daftar isi -...

42
i

Upload: phungnhu

Post on 15-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

i

Page 2: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

ii

Page 3: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

RINGKASAN ................................................................................................................. iv

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

A. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) ........................................................................... 4

B. Kebiasaan dan Habitat ........................................................................................ 4

C. Status dan Distribusi ........................................................................................... 5

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 7

A. Lokasi penelitian ................................................................................................. 7

B. Estimasi populasi dan deteksi sarang .................................................................. 7

C. Pengukuran karakteristik situs bersarang ........................................................... 8

D. Permodelan kesesuaian lokasi situs bersarang dengan GIS ................................ 9

E. Analisi data .......................................................................................................... 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASA ........................................................................ 10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16

Page 4: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

iv

RINGKASAN

Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) tergolong ecological specialist yang umumnya

memiliki distribusi yang sempit dan menjadi endemik karena daerah distribusi atau

pesebarannya hanya disekitar wilayah Pulau Jawa. Elang Jawa menempati hutan hujan

tropis pada ketinggian 0 – 3000 meter diatas permukaan laut, dimana spesies ini lebih

banyak ditemukan pada ketinggian 500 – 2000 meter dpl dan mendiami hutan primer

yang terpelihara seperti hutan hujan pegunungan. Namun, hutan yang menjadi habitat

Elang Jawa ini sering terganggu oleh manusia maupun bencana alam, sehingga hutan

terdegradasi dan keberadaan Elang Jawa terancam. Karena kondisi tersebut, IUCN

menetapkan Elang Jawa dalam status endangered. Kasus endemik seperti Elang Jawa ini

menjadi prioritas utama konservasi untuk memperluas distribusi dan potensi dari spesies

tersebut. Pada beberapa kasus, spesies endemik dapat menempati suatu habitat baru yang

cukup berbeda dengan habitat aslinya karena kesempatandan beberapa mungkin dapat

mencapai proses reproduksi. Reproduksi merupakan aspek fundamental biologis untuk

menentukan establisasi dari suatu spesies, maka keberadaan jejak reproduksi (seperti

sarang) dapat digunakan sebagai indikator suksesnya establisasi suatu spesies di suatu

wilayah.Observasi anecdotal baru-baru ini mendeteksi keberadaan Elang Jawa di cagar

alam Nusakambanganpada dua waktu yang berbeda. Meskipun belum diketahui apakah

individu yang dijumpai pada dua waktu berbeda tersebut adalah individu yang serupa atau

bukan, namun pada satu perjumpaan ditemukan sepasang Elang Jawa. Perjumpaan

sepasang Elang Jawa ini cukup memungkinkan untuk terjadinya proses

perkembangbiakan.Lokasi ini sebelumnya belum masuk ke dalam daftar distribusi Elang

Jawa di Pulau Jawa, selain itu lokasi ini memiliki luas yang tidak cukup besar dan hampir

membentuk pulau yang terisolasi. Karakteristik lain dari pulau ini adalah daratan rendah

yang datar dan dekat dengan laut yang bukan merupakan habitat untuk Elang Jawa.Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Elang Jawa telah establish

di pulau Nusakambangan melalui sarang sebagai indikator. Jika sarang ditemukan, maka

kami mengukur karakteristik situs bersarang yang digunakan oleh Elang Jawa di Pulau

ini mengingat kondisi lingkungan pasti berbeda dengan kondisi lingkungan pada

umumnya (hutan pegunungan). Menggunakan data karakteristik situs bersarang, kami

mencoba untuk memprediksi keberlanjutan populasi Elang Jawa ditinjau dari ketersedian

kesesuaian lokasi situs bersarang yang tersedia di seluruh Pulau

Nusakambangan.Parameter-parameter yang paling berpengaruh terhadap preferensi

bersarang elang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi kesesuaian tempat

bersarang Elang Jawa. Digunakan analis komponen utama atau PCA untuk mengevaluasi

variabel-variabel yang paling mempengaruhi preferensi Elang Jawa bersarang. Data-data

tersebut dianalisis menggunakan rotasi varimax. Variabel yang dianggap dominan adalah

variabel yang memiliki skor faktor lebih besar dari 0,5. Uji analisis komponen utama ini

dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17 untuk Windows. Sedangkan untuk

menekspresikan titik-titik lokasi yang sesuai dengan preferensi bersarang Elang Jawa,

kami menggunakan program Arcview 3.3.Data GPS yang diperoleh berdasarkan hasil

observasi selanjutnya diinput ke dalam peta dasar tematik Nusakambangan yang

diperoleh dari Bakosurtanal.

Page 5: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Distribusi dan kelimpahan dari suatu organisme sangat ditentukan oleh faktor-

faktor tertentu, seperti kuantitas dan kualitas suatu habitat, keberadaan pesaing, predator

dan parasit, kemampuan untuk dapat bertahan di luar habitat fundamentalnya, serta

kondisi iklim dan geologis suatu wilayah baik yang terjadi saat ini atau di masa

lampau(Newton, 2003).Diantara faktor-faktor tersebut, interaksi biotik (seperti:

kompetisi, predasi, parasit) dan karakteristik habitat (tutupan dan struktur vegetasi)

merupakan rintangan distribusi dalam skala kecil dari suatu organisme, sedangkan faktor

abiotik (khusunya iklim) adalah penghalang distribusi dalam skala besar(Newton, 2003).

Dengan kata lain, ilmu ekologimengkategorikan organisme menjadi dua kelompok

berdasarkan kemampuan distribusinya, yaitu ecological generalist dan ecological

specialist. Ecological generalist adalah organisme atau spesies yang mampu hidup pada

kisaran kondisi lingkungan yang tinggi atau di luar kondisi fundamentalnya, sedangkan

ecological specialist cenderung untuk dapat hidup pada kondisi yang serupa dengan

kondisi fundamentalnya(Devictor, Julliard, & Jiguet, 2008).

Spesies yang tergolong dalam ecological generalist cenderung untuk menginvasi

wilayah-wilayah baru dan memiliki distribusi yang sangat luas di sepanjang gradien

lingkungan. Spesies ini seringkali menjadi masalah invasi biologis (biological invasion)

yang umumnya memberikan dampak buruk terhadap spesies lokal karena invasinya.

Sebaliknya, spesies yang tergolong ecological specialist umumnya memiliki distribusi

yang sempit dan tidak jarang yang menjadi spesies endemik dan langka pada akhirnya.

Kasus spesies endemik ini menjadi prioritas utama konservasi di seluruh dunia dan

berbagai inisiatif telah dilakukan untuk memperluas distribusi dan populasi dari spesies

tersebut(Stattersfield, Crosby, Long, & Wege, 2005). Meskipun demikian, tidak jarang

kegagalan yang diterima karena sulitnya untuk mengetahui misteri dari ke-endemis-an

suatu spesies(Temple, 1992).

Pada beberapa kasus, spesies endemik dapat menempati suatu habitat baru yang

cukup berbeda dengan habitat aslinya karena kesempatan(van Balen, Nijman, & Sözer,

1999) dan beberapa mungkin dapat mencapai proses reproduksi(van Balen,

1991).Mengingat reproduksi merupakan aspek fundamental biologis untuk menentukan

establisasi dari suatu spesies (Lee, 2003), maka keberadaan jejak reproduksi (seperti

Page 6: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

2

sarang) dapat digunakan sebagai indikator suksesnya establisasi suatu spesies di suatu

wilayah.

Elang jawa diketahui menempati hutan hujan tropis pada ketinggian 0 – 3000

meter diatas permukaan laut(MacKinnon & Phillips, 1993), dimana spesies ini lebih

banyak ditemukan pada ketinggian 500 – 2000 meter dpl(Sözer & Nijman, 1995; van

Balen, 1991).Spesies elang jawa hanya ditemukan di Pulau Jawa, namun distribusinya di

Pulau Jawa cukup merata mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Meskipun sebagian

besar ditemukan di wilayah yang konservasi, namun beberapa diketahui hidup di wilayah

yang terganggu(van Balen, 1991). Daerah jelajah elang ini umumnya adalah 400 ha,

namun berkurang menjadi sekitar 300 ha diluar musim kawin(Gjershaug et al.,

2004).Untuk bersarang, pohon tinggi berkisar 30 – 50 meter (Rasamala Altingia excelsa,

Pasang Quercus sp., Puspa Schima wallichii) dengan area terbuka di sekelilingnya

menjadi pilihan elang jawa. Lokasi sarang biasanya terletak pada percabangan trifurkasi

(cabang tiga) yang berada sekitar ¾ dari tinggi pohon. Diameter sarang kurang lebih

sekitar 1 meter.

Observasi anecdotal baru-baru ini mendeteksi keberadaan elang jawa di cagar

alam Nusakambangan pada dua waktu yang berbeda (gambar 1 dan 2). Meskipun belum

diketahui apakah individu yang dijumpai pada dua waktu berbeda tersebut adalah

individu yang serupa atau bukan, namun pada satu perjumpaan ditemukan sepasang elang

jawa (Agus & Ahmad, manuskrip tidak terpublikasi). Perjumpaan sepasang elang jawa

ini cukup memungkinkan untuk terjadinya proses perkembangbiakan (gambar 2). Pulau

Nusakambangan memanjang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 36 km dan lebar

antara 4-6 km. Luas Pulau Nusakambangan seluruhnya adalah 210 km atau 21.000 ha.

Secara administratif Pulau Nusakambangan termasuk wilayah Kabupaten Cilacap,

tepatnya dalam wilayah Kotatip Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan. Pulau ini masih

memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi dan hutan yang cukup padat, sehingga

dimasukkan menjadi wilayah Cagar Alam, tepatnya di wilayah bagian timur dan

barat.Lokasi ini sebelumnya belum masuk ke dalam daftar distribusi elang jawa di Pulau

Jawa, selain itu lokasi ini memiliki luas yang tidak cukup besar dan hampir membentuk

pulau yang terisolasi. Karakteristik lain dari pulau ini adalah daratan rendah yang datar

dan dekat dengan laut yang bukan merupakan habitat untuk elang jawa (van Balen et al.,

1999).

Page 7: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

3

Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk mengetahui apakah elang jawa telah

establish di pulau Nusakambangan melalui sarang sebagai indikator. Jika sarang

ditemukan, maka kami mengukur karakteristik situs bersarang yang digunakan oleh elang

jawa di Pulau ini mengingat kondisi lingkungan pasti berbeda dengan kondisi lingkungan

pada umumnya (hutan pegunungan). Menggunakan data karakteristik situs bersarang,

kami mencoba untuk memprediksi keberlanjutan populasi elang jawa ditinjau dari

ketersedian kesesuaian lokasi situs bersarang yang tersedia di seluruh Pulau

Nusakambangan.

