bab i pendahuluan a. latar belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44611/2/bab i.pdf3...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepercayaaniakan kekuatanisupranatural memangimerupakanibagian
dariibudaya kehidupanimanusia. Keberadaanialam gaibiatau alam diluar
kehidupaninyata manusiaidiyakini memangibenar adanya. iKekuatanisihir
punidiyakiniidalam berbagaiiagama danialiran kepercayaan. iBanyak pula
yangimemiliki indera keenam yangimampu memprediksikanimasa depan.
iOrang yangidiyakini memilikiiindera keenam bukanihanya adaidi
Indonesia, namunijuga diihampir seluruhibelahan dunia. iMerekaiyang
memilikiikemampuan khususitersebut seringidisebut sebagaiiparanormal.
Rasaikeingintahuan masyarakat mengenai apaiyangi akaniterjadiipada
dirinya mendorong kemajuan profesi paranormal tersebut.
Beberapaitokoh paranormaliyang sangatidikenal diiTanah Airiyakni
sepertiiKi JokoiBodo, EyangiSubur, almarhumahiMama Laurentidanilain
sebagainya. Penawaranijasa paranormalisangat mudahiditemui diimedia,
bahkan ada paranormal yang sudah banyak dikenal oleh masyarakatpun
tidak perlu untuk mempromosikan jasa nya. Penerimaijasa akanimencari
sendiriikeberadaan paranormalitersebut melaluiiinformasi dariipenerima
jasailain yangiberhasil atasibantuan paranormalitadi. Secaraiekonomi,
profesinininsangatnmenjanjikan. Paranormalndapat memintanbayaran
dengannbiaya jasansetinggi-tingginyan (tanpanada standardisasi fee seperti
2
profesindokter, psikolog, advokat, dan lain sebagainya) serta tanpanperlu
bertanggungnjawab apabilanpekerjaannya tidaknberhasil. Apabilanterjadi
kesalahan, nmaka perbuatannparanormal tersebutntidak dapatndibuktikan.
Berbedandengan dokternyang terancamntuduhan malprakteknatau penyidik
yang harus selalu siap di pra peradilkan apabila melakukan kesalahan
prosedur dalam menjalankan profesinya.
Berbicaranatau membahasnmengenai paranormalndan kekuatan
supranaturaln (seringnpula diidentikkanndengan santet, nteluh, cetikndan
sebagainya) nsepertinberbicarandi masa lalu. Dintengah derasnya kemajuan
teknologi di erandigitalisasi seperti sekarang ini, masyarakat justru
diresahkan dengan adanya fenomenansantet yangntidak dapatndibutikan
secaranilmiah. Santetndi pandang sebagainkekuatan gaibnyangndapat
menghancurkannkehidupannseseorang, yakni mulaindari sakitnhingga
menimbulkannkematian. Berbedandengan kejahatannpada umumnyanyang
dapatndilihat pelakundan korbannya, penyerangan terhadap seseorang
dengan santet tersebut tidak dapat dibuktikan secara kasat mata. Tidaknada
yang dapatnmenguraikan unsur-unsurndimana perbuatan pidana yang
dilakukan. Meskipunnperbuatan ini dianggapnsebagai perbuatannjahat
namunntidaknadansanksi pidananyang dapatndijatuhkan baginpelakunya.
Olehnsebab itu, nsangat menariknuntuk membahasnpenelitiannmengenai
“Kriminalisasi Santet Sebagai Tindak Pidana Dalam Pembaharuan Hukum
Pidana”.
3
Keberadaannparanormalndan suatu kekuatannsupranatural merupakan
fenomenansosial dinsatu sisindipandang sebagai black magic yangnbegitu
dibencinolehnmasyarakat, nnamun di sisinlain dibutuhkan oleh masyarakat.
MasyarakatnIndonesia masihnsangat percaya terhadap hal-halnmagis yang
dinilainmendatangkan keuntungannbaginya. Perilakuntersebut tampakndari
upayanmasyarakat untuknmendatangi paranormal hanya sekedar meramal
nasib, nmeminta perlindunganndari halnburuk, mendatangkannrezeki,
memikatnlawan jenis, merusak keharmonisan rumah tangga, mendapatkan
jabatan hingga menyakiti orang lain.
