bab 2 tinjauan pustaka -...

32
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (InfoDATIN, 2014). Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi adalah kondisi dimana tekanan pembuluh darah meningkat secara persisten. Tekanan pembuluh darah dibentuk dari kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah arteri melalui pompa dari jantung. 2.1.2 Epidemiologi Data epidemiologi menunjukkan bahwa insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta pasien hipertensi di Amerika dan hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi (Yogiantoro, 2006). Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan di Indonesia, prevalensi hipertensi pada penduduk dengan usia 18 tahun ke atas pada tahun 2007 adalah sebesar 31,7% dengan prevalensi tertinggi berada pada Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Pada tahun 2013, terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Berbagai faktor dapat memengaruhi penurunan angka tersebut, seperti alat pengukur tensi yang berbeda,

Upload: lykien

Post on 23-Jul-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua

kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat

atau tenang (InfoDATIN, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi adalah kondisi

dimana tekanan pembuluh darah meningkat secara persisten. Tekanan pembuluh

darah dibentuk dari kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah arteri

melalui pompa dari jantung.

2.1.2 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa insiden hipertensi pada orang dewasa

adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta pasien hipertensi di

Amerika dan hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi

(Yogiantoro, 2006).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan di Indonesia,

prevalensi hipertensi pada penduduk dengan usia 18 tahun ke atas pada tahun

2007 adalah sebesar 31,7% dengan prevalensi tertinggi berada pada Kalimantan

Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Pada tahun 2013, terjadi

penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Berbagai faktor dapat

memengaruhi penurunan angka tersebut, seperti alat pengukur tensi yang berbeda,

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

6

masyarakat yang sudah sadar dan mengerti akan bahaya dari hipertensi

(InfoDATIN, 2014).

Berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien

rawat jalan terbanyak di rumah sakit tipe B, C dan D di JAWA Timur adalah

hipertensi, dengan jumlah pada rumah sakit tipe B adalah 112.583 kasus, rumah

sakit tipe C 42.212 kasus dan rumah sakit tipe D 3.301 kasus. Pada kasus pasien

dengan rawat inap, penyakit hipertensi pada rumah sakit tipe A dan C menjadi

kasus terbanyak kedua setelah anemia di rumah sakit tipe A (12.590 kasus) dan

diabetes mellitus di rumah sakit tipe C (7.355 kasus) (Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur, 2012).

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik menurut

European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of Cardiology

(ESC) guidelines, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi

Kategori Sistolik

(mmHg) Diastolik

(mmHg)

Optimal <120 Dan <80

Normal 120-129 Dan/atau 80-84

Tinggi normal 130-139 Dan/atau 85-89

Grade 1 140-159 Dan/atau 90-99

Grade 2 160-179 Dan/atau 10-109

Grade 3 >180 Dan/atau >110

Hipertensi sistolik terisolasi >140 Dan <90 (ESH dan ESC, 2013)

Hipertensi juga dapat dibagi berdasarkan penyebab, bentuk dan jenis lain.

Klasifikasinya adalah sebagai berikut (InfoDATIN, 2014):

a. Berdasarkan penyebab hipertensi

i. Hipertensi primer (hipertensi esensial)

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

7

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, namun banyak dikaitkan

dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang gerak dan pola

makan. Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pasien hipertensi.

ii. Hipertensi sekunder (hipertensi non esensial)

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Terjadi pada sekitar 5-10%

pasien hipertensi dengan penyebab penyakit ginjal dan 1-2% akibat

kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu.

b. Berdasarkan bentuk hipertensi

Hipertensi diastolik, hipertensi campuran, dan hipertensi sistolik.

c. Berdasarkan jenis hipertensi lain (hipertensi pulmonal)

Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh

darah arteri pulmonal yang menyebabkan sesak napas, pusing dan pingsan

setelah melakukan aktivitas.

2.1.4 Faktor risiko

Faktor-faktor risiko yang mendorong terjadinya kenaikan tekanan darah

adalah (Yogiantoro, 2006) :

a. Diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok dan genetik.

b. Sistem saraf simpatis.

c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi.

Modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi adalah endotel pembuluh darah

(utama), otot polos dan interstisium.

d. Pengaruh sistem otokrin yang berperan dalam sistem renin, angiotensin dan

aldosteron.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

8

Selain itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah

umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan minum

minuman beralkohol, kurang aktifitas fisik dan penggunaan obat-obatan yang

memicu terjadinya kenaikan tekanan darah (InfoDATIN, 2014).

2.1.5 Patogenesis

Menurut Price (2015), patogenesis pasti penyakit hipertensi sangat

kompleks. Terjadinya kenaikan tekanan darah diakibatkan interaksi dari berbagai

varibel atau faktor. Dapat dikarenakan faktor predisposisi genetik dan atau

kombinasi dari perubahan mekanisme, seperti ekskresi natrium dan air oleh ginal,

respon vaskular, serta sekresi renin.

Penjelasan lain yang dikemukakan oleh Yogiantoro (2006), terdapat

beberapa faktor yang berpengaruh pada terjadinya peningkatan tekanan darah,

seperti asupan garam berlebih, jumlah nefron berkurang sehingga menyebabkan

retensi natrium pada ginjal (akibat dari kemampuan filtrasi menurun) dapat

menyebabkan volume cairan tubuh meningkat dan mengakibatkan preload pada

jantung juga meningkat, maka curah jantung meningkat.

Selain itu, stres juga mengakibatkan aktifitas berlebih saraf simpatis dan

peningkatan sekresi renin angiotensin secara berlebihan. Kedua hal ini

mengakibatkan konstriksi pada vena. Perubahan genetis yang mengakibatkan

perubahan pada membran sel, obesitas dan bahan-bahan dari endotel juga dapat

menyebabkan terjadinya hipertrofi secara struktural. Semua faktor tersebut

menyebabkan curah jantung dan tahanan perifer meningkat yang disebut juga

dengan hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

9

(Yogiantoro, 2006)

Gambar 2.1

Patogenesis Hipertensi

Obesitas dapat menyebabkan hipertensi karena terjadi sekresi yang berlebih

dari hormon kortisol dan aldosteron. Hal ini disebabkan karena adiposa subkutan

mensensitisasi sel adrenokortikal untuk memediasi pelepasan aldosteron, sehingga

peningkatan tekanan darah dapat terjadi (Flack et al, 2010).

