bab ii tinjauan pustaka 2.1. 2.1.1. -...

27
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Konsep Kecemasan Kecemasan adalah salah satu perasaan kekhawatiran dengan keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik. Dalam konsep kecemasan, membahas tentang pengertian dari kecemasan, tanda & gejala kecemasan, karakteristik kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan itu sendiri, dan teori dari kecemasan. 2.1.1.1. Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Arfian, 2013). Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu konsekuensi operasi dan takut terhadap prosedur operasi itu sendiri (Dargobercia, 2011). Kecemasan (Ansietas) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya (Dirjen Pelayanan Medik, 2000) dalam Arfian (2013). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan pada pasien sebelum pembedahan

Upload: phamtuong

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Konsep Kecemasan

Kecemasan adalah salah satu perasaan kekhawatiran dengan keadaan

emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik. Dalam konsep kecemasan,

membahas tentang pengertian dari kecemasan, tanda & gejala kecemasan,

karakteristik kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan itu sendiri,

dan teori dari kecemasan.

2.1.1.1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak

memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal (Arfian, 2013).

Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di dalamnya

pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu konsekuensi operasi dan

takut terhadap prosedur operasi itu sendiri (Dargobercia, 2011). Kecemasan

(Ansietas) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang

subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara

khusus penyebabnya (Dirjen Pelayanan Medik, 2000) dalam Arfian (2013).

Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan pada pasien sebelum pembedahan

7

adalah kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh pasien karena tidak

mengetahui tentang konsekuensi proses pembedahan.

Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2000) dalam Arfian (2013)

mengemukakan beberapa teori membagi kecemasan (Ansietas) menjadi 4

tingkatan :

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa

kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu

akan berhati-hati serta waspada. Individu terdorong untuk belajar tentang hal-hal

yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu

lebih menfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.

3) Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu

cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.

Individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan,

untuk dapat memusatkan pada area lain.

4) Panik

Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak

dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah

diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas

8

motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan

pemikiran yang rasional.

2.1.1.2. Tanda & Gejala Kecemasan

Gejala klinis kecemasan menurut Hawari (2006), Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah

tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

b. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.

c. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

d. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.

e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang

pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

2.1.1.3. Karakteristik Kecemasan

Menurut Asmadi (2009), tiap tingkatan kecemasan mempunyai

karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi kecemasan

yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi

ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.

9

Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik. Teknik Prosedural Keperawatan

Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien

Tingkat

Kecemasan Karakteristik

Kecemasan

Ringan

1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari, kewaspadaan

meningkat, persepsi terhadap lingkungan meningkat, dapat menjadi motivasi

positif untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.

2) Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat

sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.

3) Respons kognitif: mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi

pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk

melakukan tindakan.

4) Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada

tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.

Kecemasan

Sedang

1) Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah

meningkat, mulut kering, anoreksia diare/ konstipasi, sakit kepala, sering

berkemih, dan letih.

2) Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari

luar tidak mampu diterima.

3) Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak- sentak, terlihat lebih tegang,

bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.

Kecemasan

Berat

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang

lain.

2) Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan

sakit kepala, penglihatan berkelabut, serta tampak tegang

3) Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak

pengarahan / tuntutan, serta lapang persepsi menyempit.

4) Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat dan komunikasi

menjadi terganggu (verbalisasi cepat).

Panik 1) Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,

hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.

2) Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis, persepsi

terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami

situasi.

3) Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,

berteriak-teriak, kehilangan kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak

menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan

diri sendiri dan/ atau orang lain.

(Sumber : Asmadi, 2009)

10

Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon sehat-sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respon

adaptif- maladaptif pada kecemasan.

Adaptif <------------------------------------> Maladaptif

x x x x x

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skala Kecemasan

Skala menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) terdiri dari 14 item,

meliputi (Mirianti, 2011):

1) Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

2) Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri

dan takut pada binatang besar dll.

4) Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk.

5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,

sedih, perasaan tiak menyenangkan sepanjang hari.

