istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam …/istilah... · istilah linguistik antropologi, di...

124
i ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM UPACARA RUWATAN MASSAL DI PENDAPA ISI SURAKARTA TANGGAL 10 JANUARI 2010 (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh KALIH PRIHATIN C0104014 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: dinhthien

Post on 04-Mar-2018

269 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

i

ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI

DALAM UPACARA RUWATAN MASSAL

DI PENDAPA ISI SURAKARTA

TANGGAL 10 JANUARI 2010 (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

KALIH PRIHATIN

C0104014

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

ii

ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI

DALAM UPACARA RUWATAN MASSAL

DI PENDAPA ISI SURAKARTA

TANGGAL 10 JANUARI 2010 (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun oleh

KALIH PRIHATIN

C0104014

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Dra. Sri Mulyati, M.Hum

NIP 195610211981032001

Pembimbing II

Drs. Sri Supiyarno, MA.

NIP 195605061981031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum

NIP 196001011987031004

Page 3: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

iii

ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI

DALAM UPACARA RUWATAN MASSAL

DI PENDAPA ISI SURAKARTA

TANGGAL 10 JANUARI 2010 (KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun oleh

KALIH PRIHATIN

C0104014

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal 3 Agustus 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, H. hum

NIP 195710231986012001

Sekretaris Drs. Y. Suwanto, M.Hum

NIP 196110121987031002

Penguji I Dra. Sri Mulyati, M.Hum

NIP 195610211981032001

Penguji II Drs. Sri Supiyarno, MA

NIP 195605061981031001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.

NIP 195303141985061001

Page 4: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

iv

PERNYATAAN

Nama : Kalih Prihatin

NIM : C0104014

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Istilah-Istilah

Ruwatan dan Sesaji dalam Upacara Ruwatan Massal di Pendapa ISI Surakarta

Tanggal 10 Januari 2010 (Kajian Etnolinguistik) adalah betul-betul karya

sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan

karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 3 Agustus 2010

Yang membuat pernyataan

Kalih Prihatin

Page 5: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

v

MOTTO

Tak punya apa-apa tapi banyak cinta

(penulis)

Page 6: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada :

Rabbku, Allah s.w.t. yang tak pernah berhenti mencurahkan rizki-Nya kepadaku

Nabiku, Muhammad s.a.w. yang menjadi suri tauladan bagiku

Simbok dan Bapak tercinta yang tak pernah berhenti memotivasi

dan menyayangiku

Kakak dan kakak iparku tercinta

Semua yang telah mendukung penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Page 7: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah s.w.t. atas

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir dan sebagai salah satu syarat

untuk mendapat gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah, Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis

sadari bahwa banyak hambatan atau kesulitan yang dihadapi baik yang bersifat

teoretik atau praktis. Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha yang tulus

serta adanya dukungan dari berbagai pihak, segala hambatan dan kesulitan dapat

diatasi. Oleh karena itu, dengan kesadaran dan kerendahan hati yang tulus,

dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang

telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi ijin kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih Bapak sudah bersedia

menjadi informan saya.

3. Dra. Sri Mulyati, M.Hum, serta selaku pembimbing pertama yang telah

membantu proses penyelesaian skripsi. Terima kasih Ibu sudah bersedia

meluangkan waktunya, mencurahkan perhatian, memberikan nasihat,

dan membimbing penulisan skripsi ini sampai selesai.

Page 8: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

viii

4. Drs. Sri Supiyarno, M.A, selaku pembimbing kedua, terima kasih atas

masukan dan bimbingannya.

5. Drs. Supardjo, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah, dengan

penuh perhatian dan kebijaksanaannya.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah, terima kasih atas

kesabarannya dalam menyampaikan ilmunya dari semester awal sampai

penulisan skripsi selesai.

7. Simbok dan bapak, terima kasih atas doa dan motivasi kalian, maafkan

selama ini saya belum bisa membahagiakan kalian.

8. Mas Trisno, Anindita, Mbak Rus, kalian yang terbaik, terimakasih atas

kebersamaan yang kita lalui.

9. Kawan-kawan angkatan 2004, kenangan indah bersama kalian takkan

pernah terlupakan.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

semua bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih jauh dari

sempurna, masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu. Oleh karena itu,

penulis berharap, kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun

secara pribadi atau pada pembaca pada umumnya.

Surakarta, 3 Agustus 2010

Kalih Prihatin

Page 9: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. . i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. . ii

HALAMAN PENGESAHAN . .............................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................ v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................... . vii

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN. .............................................. xiii

ABSTRAK ............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

a. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

b. Pembatasan Masalah ...................................................... 9

c. Rumusan Masalah .......................................................... 10

d. Tujuan Penelitian ........................................................... 10

e. Manfaat Penelitian ......................................................... 11

1. Manfaat Teoretis ....................................................... 11

2. Manfaat Praktis ........................................................ 11

f. Sistematika Penulisan .................................................... 11

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................. 13

A. Ruwatan. ......................................................................... . 13

1. Upacara Ruwatan. ...................................................... 13

2. sesaji. ......................................................................... 18

Page 10: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

x

B. Bentuk ............................................................................ 19

1. Monomorfemis ........................................................ 19

2. Polimorfemis ........................................................... 20

1. Pengimbuhan/Afiksasi. ........................................ 20

2. Reduplikasi. ......................................................... 20

3. Kata Majemuk. .................................................... 21

3. Frasa ......................................................................... 21

C. Makna ............................................................................ 22

D. Etno Linguistik. ............................................................... 23

E. Kajian Linguistik untuk Etnologi. ................................... 24

1. Bahasa dan Pandangan Hidup. ................................. 24

2. Bahasa dan Cara Memandang Kenyataan. ............... 25

3. Bahasa dan Perubahab dalam Masyarakat. ............... 25

F. Masyarakat Bahasa ......................................................... 26

G. Kerangka Pikir ................................................................. 27

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 28

A. Jenis Penelitian ................................. ............................. 28

B. Lokasi Penelitian ........................................................... 29

C. Data ................................................................................. 29

D. Sumber Data. .................................................................. 30

E. Alat Penelitian ...................................................................... 30

F. Metode Pengumpulan Data ........................................... 31

G. Metode Analisis Data .................................................... 32

1. Metode Distribusional ............................................. 32

Page 11: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xi

2. Metode Padan .......................................................... 33

H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................... 34

BAB IV ANALISIS DATA .................................................................. 35

A. Bentuk Istilah.. ................................................................... . 35

1. Monomorfemis ......................................................... 35

2. Polimorfemis. ............................................................ 37

a. Pengimbuhan/afiksasi.. ....................................... 37

b. Reduplikasi ......................................................... 41

c. Kata Majemuk.. .................................................. 42

3. Frasa.......................................................................... 49

B. Makna Leksikal. ............................................................. 74

C. Makna Kultural. .............................................................. 91

BAB V PENUTUP .............................................................................. 104

A. Simpulan ........................................................................ 104

B. Saran .............................................................................. 105

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 106

LAMPIRAN .......................................................................................... 109

Page 12: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. Daftar Tanda

[...] : pengapit ejaan fonetis

‟...‟ : gloss sebagai pengapit terjemahan

”...” : tanda petik menandakan kutipan langsung

+ : ditambah

/ : atau

: tanda sebagai penunjuk jadian

Tanda ε : dibaca seperti pada kata sajen [sajEn] „sesaji‟

Tanda ә : dibaca seperti pada kata sega [s|gO] „nasi‟

Tanda ŋ : dibaca seperti pada kata kacang [kacaG] „kacang‟

Tanda O : dibaca seperti pada kata woh-wohan[wO-wOan]‟buah-buahan‟

Tanda ? : dibaca seperti pada kata lombok [lOmbO?] ‟cabai‟

Tanda T : dibaca seperti pada kata bathara [baTOrO] „dewa‟

Tanda D : dibaca seperti pada kata gedhang [g|DaG] ‟pisang‟

Tanda U : dibaca seperti pada kata rambut [rambUt] „rambut‟

Tanda I : dibaca seperti pada kata putih [putIh] „Putih‟.

Page 13: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xiii

B. Daftar Singkatan

Adj. : Adjektiva

BUL : Bagi Unsur Langsung

dkk. : dan kawan-kawan

dll. : dan lain-lain

dst. : dan seterusnya

hlm. : halaman

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

N : Nomina

R : Reduplikasi

s.a.w. : Salallahu „alaihi wasallam

s.w.t. : Subhanallahu Wa‟taala

V : Verba

ABSTRAK

Kalih Prihatin. C0104014. 2010. Istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam

upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari2010

Page 14: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xiv

(Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menguraikan tentang: (1) bentuk istilah ruwatan dan

sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari

2010, (2) makna leksikal dari istilah-istilah istilah ruwatan dan sesaji dalam

upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, (3)

makna kultural dari istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan

massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu

penggambaran secara alamiah yang tidak menggunakan data statistik atau angka,

karena data yang dikumpulkan berupa fakta kebahasaan. Lokasi penelitian di

Pendapa ISI SUrakarta. Data penelitian berupa data lisan, dan data tulis. Sumber

data lisan berasal dari informan yang mengetahui upacara ruwatan, sedangkan

buku-buku, yang berkaitan dengan sesaji, budaya, dan linguistik, hanya sebagai

sarana untuk melengkapi teori dalam penelitian ini, sumber data tulis berasal

dari buku referensi atau pustaka. Metode pengumpulan data meliputi observasi

lapangan, teknik wawancara yang mendalam, teknik rekam, teknik catat, dan

teknik pustaka. Metode analisis yang digunakan adalah metode distribusional

yang digunakan untuk menganalisis bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam

upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010

dengan teknik Bagi Unsur Langsung (BUL), dan metode padan yang digunakan

untuk menganalisis makna istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010. Metode

penyajian hasil analisis data menggunakan metode deskriptif dan metode

informal.

Hasil analisis data yang peneliti temukan yaitu keseluruhan rangkaian

upacara ruwatan yaitu prosesi ruwatan, wayangan, beserta sesaji yang

digunakan. Istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 memiliki tiga bentuk kebahasaan

yaitu istilah yang termasuk monomorfemis terdapat 4 istilah, istilah yang

termasuk polimorfemis yang terdiri dari afiksasi terdapat 5 istilah, kata majemuk

terdapat 9 istilah dan reduplikasi terdapat 3 istilah dan istilah yang berupa frasa

terdapat 24 istilah. Keseluruhan istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 adalah 45

istilah. Analisis makna istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan

massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010menghasilkan makna

leksikal dan makna kultural. Makna leksikal mengacu kepada wujud konkret

istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010, sedangkan makna kultural yang di temukan

dalam penelitian ini menggambarkan kehidupan manusia tentang baik dan buruk

dirinya tergantung dari perbuatan yang telah dilakukan.

Page 15: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang

dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993: 21). Bahasa

berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan dan

inventarisasi ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1984: 38). Bahasa merupakan

sarana untuk menangkap, mengomunikasikan, mediskusikan, mengubah, dan

mewariskan sesuatu kepada generasi baru. Dengan bahasa menusia dapat

menelusuri kembali hal-hal di masa lalu dan perkembangan masa depan. Dengan

bahasa kita dapat mendiskusikan hal-hal yang belum pernah kita lihat,

mengomunikasikan ide-ide yang abstrak. Tetapi bahasa bukan sekedar sarana

berkomunikasi atau sarana mengekspresikan sesuatu. Dengan bahasa manusia

menciptakan dunianya yang khas manusiawi (kebudayaan). Dalan kehidupan

masyarakat bahasa sendiri penting artinya yaitu untuk mengembangkan ilmu.

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa itu adalah sitem lambang yang

berwujud bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan, maka yang

dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu

pikiran yang ingin disampaikan. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu

pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran maka dapat dikatakan bahasa itu

mempunyai makna.

Page 16: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xvi

I Dewa Putu Wijana (2008: 13), bentuk kebahasaan memiliki hubungan

dengan konsep dalam pikiran manusia yang disebut makna (sense), dan konsep

ini lazimnya berhubungan dengan sesuatu atau hal yang ada diluar bahasa yang

disebut referen (referent). Makna yang berkenaan dengan kata disebut makna

leksikal, yang berkenaan dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna

gramatikal, dan yang berkenaan dengan wacana disebut makna pragmatik atau

makna kontekstual (Abdul Chaer, 2007: 44-45). Dalam penelitian ini

memfokuskan pada kata yang mempunyai konsep atau pengertian secara jelas

yang terdapat didalam kamus bau sastra Jawa (Purwadarminta 1939)

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek, begitu juga

dengan linguistik yang mengambil bahasa sebagai objeknya (Abdul Chaer,

2007: 301). Bahasa adalah alat pengembang kebudayaan, dan kebudayaan

adalah endapan kegiatan dari karya manusia. Penyebutan bahwa setiap daerah

memiliki ciri khas berdasarkan penutur dan budaya setempat disebut dengan

istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana,

1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu yang mempelajari tentang masalah

terbentuknya kebudayaan yang berkaitan dengan bahasa. Istilah etnolinguistik

berasal dari kata etnologi dan linguistik. Etnologi berarti ilmu yang mempelajari

tentang suku-suku tertentu dan linguistik berarti ilmu yang mengkaji seluk

beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa, yang lahir

karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para

ahli etnologi, sekarang dikenal dengan sebutan antropologi budaya (Sudaryanto,

1996: 9). Menurut Harimurti Kridalaksana (2001: 52), etnolinguistik adalah

Page 17: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xvii

cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat

pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan.

Bahasa dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat Jawa tidak akan lepas

dari lingkungan alam sekitar, karena hubungan dengan alam sudah terjalin sejak

manusia hadir di muka bumi, maka secara ilmiah bahasa yang keluar pada saat

itu pasti akan terpengaruh dengan alam sekitar. Pemanfaatan potensi alam dapat

dipengaruhi oleh unsur alam di dalam segala aspek kehidupan, termasuk di

dalamnya pemberian nama pada suatu hal tentu tidak lepas dari pengaruh

lingkungan sekitar. Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan

sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya, atau untuk dapat

disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang

berbeda (Abdul Chaer, 2007: 83).

Orang Jawa sendiri sangat fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan

segala perubahan yang ada di sekitarnya. Dari perubahan yang terjadi di

lingkungan sekitar, orang Jawa lebih tertarik bukan karena variasinya, tetapi

tentang praktisnya. Terutama di sini yang berhubungan dengan pelaksanaan

upacara ruwatan. Sebenarnya budaya Jawa tetap terjaga, yang mulai tergeser

adalah nilai tradisi yang ada di dalamnya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang

mengutamakan pendidikan, mengembangkan pariwisata, dan menjunjung tinggi

kebudayaan, sebab itu budaya bangsa warisan leluhur haruslah kita lestarikan.

Upacara ruwatan diselenggarakan dalam suasana khidmat dan sakral. Namun

sesungguhnya yang disakralkan itu bukan benda-benda perlengkapan upacara

ataupun tindakan simbolik para pelakunya, melainkan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya (Karkono Kamajaya,1992: 3).

Page 18: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xviii

Adanya tradisi-tradisi baik lisan maupun tertulis yang terdapat di daerah-

daerah seluruh nusantara, suatu kenyataan bahwa sampai saat ini masih banyak

dilestarikan oeh kelompok pendukungnya. Setiap kelompok etnis baik kelompok

besar atau kecil, pastilah mempunyai jalinan kekerabatan yang sangat kuat.

Persekutuan dari individu-individu itu akan membentuk suatu kekuatan yang

luar biasa. Bersama itu munculah aturan-aturan atau tradisi-tradisi dalam

masyarakat yang selanjutnya diwariskan beruntun turun-temurun dari generasi

ke generasi. Namun dari msing-masing kelompok tidak semua dapat menerima

produk-produk yang dihasilkan oleh generasi pendahulunya. Tata kehidupan

masyarakat pada masa tertentu akan selalu diwariskan, akan tetapi suatu warisan

budaya tidak dengan sendirinya selalu diterima dengan senang oleh si pewaris.

Masyarakat Jawa merupakan salah satu kelompok masyarakat yang ada

di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya tradisional yang khas. Salah satu

kekhasan budaya trdisional masyarakat Jawa tersebut adalah digunakanya unsur-

unsur simbolik atau simbol-simbol atau juga disebut lambang-lambang. Salah

satu budaya tradisional yang berbentuk upacara yang penuh lambang-lambang

atau simbol-simbol tersebut adalah upacara ruwatan. Bagi masyarakat Jawa,

ruwatan merupakan upaya manusia untuk mencegah atau membebaskan manusia

dari ancaman gaib yang dianggap membahayakan hidup manusia.

Upacara ruwatan, dahulu merupakan suatu upacara yang tergolong sakral

karena berasaskan agama dan kepercayaan, menjadi pudar dan peranan dalam

perkembangan kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat yang

membangun dan yang modern semakin hilang. Sampai-sampai di lingkungan

masyarakat pedesaan, upacara ruwatan menjadi amat langka yang disebabkan

Page 19: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xix

karena pengaruh faktor-faktor tertentu. Dan jika masyarakat kota (yang asalnya

dari desa) semakin membengkak dan tidak ada yang merasa tergugah untuk

melestarikan aspek-aspek tertentu dan aset-aset yang khas dalam dalam

kehidupan budaya rakyat, upacara ruwatan sebagai tradisi Jawa mungkin akan

tinggal kenangan saja.

Seperti kata Sukerta [suk|rta], sukerta adalah kotor, noda. Orang

sukerta adalah orang yang kotor. Dalam keyakinan orang Jawa orang sukerta

adalah orang yang menjadi jatah makanan bathara kala.

Murwa kala [mUrwO kOlO] adalah kesatuan dari dua kata, yaitu

„murwa” yang berarti menguasai dan „kala’ berarti bencana, mala petaka.