Seseorangnyangnmendatangi paranormalnini bukanlahnorang yang
tidaknberpendidikan. Peminatnyanadalah kalangannpebisnis, pejabat
hingganwakil rakyat. nPraktik perdukunannsaat ininsemakin berani
menampakkanndiri kenhadapan publik, bahkan ada juga yang sudah
memanfaatkanniklan dimedia massanatau mediansosial. Atasndasar
kepercayaannyangnbegitunkuat, tidaknjarang merekandituduh sebagai
pelakunsantetnyang menyebabkannkematian seseorangnmenjadi korban
mainnhakimnsendiri. Sistemnhukum yangnformal hanyanberusaha
menjaring perbuatan lahiriah yang secara empiris dapat diidentifikasikan
dan dibuktikan hubungan kausalitasnya. Olehnkarena itu, perbuatan yang
bersifatnmistis, ngaib atau metafisik ini sulit untuk diterimandalamnsistem
hukumnyangnformalndannrasional.
Namunndemikian, tidaknberarti semuanperbuatan yangnberhubungan
dengannmasalah gaibntidak dapatndiatur dalamnsistem perundang-
4
undangannyang formalndan rasional. Sepanjangnperbuatan tersebutn (yang
berhubunganndengan masalahngaib) dapat di identifikasikan, dapatnsaja
perbuatan tersebut kemudian diaturndalam hukumnformaln (perundang-
undangan).1
DalamnketentuannhukumnpidanandinIndonesia, nkriminalisasi dari
perbuatannmistisninintelahndiaturndalamnPasaln545, 546, dan 547 KUHP.
DalamnPasaln545nayatnyang berbunyi :
“(1) Barang siapa menjadikan sebagai pencariannya untuk menyatakan
peruntungan seseorang, untuk mengadakan peramalan atau penafsiran
impian, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau
pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.” Selanjutnyandalamnayatn
(2) ndinyatakan “Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu
tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran
yang sama, pidananya dapat dilipatduakan”.
Penjualannbenda-bendanmagis dalam pasal ini jugandigolongkan sebagai
pelanggaranndalamnhukumnpidana. Pasaln546 KUHP menyatakan sebagai
berikut:
“Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :1. Barang siapa
menjual, menawarkan, menyerahkan, memlbagikan atau mempunyai
persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat-jimat atau benda-benda yang
dikatakan olehnya mempunyai kekuatan gaib; 2. Barang siapa mengajar
ilmu-ilmu atau kesaktian-kesaktian yang bertujuan menimbulkan
kepercayaan bahwa melakukan perbuatan pidana tanpa kemungkinan
bahaya bagi diri sendiri.”
Sedangkan Pasaln547nmenyatakan :
1 Barda Nawawi Arief, 2008, Kebijakan Hukum Pidana : Perkembangan Penyusunan Konsep
KUHP Baru, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hal. 293
.
5
“Seorang saksi, yang ketika diminta untuk memberi keterangan di bawah
sumpah menurut ketentuan undang-undang, dalam sidang pengadilan
memakai jimat-jimat atau benda-benda sakti, diancam dengan pidana
kurungan paling l lama sepuluh hari atau pidana denda paling banyak tujuh
ratus lima puluh rupiah.”
Pasal ini diyakini sangat lemah untuk ditegakkan karena akan sangat
menjadi sulit dalam hal pembuktian suatu benda sebagai jimat atau benda
sakti lainnya. Benda-benda magis tersebut mungkin juga tidak dapat dilihat
dengan kasat mata.
Pengaturan tentang Tindak Pidana Santet dalam RUU KUHP yaitu
mengalami pembaharuan hukum pidana. Bahwasanyankriminalisasi
terhadap santet ini menjadi agenda tarik ulur dalam Rancangan KUHP.
Ketentuannpidananmengenainperbuatan santet telah diaturndalam
RancangannKUHP 2013.nPasaln293nyangnmenyatakannsebagainberikut :
“(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib,
memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa
kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan
penyakit, kematian, penderitaan mental dan fisik seseorang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV. (2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari
keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan,
pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).”
