bab i pendahuluan a. latar belakang masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung...

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang-orang Arab yang sekarang tinggal di Nusantara mayoritas berasal dari Hadramaut Yaman, hanya sedikit di antara mereka yang datang dari Maskat, di tepian Teluk Persia, Suriah, Mesir, atau dari pantai timur Afrika (Van den Breg, 1989: 1). Orang-orang Arab yang berasal dari Hadramaut tersebut dikenal dengan sebutan Hadhrami. Kedatangan orang-orang Hadhrami ke Indonesia terbagi menjadi 4 gelombang (Bahafdullah, 2000: 167-171). Gelombang pertama dimulai sejak abad ke-12 M, yaitu sejak kedatangan golongan Alawiyyin dari marga Syahab ke Siak. Golongan Alawiyyin adalah orang-orang yang bernasab kepada Rasulullah SAW (Alkaf, 2014: 277). Alawiyyin dikenal pula dengan sebutan Bani Alawi, Ali bin Alawi, Ba‟alwi atau secara personal mereka disebut Habib, Sayyid, Syarif untuk laki-laki, dan Hababah, Sayiddah, Syarifah untuk perempuan (selanjutnya penelitian ini menggunakan istilah Alawiyyin). Dinamakan Alawiyyin karena mereka adalah keturunan Alwi bin Ubaidillah yang nasabnya bersambung dengan cucu Rasulullah yaitu al-Imam Husain (Aidid, 1999: 19). Adapun di Indonesia, mereka biasanya bermarga Syahab, Yahya, Qurais, Habsyi, dan lain sebagainya. Misi kedatangan gelombang pertama ini adalah untuk mendakwahkan ajaran Islam.

Upload: others

Post on 08-Sep-2019

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orang-orang Arab yang sekarang tinggal di Nusantara mayoritas berasal

dari Hadramaut Yaman, hanya sedikit di antara mereka yang datang dari Maskat,

di tepian Teluk Persia, Suriah, Mesir, atau dari pantai timur Afrika (Van den Breg,

1989: 1). Orang-orang Arab yang berasal dari Hadramaut tersebut dikenal dengan

sebutan Hadhrami.

Kedatangan orang-orang Hadhrami ke Indonesia terbagi menjadi 4

gelombang (Bahafdullah, 2000: 167-171). Gelombang pertama dimulai sejak abad

ke-12 M, yaitu sejak kedatangan golongan Alawiyyin dari marga Syahab ke Siak.

Golongan Alawiyyin adalah orang-orang yang bernasab kepada Rasulullah SAW

(Alkaf, 2014: 277). Alawiyyin dikenal pula dengan sebutan Bani Alawi, Ali bin

Alawi, Ba‟alwi atau secara personal mereka disebut Habib, Sayyid, Syarif untuk

laki-laki, dan Hababah, Sayiddah, Syarifah untuk perempuan (selanjutnya

penelitian ini menggunakan istilah Alawiyyin). Dinamakan Alawiyyin karena

mereka adalah keturunan Alwi bin Ubaidillah yang nasabnya bersambung dengan

cucu Rasulullah yaitu al-Imam Husain (Aidid, 1999: 19). Adapun di Indonesia,

mereka biasanya bermarga Syahab, Yahya, Qurais, Habsyi, dan lain sebagainya.

Misi kedatangan gelombang pertama ini adalah untuk mendakwahkan ajaran

Islam.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

2

Migrasi gelombang kedua orang-orang Hadhrami ke Indonesia terjadi

pada awal abad ke-18 M di Cirebon yang terdiri dari marga Assegaf, al-Habsyi,

al-Hadad, al-Aydrus, al-Atas, al-Jufri, Syahab, Jamalulail, al-Qadri, Basyaiban,

dan bin Yahya (Bahafdullah, 2000: 168). Adapun, misi utama kedatangan

gelombang kedua ini masih sama dengan gelombang pertama, yaitu untuk

mendakwahkan ajaran Islam.

Pada awal abad ke-19 M, disusul kedatangan orang-orang Hadhrami

gelombang ketiga yang mayoritas adalah non-Habaib atau yang disebut dengan

Ghabili. Misi utama mereka lebih banyak dalam bidang sosial, ekonomi di

samping agama itu sendiri (Bahafdullah, 2000: 170). Ghabili adalah golongan

sultan dan kepala Qabila beserta pendukungnya yang biasanya bergelar al-Katiri,

Baswedan, Sungkar, Thalib, Abdul Aziz (Muhandis, 2013: 323).

Migrasi orang-orang Hadhrami gelombang keempat terjadi pada abad ke-

20 M (Bahafdullah, 2000: 171). Migrasi orang-orang Hadhrami ke Indonesia

disebabkan karena terjadinya kemelut politik dan keamanan yang menyebabkan

peperangan sehingga menyebabkan hancurnya sendi-sendi sosial, budaya, politik,

hukum, dan keamanan. Hal ini yang menjadi faktor utama hijrahnya orang-orang

Hadhrami ke Indonesia.

Orang-orang Hadhrami yang bermigrasi ke Indonesia menyebar ke seluruh

penjuru Nusantara untuk menetap dan melangsungkan kehidupannya. Pada

umumnya mereka tinggal berkelompok di perkampungan Arab yang tersebar

diberbagai wilayah di Jawa seperti: Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta

(Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan),

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

3

Yogyakarta (Kauman), Probolinggo (Diponegoro), dan Bondowoso, serta

berbagai wilayah di luar Jawa seperti Palembang, Banda Aceh, Makasar, Ambon,

Kupang, dan Papua (Bulkia, 2012: 1).

Di Surakarta, orang-orang Hadhrami ini ditempatkan secara berkelompok.

Penempatan secara berkelompok ini sudah diatur sejak masa kerajaan yang tak

lepas dari kebijakan kolonial Belanda untuk mempermudah pengurusan bagi etnis

asing dan agar terwujudnya ketertiban dan keamanan (Zunainingsih, 2010: 18).

Mayoritas keturunan Arab Hadhrami di Surakarta melangsungkan

hidupnya di berbagai kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon.

Diperkirakan, mereka mulai datang di Pasar Kliwon sejak abad ke-19 M

(Zunainingsih, 2010: 18). Belum dapat dipastikan dari marga Arab Hadhrami

yang manakah yang pertama menginjakkan kaki di Pasar Kliwon, akan tetapi

berdasarkan observasi yang dilakukan, mayoritas etnis keturunan Arab Hadhrami

berada di Kecamatan ini.

