analisa konjungti
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. Definisi dan Arti Resep
Definisi
Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku(1).
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita(2).
Arti Resep(1)
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/pembuat obat), dan
penderita (yang menggunakan obat).
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pebngobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
B. Kertas Resep(2))
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm.
1
C. Model Resep yang Lengkap(2)
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas:
1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
3. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”
(superscriptio).
4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
(inscriptio)
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalu resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air.
2
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk
bahan padat (microgram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah “gram”
5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio)
misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat
berupa puyer.
6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan singnatura, biasanya disingkat
S.
7. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita,
dan sebaiknya dilengkapi dengan alamtanya yang akan memudahkan
penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep
obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap
oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup
dengan paraf saja.
D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional(2)
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk penderitanya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simtomatik atau kausal. Penulisan resep
3
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual.
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut : setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih
obatnya tepat yang sesuai dengan penyakitnya diberikan dengan dosis yang
tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat
dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan :
- Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
- Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
- Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
- Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
- Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
4
5
KETERANGAN RESEP
Poliklinik : Mata RSU Ulin Banjarmasin
Tanggal : 14 Februari 2005
Pasien : Ny. Nor Hamsah
No. RMK : 527055
Umur : 39 tahun
Alamat : Jl. Kelayan A Rt.X no.32 Banjarmasin
Keluhan Utama : Mata kiri merah, terasa gatal, perih dan sakit seperti
menusuk-nusuk sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada riwayat
trauma.
Diagnosa : Konjunctivitis
Terapi : R/ Cendo xitrol ED No I
3. d.d. gtt ODS
R/ Asam mefenamat 500 mg No. XV
3. d.d. I
6
ANALISA RESEP
A. Penulisan Resep
Pada resep ini menggunakan kertas resep tempat pasien berobat yaitu
Rumah Sakit Umum Daerah “Ulin”, tapi ukuran kertas resep tampak kurang ideal,
dimana ukuran kertas yang ideal adalah 10-12 x 15-18 cm. Pada kertas resep ini
lebarnya sudah sesuai yaitu 11 cm, tetapi ukuran panjangnya tidak sesuai yaitu
21 cm.
Pada resep ini tulisan masih dapat dibaca meskipun ada beberapa bagian
yang sulit dibaca atau tidak jelas. Padahal dalam penulisan resep yang benar
tulisan harus dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan kesalahan.
Dari segi kelengkapan resep yakni dengan melihat 4 hal, yaitu :
1. Superscriptio
Identitas dokter seperti nama, unit di Rumah Sakit dan tanda tangan dokter
penulis resep sudah dicantumkan. Tanda R/ yang merupakan singkatan dari
recipe tidak ditulis dengan jelas. Untuk tempat dan tanggal pembuatan resep
sudah dicantumkan. Namun umur dan alamat pasien tidak dicantumkan.
2. Inscriptio
- Urutan obat yang ditulis pada resep ini sesuai dengan aturan penulisan resep
yang sebenarnya, yakni dimulai dengan remedium cardinale dari obat
kausatif dalam resep ini yaitu Cendoxitrol kemudian dilanjutkan dengan
obat simptomatik dalam resep ini yaitu asam mefenamat.
7
- Dalam resep ini, obat asam mefenamat tidak dicantumkan bentuk
sediaannya, namun sudah disertakan kekuatan obat tersebut. Sedangkan
Cendoxitrol pada resep ini tidak mencantumkan kekuatan sediaan obat.
Kekuatan sediaan obat seharusnya dituliskan dalam bentuk satuan obat dan
volume yaitu mg dan ml. Seharusnya pada tiap resep harus menyertakan
bentuk sediaan obat dan kekuatannya karena hal ini dapat menimbulkan
kesalahan dalam penyerahan obat oleh apoteker.
3. Subscriptio
Dalam penulisan resep ini menggunakan bentuk resep officinalis dan
specialist, sehingga cara pembuatan bentuk sediaan obat (BSO) tidak
dicantumkan karena obat sudah jadi.