Dengan demikian jika di satukan akan menemukan arti dari kata tersebut yaitu

bencana yang dikuasai, atau juga menguasai mala petaka. Perkataan murwakala

mengandung ajaran, hendaknya orang dapat menguasai waktunya sendiri dan

tidak membuang-buang waktu untuk perbuatan yang tak ada manfaatnya bagi

diri sendiri, keluarga maupun masyarakat luas mengatur waktu dengan sebaik-

baiknya niscaya akan besar sekali manfaatnya bagi keselamatan dan

kesejahteraan (Karkono Kama Jaya: 1992, 46)

Fenomena kebahasaan seperti di atas seringkali muncul dalam waktu-

waktu tertentu, karena istilah tersebut merupakan istilah yang sering muncul

dalam ruwatan. Istilah dalam ruwatan perlu dikaji dengan alasan, 1) ruwatan

merupakan nasihat yang adi luhung yang hidup di masyarakat, nasihatnya sering

dimunculkan dalam cerita wayang yang di pertunjukkan, 2) ruwatan merupakan

simbol yang perlu dikaji maksud dan atau pesan yang tersirat, 3) ruwatan masih

hidup dalam masyarakat sebagai salah satu budaya yang dimiliki masyarakat

Page 20: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xx

Jawa, 4) peneliti ingin mengetahui fungsi istilah ruwatan dalam kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti ruwatan

yang mengandung nilai-nilai budaya Jawa yang hidup dalam masyarakat .

Setiap masyarakat, suku bangsa, bangsa memiliki budaya yang berfungsi

untuk mengatur, mengarahkan, dan bahkan menjadi pedoman tingkah laku dan

perbuatan manusia sebagai pendukung budaya itu. Dengan fungsinya yang

demikian itu budaya mempunyai kekuatan normatif sebagai pengendali sosial.

Dalam masyarakat sederhana fungsi budaya sebagai pengendali sosial itu

diwujudkan melalui simbol-simbol tertentu. Simbol-simbol atau lambang-

lambang itu bagi masyarakat pendukungnya difungsikan sebagai salah satu

pengetahuan yang berarti. Simbol atau lambang dapat diwujudkan dalam bentuk

patung, ungkapan, upacara-upacara, selamatan, lagu-lagu, gerak dalam tari dan

pertunjukan seni yang lain. Dilihat dari sudut pedoman, estetika dan sistem

simbol memberi pedoman terhadap berbagai pola perilaku manusia yang

berkaitan dengan keindahan, yang pada dasarnya mencakup kegiatan berkreasi

dan berapresiasi (Nooryan Bahari, 2008: 47).

Alasan penelitian mengenai ruwatan ini adalah dalam rangka

melestarikan kebudayaan dan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi

berikutnya. Pewarisan kebudayaan harus ada keseimbangan dengan cara

menyusun dan penataan kembali secara sistematis, kronologis dan tepat unsur-

unsur kebudayaan menurut kedudukan yang sebenarnya. Upacara ruwatan

merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat luhur dan mengandung

nilai budaya tinggi. Warisan yang asli dari nenek moyang kita ini perlu dijaga

dan dilestarikan agar generasi berikutnya tidak kehilangan jejak. Untuk

Page 21: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxi

melestarikan kebudayaan terutama upacara ruwatan perlu adanya orang yang

tertarik dan berminat untuk mengadakan riset dan survei tentang upacara

tersebut.

Selain itu karena zaman sekarang perkembangan teknologi semakin pesat

dan mendesak unsur-unsur tradisional akibatnya akan menimbulkan pergeseran

nilai-nilai arti dan fungsi dari suatu tradisi yang telah berkembang lama, bahkan

yang lebih ekstrim lagi, akan dapat menghilangkan tradisi-tradisi lama yang

berkembang di suatu lokal. Cepat atau lambat akan menimbulkan suatu dampak

pemiskinan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam unsur-unsur ruwatan

dan segala aspeknya yang bersifat tradisional. Dengan kemajuan dan

perkembangan teknologi yang semakin maju dari tahun ke tahun umumnya

masyarakat sekarang kurang memperoleh pesan-pesan nilai budaya yang

terkandung dalam pola-pola tradisional atau bahkan mereka sudah melupakan

dan menganggap tidak perlu karena sudah kuno, akibatnya akan jadi

kesenjangan kontinyuitas budaya.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas itulah yang mendorong untuk

segera dilakukan langkah-langkah inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan

daerah yang sudah tampak gejala-gejala menipis ataupun menghilang. nilai asli

dari tradisi dan pandangan-pandanganya perlu diangkat kembali. Kalau orang

Jawa sendiri tidak menemukan pandangan asli dari kebudayaanya

memungkinkan muncul paham atau interpretasi dangkal, karena kehilangan

penghayatan terhadap budayanya sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa

upacara ruwatan merupakan khazanah budaya Jawa, dan penelitian kebahasaan

tentang istilah dalam upacara ruwatan belum pernah dilakukan.

Page 22: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxii

Fenomena kebudayaan yang berhubungan dengan kebahasaan itulah

yang akan di bahas, karena terlihat adanya keunikan-keunikan yang dapat

dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan dengan ilmu etnolinguistik,

dengan judul istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian etnolinguistik yang

sehubungan dengan istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010 diantaranya sebagai berikut:

1. Istilah Alat-alat Rumah Tangga dan Perkembanganya di Kota Surakarta

(Suatu Pendekatan Etnolinguistik), oleh Yohanes Suwanto, dkk (1990).

Mengkaji tentang berbagai istilah alat-alat rumah tangga, baik yang

bersifat tradisional maupun modern, perkembangan ala-alat rumah

tangga dari tradisional menjadi modern berdasarkan kesamaan fungsi dan

latar belakang budaya yang mempengaruhi pergeseran penggunaan

istilah alat-alat rumah tangga.

2. Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam Upacara nyadranan di Makam Sewu

Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, (Kajian

Etnolinguistik), oleh Iswati (2005). Mengkaji tentang berbagai istilah

unsur-unsur sesaji dalam upacara nyadranan di makam sewu Desa

Wijirejo, Kecamatan pandak, Kabupaten Bantul. Tentang makna

leksikal, kultural, dan fungsi upacara nyadran bagi masyarakat.

3. Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Gondang,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen, (Suatu Pendekatan

Etnolinguistik), oleh Hidha Watari (2008). Mengkaji tentang berbagai

Page 23: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxiii

istilah unsur-unsur sesaji dalam tradisi bersih desa di Desa Gondang,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Tentang makna leksikal,

kultural, dan fungsi tradisi bersih desa bagi masyarakat.

4. Istilah – Istilah Sesaji dalam Selamatan Upacara Perkawinan dan

Perkembanganya di Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten

Ponorogo. (Suatu Kajian Etnolinguistik), oleh Biesatyo Resthi (2009).

Mngkaji tentang bentuk stilah, makna leksikal dan kultural istilah sesaji

dalam selamatan upacara perkawinan dan perkembangannya di Desa

Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.

Dari penelitian terdahulu menandakan bahwa penelitian mengenai

istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010 (kajian etnolinguistik), belum pernah

dilakukan

B. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi masalah agar tidak meluas, maka dijelaskan batasan-

batasan objek yang akan dikaji. Supaya dalam penelitian nantinya dapat lebih

mudah dalam membantu peneliti. Masalah-masalah yang akan diteliti adalah

istilah-istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010, yang meliputi bentuk istilah dalam upacara

ruwatan, makna leksikal dan makna kultural dari bentuk istilah itu.

Page 24: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxiv

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan pembatasan

masalah di atas, maka dalam penelitian awal ini dapat disebutkan tiga masalah

sebagai berikut;

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010?

2. Bagaimanakah makna leksikal dari istilah-istilah istilah ruwatan dan

sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10

Januari 2010 ?

3. Bagaimanakah makna kultural dari istilah- istilah ruwatan dan sesaji

dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10

Januari 2010 ?

D. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini mempunyai

tujuan sebagai berikut;

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

2. Mendeskripsikan makna leksikal dari istilah- istilah ruwatan dan sesaji

dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10

Januari 2010.

3. Mendeskripsikan makna kultural dari istilah- istilah ruwatan dan sesaji

dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10

Januari 2010.

Page 25: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxv

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

teori linguistik, khususnya etnolinguistik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian awal ini secara praktis dapat memberikan informasi

mengenai bentuk istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di

pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010, makna leksikal dan makna

kultural dari bentuk istilah tersebut, dan mengetahui fungsi ruwatan untuk

menambah wacana bagi masyarakat terutama pemuda, budayawan, seniman,

pendidikan, anak-anak, orang tua. Dan dapat digunakan sebagai referensi moral,

etika, dan religius terkait dengan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam

upacara ruwatan.

F. Sistematika Peulisan

Bab I memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II memuat kajian pustaka dan kerangka pikir. Kajian pustaka berisi

tentang konsep-konsep yang mendasari penelitian ini. Konsep-konsep tersebut

diambil dari beberapa buku referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan kerangka pikir berisi suatu bagan alur pemikiran dalam penelitian ini.

Page 26: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxvi

Bab III memuat metode penelitian. Metode penelitian berisi tentang

penjelasan dari jenis penelitian, data, sumber data, metode pengumpulan data,

dan metode analisis data.

Bab IV memuat hasil analisis dan pembahasan. Analisis data dilakukan

dengan metode distribusional dan metode padan.

Bab V memuat penutup yang berisi simpulan dan saran.

Page 27: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxvii

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori di sini dimaksudkan sebagai dasar atau landasan yang

sifatnya teori eksplisit yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan

dikaji di dalam penelitian. Konsep-konsep teoretis yang berkaitan dengan

penelitian ini antara lain sebagai berikut.

A. Ruwatan

1. Upacara Ruwatan

Upacara ruwatan telah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad

dengan mengalami proses perubahan sampai pada bentuknya yang sekarang ini.

Ketahanan dan kelestarianya menunjukkan bahwa warisan budaya leluhur itu

memiliki fungsi yang dianggap penting bagi masyarakat pendukungnya. Apabila

tidak, tradisi tersebut pasti sudah punah karena tidak ada lagi yang

mendukungnya.

Kata ruwatan berasal dari kata ruwat artinya: bebas, lepas.(Karkono

Kamajaya, 1992: 10). Kata mangruwat atau ngruwat artinya: membebaskan,

melepaskan. Dalam tradisi lama atau kuna yang diruwat adalah makhluk yang

hidup mulia atau bahagia, tetapi kemudian berubah menjadi hina dan sengsara.

Maka mereka yang hidup sengsara atau hina itu harus diruwat, artinya harus

dibebaskan atau dilepaskan dari hidup sengsara. Menurut Purwadi (2006: 117),

ruwatan berasal dari kata ruwat yang artinya memelihara atau menjaga. Ruwatan

adalah salah satu tindakan manusia dengan bantuan dalang untuk memperoleh

keselamatan hidup jauh dari segala malapetaka.

Page 28: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxviii

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1976: 855) menyebutkan ruwat berarti:

1. Pulih kembali sebagai keadaan semula (tentang jadi-jadian, orang

kena teluh dan sebagainya)

2. Terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa (bagi orang

yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk seperti anak

tunggal dan sebagainya)

Istilah ruwatan pengertian pada masa sekarang adalah pertujukan wayang

kulit purwa dengan mengambil lakon Murwakala, yaitu lakon menceritakan

kelahiran kala serta pepancen atau catu makan Bathara Kala. (Walujo, 1990: 1).

Ada juga lakon cerita yang lain misalnya: Baratayuda, Sudamala, dan

Kunjarakarna. Ruwatan berpusat pada cita-cita akan kesempurnaan hidup dan

harmoni, menyangkut perjalanan hidup manusia sejak terjadinya dumadi sampai

kembalinya. Membangun generasi berarti mewaspadai keturunan sejak sebelum

terjadinya, agar tidak salah jadi, salah tumbuh, dan salah tindak. Keprihatinan

yang mendalam itu terwujud dalam berbagai tradisi ruwat, yang berkambang

lintas waktu, daerah, budaya dan agama (Kuntara Wiryamartana, 1990: 2).

Upacara ruwatan telah tumbuh dan berkembang dengan pergelaran

wayangnya seiring dengan pesan dan amanat yang mengandung nilai-nilai luhur

yang disampaikan secara simbolik dan metaforik serta dalam bentuk penyajian

yang serba estetis. Pesan dan amanat itu merupakan hasil penghayatan para

leluhur dalam hidup bermasyarakat dan hubungannya dengan alam yang

menjadi lingkungannnya. Dan hasil penghayatan itu telah terkaji sepanjang

masa. Sehingga dapat dijadikan acuan bagi generasi berikutnya untuk mengatur

Page 29: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxix

hidupnya dalam tata pergaulan masyarakat dan lingkungannya agar dapat merasa

tenteram, aman, selamat dan sejahtera.

Penyampaian pesan secara simbolik dalam upacara ruwatan itu bertujuan

agar nilai-nilai yang diungkapkan dapat terjaga kelestarianya. Apabila pesan itu

disampaikan secara lugas (wantah), niscaya penerimaanya tidak berbeda dengan

informasi biasa dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, sesudah pesan itu diterima

oleh pendengarnya, maka selesailah fungsi pesan itu, dan tidak lagi mengesan

dihatinya. Penyampaian pesan secara simbolik melalui penyelenggaraan upacara

dengan segala perlengkapan, selamatan dan pergelaran wayang, seringkali sukar

ditangkap secara rasional dan dalam hal ini kepekaan rasa sangat diperlukan

untuk dapat memahami makna simbolik itu. Secara rasional kiranya dapat

diuraikan bahwa ruwatan bertujuan untuk mensucikan jiwa anak sukerta dengan

dibekali berbagai ajaran etik dan moral yang terungkap dalam upacara, dalam

gelaran wayang, dalam makna simbolik setiap perlengkapan yang di gunakan.

Mulai saat itu diharapkan anak yang telah disucikan melalui upacara ruwatan

selalu berhati-hati dalam menjalani hidup sesuai dengan ajaran yang

deterimanya selama upacara berlangsung. Kepatuhan kepada ajaran itu adalah

yang menjamin keselamatan hidup selanjutnya. Oleh karena itu semakin

pentinglah arti kajian terhadap makna-makna simbolik yang terkandung dalam

upacara ruwatan agar dapat terwujud ajaran yang konkrit dan mudah diterima

secara rasional oleh masyarakat. Dengan demikian adanya kesan bahwa ruwatan

menjurus kepada hal-hal yang musrik atau pun tahayul dapat dicegah, dan

upacara ruwatan sebagai adat tradisional tetap dapat dilestarikan dan tetap

relevan dengan kehidupan masa kini dan masa depan.

Page 30: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxx

Upacara ruwatan diselenggarakan dalam suasana khidmat dan sakral.

Namun yang disakralkan itu sesungguhnya bukan benda-benda perlengkapan

upacara atau juga tindakan simbolik para pelakunya, melainkan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya. yang disakralkan, tujuannya ialah dengan menjunjung

tinggi nili-nilai yang dianggap sakral itu kita selalu bersikap dan berbuat secara

hati-hati dan penuh tanggung jawab, baik dalam pengendalian diri maupun

dalam menjalin hubungan dengan alam.

Pada kesakralan nilai-nilai juga tercermin hubungan kasih sayang orang

tua dengan anaknya yang diruwat. Orang tua tidak hanya memandang anaknya

semata-mata sebagai produk biologis, tetapi sebagai amanat (titipan) Tuhan yang

harus dijaga pertumbuhannya serta dididik agar memiliki sifat-sifat dan

kepribadian yang luhur. Mengasuh anak bagi orang tua adalah tugas yang harus

dilaksanakan dan salah satu bentuknya adalah menyelenggarakan upacara

ruwatan demi keselamatan dan kesejahteraan sang anak selanjutnya. Sebaliknya

dari pihak anak pun, tidak dibenarkan memandang orang tuanya semata-mata

sebagai penyebab kelahirannya secara biologis tetapi sebagai utusan Tuhan yang

bertugas membimbing hidupnya dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu,

anak wajib patuh terhadap amanat dan nasehat orang tua seperti tercermin dalam

penyelenggaraan upacara ruwatan.

Dalam budaya Jawa ditunjukkan adanya dua macam hubungan yaitu

hubungan yang vertikal dan hubungan yang horisontal. Hubungan horisontal

diartikan sebagai hubungan masyarakat. Hubungan vertikal ini manusia

melakukannya melalui upacara dan selamatan. Upacara dan selamatan ini

Page 31: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxi

merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha

Pencipta.

Dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10

Januari 2010 cerita wayang yang dipertunjukkan berjudul sudamala yang

mengisahkan Bathari Uma (bidadari cantik) yang terkena kutukan Hyang

Manikmaya karena berbuat salah atau tidak terpuji. Yang akhirnya berubah

menjadi raksasa yang bernama Bathari Durga, dan bertempat tinggal dihutan

kemudian menjadi istri dari Bathara Kala (anaknya sendiri). Hal ini

menggambarkan hukum yang rusak atau dilanggar, hilangnya hukum sebab

akibat. Setelah ketemu dan diruwat oleh Raden Sadewa (salah satu dari

pandhawa lima) yang sedang dimasuki oleh Bathara Guru dengan disaksikan

oleh Semar (Hyang Ismaya) maka Dewi Uma menjadi cantik seperti semula dan

kembali ke kahyangan. Dalam pertunjukan wayang tersebut ceritanya

menggambarkan tindakan dosa atau kesalahan manusia yang menyebabkan

rohani menjadi kotor dan rusak digambarkan sebagai raksasa. Maka harus

bertaubat dan dibersihkan dengan cara diruwat agar rohaninya menjadi baik dan

suci kembali.

Upacara ruwatan yang dilaksanakan di Pendapa ISI tanggal 10 Januari

2010, merupakan ruwatan sukerta. Tradisi meruwat anak sukerta dalam keluarga

Jawa pada hakekatnya berdasarkan kenyataan. Bahwa sampai begitu jauh

seorang anak dalam keluarga Jawa selalu mengalami kesialan. Dengan kata lain,

sudah kodratnya bernasib seperti itu. Inilah pokok yang dianut dalam tradisi

ruwatan, menghilangkan prasangka-prasangka buruk dalam pikiran. Dengan

Page 32: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxii

melakukan upacara ruwatan, memohon kepada Tuhan agar dihindarkan dari

kesialan-kesialan yang selalu menimpa.

2. Sesaji

Sesaji atau sering di sebut dengan sajen, mengandung maksud yang sama

nilainya dengan korban sebagai penjelmaan penghargaan atau pengagungan

kepada para leluhur, para penjaga tempat kediaman, desa, dan Negara beserta

permohonan akan perlindungan Nya sehingga memperoleh keselamata dan

kesejahteraan (Karkono Kamajaya, 1992: 48).

Sesajen berarti sajian (makanan, bunga, dan sebagainya) yang disajikan

untuk makhluk halus (Poerwadarminta, 1976: 929). Sesajen memiliki nilai

sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara sakral ini

dilakukan untuk mencari berkah di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat

atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan gaib.

Banyak orang Jawa berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa

bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga

diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji

kemudian pada suatu saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan

sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).

