adsorpsi ion logam kromium(iii) pada serat sabut … · jurusan kimia fmipa universitas udayana,...

20

Upload: lycong

Post on 12-Aug-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ADSORPSI ION LOGAM KROMIUM(III) PADA SERAT SABUT KELAPA TERAKTIVASI ASAMA KLORIDA

OLEH I WAYAN SUDIARTA, S.Si., M.Si.

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

Januari 2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang

Hyang Widhi Wasa atas karunia-Nya penulisan karya Ilmiah yang berjudul ”

Adsorpsi Ion Logam Kromium(III) Pada Serat Sabut Kelapa Teraktivasi Asam

Klorida” dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah disusun berdasarkan hasil

penelitian penulis untuk didokumentasikan pada Perpustakaan Universitas

Udayana. Pada Kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada kolega

teman-teman dosen yang bertugas di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Udayana atas bantuannya dalam penyususnan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangannya

karena itu saran dan masukan dari pembacasangat diharapkan.

Semoga karya ilmiah ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan Ilmu

Pengetahuan.

Bukit Jimabran, Januari 2016

ttd

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .............................................................................................. i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................ iii

Abstrak .......................................................................................................... iV

I. Pendahuluan ..................................................................................... 1

II. Metode Penelitian ............................................................................. 2

III. Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 5

IV. Kesimpulan ....................................................................................... 13

Daftar Pustaka ............................................................................................... 13

iv

ADSORPSI ION LOGAM KROMIUM(III) PADA SERAT SABUT KELAPA TERAKTIVASI ASAMA KLORIDA

I Wayan Sudiarta

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Penelitian mengenai adsorpsi Cr(III) pada biosorben serat sabut kelapa hijau (cocos mucifera) teraktivasi asam klorida telah dilakukan, meliputi penentuan aktivasi optimum oleh asam klorida, penentuan keasaman biosorben teraktivasi asam klorida, penentuan pH optimum, waktu kontak optimum, isoterm dan kapasitas biosorpsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biosorben teraktivasi asam klorida optimum pada konsentrasi 0,8 M. Nilai keasaman total dari biosorben teraktivasi asam klorida sebesar (13,8509 ± 0,0308) mmol/g, dan biosorben tanpa aktivasi sebesar (5,3013 ± 0,0044) mmol/g. pH optimum masing-masing biosorben adalah pH 3 dan waktu kontak optimum biosorben teraktivasi asam klorida adalah 30 menit, dan biosorben tanpa aktivasi adalah 120 menit. Kapasitas biosorpsi serat sabut kelapa hijau teraktivasi asam klorida dan tanpa aktivasi terhadap Cr(III) berturut-turut 19,57196 mg/g dan 11,91392 mg/g.

Kata kunci : adsorpsi, biosorben, aktivasi asam klorida, kapasitas biosorpsi

ABSTRACT

The research was conducted to observe the capacity of biosorption of Cr(III) ions on chloride acid-activated green coconut coir fiber. This research determined the optimum acid concentration for the activation, the surface acidity of biosorben, optimum pH, optimum contact time and biosorption isotherm and capacity.

The result showed that the optimum acid concentrations for the activation of green coconut coir fiber were 0,8 M for HCl. The surface acidity of the activated by hydrochloric acid; and without activation were (13.8509 ± 0.0308) and (5.3013 ± 0 , 0044) mmol / g respectively. The optimum pH of eachs were 3 and contact times were 30 minutes for activated hydrochloric acid, and 120 minutes for without activation. Biosorption capacity of activated green coconut fibers by hydrochloric acid, and original green coir fibre were 19,57196 mg / g, and 11,91392 mg / g recpectively. Key words : adsorption, coconut, activation, capacity

1

I. PENDAHULUAN

Keberadaan logam berat di lingkungan yang melebihi ambang batas akan merusak

lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan bagi mahluk hidup dan lingkungan

tersebut. Logam berat yang mencemari lingkungan berasal dari limbah hasil kegiatan indusri

dan salah satunya adalah kromium. Kromium merupakan logam yang penggunaannya sangat

luas dan berbahaya bagi lingkungan (Hubeey, et al,1993)

