makalah abnor(kecemasan)
Post on 27-Jun-2015
1.167 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GANGGUAN KECEMASAN
1. Definisi Kecemasan
Anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan
perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang tidak menyenangkan (Davisin, Neale, &
Kring,2004).
Kecemasan merupakan respons normal yang seringkali muncul pada situasi yang
tidak dikenal, tidak menentu, atau dianggap berbahaya (Barraclough, 1999).
Kecemasan dapat didefinisikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan
meningkatnya aktivitas secara otonom, secara khusus aktivasi pada sistem syaraf
sympathetic (seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah, pernafasan, dan
tegangan otot), perasaan subyektif terhadap tekanan, dan kognisi yang meliputi
ketakutan dan kekhawatiran (Kowalski, 2000).
Menurut Barraclouh (1999), kecemasan seringkali diikuti oleh gejala mental
(psikologis) dan gejala fisik (somatis). Pada umumnya, gejala mental mudah dikenali,
seperti khawatir, mudah merasa terganggu (irritability), gelisah (restlessness),
insomnia, ataumimpi buruk. Sedangkan, gejala fisik tampak pada pernafasan menjadi
lebih cepat, aktivitas berlebih pada sistem syaraf otonom, atau tegangan otot, jantung
berdebar-debar, berkeringat, sakit kepala, terdapat gumpalan pada tenggorokan yang
menyebabkan kesulitan dalam menelan, pusing, sakit perut, dan diare.
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena
dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar
tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah,
ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang
tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
1
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf
otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan
sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997)
.
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui,
internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Kecemasan adalah keadaan yang beroeriantasi pada masa yang akan datang, yang ditandai
dengan efak negative, dimana seseorang memfokuskan diri pada kemungkinan datangnya
bahauya atau kemalangan yang tidak dikontrol. Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat
adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan
kecemasan ini perlu dimiliki oleh manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah
menjadi abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau
melebihi dari kapasitas umumnya.
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan
kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan
menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam
kehidupan dari diri individu tersebut. salah satunya terganggunya fungsi sosial dalam diri
individu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk
menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya.
Teori- toeri Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat
didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan
cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress
dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap
kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah
sebagai berikut :
2
a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang
tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan
cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi.
Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi.
Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku
ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan
timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat
itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap
kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul
apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat
restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin
pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut
ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu,
sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui
tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress
psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus
(fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang
penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu
kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu,
sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik
dalam keluarga.
e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis
(Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak
oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart &
sundeens, 1998).
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
3
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).
a) Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan,
iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b) Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada
tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan
persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
c) Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan
kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,
serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul
pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar
secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan
kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d) Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah
bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi
dan delusi.
2. Tipe-tipe Gangguan Kecemasan
4
Gangguan kecemasan, bersama-sama dengan gangguan disosiatif dan gangguan
somatoform, diklasifikasikan sebagai neurosis hampir di sepanjang abad ke-19. Neurosis
dilihat sebagai suatu penyakit pada sistem syaraf. Pada awal abad ke-20, asumsi Cullen
yang bersifat organik digantikan oleh pandangan psikodinamika dari Sigmund Freud.
Freud mengatakan bahwa tingkah laku neurotik terjadi karena adanya ancaman bahwa
ide-ide pembangkit kecemasan yang tidak dapat diterima kan muncul ke dalam alam
sadar. Konsep Freud sangat luas diterima awal tahun 1990-an sehingga menjadi dasar
untuk sistem pengklasifikasian yang ditentukan dalam dua edisi pertama dari Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM).
Versi DSM yang sekarang, DSM IV, mengakui spesifik dari gangguan-gangguan
kecemasan sebagai berikut : gangguan panik; gangguan fobia, seperti fobia spesifik, fobia
sosial, agorafobia; gangguan kecemasan menyeluruh; gangguan obsesif-kompulsif; serta
gangguan stres akut dan gangguan stres pasca trauma.
a. Gangguan panik
Gangguan pamik mencakup munculnya serangan panik yang berulang dan tidak
terduga. Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai
dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat, nafas tersengal,
atau kesulitan bernafas; berkeringat banyak; dan rasa lemas serta pusing tujuh keliling
(Glass,2000).
Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam 10
sampai 15 menit (USDHHS, 1999a). Serangan biasanya berlangsung selama beberapa
menit, tetapi dapat berlanjut sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan
yang kuat untuk melarikan diri dari situasi dimana serangan itu terjadi.
Suatu diagnosis gangguan panik didasarkan pada kriteria :
Mengalamai serangan panik secara berulang dan tak terduga (sedikitnya dua kali)
Sedikitnya satu dari serangan tersebut diikuti oleh paling tidak satu bulan rasa takut
yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa cemas akan implikasi
atau konsekuensi dari serangan (misalnya, takut kehingan akal atau “menjadi
gila”atau menderita serangan jantung), atau perubahan tingkah laku yang signifikan
(misalnya menolak meninggalkan rumah atau keluar ke masyarakat karena takut
mendapat serangan lagi).
5
b. Gangguan Kecemasan menyeluruh
Gangguan kecemasan menyeluruh (Generalized anxiety disorder/GAD), ditandai
oleh perasaan cemas yang persisten yang tidak dipicu oleh suatu objek, situasi, atau
aktivitas yang spesifik, tetapi lebih merupakan apa yang disebut oleh Sigmund Freud
sebagai “mengambang aktivitas”. Ciri utama dari GAD adala rasa cemas (Ruscio,
Berkovec, & Ruscio, 2001). Orang dengan GAD adalah pencemas yang kronis. Mungkin
mereka mencemaskan secara berlebihan keadaan hidup mereka, seperti keuangan,
kesejahteraan anak-anak, dan hubungan sosial mereka. Ciri lain yang terkait adalah :
merasa tegang, waswas, atau khawatir; mudah lelah; mengalami kesulitan berkonsentrasi
atau menemukan bahwa pikirannya menjadi kosong; iritabilitas, ketegangan otot; dan
adanya gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, untuk terus tidur, atau tudur yang gelisah
dan tidak memuaskan (APA,2000). GAD cenderung merupakan suatu gangguan yang
stabil, muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur 20-an dan kemudian
berlangsung sepanjang hidup (Rapee, 1991).
c. Gangguan Fobia
Kata fobia berasal dari kata Yunani phobos, berarti “takut.” Konsep takut dan cemas
bertautan erat.Takut adalah perasaan cemas dari agitasi sebagai respons terhadap suatu
ancaman. Gangguan fobia adalah rasa takut yang persisten terhadap objek atau situasi
dan rasa takut ini tidak sebanding dengan ancamannya. Hal yang aneh tentang fobia
adalah biasanya melibatkan ketakutan terhadap peristiwa yang bias dalam hidup, bukan
yang luar biasa. Tipe fobia yang berbeda biasanya muncul pada usia yang berbeda-beda
pula. Usia kemunculannya seperti merefleksikan tahap perkembangan kognitif dan
pengalaman hidup.
Ada tiga tipe fobia yang diklasifikasikan dalam sistem DSM : fobia spesifik, fobia
sosial, dan agorafobia.
6
Fobia pesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau
situasi spesifik, seperti ketakutan terhadap ketinggian (acrophobia), takut terhadap
tempat tertutup (claustrophobia), atau ketakutan terhadap binatang-binatang kecil. Orang
mengalami tingkat ketakutan dan reaksi fisiologis yang meninggi bila bertemu dengan
objek fobia, yang menimbulkan dorongan kuat untuk menghindar atau melarikan diri
dari situasi atau menghindari stimulus yang ditakutkan.
Untuk sampai pada taraf gangguan psikologis, fobia tersebut harus secara signifikan
mempengaruhi gaya hidup atau berfungsinya seseorang, atau menyebabkan distres yang
signifikan.
