air, makananminuman
TRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AIR
Disusun Oleh:
CHOLIFAH CHOLIL
P27834113011
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2013/2014
-
LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : KIMIA AIR
Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes
2. Ayu Puspitasari,ST,M.si
3. Ratno Tri Utomo,SST
Tingkat / Semester : 2 / III
Kelompok : A
Hari, tanggal : Kamis, 18 September 2014
Materi Praktikum : I. Penentuan Aciditas
II. Penentuan Akalinitas
III. Penetapan Kadar Klorida
I. PENETAPAN ACIDITAS
Tujuan : 1. Mampu melakukan standarisasi alkalimetri.
2. Mampu melakukan pemeriksaan Asiditas
Tinjauan Pustaka :
Aciditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga
menstabilkan PH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH- untuk
mencapai PH 8,3 dari PH asal yangrendah. Semua air yang memiliki PH
-
untuk menetralkan basa sampai pada PH tertentu yang dikenal dengan base-neutralizing
capacity (BNC) sedangkan Tebbut (1992) Effendi (2003) menyatakan bahwa PH hanya
menggambarkan konsentrasi ion hydrogen.
Pada kebanyakan air alami, air buangan domestic, dan air industry bersifat buffer
Karena system karbondioksida-bikarbonat. Pada titrasi beberapa asam lemah, bahwa
diketahui pada titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak dapat dicapai sampai PH
8,5. Oleh karean itu dapat disimpilkan bahwa semua air yang memiliki PH 3,7 atau disebabkan oleh asam mineral yang kuat meruapakan agen efektif dalam air
dengan PH
-
9) Blup
10) Gelas Arloji
Prosedur :
A. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4 0,1 N
1. Menyiapkan alat yang digunakan.
2. Menghitung massa H2C2O4 yang akan ditimbang
m = N x V x BE
=0,1 N x 0,25 L x
=1,5759 gram
3. Menimbang serbuk H2C2O4 menggunakan neraca analitik sesuaidengan
perhitungan dan didapatkan hasil penimbangan seberat 1,5869 gram
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan
dalam penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang
dibutuhkan harus kuantitaif
=
= 0,1007 N
5. Melarutkan dengan secukupnya aquades hingga homogen
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga
tanda tera, tutup dengan kertas parafilm lalu homogenkan jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus
8. Bilas buret 50 ml dengan larutan NaOH, pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan NaOH dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan NaOH
11. Bilas pipet volume 10 ml dengan larutan H2C2O4 0,1 N
12. Pipet 10 ml larutan H2C2O4 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer
13. Tambahkan Indikator PP 1% sebanyak 1-2 tetes
14. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari jernih menjadi
warna merah muda
15. Catat volume larutan NaOH
-
B. Penetapan Kadar
1. Persiapkan sampel yang akan digunakan
2. Tuang sampel ke beaker glass
3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus
4. Bilas buret 50 ml dengan larutan NaOH, pastikan tidak bocor
5. Tuang larutan NaOH dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml
6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan NaOH
7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel
8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer
9. Tambahkan Indikator PP 1% sebanyak 1-2 tetes
10. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari jernih menjadi
warna merah muda
11. Catat volume larutan NaOH
12. Aciditas dihitung sebagai CO2
Hasil Praktikum :
A. Standarisasi
Volume Asam Oksalat
(mL)
Normalitas Asam Oksalat
(N)
Volume NaOH
(mL)
10,00 mL 0,1007 N V1 = 10,62 mL
10,00 mL 0,1007 N V2= 10,19 mL
Rata-rata = 10,00 mL N Rata-rata = 0,1007 N V rata-rata = 10,405 mL
B. Penetapan Kadar
Volume Sampel
(mL)
N NaOH (hasil standarisasi) Volume NaOH (mL)
50,00 mL 0,0988 N V1 = 0,20 mL
50,00 mL 0,0948 N V2 = 0,20 mL
Rata-rata = 50,00 mL N Rata-rata = 0,0968 N V Rata-rata = 0,20 mL
-
Perhitungan :
a. Titrasi Standarisasi
b. Penetapan Kadar
Didapat volume larutanbakusekunder (NaOH) percobaanpertamadankeduasebanyak
0,20 mL
= 17,0192 ppm
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi NaOH
dengan H2C2O4 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume NaOH sebanyak 10,62
mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume NaOH sebanyak 10,19 mL , sehingga
pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya NaOH terstandarisasi setelah
dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0967 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Aciditas (CO2) pada sampel diperoleh
data sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume NaOH sebanyak 0,20
mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume NaOH sebanyak 0,20 mL sehingga pada
saat dilakukan perhitungan kadar Aciditas (CO2) diperoleh kadar rata-rata CO2 didalam
sampel air sumur sebanyak 17,0192 ppm.
Kesimpulan :
-
Dapat disimpulkan bahwa kadar CO2 yang terkandung dalam sampel air sumur adalah
sebanyak 17,0192mg/L atau 17,0192 ppm.
II. PENETAPAN ALKALINITAS
Tujuan : Untuk menghitung kadar CaCO3
Tinjauan Pustaka :
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
menurunkan pH larutan. Alkalinitas terdiri dari ion-ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-)
dan hidroksida (OH-) yang merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Alkalinitas
diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan
sumber CO2 untuk proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika
aktifitas fotosintesis naik, sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis
tidak memadai. Sumber alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi CO2 di udara ke
dalam air, proses dekomposisi atau perombakan bahan organik oleh bakteri yang
menghasilkan CO2, juga secara kimiawi dapat dilakukan dengan pengapuran secara
merata di seluruh dasar tambak atau permukaan air .Jenis kapur yang biasa digunakan
adalah CaCO3 (kalsium karbonat), CaMg(CO3)2 (dolomit), CaO (kalsium oksida), atau
Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas dinyatakan dalam mg CaCO3/liter air (ppm)
(Efendi, 2007)
Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung
pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan (Hidayat, 2009):
a. Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas;
b. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur
sebagai factor kesuburan air.
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut
sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan
sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di
dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan
menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium
karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut
sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai
-
lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi
kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Dewi, 2007).
Alkalinitas diukur dengan cara titrasi dengan asam yang distandarisasi sampai
titik akhir methyl orange (MO) pada sekitar pH 4.3 dan dicerminkan sebagai mg/L
sebagai CaCO3. Sebagian besar air beralkalinitas tinggi juga mempunyai pH alkalin (pH
>7) dan konsentrasi TDS yang tinggi (Jatilaksono, 2009)
Prinsip :
Suatu sampel air ditentukan pHnya dengan indikator kertas lakmus, indikator
universal dan pH meter. Selanjutnya sampel tersebut dititrasi dengan larutan standar HCl
dengan indikator MO (Methyl Orange) (Reaksi Penetralan Asam Basa).
