analisa pengaruh tarif cukai terhadap...

12
ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA DAN KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK (SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK) Puja Kristian Adiatma, Budisantoso Wirjodirjo, dan Niniet Indah Arvitrida Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: [email protected] ; [email protected] ; [email protected] Abstrak Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan berkontribusi sangat penting dalam APBN terutama sektor penerimaan dalam negeri. Melihat banyaknya penerimaan yang didapat dari cukai rokok, pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai tiap tahunnya dengan harapan mendapatkan penerimaan cukai yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan tarif cukai juga secara tidak langsung akan mengurangi konsumsi rokok para perokok yang mayoritasnya adalah warga miskin sehingga memperbaiki kesehatan mereka. Di sisi lain, peningkatan tarif cukai bila ditetapkan tanpa perhitungan yang cermat dapat menimbulkan dampak negatif pada sektor industri rokok yaitu menjadi bangkrut dan melepas ribuan tenaga kerjanya menjadi pengangguran. Melihat hal ini, kebijakan tarif cukai rokok memiliki dampak sistemik terhadap pendapatan negara dan industri rokok sehingga setiap skenario kebijakan tarif cukai perlu dipikirkan dengan tepat dan menggunakan tools yang tepat pula. Selama ini telaah sistemik atas kebijakan tarif cukai rokok belum pernah terpikirkan dalam usaha memaksimalkan pendapatan negara dan tetap mendukung usaha industri rokok, sehingga dikhawatirkan kebijakan cukai yang diterapkan pemerintah cenderung tidak maksimal atau tidak memihak semua pihak (industri rokok dan pemerintah sendiri). Oleh karena itu, penyelesaian masalah ini dilakukan dengan permodelan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Fungsi dari pendekatan sistem dinamik ini adalah menggambarkan model secara keseluruhan dan melakukan simulasi skenario kebijakan pemerintah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa skenario peningkatan tarif cukai yang tetap memberikan dampak ideal dan mendukung keberlangsungan usaha industri rokok dan penerimaan negara adalah dengan menaikkan tarif cukai per tahun sebesar 5%, 10%, dan 30%. Kata kunci: tarif cukai, sistem dinamis, industri rokok ABSTRACT Excise is one of the source of state revenue and importantly contributes in the state's budget revenues especially in domestic sector. Seeing the number of revenue derived from cigarette taxes, the government plans to raise tax rates every year with hopes of getting a larger tax revenue than the previous year. Increasing excise tax rates will also indirectly reduces cigarette consumption of smoker whom the majority belongs to poor people, thus improving their health. On the other hand, this increasing in excise tax rates if determined without careful calculation may cause a negative impact on the cigarette industries sector which become insolvent and remove thousands of its workforce unemployed. Seeing this, the policy of cigarette excise tax rates has a systemic impact on state revenues and the tobacco industry so any excise tax policy scenarios should be considered appropriately and use proper tools as well. Until now, a systematic study of cigarette excise tax policies have been unthinkable in an effort to maximize revenues and remain supportive of tobacco industry business, so the tax policy applied by the government is feared not to be maximal or impartial of all parties (the tobacco industry and the government itself). Therefore, solving in this problem is done by modeling using system dynamic approach. The function of these system dynamic approach is to describe the overall model and simulate scenarios of government policy. Based on research conducted, it is obtained results that scenarios of increasing tax rates which remain provides an ideal impact of supporting the business continuity of the tobacco industries and state income is to raise excise tax rates per year by 5%, 10%, and 30%. Keywords: excise taxes, system dynamic, cigarette industries

Upload: nguyencong

Post on 28-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP PENDAPATAN

NEGARA DAN KEBERLANGSUNGAN USAHA INDUSTRI ROKOK

(SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK)

Puja Kristian Adiatma, Budisantoso Wirjodirjo, dan Niniet Indah Arvitrida Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: [email protected] ; [email protected]; [email protected]

Abstrak Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan berkontribusi sangat penting dalam

APBN terutama sektor penerimaan dalam negeri. Melihat banyaknya penerimaan yang didapat

dari cukai rokok, pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai tiap tahunnya dengan

harapan mendapatkan penerimaan cukai yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya.

Peningkatan tarif cukai juga secara tidak langsung akan mengurangi konsumsi rokok para

perokok yang mayoritasnya adalah warga miskin sehingga memperbaiki kesehatan mereka. Di

sisi lain, peningkatan tarif cukai bila ditetapkan tanpa perhitungan yang cermat dapat

menimbulkan dampak negatif pada sektor industri rokok yaitu menjadi bangkrut dan melepas

ribuan tenaga kerjanya menjadi pengangguran. Melihat hal ini, kebijakan tarif cukai rokok

memiliki dampak sistemik terhadap pendapatan negara dan industri rokok sehingga setiap

skenario kebijakan tarif cukai perlu dipikirkan dengan tepat dan menggunakan tools yang tepat

pula. Selama ini telaah sistemik atas kebijakan tarif cukai rokok belum pernah terpikirkan dalam

usaha memaksimalkan pendapatan negara dan tetap mendukung usaha industri rokok, sehingga

dikhawatirkan kebijakan cukai yang diterapkan pemerintah cenderung tidak maksimal atau tidak

memihak semua pihak (industri rokok dan pemerintah sendiri). Oleh karena itu, penyelesaian

masalah ini dilakukan dengan permodelan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Fungsi

dari pendekatan sistem dinamik ini adalah menggambarkan model secara keseluruhan dan

melakukan simulasi skenario kebijakan pemerintah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

diperoleh hasil bahwa skenario peningkatan tarif cukai yang tetap memberikan dampak ideal

dan mendukung keberlangsungan usaha industri rokok dan penerimaan negara adalah dengan

menaikkan tarif cukai per tahun sebesar 5%, 10%, dan 30%.