Sesaji yang ditujukan kepada yang mbaureksa (penjaga yang tidak kasat

mata, yang gaib) sesungguhnya mencerminkan kesadaran menusia kepada

lingkungan hidupnya. Dengan suasana kesakralan itu dimaksudkan agar manusia

tidak gegabah merusak alam yang menjadi lingkunganya, sebab akibatnya akan

berbalik sebagai malapetaka yang meninpa manusia yang melakukannya, bahkan

seluruh masyarakat akan ikut juga menanggung musibah, jadi yang disakralkan

Page 33: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxiii

bukan sesajinya, tetapi nilai kesadaran terhadap lingkungan itulah yang perlu

dicamkan demi kesejahteraan hidup manusia.

Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dam perasaan

pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan (Suwardi Endraswara, 2006:

247). Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya bentuk akumulasi

budaya yang bersifat abstrak. Sesaji juga merupakan wacana simbol yang

digunakan sebagai sarana untuk negosiasi spiritual kepada hal-hal gaib, hal ini

dilakukan agar makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak

mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada roh halus,

diharapkan roh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia.

B. Bentuk

1. Monomorfemis

Menuruy Djoko Kentjono (1982: 44-45) satu atau lebih morfem akan

menyusun sebuah kata, kata dalam hal ini satuan gramatikal bebas yang terkecil.

Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis dengan ciri-ciri dapat berdiri

sendiri, mempunyai makna dan berkategori jelas. Sedangkan kata bermorfem

lebih dari satu disebut kata polimorfemis

Sedangkan menurt Harimurti Kridalaksana (1993: 148), monomorfemis

(monomorphemic) terjadi dari satu morfem, morfem (morphemic) merupakan

satuanbahasa terkecil yang maknanya secara relative stabil dan yang tidak dibagi

atas bagian yang lebih kecil misalnya. Penggolongan kata menjadi bentuk

monomorfemis dan polimorfemis adalah penggolongan berdasarkan jumlah

morfem yang menyusun kata.

Page 34: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxiv

Pada dasarnya, semua kata yang tergolong pada kata dasar dalam istilah-

istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010 dapat merupakan morfem bebas dengan

pengertian bahwa morfem itu dapat berdiri sendiri dengan makna tertentu tanpa

dilekati imbuhan. Dengan kata lain istilah tersebut belum mengalami proses

morfologis atau belum mendapat tambahan apapun, belum diulang, belum

digabungkan atau dimajemukkan.

2. Polimorfemis

Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang

berupa rangkaian morfem. Proses morfologis sendiri meliputi:

a. Pengimbuhan / afiksasi (penambahan afiks)

Ada empat macam afiks dalam bahasa Jawa, yang dibedakan satu sama

lain atas letak dan tempatnya dipandang dari bentuk dasar yang dibersenyawai,

yaitu prefiks infiks,, sufiks, dan konfiks (Sudaryanto, 1992: 19). Penambahan

afiks dapat dilakukan di depan, di tengan, di belakang, di depan dan di belakang

morfem dasar. Afiks yang ditambahkan di depan disebut awalan atau prefiks,

afiks yang berada di tengah disebut sisipan atau infiks, dan afiks yang berada di

belakang disebut sufiks, sedangkan afiks yang berada di depan dan di belakang

di sebut konfiks. Afiks selalu berupa morfem terikat, sedangkan morfem dasar

dapat berupa morfem bebas.

b. Reduplikasi

Kata ulang atau reduplikasi ialah kata yang diucapkan dua kali, sebagian

atau seluruhnya (Aryo Bimo Setiyanto, 2007: 81).

Page 35: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxv

c. Kata Majmuk

Kata majemuk yaitu gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus

sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang

khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan, pola khusus tersebut

membedakanya dari gabungan morfem dasar yang bukan kata majemuk

(Harimurti Kridalaksana, 2001: 99). Kata majemuk dibentuk dengan satuan

lingual yang berpotensi menjadi kata leksikal (Sudaryanto, 1992: 62).

3. Frasa

Frasa yaitu satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih yang

tidak melampaui batas subjek dan predikat atau satuan lingual yang scara

potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-

ciri klausa (Henry Guntur Tarigan, 1985: 93). Djoko Kentjono (1982: 57)

mengatakan frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari

dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk

klausa. Jadi sebuah frasa harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Relasi unsur-unsurnya relatif longgar.

2. Menpunyai unit sintaksis yang lebih rendah.

3. Kontruksi yang unsurnya dimungkinkan disisipi bentuk lain.

4. Intonasinya mengikuti kalimat.

Jadi yang disebut frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang

sifatnya non-predikatif dan tidak mempunyai batas fungsi. Maksudnya gabungan

kata hanya mempunyai satu fungsi (S.P.O.K) dalam kalimat.

Page 36: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxvi

C. Makna

Pengertian sense „makna‟ dibedakan dari meaning „arti‟ di dalam

semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu

sendiri (terutama kata-kata). Makna dapat dianalisis melalui struktur dalam

pemahaman tatanan bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis). Makna dapat diteliti

melalui fungsi, dalam pemahaman fungsi hubungan antar unsur. Dalam

penelitian ini pembahasan meliputi makna leksikal, dan makna kultural dari

istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan massal di pendapa ISI

Surakarta tanggal 10 Januari 2010.

Menurut Harimurti Kridalaksana (2001: 133) makna leksikal yaitu

makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain.

Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaan atau

konteksnya. Sedangkan makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh

masyarakat dalam hubunganya dengan budaya tertentu. Makna kultural muncul

dalam masyarakat karena adanya simbol-simbol yang melambangkan keinginan

masyarakat untuk mendapatkan kelancaran dan keselamatan dalam menjalani

hidup.

Dalam masyarakat Jawa makna kultural dijadikan sebagai acuan dalam

bersikap dan bertingkah laku, serta menjadi nilai bagaimana seorang individu

berperilaku dalam kelompoknya. Dalam memahami sebuah budaya tentu harus

menafsirkan tanda dari budaya tersebut. Akan tetapi tanda tidak mempunyai

konsep.tentu dalam hal ini simbol akan menjadi petunjuk untuk menghasilkan

makna melalui interpretasi. Simbol akan menjadi bermakna apabila isi kode

diuraikan menurut konvensi dan aturan budaya yang ada secara sadar ataupun

Page 37: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxvii

tidak sadar. Simbol dapat bermakana apabila penutur mampu menjelaskan

sebuah tanda dengan menghubungkan beberapa aspek yang relevan. Makna

kultural merupakan suatu makna yang berkaitan erat dengan masalah budaya.

Makna kultural muncul dalam masyarakat untuk mendapatkan kelancaran dan

keselamatan dalam menjalani sebuah kehidupan bermasyarakat.

D. Etnolinguistik

Kelahiran etnolinguistik sangat erat hubungannya dengan hipotesis

„Sapir-Whorf‟, yang disebut pula dengan relativisme bahasa (language

relativisme) menurut pemikiran Boas (Sampson dalam Edi Subroto, 2003: 6).

Hipotesis tersebut menyatakan bahasa manusia membentuk dan mempengaruhi

presepsi manusia akan realitas lingkungan atau bahasa manusia mempengaruhi

lingkungan dalam memproses atau membuat kategori-katagori realitas di

sekitarnya (Sampson, dalam Edi Subroto, 2003: 6). Berdasarkan hipotesis

tersebut dapat diketahui bahwa kategori-kategori yang merupakan sistem bahasa

masyarakat tertentu akan mempengaruhi manusia dalam mempresepsikan dan

mengkatagorikan realitas alam sekitar.

Di samping hipotesis Sapir-Whorf terdapat pandangan lain bahwa bahasa

itu menunjukkan bangsa, maksud budaya dan kekayaan budaya suatu kelompok

etnik tertentu tersusun di dalam bahasanya khususnya leksikon, misalnya

masyarakat Indonesia yang tergolong agraris memiliki leksikal yang berkaitan

dengan padi, beras, nasi, nenir dan lain sebagainya. Etnolinguistik atau linguistik

antropologi ialah nama bagi telaah hubugan antara bahasa, masyarakat dan

kebudayaan. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai konteks dari hipotesis Sapir-

Page 38: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxviii

Whorf, maupun dalam konteks bahasa cermin bangsa, misalnya bagaimana

aspek-aspek budaya, nilai budaya suatu kelompok etnik tertentu dicerminkan

dalam bahasa, sebagai contoh rasa dan nilai rasa bagi masyarkat Jawa amat

penting dalam interaksi sosial sehari- hari, dan bagaiman rasa dan nilai rasa di

manifestasikan dalam leksikon (dalam bahasa Jawa terdapat leksikon ngoko,

krama, dan krama inggil ).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etnolinguistik

adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang kaitannya dengan

masyarakat dan budaya yang mempunyai perbedaan atau ciri pembeda yang

berupa leksikon antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.

E. Kajian Linguistik Untuk Etnologi

1. Bahasa dan Pandangan Hidup

Bahasa dan pandangan hidup suatu masyarakat dapat tercermin dari

bahasa yang mereka gunakan. Dalam bahasa Jawa yakni ngoko, krama dan

karma inggil. Bahasa Jawa ngoko merupakan bahasa Jawa yang dianggap paling

kasar oleh orang Jawa sekaligus juga paling informal. Sedangkan bahasa Jawa

karma inggil dipandang sebagai bahasa Jawa yang paling halus sekaligus juga

paling formal. Bahasa Jawa karma dianggap berada ditengah-tengah, yakni agak

halus dan agak formal. . Penelitian istilah- istilah ruwatan dan sesaji dalam

upacara ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 dapat

digunakan untuk mengetahui cerminan pandangan hidup pemakainya.

2. Bahasa dan Cara Memandang Kenyataan

Page 39: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xxxix

Selain tentang pandangan hidup, kajian tentang bahasa dan maknanya

akan memungkinkan kita mengetahui cara memandang kenyataan yang ada

dikalangan pendukung bahasa yang kita teliti. Artinya kita dapat mengetahui

dimensi-dimensi kenyataan mana yang mereka anggap penting dan relevan

dalam kehidupan mereka, dan dari sini kita dapat mengetahui tempat unsur

kenyataan tertentu dalam kehidupan mereka.

3. Bahasa dan Perubahan dalam Masyarakat

Salah satu bidang penting dalam studi bahasa asalah semantik atau studi

mengenai makna dalam sebuah bahasa. Para ahli bahasa seringkali mampu

menyusun suatu kamus yang berisi kumpulan kata-kata bahasa asing, nasional,

maupun lokal dengan lengkap, karena suatu kata seringkali memiliki banyak

makna yang berbeda-beda, yang ditentukan oleh konteks dimana kata tersebut

muncul. Konteks bahasa ini, yang terkait erat dengan konteks sosial budaya

masyarakat pemilik bahasa tersebut, sangat beraneka ragam. Dan seorang ahli

bahasa tidak selalu mampu menggali dimensi semantik dari satu kata, karena ini

memerlukan penelitian lapangan dengan waktu yang cukup lama. Dalam

konteks ini para ahli dapat memberi sumbangan pada linguistik.

Seorang ahli etnologi terutama yang mempelajari barbagai simbol dan

maknanya dalam suatu masyarakat, biasanya akan sangat memperhatikan

beraneka ragam makna dari berbagai kata yang dianggap penting oleh warga

masyarakat yang bersangkutan. Seperti halnya upacara ruwatan yang

didalamnya terdapat berbagai macam istilah. Istilah-istilah tersebut merupakan

simbol-simbol yang memiliki makna. Misalnya, bocah sukerta yang merupakan

simbol bahwa manusia dalam pandangan Jawa ada yang tergolong kotor.

Page 40: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xl

Dengan mengikuti upacara ruwatan memiliki pengharapan agar manusia yang

dianggap kotor tersebut dapat kembali menjadi bersih, dalam artian rohaninya.

Dan setelah mengikuti upacara ruwatan orang tersebut dapat lebih berhati-hati

dalam menjalani hidupnya dikemudian hari.

F. Masyarakat Bahasa

Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia (sehimpun orang yang

hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu)

(Poerwadarminta, 1976: 636). Sedangkan menurut koentjaraningrat (1990: 146-

147), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontinyu, dan yang terkait oleh rasa

identitas bersama. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa

atau menggap diri mereka memakai bahasa yang sama Halliday (Djoko

Kentjono. 1982: 116). Harimurti Kridalaksana (2001: 134) menyebutkan

masyarakat bahasa yaitu kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama

atau yang merasa termasuk dalam kelompok itu. Masyarakat bahasa disini ialah

suatu masyarakat yang didasarkan kepada penggunaan bahasa tertentu. Jadi yang

menjadi ukuran untuk kita menunjuk kepada masyarakat itu adalah bahasa apa

yang digunakan oleh anggota masyarakat dalam kehidupan mereka untuk saling

bekomunikasi satu sama lain, baik secara langsung atau tidak langsung.

Suatu masyarakat bahasa merasa bahwa bahasa yang dipakai dalam

masyarakat itu sebagai alat komunikasi yang memadai. Para anggota masyarakat

tidak merasa kekurangan akan bahasa yang mereka perlukan dalam

kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Melalui bahasa masyarakat memberi

Page 41: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xli

istilah dalam upacara ruwatan, yang masih dilestarikan turun temurun oleh

masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa masih begitu kental dengan kebiasaan-

kebiasaan mengadakan ritual yang diajarkan oleh nenek moyangnya, termasuk

dalam hal ini adalah upacara ruwatan, yang dianggap mempunyai makna-makna

simbolis.

G. Kerangka Pikir

g

Istilah-Istilah Ruwatan dan Sesaji

dalam Upacara Ruwatan Massal

di Pendapa ISI Surakarta

tanggalJanuari 2010

Makna Kultural Bentuk

Monomorfemis Polimorfemis

Makna Leksikal

Upacara Ruwatan

Massal di Pendapa ISI

Surakarta

Page 42: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlii

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu perwujudan yang berguna untuk menarik

kesimpulan yang benar. Metode penelitian merupakan perangkat yang tidak

dapat ditinggalkan, suatu metode sebagai alat untuk mengambil kesimpulan,

menjelaskan, dan menganalisis masalah yang juga merupakan alat untuk

mencegah masalah. Metode Penelitian ini membahas mengenai proses penelitian

yaitu: (1) Jenis Penelitian, (2) Lokasi Penelitian, (3) Data, (4) Sumber Data,

(5)Alat Penelitian, (6) Metode Pengumpulan Data, (7) Metode Analisis Data, (8)

Metode penyajian hasil penelitian.

1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah berupa deskriptif kualitatif. Maksudnya

penelitian yang berupaya untuk mendeskripsikan data kebahasaan. Penelitian

deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga

dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Saifuddin Azwar, 2007: 6).

Penelitian deskriptif menunjukkan tanda-tanda bahwa unsur ruang (spasial)

memegang peranan utama. Dalam penelitian deskriptif penulis akan menuliskan

aspek-aspek yang berbeda dari suatu inti tulisan dalam susunan yang teratur

menurut ruang, bukan waktu. Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih

menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif, serta pada analisis

terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan

menggunakan logika ilmiah.

Page 43: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xliii

Jadi penelitian deskriptif kualitatif disini, data-data yang dikumpulkan

berupa kata-kata dalam kalimat atau gambar-gambar yang memiliki arti lebih

dari sekedar angka-angka atau jumlah. Hasil penelitian berupa catatan-catatan

yang menggambarkan arti sebenarnya. Hasil analisis yang dicapai diusahakan

sedekat mungkin sesuai dengan data yang diperoleh dilapangan.

2.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada didaerah lingkup sekitar ISI Surakarta.

Karena ISI masuk dalam wilayah karesidenan Surakarta, dan Surakarta

merupakan pusat budaya tradisional Jawa, dan sampai sekarang budayanya

masih dipertahankan, terutama masyarakat tuturnya masih menggunakan bahasa

Jawa sebagai alat komunikasi. Meski terjadi berbagai variasi-variasi, namun itu

dipandang merupakan penyesuaian budaya dan kreatifitas masyarakatnya dalam

mengembangkan budaya tradisional Jawa. Dan itu merupakan tambahan bagi

kekayaan budaya Jawa sendiri. Dipilihnya lingkup sekitar ISI Surakarta sebagai

lokasi penelitian dikarenakan ISI Surakarta merupakan tempat diadakannya

upacara ruwatan massal tanggal 10 Januari 2010, dan pengaruh budaya Jawa

sangat besar. Selain itu masih banyak masyarakat Kota Surakarta yang percaya

bahwa ruwatan dapat membawa perubahan kearah positif dalam kehidupan.

Proses upacara ruwatan dilaksanakan di Pendapa ISI Surakarta.

3. Data

Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1993; 3). Dikatakan juga, data

ialah kenyataan-kenyataan murni yang belum ditafsirkan, diubah, atau

Page 44: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xliv

dimanipulasi, tetapi telah tersusun dalam bentuk tertentu (Komaruddin, 2002:

43). Data yang digunakan berupa istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta tangga 10 Januari 2010. Data dalam penelitian ini berupa

data lisan dan data tulis. Data lisan digunakan sebagai data primer atau data

utama yang akan diteliti. Data lisan diperoleh dari informan yang berupa tuturan.

Data lisan ini adalah hasil wawancara dengan informan. Data tulis merupakan

data sekunder, digunakan sebagai data pembanding, yang diambil dari sumber

tertulis yang berupa referensi pustaka.

4. Sumber Data

Sumber data adalah si penghasil atau si pencipta bahasa yang sekaligus

tentu saja si penghasil atau si pencipta data yang dimaksud, bisanya disebut

dengan nama sumber (Sudaryanto, 1993; 35). Sumber data dalam penelitian ini

adalah berasal dari informan yaitu peserta ruwatan, dalang, panitia

penyelenggara ruwatan, dan masyarakat sekitar ISI Surakarta. Sumber data

tertulis penunjang penelitian ini antara lain ruwatan murwakala suatu pedoman

karangan Karkono Kamajaya (1992), sejarah dan perkembangan cerita

murwakala dan ruwatan dari sumber-sumber sastra Jawa karangan Wawan

Susetyo (1999).

5. Alat Penelitian

Alat penelitian yaitu alat yang berguna untuk memperlancar peneliti

seperti alat tulis, buku catatan, tape recorder, komputer, dan alat-alat lainya

dalam menyelesaikan penelitian ini.

Page 45: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlv

6. Metode Pengumpulan Data

Menurut Harimurti Kridalaksana (2001: 136) metode merupakan cara

mendekati, mengamati, menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena

kebahasaan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak. Metode simak atau penyimakan yaitu metode pengumpulan data dengan

menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).

Adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap, sedangkan teknik

lanjutan yang dipakai adalah teknik rekam, teknik kerjasama dengan informan

atau wawancara, teknik catat, dan teknik pustaka.

Dalam metode pengumpulan data digunakan teknik dasar yang berupa

teknik sadap yaitu menyadap menggunakan bahasa dari objek penelitian.

Caranya dengan segenap kemampuan dan pikiran menyadap pemakai bahasa di

masyarakat. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data dari informan secara

spontan dan wajar. Serta menggunakan teknik lanjutan yang berupa:

1) Tenik rekam yaitu merekam pemakaian bahasa lisan yang bersifat

spontan.

2) Teknik kerjasama dengan informan atau wawancara. Informan

yang diwawancarai adalah penutur asli yang berkemampuan memberi

informasi kebahasaan kepada peneliti yaitu memberi informasai

kebahasaan yang dikehendaki oleh peneliti dan peneliti yang

merencanakan dengan pertanyaan agar terarah sesuai dengan tujuan

penelitian.

3) Teknik catat yaitu memperoleh data dengan mencatat data.

Dengan mencatat data kebahasaan yang relevan dilakukan dengan

Page 46: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlvi

transkripsi tertentu menurut kepentingan dan dicatat secara lengkap

dengan konteksnya, tanggal, dan settingnya (situasi yang

melatarbelakangi data). Penulis menggunakan teknik ini untuk mencatat

istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta

tanggal 10 Januari 2010 yang penting demi kemudahan pengumpulan

data.

7. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan dua metode yaitu,

metode distribusional dan metode padan, berikut ini adalah penguraiannya.

1) Metode distribusional atau agih.

Metode agih alat penentunya bagian dari bahasa yang bersangkutan itu

sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode agih digunakan untuk menganalisis

bentuk istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta

tangga 10 Januari 2010.

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Teknik

bagi unsur langsung yaitu analisis data dengan membagi satuan lingual datanya

menjadi beberapa bagian atau unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan

dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang

dimaksud. Datanya secara spontan, bahwa setiap apa yang dijadikan sebagai

unsur oleh jeda selalulah menjadi bagian yag mutlak fungsional, bermakna

signifikan bagi satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Adapun

penerapan metode distribisional atau agih adalah sebagai berikut:

Page 47: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlvii

Wayang purwa [wayaG pUrwO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur langsung yaitu

wayang dan purwa. Sehingga wayang purwa terdiri dari unsur wayang + purwa.

Bentuk wayang yang berkategori nomina digabungkan dengan purwa yang

berkategori ajektif menjadi wayang purwa yang berkategori frasa nominal.

Wayang purwa termasuk dalam frasa nominal karena intinya yaitu kata wayang

yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan atributnya adalah purwa yang

berkategori ajektif.

Arti kata wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau

kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan

drama traddisional, dan purwa adalah ‟wayang kulit yang membawakan cerita-

cerita zaman purba, dan setelah digabungkan menjadi wayang purwa yang

artinya boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat

dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama traddisional,

dan cerita yang dibawakan memuat kisah zaman purba.

Dalam upacara ruwatan wayang purwa adalah cerita wayang yang diambil untuk

menampilkan cerita murwakala.

2) Metode padan

Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi

bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Metode padan

yaitu analisis data dengan alat penentunya diluar bahasa yang merupakan

konteks situasi dari penggunaan bahasa di masyarakat. Alat penentu berupa

referen, bahasa lain, identitas, mitra tutur, yang berhubungan dengan penelitian

Page 48: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlviii

ini. Metode ini dipakai untuk menganalisis makna leksikal dengan mengetahui

bentuk tuturan tersebut secara wajar. Dalam penelitian ini, metode padan juga

digunakan untuk menganalisis makna kultural serta menjelaskan fungsi analisis.

Data dalam penelitian ini bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan

mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa

didalam istilah-istilah dalam upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta

tanggal 10 Januari 2010.

Adapun penerapan metode distribusional dan metode padan adalah

sebagai berikut.

Dhalang Kandha Buwana

Dhalang kandha buwana adalah kesatuan dari tiga kata yaitu ‘Dhalang’

berarti orang yang memainkan wayang, ‘Kandha’ berarti berbicara atau

bercerita, dan „Buwana‟ berarti dunia. Jika kita satukan menjadi orang yang

memainkan wayang yang isi ceritanya tentang dunia. Dalang kandha buwana

berarti dalang yang menyebar tutur (ajaran) tentang dunia.

8. Metode Penyajian Hasil Penelitian

Metode penyajian hasil penelitian ada dua, yaitu metode penyajian

formal dan metode penyajian informal (Sudaryanto, 1993: 144). Metode

penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan

terminologi yang teknis sifatnya. Sedangkan penyajian formal adalah perumusan

dengan tanda dan lambang-lambang.

Page 49: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xlix

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk Istilah

Beberapa istilah yang berhubungan dengan upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 dapat dikelompokkan menjadi

tiga bentuk. Yaitu istilah yang masuk kategori bentuk monomorfemis, bentuk

polimorfemis, dan bentuk frase.

1. Monomorfemis

Monomorfemis merupakan kata yang belum mendapatkan imbuhan,

sehingga monomorfemis adalah kata dasar. Adapun istilah-istilah yang

berhubungan dengan upacara ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta

tanggal 10 Januari 2010 yang termasuk monomorfemis sebagai berikut:

Gambar 1

Kirab

Page 50: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

l

a. Kirab [kirab]

Kirab merupakan bentuk monomorfemis, karena hanya terdiri dari

satu morfem.

Kirab adalah berjalan teratur seperti barisan.

Kirab termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan Kirab dilaksanakan untuk mengarak para

peserta ruwatan menuju tempat upacara.

Gambar 2

Jlupak

b. Jlupak [jlupa?]

Jlupak merupakan bentuk monomorfemis, karena hanya terdiri dari

satu morfem.

Jlupak adalah jenis lampu tradisional yang terbuat dari cobek, biasa

diberi minyak kelapa dan sumbu.

Jlupak termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan jlupak digunakan sebagai alat penerangan.

Page 51: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

li

c. Mantra [mOntrO]

Mantra merupakan bentuk monomorfemis, karena hanya terdiri dari

satu morfem.

Mantra adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya

gaib.

Mantra termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan mantra digunakan sebagai pengusir kekuatan

jahat.

d. Sukerta [suk|rta]

Sukerta merupakan bentuk monomorfemis, karena hanya terdiri dari

satu morfem.

Kategori bentuk ini adalah nomina.

Sukerta adalah kotor, noda, gangguan.

Sukerta termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan sukerta sebutan untuk orang-orang yang

mempunyai ciri atau cacad cela yang dibawa oleh kelahirannya, dan

menurut kepercayaan turun-temurun, mereka itu menjadi jatah

makanan bathata kala.

2. Polimorfemis

Bentuk polimorfemis meliputi (1) Afiksasi, (2) Kata Majemuk, dan

(3) Reduplikasi. Adapun kata-kata yang termasuk dalam polimorfemis

adalah sebagai berikut:

Page 52: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lii

1) Afiksasi

a. Ruwatan [ruwatan]

Bentuk ini merupakan bentuk polimorfemis, karena terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas ruwat dan morfem terikat

sufik –an. Sehingga ruwatan terdiri dari unsur ruwat + –an.

Ruwatan termasuk istilah ruwatan.

Makna kata ruwat adalah lepas dari kutukan dewa dan tenung,

atau situasi tertentu. Sedangkan ruwatan adalah selamatan bagi

orang-orang yang mendapat kutukan dari dewa atau supaya

terlepas dari tenung atau dalam situasi khusus.

b. Sajen [sajEn]

Bentuk ini merupakan bentuk polimorfemis, karena terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas saji dan morfem terikat sufik

–an. Sehingga ruwatan terdiri dari unsur saji + –an.

Makna kata saji adalah hidangan berupa makanan, minuman,

atau bunga untuk para leluhur atau roh halus. Sedangkan sajen

adalah perlengkapan upacara berupa makanan, bunga, dan

sebagainya yang dipersembahkan kepada kekuatan-kekuatan

gaib.

Sajen termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan sajen digunakan sebagai syarat upacara

yang berupa hidangan yang disuguhkan kepada roh halus agar

tidak mengganggu jalannya upacara.

Page 53: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

liii

Gambar 3

Siraman

c. Siraman [siraman]

Bentuk ini merupakan bentuk polimorfemis, karena terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas siram dan morfem terikat

sufik –an. Sehingga ruwatan terdiri dari unsur siram + –an.

Makna kata siram adalah mandi. Sedangkan siraman adalah

upacara pemandian.

Siraman termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan siraman dilaksanakan sebagai ritual

pembersihan kotoran yang melekat pada diri para sukerta, yaitu

dengan cara memecikkan air ketubuh para peserta ruwatan.

d. Larungan [laruGan]

Bentuk ini merupakan bentuk polimorfemis, karena terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas larung dan morfem terikat

sufik –an. Sehingga ruwatan terdiri dari unsur larung + –an.

Page 54: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

liv

Makna kata larung adalah hanyut terbawa air. Sedangkan

larungan adalah membuang atau menghanyutkan sesuatu dilaut

(air yang mengalir).

larungan termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan larungan laksanakan untuk

menghanyutkan pakaian yang digunakan para sukerta saat

mengikuti jalannua upacara, tujuannya adalah sebagai simbol

menghanyutkan kotoran yang melekat pada diri sukerta.

Gambar 4

Carahan

e. Carahan [carahan]

Bentuk ini merupakan bentuk polimorfemis, karena terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas carah dan morfem terikat

sufik –an. Sehingga ruwatan terdiri dari unsur carah + –an.

Carahan termasuk istilah sesaji.

Makna kata carah (crah) adalah retak. Sedangkan carahan

adalah benda-benda yang terbuat dari tanah atau yang lain yang

mudah retak.

Page 55: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lv

2) Reduplikasi

a. Memala [m|mOlO]

Memala merupakan bentuk polimorfemis yang terjadi dari

proses reduplikasi kata mala yang di ulang suku kata depannya.

Makna kata mala adalah kotor, dosa, bencana, kecelakaan,

setelah diulang suku kata depannya menjadi memala yang

berarti bencana, celaka.

Memala termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan memala digunakan untuk menyebut

kotoran atau dosa yang disandang para sukerta, baik yang

dibawa dari lahir maupun yang di dapat karena melakukan

suatu tindakan yang salah.

b. Pepancen [p|pancEn]

Pepancen merupakan bentuk polimorfemis yang terjadi dari

proses reduplikasi kata pancen yang di ulang suku kata

depannya. Pancen terdiri dari dua morfem, yaitu morfem bebas

panci dan morfem terikat sufik –an. Sehingga pancen terdiri

dari unsur panci + –an. Dan pepancen terdiri dari unsur R +

(panci + –an).

Makna kata panci adalah barang yang sudah di pastikan,

memang, setelah diulang suku kata depannya dan di ikuti sufik

–an menjadi pepancen yang berarti segala sesuatu yang sudah

di pastikan.

Pepancen termasuk istilah ruwatan.

Page 56: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lvi

Dalam upacara ruwatan pepancen adalah jatah makanan bathara

kala, yaitu orang-orang yang termasuk dalam kategori anak

sukerta.

c. Woh-wohan [wO-wOan]

Woh-wohan merupakan bentuk polimorfemis yang terjadi dari

proses reduplikasi kata woh dan di ikuti sufik –an menjadi woh-

wohan. Wohan terdiri dari dua morfem, yaitu morfem bebas

woh dan morfem terikat sufik –an. Sehingga wohan terdiri dari

unsur woh + –an. Dan woh-wohan terdiri dari unsur R + woh +

–an.

Makna kata woh adalah buah yang masih kecil, setelah diulang

dan diberi sufik –an menjadi woh-wohan yang berarti beraneka

macam buah.

Woh-wohan termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan woh-wohan adalah salah satu jenis

sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

beraneka macam buah.

3) Kata Majemuk

a. Murwakala [mUrwOkOlO]

Murwakala merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri dari

dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu kata dasar

murwa dan kala. sehingga murwakala terdiri dari dua unsur

yaitu murwa + kala.

Page 57: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lvii

Murwakala termasuk istilah ruwatan.

Makna kata murwa adalah menguasai, dan kala adalah bencana

atau mala petaka, dan setelah digabungkan menjadi bentuk

murwakala yang artinya menguasai bencana atau mala petaka.

Gambar 5

Ingkung golong

b. Ingkung golong [iGkUG gOlOG]

Ingkung golong merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri

dari dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu kata dasar

ingkung dan golong. sehingga ingkung golong terdiri dari dua

unsur yaitu ingkung + golong.

Makna kata ingkung adalah ayam yang dimasak tanpa

dipotong-potong, hanya diambil bulu dan isi perutnya, dan

golong adalah menyatu, menjadi satu, dan setelah digabungkan

menjadi bentuk ingkung golong yang artinya ayam yang

dimasak tanpa dipotong-potong, hanya diambil bulu dan isi

perutnya dan di sampingnya diletakkan nasi yang di buat bulat

ukuran dua genggam tangan orang dewasa.

Page 58: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lviii

Ingkung golomg termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan ingkung golong adalah salah satu jenis

sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

ingkung ayam yang diskelilingnya diletakkan nasi yang dibuat

bulat.

Gambar 6

Gecok bakal

c. Gecok bakal [g|cO? bakal]

Gecok bakal merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri dari

dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu kata dasar

gecok dan bakal. sehingga gecok bakal terdiri dari dua unsur

yaitu gecok + bakal.

Makna kata gecok adalah sajen berupa binatang, dan bakal

adalah permulaan, dan setelah digabungkan menjadi bentuk

gecok bakal yang artinya sajen berupa bibit binatang.

Gecok bakal termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan gecok bakal adalah salah satu jenis

sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

Page 59: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lix

tulur ayam mentah dan kembang setaman yang ditaburkan

disampingnya.

Gambar 7

Gecok urip

d. Gecok urip [g|cO? urIp]

Gecok urip merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri dari

dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu kata dasar

gecok dan urip. sehingga gecok urip terdiri dari dua unsur yaitu

gecok + urip.

Makna kata gecok adalah sajen berupa binatang, dan urip

adalah hidup, dan setelah digabungkan menjadi bentuk gecok

urip yang artinya sajen berupa binatang yang masih hidup.

Gecok urip termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan gecok urip adalah salah satu jenis sajen

yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

sepasang ikan lele yang masih hidup.

Page 60: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lx

e. Kedhana kedhini [k|DOnO k|Dini]

Kedhana kedhini merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri

dari dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu bentuk

kedhana dan kedhini. Bentuk kedhana terdiri dari dua morfem,

yaitu morfem bebas dhana dan morfem terikat prefik ke–.

Sehingga kedhana terdiri dari unsur ke– + dhana. Bentuk

kedhini terdiri dari dua morfem, yaitu morfem bebas dhini dan

morfem terikat prefik ke–. Jadi kedhini terdiri dari unsur ke– +

dhini. Sehingga kedhana kedhini terdiri dari dua unsur yaitu

kedhana + kedhini.

Makna kata kedhana adalah kesana, dan kedhini adalah kesini,

dan setelah digabungkan menjadi bentuk kedhana kedhini yang

artinya kesana sini, dan disini yang disebut kedhana kedhini

setelah mengalami proses pemajemukan adalah dua bersaudara

kakak beradik laki-laki dan perempuan.

Kedhana kedhini termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan kedhana kedhini adalah salah satu

kaategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala,

yaitu dua bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan.

f. Ontang anting [OntaG antIG]

Ontang anting merupakan bentuk polimorfemis yang terdiri

dari dua kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu bentuk

ontang dan anting. sehingga ontang anting terdiri dari dua

unsur yaitu ontang + anting.

Page 61: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxi

Makna kata ontang adalah ontang, dan anting adalah panting,

dan setelah digabungkan menjadi bentuk ontang anting yang

artinya pontang panting, dan disini yang disebut ontang anting

setelah mengalami proses pemajemukan adalah Anak tunggal

(tak bersaudara).

Ontang-anting termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan ontang anting adalah salah satu

kaategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala,

yaitu Anak tunggal (tak bersaudara).

g. Sendhang kapit pancuran [s|nDaG kapIt pancuran]

Sendhang kapit pancuran merupakan bentuk polimorfemis

yang terdiri dari tiga kata dan terjadi proses pemajemukan,

yaitu sendhang, kapit dan pancuran. Bentuk kapit terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas apit dan morfem terikat prefik

ka– Jadi kapit terdiri dari unsur prefik ka– + apit. Dan bentuk

pancuran terdiri dari dua morfem, yaitu morfem bebas mancur

dan morfem terikat prefik pa– dan sufik –an. Jadi pancuran

terdiri dari unsur prefik pa– + mancur + sufik –an. Sehingga

sendang kapit pancuran terdiri dari unsur sendang + kapit +

pancuran.

Makna kata sendang adalah sendhang, kapit adalah terjepit dan

pancuran adalah gerojogan, dan setelah digabungkan menjadi

sendang kapit pancuran yang artinya sendang yang mengapit

gerojogan dan disini yang disebut sendhang kapit pancuran

Page 62: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxii

setelah mengalami proses pemajemukan adalah sebutan untuk

tiga bersaudara, satu wanita dua laki-laki dan yang wanita lahir

ditengah.

Sendhang kapit pancuran termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan sendang kapit pancuran adalah salah

satu kategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala,

yaitu tiga bersaudara, satu wanita dua laki-laki dan yang wanita

lahir ditengah.

h. Pancuran kapit sendhang [pancuran kapIt s|nDaG]

Pancuran kapit sendang merupakan bentuk polimorfemis yang

terdiri dari tiga kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu

sendang, kapit dan pancuran. Bentuk pancuran terdiri dari dua

morfem, yaitu morfem bebas mancur dan morfem terikat prefik

pa– dan sufik –an. Jadi pancuran terdiri dari unsur prefik pa– +

mancur + sufik –an. Dan bentuk kapit terdiri dari dua morfem,

yaitu morfem bebas apit dan morfem terikat prefik ka–. Jadi

kapit terdiri dari unsur sufik ka– + apit. Sehingga pancuran

kapit sendang terdiri dari unsur pancuran + kapit + sendang.

