83307271 penyakit dan kelainan kelenjar ludah

Upload: sisca-rizkia-arifianti

Post on 16-Oct-2015

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

saliva

TRANSCRIPT

  • PENYAKIT DAN KELAINAN KELENJAR LUDAH

    1. Pengertian dan fungsi Ludah

    Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas

    campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva

    dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai

    fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut

    saliva (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan

    fetus (4 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam

    duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang

    melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar

    antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah

    1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang

    kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air

    ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

    Ludah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis

    kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit

    tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24

    jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat

    organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein,

    lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang

    menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride,

    Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling

    tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.

    Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu :

    a. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan

    menelan makanan

    b. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair

    sehingga mudah ditelan dan dirasakan

  • c. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman

    d. Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer

    e. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah)

    dan lipase ludah

    f. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor

    pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva

    g. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam

    tubuh.

    h. membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)

    Kurang lebih 80% bau mulut timbul dari dalam rongga mulut. Air ludah atau saliva

    memegang peranan dalam masalah bau mulut, gigi berlubang dan penyakit rongga

    mulut/penyakit tubuh secara keseluruhan karena air ludah melindungi gigi dan selaput lunak

    di rongga mulut dengan sistem buffer sehingga makanan yang terlalu asam misalnya bisa

    dinetralkan kembali keasamannya dan juga segala macam bakteri baik yang aerob (hidup

    dengan adanya udara) maupun bakteri anaerob (hidup tanpa udara) dijaga keseimbangannya.

    Di dalam air ludah juga terdapat antigen dan antibodi yang berfungsi melawan kuman dan

    virus yang masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh tidak akan mudah terserang penyakit.

    Seandainya dalam keadaan normal tersebut seseorang memakai obat kumur ataupun

    antiseptik yang berlebihan, maka justru keseimbangan bakteri akan terganggu, bakteri-

    bakteri yang penting bisa menjadi mati, justru bakteri-bakteri yang merusak malah menjadi

    berlipat ganda sehingga timbul lah masalah dalam rongga mulut. Adanya bakteri akan dapat

    membuat sisa makanan di gigi/selaput rongga mulut terfermentasi (seperti halnya ragi),

    sehingga timbul racun bersifat asam yang akan membuat email menjadi rapuh (mengalami

    demineralisasi/mineral gigi rontok )mula-mula secara mikro dan dengan berjalannya waktu

    gigi akan berlubang secara kasat mata. Masalah lain, bakteri terutama bakteri anaerob (hidup

    tanpa udara) akan mengeluarkan gas yang mudah menguap antara lain seperti gas H2S

    (Hidrogen Sulfid), Metil Merkaptan dll. Gas ini menimbulkan bau mulut.

    Pada orang-orang yang mengalami diabetes/kencing manis, perokok, makan obat-

    obatan tertentu, orang lanjut usia, maupun orang yang menjalani terapi radiasi (pada

  • penderita kanker) punya kecenderungan air ludahnya berkurang (disebut dengan istilah

    xerostomia=kekeringan rongga mulut). Hal ini bisa diatasi dengan terapi obat-obatan yang

    merangsang keluarnya air ludah (dengan obat-obatan yang diresepkan dari dokter gigi).

    Kecuali bagi perokok, barangkali lebih bijaksana apabila frekuensi rokoknya yang

    dikurangi, juga orang yang sedang meminum obat-obatan tertentu yang dapat menimbulkan

    kekeringan rongga mulut, dapat kembali seperti semula apabila obat-obatan telah dihentikan

    pemakaiannya. (Khususnya pada penderita diabetes/kencing manis, ada bau mulut khas

    yakni bau aseton). Kemudian dalam hal kualitas, hindari makan-makanan yang terlalu

    banyak mengandung zat-zat kimia, seperti makanan yang banyak mengandung zat

    pengawet, zat pewarna tambahan, zat penambah rasa, atau makanan yang terlalu

    manis/lengket/asam , maupun minuman-minuman berkarbonasi secara terus menerus. Sebab

    dengan keasaman yang terus menerus, air ludah tidak dapat menyangga kadar keasamannya

    (fungsi buffer tadi) supaya pH-nya naik kembali. Jadi keasaman yang terus menerus itu yang

    membuat gigi berlubang (mengalami demineralisasi email). Bila ingin minum air bersoda,

    atau permen lebih baik dimakan dalam satu waktu tertentu berdekatan dengan makan

    pagi/makan siang/makan malam dan diakhiri dengan minum air putih/sikat gigi, daripada

    memakan atau meminumnya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama. Menyikat

    gigi umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi setelah makan pagi dan malam sebelum

    tidur. Dengan jumlah yang 2 kali dan juga kesalahan manusiawi misalnya tidak bisa setiap

    saat bisa membersihkan gigi dengan tepat dan teliti ke seluruh bagian, maka kita harus

    melepaskan waktu perawatan sisanya kepada air ludah yang cukup jumlahnya dan baik

    kualitasnya. Dengan cara makan makanan yang alamiah tidak banyak mengandung zat

    kimia, yakni zat perasa, pewarna dan pengawet, makan makanan berserat seperti sayur dan

    buah-buahan supaya saat menggigit air ludah dapat terrangsang untuk keluar (pada makanan

    yang semuanya lunak/tidak berserat, gigi tidak perlu menggigit kuat, akibatnya air ludah

    juga tidak banyak keluar), menghindari minuman berkarbonasi (secara berlebihan) dan juga

    pola makannya diatur dengan memakan camilan/minuman manis berdekatan dengan waktu

    makan makanan utama, setelah itu gigi dibersihkan, apabila tidak dapat menggosok gigi,

    kumur-kumurlah atau minumlah air putih yang banyak. Itu adalah cara yang sederhana dan

    paling mudah dilakukan.