Kecamatan Pasar Kliwon terbagi menjadi sembilan kelurahan. Dari

sembilan kelurahan yang ada, mayoritas keturunan Arab menempati tiga wilayah,

yaitu: Kelurahan Semanggi, Kelurahan Kedung Lumbu, dan Kelurahan Pasar

Kliwon. Kesimpulan tersebut berdasarkan data persebaran masyarakat keturunan

Arab di kelurahan-kelurahan yang ada di Kecamatan Pasar Kliwon (data terlampir

dalam lampiran 5). Secara kuantitasnya, Kelurahan Pasar Kliwon berada diurutan

ketiga terbanyak penduduk keturunan Arabnya, akan tetapi ditinjau dari segi

aktifitas atau tradisi yang diselenggarakan keturunan Arab, Kelurahan Pasar

Kliwon menjadi pusat kegiatan keturunan Arab di Surakarta. Hal ini terbukti dari

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

4

adanya serangkaian tradisi yang ada di kelurahan ini, seperti peringatan Haul

Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi di Masjid Riyadh setiap tanggal 20 Rabi’ul-

Akhir yang sekaligus menjadi agenda tahunan pemerintah Kota Surakarta. Acara

Haul ini diselenggarakan guna memeringati meninggalnya ulama tersebut. Habib

Ali bin Muhammad al-Habsyi adalah ulama‟ besar pengarang Kitab Maulid

Simtuddurar. Kitab ini yang menjadi bacaan rutin oleh sebagian umat muslim di

majelis-majelis peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Acara ini

diselenggarakan oleh anak keturunan Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Hal

Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Kelurahan Pasar Kliwon. Di Kelurahan ini

pula terdapat suatu masjid yang penamaannya diambil dari nama suatu marga

Arab Hadhrami dari golongan Alawiyyin, yaitu masjid Assegaf. Hal inilah yang

menjadi pendorong diadakannya penelitian mengenai keturunan Arab Hadhrami

golongan Alawiyyin di Surakarta.

Masyarakat Hadhrami secara tradisional terbagi dalam sistem yang disebut

sebagai “sistem stratifikasi sosial ascriptive” yang memengaruhi hampir setiap

aspek kehidupan, termasuk pekerjaan (Burja (1967) dalam Keshes (2007: 21).

Sistem stratifikasi ini mengatur masyarakat Hadhrami dalam kelompok-kelompok

yang berbeda menurut banyaknya nenek moyang termasyhur (Kesheh, 2007: 21).

Jadi, stratifikasi ini diurutkan berdasarkan banyaknya nenek moyang meraka yang

menjadi tokoh masyarakat. Stratifikasi ini menentukan status sosial dan

melahirkan tata krama pergaulan di lingkungannya, akan tetapi sistem stratifikasi

ini telah runtuh pada abad ke-19 (Kesheh, 2007: 25).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

5

Penggolongan tingkatan sosial tertinggi masyarakat keturunan Arab

Hadhrami dipegang oleh golongan Sayyid; kedua, Masha’ikh (sarjana), dan

Ghabili (anggota suku); ketiga, Masakin (orang miskin), dan Dhuafa (tidak

mampu) (Kesheh, 2007: 21-23). Golongan Sayyid adalah kelompok elit sosial dan

religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW

melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh memegang

kepemimpinan religius dan Ghabili berperan dalam mengawasi sebagian besar

daerah pedalaman, membawa senjata dan dianggap kurang saleh (Kesheh, 2007:

23). Adapun, profesi Masakin mencakup pedagang, tukang, seniman, lalu diikuti

oleh Dhuafa semacam pegrajin tanah liat (tukang bangunan, pembuat barang

tembikar, dan buruh kasar) (Kesheh, 2007: 23).

Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada para Sayyid atau yang dikenal

dengan istilah golongan Alawiyyin (seterusnya penelitian ini menggunakan istilah

Alawiyyin). Pemfokusan ini dilatarbelakangi karena ada dari golongan Alawiyyin

yang menjadi tokoh masyarakat seperti guru, mubaligh, dan dai yang berpengaruh

dan dihormati oleh masyarakatnya, seperti yang berada di Kota Surakarta yaitu,

Habib Anis bin Ali al-Habsyi, Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf, Habib

Novel al-Aydrus.

Golongan Alawiyyin adalah golongan yang mengaku keturunan

Rasulullah SAW melalui cucunya Husain yang merupakan putra dari putri

Rasulullah SAW yang bernama Fatimah az-Zahra yang menikah dengan Ali bin

Abi Thalib. Melalui generasi kedelapan dari keturunan Putri Rasulullah SAW

yang bernama Ahmad bin Isa al-Muhajir (seorang emigran) ini keturunan mereka

berkembang (Bahafdullah, 2010: 198), (Aidid, 1999: 19).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

6

Menurut petugas pencatatan nasab keturunan Arab Hadhrami dari

golongan Alawiyyin, terdapat 200 marga Alawiyyin di seluruh dunia, akan tetapi

yang berada di Indonesia sebanyak 68 marga saja (Ahmad Muhammad al-Atas,

wawancara, 29 Juli 2015 jam 10.45). Adapun kaitannya di Kelurahan Pasar

Kliwon, penelitian ini menemukan sebanyak 21 marga Alawiyyin dan 16 marga

non-Alawiyyin yang mencantumkan nama marganya di Kartu Keluarga yang

terdapat di kantor Kelurahan Pasar Kliwon (data terlampir dalam lampiran 4).

Masyarakat Keturunan Arab Hadhrami Pasar Kliwon walaupun hidup

membaur dengan masyarakat pribumi, mereka masih tetap memegang teguh

tradisi pemargaan keturunannya. Tradisi pemargaan ini dipertahankan agar

mereka tidak lupa dengan leluhur mereka. Tradisi pemargaan ini merupakan suatu

identitas yang tidak terpisahkan bagi mereka. Mereka mempertahankan tradisi

pemargaan ini melalui pencantuman nama marga pada akhir nama dirinya.

Nama merupakan sesuatu yang selalu disebut dan dipahami sebagai kata,

istilah, atau ungkapan yang digunakan untuk mengenali seseorang atau sesuatu

dari yang lainnya (Widodo, 2012: 1). Nama juga dapat menceritakan sesuatu

kisah, sejarah, kejadian, dan peristiwa sesuatu dengan lebih jelas (Crystal dalam

Widodo dan Suyatno, 2013: 2). Di samping itu, nama menyimpan harapan, doa,

cita-cita leluhur, orang tua, dan pihak pemberi nama (Widodo (2010) dalam

Widodo dan Suyatno, 2013: 2). Adapun, Sibarani (2004: 108) menambahkan

bahwa nama adalah penanda identitas yang dapat meperlihatkan budaya. Dengan

demikian, nama memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Nama terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah marga.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

7

Marga “nama keluarga/kerabat” adalah nama yang diberikan kepada

seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilineal atau garis

keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang (Sibarani, 2004:

111). Marga juga dapat menujukkan ciri sebagai pengenal seseorang yang

menunjukkan asal-usul keluarga yang biasanya diletakkan di belakang nama diri.

Nama marga keturunan Arab Hadhrami memiliki makna dan maksud yang

bervariasi. Makna dan maksud yang terdapat dalam nama marga tersebut dapat

menyimpan doa, pengharapan, kisah, peristiwa, ataupun sejarah kehidupan. Selain

itu, pada setiap nama marga dapat mengandung makna yang dikaitkan dengan

suatu kepercayaan, seperti legenda, dan mitos.

Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilineal) yang

selanjutnya diteruskan kepada anak keturunannya. Nama marga ini menjadi suatu

penanda identitas yang tidak dapat dipisahkan dikalangan keturunan Arab

Hadhrami. Nama marga bagi masyarakat Hadhrami merupakan suatu rujukan

untuk menentukan asal-usul garis keluarga. Jika Seorang masyarakat Hadhrami

mempunyai marga, maka mereka tidak perlu bingung-bingung apabila mencari

sanak saudaranya. Melalui marga ini pula seorang keturunan Arab Hadhrami bila

ingin menikah maka akan dipertimbangkan marganya, karena marga ini

menentukan stratifikasi sosial seseorang seperti yang sudah dijelaskan pada

paragraf sebelumnya.

Masyarakat Arab Hadhrami sangat menjujung tinggi tradisi pemargaan.