Page 8: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Javan Hawk-eagle (Nisaetus bartelsi)atau yang dikenal dengan nama Elang Jawa,

burung ini merupakan spesies endemik Jawa karena daerah sebarannya hanya disekitar

wilayah Pulau Jawa. Elang Jawa memiliki ukuran tubuh 600 mm dan jambul menonjol.

Dewasa: jambul hitam dengan ujung putih. Mahkota dan garis-garis hitam halus. Pipi dan

tengkuk cokelat kemerahan. Punggung dan atas bulu sayap coklat gelap. Ekor juga coklat

dengan empat pita hitam. Tenggorokan putih dengan garis hitam ditengahnya. Perut,

berwarna krem atau kuning muda dengan bercak coklat gelap. Iris kuning ke jinggaan

(dewasa) dan abu-abu gelap (juvenil). Burung yang belum dewasa memiliki warna lebih

terang dan polos di bagian bawah (Prawiradilaga, 1999). Elang Jawa dinyatakan sebagai

burung nasional Indonesia dan simbol spesies langka oleh Presiden Soeharto pada tanggal

10 Januari 1993, karena kemiripannya dengan Burung Garuda, yang merupakan burung

mitologi di Indonesia, dan karena kelangkaan dan keunikannya (Sözer & Nijman, 1995).

B. Kebiasaan dan Habitat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sözer & Nijman (1995), bahwa

Elang Jawa mendiami daerah hutan primer yang masih terpelihara, tercatat juga di

sebagian besar daerah dengan lereng curam dan di habitat yang kurang khas seperti

perkebunan jati, hutan pinus dan di sekitar pemukiman manusia. Elang Jawa memiliki

distribusi terbatas. Hal ini dianggap tergantung pada hutan pegunungan wilayah Jawa

Barat dan tidak pernah digambarkan sebagai sesuatu yang melimpah. Menurut Sözer &

Nijman (1995), persyaratan habitat Elang Jawa tergantung pada dataran rendah yang

subur (selalu hijau sepanjang tahun) dan hutan hujan pegunungan. Namun, sarang Elang

Jawa juga bahkan telah tercatat di hutan sekunder, hutan produksi, hutan semi-gugur

tropis dan lebih memilih lereng terjal dengan tutupan vegetasi yang tinggi (Tsuyuki,

2008).

Elang Jawa bertelur setiap dua tahun, terutama antara Januari dan Juli, namun

dapat berkembang biak pada setiap saat sepanjang tahun (Prawiradilaga, 1999), dengan

hasil reproduksi yang umumnya dianggap rendah (Tsuyuki, 2008). Sarangnya berstruktur

besar yang terbuat dari batang dan daun, dilapisi dengan daun hijau, dan ditempatkan di

Page 9: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

5

sebuah pohon besar. Dari hasil studi yang dilakukan Sözer & Nijman (1995), sarang

ditemukan terletak di pohon besar yang khas yakni Rasamala, dan terekspos di lereng

utara-barat dari punggungan yang sangat curam. Dan diperkirakan ketinggian pohon di

30-35m. Pada lembah di bawah sungai kecil yang mengalir dari pegunungan. Burung

Elang Jawa biasanya memangsa mamalia kecil, termasuk Tikus pohon, tupai, kelelawar,

tikus, dan hewan pengerat kecil lainnya. Namun, memakan burung, ular, dan kadal juga

(Prawiradilaga, 1999).

C. Status dan Distribusi

Sebagian besar Elang Jawa yang teramati di hutan primer. Hutan primer yang

ditempati sering terganggu, baik oleh pengaruh manusia atau oleh alam misalnya sebagai

akibat dari angin topan atau tanah longsor. Catatan insidental luar hutan primer menjadi

hutan terdegradasi tidak menunjukkan bahwa spesies dapat bertahan hidup dalam jenis

habitat. Bila tidak terdapat hutan yang masih asli keberadaan spesies mungkin tidak

ditemukan pada daerah tersebut (Sözer & Nijman, 1995). Keadaan tersebut menjadi

alasan IUCN menetapkan Elang Jawa sebagai spesies yang terancam punah dengan status

“endangered”.

Pesebaran Elang Jawa di Pulau Jawa mencakup wilayah dekat pantai sampai ke

hutan pegunungan bawah dan atas pada ketinggian 2.200 m dpl (Prawiradilaga, 1999).

Hasil survei oleh van Balen (1991) Elang Jawa juga ditemukan di dataran rendah di

Lebakhaijo dan Alas Purwo, di mana spesies tercatat di permukaan laut. MacKinnon &

Phillips (1993) menyatakan bahwa sebagian besar catatan berasal dari pegunungan di

wilayah Jawa Barat hingga 3000 m, tetapi juga di permukaan laut Meru Betiri.

Tercatat baru-baru ini, pada tahun 2015 ditemukan sepasang Elang Jawa di sisi

timur Kali Jati yang masuk dalam kawasan Cagar Alam Nusakambangan Barat, sedang

bertengger di atas pohon dengan tinggi 20 m. Perjumpaan Elang Jawa ini teramati dua

kali, yaitu pada bulan Januari dan Maret oleh Agus & Ahmad (manuskrip tidak

terpublikasi) yang merupakan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sekaligus anggota

Komunitas Save Our Nusakambangan Island, Cilacap. Nusakambangan merupakan pulau

dengan luas sekitar 240 km2 yang secara ekologis sangat penting karena terdapat hutan

alam dataran rendah, hutan pantai dan hutan bakau (Suripto & Hamidy, 2015).

Page 10: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

6

Gambar 1. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) sedang bertengger di Cagar Alam Barat Nusakambangan

Gambar 2. Sepasang Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Nusakambangan

Page 11: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

7

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian difokuskan di area Cagar Alam Nusakambangan Barat

mengingat inisiasi perjumpaan tercatat di kawasan tersebut, meskipun tidak menutup

kemungkinan jika distribusi elang jawa mencapai Cagar Alam Nusakambangan Timur.

Waktu penelitian akan dilaksakan pada bulan April – Juni 2017. Walaupun berdasarkan

referensi sebelumnya diketahui bahwa elang jawa berkembangbiak sepanjang tahun,

namun waktu berkembangbiak umumnya terjadi pada bulan-bulan tersebut(Nijman &

Van Balen, 2003).

B. Estimasi populasi dan deteksi sarang

Mengingat bahwa jenis-jenis raptor merupakan satwa yang sulit untuk ditemukan,

kami memadukan beberapa metode pencarian, yaitu: mengamati dari vantage-point (area

tinggi yang memungkinkan untuk mengamati keberadaan elang jawa), line transect, dan

menelusuri jalur yang telah ada. Setiap individu elang yang ditemukan, kami kelompokan

mengikuti Nijman & Van Balen (2003)menjadi empat berdasarkan kelas umurnya, yaitu:

fledglings (anakan), juveniles (elang muda),immatures (remaja), dan adults

(dewasa).Anakan hampir serupa dengan elang muda, perbedaannya terdapat pada bulu

yang belum tumbuh dengan sempurna. Elang muda berwarna coklat cinamon, sayap

berwarna cokelat, dan memiliki iris berwarna ungu kebiruan. Remaja memiliki warna

yang berwarna lebih gelap dibadingkan elang muda, sudah terdapat corak pita pada

sayapnya, serta iris yang berwarna kuning. Sedangkan dewasa dibedakan melalui corak

pita yang telah sempurna pada sayapnya.

Kami mencoba untuk mencirikan tanda yang ada pada setiap individu untuk

membedakan dengan individu yang ditemukan selanjutnya, hal ini bertujuan untuk

mencegah pengulangan perhitungan estimasi populasi.Deteksi sarang elang dilakukan

mengikuti deskripsi dariNijman, van Balen, & Sözer (2000). Mengingat bahwa spesies

burung besar di Nusakambangan tidak sedikit, maka deteksi sarang elang mungkin lebih

sulit dikenali. Oleh karena itu, kami meminta bantuan dari petugas lokal untuk membantu

mengenali sarang dari elang jawa (Komunitas Save Our Nusakambangan Island).

Page 12: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

8

C. Pengukuran karakteristik situs bersarang

Parameter yang digunakan untuk mengukur karakteristik sarang elang jawa

mengikutiBakaloudis, Vlachos, Papageorgiou, & Holloway (2001) dan Nijman et al.

(2000). Kami mengindentifikasi spesies pohon yang digunakan oleh elang jawa untuk

bersarang dan mengukur diameter pohon (DBH: Diameter Breast High), tinggi pohon dan

tinggi sarang dari permukaan tanah menggunakan Nikon forestry laser range finder. Kami

juga menghitung persentase rasio antara tinggi sarang dan tinggi pohon. Kami juga

menghitung posisi sarang relatif terhadap crown atau tajuk dengan cara membagi jarak

antara sarang dengan cabang paling bawah dengan lebar tajuk. Lebar tajuk diukur dari

cabang terbawah hingga ujung pohon(Koops, McGrew, de Vries, & Matsuzawa, 2012).

Lokasi peletakan sarang dikategorikan menjadi batang utama, cabang utama, dan

cabang skunder. Cabang utama adalah cabang yang keluar dari batang utama, sedangkan

cabang skunder adalah cabang yang keluar dari cabang utama. Kami tidak memasukkan

ranting ke dalam kategori, karena berdasarkanNijman et al.(2000) diketahui bahwa elang

tidak bersarang di ranting atau periperal pohon. Kami juga mendeksripsikan tipe

percabangan dimana lokasi sarang berada dan mengelompokkannya menjadi tidak

bercabang, bercabang dua (bifurcation) atau bercabang tiga (trifurcation). Inklinasi

batang atau cabang tempat sarang berada dikategorikan menjadi lurus (vertical) atau

miring (inclined vertical), dan datar (horizontal)(Koops et al., 2012).

