air, makananminuman

54
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AIR Disusun Oleh: CHOLIFAH CHOLIL P27834113011 POLTEKKES KEMENKES SURABAYA TAHUN AJARAN 2013/2014

Upload: jea-ayu-putri

Post on 30-Sep-2015

25 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AIR

    Disusun Oleh:

    CHOLIFAH CHOLIL

    P27834113011

    POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

    TAHUN AJARAN 2013/2014

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    Mata Kuliah : KIMIA AIR

    Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes

    2. Ayu Puspitasari,ST,M.si

    3. Ratno Tri Utomo,SST

    Tingkat / Semester : 2 / III

    Kelompok : A

    Hari, tanggal : Kamis, 18 September 2014

    Materi Praktikum : I. Penentuan Aciditas

    II. Penentuan Akalinitas

    III. Penetapan Kadar Klorida

    I. PENETAPAN ACIDITAS

    Tujuan : 1. Mampu melakukan standarisasi alkalimetri.

    2. Mampu melakukan pemeriksaan Asiditas

    Tinjauan Pustaka :

    Aciditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga

    menstabilkan PH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH- untuk

    mencapai PH 8,3 dari PH asal yangrendah. Semua air yang memiliki PH

  • untuk menetralkan basa sampai pada PH tertentu yang dikenal dengan base-neutralizing

    capacity (BNC) sedangkan Tebbut (1992) Effendi (2003) menyatakan bahwa PH hanya

    menggambarkan konsentrasi ion hydrogen.

    Pada kebanyakan air alami, air buangan domestic, dan air industry bersifat buffer

    Karena system karbondioksida-bikarbonat. Pada titrasi beberapa asam lemah, bahwa

    diketahui pada titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak dapat dicapai sampai PH

    8,5. Oleh karean itu dapat disimpilkan bahwa semua air yang memiliki PH 3,7 atau disebabkan oleh asam mineral yang kuat meruapakan agen efektif dalam air

    dengan PH

  • 9) Blup

    10) Gelas Arloji

    Prosedur :

    A. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4 0,1 N

    1. Menyiapkan alat yang digunakan.

    2. Menghitung massa H2C2O4 yang akan ditimbang

    m = N x V x BE

    =0,1 N x 0,25 L x

    =1,5759 gram

    3. Menimbang serbuk H2C2O4 menggunakan neraca analitik sesuaidengan

    perhitungan dan didapatkan hasil penimbangan seberat 1,5869 gram

    4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan

    dalam penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang

    dibutuhkan harus kuantitaif

    =

    = 0,1007 N

    5. Melarutkan dengan secukupnya aquades hingga homogen

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga

    tanda tera, tutup dengan kertas parafilm lalu homogenkan jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus

    8. Bilas buret 50 ml dengan larutan NaOH, pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan NaOH dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan NaOH

    11. Bilas pipet volume 10 ml dengan larutan H2C2O4 0,1 N

    12. Pipet 10 ml larutan H2C2O4 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer

    13. Tambahkan Indikator PP 1% sebanyak 1-2 tetes

    14. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari jernih menjadi

    warna merah muda

    15. Catat volume larutan NaOH

  • B. Penetapan Kadar

    1. Persiapkan sampel yang akan digunakan

    2. Tuang sampel ke beaker glass

    3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus

    4. Bilas buret 50 ml dengan larutan NaOH, pastikan tidak bocor

    5. Tuang larutan NaOH dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml

    6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan NaOH

    7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel

    8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer

    9. Tambahkan Indikator PP 1% sebanyak 1-2 tetes

    10. Titrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan warna dari jernih menjadi

    warna merah muda

    11. Catat volume larutan NaOH

    12. Aciditas dihitung sebagai CO2

    Hasil Praktikum :

    A. Standarisasi

    Volume Asam Oksalat

    (mL)

    Normalitas Asam Oksalat

    (N)

    Volume NaOH

    (mL)

    10,00 mL 0,1007 N V1 = 10,62 mL

    10,00 mL 0,1007 N V2= 10,19 mL

    Rata-rata = 10,00 mL N Rata-rata = 0,1007 N V rata-rata = 10,405 mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume Sampel

    (mL)

    N NaOH (hasil standarisasi) Volume NaOH (mL)

    50,00 mL 0,0988 N V1 = 0,20 mL

    50,00 mL 0,0948 N V2 = 0,20 mL

    Rata-rata = 50,00 mL N Rata-rata = 0,0968 N V Rata-rata = 0,20 mL

  • Perhitungan :

    a. Titrasi Standarisasi

    b. Penetapan Kadar

    Didapat volume larutanbakusekunder (NaOH) percobaanpertamadankeduasebanyak

    0,20 mL

    = 17,0192 ppm

    Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi NaOH

    dengan H2C2O4 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume NaOH sebanyak 10,62

    mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume NaOH sebanyak 10,19 mL , sehingga

    pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya NaOH terstandarisasi setelah

    dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0967 N.

    Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Aciditas (CO2) pada sampel diperoleh

    data sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume NaOH sebanyak 0,20

    mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume NaOH sebanyak 0,20 mL sehingga pada

    saat dilakukan perhitungan kadar Aciditas (CO2) diperoleh kadar rata-rata CO2 didalam

    sampel air sumur sebanyak 17,0192 ppm.

    Kesimpulan :

  • Dapat disimpulkan bahwa kadar CO2 yang terkandung dalam sampel air sumur adalah

    sebanyak 17,0192mg/L atau 17,0192 ppm.

    II. PENETAPAN ALKALINITAS

    Tujuan : Untuk menghitung kadar CaCO3

    Tinjauan Pustaka :

    Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa

    menurunkan pH larutan. Alkalinitas terdiri dari ion-ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-)

    dan hidroksida (OH-) yang merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Alkalinitas

    diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan

    sumber CO2 untuk proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika

    aktifitas fotosintesis naik, sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis

    tidak memadai. Sumber alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi CO2 di udara ke

    dalam air, proses dekomposisi atau perombakan bahan organik oleh bakteri yang

    menghasilkan CO2, juga secara kimiawi dapat dilakukan dengan pengapuran secara

    merata di seluruh dasar tambak atau permukaan air .Jenis kapur yang biasa digunakan

    adalah CaCO3 (kalsium karbonat), CaMg(CO3)2 (dolomit), CaO (kalsium oksida), atau

    Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas dinyatakan dalam mg CaCO3/liter air (ppm)

    (Efendi, 2007)

    Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung

    pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan (Hidayat, 2009):

    a. Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas;

    b. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur

    sebagai factor kesuburan air.

    Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang

    mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut

    sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan

    sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di

    dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan

    menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium

    karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut

    sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai

  • lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi

    kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Dewi, 2007).

    Alkalinitas diukur dengan cara titrasi dengan asam yang distandarisasi sampai

    titik akhir methyl orange (MO) pada sekitar pH 4.3 dan dicerminkan sebagai mg/L

    sebagai CaCO3. Sebagian besar air beralkalinitas tinggi juga mempunyai pH alkalin (pH

    >7) dan konsentrasi TDS yang tinggi (Jatilaksono, 2009)

    Prinsip :

    Suatu sampel air ditentukan pHnya dengan indikator kertas lakmus, indikator

    universal dan pH meter. Selanjutnya sampel tersebut dititrasi dengan larutan standar HCl

    dengan indikator MO (Methyl Orange) (Reaksi Penetralan Asam Basa).

    Reaksi :

    Na2B4O7 + 2 HCl H2B4O7 + 2 NaCl

    H2B4O7 + 5 H2O 4 H2BO3

    Reagen :

    a. Laruran Standar HCl 0,1 N

    b. Larutan standar Na2B4O7 0,1 N

    c. Indikator MO 0,2%

    Alat :

    1) Gelas arloji

    2) Pengaduk

    3) Corong

    4) Botol semprot

    5) Labu ukur

    6) Erlenmeyer 250 mL

    7) Beaker glass

    8) Buret 50 mL

    9) Statif

    10) Bulb

    11) Pipet volume 10 mL, 100 mL

    12) Pipet tetes

    13) Kertas Parafilm

  • Prosedur :

    A. Standarisasi HCl dengan Na2B4O7 0,1 N

    1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa Na2B4O7 yang

    dibutuhkan

    m = N x V x BE

    = 0,1 N x 0,25 L x

    = 4,7671 gram

    3. Menimbang serbuk Na2B4O7 menggunakan neraca analitik sesuai dengan

    perhitungan dan didapat hasil penimbangan seberat 4,7665 gram

    4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam

    penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang

    dibutuhkan harus kuantitaif

    =

    = 0,1000 N

    5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen.