Fobia Sosial
Orang-orang dengan fobia sosial mempunyai ketakutan yang intens terhadap situasi
sosial sehinggamereka mungkinsama sekali menghindarinya, atau menghadapinya tetapi
dengan distres yang sangat besar. Fobia sosial yang mendasar adalah ketakutan
berlebihan terhadap evaluasi negatis dari orang lain. Orang-orang dengan fobia sosial
takut untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang memalukan yang akan membuat
dirinya merasa hina. Mungkin mereka merasa seakan-akan seribua pasang mata sedang
memeriksa dengan teliti setiap gerak yang mereka lakukan.
Demam panggung dan kecemasan berbicara adalah tipe fobia sosial yang umum.
Fobia sosial dapat mempunyai pengruh besar pada fungsi sehari-hari dan kualitas hidup
seseorang (Leibowitz dkk., 2000; Olsfon dkk., 2000; Stein & Kean, 2000). Fobia sosial
tipikal bermula pada masa kanak-kanak atau remaja seringkali diasosiasikan dengan
riwayat rasa malu (USDHHS, 1999a). Orang-orang dengan fobia sosial umumnya
melaporkan bahwa mereka pemalu semasa kanak-kanak (Stemberger dkk., 1995).
Agorafobia
Kata agorafobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “takut kepada pasar,” yang
sugestif untuk ketakutan berada ditempat-tempat terbuka dan ramai. Orang –orang
dengan agorafobia takut untuk pergi berbelanja di toko-toko yang penuh sesak; berjalan
di jalan yang ramai; menyeberangi jembatan; naik bus, kereta api, atau mobil; makan di
rumah makan; atau keluar dari rumah. Mereka mengatur hidupnya sedemikian rupa
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari pemaparan terhadap situasi-situasi yang
menakutkan dan pada beberapa kasus menjadi terikat dirumah selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun, sampai-sampai tidak mampu keluar untuk mengeposkan surat.
Orang-orang dengan agorafobia yang tidak mempunya riwayat gangguan panik dapat
7
mengalami sedikit simtom panik, seperti pusing yang menghalangi mereka untuk
melangkah keluar dari tempat-tempat dimana mereka merasa aman dan tidak terancam.
d. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Suatu obsesi adalah pikiran, ide, atau dorongan yang intrusif dan berulang dan
sepertinya berada di luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat
menjadi sangat kuat dan persisten sehingga menganggu kehidupan sehari-hari dan
menimbulkan distres serta kecemasan yang signifikan.
Suatu kompulsi adalah tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci tangan atau
memeriksa kunci pintu atau gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti berdoa,
mengulang kata-kata tertentu, atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai
suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA,2000). Kompulsi seringkali
terjadi sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul dengan cukup sering serta
kuat sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distres yang
signifikan. Kebanyakan kompulsi jatuh kedalam dua kategori; ritual pengecekan
(checking), dan ritual bersih-bersih (cleaning). Ritual bisa menjadi titik pusat kehidupan.
Kompulsi sering menyertai obsesi dan sepertinya memberi sedikit kelegaan untuk
kecemasan yang ditimbulkan oleh pikiran-pikiran obsesif.
Batas antara obsesi dengan keyakinan yang amat salah tetapi dipegang teguh dan
biasanya diberi label delusi, dan ditemukan pada skizofrenia, kadang-kadang tidaklah
jelas. Obsesi, misalnya keyakinan bahwa dia mengontaminasi orang lain, seperti halnya
delusi, dapat sangat tidak tergoyahkan. Meskipun orang dengan gangguan obsesif-
kompulsif mempunyai keyakina tak tergoyahkan, pada suatu saat ada pula perasaan
ketidakpastian mengenai obsesi atau kompulsinya itu (Foa & Kozak, 1995), dan mereka
akhirnya akan mengakui bahwa keprihatinan mereka itu tidak punya dasar atau
berlebihan. Delusi yang benar-benar delusi tidak mungkin bisa tergoyahkan. Anak-anak
dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin tidak mengenali bahwa keprihatinan
mereka itu tak punya dasar.