Reaksi :
Na2B4O7 + 2 HCl H2B4O7 + 2 NaCl
H2B4O7 + 5 H2O 4 H2BO3
Reagen :
a. Laruran Standar HCl 0,1 N
b. Larutan standar Na2B4O7 0,1 N
c. Indikator MO 0,2%
Alat :
1) Gelas arloji
2) Pengaduk
3) Corong
4) Botol semprot
5) Labu ukur
6) Erlenmeyer 250 mL
7) Beaker glass
8) Buret 50 mL
9) Statif
10) Bulb
11) Pipet volume 10 mL, 100 mL
12) Pipet tetes
13) Kertas Parafilm
-
Prosedur :
A. Standarisasi HCl dengan Na2B4O7 0,1 N
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa Na2B4O7 yang
dibutuhkan
m = N x V x BE
= 0,1 N x 0,25 L x
= 4,7671 gram
3. Menimbang serbuk Na2B4O7 menggunakan neraca analitik sesuai dengan
perhitungan dan didapat hasil penimbangan seberat 4,7665 gram
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam
penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang
dibutuhkan harus kuantitaif
=
= 0,1000 N
5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen.
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda
tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan
jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 mL dan statif.
8. Bilas buret 50 mL dengan larutan HCl, pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan HCl dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan HCl
11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan Na2B4O7 0,1 N
12. Pipet 10 mL larutan Na2B4O7 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer
13. Tambahkan 5 tetes Indikator MO 0,2%
14. Titrasi dengan larutan standar HCl hingga terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi warna merah orange
15. Catat volume larutan HCl
B. Penetapan Kadar
-
1. Persiapkan sampel yang akan digunakan
2. Memipet 50.0 mL sampel kedalam Erlenmeyer
3. Menambahkan indikator MO 0,2 % sebanyak 5 tetes
4. Mengisi buret dengan HCl terstandarisasi
5. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah
orange.
6. Catat volume larutan HCl
7. Alkalinitas dihitung sebagai CaCO3
Hasil Praktikum :
A. Standarisasi
Volume Na2B4O7 (mL) Normalitas Na2B4O7 (N) Volume HCl (mL)
10,00 mL 0,1000 N V1 =13,70 mL
10,00 mL 0,1000 N V2= 13,21 mL
V Rata-rata = 10,00 mL N Rata-rata = 0,1000 N V rata-rata = 13,455 mL
B. Penetapan Kadar
Volume Sampel
(mL)
N HCl (hasil standarisasi) Volume HCl
(mL)
50,00 mL 0,0729 N V1 = 2,90 mL
50,00 mL 0,0757 N V2 = 1,45 mL
Rata-rata = 50,00 mL N Rata-rata = 0,0743 N V Rata-rata = 2,175 mL
Perhitungan :
a. Titrasi Standarisasi
b. Titrasi Penetapan Kadar
-
Percobaan I dengan volume 2,90 ml
= 431,32 mg/l
Percobaan II dengan volume 1,45 ml
= 215,66 mg/l
Rata-rata =
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi HCl dengan
Na2B4O7 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume HCl sebanyak 13,70 mL dan
pada percobaan kedua diperoleh volume HCl sebanyak 13,21 mL , sehingga pada saat
dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya HCl terstandarisasi setelah dirata-rata
didapatkan hasil sebanyak 0,0743 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Alkalinitas (CaCO3) pada sampel
diperoleh data sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume HCl sebanyak
2,90 mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume HCl sebanyak 1,45 mL sehingga
pada saat dilakukan perhitungan kadar Alkalinitas (CaCO3) diperoleh kadar rata-rata
sebanyak 323,49 ppm.
Kesimpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar CaCO3 yang
terkandung dalam sampel adalah sebanyak 323,49 mg/L atau 323,49 ppm.
-
III. PENETAPAN KADAR KLORIDA
Tujuan : Untuk menghitung kadar klorida dalam air.
Tinjauan Pustaka :
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk
membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl)
mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida
dengan rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl.
Klorida dalam senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam
molekul. Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh
paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan
contoh sederhana senyawa organik (suatu atau organoklorida) adalah klorometana
(CH3Cl), sering disebut metil klorid (Panjaitan, 2009).
Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air,
penjangkitan dan dalam pelunturan. Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang
sering digunakan dalam pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan
sebagai desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting
yang mempengaruhi proses desinfektan adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat
desinfektan. Ozon boleh juga digunakan untuk membunuh bakteria, dan ozon tidak
membentuk organoklin dan tidak tertinggal dalam air setelah perawatan (Jatilaksono,
2009).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun
sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III)
klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas).
Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai
koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan
sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat
dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis
dalam sintesis organik (Putranto, 2009).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di
kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis
natrium klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini
menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida. Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl,
Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang
wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan
-
pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu,
penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia (Alaerts dan Ir. S. Sumetri, 1998).
Dalam jumlah kecil, mereka tidak berpengaruh. Dalam konsentrasi tinggi, mereka
menyebabkan masalah. Biasanya konsentrasi klorida rendah. Sulfat dapat lebih
bermasalah karena sulfat ada dalam konsentrasi yang lebih besar. Kadar rendah atau
menengah dari kedua senyawa ion tersebut menambah rasa segar ada air. Pada
kenyataannya, mereka dibutuhkan karena alasan ini. Jumlah konsentrasi yang berlebihan
dari keduanya tentu akan membuat air jadi tidak enak diminum (Anonim1, 2008).
Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah,
sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi
klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai.
Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi. Untuk menentukan
atau mengukur jumlah (kadar) klorida dalam air, dapat digunakan metode berikut ini.
a. Mercurie Nitrate Method (metode HgNO3)
Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida dengan perbandingan Mohr method
(metode Mohr). Pada metode ini, indikator digunakan untuk menunjukkan adanya
kelebihan ion Hg2+.
Hg2+ + 2Cl- -15)
b. Mohr Method (Argentometric)
Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil yang lebih memuaskan
dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini menggunakan AgNO3 sebagai zat
pentitrasi dan menganjurkan menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion
klorida akan terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak.
Ag+ + Cl- -10.
Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+ adalah potassium
chromate. Indikator ini akan mengubah warna putih perak menjadi endapan merah bata.
2Ag+ + CrO42- -) (Hanief, 2009).
Klorida dan sulfat dapat dihilangkan dari air dengan Reverse Osmosis. Deionisasi
(demineralisasi) atau destilasi juga akan menghilangkan klorida dan sulfat dari dalam air,
tetapi metode ini tidak cocok untuk perumahan dibanding reverse osmosis (Anonim2,
2008).
-
Prinsip :
Menggunakan metode titrasi Argentometri. Dalam larutan netral atau sedikit alkali,
kalium kromat dapat menunjukkan titik akhir titrasi klorida dengan perak nitrat. Perak
klorida yang terbentuk diendapkan sebelum warna merah perak kromat terbentuk.
Reaksi :
AgNO3 + NaCl AgCl putih + NaNO3
2AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 merah coklat + 2KNO3
Reagen :
a. AgNO3 0,01 N
b. NaCl 0,01 N
c. K2CrO45%
d. Serbuk MgO
Alat :
1) Gelas arloji
2) Pengaduk
3) Corong
4) Botol semprot
5) Labu ukur
6) Erlenmeyer 250 mL
7) Beaker glass
8) Buret 50 mL
9) Statif
10) Bulb
11) Pipet volume 10 mL dan 50 mL
12) Pipet tetes
13) Kertas Parafilm
Prosedur :
A. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,01 N
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa NaCl yang
dibutuhkan
m = N x V x BE
= 0,01 N x 0,25 L x
-
= 0,14625 gram
3. Menimbang serbuk NaCl menggunakan neraca analitik sesuai dengan perhitungan
dan didapat hasil penimbangan seberat 0,1545 gram
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam
penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang
dibutuhkan harus kuantitatif.