Tradisi pemargaan keturunan Arab Hadhrami ini melalui berbagai proses. Proses

penentuan marga dimulai sejak pernikahan. Salah satu bentuk perkawinan yang

masih berlaku pada sebagian masyarakat Arab Hadhrami adalah sistem

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

8

perkawinan endogami. Aturan yang ditetapkan mereka berdasarkan prinsip

patrilineal yang apabila seorang perempuan keturunan Arab Hadhrami menikah

dengan non-Arab maka garis keturunannya akan terputus, karena mengikuti garis

keturunan dari ayah. Adapun, bagi laki-laki keturunan Arab Hadhrami penarikan

garis keturunan masih tetap pada pihak mereka walaupun mereka menikah dengan

keturunan non-Arab. Melaui tradisi perkawinan inilah nama marga seseorang

keturunan Arab Hadhrami ditentukan.

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa

penelitian yang mempunyai kaitan yang penting dan relevan terhadap penelitian

ini sehingga memberika gambaran wacana penelitian. Pertama, penelitian oleh

Rustiani (2014) yang berjudul “Nama Keturunan Arab di Kelurahan Pasar Kliwon

Surakarta: Sebuah Tinjauan Morfologi”. Penelitian tersebut memfokuskan

kajiannya untuk mengetahui bentuk nama keturunan Arab di Pasar Kliwon secara

morfologis. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa nama keturunan Arab di

Kelurahan Pasar Kliwon Surakarta berbentuk ismul-‘alam mufrad, ismul-‘alam

murakkab, ismul-‘alam jinsiy, ismul-‘alam kunyah, ismul-‘alam murtajal dan

ismul-‘alam manqu>l yang dapat berbentuk fi’il, shifah, ismul fa>’il, ismu’t-tafdhi>l,

dan mashdar.

Kedua, penelitian oleh Widodo (2013) yang berjudul “Konstruksi Nama

Orang Jawa: Studi Kasus Nama-nama Modern di Surakarta”. Penelitian tersebut

meneliti nama dari jumlah elemen penyusunnya. Penelitian tersebut menemukan

bahwa kecenderungan nama modern disusun dari lebih satu unsur nama walaupun

masih ada juga yang terdiri dari satu unsur saja. Penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa pemahaman mengenai proses kontruksi nama Jawa sangat penting untuk

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

9

mengetahui selera budaya, keinginan, harapan, dan cita-cita masyarakat yang

terus berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Muhandis (2013) yang berjudul

“Relasi Bahasa Arab dengan Strata Sosial Masyarakat dan Implikasinya Terhadap

Kehidupan Sosial, Ekonomi, Politik, dan Agama (Kajian Sosiolinguistik pada

Masyarakat Tutur Arab Keturunan di Kelurahan Kauman Pekalongan Timur”.

Penelitian tersebut menunjukkan adanya strata sosial masyarakat Arab keturunan

di Kelurahan Pekalongan Timur yang berimplikasi pada pola penggunaan bahasa

Arab, kehidupan sosial, politik, dan keagamaan.

Keempat, penelitian Sinaga (2010) yang berjudul “Makna Nama Orang

pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige”. Skripsi tersebut

mendiskripsikan makna nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan

Balige yang menyangkut proses pemberian nama, jenis nama orang, dan makna

nama orang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemberian nama orang

pada msyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige dilakukan dengan cara adat

istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran hingga pemberian

nama. Jenis nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige yaitu

pranama, goar sihadakdanahon, panggoaran goar-goar dan marga. Nama-nama

yang ada di sana mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Di

samping itu, nama-nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige

mengandung nilai pragmatis, yaitu: konotasi formal, konotasi non formal,

konotasi kelaki-lakian dan konotasi kewanitaan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

10

Kelima, penelitian oleh Sibarani (2004) yang berjudul “Makna Nama

dalam Budaya Batak Pakpak-Dairi”. Penilitian yang dituliskan dalam bukunya

yang berjudul “Antropolinguistik” dapat disimpulkan bahwa nama-nama

masyarakat Batak Pakpak-Dairi terbagi atas lima jenis nama, yaitu pranama, nama

sebenarnya/sejak lahir, teknonim, nama julukan, dan marga. Adapun, makna

namanya terbagi menjadi tiga jenis makna, yaitu: makna situasional,

pengharapan, dan kenangan.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian tentang marga

keturunan Arab di Indonesia belum pernah dilakukan. Ditambah lagi, penelitian

tentang nama khususnya marga masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan

pelbagai kajian atau penelitian lain dalam bidang bahasa, sosial, dan budaya. Hal

itu mendorong penulis untuk melakukan penelitian di bidang tersebut dengan

judul, Nama Marga Keturunan Arab Hadhrami di Pasar Kliwon Surakarta:

Kajian Antropolinguistik. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki posisi penting

bagi pengembangan studi ilmu bahasa dan kebudayaan, karena bahasa dan budaya

tidak pernah berdiri sendiri, keduanya saling memengaruhi karena kebudayaan

suatu daerah dapat dipelajari melalui bahasanya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis

maupun teoritis. Adapun, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terbagi

menjadi empat poin, pertama, menambah sumbangsih dari kajian semantik

tentang penamaan. Kedua, mengembangkan kajian antropolinguistik yang selama

ini kurang mendapat perhatian dari kalangan bahasawan maupun antropolog.

Ketiga, memberi gambaran tentang fenomena pemargaan keturunan Arab

Hadhrami di Pasar Kliwon Surakarta. Keempat, kajian ini dapat membuka

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

11

wawasan masyarakat luas tentang manfaat penggunaan marga yang selama ini

belum banyak diketahui masyarakat pada umumya.

B. Perumusan Masalah

Masalah utama yang diungkap dalam penelitian ini yang pertama ialah

kategorisasi nama marga keturunan Arab Hadhrami di Pasar Kliwon Surakarta.

Perspektif ini merupakan piranti analisis bahasa yang menangkap secara kritis

berbagai gejala kebahasaan yang berkaitan dengan bentuk nama marga Arab

Hadhrami khususnya di bidang morfologi yang ditinjau dari unsur penyusun dan

pola. Kedua, mengungkap sistem pemargaan keturunan Arab Hadhrami yang

mengungkap aspek penamaan dan pemaknaannya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini yang pertama adalah mendeskripsikan

sistem kebahasaan pada marga keturunan Arab Hadhrami Pasar Kliwon yang

menitikberatkan kajiannya pada pengkategorisasian marga tersebut khususnya

dalam bidang morfologi yang ditinjau dari unsur penyusun dan polanya. Kedua,

mendeskripsikan sistem pemargaan melalui aspek penamaan dan pemaknaan yang

terkandung di dalamnya sebagai bentuk perekam peristiwa dan karakter dari

keturunan Arab Hadhrami.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

12

D. Pembatasan Masalah

Terdapat sembilan kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon. Dari sembilan

kelurahan yang ada, penelitian ini menfokuskan kajiannya pada Kelurahan Pasar

Kliwon. Hal tersebut didasari karena Kelurahan Pasar Kliwon merupakan

perkampungan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat keturunan Arab di Kota

Surakarta. Selain itu, penelitian ini juga menfokuskan kajiannya pada keturunan

Arab Hadhrami dari golongan Alawiyyin saja. Hal ini didasari karena masyarakat

keturunan Arab tidak hanya dari golongan Alawiyyin saja (seperti yang sudah

dijelaskan di latar belakang masalah).