Tutupan kanopi vegetasi di bawah dan di sekitar pohon sarang diambil dengan

menggunakan Lensa Sigma Hemispherical dengan area cakupan 1800 yang dikoneksikan

dengan Kamera digital full-frame Canon Eos 5D(Rich, 1990). Pengambilan gambar

tutupan kanopi dibagi menjadi dua, tutupan kanopi pohon sarang dan tutupan kanopi

disekitar pohon sarang. Tutupan kanopi pohon sarang diukur dengan mengambil gambar

tutupan tepat dari samping pohon. Sedangkan tutupan kanopi di sekitar pohon sarang

dilakukan dengan membagi pohon sarang menjadi empat kuadran dimana pohon sarang

sebagai pusatnya. Penentuan kuadran tersebut diaplikasikan secara acak, dengan jarak

total masing-masing kuadran adalah 100 meter. Gambar diambil sebanyak dua titik pada

tiap kuadran, masing-masing berada pada jarak 50 meter dan 100 meter dari pohon

sarang. Hasil gambar selanjutnya akan didigitas ke dalam komputer dan dianalisis

menggunakan software GLA 2.0(Frazer, Canham, & Lertzman, 1999). Parameter lain

yang diambil adalah ketinggian (altitude) dengan menggunakan altimeter.

Page 13: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

9

D. Permodelan kesesuaian lokasi situs bersarang dengan GIS

Parameter-parameter yang paling berpengaruh terhadap preferensi bersarang

elang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi kesesuaian tempat bersarang elang

jawa. Dengan menggunakan parameter-parameter tersebut, kami membuat line transect

sepanjang 4 km (menyesuaikan dan sejajar dengan lebar pulau) sebanyak 10 transect yang

dibuat sejajaruntuk mendeteksi kesesuaian struktur habitat bersarang elang jawa. Setiap

lokasi yang sesuai terdeteksi, kami menandainya dengan menggunakan GPS.

E. Analisi data

Analis komponen utama atau PCA digunakan untuk mengevaluasi variabel-

variabel yang paling mempengaruhi preferensi elang jawa bersarang. Data-data tersebut

dianalisis menggunakan rotasi varimax. Variabel yang dianggap dominan adalah variabel

yang memiliki skor faktor lebih besar dari 0,5. Uji analisis komponen utama ini dilakukan

dengan menggunakan software SPSS 17 untuk Windows. Sedangkan untuk

menekspresikan titik-titik lokasi yang sesuai dengan preferensi bersarang elang jawa,

kami menggunakan program Arcview 3.3. Data GPS yang diperoleh berdasarkan hasil

observasi selanjutnya diinput ke dalam peta dasar tematik Nusakambangan yang

diperoleh dari Bakosurtanal.

Page 14: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Observasi secara periodik yang dilakukan mulai tahun 2011 hingga 2017

diperoleh 3 (tiga) kali perjumpaan dengan Elang Jawa pada waktu yang berbeda. Elang

Jawa terekam pertama kali di kawasan IUP Holcim Indonesia Cilacap Plant bagian timur

(108°58'22.969"E, 7°44'50.882"S ), ketika kegiatan Monitoring Biodiversitas di kawasan

IUP Holcim Indonesia Cilacap Plant, Nusakambangan. Perjumpaan kedua tercatat di

kawasan Cagar Alam Nusakambangan Barat (108°48'7.698"E, 7°43'1.5"S).

Gambar 3. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) sedang bertengger di Cagar Alam Barat

Nusakambangan

Page 15: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

11

Gambar 4. Sepasang Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Nusakambangan

Berbeda dengan perjumpaan lainnya, pada perjumpaan kedua ini, sepasang Elang

Jawa yang berada di cabang pohon mendatar dengan tinggi sekitar 20 m. Catatan

perjumpaan ini mengindikasikan adanya kemungkinan pembentukan pasangan (pair

formation) dimana tidak menutup kemungkinan terjadinya proses perkawinan dan

reproduksi. Pada pertemuan yang ketiga, satu individu Elang Jawa ditemukan pada lokasi

yang serupa namun di pohon yang berbeda (108°48'7.166"E, 7°43'0.432"S), jarak antar

pohon (tempat perjumpaan sebelumnya) dengan pohon ini sekitar 50 m. Pada tahun 2016,

observasi anekdotal masih mendeteksi keberadaan Elang ini di Nusakambangan tepatnya

di Cagar Alam Nusakambangan Barat, namun rincian data dan titik koordinat tidak

tersedia.

Gambar 5. Peta distribusi Elang Jawa di Nusakambangan mulai dari Tahun 2013

Berdasarkan data waktu perjumpaan (grafik) diketahui bahwa keberadaan Elang

Jawa di Pulau Nusakambangan termasuk data rekaman anekdotal telah mencapai 3 (lima)

tahun. Lokasi pertama kali Elang Jawa terdeteksi adalah di Kawasan IUP Holcim dan 3

(tiga) lokasi lainnya berada di Cagar Alam Nusakambangan Barat. Kami tidak

Page 16: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

12

memastikan apakah Individu Elang Jawa yang ditemukan di IUP Holcim serupa dengan

individu yang teramati di 3 (tiga) titik di Kawasan Cagar Alam Nusakambangan Barat.

Mengacu kepada data ditemukannya sepasang Elang Jawa, maka kami melakukan

observasi di tahun 2017 untuk mendeteksi adanya jejak reproduksi. Observasi yang

dilakukan pada bulan Juli 2017 di wilayah Kalijati, Cagar Alam Nusakambangan Barat

(lokasi terakhir ditemukan pasangan Elang Jawa) tidak ditemukan adanya jejak

reproduksi (seperti: sarang, anakan elang). Pada observasi tersebut bahkan tidak

ditemukan individu Elang Jawa. Dengan demikian, kami tidak dapat melakukan analisis

karakteristik bersarang Elang Jawa di Nusakambangan dan juga tidak dapat memetakan

potensi bersarangnya.

Gambar 6. Peta pertemuan dengan Elang Jawa di Pulau Nusa Kambagan berdasarkan

waktu

Keterangan:

1. Kotak yang diaksir mengindikasikan pertemuan sepasang Elang Jawa

2. Kotak berwarna cokelat mengindikasikan hasil observasi anekdotal dimana data dan titik

koordinat tidak tercatat

B. PEMBAHASAN

Elang Jawa merupakan Elang endemik Jawa yang hanya ditemukan di kawasan

hutan hijau (evergreen forest spesialist). Meningkatnya populasi manusia dan aktivitas

pembangunan di Pulau Jawa menyebakan Elang Jawa hanya dapat ditemukan di sisa-sisa

hutan. Tahun 1999, van Balen, Nijman, & Sözer (1999) mencatat keberadaan Elang Jawa

di 27 lokasi hutan di sepanjang Pulau Jawa. Meningkatnya kegiatan eksplorasi

Jan

uar

i

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Juli

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

No

vem

ber

Des

emb

er

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

Bulan

Tahun

catatan anedoktal

Page 17: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

13

pengamatan Elang Jawa di wilayah selatan Pulau Jawa (meliputi kawasan yang serupa

dan juga kawasan baru) menunjukkan catatan keberadaan Elang Jawa di 15 lokasi baru,

namun hasil obervasi juga menemukan hilangnya populasi Elang Jawa dari beberapa

lokasi sebelumnya (seperti: Ciwidey, Pangalengan, Danau Pangkalan) (Setiadi,

Rakhman, Nurwatha, Muchtar, & Raharjaningtrah, 2000). Hasil pengamatan terbaru

melaporkan adanya lokasi distribusi baru dari Elang Jawa, yaitu di Kondang Merak,

Malang (Ardiansyah et al., 2015).

Deteksi keberadaan Elang Jawa dalam penelitian ini menjadi catatan baru

mengenai distribusi Elang Jawa di Pulau Jawa mengingat bahwa penelitian sebelumnya

tidak pernah mencatat keberadaan Elang ini di Pulau Nusakambangan (Setiadi et al.,

2000; R Sözer et al., 1998; van Balen et al., 1999) atau bahkan di kawasan konservasi

terdekatnya, yaitu Cagar Alam Pangandaran (Setiadi et al., 2000). Mengingat bahwa

preferensi habitat Elang Jawa adalah hutan primer (Thiollay & Meyburg, 1988) dan

kawasan Nusakambangan memiliki wilayah hutan primer yang tidak cukup luas (sekitar

2, 8 ha menurut Flora dan Fauna Indonesia), maka kemungkinan Elang Jawa tidak

terdeteksi dalam penelitian sebelumnya sangat kecil. Dengan demikian, kami berasumsi

bahwa individu Elang Jawa yang berada di Nusakambangan kemungkinan adalah Elang

Migrasi dari wilayah terdekat (Gunung Slamet; van Balen et al., 1999) atau individu yang

dipelihara oleh masyarakat. Meskipun demikian, tanpa mengacu kepada asal usulnya,

Elang Jawa tersebut diketahui dapat bertahan hidup selama kurang lebih 3 tahun di

Nusakambangan. Hal tersebut membuktikan bahwa kondisi alam Nusakambangan dapat

mendukung kehidupan Elang Jawa dan mungkin dapat pula mendukung reproduksinya,

mengingat bahwa Elang Jawa dilaporkan dapat sukses bereproduksi pada wilayah yang

bahkan kurang dari 20 ha (Setiadi et al., 2000). Penelitian jangka panjang sangat

diperlukan untuk mensensus dan memantau kehidupan serta establisasi Elang Jawa di

Pulau Nusakambangan ini.

Rekaman pengamatan sepasang Elang Jawa di Kalijati membuat kemungkinan

akan adanya proses perkawinan dan reproduksi, meskipun pada kenyataanya bahwa

banyak Elang Jawa yang ditemukan berpasangan (Nijman, 2004) dan diantara pasangan

itu tidak seluruhnya sukses melalukan perkawinan dan reproduksi (personal

communication). Meskipun demikian, rekaman catatan perjumpaan satu individu elang

Page 18: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

14

di lokasi serupa (hanya berjarak 50 meter dari lokasi awal) yang berselang hanya dua

bulan dari catatan sebelumnya memberikan harapan yang cukut kuat akan terjadinya

proses reproduksi.

Resit Sözer & Nijman (1995) dan van Balen et al. (1999) mengungkapkan bahwa

waktu inkubasi yang diperlukan oleh Elang Jawa adalah sekitar dua bulan. Pada saat

inkubasi tersebut, betina relatif menghabiskan seluruh waktu untuk mengeramkan telur

di sarang dan hanya sesekali saja pergi namun dengan lokasi yang tidak jauh dari sarang

(Nijman, van Balen, & Sözer, 2000). Jika asumsi telah terjadi proses reproduksi adalah

benar, maka satu individu yang terekam tersebut merupakan betina yang sedang mencari

makan atau mencari bahan untuk merenovasi sarang. Mengingat bahwa kami tidak

berhasil mengidentifikasi jenis kelamin dan tidak ditemukannya jejak reproduksi saat

observasi terakhir, maka asumsi ini belum dapat dipastikan. Penelitian lebih detail dengan

jangka waktu yang cukup lama sangat diperlukan untuk memastikan asumsi tersebut.