=
= 0,0106 N
5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda
tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan
jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 mL dan statif
8. Bilas buret 50 mL dengan larutan AgNO3, pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan AgNO3 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan AgNO3
11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan NaCl 0,01 N
12. Pipet 10 mL larutan NaCl 0,01 N, masukkan kedalam erlenmeyer
13. Tambahkan indikator K2CrO4 5% sebanyak 2-3tetes
14. Titrasi dengan larutan AgNO3 hingga terbentuk endapan merah bata yang muda
15. Catat volume larutan AgNO3
B. Penentuan Kadar
1. Persiapkan sampel yang akan digunakan
2. Bilas pipet volume 50 mL dengan larutan sampel
3. Pipet 50,0 mL larutan sampel kedalam erlenmeyer
4. Tambahkan bubuk MgO 5% sampai suasananya netral atau sedikit basa (jika
sampel bersifat asam)
5. Tambahkan indikator K2CrO4 5% 2-3 tetes
6. Titrasi dengan larutan AgNO3 hingga terbentuk endapan merah bata yang muda
7. Catat volume larutan AgNO3
8. Dilakukan pula blanko dengan menggunakan aquades, perlakuan blanko sama
seperti sampel
-
Hasil Praktikum :
A. Standarisasi
Volume NaCl NormalitasNaCl
Volume AgNO3 (mL)
10,00 mL 0,0106 N V1 = 9,75 mL
10,00 mL 0,0106 N V2 = 9,86 mL
V rata-rata = 10,0 mL V rata-rata = 0,0106 N V rata-rata=9,805mL
B. Penetapan Kadar
Volume sampel (mL) N AgNO3 (HasilStd)
Volume AgNO3(mL)
50,00 mL 0,0108 N V1=8,59 mL
50,00 mL 0,0107 N V2 = 9.00 mL
V rata-rata = 50,00 ml V rata-rata = 0,0107 N V rata-rata = 8,795mL
C. Blanko
Volume Blanko (mL) N AgNO3 (HasilStd) Volume AgNO3(mL)
50,00 mL 0,0108N V1= 0,81mL
50,00 mL 0,0108N V2 = 1,40 mL
V rata-rata = 50,00 mL V rata-rata =
0,0108 N V rata-rata = 1,105mL
Perhitungan :
a. Standarisasi
-
b. Pnetapan Kadar
Percobaan I dengan volume 8,59 ml
= 57,54 mg/l
Percobaan II dengan volume 9,00 ml
= 60,69 mg/l
Rata-rata =
= 59,115 mg/l
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi AgNO3
dengan NaCl yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,75 mL
dan pada percobaan kedua diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,81 mL , sehingga pada
saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya AgNO3 terstandarisasi setelah dirata-
rata didapatkan hasil sebanyak 0,0108N.
-
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Klorida (Cl) pada sampel diperoleh data
sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume AgNO3 sebanyak 8,59 mL
dan volume blanko sebanyak 0,81 mL sedangkan pada percobaan kedua diperoleh volume
AgNO3 sebanyak 9,00 mL dan volume blanko sebanyak 1,40 mL sehingga pada saat
dilakukan perhitungan kadar Klorida (Cl) diperoleh kadar rata-rata Cl didalam sampel air
sumur sebanyak 59,115 ppm. Hasil tersebut dikatakan baik karena kadar klorida yang
terkandung didalam sampel air sumur kurang dari 200 mg / L.
Kesimpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar Cl yang
terkandung dalam sampel air sumur adalah sebanyak ppm.
-
LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : KIMIA AIR
Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes
2. Ayu Puspitasari,ST,M.si
3. Ratno Tri Utomo,SST
Tingkat / Semester : 2 / III
Kelompok : A
Hari, tanggal : Jumat, 19 September 2014
Materi Praktikum : I. Penentuan Kesadahan
II. Penentuan Oksigen Terlarut (DO)
I. PENENTUAN KESADAHAN
Tujuan : Mengetahui kadar kesadahan total, Ca, dan Mg dalam sampel air
Tinjauan Pustaka :
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral yang terdapat di dalam air umumnya
mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab
kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan
sulfat. Kesadahan air ini dapat dilihat pada air ketika sedang mencuci, karena sebenarnya
air sadah sendiri adalah air biasa yang sering digunakan sehari-hari. Dari air tersebut kita
akan menemukan dua jenis air:
Air Lunak
Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu cukup banyak maka air tersebut termasuk
air lunak. Air lunak adalah air yang mengandung kadar mineral yang rendah. Penentuan air
ini dilihat dari jumlah busa sabun yang dihasilkan.
Air Sadah (hard water.
-
Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu sangat sedikit atau bahkan tidak
menghasilkan sabun sama sekali maka air tersebut merupakan air sadah. Air sadah ini
adalah air yang mengandung kadar mineral yang sangat tinggi. Biasanya secara fisik
terlihat air tampak keruh. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per
volume (w/v) dari CaCO3. Air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan
(scum) yang sukar dihilangkan.
Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation
(Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap.
Air Sadah Sementara, yaitu air yang mengandung garam hidrogen karbonat
(Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2). Senyawa Kalsium Karbonat dan Magnesium Karbonat dari
batu kapur dan dolomite dapat larut menjadi senyawa Bikarbonat karena adanya gas
karbondioksida di udara.
CaCO3(S) + 2 H2O(l) + CO2(g) Ca(HCO3)2
Air Sadah Tetap, yaitu air yang mengandung garam selain garam hidrogen karbonat,
seperti garam sulfat (CaSO4, MgSO4) dan garam klorida (CaCl2, MgCl2). Air sadah tetap
tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan, tetapi harus ditambahkan Natrium Karbonat
(soda)
MgCl2(aq) + Na2CO3(aq) MgCO3(s) + 2NaCl(aq)
Air sadah kurang baik apabila digunakan untuk mencuci dengan menggunakan sabun
(NaC17H35COO). Hal ini disebabkan karena ion Ca2+ atau Mg2+ dalam air sadah dapat
mengendapkan sabun sehingga membentuk endapan berminyak yang terapung
dipermukaan air. Dengan demikian, sabun hanya sedikit membuih dan daya pembersih
sabun berkurang.
2NaC17H35COO(aq) + Ca2+ Ca(C17H35COO)2 (s) + 2Na+(aq)
Walaupun tidak berbahaya, air sadah dapat menimbulkan kerugian, diantaranya :
Kesadahan Air dapat menurunkan efisiensi dari deterjen dan sabun.Kesadahan Air dapat
menyebabkan noda pada bahan pecah belah dan bahan flat.Kesadahan Air dapat
menyebabkan bahan linen berubah pucat.Mineral Kesadahan Air dapat menyumbat
semburan pembilas dan saluran air. Residu Kesadahan Air dapat melapisi elemen
pemanas dan menurunkan efisiensi panas. Kesadahan Air dapat menciptakan biuh logam
pada kamar mandi shower dan bathtubs.
Prinsip :
-
Menggunakan metode titrasi Kompleksometri. Kesadahan total Ca2+ dan Mg2+
ditentukan dengan cara titrasi langsung dengan larutan standart Na2EDTA menggunkan
iindikator EBT pada pH 10.