e. Gangguan Stres Akut dan Gangguan Stres Pascatrauma
Gangguan stres akut (Acute stress disorder/ASD) adalah suatu reaksi maladaptif
yang terjadi pada bulan pertama sesudah pengalaman traumatis. Gangguan stres
8
pascatrauma (Posttraumatic stress disorder/PTSD) adalah reaksi maladaptif yang
berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. ASD adalah faktor risiko mayor
untuk PTSD, karena banyak orang dengan ASD yang kemudian mengembangkan PTSD
(Harvey & Bryant, 1999), 2000; Sharp & Harvey, 2001). Berlawanan dengan ASD,
PTSD kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau sampai beberapa
dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya
pemaparan terhadap peristiwa traumatis (Zlotnick dkk., 2001).
Kedua tipe gangguan stres ini terdapat pada tentara-tentara di meddan perang,
korban perkosaan, korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan lainnya, dan
orang-orang yang telah menjadi saksi dari hancurnya rumah-rumah dan lingkungan
hidup mereka oleh bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tornado, atau bencana
teknologis seperti tabrakan kereta api atau kecelakaan pesawat terbang.
Ciri-ciri Reaksi stres traumatis
ASD dan PTSD mempunyai banyak ciri dan simtom yang sama (Bryant, 2001).
Beberapa ciri yang sama adalah mengalami kembali peristiwa traumatis; menghindari
petunjuk atau stimuli yang diasosiasikan dengan peristiwa tersebut; mati rasa dalam
responsivitas secara umum atau dalam segi emosional; mudah sekali terangsang;
gangguan fungsi atau distres emosional yang penting. Perbedaan utama antara gangguan
tersebut adalah pada ASD penekanannya ada pada disosiasiperasaan asing terhadap diri
sendiri atau terhadap lingkungannya (Bryant, 2001; USDHHS, 1999a).
Faktor-faktor biologis dalam gangguan kecemasan
1. Faktor-faktor genetis
Faktor-faktor genetis mempunyai peran penting dalam perkembangan gangguan-
gangguan kecemasan termasuk gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh,
gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan-gangguan fobia (APA, 2000 :
Gorman,dkk, 2000, Hettema, Neale & Kendler, 2001). Peneliti juga mengaitkan suatu
gen dengan neurotisisme, suatu trait kepribadian. Trait neurotisisme mempunyai ciri
kecemasan suatu perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dan kecenderungan
untuk menghindari stimulus.
2. Neurotransmiter
9
Sejumlah neurotransmiter berpengaruh pada reaksi kecemasan termasuk
gammaaminobutryic acid (GABA). GABA adalah neurotransmiter yang inhibitori
yang berarti meredakan aktivitas berlebih dari sistem syaraf dan membantu untuk
meredam respon stres. Aksi GABA yang kurang adekuat dapat meningkatkan
keadaan kecemasan. Dalam penelitian menunjukkan orang dengan gangguan panik
memiliki taraf GABA yang lebih rendah di beberapa bagian otak (Godda rd,dkk,
2001).
3. Aspek-aspek biokimia pada gangguan panik
Komponen fisik yang kuat pada gangguan panik telah membawa beberapa teoritikus
untuk berspekulasi bahwa serangan-serangan panik mempunya dasar biologis,
kemungkinan melibatkan sistem alarm yang disfungsional di otak (Glas, 2000).
Psikiater Donald Klen (1994) mempunyai pendapat bahwa kerusakan dalam sistem
alarm respiratori otak menyebabkan individu yang mudah panik cenderung
menunjukkan reaksi tubuh yang berlebihan terhadap sinyal-sinyal kekurangan udara
yang mungkin terjadi karena ada sedikit perubahan pada taraf CO2 dalam darah.