DalamnrumusannPasaln293nayatn(1)nRancangannKUHP 2013 dapat
diuraikannunsur-unsurnsebagainberikut :
1. Subjeknhukum,nyaitunsetiapnorang.
2. Rumusannperbuatan,nyaitu menyatakan dirinya mempunyai kekuatan
gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan
bantuan jasa kepada orangnlain bahwa karena perbuatan nya dapat
6
menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental serta fisik
seseorang.
3. Sanksinpidananberupanpidananpenjaranpalingnlaman5n(lima)ntahun
ataunpidanandendanpalingnbanyaknkategorinIV.
Upayanuntuk memasukkanndelik santetndalam hukumnpidanandi
Indonesia bukanlah hal yang mudah. Meskipun santet dipandang sebagai
perbuatan jahat, namun perbuatan tersebut sulit untuk dibuktikan.
Sementara pembuktian dalam hukum pidana bertujuan untuk mencari
kebenaran materiil. Rumusan perbuatan :
“Menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan,
menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa
karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan
mental dan fisik seseorang”
Memangnlebih mudahndibuktikan karenanunsur perbuatannpidana dalam
pasalntersebut adalahnmenyatakan dirinyanbukan akibat dari perbuatannya.
Kriminalisasi terhadap perbuatan menyatakan diri sebagaimana diatur
dalam Pasal 293 RUU KUHP sebenarnya merupakan upaya perlindungan
terhadap masyarakat agarntidak terjebaknpada penipuannyang dilakukan
olehnoknum-oknumnyang tidaknbertanggung jawab.
Kepercayaannmasyarakat terhadapnkekuatan suparanaturalntidak
dapatndilepaskanndari kondisinmasyarakat Indonesiansejak dulunyang
mempercayainkekuatan gaibnpada benda-bendandi luarnnalar akal pikiran
manusia. Dalamnperkembangan peradabannmasyarakat Indonesiantelah
diketahui bahwa animism dan dinamismenmasihndipercayainoleh sebagian
besarnmasyarakat. Kepercayaan animisme meyakini bahwa benda-benda
7
memiliki jiwa atau roh. Roh tersebut diyakini memiliki kekuatan gaib,
contohnya pohon, batu besar dan sebagainya. Dinamisme adalah
kepercayaan yang mempercayai terhadap kekuatan yang abstrak yang
berdiam pada suatu benda. Kepercayaan ini juga masih dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari dimana benda pusaka sangat dilindungi kesuciannya
karena alam pikiran gaib memang tidak dapat dilepaskan dari pikiran
manusia. Oleh karena itu, hal ini sangat penting untuk dibahas dikarenakan
banyaknya problematika yang telah dikeluhkan oleh masyarakat dan belum
ada aturan yang mengsahkan adanya perbuatan santet sehingga menyulitkan
untuk mengetahui bentuk kriminalisasi serta penyebab seseorang
melakukan perbuatan ini dan menemukan siapa pelakunya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat ditarik beberapa
rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana kontruksi tindak pidana dibidang santet dalam KUHP
maupun RUU KUHP ?
2. Bagaimana rekontruksi tindak pidana dibidang santet yang berorientasi
pada pencegahan tindak pidana ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji kontruksi tindak pidana dibidang
santet dalam KUHP maupun RUU KUHP
2. Untuk mengetahui dan mengkaji rekontruksi tindak pidana dibidang
8
santet yang berorientasi pada pencegahan tindak pidana
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih berupa ilmu
pengetahuan dan pemikiran dalam bidang hukum mengenai kontruksi
tindak pidana dibidang santet dalam KUHP maupun RUU KUHP serta
rekontruksi tindak pidana dibidang santet yang berorientasi pada
pencegahan tindak pidana
2. Dapat memberikan gambaran dan pengetahuan yang jelas kepada
pembaca mengenai pengaturan hukum yang dikenakan terhadap tindak
pidana santet
E. Kegunaan penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Secaranteoritis penulisannini diharapkanndapat memberikan
manfaatnserta sebagainbahan masukannbagi pengembangannilmu
hukumnkhususnya hukumnpidana dengannmengungkapkannsecara
objektifntentang kriminalisasinsantet sebagaintindaknpidana dalam
pembaharuan hukum pidana yang berlandaskan pada konsep KUHP
dan RUU KUHP.
