35. penyelesaian perselisihan hubungan industrial … · 2020-04-25 · 35. penyelesaian...

15
35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN BERKEPASTIAN HUKUM Suhandi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya) Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54 Surabaya Mobile phone: 0815 5007 282; E-mail: [email protected] Abstrak: Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubunganindustrial yang berkeadilan dan berkepastian hukum belum sepenuhnya didapat oleh para pencari keadilan baik pekerja maupun pengusaha karena dalam penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak diterapkan sepenuhnya, tujuan dari pene-litian ini untuk mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan normatif melalui pendekatan per- undang-undangan, dengan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bahan hukum sekunder buku-buku, electronic research, jurnal-jurnal hukum, pendapat para pakar hukum. Hasil penelitian ditemukan adanya potensi penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial yang tidak berkeadilan dan tidak berkepastian hukum, dapat dicermati mengenai pembentukan pengadilan hubungan industrial berkedudukan di ibu kota Provinsi hal ini menyulitkan pencari keadilan baik pekerja maupun pengusaha, mereka dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang tinggal di kabupaten harus mengajukan perselisihannya ke ibu kota Provinsi, tidak diterapkanya pemeriksaan dengan acara cepat di pengadilan hubungan industrial, mengenai pengurus serikat pekerja untuk mewakili anggotanya sebagai kuasa hukum bagaimana dengan pekerja yang bukan anggota serikat pekerja, tentunya serikat pekerja tidak bisa mewakili karena bukan anggota serikat pekerja padahal untuk mendapatkan bantuan hukum adalah hak setiap pekerja asas persamaan didepan pengadilan tidak terpenuhi, diberikan batasan waktu pemeriksaan persidangan selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama sampai dengan putusan dalam praktiknya beberapa putusan yang diteliti ternyata majelis hakim memberikan putusan lebih dari 50 hari kerja dan tidak diberikan sanksi apapun, demikian pula dalam tingkat kasasi batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah 30 hari kerja dari penelitian beberapa putusan Mahkamah Agung batas waktu tersebut melebihi ketentuan sehingga baik keadilan prosedural maupun keadilan substantif bagi para pihak tidak terpenuhi asas keadilan. Kata kunci: Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial, AsasKepastian, Asas Keadilan. PENDAHULUAN Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksana- kan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat tenaga kerja, untuk itu perlu adanya pengaturan hukum yang lebih efektif sehingga terpenuhi hak-hak dan kewajiban serta adanya perlindungan yang mendasar bagi pekerja dan pengusaha. Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 378/432

Upload: others

Post on 26-May-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG

BERKEADILAN DAN BERKEPASTIAN HUKUM

Suhandi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya)

Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54 Surabaya

Mobile phone: 0815 5007 282; E-mail: [email protected]

Abstrak: Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubunganindustrial yang berkeadilan dan berkepastian hukum belum sepenuhnya

didapat oleh para pencari keadilan baik pekerja maupun pengusaha karena dalam penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak diterapkan sepenuhnya, tujuan

dari pene-litian ini untuk mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial yang

berkeadilan dan berkepastian hukum.

Penelitian ini mengunakan metode pendekatan normatif melalui pendekatan per-undang-undangan, dengan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bahan hukum sekunder buku-buku, electronic research, jurnal-jurnal hukum, pendapat para pakar hukum.

Hasil penelitian ditemukan adanya potensi penyelesaian perselisihan hubungan

industrial melalui pengadilan hubungan industrial yang tidak berkeadilan dan tidak

berkepastian hukum, dapat dicermati mengenai pembentukan pengadilan hubungan

industrial berkedudukan di ibu kota Provinsi hal ini menyulitkan pencari keadilan baik

pekerja maupun pengusaha, mereka dalam menyelesaikan perselisihan hubungan

industrial yang tinggal di kabupaten harus mengajukan perselisihannya ke ibu kota

Provinsi, tidak diterapkanya pemeriksaan dengan acara cepat di pengadilan hubungan

industrial, mengenai pengurus serikat pekerja untuk mewakili anggotanya sebagai

kuasa hukum bagaimana dengan pekerja yang bukan anggota serikat pekerja, tentunya

serikat pekerja tidak bisa mewakili karena bukan anggota serikat pekerja padahal

untuk mendapatkan bantuan hukum adalah hak setiap pekerja asas persamaan didepan

pengadilan tidak terpenuhi, diberikan batasan waktu pemeriksaan persidangan

selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama sampai dengan putusan dalam

praktiknya beberapa putusan yang diteliti ternyata majelis hakim memberikan putusan

lebih dari 50 hari kerja dan tidak diberikan sanksi apapun, demikian pula dalam tingkat

kasasi batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah 30 hari kerja

dari penelitian beberapa putusan Mahkamah Agung batas waktu tersebut melebihi

ketentuan sehingga baik keadilan prosedural maupun keadilan substantif bagi para

pihak tidak terpenuhi asas keadilan.