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda

    tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan

    jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 mL dan statif.

    8. Bilas buret 50 mL dengan larutan HCl, pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan HCl dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan HCl

    11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan Na2B4O7 0,1 N

    12. Pipet 10 mL larutan Na2B4O7 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer

    13. Tambahkan 5 tetes Indikator MO 0,2%

    14. Titrasi dengan larutan standar HCl hingga terjadi perubahan warna dari kuning

    menjadi warna merah orange

    15. Catat volume larutan HCl

    B. Penetapan Kadar

  • 1. Persiapkan sampel yang akan digunakan

    2. Memipet 50.0 mL sampel kedalam Erlenmeyer

    3. Menambahkan indikator MO 0,2 % sebanyak 5 tetes

    4. Mengisi buret dengan HCl terstandarisasi

    5. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah

    orange.

    6. Catat volume larutan HCl

    7. Alkalinitas dihitung sebagai CaCO3

    Hasil Praktikum :

    A. Standarisasi

    Volume Na2B4O7 (mL) Normalitas Na2B4O7 (N) Volume HCl (mL)

    10,00 mL 0,1000 N V1 =13,70 mL

    10,00 mL 0,1000 N V2= 13,21 mL

    V Rata-rata = 10,00 mL N Rata-rata = 0,1000 N V rata-rata = 13,455 mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume Sampel

    (mL)

    N HCl (hasil standarisasi) Volume HCl

    (mL)

    50,00 mL 0,0729 N V1 = 2,90 mL

    50,00 mL 0,0757 N V2 = 1,45 mL

    Rata-rata = 50,00 mL N Rata-rata = 0,0743 N V Rata-rata = 2,175 mL

    Perhitungan :

    a. Titrasi Standarisasi

    b. Titrasi Penetapan Kadar

  • Percobaan I dengan volume 2,90 ml

    = 431,32 mg/l

    Percobaan II dengan volume 1,45 ml

    = 215,66 mg/l

    Rata-rata =

    Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi HCl dengan

    Na2B4O7 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume HCl sebanyak 13,70 mL dan

    pada percobaan kedua diperoleh volume HCl sebanyak 13,21 mL , sehingga pada saat

    dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya HCl terstandarisasi setelah dirata-rata

    didapatkan hasil sebanyak 0,0743 N.

    Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Alkalinitas (CaCO3) pada sampel

    diperoleh data sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume HCl sebanyak

    2,90 mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume HCl sebanyak 1,45 mL sehingga

    pada saat dilakukan perhitungan kadar Alkalinitas (CaCO3) diperoleh kadar rata-rata

    sebanyak 323,49 ppm.

    Kesimpulan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar CaCO3 yang

    terkandung dalam sampel adalah sebanyak 323,49 mg/L atau 323,49 ppm.

  • III. PENETAPAN KADAR KLORIDA

    Tujuan : Untuk menghitung kadar klorida dalam air.

    Tinjauan Pustaka :

    Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk

    membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl)

    mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida

    dengan rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl.

    Klorida dalam senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam

    molekul. Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh

    paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan

    contoh sederhana senyawa organik (suatu atau organoklorida) adalah klorometana

    (CH3Cl), sering disebut metil klorid (Panjaitan, 2009).

    Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air,

    penjangkitan dan dalam pelunturan. Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang

    sering digunakan dalam pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan

    sebagai desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting

    yang mempengaruhi proses desinfektan adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat

    desinfektan. Ozon boleh juga digunakan untuk membunuh bakteria, dan ozon tidak

    membentuk organoklin dan tidak tertinggal dalam air setelah perawatan (Jatilaksono,

    2009).

    Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun

    sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III)

    klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas).

    Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai

    koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan

    sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat

    dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis

    dalam sintesis organik (Putranto, 2009).

    Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di

    kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis

    natrium klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini

    menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida. Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl,

    Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang

    wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan

  • pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu,

    penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia (Alaerts dan Ir. S. Sumetri, 1998).

    Dalam jumlah kecil, mereka tidak berpengaruh. Dalam konsentrasi tinggi, mereka

    menyebabkan masalah. Biasanya konsentrasi klorida rendah. Sulfat dapat lebih

    bermasalah karena sulfat ada dalam konsentrasi yang lebih besar. Kadar rendah atau

    menengah dari kedua senyawa ion tersebut menambah rasa segar ada air. Pada

    kenyataannya, mereka dibutuhkan karena alasan ini. Jumlah konsentrasi yang berlebihan

    dari keduanya tentu akan membuat air jadi tidak enak diminum (Anonim1, 2008).

    Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah,

    sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi

    klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai.

    Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi. Untuk menentukan

    atau mengukur jumlah (kadar) klorida dalam air, dapat digunakan metode berikut ini.

    a. Mercurie Nitrate Method (metode HgNO3)

    Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida dengan perbandingan Mohr method

    (metode Mohr). Pada metode ini, indikator digunakan untuk menunjukkan adanya

    kelebihan ion Hg2+.

    Hg2+ + 2Cl- -15)

    b. Mohr Method (Argentometric)

    Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil yang lebih memuaskan

    dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini menggunakan AgNO3 sebagai zat

    pentitrasi dan menganjurkan menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion

    klorida akan terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak.

    Ag+ + Cl- -10.

    Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+ adalah potassium

    chromate. Indikator ini akan mengubah warna putih perak menjadi endapan merah bata.

    2Ag+ + CrO42- -) (Hanief, 2009).

    Klorida dan sulfat dapat dihilangkan dari air dengan Reverse Osmosis. Deionisasi

    (demineralisasi) atau destilasi juga akan menghilangkan klorida dan sulfat dari dalam air,

    tetapi metode ini tidak cocok untuk perumahan dibanding reverse osmosis (Anonim2,

    2008).

  • Prinsip :

    Menggunakan metode titrasi Argentometri. Dalam larutan netral atau sedikit alkali,

    kalium kromat dapat menunjukkan titik akhir titrasi klorida dengan perak nitrat. Perak

    klorida yang terbentuk diendapkan sebelum warna merah perak kromat terbentuk.

    Reaksi :

    AgNO3 + NaCl AgCl putih + NaNO3

    2AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 merah coklat + 2KNO3

    Reagen :

    a. AgNO3 0,01 N

    b. NaCl 0,01 N

    c. K2CrO45%

    d. Serbuk MgO

    Alat :

    1) Gelas arloji

    2) Pengaduk

    3) Corong

    4) Botol semprot

    5) Labu ukur

    6) Erlenmeyer 250 mL

    7) Beaker glass

    8) Buret 50 mL

    9) Statif

    10) Bulb

    11) Pipet volume 10 mL dan 50 mL

    12) Pipet tetes

    13) Kertas Parafilm

    Prosedur :

    A. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,01 N

    1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa NaCl yang

    dibutuhkan

    m = N x V x BE

    = 0,01 N x 0,25 L x

  • = 0,14625 gram

    3. Menimbang serbuk NaCl menggunakan neraca analitik sesuai dengan perhitungan

    dan didapat hasil penimbangan seberat 0,1545 gram

    4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam

    penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang

    dibutuhkan harus kuantitatif.