7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi, suara tidak

stabil, dan kedutan otot.

11

8) Gejala sensori : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

11) Gejala gastrointestnal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas

diperut.

12) Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi

13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

14) Prilaku sewaktu wawancara : gelisah jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang,

2.1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

1. Faktor Eksternal

Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan

antara lain :

a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik, dan

pembedahan yang akan dilakukan.

12

b. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan peran,

perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi (Struat and Sundeen,

1998, Ann Isaacs, (2005) dalam Bahiroh (2008)).

2. Faktor Internal

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien

pre operasi adalah :

1) Umur

Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah mengalami

stres daripada yang berumur lebih tua, dimana terlalu banyak masalah yang sering

dialami oleh seseorang pada usia muda. Walau umur sukar ditentukan karena

sebagain besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama

yang dapat mereka ingat. Tapi seringkali kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun

(Hawari, 2006).

2) Status Pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap

dan memahami pengetahuan tentang pra operasi yang mereka peroleh. Dari

kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar lebih

tanggap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa mengambil tindakan

secepatnya (Notoatmodjo, 2002). Adapun pendidikan dibagi menjadi dua yaitu :

a) Pendidikan Informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah,

di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.

b) Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau

13

organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau universitas.

Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan orang

tersebut lebih mudah mengalami cemas atau stress dibanding dengan mereka yang

status pendidikannya lebih tinggi.

3) Status Ekonomi (Pendapatan)

Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam

memenuhi kebutuhan akan kesehatan dimana tersedianya biaya untuk melakukan

opearsi. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas maupun

kualitas kesehatan sehingga ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan

keadaan kesehatan seseorang. Akan tetapi, pendapatan yang meningkat bukan

juga merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan kesehatan seseorang

menjadi memadai (Berg, 1996).

2.1.1.5. Teori Kecemasan

Cemas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan

sesuatu di luar dirinya dan meknisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan.

Menurut Stuart (2007) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang

kecemasan, antara lain:

a. Teori Psikoanalisis

Dalam pandangan psikoanalisis, cemas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili

dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

14

seseorang. Ego berfungsi mengetahui tuntutan dari dalam elemen tersebut, dan

fungsi ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Teori Interpersonal

Dalam pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut terhadap

penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga berhubungan dengan

trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan orang

yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau pun

masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas,

namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang

dan tidak cemas. Dengan demikian cemas berkaitan dengan hubungan antara

manusia.

c. Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai suatu dorongan untuk

belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Peka

tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan

dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebih sering menunjukan cemas pada

kehidupan selanjutnya.

d. Teori Keluarga

Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan cemas merupakan hal yang

biasa ditemui dalam suatu keluarga. Adanya tumpang tindih antara gangguan

cemas dan gangguan depresi.

15

e. Teori biologis

Kajian biologis menujukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepine, reseptor ini mungkin memicu cemas. Penghambatan asam

aminobuitrik-gamma neuroregulator (GABA) juga memungkinkan peran utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya

dengan endorphin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang

mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap cemas.

2.1.2. Konsep Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah proses adaptasi terhadap perasaan individu

dikarenakan masalah tertentu yang mengganggu individu itu sendiri. Dalam

konsep mekanisme koping, membahasa tentang pengertian koping, mekanisme

koping, sumber koping, dan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping.

2.1.2.1. Pengertian Koping

Koping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan

merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau

eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki

individu (Sujanto, 2006).

Koping merupakan upaya perilaku dan kognitif seseorang dalam

menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Stuart dan Laraia; 2005). Menurut

Hidayat (2004), koping adalah proses atau cara untuk berespon terhadap

lingkungan (stimulus) untuk mencapai kondisi adaptasi.

16

Dari definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa koping adalah

mekanisme koping yang berhasil, maka seseorang akan dapat beradaptasi

terhadap perubahan atau beban tersebut.

