bab 2 tinjauan pustaka repository usu

22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Rematik2.1.1. Definisi Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000). Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009). 2.1.2. Epidemiologi PJR Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh

Upload: erina-steviana

Post on 03-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Rematik2.1.1. DefinisiMenurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.

Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000).

Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).

2.1.2. Epidemiologi PJR

Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana 1,8 juta di antaranya menderita PJR. (Ulfah A., 2000) Statistik rumah sakit di Negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan PJR (Afif A., 2008)

Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 1980-1984. (Boestan I.N., 2007) Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun (Asdie A.H., 2000) Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih

Page 2: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

sering terkena

Universitas Sumatera Utara

daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1 (Chandrasoma P, 2006).DR Akut dan PJR diduga hasil dari respon autoimun, namun patogenesis yang pasti masih belum jelas. Walaupun PJR adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat, insiden penyakit ini telah menurun di negara maju, dan tingkat kematian telah menurun menjadi hanya di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, PJR masih merupakan masalah kesehatan yang utama. PJR Kronis diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak dan orang dewasa muda; 90.000 orang meninggal karena penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih 1%-10%. Sebuah sumber daya yang komprehensif

mengenai diagnosis dan pengobatan disediakan oleh WHO (Thomas K Chin, 2008). Dilaporkan di beberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980-an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3% dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus Beta Hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4% didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada populasi

masyarakat sipil (Chakko S. et al, 2001).Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November

2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000

Page 3: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya

Universitas Sumatera Utara

cenderung menurun dinegara maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO, 2004).

Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,9- 4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).

2.2. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berpengaruh pada timbulnya PJR dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, antara lain :

2.2.1 Demam Rematik (DR)Definisi DRMenurut WHO, definisi DR adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau lebih manisfestasi mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali (Afif, A dkk.)

Page 4: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

Pendapat lain memberikan definisi DR atau PJR sebagai suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Etiologi DR

Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A, terutama serotipe M1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 (Afif. A, 2008).

Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A sering negatif pada saat serangan DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat ditunjukkan pada hampir semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan dengan besarnya respon antibodi. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringitis

Page 5: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

setiap tahunnya dan 15%-20% disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80% lainnya disebabkan infeksi virus. Insidens infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan bervariasi di antara berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -15 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak (Park M.K., 1996).

Patogenesis

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokkus Beta Hemolitik grup A dengan terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respon autoimun terhadap infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibilitas mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor risiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini.

Beberapa penelitian berpendapat bahawa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sesitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A di faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada umumnya jenis hemolitik.

Page 6: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptolisin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan dua jenis tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A.

DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A

Universitas Sumatera Utara

dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Dalam keadaan normal,sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut autoantibodi.

Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.

2.2.2 Manifestasi Klinis

DR Akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, korea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi bersama-sama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi pada

Page 7: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan.

Manifestasi klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi mayor dan manifestasi minor, yaitu :

Manifestasi Klinis Mayor

Manifestasi mayor terdiri dari artritis, karditis, korea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR Akut. Munculnya tiba-tiba dengan nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.

Biasanya mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.

Universitas Sumatera Utara

Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa apapun.

Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokarditis, miokarditis, dan perikardium. Dapat salah satu saja, seperti endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup yang menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung. Sedangkan perikarditis adalah nyeri pada perikardial. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis.

Karditis ditemukan sekitar 50% pasien DR Akut. Gejala dini

Page 8: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

karditis adalah rasa lelah, pucat, tidak berghairah, dan anak tampak sakit meskipun belum ada gejala- gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada DR Akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium akut penyakit. Diagnosis klinis karditis yang pasti dapat dilakukan jika satu atau lebih tanda berikut ini dapat ditemukan, seperti adanya perubahan sifat bunyi jantung organik, ukuran jantung yang bertambah besar, terdapat tanda perikarditis, dan adanya tanda gagal jantung kongestif.

