asuhan keperaw

Upload: wardah-fauziah-el-sofwan

Post on 10-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATANPADA SISTEM PERSYARAFAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III (KMB) DISUSUN OLEH :WARDAH FAUZIAHDEASYIE HIKMAH KDIAN HERLINAENJANG BUNYAMINHABIBBULAH ALIRIZKY NOVIANTIKAM.ILMANULFIKRYAJENG SYIFA

STIKES YPIB MAJALENGKAPRODI SI KEPERAWATAN2013/2014KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Puji dan syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana atas berkat ridha dan hidayah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk terus menimba ilmu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat-Nya dan kita selaku umat-Nya yang tetap ada pada jalan yang di ridhai-Nya.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah keperawatan anak, dalam pembuatan makalah ini pasti tidak akan terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan dukungan, maka dari itu kami ucapkan terimakasih.Makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna baik dalam penulisannya maupun dari segi pembahasan, oleh karena itu kami sesalu mengharapkan akan saran yang membangun untuk memperbaiki karya ilmiah selanjutnya, dengan sedikit harapan mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sedikit manfaat untuk kita semua. Amin

Majalengka, Agustus 2014

PenyusunDAFTAR ISIBAB I :PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahB. Tujuan PenulisanC. Rumusan MasalahD. Manfaat PenulisanBAB II : TINJAUAN TEORIA. Asuhan Keperawatan MeningitisB. Asuhan Keperawatan TetanusC. Asuhan Keperawatan Bell PapsyD. Asuhan Keperawatan Abses OtakE. Asuhan Keperawatan RabiesBAB III: PENUTUPA. KesimpulanB. PenutupDaftar Pustaka

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahSistem perawatan kesehatan berubah dengan cepat. Perawat jaman sekarang berhadapan dengan perawatan klien yang mengharapkan asuhan keperawatan yang berkualitas dan mengharapkan perawatan profesional sebagai penyedia perawatan kesehatan terdidik dengan baik.Pendekatan sistem dapat didefinisikan untuk memandang sesuatu sebagai suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur, komponen-komponen, elemen-elemen atau unit-unit yang saling berhubungan, saling berinteraksi, saling tergantung dalam mencapai tujuan. Pendekatan sistem meliputi cara berpikir tentang fenomena secara keseluruhan, metode atau teknik dalam memecahkan masalah atau pengambilan keputusan (kesadaran adanya masalah karena berbagai faktor).Sistem saraf pada manusia, salah satunya adalah otak sebagai bagian dari sistem saraf, mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling berhubung dan fital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Unit terkecil dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel glia. Asuhan Keperawatan akan kami bahas lebih lanjut pada bab berikutnya. B. Tujuan Penulisana. Tujuan UmumSetelah mengikuti program pendidikan Keperawatan Medikal Bedah, kami mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Gangguan System Persyarafan.b. Tujuan KhususDapat melakukan pengkajian, analisa data, memprioritaskan diagnosa keperawatan serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan System Persyarafan.C. Rumusan Masalah1. Bagaimana Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Meningitis.2. Bagaimana Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.3. Bagaimana Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Bell Palsy4. Bagaimana Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Abses Otak.5. Bagaimana Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Rabies.D. Manfaat Penulisan1. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Meningitis.2. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.3. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Bell Palsy4. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Abses Otak.5. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan Rabies.

BAB IITINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan MeningitisA. PengertianMeningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. Etiologi1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan

C. Klasifikasi Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :1. Meningitis serosaAdalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.2. Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

D. PatofisiologiMeningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

E. Manifestasi klinisGejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb: a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

F. Pemeriksaan Diagnostik1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )5. Elektrolit darah : Abnormal .6. ESR/LED : meningkat pada meningitis 7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

G. Komplikasi1. Hidrosefalus obstruktif2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )5. Efusi subdural6. Kejang7. Edema dan herniasi serebral8. Cerebral palsy9. Gangguan mental10. Gangguan belajar11. Attention deficit disorder.H. Asuhan Keperawatan1. Pengkajiana) Biodata klienb) Riwayat kesehatan yang lalu(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?c) Riwayat kesehatan sekarang(1) AktivitasGejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.(2) SirkulasiGejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.(3) EliminasiTanda : Inkontinensi dan atau retensi.(4) Makanan/cairanGejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.(5) HigieneTanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

