artikel semnas pemakalah

Upload: mfadielrozie

Post on 08-Jul-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    1/9

     

    1

    Implementasi Pengencer CEP-D dalam Metode Pembekuan Semen Sapi

    Limousin

    Eka Ayu Astrini, Nur Ducha, Nur Kuswanti

    Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Negeri Surabaya

    [email protected]

    ABSTRAK

    Salah satu faktor pengaruh keberhasilan IB yaitu pengolahan semen

    setelah penampungan meliputi pengenceran, ekuilibrasi, dan penyimpanan semen

     pada suhu rendah (semen beku). Semen beku adalah semen yang disimpan pada

    suhu di bawah titik beku yaitu antara -79°C sampai -196°C. Tujuan penelitian ini

    adalah mendeskripsikan metode pembekuan semen sapi Limousin yang telah

    diencerkan menggunakan pengencer CEP-D untuk disimpan di dalam suhu beku

    (di dalam nitogen cair). Proses pembekuan semen sapi Limousin meliputi lima

    tahapan yaitu pembuatan pengencer CEP-D, pengenceran,  filling-sealing, pre-

     freezing, dan  freezing . Hasil pembekuan semen sapi limousin menunjukkan nilai

     post thawing motility sebesar 40% dan viabilitas sebesar 54%. Kesimpulan penelitian ini adalah pengencer CEP-D dapat digunakan dalam proses pembekuan

    semen sapi Limousin.

    Kata Kunci : pembekuan semen, pengencer CEP-D

    PENDAHULUAN

    Keberhasilan IB sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa

    yang digunakan, sehingga diperlukan upaya untuk mempertahankan motilitas dan

    memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa serta dapat digunakan dalam

    waktu yang relatif lama (Toelihere, 1995). Salah satu faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan IB adalah proses pengolahan semen yang meliputi pengenceran,

    ekuilibrasi, dan penyimpanan semen pada suhu rendah (semen beku).  Frozen

     semen  atau semen beku adalah semen yang disimpan pada suhu di bawah titik

     beku yaitu antara -79°C sampai -196°C. Kelebihan semen beku adalah dapat

    disimpan lama dengan daya membuahi yang tetap baik, tidak ada frozen semen

    yang terbuang walau sudah lama disimpan, dan frozen semen dapat dikirim

    mailto:[email protected]:[email protected]

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    2/9

     

    2

    dengan jarak pengiriman yang jauh dan waktu pengiriman yang lama (Hardijanto

    dkk., 2010).

    Untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi dibutuhkan   bahan

     pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses

     pendinginan, pembekuan, maupun pada saat thawing (Aboagla dan  Terada, 2004) 

    Salah satu jenis pengencer yang dapat digunakan dalam pembekuan semen adalah

     pengencer CEP-D (Cauda Epididymal Plasma-D)  yang memiliki komposisi

    hampir sama dengan cauda epididymal plasma  dari sapi. Pengencer CEP-D

    merupakan modifikasi pengencer CEP-2 yang dilakukan oleh Ducha (2012)

    dengan modifikasi pemakaian antibiotik yang berbeda dengan CEP-2, adanya

     penambahan kuning telur sebesar 20% sebagai pelindung spermatozoa dan

    metode pembuatan yang berbeda oleh Verbeckmoes et al. (2001). Penyimpanan

    semen sapi segar dalam pengencer CEP-D dapat bertahan selama delapan hari

     pada suhu 4 - 50 C dengan motilitas spermatozoa yang sesuai dengan standart IB

    yaitu 40% (Ducha, 2012). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan metode

     pembekuan semen sapi Limousin yang telah diencerkan menggunakan pengencer

    CEP-D untuk disimpan di dalam suhu beku (di dalam nitrogen cair).

    METODE PENELITIAN

    Jenis penelitian adalah deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada bulan

    Desember 2015 di Laboratorium Bioteknologi jurusan Biologi FMIPA UNESA

    dan Laboratorium teaching farm UNAIR.

    Alat yang digunakan penelitian ini adalah mikroskop, cool top, waterbath,

    container . Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen segar sapi

    Limousin, pewarna eosin negrosin, pengencer CEP-D. Bahan yang digunakan

    untuk pembuatan pengencer CEP-D adalah NaCl, KCl, CaCl2(H2O)2,

    MgCl2(H2O)6, NaHCO3, NaH2PO4, KH2PO4, fruktosa, sorbitol, BSA, tris,

     penisilin, streptomisin, asam sitrat dan kuning telur (ayam petelur strain hisex

    brown), gliserol.