    2. Jenis kelenjar saliva dan muaranya

  • Macam-macam kelenjar ludah :

    1. Kelenjar ludah utama / mayor / besar-besar

    Kelenjar-kelenjar ludah besar terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya

    disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.

    Kelenjar saliva mayor terdiri dari :

    Kelenjar Parotis , terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula

    Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak antara prossesus

    mastoideus dan ramus mandibula. Duktus kelenjar ini bermuara pada vestibulum oris

    pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapan molar2 atas. Kelenjar parotis

    dibungkus oleh jaringan ikat padat, mengandung sejumlah besar enzim antara lain

    amilase lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Jaringan ikat masuk kedalam

    parenkim dan membagi organ menjadi beberapa lobus dan lobulus. Secara morfologis

    kelenjar parotis merupakan kelenjar tubuloasinus (tubulo-alveolar) bercabang-cabang

    (compound tubulo alveolar gland). Asinus-asinus murni serus kebanyakan mempunyai

    bentuk agak memanjang dan kadang-kadang memperlihatkan percabangan-percabangan.

    Saluran keluar utama ( duktus interlobaris) disebut duktus stenon (stenson) terdiri dari

    epitel berlapis semu. Kearah dalam organ duktus ini bercabang-cabang menjadi duktus

    interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris. Duktus interlobularis tadi kemudian

    bercabang-cabang menjadi duktus intralobularis. Kebanyakan duktus intralobularis

    merupakan duktus Pfluger yang mempunyai epitel selapis silindris yang bersifat

    acidophil dan menunjukkan garis-garis basal. Duktus Boll pada umumnya panjang-

    panjang dan menunjukkan percabangan. Duktus Pfluger agak pendek, Sel-selnya pipih

    dan memanjang. Pada jaringan ikat interlobaris dan interlobularis terlihat banyak lemak

    yang berhubungan dengan kumpulan lemak bichat (Fat depat of bichat). Juga pada

    jaringan tersebut terlihat cabang-cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah

    Kelenjar Submandibularis (submaksilaris) , terletak dibagian bawah korpus mandibula

  • Kelenjar ini terletak disebelah dalam korpus mandibula dan mempunyai duktus

    ekskretoris (Duktus Wharton) yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum

    lidah, dibelakang gigi seri bawah. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang

    memproduksi air liur terbanyak. Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini diliputi kapsel

    yang terdiri dari jaringan ikat padat yang juga masuk ke dalam organ dan membagi

    organ tersebut menjadi beberapa lobulus. Secara morfologis kelenjar ini merupakan

    kelenjar tubuloalveolar / tubuloacinus bercabang-cabang (compound tubulo alveolar

    gland), percabangan duktusnya sama dengan glandula parotis demikian pula sel-selnya.

    Bentuk sinus kebanyakan memanjang, Antara sel-sel asinus membran basal terdapat sel-

    sel basket. Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari dalam preparat bila

    dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang. Duktus Pfluger : lebih

    panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak percabangan

    sehingga dalam preparat lebih mudah dicari.

    Kelenjar Sublingualis , terletak dibawah lidah

    Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar-kelenjar ludah besar. Terletak pada dasar

    rongga mulut, dibawah mukosa dan mempunyai saluran keluar (duktus ekskretorius)

    yang disebut Duktus Rivinus. Bermuara pada dasar rongga mulut dibelakang muara

    duktus Wharton pada frenulum lidah. Glandula sublingualis tidak memiliki kapsel yang

    jelas tetapi memiliki septa-septa jaringan ikat yang jelas/tebal. Secara morfologis kelenjar

    ini merupakan kelenjar tubuloalvioler bercabang-cabang (compound tubuloalveolar

    gland). Merupakan kelenjar tercampur dimana bagian besar asinusnya adalah mukus

    murni. Duktus ekskretoris sama dengan glandula parotis, duktus Pfluger sangat pendek,

    duktus Boll sangat pendek dan bentuknya sudah tidak khas sehingga dalam preparat

    sukar ditemukan, pada jaringan ikat interlobularis tidak terdapat lemak sebagai glandula

    parotis

    Kelenjar ludah besar sangat memegang peranan penting dalam proses mengolah

    makanan.

    2. kelenjar ludah minor

    Kebanyakan kelenjar ludah merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam

    mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam)

    yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah

    mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut.

  • a. Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan

    asinus-asinus seromukus

    b. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus

    seromukus

    c. Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung

    lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus

    d. Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah,

    dnegan asinus-asinus murni serus

    e. Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus .

    Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior

    f. Kelenjar-kelenjar pada pallatum dengan asinus mukus .

    3. Penyakit dan kelainan kelenjar ludahMelihat begitu pentingnya peran dan fungsi dari kelenjar ludah beserta ludah yang di

    sekresikannya, maka berikut ini akan dibahas beberapa penyakit dan kelainan yang mungkin

    dapat mengganggu kerja dari kelenjar ludah tersebut.

    1. Kelainan perkembangan

    a. Aplasia/agenesis

    Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan

    sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka

    biasanya yang terkena adalah kelenjar parotis. Abnormalitas lain, seperti misalnya

    penyumbatan atau tidak adanya duktus salivarius, juga jarang terjadi, meskipun bisa

    mengenai kelenjar sublingualis dan submandibularis. Hipoplasia dari jaringan saliva dapat

    terjadi, akan tetapi jarang menimbulkan gejala-gejala klinis yang berarti.

