atresia-ani.doc

38
DAFTAR ISI Judul Halaman Kata Pengantar.........................................i Daftar isi........................................... ii BAB I Pendahuluan 1.1Latar Belakang......................................1 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi...........................................2 2.2 Embriologi.........................................2 2.3 Anatomi.......................................................... ......................................................3 2.3 Epidemiologi.......................................6 2.4 Etiologi...........................................7 2.5 Patofisiologi......................................7 2.6 Klasifikasi........................................8 2.7 Manifestasi Klinik................................14 2.8 Diagnosa..........................................15 i

Upload: tia-amalia-puti-renaery

Post on 21-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia-Ani.doc

DAFTAR ISI

Judul Halaman

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar isi................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan

1.1Latar Belakang.......................................................................................................1

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi..................................................................................................................2

2.2 Embriologi............................................................................................................2

2.3 Anatomi................................................................................................................3

2.3 Epidemiologi.........................................................................................................6

2.4 Etiologi..................................................................................................................7

2.5 Patofisiologi..........................................................................................................7

2.6 Klasifikasi.............................................................................................................8

2.7 Manifestasi Klinik...............................................................................................14

2.8 Diagnosa.............................................................................................................15

2.9 Penatalaksanaan..................................................................................................17

2.10 Prognosis...........................................................................................................19

Daftar Pustaka........................................................................................................20

i

Page 2: Atresia-Ani.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi

anus, rectum atau keduanya. Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi

membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang

tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus

namun tidak berhubungan langsung dengan rectum, atresia ani merupakan kelainan bawaan

(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus.1,2

Atresia Ani adalah suatu kelainan congenital dimana menetapnya membrane anus

sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total; kadangkala sebuah lubang sempit masih

memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit

perineum; keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.3

Atresia berasal dari bahasa Yunani artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.

Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang

badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak

adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,

hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang

mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.

Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus

imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk

membuat saluran seperti keadaan normalnya.2

2.2 Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut

akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian

duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian

duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut

meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,

dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai

primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan

1

Page 3: Atresia-Ani.doc

anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator

berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot

levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat

tidak ada atau rudimenter.

2.3 Anatomi

Bagian usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid

sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani

dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar

5,9 inci (15 cm). Sekum dan bagian kolon transversum maupun banyak kolon sigmoideum

seluruhnya di dalam peritoneum,sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah peritoneum dan

sepertiga atas ekstra peritoneum di atas permukaan posteriornya. Bagian asendens dan desendens

kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada permukaan anterior.3,4

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan

rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan,

persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang

menutupinya.

2

Page 4: Atresia-Ani.doc

Rektum memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.Rectum

dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan

lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas

rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di

sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri ,

sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri

bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fissura anus nyeri sekali. Darah

vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem orta, sedangkan yang berasal dari anus

dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. Iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya

memahami cara penebaran keganasan dan infeksi. Sistem limfa sepanjang pembuluh

hemoroidales superior ke arah kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa paraorta melalui

kelenjar limfa iliaka interna, sedangkan limfa yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah

kelenjar inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke

ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum

dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea

pektinata atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara

kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapt

membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu

melakukan colok dubur.dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis

hilton)

Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter

ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal,

bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter

internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot

lurik.

3

Page 5: Atresia-Ani.doc

Gambar 1. Rektum dan anus

Perdarahan arteri

Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a. Mesenterika inferior. Arteri

ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan.Arteri hemoroidales medialis

merupakan percabangan anterir a.iliaka interna , sedangkan a. Hemoroidales inferior adalah

cabang a. Pudenda interna. Anastomises antara arkade pembuluh inferior dan superior

merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan

aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a. Iliaka. Anastomises tersebut ke pembuluh

kolateral hemoroid inferior dapat memjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan

di pleksus hemoroidales merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah.

Perdarahan vena

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan dari

Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah

kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena

ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. V.

Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna dan kedalam v. Iliaka

interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena

melalui perdaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena

iliaka

Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan

kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan

rektum. Keduanya bermuara ke dalam v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis.

Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang

4

Page 6: Atresia-Ani.doc

berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari

kolon ditemukan di hati.