Kata kunci: tarif cukai, sistem dinamis, industri rokok

ABSTRACT

Excise is one of the source of state revenue and importantly contributes in the state's budget

revenues especially in domestic sector. Seeing the number of revenue derived from cigarette

taxes, the government plans to raise tax rates every year with hopes of getting a larger tax

revenue than the previous year. Increasing excise tax rates will also indirectly reduces cigarette

consumption of smoker whom the majority belongs to poor people, thus improving their health.

On the other hand, this increasing in excise tax rates if determined without careful calculation

may cause a negative impact on the cigarette industries sector which become insolvent and

remove thousands of its workforce unemployed. Seeing this, the policy of cigarette excise tax

rates has a systemic impact on state revenues and the tobacco industry so any excise tax policy

scenarios should be considered appropriately and use proper tools as well. Until now, a systematic

study of cigarette excise tax policies have been unthinkable in an effort to maximize revenues and

remain supportive of tobacco industry business, so the tax policy applied by the government is

feared not to be maximal or impartial of all parties (the tobacco industry and the government

itself). Therefore, solving in this problem is done by modeling using system dynamic approach.

The function of these system dynamic approach is to describe the overall model and simulate

scenarios of government policy. Based on research conducted, it is obtained results that scenarios

of increasing tax rates which remain provides an ideal impact of supporting the business

continuity of the tobacco industries and state income is to raise excise tax rates per year by 5%,

10%, and 30%.

Keywords: excise taxes, system dynamic, cigarette industries

Page 2: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

2

1. Pendahuluan

Cukai merupakan salah satu sumber

penerimaan negara dan berkontribusi sangat

penting dalam APBN, terutama sektor

Penerimaan Dalam Negeri. Cukai rokok

memberi proporsi sumbangan yang paling besar

terhadap penerimaan negara dibanding dua jenis

cukai lainnya yaitu: etil alkohol dan minuman

mengandung etil alkohol. Data tahun 2010

menunjukkan sekitar 95% total penerimaan cukai

tembakau yang diperoleh dari produk rokok

sigaret kretek mesin, rokok sigaret tangan dan

rokok sigaret putih mesin. Jenis cukai ini

berkontribusi sekitar 8-9% total penerimaan

negara dari seluruh sektor (Majalah Neraca,

2010).

Menurut Rachmat (2010), menyimak

Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun 2008

dan Laporan Dana Bagi Hasil Cukai dan

2010,menunjukkan bahwa nilai pendapatan

negara dari cukai rokok mulai tahun 2001 hingga

tahun 2010 terus meningkat dengan laju rata-rata

sebesar 18% per tahun, dan mencapai sekitar Rp

56 triliun pada tahun 2010 dari Rp. 11,1 triliun

pada tahun 2001. Penerimaan pendapatan negara

berasal dari cukai pada tahun 2010 ini bernilai

8-9% dari total penerimaan negara, dan nilai ini

lebih tinggi 1% dibandingkan terhadap

penerimaan cukai pada tahun 2008. Namun, bila

dihitung berdasarkan total penerimaan seluruh

cukai, persentase pendapatan negara dari cukai

rokok tahun 2010 (95%) lebih rendah dari tahun

2008 (98%). Hasil ini dapat dijelaskan sebagai

dampak reaksi masyarakat yang mulai sadar

akan bahaya rokok dan menentang segala bentuk

layanan dari produk rokok termasuk

mengkonsumsi rokok tersebut. Pemerintah juga

merespon dengan mengeluarkan kebijakan sosial

yang mendukung reaksi masyarakat ini, seperti

adanya larangan merokok di tempat umum

(Tanjungsari, 2009).

Menyadari akan pentingnya penerimaan

negara dari sektor cukai rokok yang memberi

kontribusi yang besar terhadap kas negara setiap

tahunnya, maka pemerintah berencana untuk

menaikkan tarif cukai pada tahun 2011. Seperti

yang tertuang dalam Publikasi Kebijakan Cukai

Hasil Tembakau 2011 (2011), kebijakan

peningkatan tarif cukai ini dibuat dalam rangka

mencapai target penerimaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011

dari sektor cukai hasil tembakau, yakni sebesar

Rp. 60,07 triliun. Kebijakan tarif cukai ini hanya

berlaku pada dua golongan pabrik hasil

tembakau, yaitu jenis sigaret kretek mesin

(SKM) dan jenis sigaret kretek tangan (SKT).

Golongan pabrik hasil tembakau lain (tembakau

iris, cerutu, klobot, kelembak menyan, dan

lainnya) tidak dikenai kebijakan ini karena

pemerintah ingin melindungi mereka, yang

cenderung kecil dalam proporsi tenaga kerja

serta pertumbuhan usahanya (Peraturan Menteri

Keuangan, 2011).

Walaupun alasan pemerintah dalam

membuat kebijakan tarif cukai tersebut sebagian

besar adalah untuk mencapai target APBN 201,

secara tidak langsung kebijakan ini akan

berimbas pada pengurangan konsumsi rokok dan

perbaikan taraf kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2010, diketahui sekitar 34,7%

penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang

kebanyakan adalah penduduk yang tinggal di

pedesaan, tingkat pendidikan rendah, dan status

ekonomi rendah. Dalam kekuatan perekonomian,

memang benar bahwa warga miskin sangat

sensitif terhadap harga (Ross & Chaloupka,

2006). Dengan peningkatan cukai ini, maka

sebagian besar konsumen rokok yang tergolong

warga miskin akan cenderung mengurangi atau

tidak mengkonsumsi rokok lagi. Hal ini sekaligus

akan memperbaiki kesehatan mereka.