Pemanfaatan kromium dan senyawanya dapat dijumpai dalam industri penyepuhan,

penyamakan kulit, pendingin air, pulp, serta pemurnian bijih dan petroleum. Limbah cair dari

industri-industri tersebut mengandung Cr (III) dalam rentang konsentrasi 10-100 mg/L

sedangkan konsentrasi Cr(III) yang diperbolehkan menurut standar Departemen Kesehatan

hanya 2mg/L untuk air limbah dan 0,005 mg/L untuk air minum. Cr (III) umumnya hanya

bersifat toksik terhadap tumbuh-tumbuhan dalam konsentrasi tinggi, kurang toksik bahkan

non toksik terhadap binatang, akan tetapi apabila terpapar dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan kanker (Anderson,1997)

Salah satu cara untuk mengurangi adanya logam kromium dalam limbah industri

adalah dengan adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu gejala permukaan dimana terjadi

penyerapan atau penarikan molekul-molekul gas atau cairan pada permukaan adsorben.

Beberapa biosorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah kromium adalah

serbuk gergaji, hasil samping pertanian, dan rumput laut. Salah satu hasil samping pertanian

yang cukup potensial sebagai biosorben logam berat adalah kelapa.

Serat sabut kelapa hijau banyak digunakan sebagai biosorben karena serat sabut kelapa

hijau mengandung selulosa yang dalam struktur molekulnya mengandung gugus karboksil

serta lignin yang mengandung asam fenolat yang ikut ambil bagian dalam pengikatan logam.

Menurut Pino, et. al, (2005) selulosa dan lignin adalah biopolimer yang berhubungan dengan

proses pemisahan logam-logam berat. Keunggulan biosorben ini adalah relatif mudah

didapatkan, ramah lingkungan, dan dapat diperbaharui (Seki and Akira, 1998; Yun, et al.,

2001; Yu, et al., 2003).

Adsorpsi logam dengan menggunakan biosorben telah banyak dilakukan oleh peneliti

sebelumnya. Rumput laut sering digunakan sebagai biosorben logam kromium yang

2

dilakukan oleh peneliti. Okik (2008) melakukan penelitian menggunakan rumput laut

Eucheuma spinosum teraktivasi asam nitrat dan asam sulfat sebagai biosorben terhadap

logam Cr (III) dengan kapasitas biosorpsi secara berturut-turut sebesar 72,33 dan 68,72

mg/g. Selain rumput laut serat sabut kelapa hijau juga pernah digunakan sebagai biosorben

logam kromium. Wijayanti (2009) telah meneliti serat sabut kelapa hijau sebagai biosorben

ion Cr(III) dengan kapasitas biosorpsi 0,2046 mg/g pada pH 3 dan waktu kontak optimum

biosorpsi 120 menit. Merry (2009) juga melakukan penelitian menggunakan serat sabut

kelapa hijau sebagai biosorben untuk mengadsorpsi logam Cr(VI) dengan kapasitas

biosorpsi 12.6152 mg/g pada pH 2 dengan waktu setimbang biosorpsi 120 menit.

Upaya untuk meningkatkan kapasitas biosorpsi suatu biosorben dapat dilakukan

dengan beberapa perlakuan seperti aktivasi asam, basa dan amobilisasi ligan. Pada penelitian

ini akan dipelajari pengaruh asam terhadap kapasitas biosorpsi serat sabut kelapa hijau.

Asam yang digunakan adalah asam klorida. Aktivasi bertujuan untuk menghasilkan sifat-

sifat kimia dan fisika yang lebih baik seperti keasaman permukaan. Perlakuan dengan asam

menyebabkan terjadinya pertukaran kation dalam serat sabut kelapa dengan kation H+ dari

asam dan melarutkan pengotor yang terdapat pada biosorben sehingga kapasitas biosorpsinya

meningkat (Seki and Akira, 1998).

II. MATERI DAN METODE

2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah serat sabut kelapa hijau kering, bahan-bahan

kimia yang bersifat pro analisis seperti: CrCl3.6H2O, HCl 37%, NaOH, PP, asam oksalat

dan aquadest.

2.2. Peralatan

Alat yang diperlukan : seperangkat alat gelas, bola hisap, corong, kertas saring,

termometer, pH meter, oven, neraca analitik, shaker, magnetik stirer dan Spektrofotometer

Serapan Atom (SSA).