Adapun, untuk pengefisiensi kalimat, penyebutan “Kelurahan Pasar

Kliwon Surakarta” disingkat dengan KPKS agar pembahasan pada penelitian ini

menjadi efektif. Penelitian ini juga membatasi kajiannya pada nama-nama marga

keturunan Arab Hadhrami yang ditinjau dari jumlah kata, pola, penamaan dan

pemaknaan marga yang terdapat dalam tradisi pemargaan keturunan Arab

Hadhrami di Pasar Kliwon Surakarta.

E. Landasan Teori

Penelitian ini melandasi kajiannya dengan teori-teori linguistik murni dan

teori multidisiplin yaitu antropolinguistik. Dari segi linguistik murni, penelitian

ini mengkaji nama marga dari segi morfologi kata yang menfokuskannya pada

pembahasan pembentukan suatu kata. Adapun dari bidang semantik, penelitian ini

mengkaji nama marga dengan teori-teori penamaan. Dari bidang

antropolinguistik, penelitian ini melandasi penelitiannya dengan teori pemaknaan

untuk mengkaji nama marga keturunan Arab Hadhrami Pasar Kliwon Surakarta.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

13

1. Morfologi

Secara etimologi, kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti

„bentuk‟ dan kata logi yang berarti „ilmu‟. Menurut Kridalaksana dalam Kamus

Linguistik (2008: 159) morfologi adalah (1) bidang linguistik yang mempelajari

morfem dan kombinasi kombinasinya; (2) bagian dari struktur bahasa yang

mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem. Di samping itu, menurut

Asrori (2004: 22) morfologi membahas pembentukan kata. Jadi, morfologi adalah

sebuah ilmu bahasa yang mengkaji tentang seluk-beluk pembentukan kata.

a. Pembentukan kata

Pembentukan kata dalam berbagai bahasa memiliki dua sifat, pertama

membentuk kata-kata yang bersifat inflektif (infleksi) dan kedua yang bersifat

derivatif (derivasi) (Chaer, 2008: 170). Adapun, penjelasannya sebagai berikut.

1) Infleksi

Menurut Kridalaksana (2008: 93), infleksi (inflection) adalah (1)

perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal;

(2) unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menujukkan

hubungan gramatikal.

Al-Khuli (1982: 131) dalam bukunya A Dictionary of Theoretical

Linguistics (English-Arabic) menyebutkan bahwa infleksi adalah:

عالقتها بسواىا.ى وظيفتها في الجملة و : إضافة زوائد الكلمة لتدّل علتصريفال a’t-Tashri>fu: idha>fatu zawa>’idi’l-kalimati litadulla ‘ala > wazhi>fatiha> fi> al-jumlati wa ‘ala>qatiha> bisiwa>ha>.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

14

„Infleksi adalah menambahkan beberapa huruf tambahan

kepada satu kata dengan tujuan merubah fungsinya dalam

kalimat dan hubungannya dengan kata-kata sebelumnya‟.

Alat atau unsur yang ditambahkan pada kata dapat berupa afiks

yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks, atau dapat juga berupa

modifikasi internal, yaitu perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.

2) Derivasi

Derivasi (derivation) adalah proses pengimbuhan afiks non-

inflektif pada dasar untuk membentuk kata (Kridalaksana, 2008: 47).

Dalam bahasa Arab, istilah derivasi dikenal dengan تقاق شإ isytiqa>q.

Adapun, definisi isytiqa>q menurut al-Khuli (1982: 70).

مثل )كاتب( المشتقة قاق: تكوين كلمة أخرى تتحد معها في الجذر,اإلشت. ويكون اإلشتقاق عادة بإضافة writeمنالمشتقة writer ( ومن )كتب

.زائدة واحدة أو أكثر إلى الجذر أو الساق

al-Isytiqa>qu: takwi>nu kalimatun ukhra> tattachidu ma’aha> fi> al-judzri, mitslu (ka>tibun) al-musytaqatu min (kataba) wa writer al-musytaqqatu min write. Wa yaku>nu al-isytiqa>qu ‘a>datan bi idha>fati za>’idatin wachi>datin aw aktsaru ila> al-judzri aw a’s-sa>qi.

‘Derivasi adalah pembentukan satu kata baru yang serupa

dengan kata sebelumnya ditinjau dari akar kata

pembentukannya, seperti kata (ka>tibun) yang dibentuk dari

kata (kataba), sama halnya seperti kata writer yang dibentuk

dari kata write. Biasanya pembentukan kata derivasi yaitu

dengan menambahkan satu huruf tambahan atau lebih pada

akar katanya’.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

15

Menurut Ni‟mah (1988) dan al-Ghulayaini (2007), bentuk kata dalam

bahasa Arab terbagi menjadi dua, yaitu ismul-ja>mid dan ismul-musytaq.

a) Ismul-ja>mid merupakan ism (nomina) yang tidak terbentuk dari fi’il

(verba) (Ni‟mah, 1988: 33). Adapun, ismul-ja>mid menurut Busyro

(2007: 189) adalah kata yang tidak dibentuk dari kata lainnya. Ismul-

ja>mid terbagi ke dalam dua jenis, yaitu Ismul-dza>t dan ismul-

ma’na>/masdhar.

1) Ismul-dza>t adalah nomina yang tidak muncul darinya kata kerja

semakna, contohnya /rajulun/ „laki-laki‟, /nahrun/ „sungai‟.

2) Ismul-ma’na>/mashdar yaitu sesuatu yang menunjukkan peristiwa

atau kejadian yang tidak disertai dengan penunjukkan waktu.

Contohnya /adlun/ „adil‟, /ijtiama>’un/ „perkumpulan‟.

Bentuk masdhar secara sima>’i mempunyai beberapa pola,

diantaranya adalah pola dari mashdar fi’il tsula>tsi mujarrad yaitu:

/fi’a>latun/, /fa’ala>nun/, /fu'latun/, /fu’a>lun/, dan /fi’a>lun/ (Ni’mah,

1988: 31). Adapun, masdhar secara qiya>si dari fi’il ruba>’i yang

berasal dari bentuk /af’ala/, maka masdharnya berpola /if'a>lun/; jika

berbentuk /fa’’ala/, maka berpola /taf’i >lun/; jika berbentuk fi’il

mu’tal akhir, maka masdharnya berpola /taf’alatun/; selain itu, jika

berasal dari fi’il mahmu>z a>khir, maka berpola /taf’i >lun/ atau

/taf’ilatun/; Jika berbentuk /fa>’ala/, maka masdharnya /fi’a>lun/ atau

/mufa>’alatun/; jika berbentuk /fa’lala/, maka masdharnya berpola

/fa’lalatun/ atau /fi’la >lun/ (Ni’mah, 1988: 32-33).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

16

2) Ismul-musytaq adalah sesuatu yang dibentuk dari kata kerja yang

menujukkan pada yang disifati dengan sifatnya. Ada 7 macam ismul-

musytaq, yaitu: ismul-fa>’il, ismul-maf’u>l, shifah musyabbahah,

ismu’t-tafdhi>l, ismu’z-zama>n, ismul-maka>n, dan ismul-a>lat (Ni’mah,

1988: 38).