Makna kata pancuran adalah gerojogan, kapit adalah terjepit

dan sendhang adalah sendang, dan setelah digabungkan

menjadi pancuran kapit sendang yang artinya gerojogan yang

mengapit sendang dan di sini yang disebut pancuran kapit

sendhang setelah mengalami proses pemajemukan adalah

Page 63: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxiii

sebutan untuk tiga bersaudara, satu laki-laki dua wanita dan

yang laki-laki lahir ditengah.

Pancuran kapit sendhang termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan pancuran kapit sendang adalah salah

satu kaategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala,

yaitu tiga bersaudara, satu laki-laki dua wanita dan yang laki-

laki lahir ditengah

i. Dhalang Kandha Buwana [DalaG kanDa buwana]

Dhalang kandha buwana merupakan bentuk polimorfemis yang

terdiri dari tiga kata dan terjadi proses pemajemukan, yaitu

dhalang, kandha dan buwana.

Dhalang kandha buwana adalah kesatuan dari tiga kata yaitu

dhalang adalah orang yang memainkan wayang, kandha adalah

berbicara atau bercerita, dan buwana adalah dunia. Jika kita

satukan menjadi orang yang memainkan wayang yang isi

ceritanya tentang dunia. Dalang kandha buwana setelah

mengalami proses pemajemukan berarti dalang yang menyebar

tutur (ajaran) tentang dunia.

Dhalang kandha buwana termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan dalang kandha buwana adalah dhalang

yang bertugas meruwat para sukerta.

Page 64: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxiv

3. Frasa

Frasa yaitu satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih yang

tidak melampaui batas subjek dan predikat atau satuan linguistik yang

secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang mempunyai

ciri-ciri klausa. Adapun kata-kata yang berupa frasa adalah sebagai

berukut:

a. Mori putih [mOri putIh]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu mori dan putih. Sehingga mori putih terdiri dari unsur

mori + putih.

Bentuk mori yang berkategori nomina digabungkan dengan putih

yang berkategori ajektif menjadi mori putih yang berkategori frasa

nominal. Mori putih termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata mori yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah putih yang berkategori ajektif.

Makna kata mori adalah kain, dan putih adalah warna putih, dan

setelah digabungkan menjadi mori putih yang artinya kain yang

berwarna putih.

Mori putih termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan mori putih digunakan sebagai penutup tubuh

para peserta ruwatan.

Page 65: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxv

Gambar 8

Kambil gadhing

b. Kambil gadhing [kambIl gaDiG]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu kambil dan gadhing. Sehingga kambil gadhing terdiri

dari unsur kambi+ gadhing.

Bentuk kambil yang berkategori kambil gadhing digabungkan dengan

gadhing yang berkategori ajektif menjadi kambil gadhing yang

berkategori frasa nominal. Kambil gadhing termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata kambil yang termasuk dalam

kategori nomina, sedangkan atributnya adalah gadhing yang

berkategori ajektif.

Makna kata kambil adalah kelapa, dan gadhing adalah warna kuning

cerah, dan setelah digabungkan menjadi kambil gadhing yang artinya

kelapa yang berwarna kuning cerah.

Kambil gadhing termasuk istilah sesaji.

Page 66: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxvi

Dalam upacara ruwatan kambil gadhing digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

kelapa yang kulitnya berwarna kuning.

Gambar 9

Wayang purwa

c. Wayang purwa [wayaG pUrwO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu wayang dan purwa. Sehingga wayang purwa terdiri

dari unsur wayang + purwa.

Bentuk wayang yang berkategori nomina digabungkan dengan purwa

yang berkategori ajektif menjadi wayang purwa yang berkategori

frasa nominal. Wayang purwa termasuk dalam frasa nominal karena

intinya yaitu kata wayang yang termasuk dalam kategori nomina,

sedangkan atributnya adalah purwa yang berkategori ajektif.

Makna kata wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari

pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan

tokoh dalam pertunjukan drama traddisional, dan purwa adalah

‟wayang kulit yang membawakan cerita-cerita zaman purba, dan

Page 67: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxvii

setelah digabungkan menjadi wayang purwa yang artinya boneka

tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat

dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama

traddisional, dan cerita yang dibawakan memuat kisah zaman purba.

Wayang purwa termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan wayang purwa adalah cerita wayang yang

diambil untuk menampilkan cerita murwakala.

Gambar 10

Jajan pasar

d. Jajan pasar [jajan pasar]

Bentuk ini merupakan frasa, karena terdiri dari dua unsur langsung

yaitu jajan dan pasar. Sehingga jajan pasar terdiri dari unsur jajan +

pasar.

Bentuk jajan yang berkategori verbal digabungkan dengan pasar

yang berkategori nomina menjadi jajan pasar yang berkategori frasa

verbal. Jajan pasar termasuk dalam frasa verbal karena intinya yaitu

kata jajan yang termasuk dalam kategori verba, sedangkan atributnya

adalah pasar yang berkategori nomina.

Page 68: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxviii

Makna kata jajan adalah membeli makanan, dan pasar tempat orang

berdagang, dan setelah digabungkan menjadi jajan pasar yang

artinya membeli di tempat orang berdagang.

Jajan pasar termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan jajan pasar digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

beraneka macam jajanan yang berasal dari pasar.

e. Pala kependhem [pOlO k|p|nD|m]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu pala dan kependhem. Bentuk kependhem terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas pendhem dan morfem terikat prefik

ke– Jadi kependhem terdiri dari unsur prefik ke– + pendhem.

Sehingga pala kependhem terdiri dari unsur pala + kependhem.

Bentuk pala yang berkategori nomina digabungkan dengan

kependhem yang berkategori verba menjadi pala kependhem yang

berkategori frasa nominal. Pala kependhem termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata pala yang termasuk dalam kategori

nomina, sedangkan atributnya adalah kependhem yang berkategori

verba.

Makna kata pala adalah buah, dan kependhem adalah terkubur di

dalam tanah, dan setelah digabungkan menjadi pala kependhem yang

artinya buah atau umbi yang dihasilkan tanaman yang terdapat di

dalam tanah.

Pala kependhem termasuk istilah sesaji.

Page 69: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxix

Dalam upacara ruwatan pala kependhem digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa buah atau umbi yang dihasilkan tanaman yang terdapat di

dalam tanah.

Gambar 11

Pala kesimpar

f. Pala kesimpar [pOlO k|simpar]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu pala dan kesimpar. Bentuk kesimpar terdiri dari dua

morfem, yaitu morfem bebas simpar dan morfem terikat prefik ke–

Jadi kesimpar terdiri dari unsur prefik ke– + simpar. Sehingga pala

kesimpar terdiri dari unsur pala + kesimpar.

Bentuk pala yang berkategori nomina digabungkan dengan kesimpar

yang berkategori verba menjadi pala kesimpar yang berkategori frasa

nominal. Pala kesimpar termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata pala yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah kesimpar yang berkategori verba.

Page 70: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxx

Makna kata pala adalah buah, dan kesimpar adalah berserakan di

permukaan tanah, dan setelah digabungkan menjadi pala kesimpar

yang artinya buah yang di hasilkan tanaman yang buahnya

berserakan di atas tanah.

Pala kesimpar termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan pala kesimpar digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

buah yang di hasilkan tanaman yang buahnya berserakan di atas

tanah.

g. Pala gumantung [pOlO gumantUG]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu pala dan gumantung. Bentuk gumantung terdiri dari

dua morfem, yaitu morfem bebas gantung dan morfem terikat infik

√–um–. Jadi gumantung terdiri dari unsur gantung + infik √–um–.

Sehingga pala gumantung terdiri dari unsur pala + gumantung.

Bentuk pala yang berkategori nomina digabungkan dengan

gumantung yang berkategori verba menjadi pala gumantung yang

berkategori frasa nominal. Pala gumantung termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata pala yang termasuk dalam kategori

nomina, sedangkan atributnya adalah gumantung yang berkategori

verba.

Makna kata pala adalah buah, dan gumantung adalah bergantungan

diatas pohon, dan setelah digabungkan menjadi pala gumantung yang

Page 71: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxi

artinya buah yang di hasilkan tanaman yang menggantung atau

menempel di dahan pohon, terdapat di atas tanah.

Pala gumantung termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan pala gumantung digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa buah yang di hasilkan tanaman yang menggantung atau

menempel di dahan pohon, terdapat di atas tanah.

Gambar 12

Cikal klapa

h. Cikal klapa [cikal klOpO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu cikal dan klapa. Sehingga cikal klapa terdiri dari

unsur cikal + klapa.

Bentuk cikal yang berkategori nomina digabungkan dengan klapa

yang berkategori nomina menjadi cikal klapa yang berkategori frasa

nominal. Cikal klapa termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata cikal yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah klapa yang berkategori nomina.

Page 72: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxii

Makna kata cikal adalah tunas yang baru tumbuh, dan klapa adalah

kelapa, dan setelah digabungkan menjadi cikal klapa yang artinya

tunas kelapa yang baru tumbuh.

Cikal klapa termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan cikal klapa digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

tunas kelapa yang baru tumbuh.

Gambar 13

Gedhang ayu

i. Gedhang ayu [g|DaG ayu]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu gedhang dan ayu. Sehingga gedhang ayu terdiri dari

unsur gedhang + ayu.

Bentuk gedhang yang berkategori nomina digabungkan dengan ayu

yang berkategori ajektif menjadi gedhang ayu yang berkategori frasa

nominal. Gedhang ayu termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata gedhang yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah ayu yang berkategori ajektif.

Page 73: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxiii

Makna kata gedhang adalah pisang, dan ayu adalah cantik dan

setelah digabungkan menjadi gedhang ayu yang artinya pisang yang

cantik‟.

Gedhang ayu termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan gedhang ayu digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

pisang yang cantik.

Gambar 14

Jenang sengkala

j. Jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu jenang dan sengkala. Sehingga jenang sengkala

terdiri dari unsur jenang + sengkala.

Bentuk jenang yang berkategori nomina digabungkan dengan

sengkala yang berkategori ajektif menjadi jenang sengkala yang

berkategori frasa nominal. Jenang sengkala termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata jenang yang termasuk dalam

Page 74: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxiv

kategori nomina, sedangkan atributnya adalah sengkala yang

berkategori ajektif.

Makna kata jenang adalah bubur, dan sengkala adalah celaka,

halangan, dan setelah digabungkan menjadi jenang sengkala yang

artinya bubur yang dibuat untuk menghindari celaka.

Jenang sengkala termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan jenang sengkala digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa bubur yang dibuat untuk menghindari celaka.

Gambar 15

Tumpeng megana

k. Tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan megana. Sehingga tumpeng megana

terdiri dari unsur tumpeng + megana.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan

megana yang berkategori nomina menjadi tumpeng megana yang

berkategori frasa nominal. Tumpeng megana termasuk dalam frasa

Page 75: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxv

nominal karena intinya yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam

kategori nomina, sedangkan atributnya adalah megana yang

berkategori nomina,.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, dan

megana adalah mega, dan setelah digabungkan menjadi tumpeng

megana yang artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian

atas dibuat rata, disamping tumpeng diletakkan gudhangan

melingkar.

Tumpeng megana termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng megana digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian atas dibuat rata,

disamping tumpeng diletakkan gudhangan melingkar.

Gambar 16

Tumpeng sembur

Page 76: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxvi

l. Tumpeng sembur [tump|G s|mbUr]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan sembur. Sehingga tumpeng sembur

terdiri dari unsur tumpeng + sembur.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan

sembur yang berkategori verba menjadi tumpeng sembur yang

berkategori frasa nominal. Tumpeng sembur termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam

kategori nomina, sedangkan atributnya adalah sembur yang

berkategori verba,.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, dan

sembur adalah sembur, dan setelah digabungkan menjadi tumpeng

sembur yang artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan

bagiantubuh tunmpeng diberi warna kuning.

Tumpeng sembur termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng sembur digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagiantubuh tunmpeng

diberi warna kuning.

Page 77: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxvii

Gambar 17

Tumpeng tutul

m. Tumpeng tutul [tump|G tutUl]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan tutul. Sehingga tumpeng tutul terdiri dari

unsur tumpeng + tutul.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan tutul

yang berkategori verba menjadi tumpeng tutul yang berkategori frasa

nominal. Tumpeng tutul termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah tutul yang berkategori verba,.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, dan

tutul adalah totol atau blentong, dan setelah digabungkan menjadi

tumpeng tutul yang artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan

bagian tubuh tunmpeng diberi warna totol-totol kuning.

Tumpeng tutul termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng sembur digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

Page 78: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxviii

berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh tunmpeng

diberi warna totol-totol kuning.

Gambar 18

Tumpeng lugas

n. Tumpeng lugas [tump|G lugas]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan lugas. Sehingga tumpeng lugas terdiri

dari unsur tumpeng + lugas.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan lugas

yang berkategori verba menjadi tumpeng lugas yang berkategori

frasa nominal. Tumpeng lugas termasuk dalam frasa nominal karena

intinya yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam kategori nomina,

sedangkan atributnya adalah lugas yang berkategori verba,.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, dan

lugas adalah lugu, dan setelah digabungkan menjadi tumpeng lugas

yang berupa nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa hiasan (polos).

Tumpeng lugas termasuk istilah sesaji.

Page 79: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxix

Dalam upacara ruwatan tumpeng lugas digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa hiasan (polos).

Gambar19

Tumpeng kendhit

o. Tumpeng kendhit [tump|G k|nDIt]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan kendhit. Sehingga tumpeng kendhit

terdiri dari unsur tumpeng + kendhit.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan

kendhit yang berkategori verba menjadi tumpeng kendhit yang

berkategori frasa nominal. Tumpeng kendhit termasuk dalam frasa

nominal karena intinya yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam

kategori nomina, sedangkan atributnya adalah kendhit yang

berkategori verba,.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, dan

kendhit adalah tali, sabuk yang mengelilingi perut, awan yang

mengelilingi gunung, dan setelah digabungkan menjadi tumpeng

Page 80: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxx

kendhit yang artinya nasi putih yang dibentuk kerucut di bagian

pangkal ditaburi warna.

Tumpeng kendhit termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng kendhitdigunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi putih yang dibentuk kerucut di bagian pangkal ditaburi warna.

Gambar 20

Potong rambut

p. Potong rambut [pOtOG rambUt]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu potong dan rambut. Sehingga potong rambut terdiri

dari unsur potong + rambut.

Bentuk potong yang berkategori verba digabungkan dengan rambut

yang berkategori nomina menjadi potong rambut yang berkategori

frasa verbal. Potong rambut termasuk dalam frasa verbal karena

intinya yaitu kata potong yang termasuk dalam kategori verba,

sedangkan atributnya adalah rambut yang berkategori nomina.

Page 81: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxi

Makna kata potong adalah pangkas, dan rambut adalah rambut, dan

setelah digabungkan menjadi potong rambut yang artinya

memangkas rambut.

Potong rambut termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan potong rambut adalah upacara memangkas

rambut para peserta ruwatan yang dilakukan oleh dalang kandha

bhuwana sebagai simbol bahwa kotoran yang melekat pada diri para

sukerta telah diambil.

Gambar 21

Sega asahan

q. Sega asahan [s|gO asahan]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu sega dan asahan. Bentuk asahan terdiri dari dua

morfem, yaitu morfem bebas asah dan morfem terikat sufik –an Jadi

asahan terdiri dari unsur asah + –an. Sehingga sega asahan terdiri

dari unsur sega + asahan.

Bentuk sega yang berkategori nomina digabungkan dengan asahan

yang berkategori verba menjadi sega asahan yang berkategori frasa

Page 82: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxii

nominal. Sega asahan termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata sega yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah asahan yang berkategori verba,.

Makna kata sega adalah nasi, dan sahan adalah asahan, dan setelah

digabungkan menjadi sega asahan yang artinya nasi asahan.

Sega asahan termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan sega asahan digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi asahan.

r. Suda mala [sudO mOlO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu suda dan mala. Sehingga suda mala terdiri dari unsur

suda + mala.

Bentuk suda yang berkategori verba digabungkan dengan mala yang

berkategori ajektif menjadi suda mala yang berkategori frasa verbal.

Suda mala termasuk dalam frasa verbal karena intinya yaitu kata

suda yang termasuk dalam kategori verba, sedangkan atributnya

adalah mala yang berkategori ajektif.

Makna kata suda adalah kurang, dan mala adalah bencana atau mala

petaka, dan setelah digabungkan menjadi suda mala yang artinya

mengurangi bencana atau mala petaka.

Suda mala termasuk istilah ruwaan.

Page 83: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxiii

Dalam upacara ruwatan suda mala adalah lakon yang diambil dalam

cerita wayang yang dipergelarkan dalam upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta Tanggal 10 Januari 2010.

s. Satria wirang [satriO wiraG]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu satria dan wirang. Sehingga satria wirang terdiri dari

unsur satria + wirang.

Bentuk satria yang berkategori nomina digabungkan dengan wirang

yang berkategori ajektif menjadi satria wirang yang berkategori frasa

nominal. Satria wirang termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata satria yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah wirang yang berkategori ajektif.

Makna kata satria adalah laki-laki jantan, seorang prajurit yang

luhur, dan wirang adalah susah, dan setelah digabungkan menjadi

satria wirang yang artinya seorang laki-laki yang selalu mengalami

kesusahan.

Satria wirang termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan satria wirang adalah salah satu kaategori

orang yang termasuk jatah makanan bathara kala.

t. Bathara kala [baTOrO kOlO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu bathara dan kala. Sehingga bathara kala terdiri dari

unsur bathara + kala.

Page 84: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxiv

Bentuk bathara yang berkategori nomina digabungkan dengan kala

yang berkategori ajektif menjadi bathara kala yang berkategori frasa

nominal. Bathara kala termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata bathara yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah kala yang berkategori ajektif.

Makna kata bathara adalah dewa, dan kala adalah bencana atau

bahaya, dan setelah digabungkan menjadi bathara kala yang artinya

dewa yang membawa bahaya.

Bathara kala termasuk istilah ruwatan.

Dalam upacara ruwatan bathara kala adalah sebutan untuk dewa

yang membawa malapetaka bagi orang-orang yang temasuk dalam

golongan orang sukerta.

Gambar 22

Jenang kacang warna

u. Jenang kacang warna [j|naG kacaG warnO]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu jenang dan kacang warna, kacang warna terdiri dari

Page 85: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxv

dua unsur langsung yaitu kacang dan warna. Sehingga jenang

kacang warna terdiri dari unsur jenang + kacang + warna.