3

2.3. Cara Kerja

1. Penyiapan Biosorben Sabut kelapa hijau dikoleksi dari Kabupaten Karangasem Bali.

Serat sabut kelapa dipisahkan lalu dicuci dengan air bersih dan dibilas dengan aquades,

kemudian dikeringkan. Setelah kering, serat sabut kelapa hijau dipotong kecil-kecil (1-2

mm) lalu di ayak menggunakan ayakan. Serat yang diperoleh dicuci kembali dengan

aquades sampai bersih kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70 0C sampai

diperoleh berat konstan dan disimpan dalam desikator. Serat yang diperoleh digunakan

sebagai biosorben yang disebut dengan B00.

2. Aktivasi biosorben dilakukan dengan cara 2,00 g biosorben B00 dimasukkan ke dalam

25,00 mL larutan asam klorida pada berbagai variasi konsentrasi. Selanjutnya campuran

kemudian diaduk selama 2 jam, kemudian campuran disaring dan residunya dibilas

dengan aquades, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70 0C sampai kering. Masing-

masing residu kemudian diinteraksikan dengan 25,00 mL larutan Cr(III) 200 ppm,

kemudian campuran diaduk selama 2 jam. Selanjutnya campuran disaring, kemudian

Cr(III) dalam filtrat dianalisis dengan SSA dengan metode kurva kalibrasi. Jumlah

Cr(III) yang terserap dapat dihitung. Biosorben yang mengadsorpsi ion logam paling

banyak merupakan biosorben yang teraktivasi paling baik. Biosorben teraktivasi asam

klorida terbaik disebut BAC.

3. Penentuan Keasaman Biosorben dilakukan dengan cara 0,50 g B00, dan 0,500 g BAC,

masing-masing dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan masing-masing

ditambahkan 25,0 mL larutan NaOH 1 M yang telah dibakukan, campuran kemudian

diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam pada temperatur kamar. Setelah 2 jam

larutan disaring menggunakan kertas saring dan residunya dibilas dengan menggunakan

akuades. Filtrat bilasan ditambah indikator pp lalu dititrasi dengan larutan standar HCl 1

M yang telah dibakukan. Titrasi juga dilakukan terhadap larutan blanko yang hanya

mengandung latutan NaOH 1 M yang telah dibakukan. Keasaman total dapat ditentukan

dengan rumus :

B

MxVVgmmolTotalKeasaman HCl21)/(

4

Keterangan :

V1 = volume HCl yang diperlukan untuk mentitrasi blanko (mL)

V2 = volume HCl yang diperlukan untuk mentitrasi filtrat biosorben (mL)

B = berat biosorben (g)

4. Penentuan pH optimum dilakukan dengan cara 0,50 g biosorben diinteraksikan dengan

25,0 mL larutan Cr(III) 200 ppm dengan pH larutan Cr (III) masing-masing 1, 2, 3, 4,

dan 5, kemudian diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam. Selanjutnya campuran

disaring dan filtratnya diambil untuk dianalisis Cr(III) yang tersisa dengan

menggunakan SSA pada panjang gelombang 357,9 nm. Nilai Absorbansi yang diperoleh

dimasukkan dalam persamaan regresi linier Cr(III) sebagai berikut :

BVCCWads

11000

21

......................................................... (1)

Wads = berat Cr(III) terserap oleh 1 gram sampel (mg/g)

B = berat sampel yang digunakan (g)

C1 = konsentrasi larutan Cr (III) awal (ppm)

C2 = konsentarsi larutan Cr(III) akhir (ppm)

V = volume larutan Cr(III) yang digunakan (mL)

pH optimum diperoleh dengan membuat kurva antara pH dan jumlah Cr(III) yang

terserap oleh 1 gram sampel (mg/g).

5. Penentuan Waktu Optimum dilakukan dengan cara 0,5 g biosorben diinteraksikan

dengan 25,0 mL larutan Cr(III) dengan pH optimum yang diperoleh. Campuran diaduk

dengan pengaduk magnet selama masing-masing 5, 10, 30, 60, 90, 120, dan 180 menit.