1) Ismul-fa>’il adalah nomina untuk menunjukkan atas pelaku yang

melakukan pekerjaan (Ni‟mah, 1988: 38). Bentuk ismul-fa>’il

apabila berasal dari fi’il tsula>tsi mujarrad mengikuti wazan (pola)

/fa>’ilun/. Apabila berasal dari selain fi’il tsula>tsi muthlaq, wazan

ismul-fa>’il sesuai dengan wazan fi’il mudha>ri’, dengan mengganti

churuful-mudha>ra’ah mim madhmu>mah dan mengkasrah harakat

huruf sebelum akhir, contohnya /yuqa>tilu/ „berperang‟ menjadi

/muqa>tilun/ „orang yang berperang‟ (Ni‟mah, 1988: 40).

Bentuk lain dari ismul-fa>’il adalah shiyaghul-muba>laghah

yang berfungsi untuk menguatkan atau menyangatkan arti yang

berasal dari wazan /fa’’a>lun/ (Ni‟mah, 1988: 42). Secara sima>’i,

bentuk ini memiliki lima pola, yaitu: /fa’’a>lun/, contoh /chajja>run/

„maha perkasa‟; /mif’a>lun/, contoh /mifdha>lun/ ‘sangat

bermanfaat‟; /fa’u>lun/, contoh /syaru>bun/ „sangat banyak minum‟;

/fa’i>lun/, contohnya /ali>mun/ „maha mengetahui‟; /fi’ilun/, contoh

/chidzirun/ „sangat berhati-hati‟; (Ni‟mah, 1988: 42)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

17

2) Isim maf’u>l adalah nomina yang dibentuk dari fi’il mabni majhu>l

untuk menunjukkan kepada sesuatu yang menimpa kepadanya

perbuatan (Ni‟mah, 1988: 43). Bentuk ism maf’u>l dari fi’il tsula>tsi

mujarrad mengikuti wazan /maf’u>lun/, contohnya /masmu>’un/.

Adapun, bentuk ism maf’u>l dari yang berasal fi’il kecuali fi’il

tsula>tsi mengikuti wazan mudha>ri’ yakni mengganti huruf

mudha>ra’ah dengan mi>m dan mengharakati fatchah sebelum akhir.

Contohnya /yughliqu/ „ditutup‟ menjadi /mughlaqan/ ‘yang

ditutup‟.

3) Shifah musyabbahah bi ismil-fa>’il adalah ism yang dibentuk dari

fi’il yang tidak memiliki maf’u>l bih (fi’il tsula>si lazim) yang

memiliki arti sifat yang tetap dimiliki oleh fa>’il (Ni‟mah, 1988: 46).

Shifah musyabbahah bi ismil-fa>’il yang berasal fi’il la>zim terdiri

dari tiga pola, yaitu: /fa’ila/, /fa’ula/, dan /fa’ala/. Adapun, shifah

musyabbahah bi ismil-fa>’il yang berasal dari pola /fa’ila/ yaitu:

/fa’ilun/, misalnya /farichun/ „bahagia‟; /af’alun/, misalnya

/achmarun/ „merah‟, dan bentuk mu’annats-nya yaitu: /fa’la>’u/,

misalnya /chasna>’u/; /fa’la>nu/ misalnya /jau’a>nu/ „lapar‟, dan

bentuk mu’annats-nya yaitu: /fu’la>/. Selain itu, shifah

musyabbahah bi ismil-fa>’il yang berasal dari pola /fa’ula/ yaitu:

/fa’i>lun/, misal /kari>mun/ ‘sangat mulia’; /fa’lun/ misalnya /sahlun/

‘mudah‟; /fu’a>lun/, misalnya /syuja>’un/ „berani‟; /fa’alun/ misalnya

/chasanun/ „bagus‟; /fu’lun/, misalnya /chulwun/ ’manis’. Adapun

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

18

yang berasal dari pola /fa’ala/ jumlah shifah musyabbahah bi ismil-

fa>’il-nya sangat sedikit, pola tersebut beragam, contohnya

/thayyibun/.

4) Ismu’t-tafdhil adalah ism bentukan yang berwazan /af’alu/ yang

menunjukkan kepada dua hal yang berserikat, salah satu

mempunyai arti lebih dari yang lain (Ni‟mah, 1988: 49). Adapun,

contoh kata yang mengikuti wazan ism tafdhil yaitu, /akbaru/.

Adapun, wazan dalam bentuk mu’annatsnya yaitu /fa’la>/,

contohnya /a’la/>

5) Ismu’z-zama>n adalah ism yang dibentuk dari fi’il dan

menunjukkan makna waktu terjadinya peristiwa, contohnya

/maw’idun/ (Ni‟mah, 1988: 51).

6) Ismul-maka>n adalah ism yang dibentuk dari fi’il dan menunjukkan

makna tempat terjadinya peristiwa, /mal’abun/ (Ni‟mah, 1988: 51).

Bentuk pola dari ismu’z-zama>n dan ismul-maka>n sama.

Apabila pola tersebut berasal dari fi’il tsula>tsi dapat mengikuti

bentuk, pertama, /maf‟alun/, contoh /mal’abun/ ‘tempat bermain’,

kedua, /maf’ilun/, contoh /maw’idun/ „pertemuan‟. Adapun yang

berasal dari selain fi’il tsula>tsi yaitu, /mif’alatun/, contohnya

/miknasatun/ „sapu‟.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

19

7) Ismul-a>lat adalah ism yang dibuat untuk menunjukkan alat yang

digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan (Ni‟mah, 1988: 53).

Bentuk ismul-a>lat dari fi’il muta’adi (transitif) mempunyai tiga

bentuk: /mif’a>lun/, contoh /mifta>chun/ „alat untuk membuka‟;

/mif’alun/, contoh /mibradun/ „alat pendingin‟, dan /mif’alatun/,

contoh /mil’aqatun/ „sendok‟.

b. Objek kajian morfologi

Istilah morfem (morpheme) dalam bahasa Arab dikenal dengan /murfi>m/

(al-Khuli, 1982: 174). Morfem-morfem ada yang mengalami proses afiksasi

berupa pengimbuhan afiks. Menurut Verhaar (2010: 107) afiks terbagi menjadi

empat.

1) Prefiks, yaitu pengimbuhan di sebelah kiri kata dasar yang disebut

proses “prefiksasi”. Contoh: أكتب /aktubu/. Huruf hamzah (ء) di awal

kata /aktubu/ adalah prefiks.

2) Sufiks, yaitu pengimbuhan di sebelah kanan kata dasar yang disebut

dengan proses sufiksasi. Contoh كتبت /katabtu/. Huruf ta> (ت) di akhir

kata /katabtu/ merupakan sufiks.

3) Infiks, pengimbuhan dengan penyisipan di tengah/di dalam kata dasar

itu yang disebut dengan proses “infiksasi” Contoh كاتب /ka>tibun/. Huruf

alif (ا) yang terletak di tengah kata /ka>tibun/ adalah al- infiks.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

20

4) Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks, yang

diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dan sebelah kanan kata dasar

yang prosesnya disebut dengan “konfiksasi”, atau “simulfiksasi”, atau

“ambifiksasi”, atau sirkumfiksasi”. Contoh مشهور /masyhu>run/. Huruf

mim (م) yang terletak di awal kata dan huruf waw (و) yang terletak di

tengah kata /masyhu>run/merupakan konfiks.

Selain itu, menurut Tajuddin (2008: 66) morfem menurut kemandiriannya

dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Morfem bebas adalah kata atau unit morfologi yang berdiri sendiri,

seperti dhama>ir munfashilah (independent pronoun) seperti ىو/huwa/,

huma/. Termasuk pula akar kata yang terdiri dari tiga/ ىما hum/, dan/ىم

huruf (ج ب ر), yang apabila diputar balik hurufnya akan memiliki

makna yang berbeda.

2) Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat dipergunakan secara

mandiri, dan harus menyatu dengan yang lainnya seperti: al-churu>ful

mudha>ra’ah, wawul-jama’ah, aliful-itsnain, dhama>’iru muttashilah,

contoh يذىبون /yadzhabu>na/. kata /yadzhabu>na/ berasal dari morfem

bebas /dzahaba/ „pergi‟ dan morfem terikatnya ada tiga, yaitu huruf; ya>,

wau, dan nu>n.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

21

2. Semantik

Dalam menelaah makna yang terkandung pada nama marga keturunan

Arab Hadhrami memerlukan kajian semantik. Menurut Kridalaksana (2008: 216)

semantik (semantic) adalah (1) Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan

makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; (2) Sistem dan

penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

Adapun, menurut al-Khuli (1982: 250) sebagai berikut.

.بعلم الّداللة, )ب( ذو عالقة بالّداللة عالقةىي )أ( ذو دالليّ

Dala>liyyun hiya (a) dzu> ala>qati bi ’ilmi’d-dila>lah (b) dzu> ‘ala>qati bi’d-dila>lah.

„Semantik adalah (a) yang berhubungan dengan ilmu arti (b) yang

berhubungan dengan arti‟.

Menurut Alwi, dkk., (2005: 1300) semantik adalah (1) ilmu tentang

makna kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti

kata; (2) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau

struktur makna suatu wicara; perubahan-perubahan makna. Selain itu, menurut

Verhaar (2010: 385) semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau

makna. Adapun, arti menurut al-Khuli (1982: 253) sebagai berikut.

يختلف ىو بذلكحسبما يفهمو السامع أو القارئ. و ىو معنى الكلمة أو الجملة معنيّ .الكلمة أو الجملة كما تقرره معاجم اللغةى الذي ىو معن gnieaemعن

Ma’aniyyun huwa ma’na> al-kalimata aw al-jumlata chasbama> yufhamuhu’s-sa>mi’u aw al-qa>ri>u. Wa huwa bi-dzalika yakhtalifu ‘an

meaning aladzi> huwa ma’na> al-kalimata aw al-jumlata kama> tuqariruhu ma’a>jimu’l-lughah.

„Makna adalah makna suatu kata atau kalimat menurut apa yang

dipahami oleh pendengar atau pembaca. Makna berbeda dengan arti,

arti adalah makna suatu kata atau kalimat sebagaimana yang terdapat

dalam kamus kebahasaan‟.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

22

Adapun makna (meaning) menurut al-Khuli (1982: 166) adalah

.معّني, داللة: ىو ما يفهمو الشخص من الكلمة أو العبارة أو الجملة

Ma’anniyun, dala>latu: huwa ma> yufhamuhu’s-syakhshu mina’l-kalimati au al-‘iba>rati au al-jumlah.

„Makna (meaning), semantik adalah sesuatu yang dipahami

seseorang dari suatu kata atau frasa atau kalimat‟.

a. Teori penamaan

Dalam menganalisis pemargaan keturunan Arab Hadhrami, penelitian ini

berpijak pada teori Chaer (2013: 44-52) yang membagi latar belakang penamaan

menjadi sembilan poin, adapun teori penamaan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Peniruan bunyi

Peniruan bunyi adalah kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan

bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk

berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh

benda tersebut. Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di

dinding disebut cecak karena bunyinya “cek, cak, cak-,”. Kata-kata yang

dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau

onomatope.

2) Penyebutan bagian

Penyebutan bagian adalah penamaan suatu benda atau konsep

berdasarkan bagian dari benda atau ciri khas yang menonjol dari benda itu

dan sudah diketahui umum. Misalnya, kata kepala dalam kalimat setiap

kepala menerima bantuan seribu rupiah, bukanlah dalam arti “kepala” itu

saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu keutuhan. Fenomena di atas

dikenal dengan istilah pras prototo, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

23

bagian dari suatu benda atau hal, padahal yang dimaksud keseluruhan.

Kebalikan dari fenomena pras proparte yaitu totem proparte yaitu

menyebutkan keseluruhan untuk sebagian. Misalnya, kata perguruan

tinggi dalam kalimat semua perguruan tinggi ikut dalam lomba baca puisi,

maksudnya kalimat itu hanyalah peserta-peserta lomba dari perguruan

tinggi.

3) Penyebutan sifat khas

Penyebutan sifat khas adalah penamaan suatu benda berdasarkan

sifat yang khas yang ada pada benda itu. Pada penamaan ini, terjadi

perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Misalnya, orang yang sangat

kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil.

4) Penemu atau pembuat

Penamaan berdasarkan penemu atau pembuat adalah penamaan

yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau

nama dalam peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut

dengan istilah appelativa. Misalnya, mujahir atau mujair yaitu nama

sejenis ikan tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh

seorang petani yang bernama Mujair dari Kediri, Jawa Timur.

5) Tempat asal

Penamaan berdasarkan tempat asal adalah sejumlah nama benda

berdasarkan nama asal benda tersebut. Misalnya, kata kenari, yaitu nama

sejenis burung yang berasal dari nama Pulau Kenari di Afrika.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

24

6) Bahan

Penamaan berdasarkan bahan adalah sejumlah nama benda yang

penamaanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Misalnya, kaca

adalah nama bahan. Lalu barang-barang lain yang dibuat dari bahan kaca

disebut juga dengan kaca mata, kaca jendela, kaca spion, dan kaca mobil.

7) Keserupaan

Penamaan berdasarkan keserupaan adalah kata itu digunakan

dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan

dengan makna leksikal dari kata itu. Dalam praktik berbahasa banyak kata

yang digunakan secara metaforis. Misalnya, kata raja pada raja minyak.

Raja adalah orang yang paling berkuasa atau paling tinggi kedudukannya

di negarannya, maka raja minyak dapat dimaknai „pengusaha minyak yang

paling besar‟.

8) Pemendekan

Penamaan berdasarkan pemendekan adalah kata-kata yang

terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur awal huruf atau suku

kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya, ABRI

yang berasal dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

9) Penamaan baru

Penamaan berdasarkan penamaan baru adalah kata atau istilah baru

yang dibentuk untuk menggatikan kata atau istilah lama yang sudah ada.

Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada perlu diganti dengan

kata-kata baru atau sebutan baru karena dianggap kurang tepat, tidak

rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Pada hakikatnya, bahasa itu

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

25

mempunyai sifat berkembang (dinamis), maka penggunaan istilah-istilah

baru itu sangat diperlukan. Misalnya, penggantian kata gelandangan

menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasusila, dan buta huruf menjadi

tuna aksara.

3. Antropolinguistik

Untuk mengkaji persoalan yang ada, diperlukan kajian antropolinguistik

yang memadukan kajian kebahasaan dalam prespektif budaya, karena suatu

bahasa dihasilkan oleh budayanya, dan budaya dapat tercermin melalui

bahasanya.

Antropolinguistik adalah gabungan antara dua disiplin ilmu yaitu

antropologi dan linguistik. Menurut Ratna (2011: 295) antropologi adalah ilmu

tentang manusia, sedangkan linguistik adalah ilmu mengenai bahasa. Di samping

itu, menurut Kridalaksana (2008: 144) linguistik (linguistics) adalah ilmu tentang

bahasa dalam penyelidikan bahasa secara ilmiah. Adapun, linguistik menurut al-

Khuli (1982: 155) sebagai berikut.