4. Signatura
- Tanda signa ( ) pada semua resep yang tertulis telah dicantumkan hanya
saja tidak jelas.
- Untuk cendoxitrol tidak dicantumkan beberapa tetes dalam pemakaiannya.
- Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberian obat seperti a.c atau p.c,
maupun frekuensi pemberian.
- Untuk obat simptomatik yaitu asam mefenamat tidak dicantumkan tanda
p.r.n setelah signa serta setelah akhir penulisan resep dicantumkan dalam
kurung bila nyeri. Obat simptomatik di sini diberikan sebanyak 15 buah atau
selama 5 hari, seharusnya cukup diberikan selama 3 hari saja atau jika
pasien mengeluh nyeri saja.
8
Keabsahan Resep
Kertas resep yang digunakan disini adalah resep dokter rumah sakit/
poliklinik dan pada resep ini sudah dicantumkan nama dokter, tanda tangan/paraf
dokter dan bagian/unit di rumah sakit. Dari penjelasan di atas maka resep ini bisa
dikatakan sah.
Nama penderita sudah ditulis tapi tidak disertai dengan umur dan alamat.
Seharusnya ditulis sehingga mudah dilakukan penelusuran bila terjadi sesuatu
dengan obat penderita.
B. Dosis, Bentuk Sediaan Obat, Cara Frekuensi, Waktu dan Lama
Pemberian
1. Cendoxitrol
Berupa tetes mata di mana tiap ml tetes mata mengandung Deksametason
0,1%; Neomisina (sulfat) 3,5 mg; Polimiksina B-SO4 6000 IU. Tersedia dalam
bentuk salep mata dan tetes mata. Cendoxitrol tetes mata digunakan 4 tetes 4-
6 kali sehari. Biasanya diberikan selama 7 hari. (3)
Dalam peresepan tidak dicantumkan berapa tetes yang harus digunakan,
hanya ditulis digunakan tiga kali sehari.
2. Asam Mefenamat
Asam mefenamat tersedia dalam bentuk kapsul 250 mg dan kaplet 500
mg. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Dapat
mengiritasi saluran cerna karena itu waktu pemberian setelah makan. Tidak
dianjurkan untuk anak-anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil. Pemakaian
maksimal selama 7 hari. (4)
9
Dalam kasus ini asam mefenamat diberikan dalam sediaan 500 mg
selama 5 hari dan sesuai dosis anjuran. Namun dalam peresepan tidak
dicantumkan waktu pemberiannya. Dan pada resep harusnya dicantumkan
p.r.n setelah signa ( ) sehingga obat diminum hanya bila nyeri saja.
C. Interaksi Obat
Kombinasi antar obat tidak menimbulkan interaksi yang merugikan bagi
pasien dimana obat-obat tersebut tidak berinteraksi yang mengakibatkan
peningkatan atau pengurangan jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk
menimbulkan efek farmakologiknya.
D. Efek Samping Obat
1. Cendoxitrol
Neomisin sulfat dan polmiksin merupakan antibiotik golongan aminoglikosid.
Efek samping yang sering timbul adalah reaksi alergi, reaksi iritasi dan toksik.
Efek toksik terhadap sistem vestibuler dan pendengaran pada saraf otak ke-8,
sehingga menyebabkan tuli, vertigo, atau tinitus yang dapat bersifat permanen.
Efek ini umumnya hanya terjadi dengan dosis yang tinggi atau jika diberikan
pada pasien dengan fungsi ginjal yang abnormal. (4)
2. Asam mefenamat
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, dan
gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek
samping diare lebih hebat. Efek samping lain yang berdasarkan
hipersensitivitas ialah eritem kulit dan bronkokonstriksi. (4)
10
E. Analisa Diagnosa
Pada kasus ini penderita datang ke poliklinik mata dengan diagnosa
konjunctivitis. Penderita konjunctivitis akan datang dengan keadaan mata merah.
Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai
konjunctivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya
eksogen, namun dapat endogen. Patogen umum yang dapat menyebabkan
konjunctivitis adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus, kebanyakan strain virus manusia, virus herpes simpleks
tipe 1 dan 2. (5)
Gejala penting konjunctivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi
tergores atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotopobia.
Terapi spesifik terhadap konjunctivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai terapi
topikal antimikroba. Konjunctiva yang terinfeksi akut diobati dengan tetes mata
dan salep mata antibakteri. Respons yang kurang baik mungkin menunjukkan
konjunctivitis disebabkan virus atau alergi. (5)
Kloramfenikol memiliki spektrum aktivitas yang luas dan obat terpilih
untuk infeksi mata superfisial. Antibiotik lain dengan spektrum aktivitas luas
antara lain framisetin, gentamisin dan neomisin. Konjunctivitis karena alergi
diobati dengan antihistamin atau kortikosteroid. (3,6)
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan mata kiri merah, perih dan
gatal. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya, bersifat akut sehingga didiagnosa
konjunctivitis. Terapi yang diberikan adalah tetes mata cendoxitrol yang berisi
11
kombinasi antibiotik (neomisin sulfat dan polmiksin B) dan kortikosteroid
(deksametason).
Cendoxitrol memliki dua bentuk sediaan berupa tetes mata dan salep
mata. Dalam kasus ini diberikan dalam bentuk tetes mata karena pemakaiannya
lebih praktis daripada bentuk salep. Penggunaan kombinasi antibiotik di sini
(neomisin dan polmiksin) bertujuan untuk mengurangi resistensi dan memperluas
spektrum kerja. Dalam peresepan tidak dicantumkan berapa tetes yang harus
digunakan, hanya ditulis digunakan tiga kali sehari. Adapun Cendoxitrol
digunakan 4 tetes 4-6 kali sehari. Deksametason berperan sebagai antiinflamasi.
(3,7)
Pada kasus ini Cendoxitrol diberikan pada kedua mata kiri dan kanan. Hal
ini kurang rasional karena pasien hanya mengeluh merah dan sakit pada mata kiri.
Seharusnya obat ini tidak perlu diteteskan pada mata yang sehat (kanan) karena
selain pemborosan juga dikhawatirkan terjadinya efek samping.
Untuk mengurangi nyeri diberikan asam mefenamat sesuai dosis anjuran
yakni 500 mg, 3 kali sehari. Obat diberikan setelah makan dan bila masih nyeri.
F. Kesimpulan
Peresepan yang diberikan tidak rasional karena terdapat peresepan yang
tidak mencantumkan berapa banyak tetes yang digunakan dan seharusnya tidak
diberikan pada mata yang sehat. Selain itu umur dan alamat pasien tidak
disertakan, bentuk sediaan (asam mefenamat) tidak dituliskan, pada resep tidak
ada waktu pemberian obat, serta tidak digunakan bahasa latin dalam penulisan
bentuk sediaan obat.
12
Usulan Resep
13
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”BANJARMASIN
Nama Dokter : dr. Nor Hasanah Tanda Tangan Dokter
UPF/Bagian : Mata ……………………..
Banjarmasin, 25 Maret 2004
R/ Cendoxitrol gtt opthalmic 0,1% No. I
4 d.d. gtt. IV OS (0.6.h)
R/ Asam mefenamat kaplet 500 mg No. X
p.r.n. t.d.d kaplet I p.c (nyeri)
Pro : Ny. Nor hamsah
Umur : 39 tahun
Alamat : Jl. Kelayan A Rt.X no.32 Banjarmasin
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001
2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi – Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995.
3. Sujudi, Achmad dkk. Informatika Obat Nasional Indonesia. Jakarta : CV. Agung Seto, 2000
4. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.
5. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika, 2000
6. Aminoe et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. FK Unair : Surabaya, 1994
7. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991.
14
Analisa Resep
KONJUNCTIVITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh Nor Hasanah
I1A099041
PembimbingDra. Sulistianingtyas, Apt
Bagian/Laboratorium Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
April 2005
15