Korea merupakan gangguan sistim saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-tiba, tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai kelemahan otot dan emosi yang tidak stabil. Gerakan tanpa disedari akan ditemukan pada wajah dan anggota- anggota gerak tubuh. Gerakan ini akan menghilang pada saat tidur. Korea biasanya muncul setelah periode laten yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi Streptokokkus dan pada waktu seluruh manifestasi DR lainnya mereda. Korea ini merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Eritema marginatum merupakan manifestasi DR pada kulit, berupa bercak- bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tidak nyeri, dan tidak gatal. Tempatnya

Universitas Sumatera Utara

dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka. Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari penderita DR dan merupakan manifestasi klinis yang paling sukar didiagnosis.

Nodul subkutan merupakan manifestasi mayor DR yang terletak dibawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10mm. Kulit diatasnya dapat bergerak bebas. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nodul ini timbul selama

Page 9: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

6-10 minggu setelah serangan DR Akut.

Manifestasi Klinis Minor

Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis DR. Manifestasi klinis minor ini meliputi demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis.

Demam hampir selalu ada pada poliartritis rematik. Suhunya jarang melebihi 39°C dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri, merah, hangat, yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Rasa sakit akan bertambah bila penderita melakukan latihan fisik. Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis, nyeri perut membuat penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan tanda subklinis dari DR.

Para ahli lain ada menyatakan manifestasi klinis yang serupa yaitu umumnya dimulai dengan demam remiten yang tidak melebihi 39°C atau arthritis yang timbul setelah 2-3 minggu setelah infeksi. Demam dapat berlangsung berkali-kali dengan tanda umum berupa malaise, astenia, dan penurunan berat badan. Sakit persendian dapat berupa atralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan, dan keterbatasan gerak. Artritis pada DR dapat mengenai beberapa sendi secara bergantian. Manifestasi lain berupa pankarditis (endokarditis, miokarditis, dan perikarditis), nodul subkutan, eritema marginatum, korea, dan nyeri abdomen (Mansjoer A. dkk., 2000).

Universitas Sumatera Utara

Langkah pertama dalam mendiagnosis PJR adalah menetapkan bahwa anak anda baru-baru ini mengalami infeksi streptokokus. Dokter mungkin melakukan tes hapusan tenggorokan, tes darah, atau keduanya untuk memeriksa adanya antibodi Streptokokus.

Page 10: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

Namun, ada kemungkinan bahwa tanda-tanda infeksi strep mungkin hilang pada saat anda membawa anak anda ke dokter. Dalam hal ini, dokter akan memerlukan anda untuk mencoba mengingat apakah anak anda baru-baru ini mengalami sakit tenggorokan atau gejala lain dari infeksi streptokokus.

Seterusnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa anak anda untuk tanda-tanda demam rematik, termasuk nyeri sendi dan peradangan. Dokter juga akan mendengarkan jantung anak anda untuk memeriksa irama abnormal atau murmur yang mungkin menandakan bahwa jantung telah tegang. Selain itu, ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk memeriksa jantung dan menilai kerusakan, termasuk :

* Chest X-ray, untuk memeriksa ukuran jantung dan untuk melihat apakah ada kelebihan cairan di jantung atau paru-paru

* Ekokardiogram, sebuah tes non-invasif yang menggunakan gelombang suara untuk menciptakan sebuah gambar bergerak dari jantung dan terpaparnya ukuran dan bentuk

2.2.3 Diagnosis

Sebuah diagnosis PJR dibuat setelah konfirmasi adanya DR. Menurut kriteria Jones (direvisi tahun 1992) menyediakan pedoman untuk diagnosis demam rematik (AHA, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Kriteria Jones menuntut keberadaan 2 mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor untuk diagnosis demam rematik.

o Kriteria diagnostik mayor termasuk karditis, poliarthritis, khorea, nodul subkutan dan eritema marginatum.

o Kriteria diagnostik minor termasuk demam, arthralgia, panjang interval PR pada EKG, peningkatan reaktan fase akut (peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit [ESR]), kehadiran protein C-reaktif,

Page 11: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

dan leukositosis.