2.1.6 Gejala

Perjalanan penyakit hipertensi terjadi sangat perlahan. Pasien hipertensi

mungkin tidak merasakan atau menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa

ini menyelubungi perkembangan penyakit hingga terjadi kerusakan organ.

Apabila muncul gejala, biasanya tidak spesifik, misalnya sakit kepala. Namun

Preload

Curah jantung Tahanan perifer

Retensi

natrium di

ginjal

Aktivitas

saraf

simpatis

Sekresi

renin

angioten

sin

Perubahan

membran sel

Volume cairan

tubuh

Hipertrofi

struktural

Konstriksi vena

Asupan

garam >>

Jumlah

nefron

<<<

Stres Perubahan

genetik

obesitas Bahan

dari

endotel

Hipertensi

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

10

dengan deteksi dini, pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan penanganan

yang efektif mampu menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas akibat

hipertensi (Price, 2015).

Gejala hipertensi dapat bervariasi pada tiap individu. Gejala-gejala tersebut

antara lain sakit kepala, rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar, cepat

lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging, serta mimisan (InfoDATIN, 2014).

2.1.7 Diagnosis

Diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis

hipertensi. Berikut adalah algoritma diagnosis untuk hipertensi :

(PERKI, 2015)

(PERKI, 2015)

Gambar 2.2

Algoritma Diagnosis Hipertensi

ATAU

ABPM (jika ada)

TD

bangun

<135/8

5 atau

24jam

TD bangun

>135/85

>85 DBP

24jam

>130SBP

>80 DBP

Lanjutkan

kontrol

Diagnosis

hipertensi

HBPM (jika ada)

<135/85

Ulang

HBPM

<135/85

Lanjutkan

>135

SBP atau

>85 DBP

Diagnosis

hipertensi

Pengukuran TD klinik

Kunjungan hipertensi 3

> 160 SBP

atau > 100

DBP

Diagnosis

hipertensi

<160/10O

ATAU

ABPM atau

HBPM jika ada

Kunjungan Hipertensi 4-5

>140 SBP atau

>90 DBP

Diagnosis

hipertensi

<140/90 Lanjutkan

kontrol

TIDAK

TD 140-179/90-109 mmHg

Kenaikan TD pada pengukuran di luar

klinik

Kenaikan TD pada Pengukuran acak di

klinik

Kunjungan hipertensi 1 Pengukuran

TD, Anamnesis, dan Pemeriksaan fisik

Permintaan uji diagnostik pada kunjungan 1

Kunjungan hipertensi 2 dalam 1 bulan

TD > 180/110 mmHg ATAU

TD 140-179/90-109 mmHg dengan kerusakan target

organ

Hipertensi urgensi/emergensi

Diagnosis hipertensi

YA

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

11

2.1.8 Komplikasi

Hipertensi jika tidak ditangani dengan baik atau tidak dikontrol maka akan

mengakibatkan kerusakan di berbagai organ. Menurut National Health Service

(NHS) di Inggris (2014), pada organ jantung dan pembuluh darah, hipertensi

dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi tersebut antara lain stroke.

Stroke dapat terjadi apabila suplai atau aliran darah ke otak terhenti atau

terjadinya perdarahan di otak. Selain itu, serangan jantung juga dapat terjadi

karena aliran darah ke sel-sel jantung juga terhenti. Embolism juga dapat terjadi

apabila terdapat gumpalan yang ikut mengalir di pembuluh darah dan menyumbat

aliran darah. Hipertensi juga dapat menyebabkan aneurisma dan vascular

dementia.

Selain dapat menyebabkan kerusakan di jantung dan pembuluh darah,

hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Keadaan tekanan

darah yang terus-menerus tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah

pada ginjal dan membuat fungsi dari ginjal menurun dan akhirnya menyebabkan

terjadinya gagal ginjal. Penyakit ginjal ini membutuhkan terapi kombinasi antara

obat-obatan dan pengaturan diet. Pada kasus yang serius membutuhkan dialisis

dan transplantasi ginjal (NHS England, 2014).

Departemen Kesehatan (2006) juga menyebutkan bahwa hipertensi dapat

menyebabkan rusaknya organ pada tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak dan

pembuluh darah besar.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

12

2.1.9 Tatalaksana

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015) membuat

pedoman tentang tatalaksana pada penyakit hipertensi dengan membagi terapi

menjadi dua, yaitu :

a. Terapi non farmakologis

Mengatur pola hidup menjadi pola hidup yang sehat telah banyak terbukti

menurunkan tekanan darah dan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskular. Pada pasien dengan hipertensi derajat 1 dan tanpa risiko penyakit

kardiovaskular lain, maka strategi mengatur pola hidup sehat merupakan

tatalaksana tahap awal yang dapat dilakukan kurang lebih selama 4-6 bulan.

Apabila setelah jangka waktu tersebut tidak berhasil menurunkan tekanan darah

menjadi normal atau muncul risiko munculnya penyakit kardiovaskular lain, maka

dianjurkan untuk mulai menggunakan terapi farmakologis.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan adalah :

i. Penurunan berat badan. Strategi ini dilakukan dengan cara mengganti

makanan yang tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan

buah yang mengandung serat, vitamin dan mineral.

ii. Mengurangi asupan garam. Diet rendah garam dapat bermanfaat untuk

mengurangi dosis obat anti hipertensi pada pasien hipertensi dengan

derajat >2. Asupan garam yang dianjurkan adalah tidak melebihi 2

gr/hari.

iii. Olahraga. Olahraga yang teratur dengan durasi 30-60 menit/hari,

minimal 3 hari/seminggu dapat membantu penurunan tekanan darah.

Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

13

khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau

menaiki tangga dalam melakukan aktifitas sehari-harinya.

iv. Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per

hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan

tekanan darah, sehingga mengurangi atau menghentikan konsumsi

alkohol akan membantu menurunkan tekanan darah.

v. Berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, pasien dianjurkan

untuk berhenti merokok.

b. Terapi farmakologis

Secara umum, terapi farmakologis pada hipertensi dimulai bila paien

hipertensi derajat 1 tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah menjalani

terapi pola hidup sehat >6 bulan atau pada pasien hipertensi derajat >2. Berikut

beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk

menjaga kepatuhan dan menjaga efek samping, yaitu :

i. Bila memungkinkan menggunakan dosis tunggal atau monoerapi.

ii. Bila sesuai, berikan obat generik (non-paten) dan dapat mengurangi

biaya.

iii. Berikan obat pada pasien usia lanjut (usia 55-80 tahun) dengan

memerhatikan faktor komorbid.

iv. Jangan mengombinasikan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACE-i) dengan Angiotensin II Receptor (ARBs).

v. Berikan edukasi menyeluruh tentang pengobatan pada penyakit

hipertensi.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

14

vi. Melakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Berikut algoritma tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan PERKI

(2015)

(PERKI, 2015)

Gambar 2.3

Algoritma Tatalaksana Hipertensi

CCB + Thiazide + ACE-i/ ARB

Tekanan darah >140/90, dewasa >18 tahun

Usia >80 tahun, tekanan darah >150/90 atau >140/90 jika berisiko tinggi (diabetes, penyakit ginjal)

Mulai perubahan gaya hidup

(menurunkan berat badan, mengurangi garam dan alkohol, berhenti merokok)

Terapi medikamentosa

(mempertimbangkan ditunda untuk pasien stage 1 tanpa

komplikasi)

Mulai terapi medikamentosa

(Pada semua pasien)

Stage 1

140-159/90-99

Usia <60 tahun Usia >60 tahun

Jika perlu, tambahkan Jika perlu, tambahkan

Jika perlu Jika perlu

Stage 1

>160/100

Semua pasien

Mulai dengan 2

obat

Jika perlu

Kasus

khusus

Jika perlu, tambah obat lain mis. Spironolactone, agen sentral; B-blocker

Jika perlu, rujuk ke spesialis hipertensi

Penyakit ginjal

Diabetes

Penyakit koroner

Riwayat stroke

Gagal jantung ACE-i atau ARB CCB atau

Thiazide

CCB atau

Thiazide

ACE-i atau ARB

CCB atau Thiazide +

ACE-i atau ARB

CCB + Thiazide + ACE-i/

ARB

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

15

2.2 Dislipidemia

2.2.1 Definisi

Dislipidemia didefinisikan sebagai keadaaan peningkatan kadar kolesterol

total, kadar Low Density Lipoprotein (LDL), kadar trigliserida, atau terjadi

penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Dislipidemia ini merupakan

faktor risiko penting pada penyakit jantung koroner dan stroke (Fodor, 2015).

2.2.2 Epidemiologi

Menurut data epidemiologi, sebanyak 71 juta orang dewasa di United States

(US) dengan usia 20 tahun keatas memiliki kadar LDL yang tinggi. Meningkatnya

kadar LDL atau hiperkolesterol ini akan meingkatakan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskular (Anastasopoulou, 2015).

Data di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi dislipidemia berdasarkan

kadar kolesterol total >200 mg/dL adalah 39,8%. Beberapa provinsi di Indonesia

seperti Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangka Belitung dan

Kepulauan Riau mempunyai prevalensi dislipidemia >50% (PERKI, 2015).

2.2.3 Patofisiologi

Ditemukan tiga jenis lipid di dalam darah yaitu kolesterol, trigliserid dan

fosfolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dengan air, maka perlu dibuat

bentuk yang terlarut dan zat terlarut tersebut adalah protein dengan nama

apoprotein. Zat terlarut antara lipid dengan apoprotein disebut dengan lipoprotein.

Terdapat 6 jenis lipoprotein dalam tubuh, yaitu High Density Lipoprotein (HDL),

Low Density Lipoprotein (LDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Very

Low Density Lipoprotein (VLDL), kilomikron dan lipoprotein a kecil (Adam,

2006).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

16

Terdapat 3 jalur metabolisme lipoprotein dalam tubuh. Metabolisme

tersebut adalah jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen dan jalur

reverse cholesterol transport. Pada jalur metabolisme eksogen dimulai dari

makanan berlemak yang terdiri dari trigliserid dan kolesterol serta kolesterol yang

berasal dari hati yang disekresi bersama empedu berada di usus halus. Trigliserid

dan kolesterol dalam usus tersebut diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus.

Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan

diubah kembali menjadi trigliserid di dalam usus halus dan bersama kolesterol

yang diubah menjadi kolesterol ester serta fosfolipid dan apolipoprotein akan

membentuk kilomikron (Adam, 2006).

Kilomikron tersebut akan masuk ke saluran limfe dan masuk ke aliran

darah. Trigliserid akan mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas. Asam

lemak bebas ini akan berubah kembali menjadi trigliserid apabila disimpan di

jaringan lemak. Apabila kadar berlebih, sebagian akan diambil oleh hati menjadi

bahan pembentukan trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan trigliserid

akan menjadi kilomikron remnant dan dibawa ke hati (Adam, 2006).

Pada jalur metabolisme endogen, trigliserid dan kolesterol akan disintesis

oleh hati ke dalam sirkulasi sebagi lipoprotein VLDL. VLDL akan mengalami

hidrolisis oleh enzim Lipoprotein Lipase (LPL), sehingga menjadi IDL. Sebagian

dari VLDL, IDL dan LDL akan kembali ke hati. Selain dibawa ke hati, LDL juga

akan dibawa ke jaringan steroidogenik, seperti kelenjar adrenal, testis dan

ovarium yang mempunyai reseptor kolesterol-LDL. Sebagian yang lain akan

mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag

dan akan menjadi sel busa (foam cell).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

17

Jalur ketiga adalah jalur reverse cholesterol transport. Pada jalur ini, HDL

dilepaskan sebagai partikel kecil yang mengandung sedikit kolesterol. HDL

tersebut berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng. HDL ini

bertugas untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah

mengambil kolesterol pada makrofag, HDL akan berubah menjadi bulat.