    =

    = 0,0106 N

    5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda

    tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan

    jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 mL dan statif

    8. Bilas buret 50 mL dengan larutan AgNO3, pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan AgNO3 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan AgNO3

    11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan NaCl 0,01 N

    12. Pipet 10 mL larutan NaCl 0,01 N, masukkan kedalam erlenmeyer

    13. Tambahkan indikator K2CrO4 5% sebanyak 2-3tetes

    14. Titrasi dengan larutan AgNO3 hingga terbentuk endapan merah bata yang muda

    15. Catat volume larutan AgNO3

    B. Penentuan Kadar

    1. Persiapkan sampel yang akan digunakan

    2. Bilas pipet volume 50 mL dengan larutan sampel

    3. Pipet 50,0 mL larutan sampel kedalam erlenmeyer

    4. Tambahkan bubuk MgO 5% sampai suasananya netral atau sedikit basa (jika

    sampel bersifat asam)

    5. Tambahkan indikator K2CrO4 5% 2-3 tetes

    6. Titrasi dengan larutan AgNO3 hingga terbentuk endapan merah bata yang muda

    7. Catat volume larutan AgNO3

    8. Dilakukan pula blanko dengan menggunakan aquades, perlakuan blanko sama

    seperti sampel

  • Hasil Praktikum :

    A. Standarisasi

    Volume NaCl NormalitasNaCl

    Volume AgNO3 (mL)

    10,00 mL 0,0106 N V1 = 9,75 mL

    10,00 mL 0,0106 N V2 = 9,86 mL

    V rata-rata = 10,0 mL V rata-rata = 0,0106 N V rata-rata=9,805mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume sampel (mL) N AgNO3 (HasilStd)

    Volume AgNO3(mL)

    50,00 mL 0,0108 N V1=8,59 mL

    50,00 mL 0,0107 N V2 = 9.00 mL

    V rata-rata = 50,00 ml V rata-rata = 0,0107 N V rata-rata = 8,795mL

    C. Blanko

    Volume Blanko (mL) N AgNO3 (HasilStd) Volume AgNO3(mL)

    50,00 mL 0,0108N V1= 0,81mL

    50,00 mL 0,0108N V2 = 1,40 mL

    V rata-rata = 50,00 mL V rata-rata =

    0,0108 N V rata-rata = 1,105mL

    Perhitungan :

    a. Standarisasi

  • b. Pnetapan Kadar

    Percobaan I dengan volume 8,59 ml

    = 57,54 mg/l

    Percobaan II dengan volume 9,00 ml

    = 60,69 mg/l

    Rata-rata =

    = 59,115 mg/l

    Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi AgNO3

    dengan NaCl yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,75 mL

    dan pada percobaan kedua diperoleh volume AgNO3 sebanyak 9,81 mL , sehingga pada

    saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya AgNO3 terstandarisasi setelah dirata-

    rata didapatkan hasil sebanyak 0,0108N.

  • Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar Klorida (Cl) pada sampel diperoleh data

    sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume AgNO3 sebanyak 8,59 mL

    dan volume blanko sebanyak 0,81 mL sedangkan pada percobaan kedua diperoleh volume

    AgNO3 sebanyak 9,00 mL dan volume blanko sebanyak 1,40 mL sehingga pada saat

    dilakukan perhitungan kadar Klorida (Cl) diperoleh kadar rata-rata Cl didalam sampel air

    sumur sebanyak 59,115 ppm. Hasil tersebut dikatakan baik karena kadar klorida yang

    terkandung didalam sampel air sumur kurang dari 200 mg / L.

    Kesimpulan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar Cl yang

    terkandung dalam sampel air sumur adalah sebanyak ppm.

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    Mata Kuliah : KIMIA AIR

    Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes

    2. Ayu Puspitasari,ST,M.si

    3. Ratno Tri Utomo,SST

    Tingkat / Semester : 2 / III

    Kelompok : A

    Hari, tanggal : Jumat, 19 September 2014

    Materi Praktikum : I. Penentuan Kesadahan

    II. Penentuan Oksigen Terlarut (DO)

    I. PENENTUAN KESADAHAN

    Tujuan : Mengetahui kadar kesadahan total, Ca, dan Mg dalam sampel air

    Tinjauan Pustaka :

    Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral yang terdapat di dalam air umumnya

    mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab

    kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan

    sulfat. Kesadahan air ini dapat dilihat pada air ketika sedang mencuci, karena sebenarnya

    air sadah sendiri adalah air biasa yang sering digunakan sehari-hari. Dari air tersebut kita

    akan menemukan dua jenis air:

    Air Lunak

    Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu cukup banyak maka air tersebut termasuk

    air lunak. Air lunak adalah air yang mengandung kadar mineral yang rendah. Penentuan air

    ini dilihat dari jumlah busa sabun yang dihasilkan.

    Air Sadah (hard water.

  • Jika busa sabun yang dihasilkan pada air itu sangat sedikit atau bahkan tidak

    menghasilkan sabun sama sekali maka air tersebut merupakan air sadah. Air sadah ini

    adalah air yang mengandung kadar mineral yang sangat tinggi. Biasanya secara fisik

    terlihat air tampak keruh. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per

    volume (w/v) dari CaCO3. Air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan

    (scum) yang sukar dihilangkan.

    Air sadah digolongkan menjadi dua jenis, berdasarkan jenis anion yang diikat oleh kation

    (Ca2+ atau Mg2+), yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap.

    Air Sadah Sementara, yaitu air yang mengandung garam hidrogen karbonat

    (Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2). Senyawa Kalsium Karbonat dan Magnesium Karbonat dari

    batu kapur dan dolomite dapat larut menjadi senyawa Bikarbonat karena adanya gas

    karbondioksida di udara.

    CaCO3(S) + 2 H2O(l) + CO2(g) Ca(HCO3)2

    Air Sadah Tetap, yaitu air yang mengandung garam selain garam hidrogen karbonat,

    seperti garam sulfat (CaSO4, MgSO4) dan garam klorida (CaCl2, MgCl2). Air sadah tetap

    tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan, tetapi harus ditambahkan Natrium Karbonat

    (soda)

    MgCl2(aq) + Na2CO3(aq) MgCO3(s) + 2NaCl(aq)

    Air sadah kurang baik apabila digunakan untuk mencuci dengan menggunakan sabun

    (NaC17H35COO). Hal ini disebabkan karena ion Ca2+ atau Mg2+ dalam air sadah dapat

    mengendapkan sabun sehingga membentuk endapan berminyak yang terapung

    dipermukaan air. Dengan demikian, sabun hanya sedikit membuih dan daya pembersih

    sabun berkurang.

    2NaC17H35COO(aq) + Ca2+ Ca(C17H35COO)2 (s) + 2Na+(aq)

    Walaupun tidak berbahaya, air sadah dapat menimbulkan kerugian, diantaranya :

    Kesadahan Air dapat menurunkan efisiensi dari deterjen dan sabun.Kesadahan Air dapat

    menyebabkan noda pada bahan pecah belah dan bahan flat.Kesadahan Air dapat

    menyebabkan bahan linen berubah pucat.Mineral Kesadahan Air dapat menyumbat

    semburan pembilas dan saluran air. Residu Kesadahan Air dapat melapisi elemen

    pemanas dan menurunkan efisiensi panas. Kesadahan Air dapat menciptakan biuh logam

    pada kamar mandi shower dan bathtubs.

    Prinsip :

  • Menggunakan metode titrasi Kompleksometri. Kesadahan total Ca2+ dan Mg2+

    ditentukan dengan cara titrasi langsung dengan larutan standart Na2EDTA menggunkan

    iindikator EBT pada pH 10.