Reaksi :
Ca2+/Mg2+ - EBT + EDTA Ca2+/Mg2+ - EDTA + EBT
Ca2+ + Murexide Ca2+ - Murexide
Ca2+ - Murexide + EDTA Ca2+ - EDTA + Murexide
Mg2+ - Murexide + EDTA Tidak bereaksi
Reagen :
a. Larutan baku CaCO3
b. Larutan standart Na2EDTA 0,005 N
c. Indikator EBT dan Murexide
d. NaOH 3 N
e. Larutan Buffer pH 10
Cara membuat buffer pH 10 : Dipipet 57 mL NH4OH pekat ditambah dengan 7,0
gram NH4Cl lalu ditambahkan aquades add 100 mL
Alat :
1) Gelas Arloji
2) Pengaduk
3) Corong
4) Botol semprot
5) Labu ukur
6) Erlenmeyer 250 mL
7) Beaker glass
8) Buret 50 mL
9) Statif
10) Bulb
11) Pipet volume 10 mL, 50 mL
12) Pipet ukur/ maat pipet
13) Pipet tetes
14) Kertas pH universal
15) Indikator universal
16) Kertas Parafilm
-
Prosedur :
A. Standarisasi Na2EDTA dengan CaCO3 0,005 N
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menghitung massa CaCO3 yang akan ditimbang
3. Menimbang serbuk CaCO3 menggunakan neraca analitik sesuaidengan
perhitungan
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam
penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang
dibutuhkan harus kuantitaif
5. Melarutkan dengan secukupnya aquades hingga homogeny
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda
tera, tutup dengan kertas parafilm lalu homogenkan jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus
8. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA
11. Bilas pipet volume 10 ml dengan larutan CaCO3
12. Pipet 10 ml larutan CaCO3, masukkan kedalam erlenmeyer
13. Tambahkan 1-2 ml buffer pH 10 ke dalam erlenmeyer tersebut
14. Tambahkan indikator EBT
15. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah
anggur menjadi biru keunguan konstan
16. Catat volume larutan Na2EDTA
B. Penetapan Kesadahan Total
1. Persiapkan sampel yang akan digunakan
2. Tuang sampel ke beaker glass
3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus
4. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor
5. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml
6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA
7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel
8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer
9. Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 1-2 ml
10. Tambahkan indikator EBT
-
11. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari warna merah
violet menjadi warna biru keunguan konstan
12. Catat volume larutan Na2EDTA
C. Penetapan Kesadahan Ca2+
1. Persiapkan Sampel yang akan digunakan
2. Tuang sampel ke beaker glass
3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus
4. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor
5. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml
6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA
7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel
8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer
9. Tambahkan larutan NaOH 3 N sampai pH 12 - 13
10. Tambahkan indikator Murexide
11. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari warna merah
violet menjadi warna biru keunguan konstan
12. Catat volume larutan Na2EDTA
Hasil Praktikum :
A. Factor EDTA
Massa CaCO3 Volume EDTA Faktor EDTA
0,1008 g 7,15 mL 0,5594
0,1008 g 7,82 mL 0,5115
V rata-rata = 0,1008 g V rata-rata = 7,82 mL V rata-rata= 0,13543
B. Penetapan Kadar
Volume sampel (mL)
Faktor EDTA
T1
T2
50,00 mL 0,5594 V1= 1,51 mL V1= 1,11mL
50,00 mL 0,5115 V2 = 1,69 mL V2= 1,10 mL
Rata2 = 50,00 ml Rata-rata =
0,13543 Rata-rata = 1,6
mL Rata-rata = 1,105
mL
-
Perhitungan :
a. Factor EDTA
CaCO3 10 mL ~..mL EDTA
1 mL CaCO3 = 0,4 mg
10 mL CaCO3 = 4 mg
Percobaan I dengan volume 7.15 ml
Faktor EDTA = 1 mL EDTA
= 0,5594
Percobaan II dengan volume 7,82 ml
Faktor EDTA = 1 mL EDTA
= 0,5115
Rata-rata
b. Kesadahan total
Percobaan I dengan volume sampel 50,00ml dan T1 1,51 ml
= 0,90610D
Percobaan II dengan volume sampel 50,00ml dan T1 1,69 ml
= 1,01410D
Rata-rata = (0,90610D +1,01410D)/ 2=0.9601 0 D
c. Kesadahan Ca2+
Percobaan I dengan volume T2 1,11 ml
-
mg/l
Percobaan II dengan volume T2 1,10 ml
mg/l
Rata-rata= = 4.7385 mg/l
d. Kesadahan Mg2+
Percobaan I dengan volume T1 1,51 ml dan T2 1,11 ml
= 1,0404 mg/l
Percobaan II dengan volume T1 1,69 ml dan T2 1,10 ml
= 1,5346 mg/l
Rata-rata =
Pembahasan :
Kadar maksimum kesadahan Ca adalah 200 mg /L dan kesadahan Mg adalah 150 mg
/L. Dari hasil praktikum tersebut dapat dikatakan bahwa kesadahan sampel air tersebut
cukup tinggi. Dengan kadar kesadahan yang melampaui ambang batas maksimum
kesadahan normal tersebut , sampel air sumur dapat dikatakan sebagai air sadah,
-
walaupun air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan
beberapa masalah.
Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat saluran pipa
dan keran. Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air
sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan.
Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah
kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia atau
dengan cara pemanasan
Kesimpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar kesadahan total yang
terkandung dalam sampel tersebut adalah sebanyak 0.9601 0 D,, kadar kesadahan Ca2+
sampel tersebut sebanyak 4,7385 ppm ppm dan kadar kesadahan Mg2+ sampel tersebut
adalah sebanyak ppm. Dapat dikatakan tingkat kesadahan sampel air tersebut
cukup tinggi.
II. PENETUAN OKSIGEN TERLARUT (DO)
Tujuan : Mengetahui kadar kesadahan total, Ca, dan Mg dalam sampel air
Tinjauan Pustaka :
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air
(ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air
masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen
terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan
masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi .
Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan
tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu,
kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga
kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar.
Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses
fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti
ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dan reduksi bahan
-
organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan
berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang
hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen
terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain
itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan
anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat
memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan
mereduksi senyawa senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan
gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat
penting untukmembantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami
maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri
dan rumah tangga.
Prinsip :
Menggunakan titrasi Iodometri. Penetapan kadar oksigen terlarut (DO) menggunakan
metode Winkler didasarkan pada penambahan larutan Mn valensi 2 dalam suasana alkali
dalam botol bertutup asah. Adanya oksigen terlarut pengoksidasi dengan cepat sejumlah
sama Mn(OH)2 yang terdispersi menjadi hidroksida dengan valensi lebih tinggi. Adanya ion
iodida dan pengasaman, Mn(OH)2 yang teroksidasi berubah lagi menjadi bervalensi 2
dengan melepaskan iodine yang bebas kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat
dengan indikator amylum.
Reaksi :
Mn2+ + 2 OH Mn (OH)2
Mn (OH)2+ O2 MnO2 + H2O
MnO2- + 2I- Mn (OH)2 + I2 + 2 OH
-
I2+ 2 S2O32- S4O6
2- + 2I-
Reagen :
a. H2SO4 4 N
b. KI 10 %
c. Asam sulfat (H2SO4) pekat
d. MnSO4 20%
e. KIO3 0,1 N
f. Na2S2O3 0,2%
-
g. Indikator amylum 0,2%
h. Reagen O2
Cara membuat reagen O2 :
50 gram NaOH ditambahkan dengan 15 gram KI dilarutkan dalam 100 mL aquades,
campur lalu dialirkan dari pompa udara selama 30 menit. Tutup.