4. Aspek-aspek biologis dari gangguan obsesif-kompulsif.
Model biologi lain yang akhir-akhir ini mendapatkan perhatian mengatakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif dapat melibatkan keterangsangan yang meningggi dari
apa yang disebut sebagai sirkuit cemas, suatu jaringan neural di otak yang ikut serta
dalam memberi sinyal bahaya. Sirkuit cemas ini menginkorporasi bagian-bagian dari
sistem limbik suatu set dari struktur yang terletak di bawah korteks cerebral yang
memegang peranan kunci dalam formasi memori dan pemrosesan respon emosional.
Aspek kompulsif dari OCD kemungkinan melibatkan gangguan pada sirkuit otak
yang biasanya menekan tingkah laku repetitif seperti mereka terpaku pada suatu
keadaan (Leucani, dkk, 2001).
Lobus frontal mengatur pusat-pusat otak di otak bagian bawah yang mengendalikan
gerakan tubuh. Suatu studi FMRI baru-bari ini menunjukkan pola aktivitas abnormal
pada bagian-bagian tertentu dari lobus frontal pada pasien-pasien OCD, mungkin
disrupsi pada jalan neuron ini yang menjelaskan kegagalan orang dengan tingkah laku
kompulsif untuk menghambat tingkah lakunya.
PENANGANAN GANGGUAN KECEMASAN
Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan
penanganan kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama
10
mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan
mereka. Dalam menangani gangguan kecemasan dapat melalui beberapa pendekatan:
1. Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan
kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi.
Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari
konflik dalam diri mereka. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari
menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi
perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga
dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan yang
berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka
mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.
2. Pendekatan-Pendekatan Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi sosial diri
kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorang
yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-
terapis humanistik bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-
bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi
bebas untuk menemukan dan menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak bereaksi
dengan kecemasan bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-
kebutuhan mereka mulai muncul ke permukaan.
3. Pendekatan-Pendekatan Biologis
Pendekatan ini biasanya menggunkan variasi obat- obatan untuk mengobati gangguan
kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, valium dan Xanax. Meskipun
benzodiazepine mempunyai efek menenangkan tatapi mengakibatkan depansi fisik adiksi
(USDHHSS,1999a) . orang- orang yang tergantung kedapanya dapat mengalami serangkaian
sintom putus zat bila mereka berhenti menggunakannya dengan tiba- tiba. Obat antidepresi
mempunyai efek antikecemasan dan anti panik selain jiga mempunyai efek anti depresi
4. Pendekatan-Pendekatan Belajar
11
Efektifitas penanganan kecemasan dengan pendekatan belajar telah banyak
dibenarkan oleh beberapa riset. Inti dari pendekatan belajar adalah usaha untuk membantu
individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi penyebab munculnya
kecemasan tersebut. Ada beberapa macam model terapi dalam pendekatan belajar,
diantaranya:
a. Pemaparan Gradual
Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui pendekatan
setapak demi setapak atau (stepwise) dari pemaparan aktual terhadap stimulus fobik.
Efektifitas terapi pemaparan ( exposure therapy) sudah sangat terbukti, membuat terapi ini
sebagai terapi pilihan untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak
dipakai pada penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu yang
agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya adalah
kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan tahap terberat
tanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk menghindar. Keuntungan
dari pemaparan gradual adalah hasilnya yang dapat bertahan lama. Cara Menanggulangi
ataupun cara membantu memperkecil kecemasan:
b. Rekonstruksi Pikiran
Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya.
biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita fobia.
c. Flooding
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut
dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk
menghadapinya sendiri.
d. Terapi Kognitif
Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif,
terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-
kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkan
12
kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Kunci terapeutik adalah menghilangkan
kebutuhan berlebih dalam penerimaan sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi
keyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang dengan fobia sosial mungkin
berpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam suatu pesta yang ingin bercakap-cakap
dengannya dan bahwa mereka akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup
mereka. Terapi kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiran
mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara rasional. Salah satu contoh
tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses dimana terapis membantu klien
mencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar
menghadapi situasi pembangkit kecemasan.
e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik
kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapat
dikaji dengan penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma,
gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.
Pada fobia sosial, terapis membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparan
dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu menghadapi sendiri
situasi tersebut.
13
top related