Gambar 2. Vaskularisasi usus besar

Persarafan

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik

berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari

ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju

kearah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi.

Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga dan keempat.

Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan

cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada

waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau uterus dapat menyebabkan

gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual. Otot volunter, yaitu levator ani,

koksigeus dan sfingter eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.

2.4 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000

kelahiran.Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti

5

Page 7: Atresia-Ani.doc

oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak

ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.

Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak

rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi.

2.5 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur.

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen

genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang

memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan

populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan

antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut

menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan

atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik.5

2.6 Patofisiologi

Kelainan atresia ani terjadiakibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara

komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan rektum diketahui berasal

dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian mesenchyme,

kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal. Septum urogenital

membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus

terutama akan membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan perkembangan dari septum

urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan. Selama waktu ini,

bagian ventral urogenital mengalami pembukaan eksternal/keluar;bagian dorsal dari anal

membuka kemudian. Anus berkembang dari fusi antara tuberculum anal dan invagination bagian

6

Page 8: Atresia-Ani.doc

luar/eksternal, yang dikenal sebagai proctodeum, yang mendalam ke arah anus.pada awalnya.

Perineum memisahkan kloaka membran menjadi membran urogenital anterior dan membran anal

posteriorrektum dan bagian superior kanalis anus terpisah dari eksterior oleh membran anal.

selaput pemisah ini akan menghilang saat usia kehamilan 8 minggu.6

Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-macam tingkatannya dengan

berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis, rupture selaput yang anal yang tidak

komplit , atau complete failure atau anal agenesis dari bagian atas dari kloaka sampai kebawah

dan kegagalan proktoderm mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara saluran urogenital

dan bagian rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau rectovestibular fistule.6

2.7 Klasifikasi.

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2

golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi

menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan

pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu

kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram:

udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu

kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada

invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu

kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari

kulit.7

Menurut klasifikasi WingspreadLaki laki

Kelompok I

Kelainan Tindakan

- Fistel urin

- Atresia rektum

- Perineum datar

- Fistel tidak ada

- Invertogram udara > 1 cm dari

Kolostomi neonatus, operasi

definitif pada usia 4-6 bulan

7

Page 9: Atresia-Ani.doc

kulit

Kelompok II

Kelainan Tindakan

- fistel perineum

- membran anal

- stenosis anus

- fistel tidak ada

- invertogram udara < 1 cm dari

kulit

Operasi langsung pada neonatus

Perempuan

Kelompok I

Kelainan Tindakan

- kloaka

- fistel vagina

- fistel anovestibuler atau

rektovestibuler

- atresia rektum

- fistel tidak ada

- invertogram udara >1 cm dari

kulit

Kolostomi neonatus

Kelompok II

Kelainan Tindakan

- fistel perineum

- stenosis anus

- fistel tidak ada

- invertogram udara < 1cm dari

kulit

Operasi langsung pada neonatus

Tabel 1. klasfikasi menurut wingspread

Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara lengkap Ladd dan Gross pada tahun 1934 mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga saat ini.

8

Page 10: Atresia-Ani.doc

Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.

Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.

Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak

pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan

Jenis yang paling sering ditemukan

Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah,

pada jarak tertentu dari ujung rektum yangberakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan

bentuk yang paling jarang dijumpai.

gambar 3. Atresia ani tanpa fistula

gambar 4. Atresia ani dengan fistula

9

Page 11: Atresia-Ani.doc

Kelainan bentuk anorektum juga dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan antara

bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat

penting dalam proses defekasi berdasarkan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul, yakni

supralevator dan translevator, dikenal sebagai klasifikasi Melboume.

Kelainan bentuk anorektum dikelompokkan menjadi:

1. kelainan letak rendah(infralevator)

Pada kelainan letak rendah, rektum telah menembus levator sling sehingga jarak antara

kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.muskulus sfingter ani interna dalam keadaan

utuh, kelainan letak rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang

dapat ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang

seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik yang selalu terletak di anterior

lokasi anus yang normal.