Kemudian HDL membawa kolesterol langsung ke hati atau melalui VLDL dan

IDL untuk dibawa kembali ke hati (Adam, 2006).

(Anastasopoulou, 2015)

Gambar 2.4

Metabolisme Kolesterol

Partikel Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan pembawa kolesterol

utama di dalam darah ke hepar maupun jaringan perifer atau jaringan

ekstrahepatik yang membutuhkan. Hal ini disebabkan LDL merupakan lipoprotein

yang mengandung paling banyak kolesterol dibandingkan dengan lipoprotein

lainnya. Jika terdapat kelebihan partikel LDL dalam darah, maka LDL tersebut

akan masuk ke lapisan sub-endotel pembuluh darah dan memicu terjadinya

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

18

pembentukan sel busa (foamy cell) yang selanjutnya dapat berkembang menjadi

alur lemak (fatty streak). Selain itu, hipertrigliserid juga dapat dapat memicu

terbentuknya sel busa dan alur lemak. Hal ini dapat dilihat dengan adanya

kenaikan kadar VLDL, IDL dan atau partikel kilomikron (Haryanto, 2013;

Anastasopoulou, 2015).

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas penyebabnya, yaitu primer

yang tidak jelas sebabnya atau sekunder yang memiliki penyakit dasar, seperti

sindrom nefrotik, diabetes mellitus dan hipotiroidisme (Adam, 2006).

Berikut merupakan tabel klasifikasi dislipidemia berdasarkan penyebab dari

profil lipid yang menonjol :

Tabel 2.2 Klasifikasi Dislipidemia

Ketidaknormalan Penyebab

Hiperkolesterolemia Hipotiroidisme, ikterus obstruktif, anoreksia nervosa,

sindrom nefrotik, obat (siklosporin)

Hipertrigliseridemia Hepatitis, penyakit hepatobilier, alkohol, DM tipe 2,

kehamilan, obesitas, gagal ginjal

Campuran Obat (obat KB, kortikosteroid), mieloma

multipel,DM tipe 2, obesitas (Arisman, 2013)

2.2.5 Pemeriksaan kadar profil lipid

Pemantauan profil lipid penting dilakukan untuk memantau risiko terjadinya

penyakit yang ditimbulkan oleh dislipidemia. Pemantauan profil lipid ini idealnya

dilakukan satu kali dalam lima tahun. Ada dua metode yang dapat dilakukan pada

pemeriksaan kadar profil lipid. Pertama adalah metode spektrofotometri yang

dilakukan di laboratorium patologi klinik yang menggunakan darah vena. Namun

oleh karena biaya yang mahal, pengambilan darah vena yang cukup invasif pada

pasien membuat pasien menjadi enggan untuk melakukan pemeriksaan rutin profil

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

19

lipid darah. Kesulitan tersebut menyebabkan timbulnya metode pemeriksaan

kedua, yaitu electrode-based biosensor yang menggunakan darah kapiler.

Pada metode electrode-based biosensor ini memungkinkan pasien untuk

melakukan pemeriksaan secara mandiri dan rutin karena harga relatif lebih murah,

cara pemakaian mudah, waktu lebih cepat dan tidak terlalu invasif ketika

pengambilan sampel darah.

Menurut penelitian, dua metode pemeriksaan profil lipid ini tidak memiliki

perbedaan bermakna. Hal ini dimungkinkan karena teknologi electrode-based

biosensor berkembang semakin pesat karena tingginya kebutuhan pasien akan

sarana pemeriksaan penunjang yang cepat, murah dan mudah. Pada metode ini

akan membuat komponen-komponen tidak mudah berinteraksi dengan dunia luar

sehingga hasil yang ditampilkan akan lebih akurat. Meskipun tidak bermakna,

perbedaan yang ditimbulkan disebabkan oleh perbedaan kolesterol plasma kapiler

lebih tinggi 3,6% dibandingkan kadar plasma di vena (Suwandi, 2013).

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan uji laboratoris

(Tabel 2.3). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari dan menemukan tanda

dan gejala khas, meskipun terkadang tidak ditemukan. Selain itu, pemeriksaan

fisik juga digunakan untuk menilai ada atau tidaknya faktor risiko. Manifestasi

klinis utama yang muncul biasanya berupa penyakit pembuluh darah iskemi,

pankreatitis dan xantomatosis. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mencari gejala-

gejala tersebut (Arisman, 2013).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

20

Tabel 2.3 Kadar Lipid Darah

Parameter yang diuji Kadar (mg/dL)

Optimal Borderline Berlebihan

Kolesterol total <200 200-240 >240

Kolesterol HDL >60 - <40

Kolesterol LDL <100 100-160 >160

Rasio kolesterol/HDL <4,5 4,5-5,5 >5,5

Rasio LDL/HDL <3 3-5 >5

Trigliserida 150 150-200 >200 (Arisman, 2013)

Kolesterol LDL dapat juga dihitung menggunakan rumus Friedwald, yaitu

kolesterol LDL (mg/dL) = kolesterol total – kolesterol HDL – (trigliserida/5).

Tetapi dengan syarat kadar trigliserida kurang dari 400 mg/dL (PERKI, 2015).

Pengambilan sampel darah untuk uji laboratoris profil lipid dilakukan

setelah pasien puasa 12 jam. Hal ini hanya diperlukan untuk pemeriksaan

trigliserid, sedangkan untuk kolesterol total dan HDL dapat diperiksa dalam

keadaan tidak berpuasa sebelumnya (PERKI, 2015).