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    3/9

     

    3

    Prosedur pembekuan semen sapi Limousin meliputi lima tahapan yaitu,

     pembuatan pengencer CEP-D, pengenceran,  filling sealing, pre-freezing,  dan

     freezing.

    HASIL

    Hasil pengamatan metode pembekuan semen dengan menggunakan

     pengencer CEP-D terdapat lima tahapan, yaitu pembuatan pengencer CEP-D

    ,pengenceran, filling-sealing, pre-freezing, dan freezing.

    Tahapan pembuatan pengencer CEP-D

    Ducha (2012) menyatakan komposisi dalam satu liter pengencer CEP-D

    adalah 15 mmol NaCl, 7.0 mmol KCl, 3.0 mmol CaCl2 (H2O)2, 3.0 mmol MgCl2 

    (H2O)6, 11.9 mmol NaHCO3, 8.0 mmol NaH2PO4, 20.0 mmol KH2PO4, 55 mmol

    fruktosa, 1.0 g sorbitol, 2.0 g BSA, 133.7 mmol Tris, 1000 IUI penicillin, 1 gram

    streptomycin dan 42.6 mmol asam sitrat. Semua bahan-bahan tersebut dilarutkan

    dalam deionize water  lalu dilakukan sterilisasi menggunakan membran miliphore.

    Selanjutnya pengencer CEP-D tersebut disuplementasikan kuning telur sebanyak

    selama 3 hari dan dilakukan penambahan gliserol pada pengencer.

    Tahapan pengenceran semen

    Sebelum dilakukan pengenceran, maka dilakukan evaluasi semen segar

    meliputi konsentrasi, motilitas dan viabilitas.  Penghitungan konsentrasi

    spermatozoa dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. Pengamatan

    motilitas spermatozoa dapat diamati dengan menggunakan mikroskop dengan

     perbesaran  400x Selapis tipis semen dibuat di atas gelas objek yang ditutupi

    dengan gelas penutup, sedangkan pengamatan viabilitas dilakukan dengan cara

    satu tetes semen diletakan pada gelas objek ditambah satu tetes eosin negrosin

    dipermukaan salah satu gelas objek. Selanjutnya campuran diaduk sampai rata,

    kemudian diulas menggunakan gelas objek yang lain ke salah satu ujung gelas

    objek sehingga terbentuk satu lapisan tipis ( film) cairan semen pada permukaan

    gelas objek sampai lapisan mengering. Setelah dilakukan evaluasi, maka

    dilanjutkan tahap pengenceran. 

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    4/9

     

    4

    Pengenceran dilakukan dalam 3 tahapan yaitu A1, A2 dan B. Pengencer yang

    digunakan pada pengenceran tahap A1 dan A2 adalah pengencer CEP-D

    tersuplementasi kuning telur tanpa adanya penambahan gliserol. Pengenceran

    tahap A1 dan A2 dilakukan di waterbath pada suhu 36-37°C. Pengenceran tahap

    A1, digunakan perbandingan pengencer dan semen segar adalah 1:1. Selanjutnya

    dilakukan pengenceran tahap A2. Perhitungan volume larutan pengencer tahap A2

    yang akan ditambahkan menggunakan rumus sebagai berikut (Toelihere, 1995): 

    Volume total diperoleh dari rumus :

    Setelah ditambahkan pengencer A2, selanjutnya semen disimpan dalam

    refrigerator   hingga semen mencapai suhu 5 0C, kemudian ke dalam gelas

    erlenmeyer   ditambahkan pengencer B yang sudah dibuat dengan adanya

     penambahan gliserol sebanyak 7%. Adapun jumlah pengenceran tahap 3 yang

    ditambahkan dihitung dengan rumus sebagai berikut (Toelihere, 1995) :

    Semen yang telah diencerkan dan yang telah disimpan pada suhu 4-5°C

    diambil untuk diperiksa motilitas dan viabilitas (Tahap evaluasi before freezing ).

    Tahapan Filling-sealing

    Setelah dilakukan pengenceran, maka dilakukan tahapan  filling sealing .

     Filling sealing  adalah proses pengisian semen yang telah diencerkan ke dalam

    straw dengan menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin filling &

    sealing). Mesin tersebut secara otomatis memasukkan semen cair sebanyak 0,25

    cc ke dalam straw dan menutup ujung straw dengan sumbat lab. Proses ini

    dilakukan di dalam cool top.