2. Kegunaan Praktis
Secaranpraktis diharapkanndapat memberikannsumbangan
pemikirannterhadap masyarakatnagar mengetahuinbahwa perbuatan
santetndapat diartikannsebagai tindaknpidana sehinggantidaknlagi
menimbulkannkeresahan danndapat dicegahndi dalamnkehidupan
9
masyarakat.
F. Metode Penelitian :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu
penelitian yang menggunakan data hukum sekunder.2
2. Jenis Bahan Hukum
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya memiliki otoritas yang bersifat mengikat. Bahan hukum
yang mengikat antara lain :
1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
3) RUU KUHP
b. Bahannhukumnsekunder adalah bahannhukum yangnmemberikan
penjelasannmengenai bahannhukum primernsepertinrancangan
undang-undang, nhasil penelitian, hasilnkarya darinkalangan hukum
dannseterusnya. nBahan hukumnsekunder yaitunbuku-buku hukum
yangnditulis oleh para ahli hukum, kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum, tesis hukum, skripsi hukum, komentar undang-undang,
putusan pengadilan dan lain sebagainya.3
2 Dyah Ochtorina. A’an Efendi. Penelitian Hukum (Legal Research). sinar Grafika. Jakarta
2014. Hal 20 3 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2011.
Hal 141
10
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.4 Bahan hukum tersier yang digunakan
oleh penulis adalah :
1) Kamus Hukum
2) Kamus Besar Bahasa Indonesia
d. Pengumpulan Bahan Hukum
Sesuai dengan sumber bahan hukum primer, sekunder dan
tersier maka metode pengumpulan data dilakukan melalui studi
kepustakaan dan menganalisis bahan-bahan kepustakaan serta
melalui penelusuran bahan internet dengan cara memperoleh data
baik literatur maupun akses internet, artikel serta sumber-sumber
lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
e. Analisis Bahan Hukum
Analisis yang digunakan penulis adalah normatif
menggunakan analisis kualitatif. Metodenpenafsirannyang
digunakanndalam penelitiannilmu hukumnnormatif terdapatndua
metode antara lain :
1) Penafsiran gramatikal yaitu penafsirannmenurutntata bahasa
dannkata-kata yangnmerupakan alatnbagi pembuatnundang-
undangnuntuknmenyatakannmaksudndannkehendaknya.
2) Penafsiranisistematis yaituipenafsiran yang menghubungkan
4 Soerjono Soekamto. Sri Mudji. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat.
Rajawali Pers. Jakarta. 2004. Hal 13
11
pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu
perundang-undangan yang bersangkutan atau pada undang-
undang hukum lainnya, atau membaca penjelasan suatu
perundang-undangan, sehingga dapat mengerti maksudnya.
G. Rencana Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsinatau TugasnAkhir sangatndiperlukan suatu
sistematikanpenulisan. Hal ini dilakukan untuk memudahkannpenulis
dalam menulis dan memudahkan pembaca untuk mengertinserta
memahaminisi darintugas akhirnini. Oleh karena itu, penulisan ini akan
dibagi menjadi empat bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat alasan
pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, rencana jadwal
penelitian serta sistematika rencana penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran.
Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang pengertian hukum pidana,
tindak pidana, tujuan dan pedoman pemidanaan, tinjauan umum tentang
kriminalisasi, tinjauan umum tentang santet, serta tinjauan perumusan santet
dalam Pasal 293 RUU KUHP.
BAB III : PEMBAHASAN
Pada BAB III ini akan dipaparkan hasil penelitian yang merupakan sub-sub
12
atas permasalahan yang diajukan dan penulis melakukan analisis atas hasil
penelitian yang diperoleh dari lapangan yang berkenaan pada permasalahan
berdasarkan pada teori atau kajian pustaka beserta pembahasannya.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang akan membahas mengenai
hasil analisis penelitian berdasarkan identifikasi masalah yang telah
ditetapkan sebelumnya secara singkat dan padat.