    Diagnosis

    Sialografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar

    baik pada duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri. Anehnya, xerostomia tidak

    menjadi masalah utama pada penderita-penderita ini, meskipun berkurangnya aliran saliva

    sejak lahir akan merupakan faktor predisposisi dalam timbulnya sejumlah keluhan oral di

    kemudian hari.

  • Pengobatan

    Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan

    gigi-gigi dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik.

    seperti kandidosis oral dan sialadenitis bakterial.

    b. Penyimpangan

    Heterotopia/Ectopia

    Penambahan atau penyimpangan kelenjar saliva jarang terjadi, akan tetapi dapat

    dijumpai pada sejumlah tempat abnormal, termasuk mandibula, dasar leher, tulang

    mastoideus, serta jaringan limfe. Jaringan abnormal yang terjadi pada sudut mandibula

    diasosiasikan dengan daerah radiolusen yang dapat dilihat pada daerah ini (kista tulang

    Stafne). Hal ini terjadi karena salah letak dari kelenjar saliva pada saat migrasi jalur

    embrologic selama pertumbuhan.

    Diagnosis

    Sialografi dapat membantu dalam memastikan adanya jaringan saliva pada situasi ini.

    Pengobatan

    Jaringan saliva yang menyimpang di daerah-daerah yang jauh dan kepala dan leher

    tidak selalu menimbulkan masalah klinis, tetapi tidak boleh diabaikan sebagai suatu tempat

    yang berpotensi untuk membentuk tumor.

    2. Kelainan-kelainan lain

    a. Kalkulus kelenjar saliva (sialolit)

  • Pembentukan satu atau beberapa deposit berkapur, yang dikenal sebagai kalkuli atau

    sialolit, jarang terjadi di dalam duktus kelenjar saliva. Duapertiga dari komposisinya terdiri

    atas bahan-bahan anorganik, terutama kalsium dan fosfat, dan sisanya terdiri atas bahan

    organik yaitu lemak bebas. Walaupun sebagian besar kalkuli terjadi pada kelenjar saliva

    mayor terutama submandibularis, kalkuli dapat juga terjadi di dalam saluran-saluran

    kelenjar-kelenjar minor. Penyebab terbentuknya kalkulus belum sepenuhnya diketahui,

    tetapi diperkirakan bahwa jamur, bakteri, atau sel-sel epitel deskuamatif bertindak sebagai

    nukleus awal klasifikasi progresif.

    Kalkuli kelenjar saliva biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan

    sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan

    kelenjar bersangkutan. Penderita sering melaporkan terjadinya pembengkakan kelenjar

    selama 1-2 jam dan rasa tidak nyaman terutama pada waktu makan, Bila pada tingkatan ini

    tidak diobati sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakteriai

  • akut dengan gejala-gejala seperti rasa sakit yang terus menerus, pembengkakan, serta

    mungkin demam.

    Diagnosis

    Secara klinis, mungkin terdapat keabnormalan pada saat pemeriksaan walaupun

    stimulasi aliran saliva dapat menimbulkan pembengkakan ekstraoral dari kelenjar

    bersangkutan. Secara intraoral dapat dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran atau

    teraba di dalam saluran. Radiografi dapat membantu dalam penetapan diagnosis dan dapat

    menentukan adanya lesi multipel. Namun, tidak semua kalkuli radio-opak dan oleh karena

    itu sialografi, yang juga dapat mendeteksi adanya mucous plugs, perlu dilakukan.

    Pengobatan

    Hingga kini, pengobatan yang dilakukan Untuk menanggulanginya adalah dengan

    mengangkat kalkuli. Bila deposit terdapat di sebelah anterior dari saluran atau pada orifis

    maka jahitan sementara harus dilakukan di sebelah distal dari kalkulus untuk mencegah

    perpindahan ke arah posterior selama pengangkatan. Skalpel atau gunting pemotong

    digunakan untuk membuka atap saluran dalam usaha mendapatkan akses ke kalkulus.

    Kadang-kadang lebih baik membiarkan luka tetap terbuka karena usaha untuk menutup

    rapat kadang-kadang dapat mengakibatkan tersumbatnya lumen saluran. Pengangkatan

    kelenjar harus dipertimbangkan bila kalkulus terletak di Sebelah distal saluran atau di

    dalam kelenjar itu sendiri. Kalkulus intraglandular, terutama yang terjadi di dalam kelenjar

    submandibularis, dapat menjadi besar sekali tanpa menimbulkan gejala-gejala klmis dan

    baru terdeteksi secara kebetulan bila dilakukan radiografi.

    Sialografi harus dilakukan 2-3 minggu setelah pengangkatan setiap kalkulus untuk

    menentukan apakah ada kerusakan pada struktur kelenjar. Dari studi CT-sken ditemukan

    bahwa kalkuli yang pernah ada di dalam saluran kelenjar mandibularis tidak akan

    mengurangi fungsi kelenjar secara permanen. Tetapi tidak demikian halnya dengan

    kelenjar parotis, yang berbeda dari kelenjar submandibularis karena sebagian besar terdiri

    atas sel-sel asinar yang mudah mengalami atrofi bila terkena tekanan.

    Eksperimen dengan lithotripter ternyata berhasil menghancurkan kalkuli kelenjar saliva

    dan jenis perawatan ini bisa menjadi pembedahan altematif di masa mendatang.

  • Alat lithotripter untuk menghancurkan kalkuli pada kelenjar saliva

    Gambar II.1. Radiograf okiusal dan sialolit pada saluran kelenjar submandibularis.

    b. Penyempitan papila atau saluran

    Edema sebagai akibat inflamasi atau fibrosis karena trauma akut atau kronis pada

    saluran papila akan membahayakan lumen saluran dan karena itu akan membatasi aliran

    saliva. Penyempitan anatomis dapat terjadi pada tempat lain di sepanjang saluran utama,

    walaupun penyebab kelainan itu belum diketahui hingga kini.