Selanjutnya campuran disaring dan filtratnya diambil untuk dianalisis. Nilai absorbansi

yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi linier Cr(III) untuk mendapatkan

konsentrasi Cr(III) pada masing-masing filtat. Banyaknya Cr(III) yang terserap oleh

setiap gram sampel dapat dihitung dengan persamaan (1).

6. Penentuan Isoterm dan Kapasitas Biosorpsi 0,5 g biosorben diinteraksikan dengan 25,0

mL larutan Cr(III) dengan konsentrasi berturut-turut 100, 200, 300, 400, 500, 750, 1000,

5

dan 1200 ppm. Kemudian diinteraksikan selama waktu kontak dan pH optimumnya

pada temperatur kamar dan tekanan atmosfer. Selanjutnya, campuran disaring dan

filtratnya diukur dengan SSA pada panjang gelombang 357,9 nm.

Data pola isoterm biosorpsi diterapkan ke persamaan linier isoterm biosorpsi

Langmuir’s dan dengan membuat kurva C terhadap C/m, sehingga dapat ditentukan

kapasitas biosorpsinya. Kapasitas biosorpsi (b) yang menyatakan jumlah maksimum

biosorbat yang dapat diserap.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Aktivasi Biosorben

Pengaruh konsentrasi asam klorida pada aktivasi biosorben dapat dilihat pada

Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan bahwa jumlah Cr(III) yang terserap meningkat

seiring dengan kenaikan konsentrasi asam klorida yang ditambahkan hingga

konsentrasi optimum (0,8 M untuk asam klorida). Hal ini menunjukkan bahwa semakin

bertambah konsentrasi asam klorida proses pembentukan situs aktif semakin baik. Pada

penambahan konsentrasi asam klorida yang lebih besar menunjukkan mulai terjadi

penurunan jumlah Cr(III) yang terserap. Pada aktivasi biosorben dengan asam klorida

jumlah Cr(III) yang terserap mulai menurun pada konsentrasi 1 M. Hal ini

mengindikasikan bahwa konsentrasi asam klorida ( 1 M) mulai tidak efektif

membentuk situs aktif karena menyebabkan kerusakan struktur serat sabut kelapa

Hijau.

Berdasarkan Gambar 1 biosorben terbaik adalah biosorben BAC4 yaitu

biosorben yang diaktivasi dengan HCl 0,8 M dengan perbandingan volume HCl 25 mL

dan 2 gram biosorben, sehingga diperoleh rasio mol HCl dengan berat biosorben adalah

10 mmol/ 1 gram biosorben.

Jumlah Cr(III) yang terserap pada biosorben teraktivasi asam klorida optimum

adalah 3,7343 mg/g, sedangkan jumlah Cr(III) yang terserap pada biosorben tanpa

aktivasi (B00) adalah 1,5545 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas biosorpsi

6

serat sabut kelapa hijau meningkat jika teraktivasi dengan asam klorida. Hal ini

disebabkan oleh kemampuan asam klorida untuk melarutkan komponen pengotor pada

serat sabut kelapa hijau sehingga lebih dapat membuka pori-pori. Ini didukung oleh

keasaman permukaan biosorben teraktivasi oleh HCl (BAC) adalah 13,8497 mmol/g,

lebih besar dari keasaman permukaan biosorben tanpa aktivasi (B00) yaitu 5,30

mmol/g.

Gambar 1. Grafik jumlah Cr(III) terserap pada berbagai biosorben teraktivasi asam

klorida ( 2 gram biosorben : 25 mL asam, waktu kontak 2 jam)

3.2 Keasaman Permukaan Biosorben

Nilai keasaman permukaan masing-masing biosorben tanpa aktivasi adalah

5,30 mmol/gram, sedang biosorben teraktivasi asam klorida adalah 13,85 mmol/g.