(6) NeurosensoriGejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.(7) Nyeri/keamananGejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.(8) PernafasanGejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

2. Diagnosa keperawatana) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogenb) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

3. Intervensi keperawatana) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.Mandiri Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat. Pantau suhu secara teratur Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )Kolaborasi Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

b) Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.Mandiri Tirah baring dengan posisi kepala datar. Pantau status neurologis. Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran. Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.Kolaborasi. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat. Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ). Pantau BGA. Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen

c) Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.Mandiri Pantau adanya kejang Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

d) Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.Mandiri. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi) Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif. Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggulKolaborasi Berikan anal getik, asetaminofen, codein

e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Kaji derajat imobilisasi pasien. Bantu latihan rentang gerak. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab. Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.

f) Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir. Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin. Observasi respons perilaku. Hilangkan suara bising yang berlebihan. Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas. Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.

g) Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian. Kaji status mental dan tingkat ansietasnya. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan. Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.I. EvaluasiHasil yang diharapkan1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.

B. Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan dengan TetanusA. PengertianTetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.

B. EtiologiSering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

C. PatofisiologiBentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselularRangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnyaPerubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunanPada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

D. PrognosaBila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat

E. Manifestasi Klinik- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat- Bila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi beratUntuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

F. Penatalaksanaan MedikPada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :a. eliminasi kuman1. debridementuntuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika3. penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.b. netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatifperawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :1. nutrisi dan cairan- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien- pemebrsihan jalan nafas dari lendir- pemberian xat asam tambahan- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan. Pengobatan rumatFenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :1. Semua pakaian ketat dibuka2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.F. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus

I. PengkajianPengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :a. Data subyektif1. Biodata/IdentitasBiodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.2. Keluhan utama kejang 3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :Apakah disertai demam ?Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..Lama seranganSeorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. Frekuensi seranganApakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.Keadaan sebelum, selama dan sesudah seranganSebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?Riwayat penyakit sekarang yang menyertaiApakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.4. Riwayat Penyakit DahuluSebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.5. Riwayat kesehatan keluarga.Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.6. Riwayat sosialHubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatanDitanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehatGaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.Pola nutrisiUntuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?Pola Eliminasi :BAK:ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.BAB:ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?Pola aktivitas dan latihan Pola tidur/istirahatBerapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.2. Pemeriksaan FisikKepalaRambutDimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.Muka/ Wajah.Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?MataSaat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?TelingaPeriksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.HidungApakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?MulutAdakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?TenggorokanAdakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?LeherAdakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?ThoraxPada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?JantungBagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?AbdomenAdakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?Kulit Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?EkstremitasApakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?GenetaliaAdakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c. Pemeriksaan PenunjangTergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :1. DarahGlukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.Elektrolit:K, NaKetidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejangKalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )Natrium ( N 135 144 meq/dl )2. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi3. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa DataAnalisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai 5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

II. Perencanaan Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang Tujuan :Klien tidak mengalami cedera selama perawatanKriteria hasil:1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.4. Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit 5. Kesadaran composmentisRencana Tindakan :INTERVENSIRASIONAL

1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus2. tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman3. anjurkan klien istirahat4. sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang5. lindungi klien pada saat kejang dengan : longgarakn pakaian posisi miring ke satu sisi jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya kencangkan pengaman tempat tidur lakukan suction bila banyak sekret6. catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.7. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang8. observasi efek samping dan keefektifan obat9. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung10. lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang11. kerja sama dengan tim : pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital) pemberian oksigen tambahan pemberian cairan parenteral pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.

6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.

7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.

8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.Tujuan:Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.Kriteria Hasil:1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSIRASIONAL

1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur 1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.

III. PelaksanaanPelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

IV. EvaluasiTahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

C.KONSEP DASAR PENYAKIT BELLS PALSYA. ANATOMI Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :1. Serabut somato motorikSerabut somato motorik yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (nervus III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).2. Serabut visero-motorik (parasimpatis)Serabut visero-motorik yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.3. Serabut visero-sensorikSerabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. 4. Serabut somato-sensorikSerabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus fasialis (Nervus VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya. Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (Nervus V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.(Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan)

B. DEFINISIBell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.(Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan).Kelumpuhan nervus vasialis (N.Vll) adalah kelumpuhan otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala sehingga harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk mementukan terapi dan prognosis. (Kapita Selekta Kedokteran. 2000. Jakarta. Hal 92-93)

C. ETIOLOGI Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe 1. Dan penyebab lain bell palsy antara lain:1. Infeksi virus lain.2. Neoplasma: setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor lain.3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan menyelam.4. Neurologis: sindrom Guillain-Barre.5. Metabolik: kehamilan, diabetes melitus, hipertiroidisme, dan hipertensi.6. Toksik: alkohol, talidomid, tetanus, dan karbonmonoksida.(Dewanto, George. 2010. Praktis diagnosa & tatalaksana penyakit saraf. EGC : Jakarta)

D. PATOFISIOLOGI Bells plasy dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralis tekanan. Saraf yang radang dan edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh nutriennya tersumbat pada titik yang menghasilkan nekrosis iskemik dalam kanal panjangnya saluran yang paling baik sangat sempit. Ada penyimpangan wajah berupa palisis otot wajah; peningkatan lakrimalis (air mata); sensasi nyeri pada wajah, belakang telinga, dan pada klien yang mengalami kerusakan bicara, dan kelamahan otot wajah atau otot wajah pada sisi yang terkena.

E. MANIFESTASI KLINIS1. Gejala Pada Sisi Wajah Ipsilateral Kelemahan otot wajah ipsilateral Kerutan dahi menghilang ipsilateral Tampak seperti orang letih Tidak mampu atau sulit mengedipkan mata Hidung terasa kaku Sulit berbicara Sulit makan dan minum Sensitif terhadap suara ( hiperakusis ) Saliva yang berlebihan atau berkurang Pembengkakan wajah Berkurang atau hilangny rasa kecap Nyeri didalam atau disekitar telinga Air liur sering keluar2. Gejala Pada Mata Ipsilateral Sulit atau tidak mampu menutup mata Air mata berkurang Kelopak mata bawah jatuh Sensitif terhadap cahaya3. Residual Mata terlihat lebih kecil Kedipan mata jarang atau tidak sempurna Senyum yang asimetris Spasme hemifasial pascaparalitik Otot hipertonik Sinkenesia Berkeringat saat makan atau saat beraktivitas Otot menjadi lebih flaksid jika lelah Otot menjadi kaku saat letih atau kedinginanSecara klinis, saraf lain kadang-kadang ikut teriritasi, misalnya, rasa nyeri atau baal pada wajah yang bias disebabkan oleh iritasi N. V. (Dewanto, George. 2009)F. DIAGNOSIS Pada infeksi, terlihat pendataran dahi dan lipatan nasolabial pada sisi yang terkena. Ketika pasien diminta menaikan alis mata, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar . ketika pasien diminta tersenyum, wajah menjadi menyimpang dan terdapat lateralisasi kesisi yang berlawanan dari yang lumpuh. Pasien tidak dapat menutup matanya secara sempurna pada posisi yang lumpuh. Pada saat berusa menutup mata, bola mata seolah bergulir keatas pada sisi yang lumpuh. Hal ini disebut fenomena Bell dan merupakan hal yang normal pada saat menutup mata. Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan harus dilakukan pada pasien dengan kelumpuhan wajah. Pada telinga luar harus dilihat adanya vesikel, infeksi atau terauma, penurunan sensisbilitas rasa nyeri didaerah auricular posterior. Pasien dengan paralisis otot stapedius mengalami hiverakusis. (Dewanto, George. 2009)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS1. Terapi Non-farmakologisa. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya dapat dilakukan dengan peng-gunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah).b. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan secara halus dengan mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan melingkar. Tidak terdapat bukti adanya efektivitas dekompresi melalui pembedahan saraf fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat dalam 14 hari onset. c. Rehabilitasi fasial secara komprehensif yang dilakukan dalam empat bulan setelah onset terbukti memperbaiki fungsi pasien dengan paralisis fasialis. Rehabilitasi fasial meliputi edukasi, pelatihan neuro-muskular, masase, meditasi-relaksasi, dan program pelatihan di rumah. Terdapat empat kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan, dan relaksasi.1) Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-berat saat istirahat dan tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang lumpuh. Strategi yang digunakan berupa masase superfisial disertai latihan gerak yang dibantu secara aktif sebanyak 10 kali yang dilakukan 1-2 set per hari dan menghindari gerakan wajah berlebih. 2) kategori fasilitasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah ringan-sedang saat istirahat, mampu menginisiasi sedikit gerakan dan tidak terdapat sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak otot wajah yang lebih agresif dan reedukasi neuromuskular di depan kaca (feedbackvisual) dengan melakukan gerakan ekspresi wajah yang lambat, terkontrol, dan bertahap untuk membentuk gerakan wajah yang simetris. Latihan ini dilakukan sebanyak minimal 20-40 kali dengan 2-4 set per hari.3) kategori kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah ringan-sedang saat istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan terdapat sinkinesis. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca seperti kategori fasilitasi, namun secara simultan mengontrol gerakan sinkinesis pada bagian wajah lainnya, dan disertai inisiasi.4) strategi meditasi-relaksasi. Pada pasien dengan kekencangan seluruh wajah yang parah karena sinkinesis dan hipertonisitas. Strategi yang digunakan berupa mobilisasi jaringan lunak dalam otot wajah dengan agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada strategi meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan gambar vi-sual atau audio difokuskan untuk melepaskan ketegangan pada otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup dilakukan 1-2 kali per hari.2. Terapi FarmakologisInflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin dalam patogenesis Bell s palsy.a. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg/kg/hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome. b. Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg/hari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1 000-3 000 mg/hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.

(Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bells Palsy, Diagnosis and Management in Primary Care. IDI)H. KOMPLIKASISekitar 5% pasien setelah menderita Bell s palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell s palsy, adalah1. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis.2. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal).3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menye-babkan:a. Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata.b. Crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan.Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock like)pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan). (Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bells Palsy, Diagnosis and Management in Primary Care. IDI)

I. PROGNOSIS 1. Perjalanan alamiah Bell s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell s palsy sembuh Total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.2. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren.Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah- Palsi komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabe-tes, adanya nyeri hebat post aurikular, gangguan penge-capan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell s palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang jelas.Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah- Paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan to-tal), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama.(Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bells Palsy, Diagnosis and Management in Primary Care. IDI)J. PEMERIKSAAN PENUNJANGBell s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis.1. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos Dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP).2. Pemeriksaan MRI Dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis. 3. Pemeriksaan neurofisiologi Bells palsy sudah dikenal sejak tahun 1970- sebagai prediktor kesembuhan, bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan dekompresi intrakanikular.4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG) Mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektro-neurografi (ENG). Pemeriksaan serial EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15 mempunyai positive-predictive-value(PPV) 100% dan negative-predictive-value(NPV) 96%. Spektrum abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan amplitudo Compound Motor Action Potential(CMAP), pemanjangan latensi saraf fasialis.5. Pemeriksaan blink reflexdidapatkan Pemanjangan gelombang R1 ipsilat-eral. Pemeriksaan blink reflex ini sangat bermanfaat karena 96% kasus didapatkan abnormalitas hingga minggu kelima, meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah. Abnor-malitas gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus.

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BELLS PALSYA. PENGKAJIANPengkajian keperawatan klien dengan Bells Palsy meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial. 1. AnamnesisKeluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.

2. Riwayat penyakit saat iniFaktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien. Disini harus di Tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau tambah buruk. Pada pengkajian klien Bells palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah seisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutup bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Bell.

3. Riwayat penyakit dahuluPengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi presdisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranal, trauma kapitis, penyakit virus (herpes simpleks, herves zoster ), penyakit autoimun, atau kombinasi semua factor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering di gunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data besar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

4. Pengkajian psiko-sosio spiritualPengkajian spikologis klien Bells palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi tehadap kelumpuhan otot wajah seisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yang timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan selama ini yang sudah di ketahui dan perubahan perilaku akibat stres. Karena klien harus menjalani perawatan rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukann dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak ganguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perseektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defesit neurologi dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.