Saat ini, kebijakan pemerintah selain

peningkatan cukai rokok dalam mengendalian

dampak buruk bahaya rokok terhadap kesehatan

baru dalam tahap mengingatkan masyarakat

akan bahaya tembakau/rokok. Langkah lain

pemerintah adalah dengan disahkannya Undang

Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

yang menyatakan bahwa nikotin merupakan zat

adiktif. Selain kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah, makin banyak kalangan peduli

kesehatan dan lingkungan yang melakukan

penentangan dengan mengeluarkan kebijakan

sendiri. Contohnya, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa rokok

haram bagi anak anak dan wanita. Namun, fatwa

tersebut dinilai masih tidak tegas dan bersifat

anti gender karena tidak melarang untuk laki-laki

dewasa (Rachmat, 2010). Berbagai kebijakan

peraturan tersebut baik dari pemerintah ataupun

dari organisasi/kalangan memang bertujuan

Page 3: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

3

positif untuk mengurangi dampak bahaya dari

rokok, namun kebijakan peningkatan tarif cukai

tetap lebih efektif dikarenakan kebijakan ini

bersifat merata semua pihak (mengenai semua

golongan baik usia, ekonomi, dan gender) serta

berpengaruh langsung kepada demand yakni

konsumen rokok.

Kebijakan tarif cukai rokok memang

berdampak positif terhadap kesehatan

masyarakat dan pendapatan negara, namun akan

berdampak negatif pada seluruh sektor industri

rokok tak terkecuali industri rokok skala kecil.

Sejak tahun 1980-an, industri rokok di Indonesia

cenderung padat karya yang dimana banyak

merekrut sumber daya manusia untuk bekerja

melakukan bisnis inti industri tersebut, seperti

pelintingan, pemasangan filter, pengemasan, dan

pelekatan pita cukai. Wibowo (2003) dengan

menggunakan data dari Badan Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 1997

jumlah perusahaan rokok sebanyak 226

perusahaan, tahun 1999 naik menjadi 247

perusahaan, dan tahun 2002 turun menjadi 244

perusahaan. Pertumbuhan jumlah industri rokok

memicu permintaan akan tenaga kerja. Dari

sektor penyerapan tenaga kerja, pada kurun

waktu 1997 - 2002 jumlah pekerja yang bergerak

dalam industri ini menujukkan peningkatan

dengan rata-rata pertumbuhan pekerja industri

rokok sebesar 4,08% per tahun. Pertumbuhan

terbesar terjadi pada tahun 1998 dimana jumlah

pekerja sebanyak 181,3 ribu orang pada tahun

1997, meningkat menjadi 196,8 ribu orang pada

tahun 1998 (peningkatan sebesar 8,56%).

Mempertimbangkan kondisi perekonomian

Indonesia pada tahun 1998 yang buruk, hal ini

membuktikan bahwa industri rokok mampu

bertahan atau dengan kata lain tidak terpengaruh

oleh krisis moneter. Namun, bila kebijakan

peningkatan cukai rokok ini tidak dipikirkan

secara matang, industri rokok kemungkinan

besar akan mengalami bangkrut. Salah satu

contohnya adalah di daerah Malang pada tahun

2011, Kantor Pelayanan Pajak Bea Cukai Tipe

Madya Cukai Malang mencatat bahwa terdapat

45 pabrik rokok mengalami gulung tikar karena

kenaikan tarif cukai. Dari yang semula

berjumlah 224 pabrik, kini menjadi 179 pabrik

(Sriwijaya Post, 2011). Kebangkrutan industri

rokok menyebabkan seluruh tenaga kerjanya

berpotensi untuk menjadi pengangguran. Selain

itu, ada ancaman lain yang berpotensi

menyebabkan pengangguran, yaitu mekanisasi

industri rokok. Terutama untuk industri rokok

jenis sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin

(SPM), dimana permintaan untuk dua produk

rokok jenis ini lebih tinggi dari jenis lain

(Tjahjaprijadi & Indarto, 2003).

Industri rokok juga menyadari kalau

masyarakat semakin lama akan semakin peka

terhadap kesehatan dan mulai mengerti akan

dampak negatif dari rokok (Antariksa, 2010).

Dengan sadarnya masyarakat serta penerapan

kebijakan tarif cukai yang menaikkan harga

eceran rokok, permintaan akan rokok menjadi

berkurang dan berpengaruh terhadap turunnya

laju keuntungan perusahaan. Bila keuntungan

yang semakin menurun dan mencapai titik

bangkrut maka bukan tidak mungkin bila

industri rokok melepas banyak tenaga kerjanya

menjadi pengangguran.

Situasi ini menjadikan kebijakan tarif cukai

rokok menjadi kebijakan yang bersifat dinamis

dan pro-kontra antar masyarakat dan

pemerintah. Yang mana dampak kebijakan ini

disatu sisi mampu meningkatkan penerimaan

negara, disisi lain dapat memungkinkan

bangkrutnya industri rokok yang menyebabkan

hilangnya lapangan kerja buruh rokok. Oleh

karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap

seberapa luas dampak kebijakan tarif cukai

terhadap pendapatan negara dan keberlangungan

usaha industri rokok agar mampu menghasilkan

win-win solution, yang berarti meningkatkan

pendapatan kas negara dan tetap mendukung

keberlangsungan industri rokok.

Karena kebijakan tarif cukai kepada industri

rokok serta pendapatan negara memiliki kaitan

sistemik, maka setiap skenario kebijakan perlu

dipikirkan dengan tepat dan menggunakan tools

yang tepat pula. Sehingga tujuan yang ingin

dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah

memprediksi dampak skenario kebijakan tarif

cukai terhadap pendapatan negara dan perilaku

industri rokok dan mendapatkan skenario

kebijakan tarif cukai yang tepat sehingga tidak

mengurangi pendapatan negara dan implikasi-

implikasi lain terkait dengan masa depan usaha

industri rokok.

