asthma bronkiale ~ status astmatikus

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dasar 1. Pengertian a. Asthma Bronkiale Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991). b. Status Astmatikus Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995). Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah a. Anatomi dan fisiologi Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995). Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari 1

Upload: khoirihandayani

Post on 25-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas askep

TRANSCRIPT

Page 1: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar

1. Pengertian

a. Asthma Bronkiale

Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai

macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang

tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan

atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).

b. Status Astmatikus

Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak

dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan

darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal

pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).

Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah

a. Anatomi dan fisiologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar

yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara

yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari

oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan

menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).

Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona

konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus,

bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan

zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan

berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan

Syaifuddin,1997).

Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi

oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga

hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga

proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari

epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel

dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa.

Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang

terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat

1

Page 2: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk

kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai

keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan

pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas

debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%

(Lorraine M. Wilson, 1995).

Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat

persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat

dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring.

Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat

terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya

terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).

Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan

suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis

dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan

rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan

mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang

merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat

menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada

aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk

mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa

melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan

membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan

bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).

Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang

berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11

cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain

dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput

lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel

bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk

bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang

dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat

pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana

trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina.

Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme

dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih

2

Page 3: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8

cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan

lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,

(Syaifuddin,1997).

Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak

mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh

otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran

uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran

penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung

kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot

polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,

(Lorraine M. Wilson,1995).

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan

unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari :

Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis

yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua

yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas

ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses

pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial

sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang.

Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan

mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama

inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga

terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra

pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –

8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2

mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran

udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai

tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi

tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak

yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M.

Wilson,1995).

Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli

ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas

mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih

3

Page 4: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan

partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah.

Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada

karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah

ke alveoli,(John Gibson,1995).

Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen

dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik

ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan

secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin,

sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat,

natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel

darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen.

Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa

sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 =

100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari

darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam

darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam

cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-

masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir

kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan

lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir

dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).

Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH

darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup

dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan

fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak

dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis

respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang

diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh

paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun

akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).

b. Patofisiologi

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar

dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk

imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk

kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap

makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah

4

Page 5: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel

Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya

interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan

membentuk imunoglobulin E ( IgE ).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam

jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada

seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan

alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada

dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk

Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar

cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.

Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator

kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis

( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan

lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :

kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil

yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler

yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin

menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan

peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan

ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru

dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi

hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut,

(Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua

jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)

ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang

dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu

telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan

asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang

bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat

kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan

musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta

faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga

5

Page 6: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan

kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan

mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.

Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan

berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam,

ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka

duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita

tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan

stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena

aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak

teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).

c. Penatalaksanaan

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non

farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Penobatan non farmakologik

a) Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan

klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar

menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat

secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b) Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan

asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara

menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk

pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c) Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran

mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan

fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik

a) Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan

jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang

termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b) Metil Xantin

6

Page 7: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini

diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang

memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali

sehari.

c) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang

baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol

( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot

tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek

samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi

dengan ketat.

d) Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak

. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e) Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.

Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

f) Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan

bersifat bronkodilator.

(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20

menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)

dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f) Antibiotik spektrum luas.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr

Soetomo Surabaya ).

Dampak masalah

a. Pada klien

Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk

7

Page 8: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

menghindari faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup

sanpai dengan lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma,

maka terjadi penurunan nafsu makan, minum sehingga mempengarui

status nutrisi klien. Dalam istirahat klien sangat terganggu sehingga dapat

menyebabkan kelelahan. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan

dan penyediaan oksigen mempengarui toleransi dalam melakukan

aktivitas, kelelahan cepat lelah dan ketidak mampuan memenuhi ADL.

Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri, merasa tidak

mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas.

Adanya keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain,

terkadang klien tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C.

1997 ; Tjen daniel, 1991).

b. Pada keluarga

Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah

sakit, tentang penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi,

akan menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat

dirumahsakit menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang

ditinggalkan. Peran klien dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan

terganggu karena klien tidak bisa masuk kerja serta perawatan dan biaya

rumah sakit yang tidak sedikit akan menjadi beban bagi keluarga.

B. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan

hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat

untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan

keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian,

diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data.

1) Identitas klien.

Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji

pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini

memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi.

Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor

non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien

8

Page 9: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan

asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam

keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma,

pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya

pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal

MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997;

M Amin 1993; karnen B 1994).

2) Riwayat penyakit sekarang.

Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan

dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak

kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,

Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran,

Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal

terjadinya serangan.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti

infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip

hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen

yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan

yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji

tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada

anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini

lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf,

1993)

5) Riwayat spikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu

pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah

tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang

punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma.

yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai

ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony

Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).

6) Pola fungsi kesehatan

a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat

Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku

9

Page 10: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya

hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi

serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991,

Karnen B;1994)

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,

frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.

Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan

dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat

makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien,

(Hudak dan Gallo;1997)

c) Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup

warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam

melaksanakannya.

d) Pola tidur dan istirahat

Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien

meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar

akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan

ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien,

( Antony C;1997)

e) Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah

raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi

faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase

Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)

f) Pola hubungan dan peran

Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani

kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya

dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah

tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)

g) Pola persepsi dan konsep diri

Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.

Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri

klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor

dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada

kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan

10

Page 11: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

serangan asthma yang berulang.

h) Pola sensori dan kognetif

Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan

memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi

jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi

serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.

i) Pola reproduksi seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,

bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam

kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan

meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.

j) Pola penangulangan stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik

pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya

stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara

penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai

dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap

Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan

metode penanggulangan stres yang konstruktif

2) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,

kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan

yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan

sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien

(Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).

b) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan

pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,

perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria

atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan

kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).

c) Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,

riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo

11

Page 12: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

kelang ataupun hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).

d) Mata.

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah

stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya

(Laura A. Talbot ; 1995)).

e) Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi

dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)

f) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan

dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau

perubahan suara. (Karnen B.:1994)).

g) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran

tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).

h) Thorak

(1) Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan

adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot

Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi

peranfasan.(Karnen B.;1994, Laura A.T.;1995).

(2) Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil

fremitus (Laura A.T.;1995).

(3) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura

A.T.;1995).

(4) Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan

expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan

bunyi pernafasan dan Wheezing. (Karnen B .;1994).

i) Kardiovaskuler.

Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak,

bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan

darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,

(Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).

12

Page 13: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

j) Abdomen.

Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda

infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi

pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak

dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).

k) Ekstrimitas.

Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda

infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,

(Laura A.T.;1995).

3) Pemeriksaan penunjang.

a) Pemeriksaan spinometri.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau

FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma,

(Karnen B;1998).

b) Tes provokasi brokial.

Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan

FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut

jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila

menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,(Karnen B.;1998).

c) Pemeriksan tes kulit.

Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang

spesifik dalam tubuh, (Karnen B.;1998).

d) Laboratorium.

(1) Analisa gas darah.

Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat

hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen

B.;1998).

(2) Sputum.

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan

Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang

menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga

terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya.

Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti

kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik,

(Arjadiono T.;1995).

(3) Sel eosinofil

13

Page 14: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai

1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik,

sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel

eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,(Arjadiono

T.;1995).

(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya

infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena

kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono

T.;1995).

e) Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan

adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti

pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain,

(Karnen B.;1998).

f) Elektrokardiogram

Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status

Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi

pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering

terjadi pada asthma.

b. Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah

klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi

pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola

dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok

data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya

membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah

keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan .

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status

kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses

keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan

menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau

mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya,

(Lismidar ; 1992).

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien

14

Page 15: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

status astmatikus.

a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi

kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual

C.;1995).

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan

distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan

Gallo ;1997).

c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

(Lindajual C;1995).

d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,

peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,

(Susan Martin Tucker;1993).

e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan

ansietas, (Hudak dan Gallo;1997).

f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk

tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).

g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2

hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan

Gallo;1997).

h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan Martin

Tucker;1993).

3. Perencanaan

Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan

diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada

tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan

apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada

tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan

merencanakan tindakan keperawatan, (Lismidar;1992).

Perencanaan dari diagnosis – diagnosis keperawatan diatas adalah

sebagai berikut:

a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental

peningkatan produksi mukus bronkospasme.

1) Tujuan

Jalan nafas menjadi efektif.

2) Kriteria hasil

15

Page 16: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan

peningkatan pertukaran gas.

(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif

(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

(d) tidak ada suara nafas tambahan

3) Rencana tindakan

(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol

batuk.