    Anomali jendela businator merupakan contoh sebuah penyempitan fisiologis khusus

    untuk daerah di mana saluran parotis menembus otot businator. Kondisi ini jarang terjadi

    dan dipercaya bahwa kekejangan otot businator secara efektif menutup lumen saluran,

    yang kemudian akan menghasilkan pembengkakan pada kelenjarnya sendiri. Penderita

    yang mengalami penyempitan anatomis maupun fisiologis memberi keluhan yang

    karakteristik yaitu adanya perkembangan yang cepat dan pembengkakan kelenjar saliva

  • selama makan yang kemudian secara perlahan-lahan akan semakin mengecil dalam waktu

    1-2 jam. Namun, hilangnya pembengkakan ini tidak tipikal menunjukkan adanya sumbatan

    kelenjar saliva

    Diagnosis

    Sialografi diperlukan untuk menentukan lokasi serta luas penyempitan. Sialografi

    tekanan terpantau merupakan satu-satunya cara mendiagnosis penyempitan fisiologis dan

    saluran kelenjar karena walaupun sialogram menunjukkan keadaan normal, tekanan

    pengisian akan meningkat selama awal dimasukkannya media kontras.

    Pengobatan

    Sialografi pada sebuah kelenjar yang mengalami penyempitan biasanya cukup untuk

    menimbulkan dilatasi dan meredakan gejala. Bila gejala-gejala tidak berkurang dan

    kelainan terdapat pada bagian anterior dari saluran maka dilatasi lanjutan harus dilakukan

    dengan menggunakan sonde lakrimal. Hingga kini belum ditemukan cara perawatan untuk

    anomali jendela businator yang memuaskan.

    Diagnosis banding neoplasia pada jaringan-jaringan sekitarnya harus ditentukan bila

    diperkirakan terjadi penyempitan kelenjar saliva sebagai akibat tekanan eksternal pada

    saluran.

    c. Mucocele

    Mucocele merupakan istilah untuk kista kelenjar saliva pada kelenjar-kelenjar saliva

    minor. Ada dua jenis kista yaitu retensi mukus dan ektravasasi mukus, walaupun

    pembedaan secara klinis tidak mungkin dilakukan. Diagnosis ditegakkan dengan

    pemeriksaan histologis dan sebuah lesi yang telah dieksisi yang akan menunjukkan apakah

    lesi itu merupakan tipe genangan mukus saliva (ekstravasasi) atau, lebih jarang terjadi,

    sebuah kavitas kista dikelilingi epitel (tipe retensi). Istilah ranula digunakan untuk tipe

    mucocele kelenjar sublingualis. Penyebab terjadinya mucocele tidak diketahui, tetapi

    dipercaya bahwa trauma pada saluran keluar mungkin menjadi penyebabnya.

  • Diagnosis

    Secara karakteristik sebuah mucocele memperlihatkan pembengkakan submukosa yang

    fluktuan, tidak terasa sakit, dan sering berwarna biru. Walaupun lesi dapat terjadi di mana

    saja di dalam mulut, namun bibir, terutama bibir bawah merupakan tempat yang paling

    sering terkena. Lesi ini biasanya persisten, tetapi beberapa pasien sering mengeluh sebagai

    luka yang sering timbul yang secara periodik membengkak dan mengeluarkan cairan.

    Pengobatan

    Perawatan terdiri atas dua eksisi lengkap melalui diseksi tumpul secara hati-hati atau

    sonde krio (tiga kali 1 menit dengan istirahat selama 1 menit di antara tiap aplikasi).

    Terlepas dari metode yang dipilih, pasien harus diberitahu akan kemungkinan terulangnya

    kondisi tersebut, terutama bila tindakan bedah diperkirakan tidak bisa dilakukan dengan

    sempurna. Pasien juga harus mengetahui bahwa kerusakan saraf selama prosedur

    pengangkatan mucocele akan menimbulkan parestesia sementara dan saraf mentalis,

    terutama di bibir bawah.

    Ranula biasanya lebih besar daripada mucocele dan oleh karena itu, perawatan bedah

    harus dilakukan secara marsupialisasi. Usaha untuk melakukan enukleasi mungkin tidak

    akan berhasil karena kesukaran dalam menentukan tepi-tepi lesi.

    3. Infeksi

    a. Sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri (sialadenitis bakterial)

    Sialadenitis yang akut dan supuratif, terutama setelah pembedahan abdomen.

    Penggunaan antibiotik profilaktik dan pengertian yang baik akan keseimbangan cairan

  • akan menurunkan insidens infeksi ini sebagai komplikasi pascabedah. Tetapi sialadenitis

    yang disebabkan oleh bakteri tetap bisa terjadi dalam kaitan dengan berkurangnya saliva

    secara Iokal atau sistemik. Penyebabnya belum diketahui secara jelas, tetapi diperkirakan

    ada hubungannya dengan peningkatan infeksi bakteri dari mikroflora mulut, biasanya

    berupa campuran antara streptokokus fakultatif dan bakteri anaerob.

    Diagnosis

    Sialadenitis supuratif akut terlihat sebagai pembengkakan kelenjar bersangkutan yang

    menimbulkan rasa sakit akut diikuti oleh keluarnya nanah pada orifis saluran utama.