    Reaksi :

    Ca2+/Mg2+ - EBT + EDTA Ca2+/Mg2+ - EDTA + EBT

    Ca2+ + Murexide Ca2+ - Murexide

    Ca2+ - Murexide + EDTA Ca2+ - EDTA + Murexide

    Mg2+ - Murexide + EDTA Tidak bereaksi

    Reagen :

    a. Larutan baku CaCO3

    b. Larutan standart Na2EDTA 0,005 N

    c. Indikator EBT dan Murexide

    d. NaOH 3 N

    e. Larutan Buffer pH 10

    Cara membuat buffer pH 10 : Dipipet 57 mL NH4OH pekat ditambah dengan 7,0

    gram NH4Cl lalu ditambahkan aquades add 100 mL

    Alat :

    1) Gelas Arloji

    2) Pengaduk

    3) Corong

    4) Botol semprot

    5) Labu ukur

    6) Erlenmeyer 250 mL

    7) Beaker glass

    8) Buret 50 mL

    9) Statif

    10) Bulb

    11) Pipet volume 10 mL, 50 mL

    12) Pipet ukur/ maat pipet

    13) Pipet tetes

    14) Kertas pH universal

    15) Indikator universal

    16) Kertas Parafilm

  • Prosedur :

    A. Standarisasi Na2EDTA dengan CaCO3 0,005 N

    1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Menghitung massa CaCO3 yang akan ditimbang

    3. Menimbang serbuk CaCO3 menggunakan neraca analitik sesuaidengan

    perhitungan

    4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam

    penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang

    dibutuhkan harus kuantitaif

    5. Melarutkan dengan secukupnya aquades hingga homogeny

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda

    tera, tutup dengan kertas parafilm lalu homogenkan jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus

    8. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA

    11. Bilas pipet volume 10 ml dengan larutan CaCO3

    12. Pipet 10 ml larutan CaCO3, masukkan kedalam erlenmeyer

    13. Tambahkan 1-2 ml buffer pH 10 ke dalam erlenmeyer tersebut

    14. Tambahkan indikator EBT

    15. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah

    anggur menjadi biru keunguan konstan

    16. Catat volume larutan Na2EDTA

    B. Penetapan Kesadahan Total

    1. Persiapkan sampel yang akan digunakan

    2. Tuang sampel ke beaker glass

    3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus

    4. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor

    5. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml

    6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA

    7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel

    8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer

    9. Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 1-2 ml

    10. Tambahkan indikator EBT

  • 11. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari warna merah

    violet menjadi warna biru keunguan konstan

    12. Catat volume larutan Na2EDTA

    C. Penetapan Kesadahan Ca2+

    1. Persiapkan Sampel yang akan digunakan

    2. Tuang sampel ke beaker glass

    3. Siapkan buret 50 ml dan statif, pastikan buret lurus

    4. Bilas buret 50 ml dengan larutan Na2EDTA , pastikan tidak bocor

    5. Tuang larutan Na2EDTA dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 ml

    6. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2EDTA

    7. Bilas pipet volume 50 ml dengan larutan sampel

    8. Pipet 50,0 ml larutan sampel kedalam erlenmeyer

    9. Tambahkan larutan NaOH 3 N sampai pH 12 - 13

    10. Tambahkan indikator Murexide

    11. Titrasi dengan larutan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari warna merah

    violet menjadi warna biru keunguan konstan

    12. Catat volume larutan Na2EDTA

    Hasil Praktikum :

    A. Factor EDTA

    Massa CaCO3 Volume EDTA Faktor EDTA

    0,1008 g 7,15 mL 0,5594

    0,1008 g 7,82 mL 0,5115

    V rata-rata = 0,1008 g V rata-rata = 7,82 mL V rata-rata= 0,13543

    B. Penetapan Kadar

    Volume sampel (mL)

    Faktor EDTA

    T1

    T2

    50,00 mL 0,5594 V1= 1,51 mL V1= 1,11mL

    50,00 mL 0,5115 V2 = 1,69 mL V2= 1,10 mL

    Rata2 = 50,00 ml Rata-rata =

    0,13543 Rata-rata = 1,6

    mL Rata-rata = 1,105

    mL

  • Perhitungan :

    a. Factor EDTA

    CaCO3 10 mL ~..mL EDTA

    1 mL CaCO3 = 0,4 mg

    10 mL CaCO3 = 4 mg

    Percobaan I dengan volume 7.15 ml

    Faktor EDTA = 1 mL EDTA

    = 0,5594

    Percobaan II dengan volume 7,82 ml

    Faktor EDTA = 1 mL EDTA

    = 0,5115

    Rata-rata

    b. Kesadahan total

    Percobaan I dengan volume sampel 50,00ml dan T1 1,51 ml

    = 0,90610D

    Percobaan II dengan volume sampel 50,00ml dan T1 1,69 ml

    = 1,01410D

    Rata-rata = (0,90610D +1,01410D)/ 2=0.9601 0 D

    c. Kesadahan Ca2+

    Percobaan I dengan volume T2 1,11 ml

  • mg/l

    Percobaan II dengan volume T2 1,10 ml

    mg/l

    Rata-rata= = 4.7385 mg/l

    d. Kesadahan Mg2+

    Percobaan I dengan volume T1 1,51 ml dan T2 1,11 ml

    = 1,0404 mg/l

    Percobaan II dengan volume T1 1,69 ml dan T2 1,10 ml

    = 1,5346 mg/l

    Rata-rata =

    Pembahasan :

    Kadar maksimum kesadahan Ca adalah 200 mg /L dan kesadahan Mg adalah 150 mg

    /L. Dari hasil praktikum tersebut dapat dikatakan bahwa kesadahan sampel air tersebut

    cukup tinggi. Dengan kadar kesadahan yang melampaui ambang batas maksimum

    kesadahan normal tersebut , sampel air sumur dapat dikatakan sebagai air sadah,

  • walaupun air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan

    beberapa masalah.

    Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat saluran pipa

    dan keran. Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air

    sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan.

    Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah

    kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia atau

    dengan cara pemanasan

    Kesimpulan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar kesadahan total yang

    terkandung dalam sampel tersebut adalah sebanyak 0.9601 0 D,, kadar kesadahan Ca2+

    sampel tersebut sebanyak 4,7385 ppm ppm dan kadar kesadahan Mg2+ sampel tersebut

    adalah sebanyak ppm. Dapat dikatakan tingkat kesadahan sampel air tersebut

    cukup tinggi.

    II. PENETUAN OKSIGEN TERLARUT (DO)

    Tujuan : Mengetahui kadar kesadahan total, Ca, dan Mg dalam sampel air

    Tinjauan Pustaka :

    Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air

    (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air

    masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen

    terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan

    masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi .

    Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan

    tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan

    musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air,

    aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu,

    kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga

    kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar.

    Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses

    fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti

    ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Oksigen

    juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dan reduksi bahan

  • organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan

    berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang

    hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000).

    Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen

    terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain

    itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan

    anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan

    organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada akhirnya dapat

    memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan

    mereduksi senyawa senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan

    gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat

    penting untukmembantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami

    maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri

    dan rumah tangga.

    Prinsip :

    Menggunakan titrasi Iodometri. Penetapan kadar oksigen terlarut (DO) menggunakan

    metode Winkler didasarkan pada penambahan larutan Mn valensi 2 dalam suasana alkali

    dalam botol bertutup asah. Adanya oksigen terlarut pengoksidasi dengan cepat sejumlah

    sama Mn(OH)2 yang terdispersi menjadi hidroksida dengan valensi lebih tinggi. Adanya ion

    iodida dan pengasaman, Mn(OH)2 yang teroksidasi berubah lagi menjadi bervalensi 2

    dengan melepaskan iodine yang bebas kemudian dititrasi dengan Natrium Thiosulfat

    dengan indikator amylum.

    Reaksi :

    Mn2+ + 2 OH Mn (OH)2

    Mn (OH)2+ O2 MnO2 + H2O

    MnO2- + 2I- Mn (OH)2 + I2 + 2 OH

    -

    I2+ 2 S2O32- S4O6

    2- + 2I-

    Reagen :

    a. H2SO4 4 N

    b. KI 10 %

    c. Asam sulfat (H2SO4) pekat

    d. MnSO4 20%

    e. KIO3 0,1 N

    f. Na2S2O3 0,2%

  • g. Indikator amylum 0,2%

    h. Reagen O2

    Cara membuat reagen O2 :

    50 gram NaOH ditambahkan dengan 15 gram KI dilarutkan dalam 100 mL aquades,

    campur lalu dialirkan dari pompa udara selama 30 menit. Tutup.

    Alat :

    a. Gelas arloji

    b. Pengaduk

    c. Corong

    d. Botol semprot

    e. Labu ukur

    f. Erlenmeyer bertutup asah / Labu iod

    g. Beaker glass

    h. Buret 50 mL

    i. Statif

    j. Botol winkler/ botol oksigen bertutup asah

    k. Petri dish

    l. Bulb

    m. Pipet volume 10 mL

    n. Pipet ukur / maat pipet

    o. Pipet tetes

    p. Kertas Parafilm

    Prosedur :

    A. Standarisasi

    1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang

    dibutuhkan

    m = N x V x BE

    = 0,1000 N x 0,25 L x

    = 0,8917 gram

    3. Menimbang serbuk KIO3 menggunakan neraca analitik sesuai dengan perhitungan

    dan didapat hasil penimbangan seberat 0,8962 gram

  • 4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam

    penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang

    dibutuhkan harus kuantitatif.