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    5/9

     

    5

    Tahapan pre-freezing

    Selanjutnya dilakukan tahap pre freezing  yaitu straw diletakkan dalam wadah

    . Wadah tersebut dimasukkan ke dalam kontainer yang berisi nitrogen cair, namun

    hanya diletakkan 1 cm di atas permukaan nitrogen cair selama ±9 menit, sehingga

     straw hanya terkena uap dari nitrogen cair saja 

    Tahapan freezing

    Semen yang sudah diturunkan suhunya pada tahap  pre freezing , selanjutnya

    akan dibekukan (freezing)  yaitu perendaman straw yang berisi semen di dalam

    nitrogen cair dengan suhu -196 0C. Untuk mengetahui kualitas spermatozoa sapi

    Limousin, dilakukan pengamatan motilitas dan viabilitas setelah thawing . Proses

    thawing dilakukan dengan merendam straw di dalam waterbath dengan suhu 37

    0C selama 30 detik.

    Persentase motilitas spermatozoa pada saat evaluasi semen segar, before

     freezing  dan post thawing  dapat dilihat pada tabel 1. 

    Tabel 1. Persentase motilitas spermatozoa sapi Limousin dalam pengencer CEP-

    D yang disimpan dalam suhu beku.

    No. Tahapan

    Evaluasi

    Evaluasi Motilitas Rata-rata

    I II

    1. Semen Segar 80% 85% 82,5%

    2.  Before

     freezing

    70% 75% 72,5%

    3.  Post thawing 40% 40% 40%

    Persentase viabililitas spermatozoa pada saat evaluasi semen segar, before

     freezing  dan post thawing  dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2. Persentase viabilitas spermatozoa sapi Limousin dalam pengencer CEP-

    D yang disimpan dalam suhu beku.

    No. Tahapan Evaluasi Persentase viabilitas

    1. Semen Segar 96%

    2.  Before freezing 82,5%

    3.  Post thawing 54%

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    6/9

     

    6

    Hasil pengamatan persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi

    Limousin pada saat pengamatan semen segar, before freezing , dan  post thawing  

    mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembekuan semen

    dapat menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa sapi Limousin.

    PEMBAHASAN

    Keberhasilan penyimpanan spermatozoa ditentukan oleh kualitas bahan

     pengencer, bahan pengawet, rasio pengenceran, laju pembekuan dan pencairan

    kembali (Billiard et al ., 1995). Penambahan bahan pengencer bertujuan untuk

    menyediakan sumber energi bagi spermatozoa, memperbanyak volume semen,

    mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup

    spermatozoa sampai batas waktu penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan

    di bawah atau di atas titik beku sehingga menjamin kelangsungan hidup sperma

    selama penyimpanan atau pembekuan (Situmorang, 2002). Adanya kandungan

    fruktosa dalam pengencer CEP-D menjadi sumber ATP untuk pergerakan

    spermatozoa. ATP dibutuhkan agar motilitas spermatozoa terus berlangsung

    (Ducha,2012; Labetubun, 2011). Selain itu, dalam pengencer juga dibutuhkan zat

     pelindung untuk melindungi pengaruh buruk selama pembekuan (Tambing dkk.,

    2000). Salah satu zat pelindung tersebut adalah gliserol dan kuning telur. Gliserol

    merupakan krioprotektan intraseluler yang dapat mempertahankan daya hidup

    spermatozoa selama dan sesudah pembekuan semen. adanya gliserol dalam

     pengencer, maka efek dari kejutan dingin dapat meminimalisir kematian

    spermatozoa, gliserol dapat mencegah terjadinya dehidrasi karena memiliki daya

     pengikat air yang kuat. Sifat demikian mempengaruhi tekanan uap sehingga titik

     beku medium akan menurun (Mumu, 2009).Kuning telur berfungsi berperan

    sebagai makromolekul yang mengandung substansi protektif berupa lesitin dan

    lipoprotein yang berfungsi mempertahankan dan melindungi membran

    spermatozoa (Susilawati, 2002).

    Proses pengenceran berfungsi untuk untuk memperbesar volume dan

    melindungi spermatozoa selama proses pendinginan, pembekuan maupun pada

    saat thawing   (Ridwan, 2009). Penurunan suhu pada saat pengenceran dilakukan

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    7/9

     

    7

    secara bertahap bertujuan agar sperma tidak mengalami cold shock . Pengaruh

    dingin yang mendadak merupakan penyebab terjadinya cold shock , hal tersebut

    karena cepatnya proses pemecahan ATP sebagai akibat kebutuhan energi yang

    mendadak dan mengakibatkan spermatozoa kehabisan energi (Hardijanto, dkk.,

    2010).

    Setelah dilakukan proses pengenceran, maka dilakukan  filling-sealing yaitu 

     proses pengisian semen yang telah diencerkan ke dalam straw dengan

    menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin filling & sealing) (Nilna,

    2010). Menurut Afriantini dan Yusuf (2006), kemasan yang digunakan untuk

    semen beku mempengaruhi proses penyebaran temperatur pada saat pembekuan.