    Sampel nanah harus diambil dengan jalan disedot menggunakan kateter politen yang

    dimasukkan ke dalam saluran; hapusan mikrobiologi dari cairan itu mungkin

    terkontaminasi oleh campuran saliva. Sensitivitas antibiotik secara rutin harus diperiksa

    sejalan dengan identifikasi mikroorganisme. Namun, karena hasil biakan dan tes

    sensitivitas belum akan diperoleh dalam 2-3 hari maka pilihan utama untuk terapi harus

    didasarkan pada informasi yang diperoleh dan pewarnaan Gram sampel nanah.

    Bakteri yang jarang menimbulkan sialadenitis supurativa adalah aktinomikosis, gonore,

    sifilis, dan tuberkulosis.

    Pengobatan

    Pemberian antibiotik dengan amoksisilin sebagai pilihan pertama. Dosis muatan

    amoksisilin sebanyak 3 gram dapat diberikan sebelum terapi konvensional sebesar 250 mg

    tiap 8 jam untuk 4-5 hari. Untuk pasien yang sensitif terhadap kelomplok penisilin, dapat

    diberi eritromisin. Bila infeksi jelas disebabkan oleh adanva kalkulus maka kalkulus harus

    terlebih dahulu dibuang secara operasi untuk memungkinkan drainase nanah. Setelah

    simtom akut mereda harus dilakukan sialografi pada kelenjar bersangkutan untuk

    mendeteksi faktor-faktor predisposisi seperti kalkuli, mucous plugs atau struktur-struktur

    jinak.

    b. Parotitis kronis kambuhan pada masa kanak-kanak

    Parotitis jenis ini dikarakteristikkan oleh berulangnya sialadenitis supurativa yang

    mengenai kelenjar parotis. Faktor predisposisi tidak jelas.

    Diagnosis

  • Sialografi dan kelenjar yang bersangkutan akan memperlihatkan sialektasis bilateral

    Walaupun simtom-simtom klinis biasanya mengenai satu kelenjar saja. Ada bukti bahwa

    sialektasis dapat mereda di kemudian hari.

    Pengobatan

    Kondisi mi memerlukan terapi antibiotik untuk waktu yang lama, tetapi simtom dapat

    hilang di sekitar masa pubertas.

    c. Sialadenitis viral

    Virus gondongan (mumps) yaitu paramycovirus, adalah virus yang paling sering

    menimbulkan infeksi pada kelenjar-kelenjar saliva. Tipikal, kelenjar parotis akan terkena,

    walaupun pada 10% kasus mengenai kelenjar sub mandibulanis, baik tunggal atau sebagai

    tambahan dari kelenjar parotis. Masa inkubasi adalah 2-3 minggu, pada saat mana virus

    dapat dideteksi di dalam saliva. Pada tingkat ini sifat sangat infektif dari saliva mungkin

    dapat menimbulkan wabah pada masyarakat. Selain pembengkakan kelenjar, penderita

    mungkin mengalami demam, lesu, serta sakit kepala, Pada orang dewasa, orkhitis atau

    oophoritis merupakan komplikasi yang serius yang dapat berakibat pada terjadinya

    kemandulan.

    Diagnosis

    Diagnosis mumps mudah ditegakkan melalu simtom-simtom dan tanda-tanda klinis.

    Walaupun demikian, diagnosis itu harus diteguhkan oleh adanya antibodi terhadap inti

    nukleoprotein (larut atau antigen S) atau selubung protein (virus atau antigen V) dan

    partikel virus. Bukti adanya infeksi yang baru saja terjadi didukung oleh kadar antibodi

    1gM yang tinggi baik terhadap antigen S maupun V. Walaupun kadar antibodi terhadap

    antigen V dapat bertahan selama bertahun-tahun, tetapi jumlah antigen S cepat turun

    setelah kesembuhan klmis.

    Pengobatan

  • Tidak diperlukan tindakan khusus; simtom biasanya akan mereda dengan sendirinya

    dalam waktu 1 minggu.

    4. BERKURANGNYA SALIVASI

    a. Sindrom Sjorgen

    Sejak Sjorgen pertama kali menerangkan hubungan antara kekeringan mulut,

    kekeringan mata, dan artritis reumatoid, timbul bermacam-ragam kriteria diagnostik untuk

    sindrom Sjrgen. Pada umumnya dikatakan ada dua bentuk, yaitu primer dan sekunder.

    Sindrom Sjorgen primer yang dahulu dikenal sebagai sindrom Sicca. terdiri atas

    kekeringan mata dan kekeringan mulut. Dalam bentuk sekunder, penderita mengalami

    kelainan Jaringan ikat di samping kedua simtom pada sindrom primer. Sindrom Sjargen

    merupakan kondisi yang relatif sering terjadi dan diperkirakan timbul pada 15% penderita

    artritis reumatoid.

    Walaupun artritis reumatod merupakan komponen penyakit jaringan ikat yang paling

    sering terjadi, kondisi-kondisi lain seperti lupus eritematosis, skierosis sistemis yang

    progresif, atau sirosis biliaris primer bisa terlibat. Limfoma ganas merupakan komplikasi

    sindrom Sjorgen yang terkenal, terutama varian primer dan rnereka yang menderita

    pembengkakan parotis persisten.

    Diagnosis

    Diagnosis didasarkan atas hasil beberapa tes, termasuk kecepatan aliran saliva parotis

    yang distimulasi, kecepatan aliran lakrimal (tes Schirmer), biopsi kelenjar labial, sialografi

    serta tes imunologi. Biopsi kelenjar labial, satu-satunya kriteria diagnostik yang paling

    spesifik harus melibatkan lima lobus atau lebih karena tidak semua lobus memperlihatkan

    kondisi-kondisi tersebut. Sebagai tambahan, kelenjar minor harus diambil dari bagian bibir

    yang dilapisi mukosa normal karena perubahan-perubahan inflamasi dapat terlihat pada

    kelenjar-kelenjar minor di bawah mukosa yang abnormal. Sialografi pada umumnya akan

    memperlihatkan sialektasis, walaupun basil positif palsu dapat terjadi bila teknik injeksi

    manual digunakan untuk media kontras daripada metode fisiologis.