2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data-data

sekunder yang berkaitan dengan kondisi

Page 4: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

4

perekonomian dan kondisi usaha industri rokok

di Indonesia. Data yang dikumpulkan merupakan

data sekunder yang didapat dari instansi terkait

seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai, Departemen

Perindustrian, laporan penelitian Lembaga

Demografi Universitas Indonesia, beberapa

jurnal internasional, dan lain-lain. Tahap

pengumpulan data berjalan paralel dengan tahap

identifikasi kondisi eksisting sistem.

3. Metodologi Penelitian

Mengacu pada permasalahan dan tujuan

penelitian, maka langkah pertama dalam

penelitian adalah mengidentifikasi kondisi

eksisting dari sistem yang akan diamati.

Sebelumnya, untuk memperkuat dasar penelitian

digunakan studi literatur sebagai pedoman dalam

menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan

penelitian. Setelah mengetahui variabel-variabel

dari identifikasi kondisi eksisting yang

berpengaruh dalam model, maka dilakukan

penyusunan causal loop sesuai dengan batasan

sistem. Setelah itu dilakukan pembuatan model

simulasi menggunakan perangkat lunak yaitu

Ventana Simulation (Vensim). Tahapan

selanjutnya adalah melakukan formulasi model

yaitu membuat persamaan matematis dari

variabel-variabel yang terdapat di dalam model

berdasarkan causal loop. Setelah itu model

diverifikasi dan divalidasi untuk mengetahui

bahwa model sudah mampu mewakili atau

menggambarkan sistem nyata. Berdasar pada

tujuan penelitian, maka tahap selanjutnya

dilakukan penyusunan skenario sistem. Lalu

dilakukan simulasi untuk melihat perubahan

kondisi sistem yang dilihat melalui output

simulasi yang berbeda. Berdasarkan output

simulasi dapat dilihat skenario yang seperti apa

yang dapat memberikan dampak ideal dalam

mendukung keberlangsungan usaha industri

rokok dan penerimaan negara dari cukai. Setelah

itu adalah menganalisis keseluruhan hasil

penelitian dan membuat kesimpulan dan saran.

4. Konseptualisasi Model

Setelah mengidentifikasikan variabel-

variabel kondisi eksisting sistem, maka langkah

selanjutnya adalah konseptualisasi model.

melalui diagram input-output dan diagram causal

loop. Dalam konseptualisasi model, model

dibatasi oleh batasan fokus penelitian yaitu tidak

mengikutsertakan usaha tani tembakau dan

cengkeh dalam penelitian, tidak meneliti taraf

kesehatan masyarakat secara mendalam, dan

sistem tarif cukai yang digunakan adalah sistem

tarif cukai tahun 2010 (Tabel 4.1).

Pengelolaan

Sistem Industri Rokok dan

Tarif Cukai

Input Tak Terkendali

- Inflasi

- Indeks Harga Konsumen

- Produksi tembakau dan cengkeh

- Jumlah penduduk

Input Terkendali

- Tarif cukai rokok

- Harga jual eceran

- Harga transaksi pasar rokok

Lingkungan

- Kebijakan tarif cukai pemerintah

Output Dikehendaki

- Laba industri rokok tetap

meningkat

- Pendapatan negara dari cukai

tetap meningkat

Output Tak Dikehendaki

- Laba industri rokok menurun

- Pendapatan negara dari cukai

menurun

Gambar 4.1 Diagram Input Output

Gambar 4.2 Diagram Causal Loop

Tabel 4.1 Sistem Tarif Cukai Tahun 2010

5. Formulasi Model

Setelah konseptualisasi model, tahap

berikutnya adalah formulasi model dengan

Page 5: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

5

menggambarkan diagram stock and flow.

Diagram stock and flow akan mampu

menggambarkan sistem lebih detail karena akan

memperhatikan pengaruh waktu tiap keterkaitan

antar variabel, sehingga akan ada variabel yang

menunjukkan hasil akumulasi dalam sistem

disebut level, serta variabel yang merupakan

aktivitas sistem dan mempengaruhi level yaitu

rate. Formulasi matematis dilakukan pada tahap

penyusunan stock and flow diagram dalam

software Vensim. Dengan diberikan formulasi

matematis pada model maka model akan dapat

disimulasikan.

5.1 Submodel Industri Rokok

Submodel ini menggambarkan variabel-

variabel yang berpengaruh terhadap akumulasi

laba industri rokok, yaitu pendapatan industri

rokok dan pengeluaran industri rokok.Akumulasi

laba industri rokok yang berbentuk level,

didapatkan dengan menghitung selisih antara

rate pen-dapatan industri rokok dengan rate

pengeluaran industri rokok.

Gambar 5.1 Submodel Industri Rokok

5.2 Submodel Produksi Rokok

Submodel ini menggambarkan produksi

rokok per jenis rokok, yaitu SKT, SKM, dan

SPM beserta tiap golongannya, Golongan I,

Golongan II, dan Golongan III. Laju produksi

dipengaruhi oleh produktifitas total tenaga kerja

(untuk rokok jenis SKT) atau total kapasitas

produksi sigaret mesin (untuk rokok jenis SKM

dan SPM).

Gambar 5.2 Submodel Produksi Rokok SPM

Gambar 5.3 Submodel Produksi Rokok SKM

Gambar 5.4 Submodel Produksi Rokok SKT

5.3 Submodel Permintaan Rokok

Jumlah permintaan dipengaruhi oleh harga

transaksi pasar, jumlah perokok aktif, besar

pengeluaran untuk rokok per kuantil tingkat

pengeluaran, dan fraksi jumlah perokok menurut

tingkat pengeluaran.

Gambar 5.5 Submodel Permintaan Rokok SKT

Gambar 5.6 Submodel Permintaan Rokok SKM dan SPM

5.4 Submodel Konsumen Rokok

Laju penambahan konsumen rokok

dipengaruhi oleh pengaruh besar promosi iklan

Page 6: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

6

terhadap penambahan konsumen rokok, jumlah

penduduk dan total prosentase calon perokok.