    =

    = 0,1005 N

    5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda

    tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan

    jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 mL dan statif

    8. Bilas buret 50 mL dengan larutan Na2S2O3, pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan Na2S2O3 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan Na2S2O3

    11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan KIO3

    12. Pipet 10 mL larutan KIO30,1 N , masukkan kedalam labu ion

    13. Tambahkan 10 mL H2SO4 4 N ke dalam labu iod tersebut

    14. Tambahkan dengan larutan KI 10% 10 mL

    15. Menyimpan labu iod yang telah berisi campuran tersebut didalam ruang gelap

    selama 15 menit

    16. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai wana kuning mudah

    17. Ditambah indikator amylum 0,2% sebanyak 2-3 tetes

    18. Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna birunya hilang atau hingga

    jernih

    19. Catat volume larutan Na2S2O3

    Hasil Praktikum :

    A. Standarisasi

    Volume KIO3 Normalitas KIO3 (N) Volume Na2S2O3 Normalitas

    Na2S2O3

    10,00 mL 0,1005 N 11,61 mL 0,0865 N

    10,00 mL 0,1005 N 12,22 mL 0,0823 N

    Normalitas Na2S2O3 rata-rata 0,0844 N

  • B. Penetapan Kadar

    Percobaan Na2S2O3 (hasil

    standarisasi)

    Volume Na2S2O3

    (mL)

    1 0,0844 N V1 = 2,72 mL

    2 0,0844 N V2 = 3,00 mL

    Volume Na2S2O3 rata-rata = 2,86 mL

    Perhitungan :

    a. Standarisasi

    Perhitungan Na2S2O3 yang telah distandarisasi :

    Volume Na2S2O3 x Normalitas Na2S2O3 = Volume Na2S2O3 x NormalitasNa2S2O3

    10,00 mL x 0,1005 N = 11,915 mL x NormalitasNa2S2O3

    Normalitas Na2S2O3 = 0,0844 Normal

    b. Penentuan Kadar

    Kadar DO = (V Na2S2O3 N. Na2S2O3 ) BE O2 1 mg/L

    = 1000/250 mL x (2,86 mL x 0,0844 N) x 8 g/molek x 1

    = 7,7242 mg/L

    Volume sampel = 250,00 mL

    BE O2 = = 8 g/mol.ek

    Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi Na2S2O3

    dengan KIO3 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 11,61 mL

    dan pada percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 12,22 mL , sehingga

    pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya Na2S2O3 terstandarisasi setelah

    dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0844 N.

    Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar DO (O2) pada sampel diperoleh data

    sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume Na2S2O3 sebanyak 2,72 mL

    dan pada percobaan kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 3,00 mL sehingga pada

    saat dilakukan perhitungan kadar DO (O2) diperoleh kadar sebanyak 7,7242 ppm.

  • Kesimpulan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar DO yang

    terkandung dalam sampel sebanyak 7,7242 ppm.

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    Mata Kuliah : KIMIA AIR

    Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes

    2. Ayu Puspitasari,ST,M.si

    3. Ratno Tri Utomo,SST

    Tingkat / Semester : 2 / III

    Kelompok : A

    Hari, tanggal : Senin, 22 September 2014

    Materi Praktikum : I. Penentuan BOD

    II. Penentuan Kadar Sulfat Metode Nessler

    III. Penetapan Kadar Besi Metode Nessler

    IV. Penetapan Kadar Zat Organik

    I. PENENTUAN BOD

    Tujuan :

    Untuk mengetahui kadar BOD dalam suatu sampel air, BOD juga merupakan parameter

    yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah.

    Tinjauan Pustaka :

    BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang

    diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi

    bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991).

    Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD

    adalah bahan organik yang siap terdekomposisi ( readily decomposable organic matter).

    Mays (1996) mengartikan BOD se bagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh

    populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya

  • bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa

    walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga

    diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics)

    yang ada di perairan.

    Prinsip :

    Menggunakan titrasi Iodometri. Prinsip penentuan BOD sama dengan prinsip DO.

    Dimana BOD adalah kadar DO 0 hari kadar DO 5 hari. Untuk penentuan DO 5 hari

    sampel yang diambil langsung dimasukkan botol oksigen, disimpan selama 5 hari

    ditempatkan selama 5 hari ditempat gelap atau dibungkus dengan kertas karbon, kemudian

    sama seperti penentuan DO

    Reaksi :

    Reagen :

    a. H2SO4 4 N

    b. KI 10 %

    c. Asam sulfat (H2SO4) pekat

    d. MnSO4 20%

    e. KIO3 0,025 N

    f. Na2S2O3 0,025 N

    g. Indikator amylum 0,2%

    h. MgSO4

    2,25 gram MgSO4.7H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades

    i. CaCl2

    2,75 gram CaCl2 anhidrat dilarutkan dengan 100 mL aquades

    j. FeCl3

    0,025 gram FeCl3.6H2O dilarutkan dengan 100 mL aquades

    k. Na2SO3

    0,2 gram Na2SO3 dilarutkan dalam 100 mL aquades

    l. Buffer Phospat pH 7,2

    Bahan :

    0,85 gram KH2PO4

    2,2 gram K2HPO4

    3,34 gram Na2HPO4.7H2O

    0,2 gram NH4Cl

    Cara membuat : seluruh bahan dilarutkan dalam 100 mL aquades

  • Alat :

    a. Gelas Arloji

    b. Pengaduk

    c. Corong

    d. Botol semprot

    e. Labu ukur

    f. Erlenmeyer bertutup asah/ Labu iod

    g. Beaker glass

    h. Buret 50 mL

    i. Statif

    j. Botol winkler/ botol oksigen bertutup asah

    k. Petri dish

    l. Bulb

    m. Pipet volume 10 mL

    n. Pipet ukur/ maat pipet

    o. Pipet tetes

    p. Bak

    q. Kantong plastik hitam

    r. Kertas Parafilm

    Prosedur :

    A. Persiapkan Air Pengencer

    Setiap 1 liter aquadest dalam botol penuh ditambahkan :

    1 mL buffer phosphat pH 7,2

    1 mL CaCl2

    1 mL MgSO4

    1 mL FeCl3

    Mencampur bahan diatas lalu dialiri udara dari pompa udara selama 30 menit.

    Tutup.

