kebersihan,kesehatan dan kebugaran pada diri anak.

c. Kemampuan interaksisocial

Pengembangan kemampuan bersosialisasi, berko-munikasi, solidaritas, dan nilai keagamaan.

d. KarakterMengembangkan kemandirian pada diri anak,sportifitas, tanggung jawab dan kerjasama.

4. Evaluasi atau penilaian.

Penilaian adalah proses pemberian nilai atau tindakan atau upaya untuk

mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.

Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan

proses dan hasil belajar siswa. Sedangkan hasil belajar itu sendiri adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajar.

30

Howard Kingsley (Purwanto, 1998: 56) mambagi tiga macam hasil belajar,

yakni:

1) Pengetahuan dan pengertian yang meliputi: menulis dan membaca, untuk itubiasanya guru menggunakan tes secara tertulis.

2) Keterampilan dan kebiasaan seperti menggambar, menyusun balok,kemampuan berbahasa, kewajiban sosial dan sebagainya tes berupa ujianpraktek.

3) Sikap: kemandirian, kreatifitas, bersosialisasi, resolusi konflik, negosiasi dansebagainya, untuk aspek ini bisa digunakan dengan cara pengamatan guruterhadap perilaku siswa.

2.5 Partisipasi Orang Tua terhadap Program Kelompok Bermain

Kata “partisipasi” diambil dari bahasa Inggris participation, dalam Oxford

Advanced Learner’s Dictionary disebutkan bahwa participation means (action of)

participating, sedang participate means to take part or become involved (Hornby,

1974). Dengan demikian kata partisipasi dapat didefinisikan sebagai aksi atau

tindakan untuk terlibat atau berperan serta. Dari beberapa literatur ditemukan

bahwa istilah “partisipasi” dapat diartikan dalam berbagai pengertian, meskipun

semua pada akhirnya bermuara pada satu kesimpulan bahwa partisipasi

merupakan tingkat keterlibatan anggota kelompok dalam mencapai tujuan

kelompok.

Davis (1987) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan

pikiran individu di dalam suatu kelompok sosial yang mendorongnya untuk

mengembangkan kemampuan sesuai dengan tujuan kelompok tersebut. Sedang

Rogers (1971) mendefinisikan “participation is the degree to which members of a

social system are involved in the decision-making process.”

31

Poerbakawatja (1976:60) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu gejala

demokrasi tempat orang-orang diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan

segala sesuatu yang berpusat pada berbagai kepentingan. Orang-orang juga ikut

memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat

kewajibannya. Sedang syarat terjadinya partisipasi menurut Davis (1987) adalah:

(1) tersedianya waktu untuk berpartisipasi; (2) orang yang berpartisipasi harus

mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi; (3) adanya komunikasi dalam

berpartisipasi; (4) tersedianya biaya yang cukup; (5) tidak merugikan orang lain;

dan (6) adanya keterikatan anggota dengan tujuan yang akan dicapai.

Dalam hubungannya dengan program kelompok bermain, partisipasi

orangtua dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta orangtua dalam

mencapai tujuan pendidikan anak, yaitu mengoptimalkan pertumbuhan dan

perkembangan anak sehingga nantinya anak dapat bersikap, bertindak dan

bertingkah laku sebagaimana yang diharapkan dalam kelompok sosial tersebut,

yakni masyarakat. Lebih lanjut, partisipasi tidaklah hanya dilihat dari

menyekolahkan atau memasukkan anaknya ke dalam lembaga pendidikan anak

usia dini tetapi juga kualitas keterlibatan orangtua dalam ikut mengupayakan

pencapaian tujuan pendidikan anak usia dini secara optimal.

Dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat, peran serta orang tua

sangat penting sebagai salah satu elemen pendukung terwujudnya pendidikan

yang bermutu, manfaat kehadiran pendidikan benar-benar dirasakan masyarakat.

Salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah melakukan pemberdayaan

masyarakat dengan memperluas partisipasi orang tua dalam pendidikan yang

32

meliputi peran serta perorangan, kelompok, organisasi profesi, dan organisasi

kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan

pendidikan. Orang tua tersebut dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, dan

pengguna hasil pendidikan seperti Kelompok Bermain. Oleh karena itu, orang tua

berhak melaksanakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan

mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta

managemen dan pendanaanya sesuai dengan setandar pendidikan nasional.

Partisipasi dalam pendidikan berarti mengambil bagian atau peran dalampelaksanaan pendidikan, baik dalam bentuk pernyataan mengikutikegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian,modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya.(Cohen dan Uphoff, dalam Purnawati, 2005: 44).

Bila dilihat dari konsep pendidikan, orang tua dengan berbagai ragam

kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang

berpendidikan tinggi. Baiknya kualitas orang tua ditentukan oleh kualitas

pendidikannya, makin baik pendidikan orang tua, makin baik pula kualitas

masyarakat secara keseluruhan.

Untuk memperoleh kualitas yang baik terhadap pendidikan seperti

Kelompok Bermain, maka kualitas orang tua pun harus baik, agar saling

menunjang antara satu dan lainnya, jika kualitas pendidikan orang tua baik maka

akan menghasilkan keluaran atau hasil didik yang baik pula secara keseluruhan.

Di satu pihak hubungan Kelompok Bermain dengan orang tua pada

hakikatnaya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan

mengembangkan pertumbuhan pribadi anak usia dini. Dalam hal ini Program

Kelompok Bermain sebagai system social merupakan bagian integral dari system

33

social yang lebih besar, yaitu masyarakat. Olehnya hubungan antara Kelompok

Bermain dan orang tua yang terjalin baik dapat mencapai tujuan pendidikan secara

efektif dan efisien. Artinya jika hubungan Lembaga pendidikan seperti Kelompok

Bermain dengan orang tua berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan

partisipasi orang tua untuk memajukan Kelompok Bermain juga akan baik dan

tinggi.

Pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga ling-kungan yaitu orang tua, sekolah dan masyarakat. Orang tua merupakanpusat pendidikan yang pertama dan terpenting, karena sejak timbulnyaadab kemanusiaan sampai sekarang orang tua selalu berpengaruh besarterhadap perkembangan anak manusia. (Ki Hajar Dewantoro dalamPrawirosentono, 2002: 49).

Berdasarkan teori tersebut bahwa selain peran orang tua sebagai anggota

yang paling dominan dalam suatu kelompok masyarakat terkecil, di tuntut

partisipasinya terhadap lembaga pendidikan Kelompok Bermain. Hal ini

merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan

anak. Pentingnya partisipasi orang tua dalam lembaga pendidikan Kelompok

Bermain telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah

(MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai

salah satu (dari 3) pilar keberhasilannya.

Selama ini, penyelenggaraan partisipasi orang tua di bidang pendidikan

dalam kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anak-anak mereka dalam

program pendidikan Kelompok Bermain. Kegiatan partisipasi orang tua masih

lebih dipahami sebagai mobilisasi untuk mensukseskan program pendidikan anak

usia dini. Padahal dalam implementasi syarat berpartisipasi, seharusnya orang tua

merasa bahwa tidak hanya menjadi user (pengguna), tetapi sebagai subyek yang

34

dapat memberikan sumbangan pemikiran, tenaga dan materi untuk peningkatan

mutu dan kualitas program Kelompok Bermain.

Bentuk keterlibatan orang tua seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat

(2011: Online), bahwa:

Partisipasi orangtua ini terlihat dalam berbagai wujud kegiatan, antara lain:menyediakan berbagai bentuk bantuan finansial dan non finansial untukmendukung pelaksanaan program Kelompok Bermain, memberikankontribusi pemikiran, melakukan kontrol dan pengawasan terhadappelaksanaan program Kelompok Bermain sesuai standar kurikulum yangberlaku, dan menyediakan dukungan dana bagi peningkatan anggaranpendidikan sesuai dengan standar yang di sepakati.