    Pengobatan

  • Pengobatan terhadap komponen oral dan sindrom Sjorgen terutama terdiri atas usaha

    meredakan simtom xerostomia, menghilangkan infeksi Candida, serta mencegah timbulnya

    karies gigi dan penyakit periodontal.

    Biopsi yang dilakukan pada kelenjar parotis penderita sindrom Sjorgen, yang dahulu

    dilaporkan sebagai lesi limfoepitelial jinak dan yang sekarang oleh sebagian ahli disebut

    sebagai sialadenitis mioepitelial, dapat berkembang menjadi limfoma sel-B. Perubahan

    status menjadi limfomatosa diikuti penurunan titer sirkulasi auto-antibodi dan oleh karena

    itu titer serial sangat membantu.

    b. Xerostomia

    Banyak pasien mengeluh mulutnya kering Walaupun kelenjar saliva mereka berfungsi

    dengan normal. Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva primer

    atau manifestasi sekunder dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat. Penyakit kelenjar

    saliva primer meliputi sindrom Sjorgen, kerusakan pascaradiasi atau anomali

    pertumbuhan. Penyebab sistemik sekunder dari xerostomia meliputi kegelisahan kronis,

    dehiderasi atau terapi obat (Tabel 182).

    Diagnosis

    Konfirmasi adanya penurunan dalam produksi saliva didasarkan atas pemeriksaan klinis

    dan pengukuran kecepatan aliran saliva.

    Pengobatan

    Penderita xerostomia akan mengeluhkan beberapa simtom, khususnya kesulitan dalam

    berbicara atau menelan, retensi geligi tiruan yang buruk serta keadaan mulut yang tidak

    menyenangkan. Beberapa pengganti saliva, baik metil sellulosa atau mucin, dapat

    memperbaiki efek berkurangnya saliva. Sialogues, seperti gliserin dan preparat lemon,

    hanya boleh diberikan pada pasien yang tak bergigi karena penggunaan yang terlalu sering

    dapat menimbulkan karies gigi pada pasien yang masih bergigi. Pembersihan gigi yang

    teliti dan pemberian zat-zat preventif seperti terapi fluoride secara topikal harus diberikan

    karena berkurangnya saliva merupakan faktor predisposisi pada penambahan insidens

    karies, penyakit periodontal, dan infeksi oral, terutama kandidosis. Nasihat mengenai gizi

    harus diberikan, terutama mengenai pembatasan konsumsi gula.

    5. Bertambahnya salivasi

  • a. Sialorhoea

    Peningkatan salivasi (sialorhoea, prialisme) merupakan keluhan yang tidak umum

    dibandingkan dengan kekeringan mulut. Periode Sementara dan berlebihnya saliva dapat

    terjadi sehubungan dengan kondisi ulserasi oral yang menyakitkan, seperti

    gingivostomatitis herpetik atau ulserasi oral yang sering kambuh. ini mungkin merupakan

    keluhan pasien yang menggunakan gigi palsu atau alat-alat ortodonsi untuk pertama

    kalinya. Menetesnya air liur (drooling) merupakan masalah yang sudah umum diketahui

    pada penderita kelainan saraf, terutama keterbelakangan mental, penyakit Parkinson,

    schizoprenia, dan epilepsi. Penyebab kenaikan salivasi yang lebih jarang meliputi

    keracunan merkuri, akarodinia, rabies, serta terapi obat.

    Diagnosis

    Pada penderita-penderita sehat tanpa faktor predisposisi yang jelas, keluhan

    mengalirnya air liur dan mulut atau membasahi bantal pada malam hari mungkin

    merupakan indikasi adanya faktor psikologis. Dalam situasi demikian, dibutuhkan

    pengobatan psikologis.

    Pengobatan

    Tidak ada pengobatan khusus bagi sialorhoea. Meskipun demikian, penanganan

    penyakit psikologis yang melatarbelakanginya biasanya mengarah kepada kesembuhan

    simtomatis.

    b. Sialosis

    Sialosis didefinisikan sebagai pembengkakan non-inflamasi dan non-neoplastik dari

    kelenjar saliva. Paling sering mengenai kelenjar parotis biasanya bilateral, tapi kadang-

    kadang juga mengenai kelenjar submandibularis dan sublingualis. Penyebab

    pembengkakan belum diketahui dengan jelas, walaupun dihubungkan dengan sejumlah

    penyakit sistemik, terutama diabetes melitus, akromegali, alkoholisme, malnutrisi, bulimia

    nervosa dan anoreksia nervosa. Sialosis Juga digambarkan sebagai efek samping sejumlah

    obat-obatan.

    Diagnosis

  • Pemeriksaan pada penderita sialosis harus melibatkan penentuan kadar gula darah

    plasma vena, hormon pertumbuhan, serta tes fungsi hati. Latar belakang terapi obat harus

    diperiksa. Erosi palatal pada gigi-gigi anterior atas merupakan indikasi anoreksia nervosa

    atau bulimia nervosa.

    Pengohatan

    Bila faktor etiologi potensial terdeteksi maka tindakan korektif biasanya mengurangi

    pembengkakan kelenjar, Tetapi, pada beberapa pasien penyebab pembengkakan kelenjar

    saliva yang persisten tidak ditemukan. Dalam kasus-kasus demikian kemungkinan adanya

    kondisi-kondisi yang tidak umum, seperti sarkoidosis, infiltrat leukemia dan

    adenolimfotria tidak boleh diabaikan.