Alat :
a. Gelas arloji
b. Pengaduk
c. Corong
d. Botol semprot
e. Labu ukur
f. Erlenmeyer bertutup asah / Labu iod
g. Beaker glass
h. Buret 50 mL
i. Statif
j. Botol winkler/ botol oksigen bertutup asah
k. Petri dish
l. Bulb
m. Pipet volume 10 mL
n. Pipet ukur / maat pipet
o. Pipet tetes
p. Kertas Parafilm
Prosedur :
A. Standarisasi
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang
dibutuhkan
m = N x V x BE
= 0,1000 N x 0,25 L x
= 0,8917 gram
3. Menimbang serbuk KIO3 menggunakan neraca analitik sesuai dengan perhitungan
dan didapat hasil penimbangan seberat 0,8962 gram
-
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam
penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang
dibutuhkan harus kuantitatif.
=
= 0,1005 N
5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda
tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan
jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 mL dan statif
8. Bilas buret 50 mL dengan larutan Na2S2O3, pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan Na2S2O3 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2S2O3
11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan KIO3
12. Pipet 10 mL larutan KIO30,1 N , masukkan kedalam labu ion
13. Tambahkan 10 mL H2SO4 4 N ke dalam labu iod tersebut
14. Tambahkan dengan larutan KI 10% 10 mL
15. Menyimpan labu iod yang telah berisi campuran tersebut didalam ruang gelap
selama 15 menit
16. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai wana kuning mudah
17. Ditambah indikator amylum 0,2% sebanyak 2-3 tetes
18. Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna birunya hilang atau hingga
jernih
19. Catat volume larutan Na2S2O3
Hasil Praktikum :
A. Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 (N) Volume Na2S2O3 Normalitas
Na2S2O3
10,00 mL 0,1005 N 11,61 mL 0,0865 N
10,00 mL 0,1005 N 12,22 mL 0,0823 N
Normalitas Na2S2O3 rata-rata 0,0844 N
-
B. Penetapan Kadar
Percobaan Na2S2O3 (hasil
standarisasi)
Volume Na2S2O3
(mL)
1 0,0844 N V1 = 2,72 mL
2 0,0844 N V2 = 3,00 mL
Volume Na2S2O3 rata-rata = 2,86 mL
Perhitungan :
a. Standarisasi
Perhitungan Na2S2O3 yang telah distandarisasi :
Volume Na2S2O3 x Normalitas Na2S2O3 = Volume Na2S2O3 x NormalitasNa2S2O3
10,00 mL x 0,1005 N = 11,915 mL x NormalitasNa2S2O3
Normalitas Na2S2O3 = 0,0844 Normal
b. Penentuan Kadar
Kadar DO = (V Na2S2O3 N. Na2S2O3 ) BE O2 1 mg/L
= 1000/250 mL x (2,86 mL x 0,0844 N) x 8 g/molek x 1
= 7,7242 mg/L
Volume sampel = 250,00 mL
BE O2 = = 8 g/mol.ek
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi Na2S2O3
dengan KIO3 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 11,61 mL
dan pada percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 12,22 mL , sehingga
pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya Na2S2O3 terstandarisasi setelah
dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0844 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar DO (O2) pada sampel diperoleh data
sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume Na2S2O3 sebanyak 2,72 mL
dan pada percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 3,00 mL sehingga pada
saat dilakukan perhitungan kadar DO (O2) diperoleh kadar sebanyak 7,7242 ppm.
-
Kesimpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar DO yang
terkandung dalam sampel sebanyak 7,7242 ppm.
-
LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : KIMIA AIR
Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes
2. Ayu Puspitasari,ST,M.si
3. Ratno Tri Utomo,SST
Tingkat / Semester : 2 / III
Kelompok : A
Hari, tanggal : Senin, 22 September 2014
Materi Praktikum : I. Penentuan BOD
II. Penentuan Kadar Sulfat Metode Nessler
III. Penetapan Kadar Besi Metode Nessler
IV. Penetapan Kadar Zat Organik
I. PENENTUAN BOD
Tujuan :
Untuk mengetahui kadar BOD dalam suatu sampel air, BOD juga merupakan parameter
yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah.
Tinjauan Pustaka :
BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi
bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991).
Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi ( readily decomposable organic matter).
Mays (1996) mengartikan BOD se bagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh
populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya
-
bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa
walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga
diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics)
yang ada di perairan.
Prinsip :
Menggunakan titrasi Iodometri. Prinsip penentuan BOD sama dengan prinsip DO.
Dimana BOD adalah kadar DO 0 hari kadar DO 5 hari. Untuk penentuan DO 5 hari
sampel yang diambil langsung dimasukkan botol oksigen, disimpan selama 5 hari
ditempatkan selama 5 hari ditempat gelap atau dibungkus dengan kertas karbon, kemudian
sama seperti penentuan DO
Reaksi :
Reagen :
a. H2SO4 4 N
b. KI 10 %
c. Asam sulfat (H2SO4) pekat
d. MnSO4 20%
e. KIO3 0,025 N
f. Na2S2O3 0,025 N
g. Indikator amylum 0,2%
h. MgSO4
2,25 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades
i. CaCl2
2,75 gram CaCl2 anhidrat dilarutkan dengan 100 mL aquades
j. FeCl3
0,025 gram FeCl3.6H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades
k. Na2SO3
0,2 gram Na2SO3 dilarutkan dalam 100 mL aquades
l. Buffer Phospat pH 7,2
Bahan :
0,85 gram KH2PO4
2,2 gram K2HPO4
3,34 gram Na2HPO4.7H2O
0,2 gram NH4Cl
Cara membuat : seluruh bahan dilarutkan dalam 100 mL aquades
-
Alat :
a. Gelas Arloji
b. Pengaduk
c. Corong
d. Botol semprot
e. Labu ukur
f. Erlenmeyer bertutup asah/ Labu iod
g. Beaker glass
h. Buret 50 mL
i. Statif
j. Botol winkler/ botol oksigen bertutup asah
k. Petri dish
l. Bulb
m. Pipet volume 10 mL
n. Pipet ukur/ maat pipet
o. Pipet tetes
p. Bak
q. Kantong plastik hitam
r. Kertas Parafilm
Prosedur :
A. Persiapkan Air Pengencer
Setiap 1 liter aquadest dalam botol penuh ditambahkan :
1 mL buffer phosphat pH 7,2
1 mL CaCl2
1 mL MgSO4
1 mL FeCl3
Mencampur bahan diatas lalu dialiri udara dari pompa udara selama 30 menit.
Tutup.