.لغوّي: )أ( ذو عالقة بالّلغة, )ب( ذو عالقة بعلم الّلغة

Lughawiyyun: (a) dzu ’ala>qata bi’l-lugah, (b) dzu ‘ala>qata bi-‘ilmi’l-lughah.

„Linguistik adalah (a) yang berhubungan dengan bahasa; (b) yang

berhubungan dengan ilmu bahasa‟.

Antropolinguistik dikenal pula dengan etnolinguistik, linguistik antroplogi,

antropologi linguistik. Penelitian ini menggunakan istilah antropololiguistik

karena menitikberatkan kajiannya pada kebahasaan yang digunakan induvidu

dalam kaitannya dengan budaya. Adapun, etnolinguistik lebih menitikbertkan

kajiannnya pada kebahasaan suatu kelompok atau etnik dengan kaitannya dengan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

26

budaya. Antopolinguistik dengan demikian adalah ilmu tentang bahasa dalam

prespektif budaya yang digunakan oleh manusia.

Sibarani (2004: 50) mendefinisikan antropolinguistik sebagai cabang ilmu

yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan

perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan,

pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika bahasa, adat istiadat, dan pola-pola

kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Adapun, Ratna (2001: 295)

mendefinisikan antopologi linguistik sebagai ilmu tentang bahasa dalam kaitannya

dengan manusia sebagai penggunannya. Kridalaksana (2008: 144) mendefinisikan

linguistik antropologi (anthropological linguistics) sebagai, (1) cabang linguistik

yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam kebudayaan dan ciri-ciri

bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, pekerjaan, atau

kekerabatan; (2) metode dan teknik penyelidikan bahasa masyarakat yang tidak

mempunyai tradisi tulisan dengan mengandalkan pengumpulan data berupa

penyelidikan lapangan. Menurut Alwi, dkk., (2005: 80) linguistik antropologi

adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, perkembangan, adat-

istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau. Adapun, antropolinguistik

menurut al-Khuli (1982: 18) yaitu.

دراسة لغات الجماعات الّلغويّة التي ليس لديها نظام كتابّي :علم اللغة األنثروبولوجّي .أو إنتاج أدبيّ

‘Ilmu‘l-lughati’l-antsaru>bu>lu>jiyyu: dira>satu lugha>ti’l-jama>’a>ti’l-lughawiyyati’l-lati> laisa ladayha> nidza>mun kita>biyyun au inta>jun adabiyyu.

„Antropolinguistik adalah pengkajian bahasa suatu masyarakat

yang tidak terdapat suatu sistem yang tertulis atau produk

kebudayaan pada bahasa yang bersangkutan‟.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

27

a. Teori pemaknaan

Adapun, untuk menganalisis nama marga keturunan Arab Hadhrami

KPKS dari segi makna dalam kaitannya dengan budaya, penelitian ini berpijak

pada teori Sibarani (2004: 115-118) yang membagi tiga makna nama dalam

antropolinguistik, yaitu: makna futuratif, situasional, dan makna kenangan.

Adapun, penjelasan makna-makna tersebut sebagai berikut:

1) Makna futuratif

Makna futuratif adalah makna nama yang mengandung pengharapan

agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya (Sibarani, 2004: 115).

Makna futuratif banyak terdapat pada nama orang, nama usaha dan nama

tempat. Hal ini, mengacu pada makna nama diri pemilik nama yang

mengandung pengharapan. Contohya, nama Dengkoh yang dalam bahasa

Batak berarti „dengar‟. Penamaan Dengkoh mengandung makna pengharapan

yaitu, agar anak tersebut dapat memperhatikan/membedakan mana yang baik

dan mana yang buruk.

2) Makna situasional

Makna situasional adalah makna nama yang mengandung

pemberitahuan situasi-sekarang kehidupan keluarga pemilik nama (Sibarani,

2004: 115). Makna nama situasional ini diberikan sesuai dengan nama yang

mengacu pada situasi pada saat itu. Pada makna nama situasional, pemaknaan

dikaitkan dengan nilai-nilai budaya atau suatu kepercayaan bagi pemilik nama

terhadap suatu hal yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi. Makna nama

situasional ini dapat ditemukan di tengah masyarakat. Contohnya, nama Heger

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

28

yang dalam bahasa Batak berarti „musim‟. Penamaan Heger dilatarbelakangi

karena anak itu lahir pada waktu panen.

3) Makna kenangan

Makna nama kenangan adalah makna nama yang mengandung

kenangan. Makna nama kenangan ini diberikan sesuai dengan kenangan yang

dialami pemberi nama. Makna nama kenangan memiliki pengharapan

didalamnya sesuai dengan kenangan yang dialaminya. Contohnya seseorang

yang benama Monang. Dalam bahasa Batak, Monag berarti menang. Makna

yang terkandung dalam nama ini yaitu, kenangan bahwa ketika lahir anak

tersebut, orang tuanya menang dalam perkara.

F. Sumber Data, Populasi dan Sampel

Berdasarkan sumbernya, data penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Daftar nama penduduk keturunan Arab yang terdapat di kantor KPKS.

2. Peristiwa dan tradisi pemberian marga Arab Hadhrami yang terdapat pada

buku-buku atau literature yang tersedia.

3. Informasi dari para pemilik marga atau tokoh keturunan Arab Hadhrami di

KPKS.

Data penelitian ini berupa penamaan dan pemaknaan marga keturunan

Arab Hadhrami di KPKS. Adapun populasinya yaitu keseluruhan masyarakat

keturunan Arab Hadhrami di KPKS. Populasi dalam penelitian bahasa menurut

Mahsun (2005: 29) menyangkut satu wilayah kelurahan yang menjadi tempat

bermukimnya penutur bahasa yang diteliti tersebut. Di samping itu, berdasarkan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

29

Data Potensi Kelurahan Pasar Kliwon Kota Surakarta tahun 2014, terdapat 619

Jiwa keturunan Arab. Setelah ditanyakan kepada petugas Kelurahan Pasar

Kliwon, data tersebut diperoleh melalui Kartu Keluarga. Data keturunan Arab di

Kelurahan Pasar Kliwon tersebut menjadi rahasia dari kantor itu. Hal tersebut

dikarenakan sekarang tidak boleh mengkotak-kotakkan dari mana etnis tersebut

berasal. Akhirnya dilakukan suatu penelusuran data secara mandiri dari Kartu

Keluarga yang berada di Kelurahan Pasar Kliwon. Setelah dilakukan penelusuran,

ditemukan 486 keturunan Arab yang mencantumkan marganya di Kartu Keluarga

(KK).

Penelitian ini mengambil sampel marga keturunan Arab Hadhrami dari

golongan Alawiyyin yang berada di Kelurahan Pasar Kliwon Surakarta. Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini dapat disebut sampel dalaman (internal

sampling), yaitu sampel yang diambil mewakili informasi dan bukan semata-mata

karena jumlah informan yang diambil dari populasi yang ada (Bogdan dan Biklen

dalam Widodo dan Suyatno (2013: 11).