5. Pemeriksaan fisikSetelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Balls palsy biasanya di dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal. a. B1(breathing)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan. b. B2(blood)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan. c. B3(brain)Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya. 1) Tingkat KesadaranPada Bells palsy biasanya kesadaran klien compos mentis. Fungsi SerebriStatus mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien Bells palsy biasanya status mental klien mengenai perubahan.

2) Pemeriksaan saraf kranial Saraf I. Biasanya pada klien Bells palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos ). Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik. Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali adema nervus fasialis di tingkat faranem stilomastedeus meluas sampai bagian nervus fasialis, di mana khorda timpani menggabungkan diri padanya. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX Dan X. Paralisis Otot orofaing, kesukaran berbicara, mengunya, dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik. Saraf XII. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. 3) Sistem MotorikBila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, control keseimbangan dan koordinasi pada Bells palsy tidak ada kelainan.4) Pemeriksaan RefleksPemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. 5) Gerakan InvolunterTidak ditemukan adanya tremor, kejang, dan distonia. Pada beberapa keadaan sering di temukan Tic Fasialis. 6) Sistem SensorikKemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidak ada kalainan. d. B4 (bladder)Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. e. B5 (bowel)Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien Bells palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot otot mengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang. f. B6 (bone )Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

B. Diagnosis Keperawatan1. Gangguan konsep diri (citra diri ) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah. 2. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan. 3. Kurangnya pengetahuan kesehatan diri sendiri yang berhubungan dengan informanasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

C. Rencana intervensi Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah. Data penunjang :Tanda subjektif : merasa malu karena adanya kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi. Tanda objektif : Dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.

Tujuan : Konsep diri klien meningkat Kriteria hasil : klien mampu menggunakan koping yang positif.

Intervensi RasionalisasiKaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya. Intervensi awal bias mencegah distress psiklogis pada klien.

Bantu klien menggunakan mekanisme koping ysng positif. Mekanisme koping yng positif dapat membantu klien lebih percaya diri, lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah terjadinya kecemasan tambahan.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. Libatkan sistem pendukung dalam perawatan klien. Kehadiran sistem pendukung meningkatkan citra diri klien.

Cemas yang berhubungan dengan proknosis penyakit dan perubahan kesehatan Tujuan : Kecemasan hilang atau berkurang. Kriteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasai penyebab atau faktor yang mempengaruhi, dan menyatakan ansietas berkurang / hilang.

Intervensi RasionalisasiKaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping klien dan, lakukan tindakan bila menunjukan prilaku merusak. Reaksi verbal /nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. Tingkat control sensasi klie. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan ) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri ), yang positif membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya. Dapat mengalihkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang di pilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca akan menurunkan perasaan terisolasi.

Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak ade kuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. Tujuan : Dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan memperlihat kan kemampuan pemahaman yang ade kuat tentang penyakit dan pengobatan. Kriteria hasil : Klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah didiskusikan.

Intervensi RasionalisasiKaji kemampuan belajar, tingkat kecemasan, partisipasi, media yang sesuai untuk belajar. Indikasi progresif atau reaktivasi penyakit atau efek samping pengobatan, serta untuk evaluasi lebih lanjut. Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan keperawat. Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan. Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan. Meningkatkan kerja sama/ partisipasi terapeutik dan mencegah putus obat. Kaji ulang resiko efek samping pengobatan. Dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien. Dorong klien mengekspresikan ketidaktahuan/ kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan. Member kesempatan untuk mengoreksi persepsi yang salah dam mengurangi kecemasan.