Keasaman serat sabut kelapa hijau disebabkan karena adanya proton yang dapat

terdisosiasi atau pelepasan ion-ion H+ dari gugus hidroksi (-OH) pada sellulosa dan

lignin yang terkandung pada serat sabut kelapa hijau. Ion-ion H+ yang terlepas akan

bereaksi dengan NaOH dan NaOH sisa bereaksi dengan HCl, reaksi-reaksi kimia yang

bereaksi adalah sebagai berikut :

RH + NaOH berlebih → RNa + H2O + NaOHsisa

NaOHsisa + HCl → NaCl + H2O

0

1

1

2

2

3

3

4

4

BAC 1 BAC 2 BAC 3 BAC 4 BAC 5

jum

lah

Cr(II

I) te

rser

ap (m

g/g)

bi

osor

en

Jenis biosorben

7

Dimana R adalah makromolekul dan H adalah proton dari gugus (-COOH) atau gugus

OH-. Keasaman permukaan pada biosorben teraktivasi asam lebih tinggi dibandingkan

kontrol (B00) karena jumlah situs aktif yang terdapat pada masing-masing biosorben

bertambah pada saat aktivasi.

3.3 Efek pH Awal Larutan Cr(III) terhadap Biosorpsi

Pengikatan kation oleh situs-situs aktif biosorben sangat dipengaruhi oleh pH.

Parameter pH merupakan parameter penting dalam proses biosorpsi yang

mempengaruhi spesies logam dalam larutan, aktivitas gugus fungsi dalam biomassa

dan kompetisi dengan ion H+ dengan ion logam ogam.

Variasi pH dipelajari untuk mengetahui pH interaksi dimana biosorben

menyerap biosorbat secara maksimum. Pengaruh pH terhadap kemampuan biosorpsi

Cr(III) pada biosorben serat sabut kelapa hijau dilakukan dengan cara

menginteraksikan biosorben dengan larutan Cr (III) 200 ppm pada berbagai variasi pH

yaitu pH 1, 2, 3, 4, dan 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Cr(III) yang

terserap pada biosorben sangat dipengaruhi oleh pH, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.

Gambar 2 Kurva pengaruh pH terhadap biosorpsi Cr(III) oleh biosorben dengan

konsentrasi awal larutan Cr(III) 200 ppm, dan waktu interaksi 5 jam.

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pada pH < 3 jumlah Cr(III) yang terserap

lebih sedikit karena adanya jumlah H+ yang besar sehingga kation logam berkompetisi

0

1

1

2

2

3

3

4

0 1 2 3 4 5 6

jum

lah

Cr(II

I) te

rser

ap (m

g/g)

variasi pH

BAC

B00

8

dengan H+ untuk berikatan dengan situs-situs aktif biosorben. Jumlah Cr(III) yang

terserap paling tinggi terjadi pada pH 3. Pada pH 3 spesies Cr(III) dominan dalam

bentuk Cr3+ dibandingkan spesies Cr(OH)2+, sehingga dapat dikatakan Cr(III) yang

terserap pada biosorben dominan dalam bentuk Cr3+ dibandingkan spesies yang lain.

Sedangkan pada pH 4-5 jumlah Cr(III) yang terserap lebih kecil dibandingkan dengan

pH 3, karena pada pH 4-5 jumlah Cr3+ dalam larutan lebih kecil. Pada pH 5 spesies

Cr(III) dominan dalam bentuk Cr(OH)2+ dibandingkan Cr3+. Kehadiran OH- yang lebih

besar pada pH yang lebih tinggi menyebabkan Cr3+ berubah menjadi Cr(OH)2+ semakin

banyak sehingga Cr3+ dalam larutan berkurang.

Reaksinya : Cr3+ + OH- → Cr(OH)2+.

Dengan demikian pH optimum adsorpsi Cr(III) terjadi pada pH 3. Hal ini sesuai

dengan yang dilaporkan Yun (2001), dimana spesiasi Cr(III) dalam larutan dipengaruhi

oleh pH.

3.4 Waktu Kontak Biosorpsi

Pengaruh waktu terhadap jumlah Cr(III) yang terserap oleh biosorben

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 kurva pengaruh waktu kontak biosorpsi biosorben terhadap jumlah

Cr(III) yang terserap pada masing-masing waktu kontak dengan larutan Cr(III) 200 ppm pada pH 3.