Kata kunci: Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial, AsasKepastian, Asas Keadilan.

PENDAHULUAN

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksana-

kan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat tenaga kerja, untuk itu perlu

adanya pengaturan hukum yang lebih efektif sehingga terpenuhi hak-hak dan kewajiban serta adanya perlindungan yang mendasar bagi pekerja dan pengusaha.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 378/432

Page 2: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

Hubungan Industrial yang harmonis, seimbang dan berkeadilan antara pekerja dengan

pengusaha diperlukan adanya seperangkat peraturan perundang-undangan sebagai pedoman antara pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan dan menjaga hak dan kewajiban masing-

masing pihak dan dijadikan juga sebagai pedoman apabila terjadi perselisihan hubungan industrial.

Hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan akan mendorong per-

tumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu diperlukan pengaturan mekanisme penyelesaian perseli-sihan

hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha, hal ini juga merupakan per-wujudan

pengakuan dan menghormati hak asasi masing-masing pelaku dalam proses produksi.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah mengalami perubahan, dengan di-

undangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, Undang-undang ini lahir karena Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957

tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964

tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan masyarakat, dengan tuntutan semakin kompleks permasalah di bidang ketenaga-

kerjaan diperlukan adanya lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut adalah Pengadilan

Hubungan Industrial merupakan lembaga peradilan khusus, dan ini menjadi penting untuk

dilihat secara kritis apakah keberadaan lembaga Pengadilan hubungan Industrial dapat memberikan jawaban atas penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah,

sederhana, berkeadilan dan berkepastian hukum.

Pengadilan Hubungan Industrial berkedudukan di ibu kota Provinsi, sedangkan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 agar di setiap Kabupaten/Kota dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri, namun faktanya hingga saat ini belum terbentuk Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di Kabupaten/Kota, sebagai contoh Provinsi Jawa Timur terdapat Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya

dengan wilayah hukum meliputi 38 kabupaten/kota,1 kecuali Kabupaten Gresik telah dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pemben-tukan Pengadilan Negeri Gresik wilayah meliputi Kabupaten Gresik. Provinsi Jawa Barat, yaitu Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dengan wilayah 18 kabupaten dengan

9 Kota,2 bagi pencari keadilan yang tinggal di kabupaten kalau ingin menyelesaikan

perselisihan hubungan industrial harus menempuh jarak yang sangat jauh, dengan demikian apakah asas cepat, tepat, sederhana dan biaya murah tentunya sangat terkait dengan rasa keadilan bagi pekerja maupun pengusaha, dan belum lagi dihadapkan pada upaya hukum baik upaya hukum biasa yaitu Kasasi maupun upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali serta rumitnya pelaksanaan putusan pengadilan hubungan industrial yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dalam pelaksanaannya selalu tidak tuntas.

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan dalam pene-

litian ini permasalahan,3 sebagai berikut: Bagaimana penyelesaian perselisihan hubungan

industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial yang berkeadilan dan berkepastian hukum?

1 http://id.wikipedia.org/wiki/JawaTimur diakses pada tanggal 25 Nopember 2015.

2 www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kabupaten-kota-di-jawa-barat.html diakses tanggal 26 Juli 2016.

3 Rumusan masalah jelas, singkat termasuk konsep-konsep yang digunakan, batas atas masalah pentingnya atau signifikasi masalah antara lain: “(1) memberi sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan, (2) mengandung implikasi yang luas bagi masalah masalah praktis, (3) melengkapi penelitian yang telah ada, (4) menghasilkan generalisasi atau prinsip-

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 379/432

Page 3: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ter-

masuk metode dalam suatu penelitian, dalam penelitian hukum pada dasarnya merupakan

suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan meng-

analisisnya, untuk itu diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta-fakta hukum

tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan

yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.4

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian, sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh Peneliti adalah yuridis normatif, yaitu dengan

meneliti berbagai peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan

hukum, ada beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan

informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang diteliti untuk mencari

jawabannya pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pende-

katan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan

historis (historicalapproach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pende-

katan konseptual(conceptual approach).5

Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach).

Dalam metode pendekatan perundang-undangan, maka yang harus dipahami adalah hierarki,

dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, peraturan perundang-undangan adalah peraturan

tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara

umum.

Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Per-aturan Perundang-undangan, menentukan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4) Peraturan Pemerintah;

5) Peraturan Presiden;

6) Peraturan Daerah Provinsi; dan

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2. Sifat Penelitian

4

5

prinsip tentang interaksi sosial, (5) berkenaan dengan masalah yang penting pada masa ini, (6) berkenaan dengan populasi, dan (7) mempertajam konsep yang penting,” S. Nasution, Metode Research/Penelitian Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal. 11-12. Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 39. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, hal. 95.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 380/432

Page 4: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum deskriptif (descriptive legalstudy) bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkaptentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat, pada penelitian hukum deskriptif, peneliti yang melakukannya harus menggunakan teori atau

hipotesis,6 dengan maksud adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat

membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh

melalui penelitian kepustakaan. Data sekunder yang digunakan adalah bahan hukum primer, berupa:

a. Bahan hukum primer, meliputi:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39;

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2004;

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

Lembaran Negara Nomor 157 Tahun 2009;

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasanmengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur,

publikasi tentang hukum meliputi electronic research, jurnal-jurnal hukum,

seminar-seminar, lokakarya, makalah-makalah, pendapat pakar hukum, berita-berita serta surat kabar yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupunpenjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan pedoman penulisan karya ilmiah.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan

Industrial yang Berkeadilan dan Berkepastian Hukum

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial

diharapkan mampu mewujudkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat,

sederhana, murah serta yang berkeadilan dan berkepastian hukum sebagai amanat UUD 1945

dalam Pasal 28D ayat (1), menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan,perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum.”

1. Hak atas Proses Peradilan yang Adil dan Tidak Memihak

6 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. I, PT Citra Aditya Bakti, hal. 49.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 381/432

Page 5: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

Hak atas proses peradilan yang adil dan tidak memihak berkaitan erat dengan aspek

hukum ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-

kerjaan materiil substansif maupun hukum acaranya sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau

aspek prosedural, diharuskan pengadilan bertindak tidak memihak kepada salah satu pihak

tetapi harus berlaku adil kepada semua pihak.

Menurut Belton7 konsep prinsip persamaan di hadapan hukum, sebagai berikut:

“Equality before the law ensures that all citizen - no matter how well- connected, richor powerful, are judged for their actions by the same laws ... Real equality before

the law requires courts that are strong and independent enough to enforce it. It also depends particularly on a lack of corruption within the judiciary, because the rich can

use bribes to escape aqual justice … In other words, promoting equality before the law requires change across laws, courts, and even law enforcement, as well as

alteration in the cultural and political fabric.”

“Persamaan di hadapan hukum menjamin untuk seluruh warga – tidak memperduli-

kan bagaimanapun hubungannya, si kaya atau si kuat, diadili atas tindakannya oleh hukum yang sama … Persamaan di hadapan hukum dalam praktik menghendaki

pengadilan yang cukup kuat dan independen untuk menegakkannya. Hal ini juga tergantung khususnya pada kekurangan korupsi (atau mafia pengadilan), karena si

kaya dapat menyuap untuk melepaskan dari keadilan yang setara … Dengan kata lain, mempromosikan persamaan di hadapan hukum mensyaratkan perubahan

melintas hukum-hukum, pengadilan-pengadilan, dan bahkan penegakan hukum, termasuk pula perubahan-perubahan dalam struktur budaya dan politik.”

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Covenant On Civil

andPolitical Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik),

menyebutkansejumlah beberapa prinsip-prinsip peradilan, yaitu:8

7

8

a. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan

peradilan (Pasal 14 ayat (1));

b. Setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum, oleh suatu badan peradilan yang berwenang, bebas dan berpihak dan dibentuk menurut hukum (Pasal 14 ayat (1));

c. Untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan pembelaan

dan berhubungan dengan pengacara yang dipilihnya sendiri (Pasal 14 ayat (3));

d. Untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya (Pasal 14 ayat (3) huruf c);

e. Untuk diadili dengan kehadirannya dan untuk membela diri secara langsung melalui pembela yang dipilihnya sendiri, untuk diberitahukan tentang hak ini bila ia tidak mempunyai pembela (Pasal 14 ayat (3) huruf d);

f. Untuk mendapatkan bantuan hukum demi kepentingan dan tanpa membayar jika

ia tidak memiliki dana yang cukup membayarnya (Pasal 14 ayat (3) huruf d);

g. Untuk memeriksa atau meminta diperiksanya saksi-saksi yang memberatkannya dan meminta dihadirkan dan diperiksanya saksi-saksi yang meringankannya,

Belton dalam R. Herlambang Perdana Wiratraman, dkk., 2007, Penelitian, Penyelesaian Perselisihan Hubungan