Nijman et al. (2000) telah melakukan studi yang menjelaskan deskripsi

karakteristik sarang Elang Jawa. Data tersebut dapat digunakan sebagian data acuan untuk

memetakan potensi lokasi bersarang Elang Jawa di Pulau Nusakambangan terutama di

Cagar Alam Nusakambangan Barat. Pada penelitian ini, kami belum dapat melakukan

analisis dan memetakan potensi bersarang Elang Jawa di Nusakambangan karena

kurangnya data informasi spasial dan iklim. Data spasial beresolusi tinggi, yaitu LIDAR,

untuk kawasan Nusakambangan tidak ditemukan begitu pula dengan data iklim dan

vegetasi.

Page 19: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

15

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Elang Jawa adalah Elang endemik Jawa yang hanya ditemukan di kawasan hutan

hijau (evergreen forest spesialist). Meningkatnya populasi manusia dan aktivitas

pembangunan di Pulau Jawa menyebabkan Elang Jawa hanya dapat ditemukan di

sisa-sisa hutan.

2. Hasil pengamatan terbaru menunjukkan lokasi distribusi baru dari Elang Jawa,

yaitu di Kondang Merak, Malang. Deteksi keberadaan Elang Jawa dalam

penelitian ini menjadi catatan baru mengingat bahwa preferensi habitat Elang

Jawa adalah hutan primer maka kemungkinan Elang Jawa tidak terdeteksi dalam

penelitian sebelumnya sangat kecil.

3. Elang Jawa yang berada di Nusakambangan kemungkinan adalah Elang Migrasi

dari wilayah terdekat (Gunung Slamet; van Balen et al., 1999) atau individu yang

dipelihara oleh masyarakat.

4. Rekaman pengamatan sepasang Elang Jawa di Kalijati membuat kemungkinan

akan adanya proses perkawinan dan reproduksi.

5. Pada penelitian ini belum dapat dianalisis dan dipetakan potensi bersarang Elang

Jawa di Nusakambangan karena kurangnya data informasi spasial dan iklim.

B. SARAN

1. Hutan Nusa Kambangan merupakan lokasi migrasi Elang Jawa yang berpotensi

tinggi untuk tempat melakukan reproduksi

2. Hutan Nusa Kambangan harus bebas dari segala bentuk invasi yang berpotensi merusak

kelestarian hutan alamiah.

3. Diperlukan pengamatan lebih lanjut dan berkala untuk memperoleh data spasial

beresolusi tinggi, data iklim dan vegetasi kawasan Nusakambangan.

Page 20: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

16

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M., Pramudita, H. E., Cahyono, H., Hermadhiyanti, W., Arifiantari, R.,

Sa’adah, A., … Diwanata, B. (2015). The Sighting Report Ofjavan Hawk-Eagle

(Nisaetus bartelsi) In The Area Of Kondang Merak, Malang Regency, Indonesia.

KnE Life Sciences, 2(1), 530–532.

Bakaloudis, D. E., Vlachos, C., Papageorgiou, N., & Holloway, G. J. (2001). Nest‐site

habitat selected by Short‐toed Eagles Circaetus gallicus in Dadia Forest

(northeastern Greece). Ibis, 143(4), 391–401.

Devictor, V., Julliard, R., & Jiguet, F. (2008). Distribution of specialist and generalist

species along spatial gradients of habitat disturbance and fragmentation. Oikos,

117(4), 507–514.

Frazer, G. W., Canham, C. D., & Lertzman, K. P. (1999). Gap Light Analyzer (GLA),

Version 2.0: Imaging software to extract canopy structure and gap light

transmission indices from true-colour fisheye photographs, users manual and

program documentation. Simon Fraser University, Burnaby, British Columbia, and

the Institute of Ecosystem Studies, Millbrook, New York, 36.

Gjershaug, J. O., Røv, N., Nygård, T., Prawiradilaga, D. M., Afianto, M. Y., Hapsoro,

S. A., & Supriatna, A. (2004). Home-range size of the Javan Hawk-Eagle

(Spizaetus bartelsi) estimated from direct observations and radiotelemetry. J.

Raptor Res, 38(4), 343–349.

Koops, K., McGrew, W. C., de Vries, H., & Matsuzawa, T. (2012). Nest-building by

chimpanzees (Pan troglodytes verus) at Seringbara, Nimba Mountains:

antipredation, thermoregulation, and antivector hypotheses. International Journal

of Primatology, 33(2), 356–380.

Lee, J. C. (2003). The Cuban Treefrog in Florida. Life History of a Successful

Colonizing Species. Herpetological Review, 34(1), 85.

MacKinnon, J., & Phillips, K. (1993). Field Guide to the Birds of Sumatra, Borneo,

Java and Bali (The Greater Sunda Islands). Oxford (GB): Oxford University Press.

Newton, I. (2003). Speciation and biogeography of birds. Academic Press.

Nijman, V. (2004). Habitat segregation in two congeneric hawk-eagles (Spizaetus

bartelsi and S. cirrhatus) in Java, Indonesia. Journal of Tropical Ecology, 20(1),

Page 21: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

17

105–111.

Nijman, V., & Van Balen, S. B. (2003). Wandering stars: age‐related habitat use and

dispersal of Javan Hawk‐eagles (Spizaetus bartelsi). Journal Für Ornithologie,

144(4), 451–458.

Nijman, V., van Balen, S. B., & Sözer, R. (2000). Breeding biology of Javan hawk-

eagle Spizaetus bartelsi in West Java, Indonesia. Emu, 100(2), 125–132.

Prawiradilaga, D. M. (1999). Elang Jawa Satwa Langka. Seri Pendidikan Konservasi

Keanekaragaman Hayati. Bogor: Biodiversity Conservationa Project [LIPIPHKA-

JICA].

Rich, P. M. (1990). Characterizing plant canopies with hemispherical photographs.

Remote Sensing Reviews, 5(1), 13–29.

Setiadi, A. P., Rakhman, Z., Nurwatha, P. F., Muchtar, M., & Raharjaningtrah, W.

(2000). Status, distribution, population, ecology and conservation Javan

Hawkeagle Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924 on southern part of west Java.

FFI/BirdLife International/YPAL-HIMIBIO (Bandung: UNPAD).

Sözer, R., & Nijman, V. (1995). Behavioural ecology, distribution and conservation of

the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924. Verslagen En

Technische Gegevens, 62(1), 1–122.

Sözer, R., Nijman, V., Setiawan, I., Van Balen, S., Prawiradilaga, D. M., & Subijanto, J.

(1998). Javan Hawk-eagle recovery plan. Bogor: Directorate General of Forest

Protection and Nature Conservation (PHPA)—Indonesian Institute of Sciences

(LIPI)/BirdLife International Indonesia Programme.(Recovery Plan 2).

Stattersfield, A. J., Crosby, M. J., Long, A. J., & Wege, D. C. (2005). Endemic bird

areas of the world: priorities for biodiversity conservation.

Suripto, B. A., & Hamidy, A. (2015). Burung di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa

Tengah: Keanekaragaman, Adaptasi dan Jenis-Jenis Penting untuk Dilindungi.

Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 13(1), 9–25.

Temple, S. A. (1992). Exotic birds: a growing problem with no easy solution. The Auk,

109(2), 395–397.

Thiollay, J.-M., & Meyburg, B. U. (1988). Forest fragmentation and the conservation of

raptors: a survey on the island of Java. Biological Conservation, 44(4), 229–250.

Tsuyuki, S. (2008). GIS-based modeling of Javan Hawk-Eagle distribution using

Page 22: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

18

logistic and autologistic regression models. Biological Conservation, 141(3), 756–

769.

van Balen, S. B. A. S. (1991). The Java Hawk Eagle Spizaetus bartelsi WWGBP project

report No.1. Birds of Prey Bull, 4, 33–40.

van Balen, S. B. A. S., Nijman, V., & Sözer, R. (1999). Distribution and conservation of

the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. Bird Conservation International, 9(4),

333–349.

Page 23: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Lampiran 1.

Submit di:

Establisasi Dan Prediksi Keberlanjutan Populasi Elang Endemik Jawa

Nisaetus Bartelsi Di Nusakambangan, Jawa Tengah: Sarang Sebagai

Indikator

Oleh:

Rini Puspitaningrum, Mohamad Isnin Noer.

Abstraks

Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) tergolong ecological specialist yang umumnya

memiliki distribusi yang sempit dan menjadi endemik karena daerah distribusi atau

pesebarannya hanya disekitar wilayah Pulau Jawa. Elang Jawa menempati hutan hujan

tropis pada ketinggian 0 – 3000 meter diatas permukaan laut, dimana spesies ini lebih

banyak ditemukan pada ketinggian 500 – 2000 meter dpl dan mendiami hutan primer

yang terpelihara seperti hutan hujan pegunungan. Namun, hutan yang menjadi habitat

Elang Jawa ini sering terganggu oleh manusia maupun bencana alam, sehingga hutan

terdegradasi dan keberadaan Elang Jawa terancam. Karena kondisi tersebut, IUCN

menetapkan Elang Jawa dalam status endangered. Kasus endemik seperti Elang Jawa ini

menjadi prioritas utama konservasi untuk memperluas distribusi dan potensi dari spesies

tersebut. Pada beberapa kasus, spesies endemik dapat menempati suatu habitat baru yang

cukup berbeda dengan habitat aslinya karena kesempatandan beberapa mungkin dapat

mencapai proses reproduksi. Reproduksi merupakan aspek fundamental biologis untuk

menentukan establisasi dari suatu spesies, maka keberadaan jejak reproduksi (seperti

sarang) dapat digunakan sebagai indikator suksesnya establisasi suatu spesies di suatu

wilayah.Observasi anecdotal baru-baru ini mendeteksi keberadaan Elang Jawa di cagar

alam Nusakambanganpada dua waktu yang berbeda. Meskipun belum diketahui apakah

individu yang dijumpai pada dua waktu berbeda tersebut adalah individu yang serupa atau

bukan, namun pada satu perjumpaan ditemukan sepasang Elang Jawa. Perjumpaan

Page 24: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

sepasang Elang Jawa ini cukup memungkinkan untuk terjadinya proses

perkembangbiakan.Lokasi ini sebelumnya belum masuk ke dalam daftar distribusi Elang