Total prosentase perokok merupakan jumlah dari

prosentase merokok per kuantil tingkat

pengeluaran.

Gambar 5.7 Submodel Konsumen Rokok

5.5 Submodel Sumber Daya Industri Rokok

Submodel ini menjelaskan tentang

sumberdaya produksi industri rokok, yang

meliputi tenaga kerja, bahan baku, dan kapasitas

produksi sigaret mesin.

Gambar 5.8 Submodel Sumber Daya Industri Rokok

5.6 Submodel Sistem Tarif Cukai

Sistem tarif cukai yang digunakan adalah

sistem tarif cukai tahun 2010, yang membagi

jenis pabrik menjadi beberapa golongan. Nilai

untuk variabel HJE, ditentukan oleh jenis

produksi rokok dan kapasitas produksi pabrik.

Gambar 5.9 Submodel Sistem Tarif Cukai

5.7 Submodel Penerimaan Negara

Submodel penerimaan negara menjelaskan

tentang laba yang diterima negara dari industri

rokok. Laba yang diterima dari industri rokok

berupa penerimaan cukai rokok, yang

merupakan penjumlahan dari tiga variabel yaitu

penerimaan dari rokok SKT, penerimaan dari

rokok SKM , dan penerimaan dari rokok SPM.

Gambar 5.10 Submodel Penerimaan Negara

5.8 Submodel Pertanian Tembakau dan

Cengkeh

Submodel ini menjelaskan tentang pertanian

tembakau dan cengkeh yang merupakan sumber

bahan baku utama produksi rokok. Sebagai

batas dari penelitian, fokus submodel ini hanya

menjelaskan tentang persediaan tembakau dan

cengkeh domestik.

Gambar 5.11 Submodel Pertanian Tembakau dan

Cengkeh

Page 7: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

7

Gambar 5.11 Submodel Pertanian Tembakau dan

Cengkeh (lanjutan)

5.9 Submodel Taraf Kesehatan

Submodel taraf kesehatan yg disusun disini

menggunakan acuan Disability Adjusted Life

Years (DALY), namun pembahasan tentang

DALY dalam penelitian ini hanya bersifat makro

dan tidak mendetail. DALY dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui berapa besar

tingkat pengeluaran dan tingkat pendidikan per

kapita.

Gambar 5.12 Submodel Taraf Kesehatan

6. Verifikasi dan Validasi

Verifikasi model adalah pengujian untuk

menguji kesesuaian logika pada model dan

memastikan tidak ada error yang terjadi pada

model yang dibangun. Proses verifikasi

dilakukan dengan cara pengecekan unit dan

pengecekan error pada model. Validasi model

merupakan pengujian terhadap model untuk

melihat apakah model sudah mampu mewakili

atau menggambarkan sistem nyata. Uji validasi

dengan cara uji parameter dan uji output model.

Uji output dilakukan pada variabel penerimaan

negara dari cukai, jumlah tenaga kerja industri

rokok, dan produksi industri rokok. Dengan

menggunakan metode 2 Sample-T Test, ketiga

variabel tersebut memiliki nilai P-Value lebih

dari 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga

model dikatakan valid.

7. Analisa Hasil Simulasi

Dalam gambar 7.1 terlihat sangat jelas

bahwa dalam kondisi eksisting, laba industri

rokok akan terus melaju positif setiap tahun.

Walaupun secara rata-rata terus mengalami

peningkatan, grafik yang ditampilkan sedikit

bergelombang mengindikasikan terjadinya naik-

turunnya laba bersih pada tahun tersebut.

Turunnya laba bersih ini, disebabkan oleh laju

pendapatan yang lebih kecil daripada besar

pengeluaran industri rokok sehingga laba per

tahun yang diterima industri rokok menjadi

berkurang. Dalam kondisi eksisting, dimana tarif

cukai belum mengalami peningkatan, biaya

pengeluaran yang paling besar disumbang oleh

biaya produksi sektor bahan baku. Industri rokok

membeli bahan baku ketika persediaan dalam

gudang menipis. Sementara dalam setiap

pembelian, industri rokok selalu membeli dalam

jumlah besar dikarenakan untuk kebutuhan

keamanan persediaan jangka panjang selama tiga

tahun. Sehingga pada waktu pembelian bahan

baku tersebut, industri rokok harus

mengeluarkan biaya yang besar dan sedikit

mengurangi pendapatan bersih saat itu. Serta

dikarenakan melihat demand yang besar dari

industri rokok, maka petani cenderung untuk

menaikkan harga komoditas tanamnya.

Gambar 7.1 Hasil Simulasi Akumulasi Laba Industri

Rokok Kondisi Eksisting

Hasil simulasi berikutnya adalah penerimaan

negara dari sektor cukai rokok yang dapat dilihat

pada gambar 7.2. Hasil penerimaan negara ini

cenderung meningkat terus dan tidak me-

nunjukkan penurunan laju penerimaan pada

periode tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa

dengan kondisi eksisting penerimaan negara dari

cukai rokok pada tahun 2030 akan meningkat

lima kali lipat dibanding tahun 2010.

Page 8: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

8

Gambar 7.2 Hasil Simulasi Penerimaan Negara Dari

Cukai Rokok Kondisi Eksisting

8. Analisa Desain Skenario Tarif Cukai

Desain skenario yang telah diterapkan

terhadap model eksisting akan memberikan

dampak pada variable tertentu yang merupakan

tujuan di-lakukan penelitian. Variable tersebut

antara lain akumulasi laba industri rokok dan

penerimaan negara. Skenario yang disusun

dibagi menjadi dua skenario utama dengan tiap

skenario memiliki beberapa subskenario.