Bentuk jenang yang berkategori nomina digabungkan dengan kacang

yang berkategori nomina dan warna yang berkategori ajektif menjadi

jenang kacang warna yang berkategori frasa nominal. Jenang kacang

warna termasuk dalam frasa nominal karena intinya yaitu kata

jenang yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan atributnya

adalah kacang yang berkategori nomina dan warna yang berkategori

ajektif.

Makna kata jenang adalah bubur, kacang adalah bubur dan warna

adalah warna, dan setelah digabungkan menjadi jenang kacang

warna yang artinya bubur yang terbuat dari kacang yang beraneka

ragam warna.

Jenang kacang warna termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan jenang kacang warna digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa bubur yang terbuat dari kacang yang beraneka ragam

warna.

Page 86: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxvi

Gambar 23

Tumpeng rajeg dom

v. Tumpeng rajeg dom [tump|G raj|g dOm]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan rajeg dom, rajeg dom terdiri dari dua

unsur langsung yaitu rajeg dan dom. Sehingga tumpeng rajeg dom

terdiri dari unsur tumpeng + rajeg + dom.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan rajeg

yang berkategori verba dan dom yang berkategori nomina menjadi

tumpeng rajeg dom yang berkategori frasa nominal. Tumpeng rajeg

dom termasuk dalam frasa nominal karena intinya yaitu kata tumpeng

yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan atributnya adalah

rajeg yang berkategori verba dan dom yang berkategori nomina.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, rajeg

adalah dipagari atau ditancapi, dan dom adalah jarum, setelah

digabungkan menjadi Tumpeng rajeg dom yang artinya nasi putih

yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh tumpeng ditancapi cabai.

Tumpeng rajeg dom termasuk istilah sesaji.

Page 87: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxvii

Dalam upacara ruwatan Tumpeng pucuk endog digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh

tumpeng ditancapi cabai.

Gambar 24

Tumpeng pucuk lombok

w. Tumpeng pucuk lombok [tump|G pucU? lOmbO?]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan pucuk lombok, pucuk lombok terdiri dari

dua unsur langsung yaitu pucuk dan lombok. Sehingga tumpeng

pucuk lombok terdiri dari unsur tumpeng + pucuk + lombok.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan

pucuk yang berkategori ajektif dan lombok yang berkategori nomina

menjadi tumpeng pucuk lombok yang berkategori frasa nominal.

Tumpeng pucuk lombok termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah pucuk yang berkategori Ajektif dan lombok yang

berkategori nomina.

Page 88: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxviii

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, pucuk

adalah ujung atas dan lombok adalah cabai, dan setelah digabungkan

menjadi tumpeng pucuk lombok yang artinya nasi putih yang

dibentuk kerucut dan bagian atas tumpeng ditancapi cabai.

Tumpeng pucuk lombok termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng pucuk lombok digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian atas

tumpeng ditancapi cabai.

Gambar 25

Tumpeng pucuk endhog

x. Tumpeng pucuk endhog [tump|G pucU? |nDOg]

Bentuk ini merupakan bentuk frasa, karena terdiri dari dua unsur

langsung yaitu tumpeng dan pucuk endhog, pucuk endhog terdiri dari

dua unsur langsung yaitu pucuk dan endhog. Sehingga tumpeng

pucuk endhog terdiri dari unsur tumpeng + pucuk + endhog.

Bentuk tumpeng yang berkategori nomina digabungkan dengan

pucuk yang berkategori ajektif dan endog yang berkategori nomina

Page 89: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

lxxxix

menjadi tumpeng pucuk endhog yang berkategori frasa nominal.

Tumpeng pucuk endhog termasuk dalam frasa nominal karena intinya

yaitu kata tumpeng yang termasuk dalam kategori nomina, sedangkan

atributnya adalah pucuk yang berkategori ajektif dan endog yang

berkategori nomina.

Makna kata tumpeng adalah nasi putih yang di bentuk kerucut, pucuk

adalah ujung atas dan endhog adalah telur, dan setelah digabungkan

menjadi Tumpeng pucuk endhog yang artinya nasi putih yang

dibentuk kerucut dan bagian atas tumpeng diletakkan telur.

Tumpeng pucuk endhog termasuk istilah sesaji.

Dalam upacara ruwatan tumpeng pucuk endhog digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian atas

tumpeng diletakkan telur.

B. Makna Leksikal

1. Kirab [kirab]

Makna kata kirab dalam Purwadarminta (1939: 389) adalah berjalan

teratur seperti barisan. Para peserta upacara ruwatan dibariskan dan

diarak secara bersama-sama menuju tempat upacara.

Dalam upacara ruwatan kirab dilaksanakan untuk mengarak para

peserta ruwatan menuju tempat upacara.

Page 90: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xc

2. Jlupak [jlupa?]

Makna kata jlupa dalam Purwadarminta (1939: 120) adalah sama

artinya dengan clupa yaitu jenis lampu tradisional terbuat dari cobek

yang berukuran kecil, biasa diberi minyak kelapa dan sumbu.

Dalam uupacara ruwatan jlupak digunakan sebagai alat penerangan.

3. Sukerta [suk|rtO]

Makna kata sukerta dalam Purwadarminta (1939: 742) adalah sama

artinya dengan suker yaitu kotor, noda. Orang sukerta adalah orang

yang kotor. Dalam keyakinan orang Jawa orang sukerta adalah orang

yang menjadi jatah makanan bathara kala.

Dalam upacara ruwatan sukerta adalah sebutan untuk orang-orang

yang mempunyai ciri atau cacad cela yang dibawa oleh kelahirannya.

4. Mantra [mOntrO]

Makna kata mantra dalam Purwadarminta (1939: 491) adalah

perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib.

Dalam upacara ruwatan mantra digunakan sebagai pengusir kekuatan

jahat yang di ucapkan oleh dhalang kandha buwana.

5. Ruwatan [ruwatan]

Makna kata mruwat dalam Purwadarminta (1939: 855) adalah lepas

dari kutukan dewa, lepas dari tenung. Sedangkan ruwatan adalah

selamatan bagi orang-orang yang mendapat kutukan dari dewa atau

supaya terlepas dari tenung atau dalam situasi khusus.

Page 91: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xci

6. Sajen [sajEn]

Makna kata saji dalam Purwadarminta (1939: 929) adalah hidangan

berupa makanan, minuman, atau bunga untuk para leluhur atau roh

halus. Sedangkan sajen adalah perlengkapan upacara berupa

makanan, bunga, dan sebagainya yang dipersembahkan kepada

kekuatan-kekuatan gaib.

Dalam upacara ruwatan sajen digunakan sebagai syarat upacara yang

berupa hidangan yang disuguhkan kepada roh halus agar tidak

mengganggu jalannya upacara.

7. Siraman [siraman]

Makna kata siram dalam Purwadarminta (1939: 727) adalah mandi.

Sedangkan siraman adalah upacara pemandian.

Dalam upacara ruwatan siraman dilaksanakan sebagai ritual

pembersihan kotoran yang melekat pada diri para sukerta, yaitu

dengan cara memecikkan air ketubuh para peserta ruwatan.

8. Larungan [laruGan]

Makna kata larung dalam Purwadarminta (1939: 252) adalah

terapung dibawa banjir. Sedangkan larungan adalah menghanyutkan

sesuatu kedalam air yang mengalir.

Dalam upacara ruwatan larungan laksanakan untuk menghanyutkan

pakaian yang digunakan para sukerta saat mengikuti jalannua

upacara, tujuannya adalah sebagai simbol menghanyutkan kotoran

yang melekat pada diri sukerta.

Page 92: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcii

9. Carahan [carahan]

Makna kata carah (crah) dalam Purwadarminta (1939: 125) adalah

retak. Sedangkan carahan adalah benda-benda yang terbuat dari

tanah atau yang lain yang mudah retak.

Dalam upacara ruwatan carahan adalah salah satu jenis sajen yang

disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa benda-benda

yang terbuat dari tanah atau yang lain yang mudah retak.

10. Murwa kala [mUrwO kOlO]

Murwakala adalah kesatuan dari dua kata, yaitu murwa dalam

Purwadarminta (1939: 528) berarti menguasai dan kala dalam

Purwadarminta (1939: 331) berarti bencana, mala petaka. Dengan

demikian secara harafiah murwakala yaitu bencana yang dikuasai,

atau juga menguasai mala petaka. Dalam upacara ruwatan murwakala

yaitu wayang yang dipertunjukkan untuk menolak bencana yang akan

datang (terhadap orang sukerta).

11. Ingkung golong [iGkUG gOlOG]

Ingkung golong adalah kesatuan dari dua kata, yaitu ingkung dalam

Purwadarminta (1939: 284) adalah ayam yang dimasak tanpa

dipotong-potong atau utuh, hanya diambil bulu dan isi perutnya, kaki

dan perutnya di ikat (tlikung) dan golong dalam Purwadarminta

(1939: 252) adalah sudah menjadi satu, bulatan besar. Dengan

demikian secara harafiah ingkung golong adalah ayam yang dimasak

tanpa dipotong-potong atau utuh, hanya diambil bulu dan isi

Page 93: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xciii

perutnya, kaki dan perutnya di ikat (tlikung) dan di sampingnya

diletakkan nasi yang di buat bulat.

Dalam upacara ruwatan ingkung golong adalah salah satu jenis sajen

yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa ingkung

ayam yang disampingnya diletakkan nasi yang dibuat bulat.

12. Gecok bakal [g|cO? bakal]

Gecok bakal adalah kesatuan dari dua kata, yaitu gecok dalam

Purwadarminta (1939: 221) adalah segala sesuatu yang berasal dari

daging, dan bakal dalam Purwadarminta (1939: 40) adalah segala

sesuatu yang berupa bahan atau calon. Dengan demikian secara

harafiah gecok bakal adalah segala sesuatu yang berupa calon atau

bibit dari binatang. Dalam upacara ruwatan gecok bakal adalah sajen

berupa bibit binatang yang diwujudkan dalam bentuk telur ayam

yang masih mentah.

13. Gecok urip [g|cO? urIp]

Gecok urip adalah kesatuan dari dua kata, yaitu gecok dalam

Purwadarminta (1939: 221) adalah segala sesuatu yang berasal dari

daging, dan urip dalam Purwadarminta (1939: 828) adalah hidup,

segala sesuatu yang bisa tumbuh dan bergerak. Dengan demikian

secara harafiah gecok urip adalah segala sesuatu yang berupa

binatang yang masih hidup. Dalam upacara ruwatan gecok urip

adalah sajen berupa binatang yang masih hidup yang diwujudkan

berupa ikan lele.

Page 94: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xciv

14. Kedhana kedhini [k|DOnO k|Dini]

Kedhana kedhini dalam Purwadarminta (1939: 49) adalah sebutan

dua bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan.

Dalam upacara ruwatan kedhana kedhini adalah salah satu kaategori

orang yang termasuk jatah makanan bathara kala, yaitu dua

bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan.

15. Ontang anting [OntaG antIG]

Ontang anting dalam Purwadarminta (1939: 555) adalah sebutan

untuk anak tunggal (tak bersaudara).

Dalam upacara ruwatan ontang anting adalah salah satu kaategori

orang yang termasuk jatah makanan bathara kala, yaitu anak tunggal

(tak bersaudara).

16. Sendang kapit pancuran [s|ndaG kapIt pancuran]

Sendang kapit pancuran dalam Purwadarminta (1939: 714) adalah

sebutan untuk tiga bersaudara, satu wanita dua laki-laki dan yang

wanita lahir ditengah.

Dalam upacara ruwatan sendang kapit pancuran adalah salah satu

kaategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala, yaitu tiga

bersaudara, satu wanita dua laki-laki dan yang wanita lahir ditengah.

17. Pancuran kapit sendang [pancuran kapIt s|ndaG]

Pancuran kapit sendang dalam Purwadarminta (1939: 568) adalah

sebutan untuk tiga bersaudara, satu laki-laki dua wanita dan yang

laki-laki lahir ditengah.

Page 95: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcv

Dalam upacara ruwatan pancuran kapit sendang adalah salah satu

kaategori orang yang termasuk jatah makanan bathara kala, yaitu tiga

bersaudara, satu laki-laki dua wanita dan yang laki-laki lahir

ditengah.

18. Dhalang Kandha Buwana [DalaG kOnDO buwOnO]

Dhalang dalam Purwadarminta (1939: 206) adalah orang yang

memainkan wayang, kandha dalam Purwadarminta (1939: 47) adalah

berbicara atau bercerita, dan buwana dalam Purwadarminta (1939:

52) adalah dunia atau jagad. Dengan demikian secara harafiah

dhalang kandha buwana adalah orang yang memainkan wayang

yang isi ceritanya tentang dunia atau dalang yang menyebar tutur

(ajaran) tentang dunia.

Dalam upacara ruwatan dalang kandha buwana adalah dhalang yang

bertugas meruwat para sukerta.

19. Memala [m|mOlO]

Arti kata mala dalam Purwadarminta (1939: 485) adalah kotor, dosa,

bencana, kecelakaan, sedangkan memala adalah sebuah kootan, dosa

atau bencana yang menimpa seorang sukerta.

Dalam upacara ruwatan memala digunakan untuk menyebut kotoran

atau dosa yang disandang para sukerta, baik yang dibawa dari lahir

maupun yang di dapat karena melakukan suatu tindakan yang salah.

Page 96: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcvi

20. Pepancen [p|pancEn]

Arti kata panci dalam Purwadarminta (1939: 568) adalah barang

yang sudah di pastikan, memang, sedangkan pepancen berarti segala

sesuatu yang sudah di pastikan.

Dalam upacara ruwatan pepancen adalah jatah makanan bathara kala,

yaitu orang-orang yang termasuk dalam kategori anak sukerta.

21. Woh-wohan [wO-wOan]

Arti kata woh dalam Purwadarminta (1939: 845) adalah buah yang

masih kecil, sedangkan woh-wohan berarti beraneka macam buah.

Dalam upacara ruwatan woh-wohan adalah salah satu jenis sajen

yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa beraneka

macam buah.

22. Mori putih [mOri putIh]

Mori putih adalah kesatuan dari dua kata, yaitu mori dalam

Purwadarminta (1939: 521) adalah kain dan putih dalam

Purwadarminta (1939: 828) adalah jenis warna seperti kapas. Dengan

demikian secara harafiah mori putih adalah kain yang berwarna putih

polos. Dalam upacara ruwatan mori putih adalah kain yang harus

dikenakan oleh para sukerta saat mengikuti upacara ruwatan.

23. Kambil gadhing [kambIl gaDiG]

Kambil gadhing adalah kesatuan dari dua kata, yaitu kambil dalam

Purwadarminta (1939: 334) adalah kelapa dan gadhing dalam

Purwadarminta (1939: 828) adalah warna kuning cerah. Dengan

demikian secara harafiah kambil gadhing adalah kelapa yang

Page 97: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcvii

berwarna kuning cerah. Dalam upacara ruwatan kambil gadhing

digunakan sebagai salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat

upacara ruwatan yang berupa kelapa yang kulitnya berwarna kuning.

24. Wayang purwa [wayaG pUrwO]

Wayang Purwa adalah kesatuan dari dua kata, yaitu wayang dalam

Purwadarminta (1939: 844) adalah boneka tiruan orang yang terbuat

dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk

memerankan tokoh dalam pertunjukan drama traddisional, dan purwa

dalam Purwadarminta (1939: 645) adalah wayang kulit yang

membawakan cerita-cerita zaman purba. Dengan demikian secara

harafiah wayang purwa adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari

pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan

tokoh dalam pertunjukan drama traddisional, dan cerita yang

dibawakan memuat kisah zaman purba. Dalam upacara ruwatan

wayang purwa adalah cerita wayang yang diambil untuk

menampilkan cerita murwakala.

25. Jajan pasar [jajan pasar]

Jajan pasar adalah kesatuan dari dua kata, yaitu jajan dalam

Purwadarminta (1939: 293) adalah membeli makanan, dan pasar

dalam Purwadarminta (1939: 577) adalah tempat orang berdagang

atau jual beli barang, Dengan demikian secara harafiah jajan pasar

artinya membeli makanan di tempat orang berdagang atau tempat jual

beli barang. Dalam upacara ruwatan jajan pasar digunakan sebagai

Page 98: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcviii

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa beraneka macam jajanan yang berasal dari pasar.

26. Pala kependhem [POlO k|p|nD|m]

Pala kependhem adalah kesatuan dari dua kata, yaitu pala dalam

Purwadarminta (1939: 564) adalah buah, dan kependhem dalam

Purwadarminta (1939: 589) adalah berada di dalam tanah. Dengan

demikian secara harafiah pala kependhem artinya buah atau umbi

yang dihasilkan tanaman yang terdapat di dalam tanah. Dalam

upacara ruwatan pala kependhem digunakan sebagai salah satu jenis

sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa buah

atau umbi yang dihasilkan tanaman yang terdapat di dalam tanah.

27. Pala kesimpar [pOlO k|simpar]

Pala kesimpar adalah kesatuan dari dua kata, yaitu pala dalam

Purwadarminta (1939: 564) adalah buah, dan kesimpar dalam

Purwadarminta (1939: 689) adalah berada di permukaan tanah.

Dengan demikian secara harafiah pala kesimpar artinya buah yang

dihasilkan tanaman yang terdapat di permukaan tanah. Dalam

upacara ruwatan pala kesimpar digunakan sebagai salah satu jenis

sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa buah

yang di hasilkan tanaman yang buahnya berserakan di permukaan

tanah.

28. Pala gumantung [pOlO gumantUG]

Pala gumantung adalah kesatuan dari dua kata, yaitu pala dalam

Purwadarminta (1939: 564) adalah buah, dan gumantung dalam

Page 99: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

xcix

Purwadarminta (1939: 209) adalah bergantungan diatas pohon.

Dengan demikian secara harafiah pala gumantung artinya buah yang

di hasilkan tanaman yang menggantung atau menempel di dahan

pohon, terdapat di atas tanah. Dalam upacara ruwatan pala

gumantung digunakan sebagai salah satu jenis sajen yang disiapkan

untuk syarat upacara ruwatan yang berupa buah yang di hasilkan

tanaman yang buahnya berserakan di permukaan tanah.

29. Cikal klapa [cikal klOpO]

Cikal klapa adalah kesatuan dari dua kata, yaitu cikal dalam

Purwadarminta (1939: 112) adalah pohon kelapa yang masih kecil,

dan klapa dalam Purwadarminta (1939: 393) adalah kelapa. Dengan

demikian secara harafiah cikal klapa artinya tunas pohon kelapa yang

baru tumbuh. Dalam upacara ruwatan cikal klapa digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa tunas kelapa yang masih kecil.