2.2.7 Penilaian risiko

Penilaian risiko dianjurkan bagi pasien dengan (PERKI, 2015) :

a. Riwayat penyakit jantung koroner dalam keluarga.

b. Diabetes mellitus

c. Aterosklerosis di pembuluh darah manapun.

d. Keadaan klinis yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular prematur,

seperti hipertensi, obesitas (lingkar pinggang >90 cm untuk pria dan >80 cm

untuk wanita), penyakit inflamasi kronik autoimun (SLE, rematoid artritis,

psoriasis), penyakit ginjal kronik dengan GFR (Glomerulus Filtration Rate) <

60 ml/menit dan manifestasi klinis dislipidemia genetik (xanthelesma,

xanthoma).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

21

e. Jika tidak terdapat keadaan di atas, maka pemeriksaan profil lipid dilakukan

bagi semua pria dengan usia >40 tahun dan wanita >50 tahun atau

pascamenopause.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menilai seberapa banyak faktor

risiko yang dimiliki pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan sasaran kadar

kolesterol LDL yang akan dicapai. Faktor risiko tersebut adalah (Adam, 2006) :

a. Usia pria >45 tahun dan wanita >55 tahun.

b. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dini, yaitu ayah < 55 tahun dan ibu

<65 tahun.

c. Kebiasaan merokok.

d. Hipertensi (>140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi).

e. Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dL).

Faktor-faktor risiko diatas dibagi menjadi tiga kelompok risiko, yaitu

kelompok dengan risiko tinggi, risiko sedang dan risiko rendah. Klasifikasi

tersebut sebagai berikut :

Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko

Kategori Risiko Sasaran Kolesterol

LDL (mg/dL)

Risiko tinggi

a. Ada riwayat penyakit arteri koroner (PAK) atau

penyakit kardiovaskular

b. Ada penyakit yang disamakan dengan PAK

- Diabetes mellitus

- Strok, penyakit arteri perifer, aneurisma

aorta abdominalis

- Risiko sedang (>2 risiko) yang diperkirakan

dalam waktu 10 tahun mempunyai risiko

PAK

<100

Risiko sedang (>2 faktor risiko) <130

Risiko rendah (0-1 risiko) <160 (Adam, 2006)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

22

2.2.8 Tatalaksana

a. Non-farmakologis

Penatalaksanaan pasien dislipidemia dengan cara modifikasi gaya hidup,

seperti penurunan berat badan, olah raga dan menghindari makanan yang

mengandung tinggi kolesterol serta mengonsumsi sayur dan buah merupakan

tatalaksana yang penting dan berpengaruh terhadap penurunan kolesterol (Alwi,

2010).

Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan adalah sebagai berikut (Adam,

2006) :

i. Terapi nutrisi medis

Pada prinsipnya terapi nutrisi yang dianjurkan kepada pasien

dislipidemia adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien

dengan kadar kolesterol total atau LDL tinggi dianjurkan mengurangi

konsumsi lemak jenuh dan meningkatkan konsumsi lemak tidak jenuh.

Pada pasien dengan kadar trigliserid tinggi, dianjurkan mengurangi

konsumsi karbohidrat. Berikut adalah komposisi makanan untuk pasien

hiperkolesterolemia :

Tabel 2.5 Komposisi Makanan untuk Hiperkolesterolemia

Makanan Asupan yang Dianjurkan

Total lemak

- Lemak jenuh

- Lemak tidak jenuh

20-25% kalori total

<7% kalori total

10% kalori total

Karbohidrat 60% kalori total

Serat 30 gram/hari

Protein 15% kalori total

Kolesterol <200 mg/hari (Adam, 2006)

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

23

ii. Aktivitas fisik

Pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan

kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik dapat

dilakukan, seperti jalan kaki, bersepeda, naik turun tangga, berenang.

Sangat penting melakukan aktivitas fisik berdasarkan kemampuan dan

kesenangan pasien, hal itu bertujuan agar aktivitas tersebut dapat

dilakukan pasien dengan teratur.

b. Farmokologis

Apabila gagal dengan pengobatan non-farmakologis, maka harus dimulai

dengan pemberian obat penurun lipid. Anjuran untuk obat pilihan pertama

adalah golongan obat HMG-CoA reductase inhibitor. Golongan obat ini dipilih

karena sasaran utama dari terapi dislipidemia adalah menurunkan kadar

kolesterol-LDL. Namun apabila kadar trigliserid >400 mg/dL maka dimulai

dengan pemberian golongan obat derivat asam fibrat. Terdapat pula golongan

obat lain dengan mekanisme kerja berbeda-beda untuk mengobati

dislipidemia(Adam, 2006).

Obat-obat tersebut antara lain (Harvey, 2014) :

i. Penghambat HMG KoA reduktase

Obat jenis ini dapat menurunkan kadar kolesterol LDL yang

meningkat, sehingga dapat terjadi reduksi kejadian koroner bermakna

dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Obat ini menghambat

langkah enzimatik pertama dalam pembuatan kolesterol, yaitu

menghambat HMG KoA reduktase, sehingga sintesis kolesterol

terhambat juga.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

24

Contoh nama obat tersebut adalah rosuvastatin, atorvastatin,

simvastatin, pravastatin, lovastatin, fluvastatin.

ii. Niacin (nicotinic acid)

Niacin dapat menurunkan kadar LDL dengan cara menghambat

lipolisis pada jaringan adiposa, maka asam lemak yang digunakan hepar

untuk membuat trigliserid dan menjadi VLDL berkurang, sehingga

kadar LDL juga menurun.

iii. Fibrat (fenofibrat dan gemfibrozil)

Obat ini adalah derivat dari asam fibrat yang mampu menurunkan

kadar triasilglisero serum dan meningkatkan kadar HDL.

iv. Resin terikat-asam empedu

Resin atau sequestran asam empedu memiliki efek penurunan

kadar kolesterol. Obat ini bekerja dengan cara menjadi resin pengganti

yang berikatan dengan asam empedu dan garam empedu dalam usus

halus, kemudian kompeks resin dan asam empedu akan diekskresikan

melalui feses, sehingga mencegah asam empedu kembali ke hepar

melalu siklus enterohepatik.