Sementara itu Hasbullah (2003:87) memberikan solusi bentuk partisipasi

paling sederhana yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung pendidikan

anak di program Kelompok Bermain, yaitu:

1) Orang tua bekerjasama dengan pihak pengelola Kelompok Bermain2) Sikap anak terhadap Kelompok Bermain sangat di pengaruhi oleh sikap orang

tua terhadap program Kelompok Bermain, sehingga sangatdibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap pengelola Kelompok Bermainyang menggantikan tugasnya sebagai pendidik utama anak.

3) Orang tua harus memperhatikan kebutuhan pendidikan anaknya, selainmemperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.

4) Orang tua menyeleraskan persamaan persepsi dengan pendidik dalam mendidikanak dan memotivasi serta membimbing anak dalam kegiatan bermain sambilbelajar di rumah.

5) Orang tua bekerjasama dengan pendidik untuk mengatasi kesulitan belajaranak.

Lebih lanjut John W. Santrok (Semaoen, 2000: 99) mengemukakan bahwa

ada tujuh jenis (bentuk) partisipasi orang tua dalam pembelajaran di lembaga

pendidikan, yaitu:

1. Hanya sekedar pengguna jasa layanan pendidikan yang tersedia. Misalnya,orang tua hanya memasukkan anak ke program Kelompok Bermain danmenyerahkan sepenuhnya kepada pihak pengelola Kelompok Bermain.

2. Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga, misalnya dalampembangunan sarana bermain anak.

35

3. Menerima secara pasif apa pun yang diputuskan oleh pihak pengelola PAUDyang terkait dengan peningkatan pengelolaan Kelompok Bermain.

4. Menerima konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan kepentinganKelompok Bermain. Misalnya, kesamaan persepsi antara pendidik denganorang tua dalam hal membelajarkan anak, konsultasi tentang keselamatan anakdalam penggunaan faslitas permainan, dan lain-lain.

5. Menghadiri pelayanan tertentu. Misalnya, Kelompok Bermain bekerja samadengan mitra tertentu seperti Puskesmas untuk memberikan penyuluhan kepadaorag tua tentang perlunya Posyandu, sarapan pagi bagi anak sebelum sekolah,atau pentingnya makanan bergizi dan lain-lain.

6. Melaksanakan kegiatan yang telah didelegasikan atau dilimpahkan KelompokBermain kepada orang tua dalam mengajak ornga tua lain yang belummengikutkan anaknya dalam Kelompok Bermain ataupun untuk memberikanpenyuluhan kepada masyarakat umum tentang pentingnya pendidikan anakusia dini atau hal-hal penting lainnya untuk kemajuan bersama.

7. Mengambil peran dalam pengambilan keputusan pada berbagai jenjangkegiatan dalam Kelompk Bermain. Misalnya orang tua siswa ikut sertamembicarakan dan mengambil keputusan tentang rencana kegiatan ekstrakorikuler anak, baik dalam pendanaan, pengembangan fasilitas bermain anakdan lain-lain.

Dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa, orang tua adalah salah satu

mitra Kelompok Bermain yang dapat berperan serta dalam meningkatkan mutu

dan kualitas pendidikan anak. Melalui orang tua kegiatan belajar anak di mana

saja dapat dipantau. Bahkan orang tua dapat menjadi bagian dari paguyuban para

orang tua siswa yang dapat memberi masukan dan dukungan dalam merencanakan

pengembangan dan pengelolaan lembaga pendidikan seperti halnya Kelompk

Bermain.

Selain bentuk partisipasi yang telah disebutkan sebelumnya, partisipasi

orang tua terhadap pendidikan anak, dapat diwujudkan dalam bentuk

mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Pendidikan adalah suatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengem-bangkan kepribadian dan kemampuan seseorang. Menyediakan lingkungandan sarana belajar yang kondusif, berinteraksi dengan anak secaraemosional dan intelektual, memberikan kesempatan anak untuk dapatbereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan keteladanan

36

yang baik, menanamkan kebiasaan yang baik bagi anak, mengadakankomunikasi yang baik dengan pihak sekolah merupakan wujud nyatapartisipasi orangtua dalam pendidikan anak. (Withherington dalam Dorothy,2008: 74).