8.1 Skenario I

Skenario pertama (I) adalah memberikan

perlakuan perubahan pada tarif cukai. Skenario

ini dimulai pada tahun 2010 dengan setiap

tahunnya terjadi penambahan tarif cukai yaitu

0% (eksisting), 5%, 10%, 30%, 57%, dan 100%

dari nilai dasar. Nilai dasar menggunakan tarif

cukai 2010. Subskenario yang disusun dalam

skenario I adalah sebagai berikut:

Tabel 8.1 Penamaan Subskenario Pada Skenario I

Pada skenario ini akumulasi laba industri rokok

akan semakin turun bila tarif cukai semakin

dinaikkan (gambar 8.1). Hal ini wajar dan sesuai

logika, dimana semakin tinggi tarif cukai maka

semakin besar biaya pengeluaran industri rokok.

Semakin besarnya biaya pengeluaran terkait

dengan semakin besarnya harga bahan baku dan

biaya pelunasan cukai itu sendiri. Walaupun

laba industri rokok semakin turun dan

menyebabkan rugi sesaat, mereka masih dapat

bertahan sehingga tidak sampai bangkrut total.

Gambar 8.1 Hasil Simulasi Skenario I Akumulasi

Laba Industri Rokok

Pada persentase kenaikan tarif cukai sebesar

skenario A, skenario B, dan skenario C,

akumulasi laba industri rokok tetap menunjuk-

kan peningkatan, dengan rata-rata hasil yang di

tunjukkan oleh skenario A lebih tinggi 22% dari

skenario B, dan lebih tinggi 43% dari skenario

C. Sementara, skenario D membuat akumulasi

laba industri rokok meningkat dengan rate yang

lebih rendah dibanding ketiga skenario awal dan

mulai tahun 2020 mulai menunjukkan tren

menurun. Skenario E dan F, menyebabkan

industri rokok mengalami kondisi akumulasi laba

bersih bernilai nol rupiah pada tahun 2020 dan

2025. Namun selepas dari tahun tersebut (2020/

2025), industri rokok masih bertahan dengan

kondisi akumulasi laba yang tidak menunjukkan

peningkatan. Hal ini dikarenakan, industri rokok

mengumpulkan pendapatan dari penjualan rokok

yang sebelumnya sudah beredar di pasar.

Pendapatan yang dikumpulkan akan menjadi

modal untuk produksi berikutnya. Namun

produksi ini tidak bisa langsung stabil,

dikarenakan tarif cukai masih terlalu tinggi.

Sehingga, industri rokok hanya produksi

sementara waktu, lalu menunggu pendapatan

didapatkan kembali lalu produksi lagi, hingga

industri rokok betul-betul tidak dapat produksi

lagi.

Gambar 8.2 Hasil Simulasi Skenario I Penerimaan Negara

Dari Cukai Rokok

Page 9: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

9

Semakin tinggi tarif cukai yang digunakan,

akan memicu untuk semakin besar biaya

pengeluaran pelunasan cukai yang dikeluarkan

oleh industri rokok sehingga semakin besar

penerimaan negara yang didapat melalui cukai.

Dari gambar 8.2, terlihat bahwa skenario F dan

E memberikan penerimaan negara yang lebih

tinggi diantara empat skenario lainnya, walaupun

penjualan rokok semakin menurun seiring

tingginya tarif cukai yang diterapkan. Namun,

hal ini hanya berlangsung selama 10 tahun dari

penerapan skenario F dan E yang setelah itu

menunjukkan tren menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa, pada tahun dimana

skenario F dan E mulai menunjukkan tren

penurunan, industri rokok merugi sesaat, dan

menghentikan produksinya. Ketika akumulasi

laba sudah terisi dan tidak bernilai nol, industri

rokok produksi kembali. Siklus ini akan terus

terjadi hingga industri rokok benar-benar tidak

bisa berproduksi. Sementara, empat skenario lain

akan terus menunjukkan peningkatan penerimaan

cukai. Bahkan sanggup melebihi penerimaan

cukai yang dihasilkan oleh skenario E dan F.

Gambar 8.3 Hasil Simulasi Skenario I DALY per

orang.

Tingkat kesehatan ditunjukkan dengan

variabel DALY per orang. Semakin tinggi tarif

cukai yang diterapkan, konsumsi rokok akan

semakin menurun, sehingga besar DALY per

orang akan semakin turun. Dengan semakin

berkurangnya DALY maka orang tersebut akan

memiliki waktu produktif yang lebih banyak

sehingga bisa memiliki tingkat pendapatan yang

besar dan diikuti tingkat pengeluaran yang

semakin besar. Pada gambar 8.33, terlihat

bahwa skenario F (grtafik warna biru) mampu

membuat DALY per orang menurun 65% dari

kondisi eksisting (grafik warna coklat).

8.2 Skenario II

Skenario II ini merupakan kelanjutan dari

Skenario I. Skenario ini memiliki jumlah sub-

skenario yang sama dengan Skenario I, dengan

nama subskenario yang berbeda dan dapat dilihat

pada tabel 5.3. Perbedaan skenario ini dengan

Skenario I adalah adanya pengembangan kondisi

pembatasan produksi rokok pada model.

Pembatasan produksi rokok ini dimulai pada

tahun 2015 sebesar maksimum ± 260 miliar

batang. Penambahan kondisi ini, dikutip dari

Roadmap Industri Pengolahan Tembakau yang

dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian

(Departemen Perindustrian, 2009)

Tabel 8.2 Penamaan Subskenario Pada Skenario II

Gambar 8.4 Hasil Simulasi Skenario II Total

Produksi Rokok.

Dengan pemberlakuan pembatasan produksi

rokok oleh pemerintah, maka mulai tahun 2015,

industri rokok akan mengalami produksi yang

konstan. Namun, dikarenakan industri rokok

memiliki laju peningkatan kapasitas produksi

yang besar setiap tahunnya, industri rokok akan

mencapai nilai produksi sebesar 260 miliar

batang sebelum tahun 2015. Sehingga pada

tahun tersebut, produksi akan dijaga tetap stabil

hingga memenuhi pembatasan produksi

memasuki tahun 2015. Skenario G dan H

menampilkan kondisi produksi yang flat pada

tahun 2015 hingga akhir periode simulasi.