B. Standarisasi
1. Meyisapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang
dibutuhkan
m = N x V x BE
-
= 0,025 N x 0,1 L x
= 0,0892 gram
3. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,0892 gram
4. Menghitung konsentrasi KIO3 terstandarisasi sesuai hasil penimbangan
=
= 0,025 N
5. Melarutkan dengan teliti KIO3 kedalam beaker glass
6. Memindahkan kedalam labu ukur dengan volume yang sesuai dan tambahkan
aquades menggunakan pipet tetes hingga tanda tera lalu kocok hingga homogen
7. Memipet 10,0 mL KIO3 kedalam labu iod
8. Menambahkan 10 mL H2SO4 4N
9. Menambahkan 10 mL KI 10 %
10. Menaruh didalam ruang gelap selama 15 menit
11. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
12. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna sampai kuning muda
13. Menambahkan indikator amilum 2 3 tetes ketika warna sudah kuning muda
14. Mentitrasi kembali hingga warna jernih
15. Catat volume larutan Na2S2O3
C. Pengenceran Sampel
DO air kotor segera mg/l O2 n X tingkat pengenceran
8,0 9,0 mg/l 1 X
6,0 8,0 mg/l 2 5 X
5,0 6,0 mg/l 5 10 X
3,0 5,0 mg/l 10 15 X
1,0 3,0 mg/l 15 20 X
0,0 1,0 mg/l 20 25 X
0,8 0,1 mg/l 25, 30, 50, 100 X
Sesuai dengan hasil DO segera yang telah dilakukan sebelumnya maka pengenceran
dilakukan sebanyak 12 kali
D. Teknik Sampel
DO 0 hari
a. Memipet 25,0 mL sampel kedalam botol oksigen
-
b. Menambahkan air pengencer hingga penuh
c. Menambahkan 2 mL MnSO4 20 % dan 2 mL reagen O2 kedasar botol
d. Menutup botol hati hati dan jangan ada gelembung
e. Mengocok secara hati hati hingga terjadi endapan
f. Mendiamkan hingga endapan terpisah sempurna dengan filtrat
g. Setelah endapan terpisah dengan filtrat, buang filtrat
h. Endapan yang tersisa ditambah dengan H2SO4 pekat
i. Menyimpan kedalam ruang gelap selama 15 menit
j. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3
k. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning muda
l. Menambahkan indikator amilum 0,2 % sebanyak 2 3 tetes
m. Melakukan titrasi kembali hingga warna menjadi jernih
n. Catat volume larutan Na2S2O3
DO 5 hari
a. Membuat larutan Primer KIO3 untuk standarisasi Na2SO3 dengan melakukan
perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang dibutuhkan
m = N x V x BE
= 0,025 N x 0,1 L x
= 0,0892 gram
b. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,0890 gram
c. Menghitung konsentrasi KIO3 terstandarisasi sesuai hasil penimbangan
=
= 0,0250 N
d. Memipet 25,0 mL sampel kedalam botol oksigen
e. Menambahkan air pengencer hingga penuh
f. Menyimpan selama 5 hari didalam ruang gelap
g. Setelah lima hari, menambahkan 2 mL MnSO4 20 % dan 2 mL reagen O2 kedasar
botol
h. Menutup botol hati hati dan jangan ada gelembung
i. Mengocok secara hati hati hingga terjadi endapan
j. Mendiamkan hingga endapan terpisah sempurna dengan filtrat
k. Setelah endapan terpisah dengan filtrate, buang filtrat
-
l. Endapan yang tersisa ditambah dengan H2SO4 pekat
m. Menyimpan kedalam ruang gelap selama 15 menit
n. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3
o. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning muda
p. Menambahkan indikator amilum 0,2 % sebanyak 2 3 tetes
q. Melakukan titrasi kembali hingga warna menjadi jernih
r. Catat volume larutan Na2S2O3
Hasil Praktikum :
DO 0 hari
A. Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3
10,00 mL 0,0251 N 11.90 mL
10,00 mL 0,0251 N 12,40 mL
V rata-rata = 10,00 mL V rata-rata = 0,0251 N V rata-rata = 12,15 mL
B. Penetapan Kadar
Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3
250,00 mL 0,0210 N 9.60 mL
250,00 mL 0,0202 N 10.40 mL
V rata-rata = 250,00 mL V rata-rata = 0,0206 N V rata-rata = 10,00 mL
DO 5 hari
A. Standarisasi
Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3
10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL
10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL
V rata-rata = 10,00 mL V rata-rata = 0,2050 N V rata-rata = 14,30
-
mL
B. Penetapan Kadar
Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3
250,00 mL 0.01748 N 3.75 mL
250,00 mL 0.01748 N 4.60 mL
V rata-rata = 250,00 mL V rata-rata = 0,01748 N V rata-rata = 4,175 mL
Perhitungan :
DO 0 hari
a. Standarisasi
b. Penetapan Kadar
Percobaan I dengan volume yang di dapat 3,75 ml
Percobaan II dengan volume yang di dapat 4.60 ml
Rata-rata =
DO 5 hari
a. Standarisasi
-
Normalitas Na2S2O3 dengan Volume 1 dan 2 didapat 14.30 mL
N Na2S2O3 = 0.01748 N
b. Penetapan Kadar
Percobaan 1 :
Kadar Oksigen =
=
= 0.209 ppm
Percobaan 2 :
Kadar Oksigen =
=
= 2.57 ppm
Rata rata kadar oksigen :
0.209 ppm + 2.57 ppm = 1.389 ppm
2
BOD 5 = DO 0 DO 5
= 6.585 ppm 1.38 ppm
= 5.205 ppm
Pembahasan :
Kadar BOD didalam sampel air sumur adalah 5,205ppm . Hasil tersebut dapat
dikatakan baik karena kadar BOD yang baik yang terkandung didalam air adalah
kurang dari atau sama dengan 20 mg / L. Semakin sedikit kadar BOD yang
-
terkandung didalam air berarti semakin banyak mikroorganisme yang terkandung
didalam air yang memecah oksigen dengan begitu kualitas air tersebut dapat
dikatakan baik dan tidak tercemar.
Kesimpulan :
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa kadar BOD yang terkandung dalam sampel
adalah sebanyak 5,205ppm.
II. PENENTUAN KADAR SULFAT METODE NESSLER
Tujuan :
Untuk mengetahui kadar sulfat dalam suatu sampel air dengan menggunakan metode
Nessler
Tinjauan Pustaka :
Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan
menggunakan Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat
dengan ukuran yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan
konsentrasi ion sulfat ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar.
Prinsip :
Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan menggunakan
Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat dengan
ukuran yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan konsentrasi ion
sulfat ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar
Reagen :
a. Reagen Kondisioning
b. 50 mL gliserol, ditambahkan campuran :
30 mL HCl pekat
200 mL Aquadest
100 mL Isopropil alkohol 95%
100 mL NaCl 75%
c. Barium Klorida BaCl2.2H2O
d. Larutan Induk Sulfat
147,9 mg Na2SO4 anhirolisis dalam aquadest dan diencerkan sampai 1 liter
-
(1 mL = 0,1 mg = 100 ppm)
Alat :
a. Gelas Arloji
b. Pengaduk
c. Corong
d. Botol semprot
e. Labu ukur
f. Erlenmeyer 250 mL
g. Tabung nessler
h. Rak tabung nessler
i. Buret 50 mL
j. Statif
k. Bulb
l. Pipet volume
m. Pipet ukur
n. Parafilm
Prosedur :
A. Larutan Induk Sulfat 100 ppm diencerkan menjadi
5 ppm 5 mL add 100 mL aquades dalam LU
10 ppm 10 mL add 100 mL aquades dalam LU
15 ppm 15 mL add 100 mL aquades dalam LU
20 ppm 20 mL add 100 mL aquades dalam LU
25 ppm 25 mL add 100 mL aquades dalam LU
30 ppm 30 mL add 100 mL aquades dalam LU
B. Perlakuan Deret Standart
a. Masing-masing deret standar dipipet 50 mL dipindahkan dalam tabung nessler
b. Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok
c. Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2
d. Dikocok
e. Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat
C. Perlengkapan Sampel
1) Diambil 50 mL sampel, masukkan dalam tabung nessler
2) Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok
-
3) Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2
4) Dikocok
5) Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat
6) Dibandingkan dengan deret standar
Hasil Praktikum :
Kekeruhan pada sampel melebihi kekeruhan deret standart 30 ppm.