Lain halnya dengan apa yang diungkapkan Innekem (2011: 99-100),

bahwa partisipasi orang tua terhadap pendidikan anak usia dini dapat terjadi

dalam:

a. Dalam Pembelajaran Kelompok Bermain

Orang tua tidak saja membantu belajar anak di rumah, bisa juga dilakukan di

lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain. Bahkan kalau perlu orang tua

yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, misalnya ahli dalam melukis

atau seni musik atau seni rupa, dengan koordinasi yang baik dengan pihak

pengelola Kelompok Bermain, para orang tua ini bisa saja membantu mengadakan

proses pembelajaran menggambar, musik dan seni rupa pada ekstrakurikuler di

Kelompok Bermain.

b. Dalam Perencanaan Pengembangan Kelompok Bermain

Dalam perencanaan pengembangan PAUD, orang tua merupakan salah satu

mitra penting. Orang tua yang memiliki pendidikan, pengetahuan, dan

keterampilan khusus dapat berperan serta dalam membantu Kelompok Bermain

Misalnya saja ada orang tua siswa yang kebetulan seorang dokter, yang

memahami betul apa itu arti hidup sehat. Dia dapat memberikan masukan yang

berharga dalam perencanaan pengembangan sekolah, terutama berkaitan dengan

pengaturan kamar mandi dan toilet yang sehat, penataan warung jajan sehat bagi

anak-anak, peningkatan mutu layanan Posyandu dan lain-lain. Keterlibatan orang

37

tua siswa tersebut dalam perencanaan pengembangan Kelompok Bermain yang

berkaitan dengan kesehatan, tentu sangat menguntungkan peserta didik.

c. Dalam Pengelolaan Kelas

Keterlibatan orang tua siswa dalam pengelolaan kelas memiliki arti yang

sangat luas bukan berarti orang tua turut masuk ke ruang belajar. Tetapi,

pengaturan tempat duduk atau pemanfaatan fasilitas permainan dapat dilakukan

berdasarkan masukan dengan dan/atau kompromi dengan para orang tua.

Dari teori tersebut menggambarkan, pada hakekatnya banyak jenis dan

bentuk patisipasi yang dapat diberikan orang tua dalam terhadap pengembangan

mutu program Kelompok Bermain. Bentuk partisipasi tersebut akan muncul

sesuai dengan karakteristik tiap orang tua ataupun latar belakang status sosial

yang bersangkutan. Atau dapat dikatakan bahwa partisipasi orang tua dapat

terjadi sesuai dengan kebutuhan dan keperluan lembaga pendidikan.

Di satu sisi, tinggi rendahnya partisipasi orang tua, pada dasarnya

tergantung pada luas tidaknya produk serta kualitas pendidikan yang dihasilkan

Kelompok Bermain. Semakin besar output program Kelompok Bermain dengan

disertai kualitas yang mantap dalam artian mampu mengembangkan potensi-

potensi anak maka tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi orang tua,

sebaliknya meskipun lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain mampu

mengeluarkan outputnya tapi dengan tanpa menunjukan perubahan dan

pengembangan potensi anak, itu juga jadi masalah tidak saja bagi output yang

bersangkutan tapi berpengaruh bagi persepsi orang tua serta tingkat partisipasi

orang tua.

38

Dari beberapa teori dan konsep yang telah diuraikan diatas maka indikator

partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah: 1) partisipasi orang tua dalam mengikutkan anak

dalam program Kelompok Bermain, 2) memberikan kontribusi baik pemikiran,

tenaga ataupun dana terhadap pengembangan program Kelompok Bermain, 3)

Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok Bermain, 4)

Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak usia dini.