A. KONSEP DASAR ABSES OTAK1. PengertianAbses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.berdasarkan lokasinya 80% abses terdapat pada cerebrum dan 50% pada cerebelum dan 5-20% terjadi lebih dari satu tempat (Esther,) 2. EtiologiBerbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit.a. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.b. Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.c. Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

3. PatofisiologiFase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) stadium serebritis dini2) stadium serebritis lanjut3) stadium pembentukan kapsul dini4) stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen. Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengancara :1. Implanmentasi langsung akibat trauma,tindakan obrasi ,pungsi lumbal,penyebab infeksi kronik pada telinga,sinus mastoid,di mana bakteri masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.2. Penyebab infeksi dari focus primer pada paru-paru seperti abses paru,bronchiactasis,empyema,pada endokarditis dan perikarditis.3. Komplikasi pada meninghitis purulenta.Mikroorganisme yang umum menyebabkan abses otak adalah streptococci,bacteriodes fragilis,Esterichia coli.Setelah terjadi implamentasi bakteri kemudian terjadi reaksi peradangan inkal dengan karakteristik edema local,hyperaemia ,adanya infiltrasi dan jaringan menjadi lunak.pada tingkat ini lokasi pembentukan abses Nampak kongestik .lunak ,mengandung minyak perdarahan petechikal dan sebukan neoutrofil.beberapa hari sampai beberapa bulan jaringan otak tejadi nekrosis dan mengeluarkan m.issa pus.di luar jaringan nekrotik tampak jaringan granulasi yang mengandung kapiler,fibroslat,limposit dan sel plasmajika tanpa pengobatan yang memadai pus akan membesar,menyebar dan meluas subarachnoid dan ventrikel.4. Manifestasi klinikGejala lokal yang terlihat pada abses otakLobus Gejalaa. Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejangb. Temporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca, menulis atau,mengerti kata-kata;hemianopia.c. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang fokal,hemianopia homonim,disfasia,akalkulia,agrafiad. Serebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan koordinasi,nistagmus,tremor intensional.5. KomplikasiKomplikasi meliputi :- retardasi mental- epilepsi- kelainan neurologik fokal yang lebih berat.Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.6. Test DiagnostikTindakan diagnostik yaitu :a. CT Scan Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnyab. Arteriografi Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum7. Penatalaksanaan a. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen).Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.b. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.

B. Asuhan Keperawatan Pada Abses Otak1. Pengkajiana. AnamnesisIdentitas klen;usia,jenis,kelamin,pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.b. Pemeriksaan fisik1) KU2) Pola fungsi kesehatan :a) Aktivitas/istirahat :Gejala;malaiseTanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.b) SirkulasiGejala;adanya riwaya tkardiopatologi, seperti endokarditisTanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).c) EliminasiTanda;adanya inkontensia dan/atau retensid) Nutrisi Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.e) Higiene Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)f) NeurosensoriGejala ;sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda ;penurunan status mental dankesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.g) Nyeri/keamananGejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.h) PernapasanGejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paruTanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisahi) KeamananGejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi2 .Diagnosa keperawatam Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Ditandai dengan :Data Subjektif (DS):a. Klien mengatakan nyeri kepalab. Klien mengatakan merasa mualc. Klien mengatakan merasa lemahd. Klien mengatakan bahwa pandangannya kaburData Objektif (DO):a. Perubahan kesadaranb. Perubahan tanda vitalc. Perubahan pola napas, bradikardiad. Nyeri kepalae. Muntah f. Kelemahan motorikg. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIIIh. Refleks patologisi. Perubahan nilai ACDj. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.Data Objektif (DO):a. Penurunan kesadaranb. Aktivitas kejangc. Perubahan status mental3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan lemah.Data Objektif (DO):a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremorb. Kekuatan otot kurangc. Kontraktur, atropi.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiDitandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus.Data Objektif (DO):a. Suhu tubuh diatas 38o C.b. Perubahan tanda vitalc. Kulit keringd. Peningkatan leukosit5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntahData Objektif (DO):a. Suhu tubuh di atas 38oC. b. Turgor kulit kurangc. Mukosa mulut keringd. Urine pekate. Perubahan nilai elektrolit6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.Data Objektif (DO):a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakanb. Diet makanc. Penurunan BBd. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.e. Hb dan Albumin kurang dari normalf. Tekanan darah kurang dari normal.7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.Data Objektif (DO):a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyerib. Kaku kuduk positifc. Peningkatan nadi

3 Intervensi a. Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasiTujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol.

Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi:berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi(menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada,cahaya dan meningkatkan relaksasi)a. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.(menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri)Kolaborasia. Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein.( untuk menghilangkan nyeri )

b. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan,terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan mis tirah baring, imobilisasi.Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal

Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi :1. Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi(mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan )2. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)Nilai 0 : klien mampu mandiri.Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal.Nilai 2 : memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan.Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat khususNilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan.Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.3. Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antar waktu.(perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan menigkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.4. Berikan bantuan untuk melakukan ROM(mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan terjadinya eksekoriasi kulit )6. Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan kandung kemih bila memungkinkan.c. Risti perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebralTujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris.

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala berkurang, Kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Intervensi :1. pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS( pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan tekanan intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan perkembangan dari kerusakan cerebral )2. pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi disertai pemasangan ventilator mekanik.3. pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.(hipertermi menigkatkan kehilangan air tak kasat mata dan menigkatkan resiko dehidrasi, terutama jika kesadaran menurun.

Kolaborasi1. tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi dan indikasi. Jaga kepala tetap pada posisi netral.(peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.)2. berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin, asetaminofen.Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral.Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK.Asetaminofen : menurunkan metabolisme seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak b.d kurangnya informsiTujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak

Kriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinya

Intervensi :1. Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang sederhana.( menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,)2. Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-hal yang tidak diketahuinyae. Perubahan perpusi jaringan serebral b/d proses peradangan ,peningkatan tik Data pendukung a. Perubahan kesadaran b. Perubahan tanda vitalc. Perubahan pola napasd. Nyeri kepalae. Mual dan muntahf. Kelemahan motorikg. Kerusakan pada nervus cranial III,IV,VII,VIMh. Reflex patologis i. Perubahan nilai ACDj. Hasil pemeriksaan ct scan adanya edema serebri,abses.k. Pandangan kaburKriteria hasil a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi b. Tanda vital dalam batas normal c. Tidak terjad devisit neurologif. Resiko injuri; jatuh b/d aktivitas kejang,penurunan kesadaran dan status mentalData pendukung a. Penurunan kesadaran b. Aktivitas kejang c. Perubahan status mentalKriteria hasil a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi b. Kejang tidak terjadi c. Injuri tidak terjadig. Hypertemia berhubungan dengan infeksiData pendukunga. Pasien mengatakan demam dan ras haus.b. Suhu tubuh di atas 38*cc. Perubahan tanda vital d. Kulit keringe. Peningkatan leukositKriteria hasila. Suhu tubuh normal b. Tanda vital normalc. Turgor kulit baikd. Pengeluaran urine tidak pekat,elektrolit dalam batash. Perubahan nutrisi:kurang dari kebutuhan b/d anoreksia,kelemahan,mual dan munta,intake yamng tidak adekuatData pendukung a. Pasien mengatakan tidak nafsu makan,mual dan munta b. Pasien tidak menghabiskan makananyang telah disediakan. c. Ddiet makan d. Penuruna berat badan e. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi f. Hb dan albumin kurang dari normal g. Tekanan darah kurang dari normal Kriteria hasila. Nafsu makan pasien baikb. Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah di sediakan RSc. Terjadi peningkatan BB secara bertahapd. Tanda-tanda kurang nutrisi tidak adae. Hg dan albumin dalam batas normal f. Tanda vital normal

I. KONSEP DASAR MEDIS RABIES

a. Defenisi

Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal.

b. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.Adapun penyebab dari rabies adalah :1. Virus rabies.2. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.3. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

c. Masa inkubasiMasa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari - 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bias bervariasi antara 7 hari - 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek dari pada orang dewasa. Lamanya inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya gigitan, lokasi gigitan (jauh dekatnya kesistem saraf pusat), derajat pathogenesis virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.