30. Gedhang ayu [g|DaG ayu]

Gedhang ayu adalah kesatuan dari dua kata, yaitu gedhang dalam

Purwadarminta (1939: 221) adalah pisang, dan ayu dalam

Purwadarminta (1939: 35) adalah cantik. Dengan demikian secara

harafiah Gedhang ayu artinya pisang yang dihias dengan kertas

warna emas agar terlihat cantik. Dalam upacara ruwatan gedhang ayu

digunakan sebagai salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat

upacara ruwatan yang berupa pisang yang ujungnya dihiasi kertas

warna emas.

Page 100: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

c

31. Jenang sengkala [j|naG s|GkOlO]

Jenang sengkala adalah kesatuan dari dua kata, yaitu jenang dalam

Purwadarminta (1939: 309) adalah bubur, dan sengkala dalam

Purwadarminta (1939: 331) adalah celaka, halangan, rintangan.

Dengan demikian secara harafiah jenang sengkala artinya bubur

yang dibuat untuk menolak rintangan. Dalam upacara ruwatan

jenang sengkala digunakan sebagai salah satu jenis sajen yang

disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa bubur yang

ditujukan untuk menolak atau menghilangkan segala gangguan yang

datang kepada para sukerta.

32. Jenang kacang warna [j|naG kacaG warnO]

Jenang kacang warna adalah kesatuan dari tiga kata, yaitu jenang

dalam Purwadarminta (1939: 309) adalah bubur, kacang dalam

Purwadarminta (1939: 327) adalah kacang dan warna dalam

Purwadarminta (1939: 841) adalah jenis warna. Dengan demikian

secara harafiah jenang kacang warna artinya bubur yang di masak

dari bahan dasar kacang yang terdiri dari bermacam-macam warna.

Dalam upacara ruwatan jenang kacang warna digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa bubur yang terbuat dari bahan dasar kacang.

33. Tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

Tumpeng megana adalah kesatuan dari dua kata, yaitu tumpeng

dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di bentuk

seperti kerucut, dan megana dalam Purwadarminta (1939: 497)

Page 101: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

ci

adalah mega atau awan. Dengan demikian secara harafiah tumpeng

megana artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian atas

dibuat rata yang didalamnya berisi daging ayam, di sekelilingnya di

letakkan gudhangan.

Dalam upacara ruwatan tumpeng megana digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan disamping tumpeng

diletakkan gudangan.

34. Tumpeng sembur [tump|G s|mbUr]

Tumpeng sembur adalah kesatuan dari dua kata, yaitu tumpeng

dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di bentuk

seperti kerucut, dan sembur dalam Purwadarminta (1939: 712) adalah

semprot. Dengan demikian secara harafiah tumpeng sembur artinya

nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh tumpeng di beri

taburan warna.

Dalam upacara ruwatan tumpeng sembur digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan bagian tubuh tumpeng

diberi taburan warna.

35. Tumpeng pucuk lombok [tump|G pucU? lOmbO?]

Tumpeng pucuk lombok adalah kesatuan dari tiga kata, yaitu

tumpeng dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di

bentuk seperti kerucut, pucuk dalam Purwadarminta (1939: 637)

adalah ujung, dan lombok adalah cabai. Dengan demikian secara

Page 102: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cii

harafiah tumpeng pucuk lombok artinya nasi putih yang dibentuk

kerucut dan bagian atas tumpeng ditancapi cabai.

Dalam upacara ruwatan tumpeng pucuk lombok digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan bagian atas

tumpeng ditancapi cabai.

36. Tumpeng pucuk endhog [tump|G pucU? |nDOg]

Tumpeng pucuk endhog adalah kesatuan dari tiga kata, yaitu

tumpeng dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di

bentuk seperti kerucut, pucuk dalam Purwadarminta (1939: 637)

adalah ujung, dan endhog dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah

telur. Dengan demikian secara harafiah Tumpeng pucuk endhog

artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian atas tumpeng

ditancapi telur.

Dalam upacara ruwatan Tumpeng pucuk endhog digunakan sebagai

salah satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan

yang berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan bagian atas

tumpeng ditancapi telur.

37. Tumpeng tutul [tump|G tutUl]

Tumpeng tutul adalah kesatuan dari dua kata, yaitu tumpeng dalam

Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di bentuk seperti

kerucut, dan tutul dalam Purwadarminta (1939: 806) adalah totol atau

blentong. Dengan demikian secara harafiah tumpeng tutul artinya

Page 103: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

ciii

nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh tunmpeng diberi

warna totol-totol kuning.

Dalam upacara ruwatan tumpeng tutul digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi putih yang dubentuk kerucut dan bagian tubuh tunmpeng diberi

warna totol-totol kuning.

38. Tumpeng rajeg dom [tump|G raj|g dOm]

Tumpeng pucuk lombok adalah kesatuan dari tiga kata, yaitu

tumpeng dalam Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di

bentuk seperti kerucut, rajeg dalam Purwadarminta (1939: 653)

adalah pagar atau tancap, dan dom dalam Purwadarminta (1939: 166)

adalah jarum. Dengan demikian secara harafiah tumpeng rajeg dom

artinya adalah nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian tubuh

tumpeng ditancapi cabai.

Dalam upacara ruwatan tumpeng rajeg dom digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan bagian tubuh tumpeng

ditancapi cabai.

39. Tumpeng lugas [tump|G lugas]

Tumpeng lugas adalah kesatuan dari dua kata, yaitu tumpeng dalam

Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di bentuk seperti

kerucut, dan lugas dalam Purwadarminta (1939: 475) adalah tanpa

rerenggan. Dengan demikian secara harafiah tumpeng lugas artinya

adalah nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa hiasan.

Page 104: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

civ

Dalam upacara ruwatan tumpeng lugas digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi putih yang dubentuk kerucut tanpa hiasan.

40. Tumpeng kendhit [tump|G k|nDIt]

Tumpeng kendhit adalah kesatuan dari dua kata, yaitu tumpeng dalam

Purwadarminta (1939: 802) adalah nasi putih yang di bentuk seperti

kerucut, dan kendhit dalam Purwadarminta (1939: 352) adalah

terletak di ujung pangkal atau bawah. Dengan demikian secara

harafiah tumpeng kendhit artinya adalah nasi putih yang dibentuk

kerucut di bagian pangkal ditaburi warna.

Dalam upacara ruwatan tumpeng kendhit digunakan sebagai salah

satu jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang

berupa nasi putih yang dubentuk kerucut dan di bagian pangkal di

taburi warna.

41. Potong rambut [pOtOG rambUt]

Potong rambut adalah kesatuan dari dua kata, yaitu potong dalam

Purwadarminta (1939: 622) adalah memangkas, dan rambut dalam

Purwadarminta (1939: 654) adalah bulu yang tumbuh di kepala.

Dengan demikian secara harafiah potong rambut artinya adalah

memangkas rambut.

Dalam upacara ruwatan potong rambut adalah salah satu jenis ritual

memangkas rambut peserta ruwatan sebagai tanda bahwa kotoran

yang ada pada diri para sukerta telah dipotong dan dihilangkan.

Page 105: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cv

42. Sega asahan [s|gO asahan]

Sega asahan adalah kesatuan dari dua kata, yaitu sega dalam bahasa

Indonesia adalah nasi, dan asahan dalam Purwadarminta (1939: 28)

adalah asah atau isah-isah supaya bersih. Dengan demikian secara

harafiah sega asahan artinya adalah nasi putih yang dibuat untuk

membersihkan kotoran.

Dalam upacara ruwatan sega asahan digunakan sebagai salah satu

jenis sajen yang disiapkan untuk syarat upacara ruwatan yang berupa

nasi putih yang dibuat untuk membersihkan kotoran.

43. Suda mala [sudO mOlO]

Suda mala adalah kesatuan dari dua kata, yaitu suda dalam

Purwadarminta (1939: 741) adalah kurang, dan mala dalam

Purwadarminta (1939: 485) adalah celaka, kotoran, bencana. Dengan

demikian secara harafiah suda mala artinya adalah mengurangi

bencana atau mara bahaya.

Dalam upacara ruwatan suda mala lakon yang diambil dalam cerita

wayang yang dipergelarkan dalam upacara ruwatan massal di

Pendapa ISI Surakarta Tanggal 10 Januari 2010 yang digunakan

sebagai sarana mengurangi bencana para sukerta.

44. Bathara kala [baTOrO kOlO]

Bathara kala adalah kesatuan dari dua kata, yaitu bathara dalam

Purwadarminta (1939: 49) adalah sebutan dewa, dan kala dalam

Purwadarminta (1939: 331) adalah bahaya, celaka, bencana. Dengan

Page 106: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cvi

demikian secara harafiah bathara kala artinya adalah dewa yang

membawa bahaya.

Dalam upacara ruwatan bathara kala adalah sebutan untuk dewa

yang membawa malapetaka bagi orang-orang yang temasuk dalam

golongan orang sukerta.

45. Satria wirang [satriO wiraG]

Satria wirang adalah kesatuan dari dua kata, yaitu satria dalam

Purwadarminta (1939: 696) adalah orang yang berbudi baik, dan

wirang dalam Purwadarminta (1939: 852) adalah malu jika ketahuan

orang banyak. Dengan demikian secara harafiah satria wirang

artinya adalah seorang laki-laki yang selalu mengalami kesusahan.

Dalam upacara ruwatan satria wirang adalah salah satu kaategori

orang yang termasuk jatah makanan bathara kala, yaitu seorang laki-

laki yang selalu mengalami kesusahan.

C. Makna Kultural Istilah-Istilah Ruwatan dan Sesaji dalam Upacara

Ruwatan Massal di Pendapa ISI Surakarta Tanggal 10 Januari 2010.

1. Kirab [kirab]

Kirab adalah berjalan teratur seperti barisan. Makna kultural kirab

yaitu membangkitkan kekhidmatan dari upacara ruwatan tersebut,

mengkondisikan suasana agar lebih nampak kesakralannya. Kirab

melambangkan keberanian dan kemantapan para sukerta untuk

diruwat. Kirab ini adalah langkah awal para sukerta menuju

Page 107: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cvii

pembersihan diri. Dalam prosesi kirab para peserta ruwatan diarak

oleh petugas yang membawa manggar, yaitu bunga kelapa,

maksudnya hidup seharusnya dianggar-anggar, atau dipertimbangkan

masak-masak Suwardi Endraswara, 2006: 263).

2. Sukerta [suk|rtO]

Sukerta adalah sama artinya dengan suker yaitu kotor, noda. Orang

sukerta adalah orang yang kotor. Dalam keyakinan orang Jawa orang

sukerta adalah orang yang menjadi jatah makanan bathara kala.

sukerta melambangkan kotoran atau noda yang disandang oleh

golongan wong sukerta. Kotoran itu ada yang dibawa sejak lahir atau

karena telah melakukan sesuatu yang dilarang sehingga tergolong

wong sukerta. Sebuah kotoran yang disandang wong sukerta hanya

dapat dihilangkan ketika wong sukerta tadi telah diruwan, dan setelah

diruwat diharapkan orang tadi tidak melakukan hal-hal yang dilarang

lagi, sehingga setelah diruwat berubah menjadi lebih baik. Wong

sukerta yang berada dalam bahaya magis merupakan orang yang

perlu menjalani ritual inisiasi yang diwujudkan dalam pertunjukan

wayang.

3. Mantra [mantra]

Mantra adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya

gaib. Mantra digunakan sebagai pengusir kekuatan jahat yang di

ucapkan oleh dhalang kandha buwana. Mantra yang diucapkan adalah

jenis mantra pangruwatan yaitu mantra yang khusus dibacakan untuk

mengusir segala bentuk kesialan pada waktu diadakan upacara

Page 108: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cviii

ruwatan. Mantra menyimbolkan titah atau sabda Tuhan. Setelah

dibacakan mantra oleh dalang kandha buwana diharapkan para

sukerta setelah mengikuti upacara ruwatan dapat hidup layaknya

orang lain, yaitu tanpa selalu memikul dosa atau kotoran. Bukan

pertunjukan wayang yang membuat kala pergi dan membuat wong

sukerta selamat, melainkan pembacaan mantranya.

4. Ruwatan [ruwatan]

Ruwatan merupakan sistem religius yang bertujuan mencari

hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus

yang mendiami alam gaib. Sistem upacara religius ini melaksanakan

dan melambangkan, menyimbolkan, konsep-konsep yang terkandung

dalam sistem kepercayaan. Seluruh upacara itu terdiri dari kombinasi

dari berbagai unsur upacara, seperti misalnya berdoa, bersaji,

berkorban, menyanyi, berprosesi, dan sebagainya. Acara-acara dan

tata urut dari pada unsur-unsur tersebut adalah sudah tentu buatan

manusia dahulu kala, dan merupakan ciptaan akal manusia apalagi

peralatan dan upacara. Semua adalah bagian dari kebudayaan.

Meskipun demikian upacara agama belum lengkap kalau tidak

dihinggapi dan dijiwai emosi keaganaan. Di sinilah masik komponen

pergana ialah cahaya Tuhan yang membuat upacara itu suatu aktivitas

yang keramat ruwatan merupakan usaha membersihkan anak yang

dianggap kotor. Ruwatan adalah simbol membersihkan atau

menghilangkan segala noda, kotoran, mara bahaya atau masalah

yang akan menimpa.

Page 109: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cix

5. Siraman [siraman]

Siraman adalah upacara pemandian. Dalam upacara siraman ini

dimaksudkan segala kotoran yang melekat pada diri sang sukerta

dapat bersih. Setelah upacara siraman selesai para sukerta di

ibaratkan kembali menjadi suci, bersih lahir maupun batinnya. Secara

fisik upacara siraman ini adalah membersihkan jasmaninya, secara

meta fisik upacara siraman adalah membersihkan rohani para sukerta,

dengan dipercikkan air keseluruh tubuh oleh dalang kandha buwana

agar kesialan-kesialan yang menempel hilang terbasuh oleh air. Air

yang digunakan dalam upacara siraman berasal dari tujuh sumber

mata air, yang melambangkan jumlah hari dalam satu minggu. Untuk

yang lahir disalah satu hari yang sial dalam satu minggu, diharapkan

dengan disiram dengan air yang berasal dari tujuh sumber mendapat

berkah dari hari yang lain yang lebih baik.

6. Sajen [sajEn]

Sajen adalah perlengkapan upacara berupa makanan, bunga, dan

sebagainya yang dipersembahkan kepada kekuatan-kekuatan gaib.

Sajen digunakan sebagai syarat upacara yang berupa hidangan yang

disuguhkan kepada roh halus agar tidak mengganggu jalannya

upacara. Sajen disiapkan sebagai simbol rasa homat kita pada

kekuatan diluar kemampuan manusia. Sajen disiapkan sebagai

ungkapan bahwa kita selalu ingat kepada Tuhan dan merupakan rasa

syukur atas segala karunianya yang berlimpah yang diberikan kepada

manusia.

Page 110: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cx

7. Murwakala [mUrwO kOlO]

Murwa (murba) adalah awal dan kala adalah waktu, juga diartikan

bencana. Murwakala menyimbolkan bahwa orang hidup di dunia ada

yang sudah ditakdirkan membawa bencana dalam dirinya, dan untuk

menghilangkan kesialan itu maka orang harus di ruwat. Sehingga

orang hidup harus dapat menguasai gangguan, kejahatan atau nafsu

yang ada dalam dirinya. Murwakala mengandung ajaran, hendaknya

orang dapat menguasai waktunya sendiridan tidak membuang-buang

waktu untuk perbuatan yang tidak ada manfaatnya bagi diri sendiri,

keluarga maupun masyarakat luas mengatur waktu dengan sebaik-

baiknya niscaya akan besar sekali manfaatnya bagi keselamatan dan

kesejahteraan (Karkono Kama Jaya: 1992, 46)

8. Ingkung golong [iGkUG gOlOG]

Ingkung golong adalah ayam yang dimasak tanpa dipotong-potong,

hanya diambil bulu dan isi perutnya dan di sampingnya diletakkan

nasi yang di buat bulat ukuran dua genggam tangan orang dewasa.

Ingkung menyimbolkan bersemedi atau beribadah (manekung), untuk

pasrah kepada tuhan orang harus tekun dalam beribadah kepada

tuhan. Golong menyimbolkan bahwa tekad sudah bulat, totalitas,

tidak ragu, mantap. Ingkung golong menyimbolkan bahwa semua

peserta sudah mantap, pasrah kepada Tuhan untuk diruwat agar sial

pada diri sukerta dapat dihilangkan atau dibuang. Ingkung golong

juga melambangkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena telah memberi perlindungan, menjaga keselamatan, dan

Page 111: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxi

ketentraman kepada para sukerta sehingga mampu membulatkan atau

menyatukan semua pengharapan, juga bersatunya cipta, rasa, karsa.

Ingkung melambangkan cita-cita manusia agar bisa tercapai itu

dilakukan melalui bersemedi.

9. Gecok bakal [g|cO? bakal]

Gecok bakal adalah sajen berupa bibit binatang yang diwujudkan

dalam bentuk telur ayam yang masih mentah. Makna kultural gecok

bakal adalah sutu kemantapan bahwa setelah melaksanakan upacara

ruwatan sukerta dapat segera mendapatkan keturunan, sajen gecok

bakal melambangkan harapan wiji dadi. Gecok bakal juga sebagai

sesaji yang dibuat sebagai rangkaian prasarana ruwatan yang

disediakan kepada bethara kala karena sering memakan bocah

ontang-anting „anak tunggal‟ karena itu bathara wisnu menyuruh

untuk makan gecok bakal dan tidak mengganggu manusia. Selain itu

gecok bakal digunakan sebagai tolak sengkolo „menolak kesialan‟.

10. Mori putih [mOri putIh]

Mori putih putih adalah kain yang berwarna putih polos. Mori putih

melambangkan bahwa upacara ruwatan didasarkan atas maksud dan

tekad yang suci sesuai warna pakaian pembalut para peserta ruwatan

yang berwarna putih yang berarti kesucian. Suci bahwa setelah

diruwat dalang kandha buwana rohnya menjadi suci kembali

(muthmainah). Jika rohnya sudah suci maka kelak dapat masuk surga.