Jawa di Pulau Jawa, selain itu lokasi ini memiliki luas yang tidak cukup besar dan hampir

membentuk pulau yang terisolasi. Karakteristik lain dari pulau ini adalah daratan rendah

yang datar dan dekat dengan laut yang bukan merupakan habitat untuk Elang Jawa.Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Elang Jawa telah establish

di pulau Nusakambangan melalui sarang sebagai indikator. Jika sarang ditemukan, maka

kami mengukur karakteristik situs bersarang yang digunakan oleh Elang Jawa di Pulau

ini mengingat kondisi lingkungan pasti berbeda dengan kondisi lingkungan pada

umumnya (hutan pegunungan). Menggunakan data karakteristik situs bersarang, kami

mencoba untuk memprediksi keberlanjutan populasi Elang Jawa ditinjau dari ketersedian

kesesuaian lokasi situs bersarang yang tersedia di seluruh Pulau

Nusakambangan.Parameter-parameter yang paling berpengaruh terhadap preferensi

bersarang elang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi kesesuaian tempat

bersarang Elang Jawa. Digunakan analis komponen utama atau PCA untuk mengevaluasi

variabel-variabel yang paling mempengaruhi preferensi Elang Jawa bersarang. Data-data

tersebut dianalisis menggunakan rotasi varimax. Variabel yang dianggap dominan adalah

variabel yang memiliki skor faktor lebih besar dari 0,5. Uji analisis komponen utama ini

dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17 untuk Windows. Sedangkan untuk

menekspresikan titik-titik lokasi yang sesuai dengan preferensi bersarang Elang Jawa,

kami menggunakan program Arcview 3.3.Data GPS yang diperoleh berdasarkan hasil

observasi selanjutnya diinput ke dalam peta dasar tematik Nusakambangan yang

diperoleh dari Bakosurtanal.

PENDAHULUAN

Distribusi dan kelimpahan dari suatu organisme sangat ditentukan oleh faktor-

faktor tertentu, seperti kuantitas dan kualitas suatu habitat, keberadaan pesaing, predator

dan parasit, kemampuan untuk dapat bertahan di luar habitat fundamentalnya, serta

kondisi iklim dan geologis suatu wilayah baik yang terjadi saat ini atau di masa

lampau(Newton, 2003).Diantara faktor-faktor tersebut, interaksi biotik (seperti:

kompetisi, predasi, parasit) dan karakteristik habitat (tutupan dan struktur vegetasi)

merupakan rintangan distribusi dalam skala kecil dari suatu organisme, sedangkan faktor

abiotik (khusunya iklim) adalah penghalang distribusi dalam skala besar(Newton, 2003).

Dengan kata lain, ilmu ekologimengkategorikan organisme menjadi dua kelompok

berdasarkan kemampuan distribusinya, yaitu ecological generalist dan ecological

specialist. Ecological generalist adalah organisme atau spesies yang mampu hidup pada

kisaran kondisi lingkungan yang tinggi atau di luar kondisi fundamentalnya, sedangkan

ecological specialist cenderung untuk dapat hidup pada kondisi yang serupa dengan

kondisi fundamentalnya(Devictor, Julliard, & Jiguet, 2008).

Page 25: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Spesies yang tergolong dalam ecological generalist cenderung untuk menginvasi

wilayah-wilayah baru dan memiliki distribusi yang sangat luas di sepanjang gradien

lingkungan. Spesies ini seringkali menjadi masalah invasi biologis (biological invasion)

yang umumnya memberikan dampak buruk terhadap spesies lokal karena invasinya.

Sebaliknya, spesies yang tergolong ecological specialist umumnya memiliki distribusi

yang sempit dan tidak jarang yang menjadi spesies endemik dan langka pada akhirnya.

Kasus spesies endemik ini menjadi prioritas utama konservasi di seluruh dunia dan

berbagai inisiatif telah dilakukan untuk memperluas distribusi dan populasi dari spesies

tersebut(Stattersfield, Crosby, Long, & Wege, 2005). Meskipun demikian, tidak jarang

kegagalan yang diterima karena sulitnya untuk mengetahui misteri dari ke-endemis-an

suatu spesies(Temple, 1992).

Pada beberapa kasus, spesies endemik dapat menempati suatu habitat baru yang

cukup berbeda dengan habitat aslinya karena kesempatan(van Balen, Nijman, & Sözer,

1999) dan beberapa mungkin dapat mencapai proses reproduksi(van Balen,

1991).Mengingat reproduksi merupakan aspek fundamental biologis untuk menentukan

establisasi dari suatu spesies (Lee, 2003), maka keberadaan jejak reproduksi (seperti)

sarang) dapat digunakan sebagai indikator suksesnya establisasi suatu spesies di suatu

wilayah.

Elang jawa diketahui menempati hutan hujan tropis pada ketinggian 0 – 3000

meter diatas permukaan laut(MacKinnon & Phillips, 1993), dimana spesies ini lebih

banyak ditemukan pada ketinggian 500 – 2000 meter dpl(Sözer & Nijman, 1995; van

Balen, 1991).Spesies elang jawa hanya ditemukan di Pulau Jawa, namun distribusinya di

Pulau Jawa cukup merata mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Meskipun sebagian

besar ditemukan di wilayah yang konservasi, namun beberapa diketahui hidup di wilayah

yang terganggu(van Balen, 1991). Daerah jelajah elang ini umumnya adalah 400 ha,

namun berkurang menjadi sekitar 300 ha diluar musim kawin(Gjershaug et al.,

2004).Untuk bersarang, pohon tinggi berkisar 30 – 50 meter (Rasamala Altingia excelsa,

Pasang Quercus sp., Puspa Schima wallichii) dengan area terbuka di sekelilingnya

menjadi pilihan elang jawa. Lokasi sarang biasanya terletak pada percabangan trifurkasi

(cabang tiga) yang berada sekitar ¾ dari tinggi pohon. Diameter sarang kurang lebih

sekitar 1 meter.

Page 26: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Observasi anecdotal baru-baru ini mendeteksi keberadaan elang jawa di cagar

alam Nusakambangan pada dua waktu yang berbeda (gambar 1 dan 2). Meskipun belum

diketahui apakah individu yang dijumpai pada dua waktu berbeda tersebut adalah

individu yang serupa atau bukan, namun pada satu perjumpaan ditemukan sepasang elang

jawa (Agus & Ahmad, manuskrip tidak terpublikasi). Perjumpaan sepasang elang jawa

ini cukup memungkinkan untuk terjadinya proses perkembangbiakan (gambar 2). Pulau

Nusakambangan memanjang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 36 km dan lebar

antara 4-6 km. Luas Pulau Nusakambangan seluruhnya adalah 210 km atau 21.000 ha.

Secara administratif Pulau Nusakambangan termasuk wilayah Kabupaten Cilacap,

tepatnya dalam wilayah Kotatip Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan. Pulau ini masih

memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi dan hutan yang cukup padat, sehingga

dimasukkan menjadi wilayah Cagar Alam, tepatnya di wilayah bagian timur dan

barat.Lokasi ini sebelumnya belum masuk ke dalam daftar distribusi elang jawa di Pulau

Jawa, selain itu lokasi ini memiliki luas yang tidak cukup besar dan hampir membentuk

pulau yang terisolasi. Karakteristik lain dari pulau ini adalah daratan rendah yang datar

dan dekat dengan laut yang bukan merupakan habitat untuk elang jawa (van Balen et al.,

1999).

Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk mengetahui apakah elang jawa telah

establish di pulau Nusakambangan melalui sarang sebagai indikator. Jika sarang

ditemukan, maka kami mengukur karakteristik situs bersarang yang digunakan oleh elang

jawa di Pulau ini mengingat kondisi lingkungan pasti berbeda dengan kondisi lingkungan

pada umumnya (hutan pegunungan). Menggunakan data karakteristik situs bersarang,

kami mencoba untuk memprediksi keberlanjutan populasi elang jawa ditinjau dari

ketersedian kesesuaian lokasi situs bersarang yang tersedia di seluruh Pulau

Nusakambangan.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian

Lokasi penelitian difokuskan di area Cagar Alam Nusakambangan Barat

mengingat inisiasi perjumpaan tercatat di kawasan tersebut, meskipun tidak menutup

kemungkinan jika distribusi elang jawa mencapai Cagar Alam Nusakambangan Timur.

Waktu penelitian akan dilaksakan pada bulan April – Juni 2017. Walaupun berdasarkan

referensi sebelumnya diketahui bahwa elang jawa berkembangbiak sepanjang tahun,

Page 27: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

namun waktu berkembangbiak umumnya terjadi pada bulan-bulan tersebut(Nijman &

Van Balen, 2003).

Estimasi populasi dan deteksi sarang

Mengingat bahwa jenis-jenis raptor merupakan satwa yang sulit untuk ditemukan,

kami memadukan beberapa metode pencarian, yaitu: mengamati dari vantage-point (area

tinggi yang memungkinkan untuk mengamati keberadaan elang jawa), line transect, dan

menelusuri jalur yang telah ada. Setiap individu elang yang ditemukan, kami kelompokan

mengikuti Nijman & Van Balen (2003)menjadi empat berdasarkan kelas umurnya, yaitu:

fledglings (anakan), juveniles (elang muda),immatures (remaja), dan adults

(dewasa).Anakan hampir serupa dengan elang muda, perbedaannya terdapat pada bulu

yang belum tumbuh dengan sempurna. Elang muda berwarna coklat cinamon, sayap

berwarna cokelat, dan memiliki iris berwarna ungu kebiruan. Remaja memiliki warna

yang berwarna lebih gelap dibadingkan elang muda, sudah terdapat corak pita pada

sayapnya, serta iris yang berwarna kuning. Sedangkan dewasa dibedakan melalui corak

pita yang telah sempurna pada sayapnya.

Kami mencoba untuk mencirikan tanda yang ada pada setiap individu untuk

membedakan dengan individu yang ditemukan selanjutnya, hal ini bertujuan untuk

mencegah pengulangan perhitungan estimasi populasi.Deteksi sarang elang dilakukan

mengikuti deskripsi dariNijman, van Balen, & Sözer (2000). Mengingat bahwa spesies

burung besar di Nusakambangan tidak sedikit, maka deteksi sarang elang mungkin lebih

sulit dikenali. Oleh karena itu, kami meminta bantuan dari petugas lokal untuk membantu

mengenali sarang dari elang jawa (Komunitas Save Our Nusakambangan Island).

Pengukuran karakteristik situs bersarang

Parameter yang digunakan untuk mengukur karakteristik sarang elang jawa

mengikutiBakaloudis, Vlachos, Papageorgiou, & Holloway (2001) dan Nijman et al.