d. Cara Penularan

Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama dua minggu virus menetap pada tempat masuk dan jaringan otot didekatnya. Virus berkembang biak atau lansung mencapai ujung-ujung serabut saraf perifer tampa menunjukan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung virus menjadi satu dengan membrane plasma dan protein ribonukleus dan memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-sinaptik pada neuromuscular junction di susunan saraf pusat (SSP). Dari saraf perifer virus menyebar secara sentripetal melalui endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak. Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam kesusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Melalui cairan serebrospinal. Diotak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun pada saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk saraf otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata, dan pankreas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan urin. Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan medula spinalis pada rabies tipe furious (buas) dan pada medula spinalis pada tipe paralitik. Perubahan patolgi berupa degenerasi sel ganglion, infiltrasi sel mononuklear dan perivaskular, neuronovagia dan pembentukan nodul pada glia pada otak dan medula spinalis.Dijumpai Negri bodies yaitu benda intrasitoplasmik yang berisi komponen virus terutama protein ribonuklear dan fragmen organela seluler seperti ribosomes. Negri bodies dapat ditemukan pada seluruh bagian otak, terutama pada korteks serebri, batang otak, hipothalamus, sel purkinje serebrum, ganglia dorsalis dan medula spinalis. Pada 20% kasus rabies tidak ditemukan Negri bodies. Adanya miokarditis menerangkan terjadinya aritmia pada pasien rabies.

e. PatofisiolgiVirus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.

f. ManifestasiKlinis

Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:1. Gejala prodromal non spesifik2. Ensefalitis akut3. Disfungsi batang otak4. Koma dan kematian

STADIUMLAMANYA (% KASUS)MANIFESTASI KLINIS

Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1 tahun (5%)Tidak ada

Prodromal2-10 hariParestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi.

Neurologik Akut- Furious (80%)

- Paralitik

Koma

2-7 hari

2-7 hari

0-14 hari

Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit, hidropobia, hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADH.

Paralisis flagsid

Autonomic instability, hipoventilasi, apnea, henti nafas, hipotermia, hipetermia, hipotensi, disfunsi pituitari, aritma, dan henti jantung.

g. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMLIKASIPENANGANANNYA

Neurologi- Hiperaktif- Hidrofobia- Kejang fokal- Gejala neurologi local- Edema serebri- AerofobiaFenotiazin, benzodiazepineTidak diberi apa-apa lewat mulutKarbamazepine, fenitoinTak perlu tindak apa-apaMannitol, galiserolHindari stimulasi

Pituitary- SAHAD- Diabetes insipidus

Batasi cairanCairan, vasopressin

Pulmonal- Hiperventilasi- Hipoksemia- Atelektasis- Apnea- pneumotoraksTidak adaOksigen, ventilator, PEEPVentilatorVentilatorDilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular- Aritmia- Hipotensi- Gagal jantung kongestif- Thrombosis arteri/vena- Obstruksi vena kava superior- Henti jantung

Oksigen, obat anti aritmiaCairan, dopamineBatasi cairan, obat-obatanOksigen, obat anti aritmiaCairan, dopamineBatasi cairan, obat-obatan

Lain-lain- Anemia- Perdarahan gastrointestinal- Hipertermia- Hipotermia- Hipooalemia- Ileus paralitik- Retensio urine- Gagal ginjal akut- pneumomediastinum

Transfuse darahH2 blockers, transfusi darahLakukan pendinginanSelimut panasPemberian cairanCairan paranteralKateterisasiHemodialisaTidak dilakukan apa-apa

h. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisikk mengenai:1. Status Pernafasan- Peningkatan tingkat pernapasan- Takikardi- Suhu umumnya meningkat (37,9 C)- Menggigil2. Status Nutrisi- kesulitan dalam menelan makanan- berapa berat badan pasien- mual dan muntah- porsi makanan dihabiskan- status gizi3. Status Neurosensori- Adanya tanda-tanda inflamasi4. Keamanan- Kejang- Kelemahan5. Integritas Ego- Klien merasa cemas- Klien kurang paham tentang penyakitnya Pengkajian Fisik Neurologik :1. Tanda tanda vital: Suhu Pernapasan Denyut jantung Tekanan darah Tekanan nadi2. Hasil pemeriksaan kepala Fontanel : menonjol, rata, cekung Bentuk Umum Kepala3. Reaksi pupil Ukuran Reaksi terhadap cahaya Kesamaan respon4. Tingkat kesadaran Kewaspadaan : respon terhadap panggilan Iritabilitas Letargi dan rasa mengantuk Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain5. Afek Alam perasaan Labilitas6. Aktivitas kejang Jenis Lamanya7. Fungsi sensoris Reaksi terhadap nyeri Reaksi terhadap suhu8. Refleks Refleks tendo superficial Reflek patologi

i. Pemeriksaan Penunjang.

Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.5. Uji laboratorium Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit Panel el