IndustrialDitinjau dari Prinsip Fair Trial dan Hak-hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga Surabaya, hal. 18. Ibid., R. Herlambang Perdana Wiratraman, dkk., hal. 15.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 382/432

Page 6: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

dengan syarat-syarat yang sama dengan saksi-saksi yang memberatkannya (Pasal 14 ayat (3) huruf e);

h. Untuk mendapatkan bantuan cuma-cuma dari penerjemah apabila ia tidak mengerti atau tidak dapat berbicara dalam bahasa yang digunakan di pengadilan (Pasal 14 ayat (3) huruf f);

i. Untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya atau

dipaksa mengaku bersalah (Pasal 14 ayat (3) huruf g);

j. Hak untuk banding (Pasal 14 ayat (5)).

2. Prinsip Semua Orang Mempunyai Kedudukan yang Sama di Hadapan Hukum dan

Lembaga Pengadilan (Equality Before the Law)

Equality Before the Law adalah prinsip semua orang mempunyai kedudukan yang

samadi hadapan hukum dan lembaga pengadilan, di mana prinsip tersebut merupakan salah

satu syarat dari Rule of Law, dan secara khusus prinsip persamaan di hadapan hukum

merupakan amanat dari konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat

(1), dengan demikian melarang adanya dikriminasi, dengan memberikan hak yang sama

kedua belah pihak yaitu pihak pekerja dan pihak pengusaha diberikan dan jaminan posisi yang

sama secara prosedur jalanya suatu peradilan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan

Politik, dalam Pasal 14 ayat (1), menyebutkan bahwa:

“Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan

peradilan, dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau dalam menentukan

segala hak dan kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap orang berhak atas peme-

riksaan yang adil dan terbuka untuk umum, oleh badan peradilan yang berwenang,

bebas dan tidak berpihak dan dibentuk menurut hukum, media dan masyarakat dapat

dilarang untuk mengikuti seluruh atau sebagian sidang karena alasan moral, keter-

tiban umum atau keamananan nasional dalam suatu masyarakat yang demoktratis

atau apabila benar-benar diperlukan menurut pendapat pengadilan dalam keadaan

khusus, di mana publikasi justru akan merugikan kepentingan keadilan sendiri, namun setiap keputusan yang diambil dalam perkara pidana maupun perdata harus diucap-

kan dalam sidang yang terbuka, kecuali bilamana kepentingan anak-anak menentukan

sebaliknya, atau apabila persidangan tersebut berkenaan dengan perselisihan per-

kawinan atau perwalian anak-anak.”9

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 3 ayat (2), menyebutkan:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang

adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.”

Pasal 5 menyebutkan bahwa:

“a. Setiap orang dakui manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiannya di depan hukum.

b. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari

pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.

9 Ibid., hal. 17.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 383/432

Page 7: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

c. Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak mem-

peroleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.”

Pasal 17 menyebutkan bahwa:

“Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan meng-ajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5, menyebutkan bahwa:

“a. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.”

Dari penjelasan pasal-pasal tersebut di atas, maka kedudukan yang sama di hadapan

hukum dan lembaga peradilan menjadi sangat mendasar karena mengandung tanpa adanya diskriminasi di hadapan hukum termasuk proses penyelesaian perselisihan hubungan

industrial dalam pengadilan hubungan industrial.

3. Prinsip Setiap Orang Berhak atas Pemeriksaan yang Adil dan Terbuka untuk

Umum ((Due Process of Law)

Due Proses of Law adalah prinsip setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil

danterbuka untuk umum oleh lembaga pengadilan yang mempunyai kewenangan, bebas dan tidak memihak, pemeriksaan yang adil.

Dalam mengukur standar pemeriksaan yang adil sebagai pencerminan prinsip dalam

fairtrial, due process of law, di mana prinsip tersebut mengandung 2 (dua) elemen,10

yaitu

procedural due process and substantive due process.Procedural due process, atau juga disebutsebagai formal proceedings (sebagai legel proceedings), dilakukan secara rapi dan sesuai dengan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang telah ditentukan, sedangkan suatu persyaratan bahwa hukum yang diberlakukan tidak sekalipun memiliki materi yang memungkinkan lahir ketidakadilan (unfair), kesewenangan, dan tanpa kejelasan alasan

perlakukan sautu individu, yang terakhir ini disebut sebagai substantive due process.11

Menyangkut pemeriksaan hukum acara yang digunakan dalam pemeriksaan perseli-sihan hubungan industrial adalah hukum acara perdata, sebagaimana terdapat dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, menyebutkan bahwa:

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Pengadilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.”