    6. NEOPLASMA

    Neoplasma jarang sekali tumbuh di kelenjar ludah, yaitu kira-kira 3% dari semua

    neoplasma. Meskipun demikian, neoplasma yang terjadi di dalam rongga mulut terletak

    pada urutan kedua setelah karsinoma sel skuamosa yang timbul pada mukosa. Dikenal

    banyak Sekali tipe tumor atau neoplasma, baik yang jinak maupun yang ganas. Kelenjar

    parotis sepuluh kali lebih sering diserang adenoma pleomorfik daripada kelenjar-keleniar

    lain, kira-kira 75% dan semua neoplasma yang menyerang daerah ini.

    Walaupun jarang, neoplasma yang terjadi pada kelenjar minor lebih mengkhawatirkan

    karena kira-kira 50% dan semua lesi pada daerah ini tengolong ganas.

    Diagnosis

  • Neoplasma pada kelenjar ludah minor biasanya timbul sebagai benjolan yang tidak sakit

    atau sebagai daerah ulserasi yang terdapat di daerah langit-langit atau bibir. Untunglah,

    lesi-lesi pada daerah ini biasanya relatif kecil dan dapat dibiopsi untuk mengkonfirmasi

    diagnosa. Neoplasma yang timbul di kelenjar parotis, submandibularis atau sublingualis

    terlihat sebagai benjolan progresif yang cepat membesar. Adanya palsi saraf selain

    benjolan pada kelenjar parotis menunjukkan adanya keganasan. Sebagai tambahan, rasa

    sakit yang persisten pada kelenjar ludah, sebuah keluhan klinis yang tidak sering harus

    dicurigai karena neoplasma sekecil apapun dapat menimbulkan ketidak-nyamanan.

    Neoplasma kelenjar ludah mayor dapat diperiksa secara lebih mendetail sebelum operasi

    dilakukan dengan menggunakan sialografi. CT-sialografi atau gambar resonansi magnetik.

    Teknik semacam ini tidak hanya menentukan adanya lesi yang memakan tempat tetapi

    juga menunjukkan sumber/asal serta luasnya. Oleh karena itu. pendekatan pra-operatif

    jenis ini menjadi rutin dilakukan di pusat-pusat yang terlibat dalam penatalaksanaan

    penyakit kelenjar saliva.

    Kondisi sialometaplasia nekrotisasi dapat menimbulkan masalah diagnostik pada waktu

    mempertimbangkan adanya tumor kelenjar ludah minor, terutama di palatum, karena

    tumor ini dapat sangat mirip dengan karsinoma sel skuamosa baik secara klinis maupun

    histologis. Sialometaplasia nekrotisasi tidak diketahui penyebabnya walaupun trauma yang

    mendahuluinya, termasuk pengobatan gigi, mfeksi dan iskemia, dipercaya sebagai faktor-

    faktor penting. Walaupun pada awalnya cukup mengkhawatirkan, lesi ini akan membatasi

    diri dan akan sembuh dalam 7-10 hari.

    Pengobatan

    Pembedahan merupakan tindakan pilihan untuk neoplasma kelenjar saliva pada daerah

    mana saja karena lesi radioresisten. Radioterapi harus dipertimbangkan sebagai tindakan

    paliatif dalam pengobatan ketimbang sebagai tindakan kuratif. Sekalipun neoplasma itu

    jinak, eksisi secara menyeluruh tetap dianjurkan karena setiap sisa lesi dapat membesar

    sehingga menimbulkan risiko untuk berubah menjadi suatu keganasan (karsinoma mantan

    adenoma pleomorfik pada kelenjar saliva).

    Sebagaimana halnya dengan neoplasma, pasien dengan lesi kelenjar saliva

    membutuhkan tindak lanjut yang lama untuk mcncegah agar tidak kambuh.

    g. Pemeriksaan Kelenjar saliva

  • a. Sialometri

    Sialometri rnerupakan pengukuran kecepatan aliran ludah yang dapat dilakukan selama

    istirahat maupun waktu terstimulasi. Hari pengambilan sampel dan jenis stimulan yang

    digunakan perlu dipertimbangkan. Angka kecepatan aliran saliva yang terstimulir dan

    tidak masih diperdebatkan, tetapi kebanyakan informasi didasarkan pada kecepatan saliva

    parotis yang distimulasi. Pengumpulan saliva dan kelenjar parotis dilakukan menggunakan

    mangkok Carisson-Crittenden yang ditempatkan pada muara tiap saluran (Gambar 35).

    Aliran distimulasi dengan jalan menempatkan 1 ml asam sitrat 10% di bagian belakang

    lidah. Kecepatan aliran 0,7 mi/menit dianggap normal. Pengukuran aliran kelenjar

    submandibularis lebih ruwet dan biasanya hanya dilakukan untuk tujuan penelitian.

    b. Susunan kimiawi saliva

    Analisa zat-zat saliva telah dilakukan dalam pelbagai penelitian penyakit dan

    abnormalitas telah terdeteksi pada penderita sarkoidosis, sindrom Sjorgen, dan berbagai

    kelainan hormonal. Teknik ini belum digunakan secara luas dalam diagnosis tetapi dapat

    digunakan untuk mengukur dan memonitor kadar obat-obat serta hormon tertentu.

    c. Reologi

    Hingga kini, informasi klinis mengenai reologi saliva baru sedikit, tetapi diperkirakan

    bahwa perubahan dalam aliran serta konsistensi terlibat dalam xerostomia dan pengecapan.