III. PENENTUAN KADAR BESI METODE NESSLER
Tujuan : Untuk mengetahui kadar besi (Fe) dalam suatu sampel air
Tinjauan Pustaka :
Kalorimetri merupakan penetapan kadar warna berdasarkan panjang gelombangnya.
Namun dalam percobaan kalorimetri ini, didefinisikan sebagai penetapan kadar
berdasarkan perbandingan warna (perbandinagn warna standar dengan contoh).
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur
pada 1535 0C. Jarang terdapat besi komersial yang murni; setidaknya besi mengandung
sejumlah kecil karbida, silsida, fosfida dan sulfida dari besi, serta grafit. Zat zat pencemar
ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan.
Asam sulfat pekat yang panas, menghasilkan ion ion besi (III) dan belerang oksida. Asam
pekat, dingin, membuat besi menjadi pasif; dalam keadaan ini, ia tak bereaksi dengan
asam nitrat encer dan tidak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga.
Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk
gas nitrogen oksida dan ion besi (III)
Prinsip :
Menggunakan metode Rodanida Tabung Nessler. Contoh air dioksida kemudian
ditambahkan KCNS sehingga berubah warna menjadi merah coklat. Warna yang timbul
dibandingkan dengan warna standar.
Reaksi :
Fe2+ + KCNS Fe ( CNS ) + 3 K+
Reagen :
a. HNO3 pekat
b. H2SO4 4 N
-
c. Larutan KMnO4 0,01 N
d. Larutan KCNS 20%
e. Larutan induk Fe(NH4)2SO4
Alat :
1) Gelas Arloji
2) Pengaduk
3) Corong
4) Botol semprot
5) Labu ukur
6) Erlenmeyer 250 mL
7) Tabung nessler
8) Rak tabung nessler
9) Buret 50 mL
10) Statif
11) Blub
12) Pipet volume
13) Pipet ukur / maat pipet
14) Kertas Parafilm
Prosedur :
A. Pembuatan Larutan Induk Fe(NH4)2SO4
0,8635 gram Fe(NH4)2SO4ditambah 10 mL H2SO4 4 N lalu ditambah dengan aquades
add 1000 mL
1 mL = 0,1 mg Fe (100 ppm)
B. Larutan Induk Fe(NH4)2SO4 diencerkan menjadi 10 ppm
50 mL larutan induk dimasukkan labu ukur 500 mL dan diencerkan dengan aquadas add
sampai tanda batas
1 mL = 0,01 mg Fe (10 ppm)
C. Larutan 10 ppm diencerkan dibuat deret standar
1) 2 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,2 ppm add aquades 100 mL
2) 4 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,4 ppm add aquades 100 mL
3) 6 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,6 ppm add aquades 100 mL
4) 8 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,8 ppm add aquades 100 mL
-
5) 10 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,0 ppm add aquades 100 mL
6) 12 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,2 ppm add aquades 100 mL
7) 14 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,4 ppm add aquades 100 mL
Caranya :
1. Dipipet sejumlah volume larutan standar masing-masing sebanyak 50 mL
lalu masing-masing masukkan labu erlenmeyer
2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi
berubah menjadi ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4
sampai berwarna, lalu dinginkan
3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat
4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur.
D. Penetapan Kadar
1. Pipet 50 mL sampel, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer
2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi berubah
menjadi ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4 sampai berwarna, lalu
dinginkan
3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat
4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur
5. Bandingkan dengan larutan deret standar
Pembahasan :
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar Fe dalam sampel adalah kurang
0,2 ppm karena didasarkan pada perbandingan warna larutan, warna larutan sampel lebih
muda daripada warna larutan standart dengan kadar 0,2 ppm .
Kesimpulan :
Dalam penetapan kadar besi metode nessler, tidak dapat diketahui pasti kadar besi
yang terkandung dalam sampel tersebut dan hasilnya dinyatakan dengan rentang nilai.
Pada penetapan kadar besi metode nessler yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa kadar besi dalam sampel adalah kurang dari 0,2 ppm. Hasil ini dikatakan baik
karena kadar besi yang terkandung didalam suatu sampel air setidaknya kurang dari 1 mg /
L.
IV. PENETUAN ZAT ORGANIK
Tujuan : Untuk mengetahui kadar zat organik dalam suatu sampel air
Tinjauan Pustaka :
-
Adannya zat organik dalam air menunjukan bahwa air tersebut telah tercemar oleh
kotoran manusian, hewan atau sumber lain. Zat organik merupakan bahan makanan
bakteri atau mikroorganisme lainya. Makin tinggi kandungan zat organik didalam air, maka
semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar.
Bilangan / angka permanganat adalah jumlah mg KMnO4 yang diperlukan untuk
mengoksidasi zat organik yang terkandung di dalam satu liter contoh air dengan
pendidihan selama 10 menit. Penentuan zat organik dengan cara oksidasi dapat dilakukan
dalam suasana asam maupun basa.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Kalium
permanganat dapat bertindak sebagai indikator, jadi titrasi permanganometri ini tidak
memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena
akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang
lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida,
sulfida dan tiosulfat . Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau
penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa
banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam
sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Larutan permanganat
berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak
diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka
penambahan indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan
seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Prinsip :
Menggunakan metode titrasi Permanganometri. Zat organik dalam sampel air dioksida
dengan larutan standar KMnO4 berlebih. Kelebihan KMnO4 direduksi dengan larutan
standar asam oksalat. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan larutan standar
KMnO4.
Reaksi :
2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6H
+ Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Reagen :
a. KMnO40,01 N
-
b. H2C2O4 0,01 N
c. H2SO4 4 N bebas zat organik
Caranya :
200 mL aquadest ditambahkan dengan H2SO4 pekat 25 mL, didinginkan lalu
dipanaskan dan ditambahkan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah
muda tetap
Alat :
1) Gelas arloji
2) Pengaduk
3) Corong
4) Botol semprot
5) Labu ukur
6) Erlenmeyer 250 mL
7) Beaker glass
8) Buret 50 mL
9) Statif
10) Bulb
11) Pipet volume
12) Pipet tetes
13) Pemanas / Heater
14) Kertas Parafilm
Prosedur :
A. Standarisasi
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa H2C2O4 yang
dibutuhkan
m = N x V x BE
= 0,01 N x 0,25 L x
= 0,1576 gram
3. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,15784 gram
4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam
penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang dibutuhkan
harus kuantitatif.