    B. Standarisasi

    1. Meyisapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang

    dibutuhkan

    m = N x V x BE

  • = 0,025 N x 0,1 L x

    = 0,0892 gram

    3. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,0892 gram

    4. Menghitung konsentrasi KIO3 terstandarisasi sesuai hasil penimbangan

    =

    = 0,025 N

    5. Melarutkan dengan teliti KIO3 kedalam beaker glass

    6. Memindahkan kedalam labu ukur dengan volume yang sesuai dan tambahkan

    aquades menggunakan pipet tetes hingga tanda tera lalu kocok hingga homogen

    7. Memipet 10,0 mL KIO3 kedalam labu iod

    8. Menambahkan 10 mL H2SO4 4N

    9. Menambahkan 10 mL KI 10 %

    10. Menaruh didalam ruang gelap selama 15 menit

    11. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

    12. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna sampai kuning muda

    13. Menambahkan indikator amilum 2 3 tetes ketika warna sudah kuning muda

    14. Mentitrasi kembali hingga warna jernih

    15. Catat volume larutan Na2S2O3

    C. Pengenceran Sampel

    DO air kotor segera mg/l O2 n X tingkat pengenceran

    8,0 9,0 mg/l 1 X

    6,0 8,0 mg/l 2 5 X

    5,0 6,0 mg/l 5 10 X

    3,0 5,0 mg/l 10 15 X

    1,0 3,0 mg/l 15 20 X

    0,0 1,0 mg/l 20 25 X

    0,8 0,1 mg/l 25, 30, 50, 100 X

    Sesuai dengan hasil DO segera yang telah dilakukan sebelumnya maka pengenceran

    dilakukan sebanyak 12 kali

    D. Teknik Sampel

    DO 0 hari

    a. Memipet 25,0 mL sampel kedalam botol oksigen

  • b. Menambahkan air pengencer hingga penuh

    c. Menambahkan 2 mL MnSO4 20 % dan 2 mL reagen O2 kedasar botol

    d. Menutup botol hati hati dan jangan ada gelembung

    e. Mengocok secara hati hati hingga terjadi endapan

    f. Mendiamkan hingga endapan terpisah sempurna dengan filtrat

    g. Setelah endapan terpisah dengan filtrat, buang filtrat

    h. Endapan yang tersisa ditambah dengan H2SO4 pekat

    i. Menyimpan kedalam ruang gelap selama 15 menit

    j. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3

    k. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning muda

    l. Menambahkan indikator amilum 0,2 % sebanyak 2 3 tetes

    m. Melakukan titrasi kembali hingga warna menjadi jernih

    n. Catat volume larutan Na2S2O3

    DO 5 hari

    a. Membuat larutan Primer KIO3 untuk standarisasi Na2SO3 dengan melakukan

    perencanaan penimbangan dengan menghitung massa KIO3 yang dibutuhkan

    m = N x V x BE

    = 0,025 N x 0,1 L x

    = 0,0892 gram

    b. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,0890 gram

    c. Menghitung konsentrasi KIO3 terstandarisasi sesuai hasil penimbangan

    =

    = 0,0250 N

    d. Memipet 25,0 mL sampel kedalam botol oksigen

    e. Menambahkan air pengencer hingga penuh

    f. Menyimpan selama 5 hari didalam ruang gelap

    g. Setelah lima hari, menambahkan 2 mL MnSO4 20 % dan 2 mL reagen O2 kedasar

    botol

    h. Menutup botol hati hati dan jangan ada gelembung

    i. Mengocok secara hati hati hingga terjadi endapan

    j. Mendiamkan hingga endapan terpisah sempurna dengan filtrat

    k. Setelah endapan terpisah dengan filtrate, buang filtrat

  • l. Endapan yang tersisa ditambah dengan H2SO4 pekat

    m. Menyimpan kedalam ruang gelap selama 15 menit

    n. Mengisi buret dengan larutan Na2S2O3

    o. Melakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning muda

    p. Menambahkan indikator amilum 0,2 % sebanyak 2 3 tetes

    q. Melakukan titrasi kembali hingga warna menjadi jernih

    r. Catat volume larutan Na2S2O3

    Hasil Praktikum :

    DO 0 hari

    A. Standarisasi

    Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3

    10,00 mL 0,0251 N 11.90 mL

    10,00 mL 0,0251 N 12,40 mL

    V rata-rata = 10,00 mL V rata-rata = 0,0251 N V rata-rata = 12,15 mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3

    250,00 mL 0,0210 N 9.60 mL

    250,00 mL 0,0202 N 10.40 mL

    V rata-rata = 250,00 mL V rata-rata = 0,0206 N V rata-rata = 10,00 mL

    DO 5 hari

    A. Standarisasi

    Volume KIO3 Normalitas KIO3 Volume Na2S2O3

    10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL

    10,00 mL 0,0250 N 14.30 mL

    V rata-rata = 10,00 mL V rata-rata = 0,2050 N V rata-rata = 14,30

  • mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume sampel Normalitas Na2S2O3 Volume Na2S2O3

    250,00 mL 0.01748 N 3.75 mL

    250,00 mL 0.01748 N 4.60 mL

    V rata-rata = 250,00 mL V rata-rata = 0,01748 N V rata-rata = 4,175 mL

    Perhitungan :

    DO 0 hari

    a. Standarisasi

    b. Penetapan Kadar

    Percobaan I dengan volume yang di dapat 3,75 ml

    Percobaan II dengan volume yang di dapat 4.60 ml

    Rata-rata =

    DO 5 hari

    a. Standarisasi

  • Normalitas Na2S2O3 dengan Volume 1 dan 2 didapat 14.30 mL

    N Na2S2O3 = 0.01748 N

    b. Penetapan Kadar

    Percobaan 1 :

    Kadar Oksigen =

    =

    = 0.209 ppm

    Percobaan 2 :

    Kadar Oksigen =

    =

    = 2.57 ppm

    Rata rata kadar oksigen :

    0.209 ppm + 2.57 ppm = 1.389 ppm

    2

    BOD 5 = DO 0 DO 5

    = 6.585 ppm 1.38 ppm

    = 5.205 ppm

    Pembahasan :

    Kadar BOD didalam sampel air sumur adalah 5,205ppm . Hasil tersebut dapat

    dikatakan baik karena kadar BOD yang baik yang terkandung didalam air adalah

    kurang dari atau sama dengan 20 mg / L. Semakin sedikit kadar BOD yang

  • terkandung didalam air berarti semakin banyak mikroorganisme yang terkandung

    didalam air yang memecah oksigen dengan begitu kualitas air tersebut dapat

    dikatakan baik dan tidak tercemar.

    Kesimpulan :

    Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa kadar BOD yang terkandung dalam sampel

    adalah sebanyak 5,205ppm.

    II. PENENTUAN KADAR SULFAT METODE NESSLER

    Tujuan :

    Untuk mengetahui kadar sulfat dalam suatu sampel air dengan menggunakan metode

    Nessler

    Tinjauan Pustaka :

    Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan

    menggunakan Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat

    dengan ukuran yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan

    konsentrasi ion sulfat ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar.

    Prinsip :

    Ion sulfat akan diendapkan dalam suatu medium asam hidroklorida dengan menggunakan

    Barium Klorida melalui cara tertentu sehingga terbentuk kristal Barium Sulfat dengan

    ukuran yang sama. Absorpsi Barium Sulfat diukur dengan Fotometri dan konsentrasi ion

    sulfat ditetapkan dengan membandingkannya dengan kurva standar

    Reagen :

    a. Reagen Kondisioning

    b. 50 mL gliserol, ditambahkan campuran :

    30 mL HCl pekat

    200 mL Aquadest

    100 mL Isopropil alkohol 95%

    100 mL NaCl 75%

    c. Barium Klorida BaCl2.2H2O

    d. Larutan Induk Sulfat

    147,9 mg Na2SO4 anhirolisis dalam aquadest dan diencerkan sampai 1 liter

  • (1 mL = 0,1 mg = 100 ppm)

    Alat :

    a. Gelas Arloji

    b. Pengaduk

    c. Corong

    d. Botol semprot

    e. Labu ukur

    f. Erlenmeyer 250 mL

    g. Tabung nessler

    h. Rak tabung nessler

    i. Buret 50 mL

    j. Statif

    k. Bulb

    l. Pipet volume

    m. Pipet ukur

    n. Parafilm

    Prosedur :

    A. Larutan Induk Sulfat 100 ppm diencerkan menjadi

    5 ppm 5 mL add 100 mL aquades dalam LU

    10 ppm 10 mL add 100 mL aquades dalam LU

    15 ppm 15 mL add 100 mL aquades dalam LU

    20 ppm 20 mL add 100 mL aquades dalam LU

    25 ppm 25 mL add 100 mL aquades dalam LU

    30 ppm 30 mL add 100 mL aquades dalam LU

    B. Perlakuan Deret Standart

    a. Masing-masing deret standar dipipet 50 mL dipindahkan dalam tabung nessler

    b. Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok

    c. Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2

    d. Dikocok

    e. Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat

    C. Perlengkapan Sampel

    1) Diambil 50 mL sampel, masukkan dalam tabung nessler

    2) Ditambahkan 5 mL reagen kondisioning, kocok

  • 3) Ditambahkan 0,5 gram kristal BaCl2

    4) Dikocok

    5) Diaddkan dengan aquades sampai tanda 100 mL tepat

    6) Dibandingkan dengan deret standar

    Hasil Praktikum :

    Kekeruhan pada sampel melebihi kekeruhan deret standart 30 ppm.