Skenario J, K, dan L, menampilkan kondisi

produksi yang mulai menurun sebelum tahun

2015 sementara skenario I menampilkan kondisi

Page 10: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

10

penurunan produksi sebelum tahun 2020. Hal

ini, dikarenakan berkurangnya kapasitas

produksi, yang dipicu oleh bangkrutnya industri

rokok pada tahun tersebut.

Dilihat dampaknya terhadap akumulasi laba

industri rokok, skenario G, H, dan I, tetap

menampilkan hasil yang selalu positif dan

meningkat per tahun. Hasil yang ditampilkan

ketiga skenario lainnya, memberikan dampak

berupa penurunan. Hasil simulasi Skenario II

pada akumulasi laba industri rokok terlihat pada

gambar 8.5.

Gambar 8.5 Hasil Simulasi Skenario II Akumulasi

Laba Industri Rokok

Pada persentase kenaikan tarif cukai sebesar

skenario G, skenario H, dan skenario I,

akumulasi laba industri rokok tetap me-

nunjukkan peningkatan, dengan rata-rata hasil

yang ditunjukkan oleh skenario G lebih tinggi

20% dari skenario H, dan lebih tinggi 42% dari

skenario I. Sementara, skenario J membuat

akumulasi laba industri rokok meningkat dengan

rate yang lebih rendah dibanding ketiga skenario

awal dan mulai tahun 2020 mulai menunjukkan

tren menurun. Skenario E dan F, menyebabkan

industri rokok mengalami kondisi akumulasi laba

bersih bernilai nol rupiah pada tahun 2022 dan

2027. Namun selepas dari tahun tersebut

(2020/2027), industri rokok masih dapat

bertahan walaupun kondisinya akumulasi

labanya tidak menunjukkan peningkatan.

Langkah pemerintah untuk melakukan

pembatasan produksi rokok ternyata tidak

mempengaruhi besar penerimaan negara dari

cukai rokok. Karena terbukti dengan melakukan

peningkatan tarif cukai pada kondisi pembatasan

produksi rokok, pemerintah tetap memperoleh

penerimaan yang semakin besar. Semakin tinggi

tarif cukai yang diterapkan per tahun, maka

pemerintah akan mendapatkan penerimaan cukai

yang besar.

Gambar 8.6 Hasil Simulasi Skenario II Penerimaan

Negara Dari Cukai Rokok

Namun penerimaan cukai ini akan langsung

menurun disaat industri rokok mengalami

akumulasi laba industri rokok mencapai titik nol

rupiah. Hal ini sesuai logika dimana ketika

industri rokok sudah mencapai akumulasi laba

bernilai nol, maka industri rokok tidak akan lagi

membeli cukai sehingga penerimaan cukai

pemerintah akan semakin berkurang dan bernilai

nol.

Gambar 8.7 Hasil Simulasi Skenario II DALY per

orang

Pada DALY per orang, skenario II

menunjukkan perilaku yang sama dengan

skenario I. Namun, dikarenakan skenario II

menerapkan kondisi pembatasan produksi rokok,

maka pada kondisi eksisting skenario II

(subskenario G) DALY per orang akan lebih

rendah 22% dari skenario I. Pada gambar 8.7,

terlihat bahwa skenario L mampu membuat

DALY per orang menurun 54% dari skenario G

(kondisi eksisting).

Page 11: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

11

9. Perbandingan Skenario

Dengan melihat bentuk grafik dampak

penerapan skenario pada masing-masing

variabel, maka terlihat bahwa subskenario

peningkatan tarif cukai per tahun sebesar 0%,

5%, 10%, 30% dapat memberikan hasil yang

paling ideal pada dua kondisi skenario

(pembatasan produksi dan tanpa pembatasan

produksi). Kondisi ideal disini berarti dalam

periode simulasi, industri rokok tetap memiliki

akumulasi laba yang meningkat positif, dan

industri rokok tetap mendapatkan penerimaan

cukai yang meningkat. Namun, diantara empat

subskenario peningkatan tarif cukai tersebut,

subskenario peningkatan tarif cukai sebesar 30%

(skenario D/J) dapat memberikan efek penurunan

nilai pada periode akhir simulasi. Sehingga bisa

dikatakan, prosentase sebesar 30% merupakan

batas ideal penggunaan besar peningkatan tarif

cukai pada keempat subskenario ideal.

Sedangkan, dua skenario lainnya akan membuat

nilai variabel (akumulasi laba industri rokok dan

penerimaan negara) menjadi turun hingga

mencapai nilai nol sebelum waktu berakhirnya

periode simulasi.

10. Kesimpulan

Dalam situasi saat ini, tarif cukai berperan

sebagai faktor penentu keberlangsungan usaha

industri rokok. Semakin tinggi tarif cukai,

mampu mematikan usaha industri rokok melalui

besarnya pengeluaran untuk pelunasan cukai

yang memberikan penerimaan dari cukai yang

besar kepada pemerintah. Namun berdasar

penelitian yang dilakukan, penerimaan dari cukai

ini tidak akan berlangsung lama karena tingginya

tarif cukai tersebut yang menyebabkan

berkurangnya produksi rokok, sehingga

penerimaan akan semakin lama semakin

berkurang.

Dengan melakukan running simulasi pada

kondisi eksisting selama 30 tahun, kondisi

akumulasi laba industri rokok akan tetap

mengalami peningkatan dan penerimaan negara

dari cukai rokok juga mengalami hal yang sama.