0

1

1

2

2

3

3

4

4

5

0 50 100 150 200

jum

lah

Cr(II

I) te

rser

ap (m

g/g)

waktu kontak (menit)

BAC

B00

9

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa serat sabut kelapa teraktivasi asam

klorida memiliki waktu kontak optimum biosorpsi 30 menit. Pada awal interaksi Cr(III)

yang terserap meningkat seiring penambahan waktu kontak dan konstan pada menit ke

30 dan mulai turun setelah 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa Cr(III) yang

teradsorpsi cenderung lepas karena ikatannya sangat lemah. Mudah terlepasnya Cr dari

adsorben disebabkan oleh jenis interaksi yang terjadi adalah interaksi fisik yang sangat

lemah. Dari kurva juga terlihat bahwa waktu kontak optimum biosorben tanpa aktivasi

adalah 120 menit.

3.5 Isoterm dan Kapasitas Biosorpsi

Kurva penyerapan Cr(III) oleh biosorben BAC, BAN dan B00 pada berbagai

konsentrasi awal ditampilan pada Gambar 4.

Gambar 4 Kurva jumlah Cr(III) yang terserap (mg/g) terhadap konsentrasi awal Cr(III)

oleh masing-masing biosorben pada pH dan waktu kontak optimum masing-masing biosorben.

Kurva pada Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan naiknya konsentrasi Cr(III)

yang diinteraksikan, maka jumlah Cr(III) yang terserap tiap gram biosorben semakin

bertambah juga. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah konsentrasi awal larutan

Cr(III) yang digunakan maka semakin banyak jumlah Cr(III) yang berinteraksi dengan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

jum

lah

Cr(II

I) te

rser

ap m

g/g

konsentrasi awal (ppm)

BAC

B00

10

situs aktif dari masing-masing biosorben tersebut. Jumlah Cr(III) yang terserap

semakin meningkat dengan naiknya konsentrasi awal yang diinteraksikan dan konstan

pada saat jumlah Cr(III) yang terserap sudah mencapai keadaan jenuh. Dari Gambar 4

juga dapat dilihat bahwa kedua jenis biosorben mencapai keadaan jenuh pada

konsentrasi 750 ppm, terlihat dari jumlah Cr(III) yang terserap cenderung konstan.

Pola isoterm biosorpsi Cr(III) dapat diketahui dengan jalan membuat kurva

antara konsentrasi Cr(III) dalam kesetimbangan dengan banyaknya Cr(III) yang

terserap. Pola isoterm masing-masing biosorben dapat dilihat pada Gambar 5, dan 6.

Gambar 5 Pola isoterm biosorpsi BAC pada pH 3 dan waktu interaksi 30 menit.

Gambar 6 Pola isoterm biosorpsi B00 pada pH 3 dan waktu interaksi 120 menit

11

Data biosorpsi yang didapat dalam pola isoterm biosorpsi tersebut diterapkan ke dalam

persamaan isoterm biosorpsi Langmuir dan persamaan isotherm Freundlich. Karena

nilai r dari pola isotherm Langmuir lebih besar dibandingkan nilai r dari pola isotherm

Freundlich, maka pola isotherm yg diterapkan untuk menghitung kapasitas biosorpsi

adalah pola isotherm Langmuir dengan rumus C/m = C/b + 1/k, dimana C adalah

konsentrasi Cr(III) dalam kesetimbangan (mol/L) dan m adalah jumlah Cr(III) yang

terserap per gram biosorben (mol/g). Adapun nilai r dari masing-masing pola isotherm

adalah disajikan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 1 Nilai r masing-masing pola isotherm biosorpsi dari masing-masing biosorben

Kurva dari pesamaan isoterm biosorpsi Langmuir dari biosopsi Cr(III) pada masing-

masing biosorben ditampilkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7 Kurva isoterm biosorpsi Langmuir Biosorben teraktivasi asam klorida terhadap

Cr(III) (mol/L)

Biosorben Nilai r ( regresi linier)

Langmuir Freundlich

BAC 0,819 0,745

B00 0,777 0,582

12

Gambar 8 Kurva isoterm biosorpsi Langmuir Biosorben tanpa aktivasi terhadap

Cr(III) (mol/L)

Berdasarkan persamaan isoterm biosorpsi tesebut dapat diketahui nilai kemiringan

(slope) yang digunakan untuk mengetahui nilai b. Pada penelitian ini diperoleh persamaan

regresi linier untuk isoterm biosorpsi Langmuir pada biosorben teraktivasi asam klorida

(BAC) dan biosorben tanpa aktivasi (B00) secara berturut-turut adalah y = 2,455x + 19,89

dan y = 4,155x + 34,79. Berdasarkan persamaan isoterm Langmuir diperoleh kapasitas

biosorpsi (b) dari masing-masing biosorben yang disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Kapasitas biosorpsi masing-masing biosorben (b) terhadap Cr(III) dalam larutan.