Nama obat golongan ini antara lain adalah cholestyramine,

colestipol dan colesevelam.

v. Penghambat absorbsi kolesterol

Ezetimibe merupakan pbat penghambat absorbsi kolesterol di

usus halus secara selektif dan menyebabkan penurunan hantaran

kolesterol usus menuju hepar. Hal ini menyebabkan reduksi simpanan

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

25

kolesterol di hepar dan peningkatan bersihan kolesterol dari dalam

darah. Obat ini juga mampu meningkatkan kadar HDL.

vi. Terapi obat kombinasi

Penggunaan kombinasi obat antihiperlipidemia sering diperlukan

untuk mencapai tujuan terapi. Contohnya saja kombinasi antara

penghambat HMG KoA reduktase dengan resin pengikat-asam empedu

terbukti sangat bermanfaat dalam penurunan kadar kolesterol LDL.

Dapat juga kombinasi antara simvastatin dan ezetimibe digunakan

untuk menurunkan kadar LDL.

Berikut rangkuman karakteristik golongan obat antihiperlipidemia :

Tabel 2.6 Karakteristik Golongan Obat Antihiperlipidemia

Tipe Obat Efek terhadap

LDL

Efek terhadap

HDL

Efek terhadap

Trigliserid

Statin <<<< >> <<

Fibrat < >>> <<<<

Niacin << >>>> <<<

Tipe Obat Efek terhadap

LDL

Efek terhadap

HDL

Efek terhadap

Trigliserid

Sekuestran asam

empedu

<<< > Minimal

Penghambat

absorbsi

kolesterol

< > <

(Harvey, 2014)

2.3 Pola Hidup

Pola hidup adalah pola yang dideskripsikan seseorang melalui aktivitas

sehari-hari, kebiasaan yang dilakukan dan tingkat stress dan psikologis yang

dipengaruhi lingkungan keluarga dan kehidupan sosial. Pola hidup tersebut

meliputi kebiasaan makan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, tingkat stres yang

dapat memengaruhi tingkat kesehatan seseorang (Trovato, 2012).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

26

2.3.1 Pola makan

Makanan yang tidak sehat atau pola makan yang tidak baik akan

meningkatkan faktor risiko terhadap berbagai penyakit, seperti penyakit

kardiovaskular, kanker, diabetes dan kondisi-kondisi lain yang berhubungan

seperti obesitas. Rekomendasi spesifik untuk diet sehat adalah makan makanan

mengandung banyak vitamin dan mineral seperti buah, sayur dan kacang-

kacangan. Dianjurkan juga untuk membatasi konsumsi garam terutama pada

orang yang memiliki penyakit hipertensi. Disarankan juga untuk membatasi dan

mengontrol konsumsi gula dan lemak. Sangat dianjurkan untuk mengonsumsi

lemak tak jenuh (WHO).

Pada pasien hipertensi sangat dianjurkan untuk mengurangi pemasukan

natrium. Sebagai contoh makanan yang dibatasi penggunannya adalah garam

meja, makanan asap, makanan yang diawetkan baik menggunakan garam maupun

menggunakan bahan pengawet lain, bumbu- bumbu (bawang putih, garam,

seledri, monosodium glutamat, saus, kecap dan keju), minuman soda dan

makanan-makanan lain yang mengandung natrium (Moore, 2012).

Selain itu, pasien hipertensi juga dianjurkan mengonsumsi makanan yang

mengandung kalium. Hal ini dikarenakan kalium dapat memberikan efek

penurunan tekanan darah yang ringan dan juga dapat menggantikan kalium yang

hilang akibat pemakaian diuretik. Contoh makanan yang mengandung kalium

adalah apel, bayam, susu skim, jeruk, tomat, pisang, kentang. Kalsium juga dapat

diberikan pada pasien hipertensi. Dapat diberikan 2-3 gelas yogurt dalam sehari

(Moore, 2012).

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

27

Makanan yang mengandung rendah kolesterol dan lemak tak jenuh sangat

berperan penting terhadap tatalaksana pada pasien dislipidemia atau

hiperkolesterolemia. Makanan yang dapat dipilih adalah ikan, ayam tanpa kulit,

daging sapi tanpa lemak, susu skim, yogurt tanpa lemak, keju rendah lemak, putih

telur, buah segar, roti menggunakan minyak tak jenuh, minyak zaitun, minyak

sayur dan margarin rendah lemak (Moore, 2012).

2.3.2 Aktivitas fisik

Aktvitas fisik didefinisikan sebagai kegiatan dengan menggerakkan

tubuh oleh otot skelet dan membutuhkan energi untuk melakukannya. Inkativitas

fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya berbagai penyakit yang

menyebabkan 3,2 juta kematian secara global (WHO).

Kegiatan seperti berjalan, bersepeda atau olahraga lainnya memiliki

manfaat yang signifikan untuk kesehatan. Sebagai contoh, aktivitas fisik dapat

menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker usus besar, kanker

payudara serta menurunkan tingkat stress seseorang. Selain itu, aktivitas fisik

yang adekuat dan dengan cara yang benar akan menurunkan risiko fraktur pada

panggul dan verterbra serta dapat mengontro berat badan (WHO).

Data dari RISKESDAS (2013), menunjukkan bawa proporsi penduduk

yang kurang aktif dalam melakukan aktivitas fisik sedang berat sebanyak 26,1 %.

Terdapat 22 provinisi dengan penduduk yang beraktivitas fisik tergolong kurang

aktif berada di atas rata-rata Indonesia. Lima tertinggi provinsi tersebut adalah

Jakarta (44,2%), Papua (38,9%), Papua Barat (37,8%), Sulawesi Tenggara dan

Aceh (masing-masing 37,2%). Pada Jawa Timur, sebanyak 78,7% penduduk

melakukan aktivitas fisik secara aktif sebanyak 78,%.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

28

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan

sebesar 10 mmHg pada tekanan darah lansia yang melakukan aktivitas atau

olahraga berjalan secara rutin, yaitu dengan ketentuan latihan pemanasan selama

10 menit, berjalan selama 30 menit dan pendinginan selama 5 menit. Pada

penelitian tersebut disebutkan bahwa olahraga dilakukan selama 40 kali dalam

waktu 8 minggu (Khomarun, 2013).