Secara prosedural sebagaimana dalam hukum acara perdata haruslah menjadi pedoman dalam penyelenggaraan badan Pengadilan Hubungan Industrial, penyimpangan atas

10 Ibid.

11 Ibid., hal. 19.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 384/432

Page 8: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

pelaksanaan hukum acara perdata dalam pengadilan hubungan industrial merupakan potensi ketidakadilan dalam proses beracara.

4. Potensi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan

Hubungan Industrial yang Tidak Berkeadilan

Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial

ini dapat dicermati baik dalamprocedural due process maupun dalam substantive due process, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, yang berpotensi terjadi ketidakadilan sebagai

berikut:

a. Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial terletak di wilayah Provinsi, sebagaimana keten-tuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, menyebutkan bahwa:

“Untuk pertama kali dengan undang undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap ibu kota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan.”

Sebagai contoh Pengadilan Hubungan Indutrial pada Pengadilan Negeri Surabaya terletak di kota Surabaya, di mana wilayah hukum Pengadilan Hubungan Indsutrial Sura-baya tentunya meliputi wilayah hukum Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 47.922

KM212

dengan jumlah 28 kabupaten dan 9 kota, sedangkan untuk wilayah Kabupaten

Gresik tidak termasuk wilayah hukum Pengadilan Hubungan Indusrial Surabaya, setelah diberlakukannya Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2011 tentang Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Gresik pada tanggal 3 Oktober 2011.

Wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Sura-

baya meliputi Provinsi Jawa Timur dengan rincian Kabupaten/Kota,13

sebagai berikut:

Tabel 4.1 - Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

No. Kabupaten/Kota Luas Km2 Jumlah Penduduk

1. Kabupaten Bangkalan 1.260,14 927.433

2. Kabupaten Banyuwangi 5.782,50 2.100.000

3. Kabupaten Blitar 1.588,79 1.116.639

4. Kabupaten Bojonegoro 2.384,02 1.213.000

5. Kabupaten Bondowoso 1.560,10 736.772

6. Kabupaten Jember 3.293,34 2.332.726

7. Kabupaten Jombang 1.159,50 1.201.557

8. Kabupaten Kediri 963,21 1.475.000

9. Kabupaten Lamongan 1.812,80 1.365.402

10. Kabupaten Lumajang 1.790,90 1.006.458

11. Kabupaten Madiun 1.010,86 661.886

12. Kabupaten Magetan 688,85 621.000

12 https://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur, diakses pada tanggal 25 Nopember 2015.

13 Ibid https://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 385/432

Page 9: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

No. Kabupaten/Kota Luas Km2 Jumlah Penduduk

13. Kabupaten Malang 3.530,65 3.092.714

14. Kabupaten Mojokerto 969,36 1.162.630

15. Kabupaten Nganjuk 1.182,64 1.017.030

16. Kabupaten Ngawi 1.245,70 879.193

17. Kabupaten Pacitan 1.389,87 538.000

18. Kabupaten Pamekasan 732,85 818.662

19. Kabupaten Pasuruan 1.474,00 1.369.295

20. Kabupaten Ponorogo 1.371,78 855.281

21. Kabupaten Probolinggo 1.696,17 1.095.370

22. Kabupaten Sampang 1.152,04 794.914

23. Kabupaten Sidoarjo 719,63 1.945.252

24. Kabupaten Situbondo 1.669,87 669.713

25. Kabupaten Sumenep 2.093,46 1.041.915

26. Kabupaten Trenggalek 1.261,40 796.966

27. Kabupaten Tuban 1.904,70 1.290.394

28. Kabupaten Tulungagung 1.055,65 1.024.034

29. Kota Batu 136,74 182.392

30. Kota Blitar 32,58 131.968

31. Kota Kediri 63,40 267.435

32. Kota Madiun 33,23 386.437

33. Kota Malang 110,06 857.891

34. Kota Mojokerto 16,46 130.196

35. Kota Pasuruan 36,56 103.000

36. Kota Probolinggo 25,24 200.000

37. Kota Surabaya 3.330,63 2.765.908

Bahwa Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 telah mengama-

natkan sesegera mungkin agar di setiap kabupaten/kota dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial, namun faktanya hingga saat ini sebagaimana perintah undang undang untuk

membentuk pengadilan hubungan industrial di setiap kota/kabupaten belum terbentuk dan

ini bisa terlihat dari jumlah Pengadilan Hubungan Industrial di Indonesia,

Data Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah

Agung Republik Indonesia pada Tahun 2014.14

Tabel 4.2 - Jumlah Perkara Pengadilan Hubungan Industri (PHI)

di Indonesia Tahun 2014

No Pengadilan Sisa Masuk Putus Sisa Banding Kasasi PK Eksekusi Grasi

Negeri 2013 2014 2014 2014

1. Banda Aceh 1 5 3 3 0 0 0 0 0

2. Medan 35 104 65 74 0 0 0 0 0

3. Padang 4 6 5 5 0 0 0 0 0

14 Laporan Tahunan Direktoral Jenderal Badan Peradilan Umum Tahun 2014, hal. 45.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 386/432