(2000). Kami mengindentifikasi spesies pohon yang digunakan oleh elang jawa untuk

bersarang dan mengukur diameter pohon (DBH: Diameter Breast High), tinggi pohon dan

tnggi sarang dari permukaan tanah menggunakan Nikon forestry laser range finder. Kami

juga menghitung persentase rasio antara tinggi sarang dan tinggi pohon. Kami juga

menghitung posisi sarang relatif terhadap crown atau tajuk dengan cara membagi jarak

antara sarang dengan cabang paling bawah dengan lebar tajuk. Lebar tajuk diukur dari

cabang terbawah hingga ujung pohon(Koops, McGrew, de Vries, & Matsuzawa, 2012).

Page 28: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Lokasi peletakan sarang dikategorikan menjadi batang utama, cabang utama, dan

cabang skunder. Cabang utama adalah cabang yang keluar dari batang utama, sedangkan

cabang skunder adalah cabang yang keluar dari cabang utama. Kami tidak memasukkan

ranting ke dalam kategori, karena berdasarkanNijman et al.(2000) diketahui bahwa elang

tidak bersarang di ranting atau periperal pohon. Kami juga mendeksripsikan tipe

percabangan dimana lokasi sarang berada dan mengelompokkannya menjadi tidak

bercabang, bercabang dua (bifurcation) atau bercabang tiga (trifurcation). Inklinasi

batang atau cabang tempat sarang berada dikategorikan menjadi lurus (vertical) atau

miring (inclined vertical), dan datar (horizontal)(Koops et al., 2012).

Tutupan kanopi vegetasi di bawah dan di sekitar pohon sarang diambil dengan

menggunakan Lensa Sigma Hemispherical dengan area cakupan 1800 yang dikoneksikan

dengan Kamera digital full-frame Canon Eos 5D(Rich, 1990). Pengambilan gambar

tutupan kanopi dibagi menjadi dua, tutupan kanopi pohon sarang dan tutupan kanopi

disekitar pohon sarang. Tutupan kanopi pohon sarang diukur dengan mengambil gambar

tutupan tepat dari samping pohon. Sedangkan tutupan kanopi di sekitar pohon sarang

dilakukan dengan membagi pohon sarang menjadi empat kuadran dimana pohon sarang

sebagai pusatnya. Penentuan kuadran tersebut diaplikasikan secara acak, dengan jarak

total masing-masing kuadran adalah 100 meter. Gambar diambil sebanyak dua titik pada

tiap kuadran, masing-masing berada pada jarak 50 meter dan 100 meter dari pohon

sarang. Hasil gambar selanjutnya akan didigitas ke dalam komputer dan dianalisis

menggunakan software GLA 2.0(Frazer, Canham, & Lertzman, 1999). Parameter lain

yang diambil adalah ketinggian (altitude) dengan menggunakan altimeter

Permodelan kesesuaian lokasi situs bersarang dengan GIS

Parameter-parameter yang paling berpengaruh terhadap preferensi bersarang

elang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi kesesuaian tempat bersarang elang

jawa. Dengan menggunakan parameter-parameter tersebut, kami membuat line transect

sepanjang 4 km (menyesuaikan dan sejajar dengan lebar pulau) sebanyak 10 transect yang

dibuat sejajaruntuk mendeteksi kesesuaian struktur habitat bersarang elang jawa. Setiap

lokasi yang sesuai terdeteksi, kami menandainya dengan menggunakan GPS.

Analisi data

Analis komponen utama atau PCA digunakan untuk mengevaluasi variabel-

variabel yang paling mempengaruhi preferensi elang jawa bersarang. Data-data tersebut

Page 29: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

dianalisis menggunakan rotasi varimax. Variabel yang dianggap dominan adalah variabel

yang memiliki skor faktor lebih besar dari 0,5. Uji analisis komponen utama ini dilakukan

dengan menggunakan software SPSS 17 untuk Windows. Sedangkan untuk

menekspresikan titik-titik lokasi yang sesuai dengan preferensi bersarang elang jawa,

kami menggunakan program Arcview 3.3. Data GPS yang diperoleh berdasarkan hasil

observasi selanjutnya diinput ke dalam peta dasar tematik Nusakambangan yang

diperoleh dari Bakosurtanal.

ASIL DAN PEMBAHASAN

Observasi secara periodik yang dilakukan mulai tahun 2011 hingga 2017

diperoleh 3 (tiga) kali perjumpaan dengan Elang Jawa pada waktu yang berbeda. Elang

Jawa terekam pertama kali di kawasan IUP Holcim Indonesia Cilacap Plant bagian timur

(108°58'22.969"E, 7°44'50.882"S ), ketika kegiatan Monitoring Biodiversitas di kawasan

IUP Holcim Indonesia Cilacap Plant, Nusakambangan. Perjumpaan kedua tercatat di

kawasan Cagar Alam Nusakambangan Barat (108°48'7.698"E, 7°43'1.5"S).

Gambar 7. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) sedang bertengger di Cagar Alam Barat

Nusakambangan

Page 30: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Gambar 8. Sepasang Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Nusakambangan

Berbeda dengan perjumpaan lainnya, pada perjumpaan kedua ini, sepasang Elang

Jawa yang berada di cabang pohon mendatar dengan tinggi sekitar 20 m. Catatan

perjumpaan ini mengindikasikan adanya kemungkinan pembentukan pasangan (pair

formation) dimana tidak menutup kemungkinan terjadinya proses perkawinan dan

reproduksi. Pada pertemuan yang ketiga, satu individu Elang Jawa ditemukan pada lokasi

yang serupa namun di pohon yang berbeda (108°48'7.166"E, 7°43'0.432"S), jarak antar

pohon (tempat perjumpaan sebelumnya) dengan pohon ini sekitar 50 m. Pada tahun 2016,

observasi anekdotal masih mendeteksi keberadaan Elang ini di Nusakambangan tepatnya

di Cagar Alam Nusakambangan Barat, namun rincian data dan titik koordinat tidak

tersedia.

Page 31: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Gambar 9. Peta distribusi Elang Jawa di Nusakambangan mulai dari Tahun 2013

Berdasarkan data waktu perjumpaan (grafik) diketahui bahwa keberadaan Elang

Jawa di Pulau Nusakambangan termasuk data rekaman anekdotal telah mencapai 3 (lima)

tahun. Lokasi pertama kali Elang Jawa terdeteksi adalah di Kawasan IUP Holcim dan 3

(tiga) lokasi lainnya berada di Cagar Alam Nusakambangan Barat. Kami tidak

memastikan apakah Individu Elang Jawa yang ditemukan di IUP Holcim serupa dengan

individu yang teramati di 3 (tiga) titik di Kawasan Cagar Alam Nusakambangan Barat.

Mengacu kepada data ditemukannya sepasang Elang Jawa, maka kami melakukan

observasi di tahun 2017 untuk mendeteksi adanya jejak reproduksi. Observasi yang

dilakukan pada bulan Juli 2017 di wilayah Kalijati, Cagar Alam Nusakambangan Barat

(lokasi terakhir ditemukan pasangan Elang Jawa) tidak ditemukan adanya jejak

reproduksi (seperti: sarang, anakan elang). Pada observasi tersebut bahkan tidak

ditemukan individu Elang Jawa. Dengan demikian, kami tidak dapat melakukan analisis

karakteristik bersarang Elang Jawa di Nusakambangan dan juga tidak dapat memetakan

potensi bersarangnya.

Page 32: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Gambar 10. Peta pertemuan dengan Elang Jawa di Pulau Nusa Kambagan berdasarkan

waktu

Keterangan:

3. Kotak yang diaksir mengindikasikan pertemuan sepasang Elang Jawa

4. Kotak berwarna cokelat mengindikasikan hasil observasi anekdotal dimana data dan titik

koordinat tidak tercatat

Elang Jawa merupakan Elang endemik Jawa yang hanya ditemukan di kawasan

hutan hijau (evergreen forest spesialist). Meningkatnya populasi manusia dan aktivitas

pembangunan di Pulau Jawa menyebakan Elang Jawa hanya dapat ditemukan di sisa-sisa

hutan. Tahun 1999, van Balen, Nijman, & Sözer (1999) mencatat keberadaan Elang Jawa

di 27 lokasi hutan di sepanjang Pulau Jawa. Meningkatnya kegiatan eksplorasi

pengamatan Elang Jawa di wilayah selatan Pulau Jawa (meliputi kawasan yang serupa

dan juga kawasan baru) menunjukkan catatan keberadaan Elang Jawa di 15 lokasi baru,

namun hasil obervasi juga menemukan hilangnya populasi Elang Jawa dari beberapa

lokasi sebelumnya (seperti: Ciwidey, Pangalengan, Danau Pangkalan) (Setiadi,

Rakhman, Nurwatha, Muchtar, & Raharjaningtrah, 2000). Hasil pengamatan terbaru

melaporkan adanya lokasi distribusi baru dari Elang Jawa, yaitu di Kondang Merak,

Malang (Ardiansyah et al., 2015).

Deteksi keberadaan Elang Jawa dalam penelitian ini menjadi catatan baru

mengenai distribusi Elang Jawa di Pulau Jawa mengingat bahwa penelitian sebelumnya

tidak pernah mencatat keberadaan Elang ini di Pulau Nusakambangan (Setiadi et al.,

2000; R Sözer et al., 1998; van Balen et al., 1999) atau bahkan di kawasan konservasi

Jan

uar

i

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Juli

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

No

vem

ber

Des

emb

er

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

Bulan

Tahun

catatan anedoktal

Page 33: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

terdekatnya, yaitu Cagar Alam Pangandaran (Setiadi et al., 2000). Mengingat bahwa

preferensi habitat Elang Jawa adalah hutan primer (Thiollay & Meyburg, 1988) dan

kawasan Nusakambangan memiliki wilayah hutan primer yang tidak cukup luas (sekitar

2, 8 ha menurut Flora dan Fauna Indonesia), maka kemungkinan Elang Jawa tidak

terdeteksi dalam penelitian sebelumnya sangat kecil. Dengan demikian, kami berasumsi

bahwa individu Elang Jawa yang berada di Nusakambangan kemungkinan adalah Elang

Migrasi dari wilayah terdekat (Gunung Slamet; van Balen et al., 1999) atau individu yang

dipelihara oleh masyarakat. Meskipun demikian, tanpa mengacu kepada asal usulnya,

Elang Jawa tersebut diketahui dapat bertahan hidup selama kurang lebih 3 tahun di

Nusakambangan. Hal tersebut membuktikan bahwa kondisi alam Nusakambangan dapat

mendukung kehidupan Elang Jawa dan mungkin dapat pula mendukung reproduksinya,

mengingat bahwa Elang Jawa dilaporkan dapat sukses bereproduksi pada wilayah yang

bahkan kurang dari 20 ha (Setiadi et al., 2000). Penelitian jangka panjang sangat

diperlukan untuk mensensus dan memantau kehidupan serta establisasi Elang Jawa di

Pulau Nusakambangan ini.