Aktivitas fisik terbukti mampu meningkatkan kadar HDL-kolesterol

karena terjadi peningkatan katabolisme lipoprotein yang kaya akan trigliserid oleh

karena peningkatan dari enzim Lipoprotein Lipase (LPL) di jaringan otot dan

lemak, sehingga kadar trigliserid dan VLDL akan turun dan komponen

katabolisme dari VLDL yang merupakan pembentuk dari HDL akan meningkat

(Mukarromah, 2010).

2.3.3 Kebiasaan merokok

Tembakau dalam rokok adalah satu dari faktor risiko utama pada penyakit

kronik, termasuk kanker, penyakit paru serta penyakit kardiovaskular (WHO).

Data menunjukkan bahwa proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari

pada usia 30-34 tahun sebesar 33,4%, usia 35-39 tahun 32,2%. Berdasarkan jenis

pekerjaan, petani, nelayan dan buruh merupakan proporsi perokok aktif setiap hari

terbesar dengan presentase 44,5% (RISKSDAS, 2013).

Tiap rokok mengandung kurang lebih 4.000 bahan kimia dan hampir 200

diantaranya beracun dan menyebabkan berbagai penyakit bagi tubuh. Hasil

penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna anatara

kebiasaan merokok dengan timbulnya penyakit hipertensi, dan juga orang dengan

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

29

mengonsumsi rokok dengan durasi kurang lebih 10 menit juga akan meningkatkan

risiko terjadinya hipertensi (Setyanda, 2015).

Merokok dapat menyebabkan perubahan pada profil lipoprotein pada

serum. Perubahan tersebut adalah meningkatnya kadar kolesterol totaldan

trigliserid dan penurunan kadar HDL-kolesterol. Hal ini disebabkan oleh nikotin

yang berada dalam rokok dapat menstimulasi sekresinya hormon kortisol dan

hormon pertumbuhan (growth hormones) yang mengakibatkan peningkatan

konsentrasi asam lemak bebas (free fatty acid) yang akhirnya menstimulasi hepar

untuk memproduksi VLDL dan trigliserid (Mouhamed, 2013).

2.3.4 Faktor stress

Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa sekitar 38,45% dari sampel

penelitian dilaporkan dalam keadaan stress dan memiliki tekanan yang lebih

tinggi dari pada sampel yang tidak mengalami stress. Hal ini menunjukkan bahwa

faktor psikologis juga berpengaruh dalam berbagai penyakit. Oleh karena itu,

pengendalian faktor stress juga harus dilakukan agar tercipta tujuan terapi yang

optimal (Hu et al, 2015).

Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa terdapat perbedaan respon

yang signifikan terhadap pria dengan wanita. Penelitian tentang respon emosional

ini menyebutkan bahwa pria memiliki peningkatan tekanan darah lebih besar

daripada wanita, meskipun wanita memiliki respon detak jantung yang lebih

besar(Hu et al, 2015).

Stres psikologis berkontribusi sebanyak 9% pada risiko terjadinya

hipertensi. Penelitian pada 52 negara menyebutkan bahwa terdapat hubungan

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

30

yang kuat antara infark mokard dengan keadaan stres yang terjadi di rumah, stres

finansial, dan stres terhadap permasalahan hidup lainnya (Hu et al, 2015).

Pada keadaan stress hormon kortisol dan katekolamin seseorang akan

meningkat dan menginduksi terbentuknya trigliserid dan meningkatnya kadar

LDL. Kortisol akan menginduksi produksi VLDL dari hepar, sehingga kadarnya

meningkat dalam darah (Marcondes et al, 2012).

2.4 Natural History of Disease (Perjalanan Penyakit)

Natural history of disease adalah perjalanan dari sebuah penyakit pada

seseorang dari waktu ke waktu tanpa diberikan pengobatan. Banyak penyakit

memiliki karakteristik perjalanan penyakit meskipun waktu dan gejala klinis yang

spesifik sebuah penyakit akan berbeda satu individu dengan individu lainnya,

sehingga menyebabkan cara pengobatan yang berbeda (CDC).

Manfaat dari memahami perjalanan suatu penyakit adalah agar dapat

mengantisipasi prognosis dan mengidentifikasi kemungkinan untuk melakukan

pencegahan. Selain itu, bermanfaat untuk mengetahui waktu perjalanan penyakit

sehingga dapat mengintervensi agar tidak jatuh ke keadaan yang lebih serius.

Umumnya, pencegahan dilakukan sebelum pasien terkena suatu penyakit atau saat

seseorang masih sehat. Pada gambar 2.5 digambarkan tentang fase dari perjalanan

suatu penyakit (AFMC).

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

31

(CDC)

Gambar 2.5

Natural History of Disease

Pada hipertensi, penyakit berjalan dari jarang muncul keadaan tekanan

darah tinggi hingga semakin lama semakin sering muncul hingga keadaan

persisten atau terus menerus tinggi. Setelah lama dalam keadaan tekanan darah

tinggi dan tanpa gejala, maka akan berkembang ke keadaan hipertensi

berkomplikasi atau terdapat kerusakan pada organ-organ tubuh. Mulai dari

pembuluh darah, jantung, ginjal, retina mata dan saraf. Menurut penelitian, pada

hipertensi esensial, penyakit berjalan pada pasien rata-rata pada usia 30 tahun dan

berkembang hingga menjadi hipertensi yang berkomplikasi pada usia 50-60 tahun

(Dreisbach, 2015).

2.5 Konsep Sehat Sakit

Triangle, web causation, wheel, hendrik l blum/la londe

2.5.1 Segitiga epidemiologi

Segitiga epidemiologi terdiri dari agen, host dan lingkungan. Teori pada

model ini disebutkan bahwa penyakit dihasilkan dari interaksi antara agen dan

host di lingkungan yang mendukung terjadinya transmisi agen (CDC).

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

32

(CDC)

Gambar 2.6

Segitiga Epidemiologi

Faktor agen, host dan lingkungan saling berhubungan dalam menimbulkan

penyakit. Berbeda penyakit membutuhkan perbedaan keseimbangan interaksi

antara ketiga komponen tersebut (CDC).