2.1.2.2. Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah suatu keadaan dimana seseorang harus

menyesuaikan diri terhadap masalah yang dihadapinya (Stuart & Laraia:2005).

Mekanisme koping merupakan perilaku pemecahan masalah yang bertujuan untuk

merendahkan ketegangan dalam kehidupan individu.

Menurut suryani dan widyasih (2008) dalam P. Rini (2012), secara garis

besar mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:

1. Mekanisme Koping Adaptif

Koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk

menghadapi keseimbangan dan menjadikan keadaan yang efektif. Adaptasi

individu yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan

melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor. Kegunaan koping adaptif

membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi

dalam memelihara dan memperkuat kesehatan fisik dan psikologi

2. Mekanisme Koping Maladaptif

Penggunaan koping yang maladaptive dapat menimbulkan respon negatif

dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal yang

tidak efektif. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi

dan menarik diri. Perilaku agresi yaitu perilaku menyerang terhadap sasaran atau

objek sedangkan perilaku menarik diri yaitu perilaku yang menunjukkan

17

pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain dan reaksi psikologisnya yaitu

individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak

berminat yang menetap pada individu.

2.1.2.3. Sumber koping

Sumber daya mengatasi pilihan atau strategi yang membantu apa yang bisa

dilakukan. Mereka memperhitungkan pilihan koping yang tersedia, kemungkinan

bahwa opsi yang diberikan akan mencapai keinginan yang sesungguhnya dan

kemungkinan bahwa orang tersebut dapat menerapkan strategi tertentu yang

efektif. Hubungan anatara kelompok, individu, keluarga, dan masyarakat adalah

model yang sangat penting untuk saat ini. Sumber daya koping lainnya termasuk

kesehatan dan energy, mendukung spiritual, keyakinan posuitif, kemampuan

pemecahan masalah dan sosial. Keyakinan spiritual dan melihat diri sendri positif

dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha

seseorang mengatasi dalam kondisi yanhg paling buruk. (Suart & Laraia:2005).

Menurut Asmadi (2008) mekanisme koping terhadap kecemasan dibagi

menjadi dua kategori :

1. Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving Strategic)

Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk megatasi atau

menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan

secara realistis. Secara ringkas pemecahan masalah ini menggunakan metode

Source, Trial and Error, Others Play and Patient (STOP).

18

2. Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mekanism)

Mekanisme pertahanan diri ini merupakan mekanisme penyesuaian ego

yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasa tidak adekuat. Beberapa ciri

mekanisme pertahanan diri antara lain:

a. Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya melindungi atau bertahan

dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung mengatasi

masalah.

b. Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu tidak

menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi.

c. Seringkali tidak berorientasi pada kenyataan.

Mekanisme pertahanan diri menurut Stuart (2007) yang sering digunakan

untuk mengatasi kecemasan, antara lain:

1) Rasionalisasi : suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan memberi

alasan yang rasional.

2) Displacement : pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang

bentuknya atau obyeknya lain.

3) Identifikasi : cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain

dan membuatnya menjadi bagian kepribadiannya, ia ingin serupa orang lain

dan bersifat seperti orang itu.

4) Over kompensasi / reaction fermation : tingkah laku yang gagal mencapai

tujuan, dan tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan melupakan dan

melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan

yang pertama.

19

5) Introspeksi : memasukan dalam pribadi sifat-sifat dari pribadi orang lain.

6) Represi : konflik pikiran, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan

paksaan, ditekan ke dalam alam tidak sadar dan sengaja dilupakan.

7) Supresi : menekan konflik, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan

secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang

menyenangkan dirinya.

8) Denial : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak

meyenangkan dirinya.

9) Fantasi : apabila seseorang, menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri

dengan berkhayal atau fantasi dan melamun.

10) Negativisme : perilaku seseorang yang selalu bertentangan atau menentang

otoritas orang lain dengan tingkah laku tidak terpuji.

11) Regresi: kemunduran karakterstik perilaku dari tahap perkembangan yang

lebih awal akibat stress.