2.2.4 Faktor Ekstrinsik

Faktor DR tersebut juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor genetik, umur, dan jenis kelamin.

Faktor genetik mempunyai hubungan dengan kejadian DR yaitu dengan terdapatnya beberapa orang dalam satu keluarga yang menderita penyakit ini, serta fakta bahawa DR lebih sering mengenai saudara kembar monozigotik oleh reaksi dizigotik. (Afif A dkk., 1988) Selain itu, PJR termasuk ke dalam penyakit yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. (Tobing , T.C.L, 1998) Konsep genetika ini diperkuat oleh penemuan yang mempergunakan teknologi yang canggih, yaitu bahawa penderita DR ditemukan antigen HLA (Human Leucocyte Antygen) tertentu (Afif A. dkk., 1988).

Umur merupakan faktor predisposisi terpenting tentang timbulnya DR. Penyakit ini sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Distribusi ini sesuai dengan insidens infeksi streptokokkus pada anak usia sekolah. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 per 100.000 penduduk usia 5-15 tahun. (Suprihati, dkk, 2006) DR lebih sering didapatkan pada anak perempuan daripada laki-laki. Begitu juga dengan kelainan katup sebagai gejala sisa PJR juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin (Afif A, dkk., 2008).

Universitas Sumatera Utara

Faktor ekstrinsik, antara lain disebabkan :

Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk

Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor penting dalam terjadinya DR. Golongan masyarakat masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah dengan manifestasinya, seperti ketidaktahuan, perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat

Page 12: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

tinggal yang berdesakan, dan pelayanan kesehatan yang kurang baik, merupakan golongan yang paling rawan. Pengalaman di negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa angka kejadian DR akan menurun seiring dengan perbaikan tingkat sosial ekonomi masyarakat negara tersebut. (Brooks, G.F, dkk, 2001) Menurut penelitian Mbeza, masyarakat yang hidup dengan tingkat sosial ekonomi rendah memiliki risiko 2,68 kali menderita DR (RR=2,68). (Mbeza, B.L, 2007)

Iklim dan Geografi

Penyakit DR ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi daerah tropis juga mempunyai insidens yang tinggi. Di daerah yang letaknya tingi mempunyai insidens DR lebih tinggi daripada di dataran rendah. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga meningkat. (Sudoyo, A, 2006) Pada musin hujan kemungkinan terjadinya PJR 3,24 kali (RR=3,24). (Mbeza, B.L, 2007)

2.3. Pencegahan2.3.1. Pencegahan PrimordialTahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit jantung. Untuk mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dan kekuatan, maka diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakan tubuh dan jiwa dengan baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

Cara tersebut adalah dengan menganut suatu cara hidup sehat yang mencakup memakan makanan dan minuman yang menyehatkan, gerak badan sesuai dengan pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha menghindari dan mencegah terjadinya depresi, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat.

2.3.2. Pencegahan Primer

Page 13: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

Pencegahan primer ini ditujun kepada penderita DR. Terjadinya DR seringkali disertai pula dengan adanya PJR Akut sekaligus. Maka usaha pencegahan primer terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya dengan melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan radang pada THT tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya DR. Pengobatan antistreptokokkus dan anti rematik perlu dilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap terjadinya PJR Akut.

2.3.3. Pencegahan Sekunder

Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebut dilakukan dengan cara, diantaranya :

1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10 hari. Pada penderita yang alergi pada penisilin, dapat diganti dengan eritromisin dengan dosis maksimum 250mg yang diberikan selama 10 hari.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini harus tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan negative, kerana kuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil.

2. Obat anti radang

Page 14: Bab 2 Tinjauan Pustaka Repository Usu

Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut sangat efektif untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi, salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis dan steroid digunakan untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit.

3. DietBentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup. Selain itu diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan serat untuk menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.

4. Tirah baringSemua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.

2.3.4. Pencegahan Tertier

Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta