analisis dan mikrostruktur biokeramik

15
Analisis dan Mikrostruktur Biokeramik MAKALAH Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Keramik yang dibimbing oleh Ibu. Hartatiek Disusun Oleh : Ahmad Musyrifin 120322402584 Muhammad Fathur 120322402573 Nurul Mutowi’ah 120322402587 Umrotul 120322402585 Jurusan Fisika Offering/kelas NH UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN FISIKA JANUARI 2014

Upload: mochamad-fatchur-rozi

Post on 03-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Biokeramik

TRANSCRIPT

  • Analisis dan Mikrostruktur Biokeramik

    MAKALAH

    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Keramik

    yang dibimbing oleh Ibu. Hartatiek

    Disusun Oleh :

    Ahmad Musyrifin 120322402584

    Muhammad Fathur 120322402573

    Nurul Mutowiah 120322402587

    Umrotul 120322402585

    Jurusan Fisika

    Offering/kelas NH

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN FISIKA

    JANUARI 2014

  • BAB I

    1.1 TUJUAN

    Mendeskripsikan mikrostruktur biokeramik dan analisisnya yang mencangkup :

    1. Pengaruh pemrosesan Keramik pada mikrostrukturnya

    2. Teknik X-ray Diffraction

    3. Analisis komposisi kimia Keramik

    4. Teknik Transmission Electron Microscopy (TEM)

    5. Teknik Scanning Electron Microscopy (SEM)

    1.2 PENDAHULUAN

    Biokeramik diproduksi dalam berbagai bentuk dan fase yang memberikan banyak

    fungsi yang berbeda dalam perkembangan kehidupan manusia. Dalam aplikasi biomedis,

    biokeramik digunakan dalam bentuk bulk atau bahan-bahan berpori dalam bentuk yang

    spesifik seperti implan, prostesis atau device prostesis. Selain itu, biokeramik yang

    digunakan dalam bentuk bubuk berfungsi untuk mengisi ruang yang rusak selama proses

    perbaikan secara alami dan digunakan sebagai lapisan pada substrat, atau fase kedua

    dalam material komposit untuk meningkatkan kegiatan mekanis dan biologis seperti

    osteoinduction atau osteointegrasi.

    Biokeramik diolah dengan banyak metode yang berbeda sehingga

    menghasilkan berbagai fase kristal tunggal, polycrystal, kaca, kaca-keramik, atau

    komposit. Karakterisasi mikrostruktur bioceramik harus ditinjau dari berbagai sudut

    pandang seperti komposisi kimia (stoikiometri atau kemurnian), keseragaman, tahap

    distribusi, morfologi, ukuran butir, batas-batas butir, ukuran crystal, bagian kristalinitas,

    pori-pori, retakan dan permukaan, dll.

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    3.1 Pengaruh Pemrosesan Keramik pada Mikrostrukturnya

    Umumnya, metode pengolahan bubuk untuk biokeramik adalah reaksi solid-

    state atau dekomposisi, reaksi cairan seperti precipitation atau ko-precipitation, spray

    pirolisis, freeze-drying, rute sol-gel, dll. Karakteristik seperti morfologi, stoikiometri dan

    tingkat kristalinitas akan berbeda dari satu metode pengolahan ke metode pengolahan

    yang lain. Kerugian dari metode pengolahan ini dibatasi oleh kehomogenan, aglomerasi

    partikel, dan kemurnian yang rendah (bebas-stoikiometri) tergantung pada kondisi

    pengolahan.

    Hidroksiapatit (HA) memiliki sifat biokompatibilitas yang sangat baik, tidak

    hanya dengan jaringan keras tetapi juga dengan jaringan lunak serta menambah

    osteointegrasi secara langsung ketika diimplan ke dalam sebuah cacat tulang. Oleh

    karena itu, HA telah digunakan dalam bedah ortopedi dalam bentuk bubuk dan bulk.

    Namun, sifat mekanik tersebut kurang sesuai penggunaannya dalam situasi load-bearing.

    Stoikiometri kristal bubuk HA dapat diproduksi dengan reaksi Solid-State

    yang mana raw material untuk kalsiumnya adalah senyawa seperti CaHPO4, Ca(OH)2

    atau Ca3(PO4)2 dengan rasio campuran yang tepat, dikompresi, dan sintering di atas suhu

    950 C. (LeGeros dan LeGeros, 1993). Metode ini membutuhkan suhu tinggi dan waktu

    heat-treatment yang panjang. Stoikiometri keramik HA dapat dianggap sebagai material

    biokeramik yang bioaktif dan nonbiodegradable .

    Di sisi lain, wet-chemical proses seperti presipitasi, hidrolisis, dan metode sol-

    gel sering mengarah pada pembentukan HA bubuk non-stoikiometri, karena pengaruh

    ion karbonat, hidrogen fosfat, kalium, sodium, nitrat, dan klorida, pembentukan kalsium

    hydroxyapatite kurang sempurna. Variabel-variabel yang tidak terkendali ini akan

    menyebabkan perubahan yang signifikan pada karakteristik kristalografi dan sifat

    kimianya. Terputusnya ikatan HA dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran butir,

    morfologi, luas permukaan, komposisi kimia, struktur kristal, sifat kristalinitas, dan

    mikro-porositas bahan.

    Substitusi ion dalam apatit mempengaruhi sifat-sifat seperti ukuran dan

    morfologi kristal, dimensi kisi, dan kelarutan. Substitusi fluorida (F untuk OH)

    menyebabkan ukuran kristal bertambah dan tingkat kelarutannya berkurang. Substitusi

    karbonat menyebabkan ukuran kristal berkurang dan tingkat kelarutannya bertambah.

  • Magnesium (Mg untuk Ca) memiliki efek yang sama untuk CO3. Mg dan CO3 dan

    menyebabkan efek sinergis pada ukuran kristal serta hilangnya sifat apatit (LeGeros,

    2001). HA yang padat memiliki porositas kurang dari 5% dari volumenya, diproduksi

    dengan kompresi atau memadatkan serbuk apatit ke dalam cetakan pada tekanan 60-80

    MPa selanjutnya disintering pada tekanan atmosfer dengan rentan suhu mulai dari 950-

    1300C. Mikroporositas dari padatan HA bergantung pada suhu dan lamanya proses

    sintering (LeGeros dan LeGeros, 1993; Shi D., 2006).

    Keramik alumina (Al2O3) telah digunakan sebagai ball-heads pada prostesis di

    sendi pinggul dan implan gigi karena memiliki sifat biokompatibilitas yang sangat baik,

    bentuk kapsul tipis, koefisien gesekan rendah, serta tingkat keausan yang rendah (Hench,

    1991; Hulbert, 1993). Kecuali single kristal safir kadang digunakan untuk implant

    gigi,yang biasanya digunakan adalah butiran halus polikristalin -Al2O3 dihasilkan

    dengan pressing dan sintering pada suhu berkisar 1600-1800C. Kekuatan, ketahanan

    kelelahan, dan kekuatan retak keramik polikristalin -Al2O3 tergantung pada ukuran

    butir dan persentase penambahan doping (kemurnian) misalnya MgO. Bertambahnya

    ukuran rata-rata grain (butir) mengurangi sifat mekanik dan mensimulasi media

    fisiologis yang mempengaruhi kekuatan dan kelelahan keramik Al2O3 karena

    pertumbuhan crack kritis (Ritter et al., 1979; Hench dan Ethridge, 1982). Pertumbuhan

    subkritis crack pada lingkungan berair harus diminimalisir ketika sebuah komponen

    mengalami strenght tinggi dan digunakan dalam waktu yang relatif lama. Air dikenal

    untuk meningkatkan pertumbuhan subkritis crack pada single kristal Al2O3 (sapphire)

    (Wiederhorn., 1969) dan keramik alumina polycrystalline (Evans, 1992). Air mendorong

    pertumbuhan subkritis crack secara khusus (i) pada daerah lokal kisi yang tidak teratur

    sepanjang batas butir, dan/atau (ii) pada daerah mikrostruktur dengan kemurnian yang

    rendah pada batas-batas butir (Krell et al., 2003). Pada keramik alumina hubungan antara

    ukuran butir yang kecil dan distribusi ukuran butir yang sempit agar memiliki sifat

    mekanik yang baik sudah cukup jelas dibahas dalam biomaterial (Heimke, 1983).

    Kemajuan yang luar biasa dari segi peningkatan ketahanan aus (Krell, 1996) dan

    kekuatan (Krell dan kosong 1996) telah dicapai selama sepuluh tahun dalam

    perkembangan mikrostruktur pada ukuran butir < 1 m. Nano-fase alumina, Titania, dan

    HA telah dijelaskan oleh Webster et al. (2000a, b, 2001). Mereka membedakan dari segi

    ukuran butiran yang kecil (kurang dari 100 nm) dan diharapkan untuk selektif

    meningkatkan adhesi dan fungsi osteoblas dan pada saat yang sama mengurangi adhesi fi

    broblasts.

  • Keramik berpori HA dan Al2O3 dapat dibuat dengan menggunakan alat

    berbusa yang cocok. Secara mekanis bahan-bahan berpori lebih lemah dibanding bentuk

    bulk yang bergantung pada porositas. Kekuatan bahan berpori menurun secara cepat.

    Karena banyak daerah permukaan yang dipengaruhi kondisi lingkungan di sekitarnya

    (Hench dan Ethridge, 1982).

    Kaca dan keramik-kaca adalah bahan yang sangat menarik untuk aplikasi

    biomedis karena:

    mudah dibentuk (moulding);

    komposisi kimianya sangat flexible

    kaca menunjukkan sifat isotropik.

    Kaca dapat diproduksi dengan teknik konvensional melt-quenching. Kaca-keramik

    berasal dari kaca yang diproduksi dengan menggunakan melt-quenching yang kemudian

    dikristalisasi berdasarkan perlakuan termal. Ketika permukaan inti terbentuk dan kristal

    tumbuh pada kaca, terkadang dihasilkan sifat mekanik yang rendah. Dalam hal ini kaca

    dihaluskan dulu, dan padatan hijau dari serbuk kaca dipanaskan, sintering dan kristalisasi

    dilakukan pada waktu yang sama. Kadang-kadang penumbukan dan pemanasan

    menurunkan sifat mekanik dari produk.

    Khusus kaca dan keramik-kaca dapat menghasilkan ikatan kimia secara

    langsung antara implan dan jaringan keras disekitarnya (bioaktif) yang dikembangkan

    oleh Hench (Hench et al., 1972; Hench, 1991; Hench dan Wilson 1993). Komposisi

    dasar gelas bioaktif dan keramik-gelas adalah SiO2, Na2O, CaO dan P2O5 (Cao dan

    Hench, 1996). Reaktivitas permukaan kaca bioaktif atau keramik-gelas dapat dikontrol

    oleh komposisi kimianya. Pembentukan lapisan hydroxycarbonate apatit (HCA) pada

    permukaan antara kaca bioaktif dan jaringan keras dipercaya dapat menstabilkan kondisi

    ikatan jaringan tulang. Mekanisme pembentukan apatit dilakukan oleh Hench (1991) dan

    Kokubo et al. (2001). Kokubo et al. menyarankan bahwa pencampuran silika dengan

    silanol memilki peran penting dalam pembentukan HCA. Penambahan fluorida dapat

    menyebabkan pembentukan lapisan HCA dan mengurangi tingkat dissolusi kaca bioaktif

    (Hench, 1991). Dilain pihak Al2O3 dapat menghambat ikatan tulang dan kation

    multivalent lainnya seperti Ta2O5, TiO2, Sb2O3, dan ZrO2 (Gross dan Strunz, 1985; Gross

    et al. 1988). Osaka dan rekan kerjanya (Imayoshi et al., 1997; Osaka et al. 1998)

    mengamati pembentukan apatit secara in vitro pada serangkaian silika kaca biner (tiruan)

    dari komposisi xMmOn(50 x / 2) (CaO SiO2) (x < 10 mol %; M = V, Cr, Mn, Co,

    Zn, W, Ta) dengan thin-film XRD, Spektroskopi Inframerah, dan SEM setelah direndam

  • dalam simulasi cairan tubuh (Kokubo solusi, SBF; Kokubo et al., 1992). Kaca-Zn dan

    Kaca-Ta sedikit korosif, sisa Ion Co, Zn dan Ta dari hasil lapisan silika gel, menhambat

    pembentukan apatit.

    Salah satu kelemahan dari gelas bioaktif adalah memiliki sifat mekanik yang

    rendah. Alasan utama untuk pengembangan keramik-kaca bioaktif adalah menghasilkan

    implan dengan sifat mekanik yang unggul. Keramik-kaca dapat dianggap sebagai kristal

    kaca komposit yang mengandung berbagai macam fase kristal fase dengan ukuran dan isi

    yang dapat dikontrol (Kokubo, 1993).

    Substitusi tulang yang dapat diterima secara klinis adalah resorbable

    prostheses dan autogenus tulang cancellous. Perbaikan implan dilakukan oleh aktivitas

    osteoclast dan akhirnya digantikan oleh osteoid. Implan kalsium fosfat menunjukkan

    karakteristik resapan yang bagus. Tricalcium fosfat (TCP, Ca3(PO4)2) telah

    dikembangkan sebagai material bioaktif dan biodegradable pengganti tulang (Metsger et

    al., 1982; Wiltfang et al., 2002). Meskipun implan kalsium fosfat digantikan oleh

    jaringan tulang normal, kapasitas loadbearing lemah selama proses perbaikan karena

    tingkat biodegradasi TCP terlalu cepat. Untuk mengurangi tingkat biodegradasi, keramik

    biphasic kalsium fosfat (BCP) (komposit keramik yang terdiri dari campuran dari fase

    HA dan -TCP) telah digunakan sebagai bahan cangkok tulang lebih dari satu dekade

    (Daculsi, 1998). kelarutan BCP mirip dengan -TCP atau HA tergantung pada

    perbandingan antara berat -TCP/HA dalam keramik komposit. Kelarutan komposit

    keramik dapat dimodifikasi dengan memvariasi komposisinya. Karakteristik seperti

    kristalinitas, ukuran partikel, morfologi, spesifikasi luas permukaan, dan cacat memiliki

    peran penting pada tingkat kelarutan. Hal ini juga tergantung pada bentuk fisik keramik

    ketika digunakan dalam tubuh manusia: bubuk atau bulk, padat atau berpori.

    3.2 Teknik Pencitraan Keramik

    3.2.1 Difraksi Sinar-X

    Hamburan koheren sinar-x dari bahan kristal menyebabkan terjadinya difraksi,

    pola difraksi memberikan informasi tentang struktur dan komposisi kimia material

    kristal. Metode difraksi sinar X yakni sampel diletakkan pada sampel holder

    difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer

    sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara

    sudut difraksi 2 dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar

    X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari sampel yang

    konvergen yang diterima celahdalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar X.

  • Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal

    tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa

    tinggi.Sampel harus kristal untuk mengidentifikasi fase. Bubuk difraksi sinar x

    digunakan dalam identifikasi fase kristalin dalam sampel padat, mengevaluasi parameter

    kisi dan informasi lainnya seperti ukuran crystallite dan kisi distorsi, penentuan bentuk

    secara kuantitatif dalam sampel multifase, dan menemukan orientasi di kristal tunggal

    atau orientasi pilihan dalam sampel polikristalin.

    Analisis komposisi didasarkan pada pola Difraksi sinar-X yang unik untuk

    setiap bahan kristal. Identifikasi bentuk dari pola XRD biasanya dilakukan dengan cara

    mencocokkan beberapa pola standar yang sudah ada seperti JCPDS (file Difraksi powder

    dari fasa organik dan anorganik), data kristal NBS dan File Cambridge dari Data

    Struktural Crystal Organik Tunggal. Pola-pola XRD ini tersedia dalam perangkat lunak

    untuk difraksi sinar x bubuk. Untuk campuran fisik, pola Difraksi bubuk merupakan

    jumlah dari pola-pola bahan individu. Oleh karena itu, pola Difraksi dapat digunakan

    untuk mengidentifikasi fase kristal dalam campuran. Konsentrasi fasa kristal dapat

    ditentukan dengan metode yang didasarkan pada perbandingkan intensitas

    puncakDifraksi dengan pola standar. Jika fase struktur kristal diketahui, konsentrasi

    setiap fase dapat ditentukan oleh analisis Rietveld (Rietveld, 1969; Muda, 1993). Dalam

    metode Rietveld, pola Difraksi teoritis dihitung, dan perbedaan antara pola teoritis dan

    pola pengamatan diminimalkan. Efek dari faktor-faktor seperti pilihan orientasi,

    texturing, dan memperluas ukuran partikel harus diminimalkan.

    Puncak XRD yang sempit-meruncing,semakin meluas-pendek menunjukkan

    seberapa ukuran crystallite (Elliott, 2002). HA diwakili sebagai Ca10 (PO4) 6 (OH)2 dan

    ditandai dengan rasio Ca/P 1,67. Stoikiometri HA adalah monoklinik dengan kelompok

    ruang P21/b, menunjukkan parameter kisi,a = 0.94 15 nm, b = 2a, c = 0.688 15 nm, =

    120 (Elliott, 1994). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa itu juga bisa menunjukkan

    struktur hexagonal dengan ruang kelompok P63/m. Pola XRD yang khas dari HA dan

    hydroxyl-carbonated apatite (HCA) disiapkan oleh proses kimia basah yang ditampilkan

    pada gambar 3.1. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi karbonat menyebabkan semakin

    luas puncak Difraksi, dan menunjukkan penurunan ukuran crystallite. Selain ukuran

    crystallite, lebar puncak XRD berisi beberapa informasi tentang ketegangan dalam

    crystallite (Baig et al., 1999), yang muncul dari daerah pola unit-sel yang terdistorsi terus

    menerus dengan daerah keteraturan/kesempurnaan. Jika gugus-gu gus atom, dan unit

    sel-sel individu, yang identik satu sama lain (dalam hal kimia, ukuran, bentuk, biaya, dan

  • lokasi) dan sempurna selaras, maka crystallite akan unstrained. Lebar dari puncak XRD

    akan sama di seluruh pola Difraksi, dan lebar mereka akan menunjukkan ukuran

    crystallite. Sebaliknya, crystallite yang tegang mengalami penurunan dalam Ordo jangka

    panjang; penurunan ini sangat mungkin berbeda dalam arah yang berbeda. Oleh karena

    itu, lebar dari puncak pada pola Difraksi sinar x tidak akan seragam (Elliott, 2002;

    Wopenka dan Pasteris, 2005).

    3.2.2 analisis komposisi kimia dari keramik

    Informasi kualitatif atau kuantitatif mengenai komposisi kimia permukaan

    bahan dapat diperoleh emisi dari elektron , ion , dan foton lapisan paling luar dari

    permukaan. Teknik yang paling banyak diterapkan untuk karakterisasi kimia permukaan

    kaca dan keramik adalah Auger Electron Spectroscopy (AES), X-ray Photoelectron

    Spectroscopy (XPS), dan Secondary ion Mass Spectroscopy (SIMS). Namun, teknik

    analisis permukaan ini memerlukan penggunaan lingkungan vakum ultra-tinggi. Kondisi

    analisis sangat terbatas dan seringkali tidak sesuai dengan yang ditemukan secara normal

    dilingkungan.

    a. Auger Electron Spektrokopi (AES)

    Auger Elekctron Spektroskopi (AES ) dapat memberikan informasi mengenai

    komposisi kimia , yang didasarkan pada proses dua tahap secara skematis ditunjukkan

    pada gambar 3.2. Ketika sebuah elektron yang dipancarkan dari orbital atom terdalam

    melalui tumbukan dengan elektron atau sinar- X ,bagian kosong yang dihasilkan akan

  • segera terisi oleh elektron lain dari orbital terluar . Energi yang dilepaskan dalam transisi

    mungkin muncul sebagai foton sinar-X atau dapat ditransfer ke elektron lain ke orbital

    terluar , dengan energi kinetik (Ek) sebesar :

    = ( 3.1)

    Dimana E1 dan E2 adalah energi ikat dalam keadaan ionisasi tunggal dan E3 * adalah

    energi ikat atom dalam keadaan ionisasi ganda ( RahamanMohamed , 2007) . Elektron

    yang keluar (Auger elektron) bergerak melewati padatan dan akan kehilangan energi

    melalui tumbukan inelastis dengan elektron terikat. Namun, jika elektron Auger

    dipancarkan cukup dekat dengan permukaan, mungkin akan lepas dari permukaan dan

    dapat dideteksi oleh electron spectrometer.

    Jumlah electron diplot sebagai fungsi dari energy kinetik elektron. Karena

    setiap jenis atom memiliki karakteristik tingkat energi elektron sendiri, puncak dalam

    pengamatan spektrum Auger dapat digunakan untuk menentukan komposisi dasar oleh

    perbandingan dengam spectrum Auger standar untuk setiap elemen. Dengan

    demikian,AES sebagian besar digunakan untuk analisis dasar. Untuk bahan keramik,

    yang sebagian besar terisolasi, pengisian elektrostatik pada permukaan mungkin terjadi

    dan ini menyebabkan pergeseran besar dalam energy elektron Auger, sehingga membuat

    analisis spectrum menjadi sulit (Rahaman Mohamed, 2007).

    Hal ini dimungkinkan untuk membuat pengamatan mendalam melalui

    kombinasi dengan penggoresan permukaan, dimana penggoresan ini di lakukan oleh

  • percikan sinar ion argon. Dengan demikian depth profiling mode penting karena

    komposisi permukaan biasanya berbeda dengan sebagian besar. Komposisi interface bisa

    dianalisis secara mendalam dengan menggunakan AES. Yang berguna untuk

    memberikan pemahaman mendalam tentang proses yang terjadi pada permukaan

    material. Dengan menggunakan AES ,Clark et al . ( 1976) dan Kim et al . ( 1989 )

    menyeelidiki tahapan reaksi yang terjadi pada sisi bioglass dari interface antara bioglass

    dan jaringan, tahap awal pembentukan lapisan calsium fosfat pada permukaan bioglass,

    dan seterusnya.

    b. X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)

    X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) adalah salah satu metode paling

    penting untuk mendeteksi komposisi kimia dan mengevaluasi keadaan ikatan kimia (atau

    keadaan oksidasi) serta struktur elektronik dari permukaan (terluar 5-10 nm dari material

    keramik). Sampel diiradiasi dengan sumber sinar-X berenergi rendah yang mengarah ke

    emisi electron dari energi orbital atom terendah oleh efek fotolistrik seperti ditunjukkan

    pada Gambar. 3.2. Energi kinetik yang diemisikan fotoelektron diberikan oleh

    persamaan:

    Ek = h Eb W (3.2)

    dimana h adalah energi akibat foton sinar-X , Eb adalah energi ikat fotoelektron , dan W

    adalah fungsi kerja spektrometer ( Rahaman Mohamed , 2007) . Dengan mengukur Ek ,

    dalam spektrometer (analisa hemispherical dan detektor multichannel) dan W diketahui,

    energi ikat dapat ditentukan dari Persamaan( 3.2 ) . Data biasanya diplot sebagai jumlah

    elektron yang dipancarkan dibandingkan dengan energi ikat. Energi ikat elektron

    merupakan karakteristik dari atom dan orbital dimana elektron dipancarkan. Untuk

    analisis kualitatif, pada resolusi rendah, spektrum wide-scan mencakup berbagai macam

    rentan energi (nilai energi ikat berkisar antara 0-1254 eV (Mg K) atau 1.487 eV (Al

    K)) berfungsi untuk menentukan komposisi unsur permukaan. Posisi puncak pada

    spektrum di bandingkan dengan spektrum standart untuk menentukan keberadaan

    elemen. Bentuk penelitian spektrum XPS dari -TCP komersial dan HA ditunjukkan

    pada Gambar. 3.3. Hal ini menunjukkan bahwa Ca, P, O, dan C terkontaminasi. Sebagian

    besar karbon ini disebut adventif karbon yang didasarkan pada penyerapan dari

  • hidrokarbon pengotor dan digunakan untuk kalibrasi energi ikat dengan mengatur energi

    ikatnya sebesar 284,6 eV untuk mengoreksi pengisian sampel (Wagner et al., 1979).

    Untuk analisis kuantitatif, puncak utama untuk setiap elemen dipilih (daerah

    puncak setelah penghapusan latar belakang atas dasar pengurangan garis dasar Shirley;

    Shirley, 1972) dan intensitasnya diukur (Liu et al.,2000).

    Konsentrasi fraksi atom dari elemen A diberikan oleh:

    CA = (IA SA ) (Ij Sj ) (3.3)

    dimana Ij adalah intensitas puncak yang diukur dari elemen j dan Sj adalah faktor

    sensitivitas atom untuk puncak tersebut (Rahaman Mohamed, 2007). Faktor sensitivitas

    atom, yang dapat dihitung secara teoritis atau diturunkan secara empiris, biasanya

    diberikan dalam referensi manual yang diberikan oleh industri instrumen. Keakuratan

    analisis kuantitatif (kurang dari 10%) adalah serupa dengan AES (Rahaman Mohamed,

    2007). Informasi tentang ikatan kimia dan keadaan oksidasi permukaan atom dapat

    ditentukan dari pergeseran kimia di posisi puncak dalam spektrum XPS. Untuk keramik,

    yang sebagian besar berupa insulator, electrostatic charging pada permukaan dapat

    terjadi hal ini menyebabkan distorsi bentuk puncak dari diferensial pengisian pada

    permukaan bahan non-konduktif, membuatan analisis pengujian dari spectrum menjadi

    sulit. Namun, pengisian permukaan dapat dinetralisir dengan mengatur Ni dengan

    lubang 1 mm di atas permukaan sampel dan dengan mengalirkan elektron berenergi

    rendah (5 ~ 7 eV) (Matsumoto et al, 1995;. Hayakawa et al, 1998.).

    XPS juga merupakan alat yang berguna untuk memberikan wawasan tentang

    proses kimia atau biomimetik yang terjadi pada permukaan biomaterial. Sebuah contoh

    dari aplikasi adalah studi tentang proses pembentukan apatit pada bioaktif campuran Ti-

    6Al-4V di SBF oleh Takadama et al. (2001). Mereka melaporkan bahwa paduan bioaktif

    bentuk membentuk kelompok Ti-OH pada permukaannya dengan mengganti ion Na+

    dari permukaan lapisan sodium titanat dengan ion H3O + pada cairan. Kelompok Ti-OH

  • dalam alloy merangsang pembentukan apatit secara tidak langsung, dengan membentuk

    titanat kalsium dan kalsium fosfat (amorphous). Dihipotesiskan bahwa Kalsium titanat

    mendapatkan muatan positif dengan meningkatkan waktu perendaman untuk berinteraksi

    dengan ion fosfat bermuatan negatif di SBF, akibatnya terbentuk kalsium fosfat amorf,

    yang kemudian menstabilkan pada kristal apatit .

    3.2.3 Mikroskop Elektron

    Mikroskop elektron transmisi (TEM) didedikasikan untuk analisa mikro

    struktur dari material solid dalam skala sub nanometer karena resolusi yang saangat

    tinggi. Photon digantikan oleh elektronberenergi tinggi (>100 kV) dan lensa glass oleh

    lensa elektromagnetik. Berkas elektron menembus bagian lunak sampel namun ditahan

    oleh bagian keras sampel. Detektor yang berada di belakang sample menangkap berkas

    electron yang lolos dari bagian lunak sample. Akibatnya detector menangkap bayangan

    yang bentuknya sama dengan bentuk bagian keras sample. Skema dari TEM lebih detail

    dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gamba 3.2 Skema Transmisi Electron Microscopy (TEM)

    Aplikasi utama dari TEM adalah sebagai analisis mikrostruktur, identifikasi defek,

    analisis interfasa, struktur kristal, tatanan atom pada kristal, serta analisa elemental skala

    nanometer.

    Beberapa contoh aplikasinya sebagai berikut. Daculsi et al. (1991)

    melaporkan adanya cacat kisi dimensi heksagonal yang berpengaruh terhadap

    peningkatan cacat struktur keramik HA (disinterering pada suhu 950 C) tetapi tidak

    pada HA yang disinterring pada suhu 1250 C. Pengamatan microcrystal pada

  • permukaan keramik HA setelah implantasi dalam tulang teridentifikasi sebagai apatit

    oleh Difraksi elektron selektif dengan TEM (Tracy dan Doremus, 1984). Xinet al. (2006)

    melaporkan bahwa transformasi fase in situ dari octacalcium fosfat (OCP) untuk HA

    diamati oleh TEM, di mana transformasi itu disebabkan oleh iradiasi sinar elektron.

    Proses transformasi dan perubahan struktur kristal diuji melalui bright-field image,

    difraksi elektron, mikroskop elektron transmisi resolusi tinggi (HRTEM) dan pola

    transformasi Fourier cepat dari gambarHRTEM. Takadama et al. (2000) menyelidiki

    mekanisme pembentukan inti apatit yang disebabkan oleh grup Si-OH, mana collodion

    film didukung oleh grid titanium dihadapkan ke CaO, SiO2berbasis kaca mempunyai

    jarak 0.5 mm di SBF 36.5 C dan mereka diamati di bawah TEM-EDX setelah direndam

    dalam SBF untuk berbagai periode. Ion silikat yang terlarut dari kaca yang menempel

    pada permukaan film collodion dalam 6 jam, dan dikombinasikan dengan ion kalsium di

    SBF untuk membentuk kalsium silikat amorfdalam 12 jam. Ion kalsium ini

    dikombinasikan dengan ion fosfat dalam SBF untuk membentuk amorf kalsium fosfat

    dalam waktu 2 hari. Kalsium fosfatamorf ini berubah menjadi kristal apatit dalam 4 hari.

    Energi-penyaringan TEM (EF-TEM)

    Pendekatan pemetaan unsur dapat menjadi cara terbaik untuk menganalisis

    dalam skala nanometer pada bahan seperti partikel halus dan antar muka/batas-batas,

    fluktuasidua dimensi dalam komposisi disekitar skala nanometer yang mugkin terlewati

    oleh analisis line-scan, yang dapat dinyatakan dalam gambar elemen distribusi. Distribusi

    unsur tersebut diperoleh dengan suatu mikroskop electron transmisi yang dilengkapi

    dengan fiturenergy filter(Botton dan phaneuuf 1999: Wittig et al., 2001; omura et al.,

    2002 ) (EF TEM) atau scanning transmission electron microscope with an X-ray energy

    dispersive spectrometer (STEM-XEDS) dan atau electron energy loss spectrometer

    (STEM-EELS). Perbandingan ruang dari teknik sinar tetap EF-TEM dapat mencapai

    kisaran subnanometer. Metode preparasi sampael seperti teknik focused ion beam(FIB)

    juga penting untuk keberhasilan metodeenergi penyaringan dalam memecahkan ilmu

    material.

    Pemindaian elektron mikroskop (SEM)

    Pemindaian elektron mikroskop (SEM) adalah teknik karakterisasi paling bergu

    na untuk analisa mikro struktur dari material solid dalam sekala sub mikrometer. SEM

    dapat digunakan untuk menggambarkan permukaan bahan keramik atau fraktur

    permukaan bahan berpori. SEM dapat digunakan untuk mendapatkan komposisi kimia

    yang dikombinasikan dengan EDX. Ohtsukiet et al. (1992, 1992) meperoleh berbagai

  • jenis material glass dengan komposisi yang berbeda dalam system rangkap tiga CaO-

    SiO2-P2O5 oleh teknik konvensional melt-quenching dan kemudian glass direndam di

    SBF 36oC untuk berbagai periode dalam menyelidiki jenis bahan yang membentuk

    lapisan tulang apatit pada permukaan tubuh makhluk hidup. Pembentukan apatit pada

    permukaan mereka diteliti oleh analisis filem tipis (TF)-XRD dan pengamatan SEM.

    .

  • BAB III

    KESIMPULAN

    1. Karakteristik seperti morfologi, stoikiometri dan tingkat kristalinitas akan berbeda

    dari satu metode pengolahan ke metode pengolahan yang lain. Kerugian dari metode

    pengolahan ini dibatasi oleh kehomogenan, aglomerasi partikel, dan kemurnian yang

    rendah (bebas-stoikiometri) tergantung pada kondisi pengolahan.

    2. Difraksi sinar X merupakan salah satu teknik analisis yang salah satunya dapat

    menyediakan informasi tentang struktur dan komposisi kimia bahan kristal,

    identifikasi dan analisis fasa.

    3. Teknik yang dapat dipakai untuk analisis komposisi karakterisasi kimia dari kaca dan

    keramik adalah Auger Electron Spectroscopy (AES), X-ray Photo Electron

    Spectroscopy (XPS), dan Secondary Ion Mass Spectroscopy (SIMS).

    4. Mikroskop elektron transmisi (TEM) digunakan untuk analisa mikro struktur dari

    material solid dalam skala sub nanometer, karena memiliki resolusi yang sangat

    tinggi.

    5. SEM adalah teknik karaterisasi yang digunakan untuk analisa mikrostruktur dari

    material solid dalam skala sub mikrometer.