12) Sublimasi : penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial karena

dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.

13) Undoing : tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan yang sudah

ada sebelumnya, merupakan mekanisme pertahanan primitif.

2.1.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping

Menurut Mu’tadin (2002), cara individu menangani situasi yang

mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi

kesehatan fisik atau energy, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan

sosial, dan materi.

20

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha

mengatasi stress atau kecemasan individu di tuntut untuk dapat mengerahkan

tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti

keyakinan akan nasib yang mengerhkan individu pada penilaian ketidakberdayaan

yang akan menurunkan kemampuan strategi koping .

c. Keterampilan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan

alternative tindakan kemudian mempertimbangkan alternative tersebut

sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan

rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan Sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah

laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku

dimasyarakat.

e. Dukungan Sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,

saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

21

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-baranga atau

layanan yang biasanya dapat dibeli.

2.1.3. Konsep Pre Operasi

Konsep pre operasi adalah bagian dari keperawatan perioperatif dan

merupakan persiapan awal sebelum melakukan tindakan operasi. Dalam kosep pre

operasi membahas tentang pengertian pre operasi, persiapan pre operasi, indikasi

dan klasifikasi Pembedahan, dan factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

pada pasien pre operasi.

2.1.3.1. Penegrtian Pre Operasi

Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan

perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan

perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan

berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan (Mirianti, 2011).

Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat

dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi. Kesuksesan dalam

tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini

merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan

berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada

tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi

fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan

suatu operasi (Smeltzer & Bare, 2001 ).

22

2.1.3.2. Persiapan Pre Operasi

Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya (Ilmu Bedah, 2010):

1) Persiapan fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum

operasi antara lain:

a. Status Kesehatan Fisik Secara Umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status

kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,

antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi

ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain. Selain itu

pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak

akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki

riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak akan

memicu terjadinya haid lebih awal.

b. Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat

badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan

globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di

koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk

perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami

berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama

dirawat di rumah sakit.

23

c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output

cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.

Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana

ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat-

obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.

d. Pencukuran Daerah Operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya

infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak

dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/

menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada

beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi,

misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)

harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah

yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri

agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung

pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.

e. Personal Hygiene

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena

tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan

infeksi pada daerah yang di operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat

diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih

seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal

24

hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan

kebutuhan personal hygiene.

f. Pengosongan Kandung Kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan

kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga

diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

g. Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini

sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,

seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan-

latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara lain :

a) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri

setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih

mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu

teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah

anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan

benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.

b) Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang

mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami

pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika

25

sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa

banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi

pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.

c) Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga

setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang

diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga pasien

seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah

operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut

jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti

ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka

pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan

lebih cepat kentut/ flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan

lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya

dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis

vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.

2) Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter

bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan

pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan

radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan lain-lain.

26

Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada

pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit

pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah

dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan

untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu

dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemerikasaan laboratorium

terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan

(clotting time) darah pasien, elektrolit serum, hemoglobin, protein darah, dan hasil

pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

3) Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk

keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan

pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan

untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan

yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA

(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat

dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,

peredaran darah dan sistem saraf.

4) Inform Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung

jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun

keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun

27

mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan

medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis

(pembedahan dan anastesi).

Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi

aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap

pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya

apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan,

keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya.

Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut

akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur

pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum

menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya berhak untuk

menanyakan kembali sampai betul- betul paham. Hal ini sangat penting untuk

dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/ keluarga

setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran

keluarga.

5) Persiapan Mental/ Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses

persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan

ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat

membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long,

2000). Contoh: perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan

28

misalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum

operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan

meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi

dengan adanya perubahan- perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi

dan pernafasan, gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan

yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur,

dan sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa

digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu

mengkaji hal- hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam

menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat,

tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/ support system.