Agen merupakan mikroorganisme yang infeksius atau patogen. Misalnya,

bakteri, parasit atau mikroba lain. Umumnya, keberadaan suatu agen membuat

timbulnya suatu penyakit. Namun, keberadaan agen sendiri tidak selalu

menyebabkan penyakit, tergantung dari kemampuan agen untuk menyebabkan

penyakit dan jumlah dari agen tersebut (CDC).

Seiring berjalannya waktu, konsep agen semakin meluas. Selain

mikroorganisme, bahan kimia dan fisika yang menyebabkan penyakit atau luka

dapat dikatakan sebagai agen. Contohnya, gerakan mekanik yang berulang yang

menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome.

Host adalah manusia yang terkena penyakit. Berbagai faktor intrinsik yang

dimiliki host, disebut faktor risiko, dapat memengaruhi respon terhadap agen

penyebab penyakit. Kesempatan untuk terpapar agen sering dipengaruhi oleh

kebiasaan, seperti kebersihan, jenis kelamin, kehidupan seksual dan usia. Faktor

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

33

lain yang dapat memengaruhi adalah genetik, nutrisi, status imunologi,

ketersediaan pengobatan dan keadaan psikologis (CDC).

Lingkungan termasuk faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi

kesempatan agen untuk menyebabkan penyakit. Faktor lingkungan, seperti

keadaan geografis, iklim, faktor biologis (contohnya serangga sebagai agen

transmisi), faktor sosial ekonomi (kepadatan, sanitasi) dan ketersediaan pelayanan

kesehatan. Meskipun segitiga epidemiologi ini berguna untuk berbagai penyakit,

namun segitiga epidemiologi ini kurang cocok bila digunakan untuk penyakit-

penyakit seperti pada kardiovaskular, kanker dan penyakit lain yang memiliki

penyebab yang multipel tanpa ada satu bagian yang menonjol (CDC).

2.5.2 The Force Field of Health (Konsep Faktor Risiko)

Terdapat empat aspek yang berperan terhadap kesehatan seseorang. Aspek

tersebut meliputi genetik, pelayanan kesehatan, lingkungan dan pola hidup.

Gambar 2.7 menggambarkan tentang konsep sehat sakit pada model ini.

(Newbold, 2010)

Gambar 2.7

Konsep Faktor Risiko

Genetik

Status Kesehatan Pelayanan

kesehatan Lingkungan

Perilaku

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

34

Genetik atau karakteristik yang diturunkan orangtua membuat seseorang

memiliki masalah kesehatan tertentu. Faktor genetik merupakan faktor yang tidak

dapat diubah untuk mengupayakan tidak timbulnya suatu penyakit. Sedangkan

pelayanan kesehatan berperan sebagai sarana promosi kesehatan, mencegah

masalah kesehatan, mendiagnosis dan mengobati penyakit yang diderita seseorang

serta meningkatkan kualitas hidup (Newbold, 2010).

Pola hidup meliputi kebiasaan yang dilakukan seseorang, seperti merokok,

olah raga, kebiasaan makan, kebiasaan menggunakan sabuk pengaman saat

berkendara yang berpengaruh terhadap kesehatan. Menurut penelitian, obesitas

yang diakibatkan tidak sehatnya pola makan dan tidak teraturnya dalam berolah

raga dapat mengakibatkan masalah pada kesehatan. Pada faktor lingkungan,

seperti faktor sosiokultural yang bergantung pada dimana seseorang tinggal,

sanitasi, sinar matahari, kepadatan penduduk, polusi udara dapat mempengaruhi

status kesehatan seseorang dan secara tidak langsung memengaruhi pola hidup

seseorang. Henrik Blum berpendapat bahwa lingkungan merupakan faktor kuat

dalam mempengaruhi kesehatan seseorang (Newbold, 2010).

Keempat faktor diatas, yaitu genetik, pelayanan kesehatan, lingkungan dan

pola hidup dapat berinteraksi dan saling memengaruhi satu sama lain sehingga

memengaruhi status kesehatan juga. Contohnya, lingkungan tinggal seseorang

memengaruhi pola hidup orang tersebut begitu juga ketersediaan pelayanan

kesehatan yang akhirnya ketiga faktor tersebeut memengaruhi status kesehatan

(Newbold, 2010).

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

35

2.5.3 Web of Causation

Web of causation menjelaskan tentang keterkaitan faktor-faktor atau agen

terhadap suatu penyakit. Model ini menjelaskan tentang penyebab multifaktorial

yang dapat berjalan dengan berbagai cara. Web of causation ini akan menjelaskan

lebih kompleks tentang kemungkinan penyebab dan perjalanan terjadinya suatu

penyakit. Model ini biasa digunakan untuk memahami penyakit-penyakit yang

kronis. Namun dapat pula digunakan untuk penyakit akibat perlukaan. Pada

gambar 2.8 dijelaskan tentang berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

beberapa penyakit sekaligus, yaitu hipertensi, stroke dan penyakit jantung, yang

ketiga penyakit ini juga saling berhubungan dan saling memengaruhi (Rockett,

2009).

(Rockett, 2009)

Gambar 2.8

Web of Causation

2.5.4 The Wheel of Causation

The wheel og causation terdiri dari host yang membawa genetik berbeda-

beda pada tiap individu, lalu dikelilingi oleh lingkungan (baik lingkungan

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41038/3/jiptummpp-gdl-zantyrakhm-47142-3-bab2.pdfBerdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit pasien rawat

36

biologis, fisika dan sosial). Proporsi setiap faktor tergantung dari penyakitnya.

Contohnya, pada anemia sickle cell proporsi faktor genetik menyebabkan penyakit

menjadi besar. Sedangkan penyakit-penyakit infeksi, seperti campak, influenza

dan lainnya proporsi imunitas dari host dan keadaan lingkungan berkontribusi

lebih banyak (Rockett, 2009).

(Rockett, 2009)

Gambar 2.9

The Wheel of Causation