Hal ini dikarenakan belum adanya kenaikan tarif

cukai pada kondisi eksisting sehingga industri

rokok masih dapat berproduksi secara maksimal

dan penerimaan negara dari cukai juga akan

semakin meningkat (seiring meningkatnya

produksi rokok).

Baik untuk skenario pembatasan produksi

rokok dan tanpa batasan produksi rokok, hasil

simulasi subskenario penambahan tarif cukai

menyatakan bahwa industri rokok akan

mengalami penurunan akumulasi laba seiring

dengan besarnya tarif cukai yang dikenakan.

Bahkan dengan kenaikan tarif cukai sebesar 57%

(Skenario E/K) dan tarif cukai 100% (Skenario

F/L), industri rokok akan mengalami kondisi

akumulasi laba mencapai nol, serta penerimaan

negara dari cukai juga akan berkurang. Kondisi

ini disebabkan oleh naiknya pengeluaran untuk

pelunasan cukai yang semakin membebani biaya

produksi industri rokok sehingga industri rokok

lama kelamaan akan mengurangi produksinya

dan menyebabkan penerimaan negara dari cukai

juga akan berkurang.

Dari hasil simulasi, diketahui bahwa

subskenario peningkatan tarif cukai per tahun

yang tetap memberikan keuntungan penerimaan

cukai yang besar bagi negara dan tidak

mematikan industri rokok (walaupun setiap

peningkatan tarif cukai menyebabkan

berkurangnya akumulasi laba industri rokok)

adalah Skenario A/G (0%), Skenario B/H (5%),

Skenario C/I (10%), dan Skenario D/J (30% ).

11. Daftar Pustaka

Ahmad, S. dan Billimek, J., 2007. Limiting

Youth Access To Tobacco: Comparing The

Long-term Health Impacts Of Increasing

Cigarette Excise Taxes And Raising The

Legal Smoking Age To 21 In The United

States. Health Policy, (80), pp.378-91.

Ahmad, S. & Franz, G.A., 2008. Raising Taxes

To Reduce Smoking Prevalence In The US: A

Simulation Of The Anticipated Health And

Economic Impacts. Public Health, (122),

pp.3-10.

Antariksa, Y., 2010. Blog Strategi +

Manajemen.http://strategimanajemen.net/201

0/03/15/industri-rokok-indonesia-sedang-

menjemput-kematian/. Diakses pada tanggal 2

Februari 2011

Barber, S., Adioetomo, S.M., Setyonaluri, D. &

Ahsan, A., 2008. Tobacco Economic In

Indonesia. Jakarta: Lembaga Demografi FE

UI.

Borshchev, A. & Filippov, A., 2004. From

System Dynamics and Discrete Event to

Practical Agent Based Modeling: Reasons,

Techniques, Tools.

Page 12: ANALISA PENGARUH TARIF CUKAI TERHADAP …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16230-Paper-888540.pdf · penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang ... Undang No. 36 Tahun

12

DeCicca, P. & McLeod, L., 2008. Cigarette

Taxes And Older Adult Smoking: Evidence

From Recent Large Tax Increases. Health

Economics, (27), pp.918-29.

Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap

Industri Pengolahan Tembakau. Jakarta:

Direktorat Jenderal Industri Agro Dan Kimia

Departemen Perindustrian.

Hanusz, M., 2000. Kretek: The Culture and

Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes.

Jakarta: Equinox Publishing.

Hendratmo, W., 2009. Industri Hasil Tembakau

Dan Peranannya Dalam Perekonomian

Nasional. Media Industri, Februari. pp.52-

54.

Majalah Neraca, 2010. Cukai Tembakau

Sumber Penerimaan Cukai Dalam Negeri.

http://bataviase.co.id/node/498152. Diakses

tanggal 29 February 2011.

Peraturan Menteri Keuangan, 2011. Publikasi

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2011.

Phillips, C., 2009. What is a QALY ? Health

Economics, pp.1-6.

Rachmat, M., 2010. Pengembangan Ekonomi

Tembakau Nasional: Kebijakan Negara Maju

Dan Pembelajaran Bagi Indonesia. Analisis

Kebijakan Pertanian , VIII (1), pp.67-83.

Ross, H. & Chaloupka, F., 2006. Economic

Policies For Tobacco Control in Developing

Countries. Salud Pública de México, 48(1).

Rumagit, G.A.J., 2007. Kajian Ekonomi

Keterkaitan Antara Perkembangan Industri

Cengkeh dan Industri Rokok Kretek Nasional

[Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Santosa, P.B. & Rifai, B., 2005. Analisis

Industri Rokok Kretek Di Indonesia Tahun

1976-2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan,

VI(2), pp.228-39.

Sriwijaya Post, 2011. Home: Bisnis: Finance: 45

Pabrik Rokok di Malang "Gulung

Tikar".http://palembang.tribunnews.com

/view/57543/45_pabrik_rokok_di_malang_gul

ung_tikar. Diakses pada tanggal 1 Juli 2011.

Sumarno, B.S. & Kuncoro, M., 2002. Struktur,

Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek:

Indonesia, 1996-1999. Universitas Gadjah

Mada.

Tanjungsari, W., 2009. Analisis Pengaruh

Penetapan Peraturan Pemerintah No.19

Tahun 2003 Terhadap Permintaan Rokok

Kretek dan Tenaga Kerja Industri Rokok

Kretek Di Indonesia [Skripsi]. Institut

Pertanian Bogor.

Tjahjaprijadi, C. & Indarto, W.D., 2003.

Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret

Kretek Mesin, Sigaret Kretek Tangan, dan

Sigaret Putih Mesin. Kajian Ekonomi dan

Keuangan, 7(4), pp.104-23.

van Genugten, M.L.L. et al., 2003. Future

Burden and Costs of Smoking-Related

Disease in the Netherlands: A Dynamic

Modeling Approach. Value in Health,

pp.494-99.