-
=
= 0,0100 N
5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen
6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda
tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan
jangan lupa diberi etiket
7. Siapkan buret 50 mL dan statif.
8. Bilas buret 50 mL dengan larutan KMnO4, pastikan tidak bocor
9. Tuang larutan KMnO4 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL
10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan KMnO4
11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan H2C2O4 0,1 N
12. Pipet 10 mL larutan H2C2O4 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer
13. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N bebas organik
14. Dipanaskan hingga suhu 70oC
15. Titrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna
dari jernih menjadi warna merah muda konstan
16. Catat volume larutan KMnO4
B. Penetapan Kadar
1. Persiapkan sampel yang akan digunakan
2. Tuang sampel ke beaker glass
3. Bilas pipet volume 50 mL dengan larutan sampel
4. Pipet 50,0 mL larutan sampel kedalam erlenmeyer
5. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N bebas zat organik
6. Lalu tambahkan KMnO4 0,01 N tetes demi tetes sampai terbentuk warna merah
muda
7. Panaskan selama 10 menit, bila warna merah muda hilang maka tambahkan lagi
KMnO4 hingga warna merah muda stabil (dengan menggunkan pipet ukur)
8. Tambahkan 15,0 mL KMnO40,01 N, lalu panaskan hingga 10 menit
9. Tambahkan H2C2O4 0,01 N sampai warna merah muda KMnO4 hilang, panaskan
10. Titrasi dengan larutan KMnO4 dalam keadaan panas sampai terbentuk warna
merah muda konstan
11. Catat volume larutan KMnO4
-
Hasil Praktikum :
A. Standarisasi
Volume as.oksalat Normalitasas.oksalat Volume KMnO4(mL)
10,00 mL 0,0100 N V1 = 10,70 mL
10,00 mL 0,0100 N V2 = 12,20 mL
V rata-rata = 10,00
mL V rata-rata = 0,0100 N V rata-rata= 11,45 mL
B. Penetapan Kadar
Volume sampel (mL) N KMnO4 (HasilStd)
Volume KMnO4(mL)
50,00 mL 0,0093 N V1= 9,10 mL
50,00 mL 0,0081 N V2 = 10,60 mL
Rata2 = 50,00 ml V rata-rata = 0,0081 N V rata-rata = 9,85 mL
Perhitungan :
A. Standarisasi
B. Penetapan Kadar
Percobaan I dengan volume KMnO4 padastandarisasidan volume KMnO4
padapenetapankadar
=
)
-
= 415,9588 mg/l
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi KMnO4
dengan H2C2O4 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume KMnO4 sebanyak 10,70
mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 12,20 mL , sehingga
pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya KMnO4 terstandarisasi setelah
dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0087 N.
Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar zat organik pada sampel diperoleh data
sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume KMnO4 sebanyak 9,10 mL
dan pada percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 10,60 mL sehingga pada
saat dilakukan perhitungan kadar zat organik diperoleh kadar rata-rata sebanyak 415,9588
ppm
Kesimpulan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat organik yang
terkandung dalam sampel adalah sebanyak Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa kadar zat organik yang terkandung dalam sampel adalah sebanyak
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat organik yang
terkandung dalam sampel adalah sebanyak 415,9588 ppm.
-
LAPORAN PRAKTIKUM
Mata Kuliah : KIMIA AIR
Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes
2. Ayu Puspitasari,ST,M.si
3. Ratno Tri Utomo,SST
Tingkat / Semester : 2 / III
Kelompok : A
Hari, tanggal : Selasa, 23 September 2014
Materi Praktikum : I. Penentuan Kadar Sulfat dalam Air
I. PENETUAN KADAR SULFAT DALAM AIR
Tujuan :
Mengetahui kadar sulfat dalam sampel air dengan metode spektrofotometri
Tinjauan Pustaka :
Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida
paling tinggi dari unsur belerang.Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida oleh
bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur.
Sebaliknya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam
sulfida.Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik daripada sulfida didalam
lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium. Secara ilmiah
sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang mengandung S, misalnya gips
(CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat ( CaSO4). Selain itu dapat juga berasal dari
oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah antara lain industri kertas, tekstil
dan industri logam.
Metode yang digunakan untuk untuk menentukan kadar sulfat adalah metode
turbidimetri dengan alat spektrofotometri. Metode tersebut berdasarkan kenyataan bahwa
-
BaSO4 cenderung membentuk endapan koloid yang dibentuk dengan penambahan
BaCl2,bentuk koloid ini distabilkan oleh larutan NaCl dan HCl yang mengandung gliserol
dan senyawa organik. BaSO4 mempunyai kelarutan dimana kelarutan ini bertambah
dengan adanya asam-asam mineral karena terbentuk ion hidrogen sulfat. Pada pH >8
sulfida membentuk ion sulfida namun pada pH
-
20 mL asam asetat CH3COOH (99 %) dalam 500 mL air suling dan jadikan 100 mL
dengan air suling
c. Kristal barium klorida BaCl2.2H2O
d. Larutan baku sulfat 100 mg/L
Larutkan 0,1479 gram Na2SO4 anhidrat dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan
tepatkan sampai tanda tera
e. Air suling (aquades)
Alat :
1) Neraca analitik
2) Gelas arloji
3) Pengaduk
4) Corong
5) Botol semprot
6) Labu ukur
7) Erlenmeyer 250 mL
8) Bulb
9) Pipet volume 2 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, dan 25 mL
10) Spektrofotometer
11) Kertas Parafilm
Prosedur :
1. Ukur dengan teliti 100 mL contoh atau bagian yang yang dijadikan 100 mL ke
dalam erlenmeyer 250 mL
2. Tambah 20 mL larutan buffer B, aduk dengan alat pengaduk, sambil diaduk
ditambahkan 0,5 gram BaCl2 .2H2O. Mulai hitung waktu pengadukan selama 60
detik pada kecepatan tetap.
3. Siapkan kurva standar dengan konsentrasi 0 40 mg/L
a. 2 mg/L (2 ppm)
Memipet 2,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
b. 5 mg/L (5 ppm)
Memipet 5,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
;labu ukur
c. 10g/L (10 ppm)
-
Memipet 10,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
d. 20 mg/L (20 ppm)
Memipet 20,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
e. 25mg/L (25 ppm)
Memipet 25,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam
labu ukur
4. Koreksi untuk contoh berwarna dan keruh dengan menyiapkan blanko tanpa
penambahan BaCl2
5. Mengukur absorbansi sampel , larutan blanko ,dan larutan kurva standart dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Hasil Praktikum :
Pengukuran absorbansi larutan baku
Jenislarutanbaku absorbansi
5 ppm 0.77
10 ppm 0.144
15 ppm 0.16
20 ppm 0.500
25 ppm 0.329
30 ppm 0.371
Pengukuran absorbansi sampel
Sampel A 0.595
Sampel B 0.691
Gambar Praktikum :
-
Pembahasan :
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa absorbansi sampel
pada percobaan pertama adalah 0,477 dan absorbansi sampel pada percobaan kedua
adalah 0,515 sehingga bila hasil itu dirata-rata dan hasilnya adalah 0,496. Maka pada
grafik, titik absorbansi sampel berada di atas titik absorbansi larutan standar 25 ppm
y = 0.0675x + 0.0275 R = 0.6083
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0 2 4 6 8
Absorbansi
Absorbansi
Linear (Absorbansi)
Linear (Absorbansi)