Rekaman pengamatan sepasang Elang Jawa di Kalijati membuat kemungkinan

akan adanya proses perkawinan dan reproduksi, meskipun pada kenyataanya bahwa

banyak Elang Jawa yang ditemukan berpasangan (Nijman, 2004) dan diantara pasangan

itu tidak seluruhnya sukses melalukan perkawinan dan reproduksi (personal

communication). Meskipun demikian, rekaman catatan perjumpaan satu individu elang

di lokasi serupa (hanya berjarak 50 meter dari lokasi awal) yang berselang hanya dua

bulan dari catatan sebelumnya memberikan harapan yang cukut kuat akan terjadinya

proses reproduksi.

Resit Sözer & Nijman (1995) dan van Balen et al. (1999) mengungkapkan bahwa

waktu inkubasi yang diperlukan oleh Elang Jawa adalah sekitar dua bulan. Pada saat

inkubasi tersebut, betina relatif menghabiskan seluruh waktu untuk mengeramkan telur

di sarang dan hanya sesekali saja pergi namun dengan lokasi yang tidak jauh dari sarang

(Nijman, van Balen, & Sözer, 2000). Jika asumsi telah terjadi proses reproduksi adalah

benar, maka satu individu yang terekam tersebut merupakan betina yang sedang mencari

makan atau mencari bahan untuk merenovasi sarang. Mengingat bahwa kami tidak

berhasil mengidentifikasi jenis kelamin dan tidak ditemukannya jejak reproduksi saat

Page 34: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

observasi terakhir, maka asumsi ini belum dapat dipastikan. Penelitian lebih detail dengan

jangka waktu yang cukup lama sangat diperlukan untuk memastikan asumsi tersebut.

Nijman et al. (2000) telah melakukan studi yang menjelaskan deskripsi

karakteristik sarang Elang Jawa. Data tersebut dapat digunakan sebagian data acuan untuk

memetakan potensi lokasi bersarang Elang Jawa di Pulau Nusakambangan terutama di

Cagar Alam Nusakambangan Barat. Pada penelitian ini, kami belum dapat melakukan

analisis dan memetakan potensi bersarang Elang Jawa di Nusakambangan karena

kurangnya data informasi spasial dan iklim. Data spasial beresolusi tinggi, yaitu LIDAR,

untuk kawasan Nusakambangan tidak ditemukan begitu pula dengan data iklim dan

vegetasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

6. Elang Jawa adalah Elang endemik Jawa yang hanya ditemukan di kawasan hutan

hijau (evergreen forest spesialist). Meningkatnya populasi manusia dan aktivitas

pembangunan di Pulau Jawa menyebabkan Elang Jawa hanya dapat ditemukan di

sisa-sisa hutan.

7. Hasil pengamatan terbaru menunjukkan lokasi distribusi baru dari Elang Jawa,

yaitu di Kondang Merak, Malang. Deteksi keberadaan Elang Jawa dalam

penelitian ini menjadi catatan baru mengingat bahwa preferensi habitat Elang

Jawa adalah hutan primer maka kemungkinan Elang Jawa tidak terdeteksi dalam

penelitian sebelumnya sangat kecil.

8. Elang Jawa yang berada di Nusakambangan kemungkinan adalah Elang Migrasi

dari wilayah terdekat (Gunung Slamet; van Balen et al., 1999) atau individu yang

dipelihara oleh masyarakat.

9. Rekaman pengamatan sepasang Elang Jawa di Kalijati membuat kemungkinan

akan adanya proses perkawinan dan reproduksi.

10. Pada penelitian ini belum dapat dianalisis dan dipetakan potensi bersarang Elang

Jawa di Nusakambangan karena kurangnya data informasi spasial dan iklim.

SARAN

Page 35: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

4. Hutan Nusa Kambangan merupakan lokasi migrasi Elang Jawa yang berpotensi

tinggi untuk tempat melakukan reproduksi

5. Hutan Nusa Kambangan harus bebas dari segala bentuk invasi yang berpotensi merusak

kelestarian hutan alamiah.

6. Diperlukan pengamatan lebih lanjut dan berkala untuk memperoleh data spasial

beresolusi tinggi, data iklim dan vegetasi kawasan Nusakambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M., Pramudita, H. E., Cahyono, H., Hermadhiyanti, W., Arifiantari, R.,

Sa’adah, A., … Diwanata, B. (2015). The Sighting Report Ofjavan Hawk-Eagle

(Nisaetus bartelsi) In The Area Of Kondang Merak, Malang Regency, Indonesia.

KnE Life Sciences, 2(1), 530–532.

Bakaloudis, D. E., Vlachos, C., Papageorgiou, N., & Holloway, G. J. (2001). Nest‐site

habitat selected by Short‐toed Eagles Circaetus gallicus in Dadia Forest

(northeastern Greece). Ibis, 143(4), 391–401.

Devictor, V., Julliard, R., & Jiguet, F. (2008). Distribution of specialist and generalist

species along spatial gradients of habitat disturbance and fragmentation. Oikos,

117(4), 507–514.

Frazer, G. W., Canham, C. D., & Lertzman, K. P. (1999). Gap Light Analyzer (GLA),

Version 2.0: Imaging software to extract canopy structure and gap light

transmission indices from true-colour fisheye photographs, users manual and

program documentation. Simon Fraser University, Burnaby, British Columbia, and

the Institute of Ecosystem Studies, Millbrook, New York, 36.

Gjershaug, J. O., Røv, N., Nygård, T., Prawiradilaga, D. M., Afianto, M. Y., Hapsoro,

S. A., & Supriatna, A. (2004). Home-range size of the Javan Hawk-Eagle

(Spizaetus bartelsi) estimated from direct observations and radiotelemetry. J.

Raptor Res, 38(4), 343–349.

Koops, K., McGrew, W. C., de Vries, H., & Matsuzawa, T. (2012). Nest-building by

chimpanzees (Pan troglodytes verus) at Seringbara, Nimba Mountains:

antipredation, thermoregulation, and antivector hypotheses. International Journal

of Primatology, 33(2), 356–380.

Lee, J. C. (2003). The Cuban Treefrog in Florida. Life History of a Successful

Colonizing Species. Herpetological Review, 34(1), 85.

Page 36: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

MacKinnon, J., & Phillips, K. (1993). Field Guide to the Birds of Sumatra, Borneo,

Java and Bali (The Greater Sunda Islands). Oxford (GB): Oxford University Press.

Newton, I. (2003). Speciation and biogeography of birds. Academic Press.

Nijman, V. (2004). Habitat segregation in two congeneric hawk-eagles (Spizaetus

bartelsi and S. cirrhatus) in Java, Indonesia. Journal of Tropical Ecology, 20(1),

105–111.

Nijman, V., & Van Balen, S. B. (2003). Wandering stars: age‐related habitat use and

dispersal of Javan Hawk‐eagles (Spizaetus bartelsi). Journal Für Ornithologie,

144(4), 451–458.

Nijman, V., van Balen, S. B., & Sözer, R. (2000). Breeding biology of Javan hawk-

eagle Spizaetus bartelsi in West Java, Indonesia. Emu, 100(2), 125–132.

Prawiradilaga, D. M. (1999). Elang Jawa Satwa Langka. Seri Pendidikan Konservasi

Keanekaragaman Hayati. Bogor: Biodiversity Conservationa Project [LIPIPHKA-

JICA].

Rich, P. M. (1990). Characterizing plant canopies with hemispherical photographs.

Remote Sensing Reviews, 5(1), 13–29.

Setiadi, A. P., Rakhman, Z., Nurwatha, P. F., Muchtar, M., & Raharjaningtrah, W.

(2000). Status, distribution, population, ecology and conservation Javan

Hawkeagle Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924 on southern part of west Java.

FFI/BirdLife International/YPAL-HIMIBIO (Bandung: UNPAD).

Sözer, R., & Nijman, V. (1995). Behavioural ecology, distribution and conservation of

the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924. Verslagen En

Technische Gegevens, 62(1), 1–122.

Sözer, R., Nijman, V., Setiawan, I., Van Balen, S., Prawiradilaga, D. M., & Subijanto, J.

(1998). Javan Hawk-eagle recovery plan. Bogor: Directorate General of Forest

Protection and Nature Conservation (PHPA)—Indonesian Institute of Sciences

(LIPI)/BirdLife International Indonesia Programme.(Recovery Plan 2).

Stattersfield, A. J., Crosby, M. J., Long, A. J., & Wege, D. C. (2005). Endemic bird

areas of the world: priorities for biodiversity conservation.

Suripto, B. A., & Hamidy, A. (2015). Burung di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa

Tengah: Keanekaragaman, Adaptasi dan Jenis-Jenis Penting untuk Dilindungi.

Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 13(1), 9–25.

Page 37: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Temple, S. A. (1992). Exotic birds: a growing problem with no easy solution. The Auk,

109(2), 395–397.

Thiollay, J.-M., & Meyburg, B. U. (1988). Forest fragmentation and the conservation of

raptors: a survey on the island of Java. Biological Conservation, 44(4), 229–250.

Tsuyuki, S. (2008). GIS-based modeling of Javan Hawk-Eagle distribution using

logistic and autologistic regression models. Biological Conservation, 141(3), 756–

769.

van Balen, S. B. A. S. (1991). The Java Hawk Eagle Spizaetus bartelsi WWGBP project

report No.1. Birds of Prey Bull, 4, 33–40.

van Balen, S. B. A. S., Nijman, V., & Sözer, R. (1999). Distribution and conservation of

the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. Bird Conservation International, 9(4),

333–349.