Page 10: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

4. Pekanbaru 10 55 33 32 0 12 2 0 0

5. Jambi 20 35 2 53 0 0 0 0 0

6. Palembang 0 18 10 8 0 6 0 0 0

7. Bengkulu 7 23 22 8 0 9 1 0 0

8. Tanjung 0 8 2 6 0 0 0 0 0 karang

9. Jakarta Pusat 2 13 11 4 0 7 0 2 0

10. Bandung 2 16 16 2 0 8 0 0 0

11. Semarang 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12. Yogyakarta 120 174 21 273 0 0 0 0 0

13. Surabaya 17 40 27 30 0 14 0 0 0

14. Banjarmasin 8 10 8 10 0 7 0 0 0

15. Palangkaraya 69 124 75 118 0 17 0 1 0

16. Pontianak 4 12 10 6 0 0 0 0 0

17. Samarinda 18 59 4 73 0 6 0 0 0

18. Makassar 2 6 7 1 0 4 0 1 0

19. Palu 2 12 6 8 0 0 0 0 0

20. Kendari 7 18 15 10 0 0 0 0 0

21. Manado 31 24 48 7 0 0 0 0 0

22. Denpasar 5 15 15 5 0 4 0 0 0

23. Mataram 0 19 10 9 0 0 0 0 0

24. Kupang 59 29 36 52 0 18 0 0 0

25. Ambon 23 23 8 38 0 0 0 0 0

26. Jayapura 8 24 23 9 0 4 0 0 0

27. Mamuju 11 30 10 31 0 0 0 0 0

28. Ternate 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29. Serang 0 10 3 7 0 1 0 0 0

30. Gorontalo 3 21 16 8 0 4 0 2 0

31. Manokwari 3 1 4 0 0 4 0 0 0

32. Pangkal 0 9 8 1 0 1 0 0 0 Pinang

33. Tanjung 1 7 0 8 0 0 0 0 0 Pinang

34. Gresik 0 20 16 8 0 0 0 0 0

Jumlah 303 472 970 539 0 126 3 6 0

(Data per Nopember 2014).

Dari data tabel 4.1. tersebut dapat terlihat wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah hukum Provinsi Jawa Timur

dengan luas wilayah 47.922 KM215

dengan jumlah 28 kabupaten dan 9 kota, tentunya bagi

pencari keadilan khusus pekerja yang berdomisili di Kabupaten Pacitan yang mengalami perselisihan hubungan industrial sangat dirasa tidak adil, untuk menuntut haknya melalui proses hukum yang berkeadilan pekerja dari Kabupaten Pacitan harus menempuh waktu 7

jam 20 menit lewat jalan nasional,16

dengan menempuh jarak kurang lebih 271,4 KM,

15 Op.Cit., https://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur, diakses pada tanggal 25 Nopember 2015

16

https://www.google.co.id/search?q=jarak+dan+waktu+tempuh+kabupaten+pacitan+ke+surabaya&rlz=1C1AOHY_idID7

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 387/432

Page 11: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

perjalanan berangkat dari Kabupaten Pacitan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Surabaya. Ini contoh kecil bagaimana pada Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang wilayahnya dari satu pulau

dengan pulau lainnya terpisah dengan laut, bagaimana nasib pencari keadilan pekerja

yang bekerja di tambang apabila ada perselisihan hubungan industrial, mereka untuk

mencari keadilan melalui pengadilan hubungan industrial harus menempuh perjalanan

yang panjang sehingga asas cepat, tepat, sederhana dan biaya murah tidak tercapai dan

rasa keadilan dan kepastian hukum yang tidak terpenuhi.