Gambar 5.Fistul anokutaneus(bucket handle) anus ektopik

2. kelainan letak tengah(intermedia)

Pada kelainan letak tengah telah menembus otot puborektalis sampai sekitar satu

sentimeter atau kurang dari kulit perineum. Ujung rektum mencapai tingkat m. Levator

anus tetapi tidak menembusnya .Otot sfingter ani eksterna telah terbentuk sempurna dan

berada dalam keadaan berkesinambungan dengan kompleks levator. Di daerah anus

seharusnya terbentuk lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Pada

kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra, yang

menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris

3. Kelainan letak tinggi(supralevator)

10

Page 12: Atresia-Ani.doc

Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling dan juga

dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak tinggi lebih banyak ditemukan

pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak tinggi acapkali terdapat fistula,

yangmenghubungkan antara rektum dengan perineum, saluran kemih atau vagina.

Gambar 6. Atresia ani letak rendah dan letak tinggi

Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula anokutaneus, fistula

rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang

sebelumnya dikenal sebagai anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula

rektoperineum, fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai pada

baths vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang fistula bermuara pada

fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan pada dinding posterior vagina.

Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula rektourinaria dan fistula

rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak ditemukan. Sebagian besar fistula

rektourinaria berupa fistula rektouretra, muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di

bawah verumontagum berdekatan dengan duktus ejakulatorius. Fistula rektourinaria juga dapat

dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung

kemih pada daerah trigonum vesika. Jenis fistula ini sangat jarang ditemukan. Pada fistula

rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah antara lekukan anus

sampai batas perineoskrotum.

Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan dan tidak dapat

dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga memungkinkan pengeluaran

melkoneum dari rektum yang buntu. Pada kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula

11

Page 13: Atresia-Ani.doc

dengan ukuran cukup besar, manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi,

karena mekoneum dapat keluar melalui fistula.

Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan sebagian besar di

antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan klasikfikasi ladd and gross.

Gambar 7. fistule yang muncul pada atresia ani

2.8 Manifestasi Klinis.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.

Gejala itu dapat berupa :

1. Perut kembung.

2. Muntah.

3. Tidak bisa buang air besar.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana

terdapat penyumbatan.8

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada

pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya,

malformasi anorektal intermedia dimana ujung darirektum dekat ke uretra dan malformasi

anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9

12

Page 14: Atresia-Ani.doc

Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang

mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas

berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan

secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan

kardiovaskuler.10

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal

adalah

1. Kelainan kardiovaskuler.

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak

ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan

vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal.

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-

2%).

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti

hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang

sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius.

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.

Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi

antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut

dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,

Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,

Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).10

2.9 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Pada anamnesis dapat ditemukan :

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.

13

Page 15: Atresia-Ani.doc

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak

rendah11.

Menurut Pena untuk mendiagnosa menggunakan cara:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah

maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih

dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas

meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak

rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa

rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila

fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka

dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital

anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.

Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan pada

perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada

pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen

setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki

dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan

bertujuanagar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi11.

Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi

saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir

dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.5

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal

hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir

dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini

14

Page 16: Atresia-Ani.doc

dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang

menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk

menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24

jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan

colostomy atau anoplasty5.

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak

adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum

yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan

colostomy 5.

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah

meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal

dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium)5.

2.10 penatalaksanaan.

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus

dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani

menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan

inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982

memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan

cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan

mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel11.

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,

meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk

menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan

dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi

yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak

kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta

ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai

klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada

tidaknya fistula.

15

Page 17: Atresia-Ani.doc

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah

6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes

provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan

minimal PSARP tanpa kolostomi.11.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet

dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8

minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,

baikminimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti11.

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan vital ke

vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari

vagina. Evakuasi feces menjadi tidaklancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel

vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita

hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.

Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka

tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses

umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus

tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.

Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel,

dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II.

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi

tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi.

Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.

Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak

ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan

definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi7.

16

Page 18: Atresia-Ani.doc

Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan tidak

adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok

dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak

mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke

vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila

kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila

dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses

tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama

pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan

pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anusnormal. Pada membran anal biasanya

tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya

dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan

definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram,

perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah7.

2.11 prognosis

Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,

pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok

dubur. Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi

juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita .

Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode

PSARP7.

17

Page 19: Atresia-Ani.doc

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan berumur 6 jam di rawat di bagian perinatologi RSUP.Dr. M. Djamil

Padang sejak tanggal , dengan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. SG

Umur : 6 jam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Siteba , Padang

Keluhan utama :

- Tidak ada anus sejak lahir

Riwayat penyakit sekarang :

- Pasien lahir SC atas indikasi bekas sc ,, BBL 2600 gr, PBL 45 cm, A/S 8/9 (Partus Luar)

- Tidak ada anus sejak lahir

- Demam tidak ada , muntah tidak ada , sesak nafas tidak ada ,

- Injeksi vitamin K telah diberikan

- Anak belum diberi minum

- Riwayat ibu demam saat hamil ada usia kehamilan 3 bulan , selama 3 hari dibawa berobat

ke bidan

- Riwayat ibu keputihan saat hamil ada , saat usia kehamilan 8 bulan , tidak gatal dan

berbau amis

- Riwayat ibu nyeri BAK selama hamil ada menjelang persalinan

Riwayat kehamilan Ibu :

18

Page 20: Atresia-Ani.doc

- G2P2A0

- Anak lahir secara SC atas indikasi bekas SC

- Pemeriksaan antenatal teratur ke bidan

- HPHT : 22-03-2014 , Taksiran Partus : 15-01-2015

- Ibu tidak menkonsumsi obat-oabatan ,jamu serta kualitas dan kuantitas makanan cukup

Riwayat Persalinan :

- Persalinan dirumah sakit bersalin dipimpin oleh dokter,lahir SC a.i bekas SC

- Kelahiran tunggal,BBL 2 600 gr,PBL 45 cm,kondisi saat lahir hidup dengan A/S 8/9

(Partus luar )

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : anak tampak aktif

Frekuensi denyut jantung : 135x/menit

Frekuensi nafas : 41X/menit

Suhu : 36,8 C

Panjang Badan : 45 cm

Berat badan : 2250 gr

Sianosis ada, ikterik tidak ada

PEMERIKSAAN SISTEMIK

Kepala : bentuk bulat simetris

Ubun ubun besar : 1 ½ X 1 ½ cm

Ubun ubun kecil : ½ X ½ cm

Lingkar kepala : 31,5 cm

Jejas persalinan : tidak ada

19

Page 21: Atresia-Ani.doc

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2

mm, Reflek Cahaya +/+ Normal

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : Nafas Cuping Hidung tidak ada

Mulut : stidak ditemukan kelainan

Leher : tidak ditemukan kelainan.

Dada

Bentuk : Normochest ,Simetris,retraksi tidak ada

Paru : Bronkovesikular,ronhi (-),Wheezing (-)

Jantung : Irama teratur, bising tidak ada

Perut

Permukaan : datar

Kondisi : Lemas

Hati : 1/4x1/4

Limpa : tidak teraba

Tali pusat : segar, tidak hiperemis

Umbilikus : Hiperemis tidak ada

Genitalia : Tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas : Atas : akral hangat, perfusi baik,

Bawah : akral hangat, perfusi baik,

Kulit : teraba hangat, sianosis tidak ada

20

Page 22: Atresia-Ani.doc

Anus : tidak adda

Tulang –tulang : tidak ditemukan kelainan

Reflek Neonatal : Moro : + Rooting : +

Isap : + Pegang : +

Ukuran :

Lingkar kepala : 31,5 cm Lingkar dada : 30 cm

Lingkar perut : 29 cm Simfisis - kaki : 16 cm

Panjang lengan : 13 cm Panjang kaki : 17 cm

Kepala simpisis : 29 cm

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb 14,84 g/dl Diff. count : 0/1/19/69/10/1

DIAGNOSA KERJA

NBBLC 2.600 gram, PB 45 cm

Lahir SC a.i bekas SC

Ibu demam, ketuban jernih

A/S 8/9 (partus luaer)