G. Metode dan Teknik Penelitian

Metode penelitian yang digunakan sesuai dengan kondisi permasalahan

yang diteliti. Pemilihan metode secara langsung juga berkaitan dengan sumber

data penelitian ini. Dalam memecahkan permasalahan penelitian, diperlukan tiga

tahapan strategis yang diwujudkan dalam bentuk metode. Tahapan-tahap itu

adalah (1) metode penyediaan data; (2) metode analisis data; (3) metode penyajian

hasil analisis.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

30

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Tahap penyediaan data disebut juga tahap pengumpulan data. Tahap

penyediaan ini sekurang-kurangnya ada tiga kegiatan, pertama, mengumpulkan

data yang ditandai dengan pencatatan; kedua, memilih dan memilah-milah data

dengan membuang data yang tidak diperlukan; ketiga, penataan data menurut tipe

atau jenis data yang telah dicatat, dipilih, dan dipilah-pilahkan itu (Sudaryanto,

1993: 10-11).

Metode penyediaan data yang digunakan dalam penyediaan data ini adalah

metode cakap atau percakapan. Metode ini memanfaatkan teknik pancing, teknik

cakap semuka (CS), teknik rekam, dan teknik catat. Metode cakap ini berbentuk

wawancara terhadap lima keturunan Arab Hadhrami dari golongan Alawiyyin.

Metode cakap ini dimanfaatkan guna menemukan informasi mengenai kehidupan

masyarakat Arab Hadhrami dan informasi mengenai seluk-beluk marganya.

Setelah semua data didapatkan maka tahap selanjutnya adalah pengklasifikasian

data. Data diklasifikasikan menjadi dua aspek, yaitu: aspek penamaan dan aspek

pemaknaan. Dalam aspek penamaan, penelitian ini mencari informasi-informasi

mengenai latar belakang pembentukan nama marganya. Adapun, dalam aspek

pemaknaan penelitian ini mencari informasi mengenai makna-makna yang

terkandung dalam nama marga tersebut baik dari segi bahasa maupun budaya

yang memengaruhinya.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

31

Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini menempuh beberapa

prosedur administrasi yang harus dilalui sebelum melaksanakan penelitian.

Adapun, tahapan tersebut yaitu meminta surat pengantar penelitian dari Fakultas

Ilmu Budaya yang ditujukan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) Surakarta, Badan Penelitian dan pengembangan (Bapedda)

Surakara, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, dan Kelurahan Pasar Kliwon

Surakarta sebagai bentuk surat ijin penelitian. Setelah mendapatkan surat

pengesahan dari instansi-instasi tersebut, penelitian ini mulai mencari data nama-

nama penduduk Arab di kantor KPKS. Setelah data didapatkan, data tersebut

dipilah-pilah nama-nama yang mempunyai marga keturunan Arab Hadhrami dari

golongan Alawiyyin dan non-Alawiyyin, kemudian dilakukan pencatatan data

dalam kartu data.

2. Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah tahap penyediaan data dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah

analisis data. Sudaryato (1993: 6) mengungkapkan bahwa analisis data adalah

suatu cara mengolah data yang telah terkumpul agar dapat diuraikan. Analisis data

ini memanfaatkan metode agih dan metode padan referensial. Menurut

Sudaryanto (1993: 15) metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya

terdapat di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti. Metode agih ini

menggunakan teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) guna menganalisis marga

dengan pendekatan kebahasaan melalui pembagian unsur kontruksi penyusunnya.

Berdasarkan analisis tersebut marga dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu:

berdasarkan jumlah penyusun kata dan polanya.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

32

Penelitian ini memanfaatkan metode padan referensial dalam menganalisis

marga berdasarkan pola (wazan), penamaan, dan pemaknaannya. Metode padan

referensial adalah metode yang alat penentunya berupa kenyataan yang ditunjuk

oleh bahasa atau referent bahasa (Sudaryanto, 1993: 13). Dalam penelitian ini,

pemanfaatan metode padan referensialnya membutuhkan teknik dasar Pilah Unsur

Penentu (PUP), dengan teknik lanjutan berupa teknik Hubung Banding

Menyamakan (HBS). Penggunaan metode padan referensial ini didasari karena

unsur penentu dari analisis marga ini referennya berada diluar.

Pemilihan teknik Pilah Unsur Penentu ini dikarenakan alat penentu dari

analisis data ini berupa referen yang ditunjuk dari masing-masing data. Adapun

dari segi polanya, referennya berupa wazan marga itu sendiri. Disamping itu,

marga yang dianalisis berdasarkan sistem pemargaannya dibagi menjadi dua sudut

pandang, yaitu: aspek penamaan dan aspek pemaknaan. Dalam aspek penamaan,

marga tersebut dianalisis berdasarkan referen latar belakang penamaan marga.

Adapun dalam aspek pemaknaan, marga dianalisis mengenai makna yang terdapat

dalam marga yang menyangkut referen dari tujuan pemberian nama marga. Jadi,

dari segi penamaan dan pemaknaan, referennya itu ditentukan berdasarkan sejarah

yang melatarbelakangi penamaan marga dan makna dibalik marga.

Setelah dianalisis melalui teknik Pilih Unsur Penentu, maka data yang ada

dianalisis melalui teknik Hubung Banding menyamakan. Menurut Kesuma (2007:

53) teknik hubung banding menyamakan adalah teknik analisis data yang alat

penentunya berupa daya banding menyamakan di antara satuan-satuan kebahasaan

yang ditentukan identitasnya. Penentuan identitas dalam penelitian ini

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

33

menghasilkan beberapa pembagian marga yang dikelompokkan berdasarkan

kategori penamaan dan pemaknaannya.

3. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Pada tahap penyajian hasil analisis, data disajikan dalam bentuk laporan

penelitian dengan menggunakan metode informal. Metode informal adalah

metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa walaupun

dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari subbab-subbab. Pertama, latar belakang masalah yang

mengulas mengenai pentingnya pembahasan masalah atau alasan yang

mendorong pemilihan topik, serta telaah pustaka atau komentar mengenai

tulisan yang telah ada yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

baik secara langsung maupun tidak langsung, serta mengulas pula

manfaat praktis dari hasil pembahasan dalam penelitian ini. Kedua,

perumusan masalah yang berisi tentang pokok permasalahan penelitian

dalam bentuk pernyataan. Ketiga, tujuan pembahasan yang berisikan

tentang upaya pokok yang dikerjakan dalam pemecahan masalah atau

garis besar yang hendak dicapai. Keempat, pembatasan masalah yang

dibahas dalam penelitian ini. Kelima, landasan teori yang memuat

sejumlah teori yang digunakan dalam menganalisis masalah-masalah

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · religius yang mengklaim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW melalui cucunya al-Imam Husain, sedangkan golongan Masha’ikh

34

yang diteliti. Keenam, sumber data, populasi, dan sampel berisikan

tentang objek penelitian, jumlah data dan sampel data yang diteliti.

Ketujuh, metode dan teknik penelitian yang memaparkan tentang metode

dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, analisis data, dan

penyajian hasil analisis. Kedelapan, sistematika penulisan yang berisikan

urutan hal-hal yang dimuat dalam penelitian ini.

Bab II : Kategorisasi nama marga keturunan Arab Hadhrami Pasar Kliwon

Surakarta

Bab ini berisi tentang analisis bentuk marga berdasarkan jumlah kata

penyusunnya dan pola pembentukannya.

Bab III : Sistem Pemargaan keturunan Arab Hadhrami Pasar Kliwon Surakarta

Bab ini berisi mengenai analisis penamaan dan pemaknaan marga yang

ditinjau dari segi semantik dan antropolinguistik

Bab IV : Penutup

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.