Page 38: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Lampiran 2. Jadwal Penelitian

No. Tahapan Penelitian Bulan

Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 Persiapan Penelitian

2 Penyusunan Instrumen

3 Validasi Instrumen

4 Pengumpulan data

Lapangan

5 Pengolahan data

6 Analisis data

7 Laporan Penelitian

Lampiran 1. Biodata Peneliti

I. BIODATA

1 Name Dr. Rini Puspitaningrum, M.Biomed

2 Position 1. Head of Research Center of UNJ for

science technology and sport science

2. Internal research reviewer UNJ for

Kemenristekdik

3. Head of Laboratory of Biochemistry and

Molecular Biology

3 NIP 196810042001122001

4 NIDN 0004106805

5 Place of Birth Jakarta, 4 Oktober 1968

6 Home address Patria Jaya Blok B1/26 Jatirahayu Pondok

Gede 17414

7 Cell mobile +62.81932681013

8 Alamat Kantor Gedung Kihajar Dewantara Lantai 7. Jl.

Rawamangun Muka Rawamangun Jakarta

13220 Indonesia

9 Telp and Fac. (Office) + 62 21 4890865

10 Email address [email protected];

[email protected]

[email protected]

11 Subjects Biochemistry (3SKS); Genetics (4SKS);

Biology Cell Metabolism (4SKS);

Enzimology (2SKS);PHP

(2SKS);Seminar Biology (2SKS); Biology

(2SKS); Genetic Molecular (4SKS);

BioInformatic (2SKS), Bioinformatic

(Transkriptomic, Metabolomic,

Peroteomic - 2SKS)

II. PENDIDIKAN :

SSi : Fakultas Biologi, Universitas Nasional : Immunology (1993)

MBiomed : Ilmu Biomedik : Biokimia & Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran

Page 39: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

Universitas Indonesia (1998).

Doktoral : Ilmu Biomedik : Biokimia & Biologi Molekuler, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (2010)

Doctoral SandwichPrograme :BiologicalSciences – University of Liverpool – UK

(2008 –2009)

Post DocResearchStay :Faculty of Medicine – University of Giessen –

Germany:2011 – 2012; 2013.

PstDocResearchStay :Faculty of Medicine – University of Yamaguchi – Japan

: 2011 – 2012; 2013.

III. AWARDS

1. Scholar Funding DIKTI BPPS 2015 - Doktoral

2. Research Grant Doktoral Sandwich like – DIKTI 2008 – 2009

3. Collaboration research abroad – Japan 2011: in kind

4. Collaboration research abroad – Germany 2011 – 2012 : in kind

5. Research Grant DIKNAS for Student Ecxellent 2011

6. BestResearcher I MRU FKUI 2010

7. Best Poster II MRU FKUI 2010

8. Grant of Post Doc Net Working PAR DIKTI 2011- 2012

9. Grant of Post Doc Research Stay DAAD 2011 – 2012

10. Collabortaion research abroad – Germany 2013

11. Collabortaion research abroad – Germany 2016

III EXPERIENCES

Year Title of research Source of Research grant

2017 Polymorphism gen ALAD dan hemoglobin anak di

Jakarta Barat

Research Grant DIKTI Rp. 75.000.000,

collaborate to University of Yamaguchi –

Japan – In kind

2017 Polymorphism Mannose Binding Lectin as a

candidate immunotherapy for dengue infection on

Indonesian People

Research Grant DIKTI Rp. 75.000.000,

collaborate to University of Yamaguchi –

Japan – In kind

2016 Polymorphism Mannose Binding Lectin as a

candidate immunotherapy for dengue infection on

Indonesian People

Research Grant DIKTI Rp. 180.000.000,

collaborate to University of JLU Giessen

Germany in kind

2016 Determination of Myoglobin fragment gene from

fishes

Research grant Faculty - UNJ

2016 Analisis polimorfisme gen Luciferase of buterfly Research grant Faculty - UNJ

2015 Analisis polimorfisme gen ALAD pada anak PAUD

Ceria – FIP UNJ

Dana Mandiri: PSL and KPM UNJ

2015 Determinasi dan kombinasi susunan isozim enzim

laktat dehidrogenase Bacillus sp. Strain-BG sebagai

perangkat penting identitas agen bakteri kompos

unggulan

HibahBersaing DIKTI. Rp.

Rp. 100.000.000

2015 Analisis Polimorfisme Gen Mannose Binding Lectin

(MBL-2) Asal Indonesia

Research Grant from FMIPA _ UNJ. Rp.

10.000.000

Page 40: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

2015 Identifikasi Molekuler Gen Pengkode Protein Lektin

Pada Kacang Kedelai Hitam (Glycine Max (L.)

Merill).

Research Grant from FMIPA _ UNJ. Rp.

10.000.000

2014 Analyisispolymorpihsm MBL element promoter

gene in patiens of Dengue

Collaborate to UIN - Jakarta.

Rp. 100.000.000

2014 Analysis of Myoglobin expression and its

regulatory in Human Stem Cell

DIKTI - Rp. 90.000.000

2013 Analysis of Myoglobin expression and its

regulatory in Rattusnorvegicus hypoxic 1styear

DIKTI & Collaborate to University of

Giessen – Germany Rp. 100.000.000+ 1250

Euro

2013 Identification of D-Loop and ND1 point mutation of

DMT2 patiensGorontalonesse and Javaness

BKLN DIKNAS & Collaborate to University

of Yamaguchi – Japan. Rp. 60.000.000

2012 Identification of point mutation of DMT2

patiensGorontalonesse and Javaness

BKLN DIKNAS & Collaborate to University

of Yamaguchi – Japan. Rp. 75.000.000

2011 Analysis Proteomic of Myoglobin protein in

Hypoxic Rattusnovergicus Lung tissue

PAR C DIKTI, DAAD & Collaborate to

University of Giessen – German Rp.

75.000.000 + 2500EURO

2011 Amplification of Jalak Bali Birds D-Loop Research Grant of Hibah FMIPA UNJ – Rp.

7.000.000

2011 Analysis ofvariation of mitochondrial mutation

sintheSundanesse tribe with type II Diabetic.

BKLN DIKNAS and PNBP

KompetensiLemlit UNJ – Rp. 10.000.000,

Collaborate to University of Yamaguchi –

Japan. Rp.75.000.000

2010 Analysis ofHIF expression in patients with systemic

lupus erithematosushemolyticanemia1(SLEH 1).

PNBP Lemlit UNJ – Rp. 10.000.000

2010 Analysis of Chromosome11q14 gene SLEH1 Lupus

Patient: Beginnings Through Molecular Analysis

Primeroligo nucleotide design SLEH 1

Research Grant of Hibah FMIPA UNJ – Rp.

6.000.000

2009 Analysis of myoglobin properties in non-muscular

tissue hatchling Cheloniamydas

DIKTI Stranas batch IV - 70.000.000 ,

Sandwich Like Program & Collaborate to

University of Liverpool - England. Rp.

97.000.000

2009 Isolation of antibodies anti - green sea turtle

(Chelonia mydas) hemoglobin without Freund

adjuvant

Research Grant of HibahkompetisiLemlit UNJ

– Rp. 17.000.000

OTHER TOPIC RESEARCH (IN EDUCATION) Year Title of research Source of Research grant

2015 Analisis Kemandirian Ekonomi Wanita Nelayan

Dalam Upaya Peningkatan Akses Terhadap

Pendanaan dan Pasar

Kementrian Pemberdayaan, Perlindungan

Anak dan Perempuan

Rp. 30.000.000,00-

2014 Penerapan Program Remedial Dalam Pembelajaran

Biologi di Sekolah Menengah Atas

Dana Mandiri

2015 Analisis Konsep Struktur Kognitif Calon Guru

Biologi Materi Sistem Peredaran Darah di Tingkat

Universitas di Indonesia

Dana Mandiri

Page 41: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

IV PUBLICATIONS

Jakarta, Februari 2017

Dr. Rini Puspitaningrum, M.Biomed

Authors Year of

publicati

on

Tittle Journal Volume

and pages

Amelia. R., Dachlan. YP.,

Susanto, AB,

Puspitaningrum, R.

2015 presencPresence of Manosa Binding Lectin on

Dengue Infection

Asia Jr. of

Microbiol.

Biotech. Env.Sc.

in press

YULILINA RETNO

DEWAHRANI, CHRIS

ADHIYANTO ,

WIENA FUTY

AND RINI

PUSPITANINGRUM

2015 SCREENING OF HEMOGLOBIN E

IN STUDENTS OF BIOLOGY

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

USING HYBRI-PROBE

GENOTYPE METHOD

Asia Jr. of

Microbiol.

Biotech. Env.Sc.

Vol 17 no.

(2):

2015:379-

385

Sartono M, Novianto D,

Ulfa E, Puspitaningrum R

2015 Crude Extract Mulberry (Morus alba

L.) Leaves Improves Urine Creatinine

Levels and Histology Diabetic Rat

Kidney.

Asia Jr. of

Microbiol.

Biotech. Env.Sc.

Vol 17 no.

(2):

2015:451-

459

Rini Puspitaningrum, et al 2014 MUTATION OF MT ND1 GENE IN

20 TYPE 2 DIABETES MELITUS

GORONTALONESE AND

JAVANESE PATIENTS

HAYATI journal

Biological

Sciences

Rini Puspitaningrum, et al 2014 Analysis of Hypervariable Region 1D-

Loop mtDNA Mutation in Diabetes

Mellitus Type 2 Patients.

Adv. Sci. Eng.

Med.

6, 114-118.

2014

Mohamad Sadikin Rini

Puspitaningrum, Septelia

Inawati Wanandi,

Rondang Roemiati,

2012 Isolation and characterize of turtle

hatch Cheloniamydas myoglobin.

HAYATI journal

Biological

Sciences

19 (2): 60-

6

Rini Puspitaningrum,

Septelia Inawati Wanandi,

Rondang Roemiati,

Mohamad Sadikin

2011 Turtle hatch Cheloniamydasblood

gasses analysis in different field

temperature

HAYATI journal

Biological

Sciences

18(3):

147-157

Rini Puspitaningrum,

SepteliaInawati Wanandi,

Rondang Roemiati,

Mohamad Sadikin, Daryl

Robert Williams, Andrew

Robert Cossins

2010 Myoglobin expression in

Cheloniamydas brain, heart and liver

tissues

HAYATI journal

Biological

Sciences

17 (3):

110-114

Rini Puspitaningrum 2009 Captiveturtlesandbiologyresearch. It

takesaspecialobservationtoobtainthe

state of

naturewherehatchlingscanadaptivetober

eleasedin the wild.

TROPIKA

Conservation

International

Indonesia

13(4) :44

Page 42: DAFTAR ISI - sipeg.unj.ac.idsipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/17._(Laporan)_Establisasi_Dan_Prediksi...DAFTAR PUSTAKA .....16 . iv RINGKASAN Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)

NIP. 19681004200112