    d. Sialografi

    Sialografi merupakan metode demonstrasi langsung jaringan saluran, baik kelenjar

    submandibularis maupun parotis. Kadang- kadang, kelenjar sublingualis dapat dilihat,

    tetapi ini merupakan kejadian yang sangat langka. Teknik didasarkan atas infusi sebuah

    medium kontras radio-opak ke dalam saluran kelenjar ludah utama. Media kontras terdapat

    dalam dua sediaan yaitu dengan bahan dasar minyak atau air. Media kontras berbahan

    dasar minyak biji poppy dulu digunakan secara rutin untuk sialografi. Tetapi, media ini

    sekarang jarang digunakan lagi karena pengisian kelenjar yang berlebih dapat berakibat

    pada hilangnya bentuk saluran pada radiografi, retensi media di dalam kelenjar, serta

    menimbulkan kerusakan kelenjar. Media berbahan dasar air yang mengandung natrium

    dan garam-garam dan asam diatrizoic dan iothalamic tidak menimbulkarn masalah tersebut

    dan dewasa ini merupakan bahan kontras pilihan.

    Metode untuk memasukkan media adalah injeksi yang dipegang dengan tangan, tekanan

  • Gambar VIII.1 : Peralatan yang dibutuhkan untuk sialografi CIPM.

    hidrostatik atau infusi yang bersinambungan. Teknik dipegang dengan tangan berisiko

    meninggikan tekanan di dalam kelenjar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan kerusakan

    kelenjar. Metode hidrostatik tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada waktu infusi,

    tetapi pengisian kurang sempurna pada kelenjar-kelenjar yang tersumbat. Tekanan infusi

    berkesinambungan yang terpantau (CIPM) merupakan metode yang lebih disenangi karena

    menghasilkan kontrol infusi yang akurat serta dapat menunjukkan pada klinisi kapan

    terjadi tekanan pengisian yang berlebihan. Peralatan yang diperlukan untuk sialografi

    CIPM digambar pada Gambar VIII.1. Sebuah kanula politen steril dimasukkan ke dalam

    mulut saluran ekskresi. Perlu diberi anestesi lokal secara infiltrasi di dasar mulut bila

    kelenjar submandibularis akan diperiksa. Media berbahan dasar air harus dimasukkan

    dengan kecepatan 0,5 ml per menit. Radiografi dilakukan setelah 2 dan 4 menit dan

    mencakup dua gambar dengan dataran yang berbeda; biasanya pandangan 1a- teral oblik

    dan anteroposterior. Gambar lateral 15 derajat kadang-kadang dibutuhkan bila kelenjar

    submandibularis ingin diselidiki.

    Sialografi bukan merupakan metode yang dapat digunakan untuk memperlihatkan

    kelainan struktural, terutama penyempitanjinak,

  • Gambar VIII.2. Sialograrn kelenjar parotis kanan memperlihatkan pengerutan pada saluran

    ekskresi utama.

    mucous plugs serta kalkuli (Gambar VIII.2). Distribusi media kontras dapat

    menimbulkan gambaran radiografi yang khas pada kondisi peradangan kelenjar saliva

    yang kronis. Hal ini berlaku pada dilatasi saluran (sialodokiektasis) serta penumpukan

    media tepi (sialektasis) yang dapat dilihat selama sialografi kelenjar parotis pada penderita

    sindrom Sjorgen. Gambaran sialektasis kadang-kadang disebut sebagai efek badai salju.

    Peranan sialografi dalam diagnosis dan penatalaksanaan tumor kelenjar saliva amat

    kontroversial dan bisa diikuti oleh tomografi komputer dengan atau tanpa sialografi

    gabungan. Sialografi tetap memegang peranan dalam pemeriksaan pembengkakan kelenjar

    saliva, karena dapat memberikan informasi yang berguna apakah sebuah lesi terletak di

    dalam kelenjar ataukah timbul di dalam jaringan sekitarnya yang mengakibatkan

    perpindahan letak kelenjar.

    Pada dasarnya sialografi merupakan prosedur yang mudah dan aman; satu-satunya

    kontra indikasi adalah alergi terhadap iodin atau adanya infeksi akut. Sialografi

    diperkirakan bisa menimbulkan bakteriemia, dan oleh karena itu pasien-pasien yang

    berisiko terhadap endokarditis harus diberi antibiotik pencegahan.

    e. CT-sken

    Penelitian radioisotop dan fungsi kelenjar saliva didasarkan pada kesiapan kelenjar-

    kelenjar itu untuk menerima radioisotop secara selektif dan aliran darah, Dalam praktik,

    radioisotop dan iodin memiliki waktu paruh yang terlalu panjang yang membuatnya sulit

    memberikan hasil klinis yang bermanfaat dan oleh karena itu, technetium pertechnetate

    yang bisa diperlakukan seperti iodine oleh kelenjar saliva major, dipilih untuk digunakan

    secara rutin. Isotop ini dimasukkan secara intravena. Dilakukan skening kepala dan leher

    dengan suatu teknik yang mengambil emisi iosotop dan kemudian kelenjar saliva major

    diperlihatkan (Gambar VIII.3). Teknik ini memberi ke mungkinan untuk

    memperbandingkan masukan kelenjar kanan dan kiri. Masukan keseluruhan bisa

    digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional secara menyeluruh.

    Kemajuan teknik dasar ini melibatkan penggunaan radioisotop seperti selenomethionine

    dan gallium, yang diperkirakan ditahan secara selektif oleh neoplasma kelenjar saliva

    tertentu.

  • Gambar VIII.3 : CT-sken memperlihatkan tiadanya fungsi pada kelenjar parotis kanan.