(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi

(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi

dan fibrasi dada.

(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut

4) Rasional

(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya

obstruksi

(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta

menimbulkan frustasi

(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan

sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.

(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan

keberhasilan

(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah

bau mulut.

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding

dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.

1) Tujuan

Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif

2) Kriteria hasil

(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada

paru

(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-

faktor tersebut

3) Rencana tindakan

(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

16

Page 17: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler

(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan

ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif

(d) Minimalkan distensi gaster

(e) Kaji pernafasan selama tidur

(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea

4) Rasional

(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal

menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga

memberikan pengembangan pada organ paru

(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif

(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma

(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(f) Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi

terapeutik.

c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

1) Tujuan

Asietas berkurang atau hilang.

2) Kriteria hasil

(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.

(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.

(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani

ansietas.

3) Rencana tindakan.

(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.

(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.

(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman

hati.

(d) Implementasikan teknik relaksasi.

(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.

(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.

4) Rasional.

(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam

perencanaan tindakan selanjutnya.

(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta

17

Page 18: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.

(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai

tujuan yang sama.

(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan

menghilangkan kecemasan

(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih

kooperatif.

d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,

peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.

1) Tujuan

Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.

2) Kreteria hasil

(a) Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit

(b) Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit

(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas

normal

3) Rencana tindakan

(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan

haluaran

(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler

(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran

(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan

dengan hasil PaO2

(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada

tanda – tanda toksisitas

4) Rasional

(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau

penyimpangan dari hasil klien

(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji

keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.

(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan

(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi

sebelumnya

(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis

18

Page 19: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan

ansietas

3) Tujuan

Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi

4) Kriteria hasil

(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit

(b) Tidak terjadi penurunan berat badan

5) Rencana tindakan

(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan

menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang

banyak ataupun dipsnea.

(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum

makan.

(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi

untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna

(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan

(e) Bantu klien istirahat sebelum makan

(f) Timbang berat badan setiap hari

6) Rasional

(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab

masalah.

(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu

makan.

(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.

(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.

(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.

(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.

f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk

tidak efektif dan imobilisasi.

1) Tujuan

Klien tidak mengalami infeksi nosokomial

2) Kriteria hasil

Tidak ada tanda – tanda infeksi

3) Rencana tindakan

(a) Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.

19

Page 20: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif

lainnya.

(c) Pertahankan kewaspadaan umum.

(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.

(e) Berikan nutrisi yang adekuat

(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan

(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

4) Rasional

(a) Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda

infeksi

(b) Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial

(c) Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat

untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.

(d) Sputum merupakan media berkembangnya kuman.

(e) Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.

(f) Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.

(g) Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.

g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2,

hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.

1) Tujuan

Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan

tingkat enegi saat terbangun

2) Kriteria hasil

(a) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan

(a) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh

(b) Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.

3) Rencana tindakan

(a) Jelaskan sebab – sebab keletihan individu

(b) Hindari gangguan saat tidur.

(c) Menganalisa bersama – sama tingkat kelelahan dengan

menggunakan skala Rhoten (1982).

(d) Indentivikasi aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara

aktivitas dengan istirahat.

(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.

(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .

(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.

4) Rasional

20

Page 21: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

(a) Diketahuinya faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias

menghindarinya.

(b) Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun

setelah aktivitas.

(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami

klien.

(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan

aktifitas dan kebutuhan istirahat.

(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.

(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.

(a) Sedatif dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot

pernafasan.

h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.

1) Tujuan

Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana

pengobatan.

2) Kriteria hasil

(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan

perawatan diri pada saat pulang

(b) Menggunakan alat – alat pernafasan yang tepat

3) Rencana tindakan

(a) Bantu mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma

(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah

perawatan di rumah sakit

(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.

(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .

(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.

(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan

karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas

pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada

telapak kaki.

4) Rasional

(a) Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari

serangan asthma .

(b) Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan

untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.

21

Page 22: Asthma Bronkiale ~ Status Astmatikus

(c) Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor

pencetus.

(d) Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang

mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan

latihan pernafasan.

(e) Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .

(f) Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera

agar tidak mengalami komplikasi.

3. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh

perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

a. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

b. Memberikan asuhan keperawatan

c. Melanjutkan pengumpulan data

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang

merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :

a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak

b. Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan

dengan prilaku klien

a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan

pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku,

tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah

ditentukan

c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali

menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

22