TM 39-40 SMK

Kelainan congenital tidak ada

Jejas persalinan tidak ada

DD/ Atresia ani

21

Page 23: Atresia-Ani.doc

TERAPI

- IVFD D 10% 70 cc/kgBB/hari= 156 cc/hari = 6,5 cc/jam

- Sementara puasa

- Ampisilin 2 x 130mg i.v

- Gentamisin 1 x 12mg iv

RENCANA

- Pemeriksaan elektrolit

- GDS

- PT APTT

- Rontgen crosstable usia 18 jam

HASIL PEMERIKSAAN

- Elektrolit : Natrium : 144mg/dl

Kalium : 5.4 mg/dl Kesan hiperkalemi

- Roentgen

Hasil ekspertise : sesuai pneumonia neonatal

16 Januari 2015 (R1)

S/ Anus tidak ada

Demam tidak ada

Kebiruan tidak ada

Kuning tidak ada

Muntah tidak ada

O/ Keadaan umum : aktif

22

Page 24: Atresia-Ani.doc

BB : 2400 gr

HR : 145 X/menit

RR : 43 X / mnt

T : 37,10C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Thorak : retraksi epigastrium (-)

Paru dan Jantung dalam batas normal

Abdomen : distensi usus (-), BU (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

A/ Malformasi Anorektal

P/ kolostomi hari ini

T/ IVFD D 10% 70 cc/kgBB/hari= 156 cc/hari = 6,5 cc/jam

- Sementara puasa

- Ampisilin 2 x 130mg i.v

- Gentamisin 1 x 12mg iv

Puasa

23

Page 25: Atresia-Ani.doc

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien bayi perempuan berumur 6 jam di rawat di bagian

perinatologi RSUP.Dr. M. Djamil Padang sejak dengan diagnosis Atresia Ani

Dari anmnesis didapatkan tidak ada anus sejak lahir , Pasien lahir SC atas indikasi bekas sc ,

BBL 2600 gr, PBL 45 cm, A/S 8/9 (Partus Luar) tidak ada anus sejak lahir demam tidak ad ,

muntah tidak ada , sesak nafas tidak ada , Injeksi vitamin K telah diberikan , belum diberi minum

Riwayat ibu demam saat hamil ada usia kehamilan 3 bulan , selama 3 hari dibawa berobat ke

bidan , Riwayat ibu keputihan saat hamil ada , saat usia kehamilan 8 bulan , tidak gatal dan

berbau amis , Riwayat ibu nyeri BAK selama hamil ada menjelang persalinan

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak kurang aktif, frekuensi denyut

156x/menit, frekuensi nafas 42X/menit, nafas cuping hidung tidak ada dan sianosis tidak ada.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis. Dari foto toraks kesan

pneumonia neonatal, dan hasil analisa gas darah menunjukkan asidosis rspiratorik komponen

metabolic.

Penatalaksanaan yang diberikan pada bayi tersebut adalah pemberian O2 8 liter/menit

( head box ) dan sementara puasa karena sesak nafas. Untuk mengganti cairan dan memenuhi

nutrisinya diberikan IVFD D 10% 60 cc/kgBB/hari=10tetes/menit ( Mikro ) pada hari pertama

24

Page 26: Atresia-Ani.doc

dan kedua. Lalu pada hari ketiga D12,5% 10tetes permenit dan aminofuschin 35cc. untuk

mengatasi infeksinya diberikan Ampisilin 2 x 200mg dan Gentamisin 1 x 20 mg. selain itu

paa hari ketiga diberikan omeprazol 1x2mg dan ranitidine 2x4mg

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Kelainan Bawaan. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed3. Jakarta :

EGC, 2004 : 667-670

2. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in: Greenfield's

Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New York: Mc-Graw Hill.2006

3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC 1994: 262

4. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 25 September 2013].

5. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 25 September 2013]

6. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 25 januari 2010 (diakses tanggal25

september 2013). Available from: http://emedicine.medscape.com/article/929904-

overview.

7. Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku Ajar Ilmu

Bedah. Editor Peter J. Ed 2. Jakarta : EGC

8. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses tanggal 25 September 2013]

9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of

Michigan. Availablen online at

http://www.medcyclopedia.com/library/opics/volume_vii/a/anorectalmalformation

[diakses 25 September 2013]

25

Page 27: Atresia-Ani.doc

10. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M, principle and Practice of Pediatric

Surgery Vol 2. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2005 : 1395-1434

26