    III. PENENTUAN KADAR BESI METODE NESSLER

    Tujuan : Untuk mengetahui kadar besi (Fe) dalam suatu sampel air

    Tinjauan Pustaka :

    Kalorimetri merupakan penetapan kadar warna berdasarkan panjang gelombangnya.

    Namun dalam percobaan kalorimetri ini, didefinisikan sebagai penetapan kadar

    berdasarkan perbandingan warna (perbandinagn warna standar dengan contoh).

    Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur

    pada 1535 0C. Jarang terdapat besi komersial yang murni; setidaknya besi mengandung

    sejumlah kecil karbida, silsida, fosfida dan sulfida dari besi, serta grafit. Zat zat pencemar

    ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan.

    Asam sulfat pekat yang panas, menghasilkan ion ion besi (III) dan belerang oksida. Asam

    pekat, dingin, membuat besi menjadi pasif; dalam keadaan ini, ia tak bereaksi dengan

    asam nitrat encer dan tidak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga.

    Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk

    gas nitrogen oksida dan ion besi (III)

    Prinsip :

    Menggunakan metode Rodanida Tabung Nessler. Contoh air dioksida kemudian

    ditambahkan KCNS sehingga berubah warna menjadi merah coklat. Warna yang timbul

    dibandingkan dengan warna standar.

    Reaksi :

    Fe2+ + KCNS Fe ( CNS ) + 3 K+

    Reagen :

    a. HNO3 pekat

    b. H2SO4 4 N

  • c. Larutan KMnO4 0,01 N

    d. Larutan KCNS 20%

    e. Larutan induk Fe(NH4)2SO4

    Alat :

    1) Gelas Arloji

    2) Pengaduk

    3) Corong

    4) Botol semprot

    5) Labu ukur

    6) Erlenmeyer 250 mL

    7) Tabung nessler

    8) Rak tabung nessler

    9) Buret 50 mL

    10) Statif

    11) Blub

    12) Pipet volume

    13) Pipet ukur / maat pipet

    14) Kertas Parafilm

    Prosedur :

    A. Pembuatan Larutan Induk Fe(NH4)2SO4

    0,8635 gram Fe(NH4)2SO4ditambah 10 mL H2SO4 4 N lalu ditambah dengan aquades

    add 1000 mL

    1 mL = 0,1 mg Fe (100 ppm)

    B. Larutan Induk Fe(NH4)2SO4 diencerkan menjadi 10 ppm

    50 mL larutan induk dimasukkan labu ukur 500 mL dan diencerkan dengan aquadas add

    sampai tanda batas

    1 mL = 0,01 mg Fe (10 ppm)

    C. Larutan 10 ppm diencerkan dibuat deret standar

    1) 2 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,2 ppm add aquades 100 mL

    2) 4 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,4 ppm add aquades 100 mL

    3) 6 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,6 ppm add aquades 100 mL

    4) 8 mL 0,01 mg Fe/mL = 0,8 ppm add aquades 100 mL

  • 5) 10 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,0 ppm add aquades 100 mL

    6) 12 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,2 ppm add aquades 100 mL

    7) 14 mL 0,01 mg Fe/mL = 1,4 ppm add aquades 100 mL

    Caranya :

    1. Dipipet sejumlah volume larutan standar masing-masing sebanyak 50 mL

    lalu masing-masing masukkan labu erlenmeyer

    2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi

    berubah menjadi ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4

    sampai berwarna, lalu dinginkan

    3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat

    4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur.

    D. Penetapan Kadar

    1. Pipet 50 mL sampel, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

    2. Diasamkan dengan 1 mL HNO3 pekat, didihkan supaya semua zat besi berubah

    menjadi ferri ( ) lalu tambahkan beberapa tetes KMnO4 sampai berwarna, lalu

    dinginkan

    3. Dipindahkan dalam tabung nessler, encerkan sampai tanda 100 mL tepat

    4. Ditambahkan 0,5 mL larutan KCNS 20%, campur

    5. Bandingkan dengan larutan deret standar

    Pembahasan :

    Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar Fe dalam sampel adalah kurang

    0,2 ppm karena didasarkan pada perbandingan warna larutan, warna larutan sampel lebih

    muda daripada warna larutan standart dengan kadar 0,2 ppm .

    Kesimpulan :

    Dalam penetapan kadar besi metode nessler, tidak dapat diketahui pasti kadar besi

    yang terkandung dalam sampel tersebut dan hasilnya dinyatakan dengan rentang nilai.

    Pada penetapan kadar besi metode nessler yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

    bahwa kadar besi dalam sampel adalah kurang dari 0,2 ppm. Hasil ini dikatakan baik

    karena kadar besi yang terkandung didalam suatu sampel air setidaknya kurang dari 1 mg /

    L.

    IV. PENETUAN ZAT ORGANIK

    Tujuan : Untuk mengetahui kadar zat organik dalam suatu sampel air

    Tinjauan Pustaka :

  • Adannya zat organik dalam air menunjukan bahwa air tersebut telah tercemar oleh

    kotoran manusian, hewan atau sumber lain. Zat organik merupakan bahan makanan

    bakteri atau mikroorganisme lainya. Makin tinggi kandungan zat organik didalam air, maka

    semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar.

    Bilangan / angka permanganat adalah jumlah mg KMnO4 yang diperlukan untuk

    mengoksidasi zat organik yang terkandung di dalam satu liter contoh air dengan

    pendidihan selama 10 menit. Penentuan zat organik dengan cara oksidasi dapat dilakukan

    dalam suasana asam maupun basa.

    Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Kalium

    permanganat dapat bertindak sebagai indikator, jadi titrasi permanganometri ini tidak

    memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena

    akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang

    lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida,

    sulfida dan tiosulfat . Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi

    berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau

    penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa

    banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan

    ditemukan dalam penggunaan reagen ini.

    Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam

    sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Larutan permanganat

    berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak

    diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka

    penambahan indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan

    seperti feroin, asam N-fenil antranilat.

    Prinsip :

    Menggunakan metode titrasi Permanganometri. Zat organik dalam sampel air dioksida

    dengan larutan standar KMnO4 berlebih. Kelebihan KMnO4 direduksi dengan larutan

    standar asam oksalat. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan larutan standar

    KMnO4.

    Reaksi :

    2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6H

    + Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

    Reagen :

    a. KMnO40,01 N

  • b. H2C2O4 0,01 N

    c. H2SO4 4 N bebas zat organik

    Caranya :

    200 mL aquadest ditambahkan dengan H2SO4 pekat 25 mL, didinginkan lalu

    dipanaskan dan ditambahkan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah

    muda tetap

    Alat :

    1) Gelas arloji

    2) Pengaduk

    3) Corong

    4) Botol semprot

    5) Labu ukur

    6) Erlenmeyer 250 mL

    7) Beaker glass

    8) Buret 50 mL

    9) Statif

    10) Bulb

    11) Pipet volume

    12) Pipet tetes

    13) Pemanas / Heater

    14) Kertas Parafilm

    Prosedur :

    A. Standarisasi

    1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

    2. Melakukan perencanaan penimbangan dengan menghitung massa H2C2O4 yang

    dibutuhkan

    m = N x V x BE

    = 0,01 N x 0,25 L x

    = 0,1576 gram

    3. Melakukan penimbangan dan didapat hasil penimbangan seberat 0,15784 gram

    4. Menghitung kembali normalitas sesungguhnya karena hasil yang didapatkan dalam

    penimbangan tidak tepat seperti hasil penghitungan sedangkan hasil yang dibutuhkan

    harus kuantitatif.

  • =

    = 0,0100 N

    5. Melarutkan dengan aquades secukupnya ke dalam beaker glass hingga homogen

    6. Tuangkan ke labur ukur dengan bantuan corong, tambahkan aquades hingga tanda

    tera, tutup dengan tutupnya atau kertas parafilm lalu kocok hingga homogen dan

    jangan lupa diberi etiket

    7. Siapkan buret 50 mL dan statif.

    8. Bilas buret 50 mL dengan larutan KMnO4, pastikan tidak bocor

    9. Tuang larutan KMnO4 dengan bantuan corong ke buret sampai angka 0,00 mL

    10. Letakkan beaker glass di bawah buret untuk menampung larutan KMnO4

    11. Bilas pipet volume 10 mL dengan larutan H2C2O4 0,1 N

    12. Pipet 10 mL larutan H2C2O4 0,1 N, masukkan kedalam erlenmeyer

    13. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N bebas organik

    14. Dipanaskan hingga suhu 70oC

    15. Titrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna

    dari jernih menjadi warna merah muda konstan

    16. Catat volume larutan KMnO4

    B. Penetapan Kadar

    1. Persiapkan sampel yang akan digunakan

    2. Tuang sampel ke beaker glass

    3. Bilas pipet volume 50 mL dengan larutan sampel

    4. Pipet 50,0 mL larutan sampel kedalam erlenmeyer

    5. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N bebas zat organik

    6. Lalu tambahkan KMnO4 0,01 N tetes demi tetes sampai terbentuk warna merah

    muda

    7. Panaskan selama 10 menit, bila warna merah muda hilang maka tambahkan lagi

    KMnO4 hingga warna merah muda stabil (dengan menggunkan pipet ukur)

    8. Tambahkan 15,0 mL KMnO40,01 N, lalu panaskan hingga 10 menit

    9. Tambahkan H2C2O4 0,01 N sampai warna merah muda KMnO4 hilang, panaskan

    10. Titrasi dengan larutan KMnO4 dalam keadaan panas sampai terbentuk warna

    merah muda konstan

    11. Catat volume larutan KMnO4

  • Hasil Praktikum :

    A. Standarisasi

    Volume as.oksalat Normalitasas.oksalat Volume KMnO4(mL)

    10,00 mL 0,0100 N V1 = 10,70 mL

    10,00 mL 0,0100 N V2 = 12,20 mL

    V rata-rata = 10,00

    mL V rata-rata = 0,0100 N V rata-rata= 11,45 mL

    B. Penetapan Kadar

    Volume sampel (mL) N KMnO4 (HasilStd)

    Volume KMnO4(mL)

    50,00 mL 0,0093 N V1= 9,10 mL

    50,00 mL 0,0081 N V2 = 10,60 mL

    Rata2 = 50,00 ml V rata-rata = 0,0081 N V rata-rata = 9,85 mL

    Perhitungan :

    A. Standarisasi

    B. Penetapan Kadar

    Percobaan I dengan volume KMnO4 padastandarisasidan volume KMnO4

    padapenetapankadar

    =

    )

  • = 415,9588 mg/l

    Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil titrasi standarisasi KMnO4

    dengan H2C2O4 yaitu pada percobaan pertama diperoleh volume KMnO4 sebanyak 10,70

    mL dan pada percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 12,20 mL , sehingga

    pada saat dilakukan perhitungan normalitas sebenarnya KMnO4 terstandarisasi setelah

    dirata-rata didapatkan hasil sebanyak 0,0087 N.

    Pada saat dilakukan Titrasi perhitungan kadar zat organik pada sampel diperoleh data

    sebagai berikut, pada percobaan pertama didapatkan volume KMnO4 sebanyak 9,10 mL

    dan pada percobaan kedua diperoleh volume KMnO4 sebanyak 10,60 mL sehingga pada

    saat dilakukan perhitungan kadar zat organik diperoleh kadar rata-rata sebanyak 415,9588

    ppm

    Kesimpulan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat organik yang

    terkandung dalam sampel adalah sebanyak Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat

    disimpulkan bahwa kadar zat organik yang terkandung dalam sampel adalah sebanyak

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat organik yang

    terkandung dalam sampel adalah sebanyak 415,9588 ppm.

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    Mata Kuliah : KIMIA AIR

    Dosen Pengajar : 1. Dra.Wieke Sriwulan,ST,MARS,M.Kes

    2. Ayu Puspitasari,ST,M.si

    3. Ratno Tri Utomo,SST

    Tingkat / Semester : 2 / III

    Kelompok : A

    Hari, tanggal : Selasa, 23 September 2014

    Materi Praktikum : I. Penentuan Kadar Sulfat dalam Air

    I. PENETUAN KADAR SULFAT DALAM AIR

    Tujuan :

    Mengetahui kadar sulfat dalam sampel air dengan metode spektrofotometri

    Tinjauan Pustaka :

    Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida

    paling tinggi dari unsur belerang.Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida oleh

    bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur.

    Sebaliknya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam

    sulfida.Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik daripada sulfida didalam

    lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari

    aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium. Secara ilmiah

    sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang mengandung S, misalnya gips

    (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat ( CaSO4). Selain itu dapat juga berasal dari

    oksidasi senyawa organik yang mengandung sulfat adalah antara lain industri kertas, tekstil

    dan industri logam.

    Metode yang digunakan untuk untuk menentukan kadar sulfat adalah metode

    turbidimetri dengan alat spektrofotometri. Metode tersebut berdasarkan kenyataan bahwa

  • BaSO4 cenderung membentuk endapan koloid yang dibentuk dengan penambahan

    BaCl2,bentuk koloid ini distabilkan oleh larutan NaCl dan HCl yang mengandung gliserol

    dan senyawa organik. BaSO4 mempunyai kelarutan dimana kelarutan ini bertambah

    dengan adanya asam-asam mineral karena terbentuk ion hidrogen sulfat. Pada pH >8

    sulfida membentuk ion sulfida namun pada pH

  • 20 mL asam asetat CH3COOH (99 %) dalam 500 mL air suling dan jadikan 100 mL

    dengan air suling

    c. Kristal barium klorida BaCl2.2H2O

    d. Larutan baku sulfat 100 mg/L

    Larutkan 0,1479 gram Na2SO4 anhidrat dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL dan

    tepatkan sampai tanda tera

    e. Air suling (aquades)

    Alat :

    1) Neraca analitik

    2) Gelas arloji

    3) Pengaduk

    4) Corong

    5) Botol semprot

    6) Labu ukur

    7) Erlenmeyer 250 mL

    8) Bulb

    9) Pipet volume 2 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, dan 25 mL

    10) Spektrofotometer

    11) Kertas Parafilm

    Prosedur :

    1. Ukur dengan teliti 100 mL contoh atau bagian yang yang dijadikan 100 mL ke

    dalam erlenmeyer 250 mL

    2. Tambah 20 mL larutan buffer B, aduk dengan alat pengaduk, sambil diaduk

    ditambahkan 0,5 gram BaCl2 .2H2O. Mulai hitung waktu pengadukan selama 60

    detik pada kecepatan tetap.

    3. Siapkan kurva standar dengan konsentrasi 0 40 mg/L

    a. 2 mg/L (2 ppm)

    Memipet 2,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam

    labu ukur

    b. 5 mg/L (5 ppm)

    Memipet 5,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam

    ;labu ukur

    c. 10g/L (10 ppm)

  • Memipet 10,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam

    labu ukur

    d. 20 mg/L (20 ppm)

    Memipet 20,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam

    labu ukur

    e. 25mg/L (25 ppm)

    Memipet 25,0 mL dari larutan baku 100 ppm dan diaddkan hingga 100 mL didalam

    labu ukur

    4. Koreksi untuk contoh berwarna dan keruh dengan menyiapkan blanko tanpa

    penambahan BaCl2

    5. Mengukur absorbansi sampel , larutan blanko ,dan larutan kurva standart dengan

    spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.

    Hasil Praktikum :

    Pengukuran absorbansi larutan baku

    Jenislarutanbaku absorbansi

    5 ppm 0.77

    10 ppm 0.144

    15 ppm 0.16

    20 ppm 0.500

    25 ppm 0.329

    30 ppm 0.371

    Pengukuran absorbansi sampel

    Sampel A 0.595

    Sampel B 0.691

    Gambar Praktikum :

  • Pembahasan :

    Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa absorbansi sampel

    pada percobaan pertama adalah 0,477 dan absorbansi sampel pada percobaan kedua

    adalah 0,515 sehingga bila hasil itu dirata-rata dan hasilnya adalah 0,496. Maka pada

    grafik, titik absorbansi sampel berada di atas titik absorbansi larutan standar 25 ppm

    y = 0.0675x + 0.0275 R = 0.6083

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0 2 4 6 8

    Absorbansi

    Absorbansi

    Linear (Absorbansi)

    Linear (Absorbansi)