Dari tabel 4.2. dapat dicermati bahwa jumlah pengadilan hubungan industrial di wilayah hukum Indonesia dengan jumlah 34 Pengadilan Hubungan Industrial, dengan 35

Provinsi di seluruh Indonesia,17

maka setiap provinsi hanya ada satu lembaga pengadilan

hubungan industrial kecuali Provinsi Jawa Timur ada dua lembaga pengadilan hubungan industrial yaitu di Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik, ini menunjukkan bahwa betapa sulitnya para pencari keadilan dalam perselisihan hubungan industrial untuk mendapatkan keadilan melalui pengadilan hubungan industrial harus menempuh waktu yang sangat panjang dan biaya yang tidak sedikit. Sepatutnya tidaklah menjadikan pertimbangan yang tepat apabila dalam pembentukan pengadilan hubungan industrial di kabupaten/kota diutamakan yang padat industri, karena persamaan di hadapan hukum dan kepastian hukum yang adil harus didapat oleh pencari keadilan, sebagaimana amanat UUD 1945 dalam Pasal 28D ayat (1), menyebutkan bahwa:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

b. Pengajuan Gugatan Diajukan pada Pengadilan Hubungan Industrial di Tempat

Pekerja Bekerja

Pengajuan gugatan diajukan kepada pengadilan hubungan industrial pada daerah

hukumnya meliputi pekerja bekerja,18

ketentuan dalam pasal ini tidak dilaksanakan

secara konsisten, sebagai contoh pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan dan telah terjadi perselisihan hubungan industrial setelah dilakukan perundingan bipartit gagal dan dicatat-kan ke Dinas Tenaga kerja setempat untuk dilakukan proses mediasi dan risalah mediasi tidak dipatuhi oleh para pihak, maka salah satu pihak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial sedangkan di tempat bekerja pekerja berada di kabupaten belum terbentuk Pengadilan Hubungan Industrial, berdasarkan pada tabel 4.2. pengadilan hubungan industrial hanya dibentuk di ibu kota provinsi dari ilustrasi tersebut telah terlihat jelas keadilan substansi tidak terpenuhi di mana setiap orang berhak menda-patkan persamaan di hadapan hukum untuk mendapat penyelesaian perselisihannya di hadapan pengadilan.

c. Pemeriksaan dalam Acara Cepat

40ID740&oq=ja&aqs=chrome.1.69i57j35i39j69i61j69i60l2j35i39.6211j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8, diunduh pada tanggal 22 September 2017.

17 http://www.pulau-Indonesia.com/2016/01/jumlah-dan-nama-35-provinsi-di-Indonesia.html, diunduh pada tanggal 22

September 2017. 18 Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 388/432

Page 12: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

Dalam pemeriksaan dengan acara cepat di Pengadilan Hubungan Industrial di-

mungkinkan dapat dilaksanakan tetapi harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:19

1) Apabila terdapat kepentingan para pihak dan atau salah satu pihak yang cukup

mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari

yang berkepentingan, para pihak atau salah satu pihak dapat memohon kepada

pengadilan hubungan industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat;

2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau

tidak dikabulkannya permohonan tersebut;

3) Terhadap penetapan pemeriksaan dengan acara pemeriksaan cepat tidak dapat digunakan upaya hukum;

4) Dalam hal permohonan dengan acara pemeriksaan cepat dikabulkan Ketua

Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah dikeluar-kannya Penetapan menentukan Majelis Hakim, hari, tempat dan waktu sidang

tanpa melelui prosedur pemeriksaan;

5) Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja.

Di dalam praktiknya di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Surabaya, pemeriksaan dengan acara cepat tidak pernah dilaksanakan karena tidak ada

alasan yang cukup terhadap pelaksaan dengan acara cepat.20

Dalam pemeriksaan dengan acara cepat pada Pengadilan Hubungan Industrial

sebenarnya harus diberlakukan karena proses dengan acara cepat itu sangat dibutuhkan

oleh para pencari keadilan karena waktu penyelesaian hanya dibatasi 14 (empat belas)

hari sudah diputus oleh Pengadilan hubungan industrial, proses tersebut sesuai dengan

asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah, tetapi proses dengan acara pemeriksaan

cepat tidak pernah dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial, sejak diundangkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, padahal undang-undang tersebut sudah meng-

amanatkan adanya proses pemeriksaan dengan acara cepat.

d. Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Hubungan Industrial

Kuasa hukum dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana

diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, memberikan kesempatan

kepada pengurus serikat pekerja untuk dapat bertindak sebagai kuasa hukum mewakili

anggotanya di dalam persidangan pengadilan hubungan industrial, yang dimaksud pengurus

serikat pekerja adalah meliputi pengurus tingkat perusahaan, pengurus tingkat

kabupaten/kota, pengurus tingkat provinsi maupun pengurus tingkat pusat, bagaimana kalau

pekerja tidak menjadi anggota serikat pekerja atau di dalam perusahaan tempat pekerja

bekerja belum ada/tidak ada serikat pekerja apabila ada perselisihan antara pekerja dengan

pengusaha di pengadilan hubungan industrial, dalam Negara hukum mengakui dan

melindungi hak asasi manusia setiap individu, hak pekerja untuk men-dapatkan persamaan

dan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang harus diper-lakukan sama di hadapan

19 Pasal 98 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

20 Wawancara dengan Achmad Syafie, Hakim Ad-Hoc PHI sejak tahun 2006, Desember 2015.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 389/432

Page 13: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

hukum (equality before the law), persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga persamaan perlakuan (equal treatment).