2.1.3.3. Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan

Menurut Smeltzer & Bare (2001) dalam Arfian (2013), pembedahan

mungkin dilakukan untuk berbagai alasan. Alasan tersebut mungkin diagnostik,

seperti ketika dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi; dapat juga kuratif,

seperti ketika mengeksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang

mengalami inflamasi; kemungkinan juga reparative, seperti ketika harus

memperbaiki luka multiple; mungkin juga rekonstruktif atau kosmetik, seperti

ketika melakukan mammoplasti atau perbaikan wajah; atau mungkin paliatif,

seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, sebagai

contoh, ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap

ketidakmampuan untuk menelan makan.

29

Pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat urgensinya,

dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukaan, elektif, dan

pilihan disajikan dalam table berikut ini:

Tabel 2.2 Kategori Pembedahan Didasarkan Pada Urgensinya

No Klasifikasi Indikasi Contoh

1 Kedaruratan (pasien

membutuhkan perhatian

segera, gangguan mungkin

mengancam jiwa)

Tanpa ditunda Perdarahan hebat, obstruksi kandng

kemih atau usus, fraktur tulang

tengkorak, luka tembak atau tusuk,

dan luka bakar sangat luas.

2 Urgen(pasien membutuhkan

perhatian segera)

Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih akut dan

Batu ginjal atau batu pada uretra.

3 Diperlukaan (pasien harus

menjalani pembedahan)

Direncanakan dalam

beberapa minggu atau

bulan

Hiperplasia prostat tanpa obstruksi

kandung kemih, gangguan tiroid, dan

Katarak.

4 Elektif (pasien harus

dioperasi ketika diperlukan)

Tidak dilakukan

pembedahan, tidak

terlalu membahayakan

Perbaikan eskar, hernia sederhana,

dan perbaikan vaginal.

5 Pilihan (keputusan terletak

pada pasien)

Pilihan pribadi Bedah kosmetik.

(Sumber : Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Arfian 2013)

2.1.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre

Operasi.

Menurut Saharon, et.all (2000) dalam Arfian (2013), faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi antara lain :

1) Nyeri dan Ketidaknyamanan (Pain And Discomfort)

Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi akibat

pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan meyakinkan kepada

pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan tanpa diberikan anastesi terlebih

dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien

merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri pada

30

daerah perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre

operasi.

2) Ketidaktahuan (Unknow)

Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang

umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang pembedahan.

3) Kerusakan atau Kecacatan (Mutilation)

Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh merupakan

salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi tetapi juga pada operasi-

operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh pasien sebagai suatu yang sangat

mengganggu body image.

4) Kematian (Death)

Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : ketika pasien

mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan mempunyai resiko yang

cukup besar pada tubuh sehingga akan menyebabkan kematian.

5) Anestesi (Anesthesia)

Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak akan sadar,

tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek

samping dari pembiusan seperti kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan

kontrol ketika dalam keadaan tidak sadar.

31

2.2. Kerangka Teori

Faktor Eksternal:

1. Ancaman terhadap

integritas biologi ;

Nyeri dan

ketidaknyamanan,

kerusakan atau

kecatatan, anastesi.

2. Ancaman terhadap

konsep diri seperti

proses kehilangan

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kecemasan

Faktor Internal:

1. Umur

2. Pendidikan

(Ketidaktahuan)

3. Status Ekonomi

Tingkat

Kecemasan:

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Panik

Pasien Pre Operasi

Mekanisme Koping

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Mekanisme Koping

1. Kesehatan Fisik

2. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif

3. Keterampilan Memecahkan Masalah

4. Keterampilan Sosial

5. Dukungan Sosial

6. Materi

32

2.3. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

2.4. Hipotesis

Berdasarkan masalah yang ada maka penulis merumuskan hipotesis sebagai

jawaban sementara yaitu:

Ho: Tidak ada hubungan antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre

operasi

H1: Ada hubungan antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi.

Kecemasan Pasien Pre

operasi Mekanisme Koping