    Ketebalan plastik, diameter serta panjang straw yang digunakan akan berngaruh

    terhadap kualitas semen beku yang dihasilkan.

    Proses yang dilakukan setelah  filling sealing   adalah proses  pre-freezing  

    (ekuilibrasi). Salah satu faktor penentu dalam mempertahankan viabilitas

    spermatozoa adalah penggunaan waktu ekuilibrasi yang tepat. Ekuilibrasi yang

    terlalu lama akan menyebabkan gliserol akan menarik air secara berlebihan dan

    menyebabkan dehidrasi sel sehingga terjadi kerusakan sel spermatozoa Apabila

    waktu ekuilibrasi kurang maka krioprotektan tidak mempunyai waktu untuk

    melakukan penetrasi ke dalam sel sperma sehingga tidak dapat melindungi sel

    sperma dengan baik (Francis et al , 2013; Afriantini dkk., 2007).

    Tahapan freezing  dilakukan dengan mencelupkan straw yang berisi semen ke

    dalam nitrogen cair yang bersuhu -196 0C. Tujuan dari proses ini untuk

     penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi

    metaboliknya berhenti mendekati total (Susilawati, 2000). Untuk mengetahui

    kualitas spermatozoa setelah pembekuan, maka dilakukan proses thawing   yaitu

     proses pencairan kembali semen yang telah dibekukan (Garin dkk., 2015). Metode

    thawing  dilakukan dengan cara mencairkan semen beku di dalam air dengan suhu

    37 0C selama 30 detik. Selama proses thawing   ini kualitas spermatozoa dapat

    menurun secara drastis karena adanya perubahan suhu secara mendadak (Garin

    dkk., 2015). Fenomena ini berkaitan dengan tahap transisi dari membran lipid

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    8/9

  • 8/19/2019 Artikel Semnas Pemakalah

    9/9

     

    9

    Hafez, E.S.E. 2008.  Artificial Insemination in Reproduction in Farm. Edited by

    E.S.E Hafez 7th Edition. Maryland, USA:Lippincott Williams and Wilkins.

    Hardijanto, Susilowati, Hernawati, Sardjito, dan Suprayogi. 2010.  Buku Ajar

     Inseminasi Buatan. Surabaya : Airlangga University Press.

    Labetubun,J. 2011. Kualitas Spermatozoa Kauda Epididimis Sapi Bali dengan

    Penambahan Laktosa atau Maltosa yang Dipreservasi pada suhu 3-50C.

     Jurnal Veteriner .Vol. 12( 3): 200-20.

    Mumu, M.I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simental Yang Dibekukan

    Menggunakan Krioprotektan Gliserol. Journal Agroland 16 (2) : 172-179.

     Nilna. 2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Semen. Pengawas Mutu

    Bibit Ternak Dinas peternakan. Sumatra Barat

    Ridwan. 2009. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap Abnormalitas dan Daya

    Tahan Hidup Spermatozoa Kambing Lokal pada Penyimpanan Suhu 50C.

     J. Agroland Vol.16 No.2 : 187-192.

    Salisbury, GW dan NL Vandemark. 1985.  Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi

     Buatan pada Sapi. diterjemahkan oleh R. Djanuar. Yogjakarta : UGM Press.

    Situmorang, P. 2002. Pengaruh jenis dan aras krioprotektan terhadap daya hidup

    spermatozoa entog. JITV 7: 244  –  250.

    Susilawati T. 2002. Seksing Spermatozoa Kambing Peranakan EtawahMenggunakan Gradien Putih Telur. Widya Agrika 10(2) : 97-105.

    Susilawati, T., 2000. Teknologi Preservasi dan Kriopreservasi Spermatozoa dan

    Ova. Tesis. Fakultas Peternakan. Malang: Universitas Brawijaya. 

    Tambing, SN., Toelihere MR., Yusuf TL., Sutama IK. 2000. Pengaruh Gliserol

    dalam Pengencer Tris terhadap Semen Beku Kambing Peranakan Etawah.

     Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 5:84-99.

    Toelihere, MR. 1995. Fisiologi Reproduksi pada Ternak . Bandung: Penerbit

    Angkasa Bandung.

    Verberckmoes S , De Pauw I , Van Soom A , de Kruif A , 2001. Ionic composition

    and osmolarity of caudal epididymal plasma in the bull. Journal

    Theriogenology Vol. 55:445-449.

    Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced Fertility With Cryopreserved Semen.

     Animals Reproduction Science. 60-61: 481-492.