Biosorben Slope b (mol/g) b (mmol/g) b (mg/g)

b rata-rata

(mg/g)

BAC U1 2,455 0,000407 0,407332 21,18126

19,57196 BAC U2 2,632 0,00038 0,379939 19,75684

BAC U3 2,925 0,000342 0,34188 17,77778

B00 U1 4,155 0,000241 0,240674 12,51504

11,91392 B00 U2 4,162 0,00024 0,240269 12,49399

B00 U3 4,845 0,000206 0,206398 10,73271

13

Berdasarkan Tabel 2 di atas, diketahui bahwa biosorben teraktivasi asam klorida

memiliki kapasitas yang lebih tinggi daripada biosorben tanpa aktivaisi kerana aktivasi asam

menyebabkan jumlah situs aktif biosorben meningkat. Asam klorida dapat melarutkan

pengotor pengotor pada biosorben. Hal ini didukung oleh data keasaman permukaan, dimana

biosorben teraktivasi asam klorida memiliki keasaman permukaan yang lebih tinggi

dibandingkan biosorben tanpa aktivasi.

IV. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Rasio optimum asam/serat sabut kelapa hijau pada proses aktivasi biosorben oleh

asam klorida adalah 10 mmol asam klorida : 1 g biosorben atau 10 mmol/g.

2. Kapasitas adsorpsi serat sabut kelapa hijau yang teraktivasi oleh asam klorida

terhadap Cr(III) dalam larutan adalah sebesar 19,57196 mg/g.

DAFTAR PUSTAKA Anderson, R. A., 1997, Chromium as an Essential Nutrient for Human, Reg Toxico.

Pharmacol., 26 : 534-541. Aravindan, R., Madhan, B., Bao, J.R., Nair, B.U., and Ramasami T., An 2004,

Bioaccumulation of Chromium from Tannery Wastewater : Approach for Chrome Recovery and Reuse, Environ. Sci. Technol., 38, 300-306.

Cotton dan Wilkinson, 1989, Kimia Anorganik Dasar, a.b. Sahati Suharto, UI Press,

Jakarta. Hubeey, J. E,. Keiter, E. A., Keiter, R. L., 1993, Inorganic Chemistry : Principles of

Structure and Reactivity, Fourth Eddition, Harper Collins College Publisher.

Khan, S.U., 1980, Pesticides in The Soil Environment. Elseveir Scientific Publishing Company, New York.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

14

Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Penerbit Gramedia, Jakarta

Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerapan Logam Berat (Timbal, Tembaga, dan Kadmium) di Perairan, Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana S3, IPB, Bogor.

Palar, H., 1995, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan keempat, Rineka

Cipta, Jakarta

Pino, G.H., Mesquita, L.M.S., Torem, M.L., and Pinto, G.A.S., 2005, Biosorption of Cadmium by Green Coconut Shell Powder, Metallurgy and Material, 225-Gavea, 22453-900 Rio de Janeiro-RJ, Brazil.

Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta. Seki, H. And Akira Suzuki, 1998, Biosospsion of Heavy Metal Ions to Brown Algae,

Macrocytis pyrifera, Kjellmaniella crassifora, and Undaria pinnatifida, Jurnal of Colloid and Interface Science, 206 : 297-301.

Sinly Evan Putra, 2008, Kelapa Sebagai Bioindustri Potensial Indonesia, http.Chem-is-

try-org. Sukardjo, 1985, Kimia Anorganik, Bina Aksara, Jakarta

Van-Olphen, H, 1977, An Entroduction to Clay Colloid Chemistry for Clay Technologist, Geologist and Soil Scientist, 2nd ed. Awiley – Interscience – Rahway. N.J., USA.

Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi

Kelima, Penerbit PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.