Page 112: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxii

11. Jajan pasar [jajan pasar]

Jajan pasar adalah sajen yang berupa makanan yang dibeli dari pasar.

Jajan pasar berwarna-warni macamnya, ditujukan sebagai

penghormatan kepada bathara kala yang menguasai semua sengkala

„musibah‟. Agar tidak mengganggu jalanya upacara dan selalu

memberikan kemakmuran bagi seluruh peseta ruwatan

Jajan pasar merupakan lambang sesrawungan (hubungan). Jajan

pasar adalah lambang kemakmuran. Hal ini diasosiasikan bahwa

pasar adalah tempat bermacam-macam barang, dan tempat

berkumpulnya masyarakat untuk mengadakan kegiatan juala beli atau

tukar menukar barang dan hasi bumi. Dengan kita membeli sesuatu

yang dijual orang lain berarti kita telah menolong sesama.

12. Pala kependhem [pOlO k|p|nD|m]

Pala kependhem adalah buah atau umbi yang dihasilkan tanaman

yang terdapat di dalam tanah. Pala kependhem menggambarkan hasil

yang akan diperoleh dari perbuatan manusia dewasa. Pala dalam

bahasa Jawa kuna berarti hasil. Setiap perbuatan atau karma manusia

tentu nantinya akan membuahkan hasil. Jika karmanya baik, ia akan

menuai hasil yang baik pula, demikian juga apabila karmanya buruk,

akan menuai hasil yang buruk pula. Sajen yang diwujudkan dalam

bentuk pala kependhem adalah ungkapan rasa syukur kita kepada

tuhan karena sudah memberikan hasil bumi yang melimpah. Sajen ini

diwujudkan dalam bentuk buah-buahan atau hasil bumi seperti ketela

pohon, ubi rambat, bengkuang, dan lain-lain (Tim Rumah Budaya

Tembi, 2008: 31).

Page 113: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxiii

13. Pala kesimpar [pOlO k|simpar]

Pala kesimpar adalah buah yang di hasilkan tanaman yang terdapat di

atas tanah. Pala kesimpar memiliki makna yang sama dengan sajen

pala kependhem. Menggambarkan hasil yang akan diperoleh dari

perbuatan manusia dewasa. Pala dalam bahasa Jawa kuna berarti

hasil. Setiap perbuatan atau karma manusia tentu nantinya akan

membuahkan hasil. Jika karmanya baik, ia akan menuai hasil yang

baik pula, demikian juga apabila karmanya buruk, akan menuai hasil

yang buruk pula. Sajen yang diwujudkan dalam bentuk pala kesimpar

adalah ungkapan rasa syukur kita kepada tuhan karena sudah

memberikan hasil bumi yang melimpah. Sajen ini diwujudkan dalam

bentuk buah-buahan atau hasil bumi seperti semangka, melon,

mentimun dan lain-lain (Tim Rumah Budaya Tembi, 2008: 33).

14. Pala gumantung [pOlO gumantUG]

Pala gumantung adalah buah yang di hasilkan tanaman yang

menggantung atau menempel di dahan pohon, terdapat di atas tanah.

Pala gumantung memiliki makna yang sama dengan sajen pala

kependhem dan pala kesimpar, Menggambarkan hasil yang akan

diperoleh dari perbuatan manusia dewasa. Pala dalam bahasa Jawa

kuna berarti hasil. Setiap perbuatan atau karma manusia tentu

nantinya akan membuahkan hasil. Jika karmanya baik, ia akan

menuai hasil yang baik pula, demikian juga apabila karmanya buruk,

akan menuai hasil yang buruk pula. Sajen yang diwujudkan dalam

bentuk pala gumantung adalah ungkapan rasa syukur kita kepada

Page 114: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxiv

Tuhan karena sudah memberikan hasil bumi yang melimpah. Sajen

ini diwujudkan dalam bentuk buah-buahan atau hasil bumi seperti

nanas, apel, sawo dan lain-lain (Tim Rumah Budaya Tembi, 2008:

35).

15. Tumpeng sembur [tump|G s|mbUr]

Tumpeng sembur adalah nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian

tubuh tumpeng diberi warna kuning. Tumpeng merupakan gambaran

kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip melambangkan

hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Dan semburan-

semburan yang terdapat pada tubuh tumpeng sembur melambangkan

hambatan atau rintangan yang harus dilalui manusia untuk menuju

kepuncak yaitu berupa godaan yang berupa keinginan manusia

sendiri. Pucuk tumpeng merupakan lambang puncak keinginan

manusia, yakni untuk mencapai kemuliaan sejati. Titik puncak juga

meruupakan gambaran kekuasaan Tuhan yang bersifat transendental

(Suwardi Endraswara, 2006: 252).

16. Tumpeng megana [tump|G m|gOnO]

Tumpeng megana artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan

bagian atas dibuat rata yang didalamnya berisi daging ayam, di

sekelilingnya di letakkan gudhangan. Tumpeng merupakan gambaran

kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip melambangkan

hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Megana

menggambarkan lindungan Tuhan dan kesejahteraan. Gudhangan

Page 115: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxv

yang mengelikingi tumpeng melambangkan harapan supaya hasil

bumi yang berupa tumbuh-tumbuhan selalu berlimpah.

17. Tumpeng pucuk lombok [tump|G pucU?

lOmbO?]

Tumpeng pucuk lombok adalah nasi putih yang dibentuk kerucut dan

bagian atas tumpeng ditancapi cabai merah. Tumpeng merupakan

gambaran kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip

melambangkan hubungan vertikal antara manusia dengan tuhan.

Cabai merah adalah lambang penolak bala. Tumpeng pucuk lombok

ini diperuntukkan menolak segala petaka yang akan datang selama

upacara ruwatan dilaksanakan. Selama manusia dekat dengan Tuhan

maka akan selalu terlindungi. Cabai merah melambangkan dalam

hidup yang pada akhirnya akan muncul keberanian dan tekad untuk

manunggal dengan Tuhan (Suwardi Endraswara, 2006:254).

18. Tumpeng tutul [tump|G titUl]

Tumpeng tutul artinya nasi putih yang dibentuk kerucut dan bagian

tubuh tunmpeng diberi warna totol-totol kuning. Tumpeng

merupakan gambaran kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat

lancip melambangkan hubungan vertikal antara manusia dengan

Tuhan. Tutul yang terdapat pada tumpeng ini mengisyaratkan bahwa

setiap manusia memiliki warnanya sendiri untuk dibawa kepada

Tuhan. Setiap manusia memiliki tanggung jawab yang harus

dipertanggung jawabkan sesuai perbuatannya masing-masing. Warna

Page 116: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxvi

itu yang membedakan manusia di hadapan Tuhan, yaitu yang berupa

amal perbuatannya masing-masing.

19. Tumpeng rajeg dom [tump|G raj|g dOm]

Tumpeng rajeg dom artinya adalah nasi putih yang dibentuk kerucut

dan bagian tubuh tumpeng ditancapi cabai. Tumpeng merupakan

gambaran kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip

melambangkan hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan.

Rajeg melambangkan bentang pertahanan. Jika kita beriman kepada

Tuhan harus didasari rasa iman dan keyakinan yang kuat yang kuat,

dom yang digunakan untuk membuat pagar berupa cabai merah yang

melambangkan keberanian, tekad yang kuat. Jika sebuah iman sudah

didasari atas tekad dan keyakinan yang kuat, pasti kita akan

menemukan ketentraman dunia akherat.

20. Tumpeng lugas [tump|G lugas]

Tumpeng lugas artinya adalah nasi putih yang dibentuk kerucut tanpa

hiasan. Tumpeng merupakan gambaran kesuburan dan kesejahteraan.

Tumpeng dibuat lancip melambangkan hubungan vertikal antara

manusia dengan Tuhan. Lugas merupakan gambaran polos, tanpa ada

unsur manipulasi, orang hidup didunia itu hendaknya apa

adanya.tidak perlu dibuat-buat. Dengan pola hidup yang lurus kita

tidak akan takut dengan apapun. Dan diharapkan didalam hidup,

manusia tidak akan mengalami gangguan apapun.

21. Tumpeng kendhit [tump|G k|nDIt]

Page 117: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxvii

Tumpeng kendhit artinya adalah nasi putih yang dibentuk kerucut di

bagian pangkal ditaburi warna. Tumpeng merupakan gambaran

kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip melambangkan

hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Kendhit

menggambarkan sebuah lilitan, ikatan yang kuat. Manusia didalam

menjalani hidup harus sudah memiliki keyakinan yang dijadikan

pedoman hidup. Itu menggambarkan keyakinan dalam mengambil

langkah. Setiap tindakan yang sudah di dasari dengan keyakina

niscaya akan menemukan ketenangan hidup.

22. Tumpeng pucuk endhog [tump|G pucU?

|nDOg]

Tumpeng pucuk endhog adalah nasi putih yang dibentuk kerucut dan

bagian atas tumpeng diletakkan telur. Tumpeng merupakan gambaran

kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng dibuat lancip melambangkan

hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Telur sendiri

merupakan lambang wiji dadi (benih) terjadinya manusia. Untuk

mendapatkan keturunan selain berusaha manusia harus memohon

kepada Tuhan agar diberi keturunan yang baik. Telur adalah ibarat

manusia, yaitu kulit telur melambangkan jasmani atau raga sebagai

pelindung goncangan dari luar, kuning telur melambangkan rohani,

dan putih telur melambangkan rasio atau akal pikir manusia.

23. Dhalang Kandha Buwana [DalaG kOnDO buwOnO]

Dhalang berarti orang yang memainkan wayang, Kandha berarti

berbicara atau bercerita, dan Buwana berarti dunia. Jika kita satukan

Page 118: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxviii

menjadi orang yang memainkan wayang yang isi ceritanya tentang

dunia. Dalang kandha buwana berarti dalang yang menyebar tutur

(ajaran) tentang dunia.

Dalang Kandha Buwana diibaratkan sebagi dokter atau tabib spesialis

yang khusus mengobati manusia kotor. Dalam hal ini kotor dalm arti

jiwa atau rohaninya. Didalam upacara ruwatan dhalang kandha

buwana bertindak atau berperan sebagai dewa atau Tuhan. Dhalang

kandha buwanalah yang paling berperan dalam upacara ruwatan.

Dalam upacara ruwatan dhalang kandha buwana mengajarkan tentang

bagaimana kita semestinya hidup didunia.

Dalang kandha buwana merupakan dalang yang menyebar tuturan

(ajaran) tentang dunia atau hakikat kehidupan (Hersapandi, 2005:

126). Dalang kandha buwana cenderung ditempatkan sebagai figur

yang mempunyai kekuatan magis berupa kemampuan yang diyakini

dapat membebaskan para sukerta.

24. Sega asahan [s|gO asahan]

Sega asahan adalah nasi yang dimasak dan dibari warna kuning. sega

asahan yaitu simbol dari semua harapan yang telah selesai atau telah

terlaksana tidak ada hal-hal yang kurang dan diharapkan semua

masyarakat selalu mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa

dengan kehidupan yang tentram. Sega asahan dalam upacara ruwatan

dibuat sabagai simbol para peserta ruwatan agar selalu berada dalam

lindunganya. Bahwa setelah diruwat kepanpun dan dimanapun,

peserta ruwatan selalu berada dalam lindungannya.

Page 119: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxix

25. Bathara kala [baTOrO kOlO]

Perkataan batara kala terdiri dari dua buah kata. Batara adalah

sebutan untuk dewa, dan kala berarti waktu, ketika, saat. Jadi kalau

kita gabungkan kita akan mendapatkan arti batara kala yaitu Dewa

waktu atau penguasa waktu.

Makna kultural tokoh batara kala dalam dunia pewayangan

melaterbelakangi hadirnya mitos wong sukerta orang yang kotor,

orang yang akan menjadi mangsa batara kala.

Tokoh batara kala adalah simbol pembawa malapetaka bagi orang

yang mempunyai ciri-ciri tertentu atau melakukan tindakan-tindakan

tertentu yang telah ditetapkan dan diizinkan oleh Batara Guru, raja

segala Dewa, untuk menjadi mangsa batara kala. Untuk

menghindarkan diri dari mangsa batara kala orang yang memiliki ciri

atau melakukan tindakan tertentu itu harus diruwat atau

dilepaskan/dibebaskan dari incaran batara kala. Bathara kala

merupakan simbol penguasa waktu, simbol watak jahat, dan simbol

iblis atau setan. Menurut mereka yang percaya, orang-orang yang

tergolong di dalam criteria “menjadi mangsa batara kala” dapat

menghindarkan diri dari malapetaka (tidak menjadi makanan katara

kala) tersebut, jika ia mempergelarkan wayang ruwatan dengan cerita

murwakala.

Page 120: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxx

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian tentang istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 dapat

disimpulkan sebagai berikut.

1. Dalam penelitian istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan

massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 terdapat

bentuk monomorfemis, polimorfemis dan frasa. Bentuk

monomorfemis berupa kata dasar yang berjumlah 4 istilah, yaitu

kirab, jlupak, mantra, dan sukerta. Bentuk polimorfemis berupa

afiksasi yang berjumlah 5 istilah, yaitu ruwatan, sajen,

siraman,larungan, dan carahan, kata majemuk yang berjumlah 9

istilah, yaitu murwakala, ingkung golong, gecok bakal, gecok urip,

kedhana-kedhini, ontang-anting, sendang kapit pancurn, dan

pancuran kapit sendang, reduplikasi terdapat 3 istilah, yaitu memala,

pepancen, woh-wohan, dan frasa terdapat 24 istilah, di antaranya

mori putih, kambil gadhing, wayang purwa, jajan pasar, pala

kependhem, pala kesimpar, pala gumantung, cikal klapa, gedhang

ayu, jenang sengkala, jenang kacang warna, tumpe bathara kala ng

megana, tumpeng sembur, tumpeng pucuk lombok, tumpeng pucuk

endog, tumpeng tutul, tumpeng rajeg dom, tumpeng lugas, tumpeng

Page 121: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxxi

kendhit, potong rambut, sega asahan, suda mala, satria wirang,

bathara kala.

2. Makna yang terdapat dalam istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara

ruwatan massal di Pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010

adalah makna leksikal yaitu makna dasar dari istilah tersebut, makna

leksikal terdapat dalam bentuk monomorfemis, dan makna kultural

yaitu makna yang dimiliki oleh masyarakat yang berhubungan

dengan kebudayaan dalam hal ini adalah upacara ruwatan, makna

kultural muncul pada masyarakat dengan adanya simbol-simbol yang

melambangkan keinginan masyarakat untuk mendapatkan

keselamatan dan kelancaran dalam menjalankan hidup.

B. Saran

Penelitian istilah ruwatan dan sesaji dalam upacara ruwatan

massal di pendapa ISI Surakarta tanggal 10 Januari 2010 mencakup analisis

bentuk dan makna dengan pendekatan ernolinguistik oleh karena itu penelitian

selanjutnya dapat mengkaji bentuk dan makna secara struktural, pragmatis,

atau sosio linguistik.

Page 122: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxxii

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 2007. Kamus Idiom Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

__________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Anton M Moeliono. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi KeDua.

Jakarta: Balai Pustaka.

Aryo Bimo Setiyanto. 2007. Parama Sastra Bahasa Jawa. Yogyakarta: Panji

Pustaka Yogyakarta.

Biesatyo Resthi. 2009. Istilah-Istilah Sesaji dalam Selamatan Upacara

Perkawinan dan Perkembanganya di Desa Pulung, Kecamatan Pulung,

Kabupaten Ponorogo, Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Darmanto Jatman. 1993. Sekitar Masalah Kebudayaan. Bandung: Alumni.

Djoko Kentjono. 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas

Sastra Universitas Indonesia.

Edi Subroto. 2003. Laporan Penelitian : Kajian Etnolinguistik terhadap

Paribasan, Bebasan, Saloka, Pepindhan dan Sanepa. Surakarta : Sebelas

Maret University Press.

Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Pustaka Utama.

Henry Guntur Tarigan. 1985. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Hersapandi, dkk. 2005. Suran Antara Kuasa Tradisi dan Ekspresi Seni.

Yogyakarta: Pustaka Marwa.

Hidho Watari. 2008. Istilah Unsur-Unsur Sesaji dalam Tradisi Bersih Desa

Gondang, Kabupaten Sragen, Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

I Dewa Putu Wijana. 2008. Semantik Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma

Pustaka.

Imam Sutarjo. 2006. Serpihan Mutiara Pertunjukan Wayang. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Iswati. 2005. Istilah Unsur-Unsur Sesaji dalam Upacara Nyadranan di Makam

Sewu, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Skripsi.

Page 123: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxxiii

Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Mulyoto, dkk. 1984. “Laporan Penelitian Unsur-unsur Simbolis Dalam

Upacara Ruwatan”, Laporan Penelitian. Surakarta: Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

_____________. 1995. Makna Filosofis Unsur-unsur Simbolis DAlam

Upacara Tradisional Ruwatan pada Masyarakat Jawa di Surakarta,

Laporan Penelitian. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Nooryan Bahari. 2008. ”Kritik Seni”. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

J. W. M. Verhaar. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

John Lyons. 1995. Pengantar Teori Linguistik Production to Theorical

Linguistik. Jakatra: Gramedia Pustaka Utama.

Karkono. K. Partokusumo. 1992. Ruwatan Murwakala Suatu Pedoman.

Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Komaruddin, dkk. 2002. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi

Aksara.

Purwadi. 2004. Kamus Jawa Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi.

_______. 2006. sesorah Basa Jawi. Yogyakarta: Panji Pustaka.

R. H. Robins. 1995. Sijerah Singkat Linguistik Edisi Ketiga. Bandung: ITB

Bandung.

Saifuddin Azwar. 2007.Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soedarsono. 1986. Kesenian Bahasa dan Folklor Jawa. Yogyakarta: Proyek

Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat

Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

_________. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:

Duta Wacana University Press.

Sutrisno Sastro Utomo. 2007. Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta:

Kanisius.

Page 124: ISTILAH-ISTILAH RUWATAN DAN SESAJI DALAM …/Istilah... · istilah linguistik antropologi, di samping etnolinguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982: 42). Etnolinguistik sendiri ilmu

cxxiv

Suwardi Endraswara. 2006. Mistik Kejawen. Yogyakarta: Narasi.

________________. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan.

Sleman: Pustaka Widyatama.

W. J. S. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

William.J.Samarin. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Yohanes Suwanto, dkk. 1999. Istilah Alat-alat Rumah Tangga dan

Perkembangannya di Kodya Surakarta, Makalah. Surakarta: Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.