Penegakan hukum melalui pengadilan hubungan industrial tidak boleh bersikap

diskriminatif, artinya:21

setiap orang, baik mampu atau tidak mampu secara sosial-

ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukum di depan pengadilan, untuk dihadapkan sifat pembelaan secara cuma-cuma dalam perkara pidana dan perkara perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap hukum dan kemanusian yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum) masyarakat tidak mampu.

Dalam rangka pemberian bantuan hukum sepatutnya tidak dibatasi karena meru-pakan hak yang dimiliki oleh setiap orang khusunya pekerja yang bersangkutan untuk

mendapatkan keadilan.

e. Batasan Waktu dalam Pemeriksaan di Persidangan di Pengadilan Hubungan

Industrial

Batasan waktu pemeriksaan persidangan majelis hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam

waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja sejak sidang pertama,22

tujuan

pembatasan waktu adalah agar proses persidangan di pengadilan hubungan industrial tercapai asas cepat dan sederhana, tetapi dalam praktiknya majelis hakim pengadilan hubungan industrial dalam memberikan putusan melebihi dari 50 (lima puluh) hari kerja.

f. Sanksi bagi Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial yang Memberikan

Putusan Melebihi Batas Waktu yang Diamanatkan oleh Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut meskipun

dalam putusannya melebihi batas waktu sebagaimana ketentuan Pasal 103 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004. Undang-undang tidak memberikan bentuk sanksi apapun terhadap

Majelis Hakim yang memberikan putusannya melebihi ketentuan batas waktu 50 (lima puluh)

hari kerja. Hal ini sangat berbeda dengan konsiliator dan mediator hubungan industrial yang,

apabila mediator tidak dapat menyelesaikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial

dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja dikena-kan sanksi administratif

berupa hukuman disiplin sesuai dengan peraturan bagi Pegawai Negeri Sipil.23

Konsiliator

hubungan industrial yang tidak menyampaikan anjuran tertulis dalam waktu selambat-

lambatnya 14 (empat belas) hari kerja atau tidak membantu para pihak membuat perjanjian

bersama dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja dapat dikenai saksi administrasi

berupa teguran tertulis, apabila sudah teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dapat dikenakan

sanksi administrasi berupa pencabutan sementara sebagai konsiliator, begitu pula terhadap

Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial yang tidak menerbitkan salinan putusan

dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditanda tangani

majelis hakim, dan panitera tidak mengirimkan salinan putusan kepada para pihak paling

lambat 7 (tujuh) hari kerja, dikenakan sanksi

21 Tata Wijayanta, Bantuan Hukum Golongan tidak Mampu dalam Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Yogyakarta,

Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mimbar Hukum, Volume 24 Nomor 1, Pebruari 2012, hal. 111.

22 Pasal 103 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

23 Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 390/432

Page 14: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,24

dari ketentuan

pasal tersebut tanpak sekali adanya perbedaan dalam perlakuan adanya diskriminasi persamaan di depan hukum bagi hakim, mediator, maupun konsiliator hubungan industrial.

g. Batas Waktu Pemeriksaan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di

Tingkat Kasasi Mahkamah Agung

Dalam penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja juga

diatur mengenai batas waktu penyelesaian perkara pada Mahkamaha Agung yaitu selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permo-honan kasasi

ke Mahkamah Agung,25

dalam praktik juga terjadi putusan Mahkamah Agung melebihi 30

(tiga puluh) hari kerja dalam memberikan putusannya, hal tersebut melanggar ketentuan Pasal

115 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sehingga keadilan bagi para pihak baik pekerja

maupun pengusaha dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengenai

batas waktu tidak tercapai dengan demikian penyelesaian perselisihan yang berkeadilan dan

berkepastian ditinjau dari segi prosedur penyelesai tidak terpenuhi.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembentukan pengadilan hubungan industrial sebagaimana diamanatkan Pasal 59 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sepatutnya tidah hanya dibentuk di ibu kota provinsi tetapi harus dibentuk di seluruh kabupaten/kota untuk memberikan pelayanan

bagi pencari keadilan.

2. Mengenai batasan waktu dalam proses penyelesaian perselesaian hubungan industrial

baik di tingkat pengadilan hubungan industrial dengan batasan waktu selambat-lambatnya

50 (lima puluh) hari kerja sudah harus diputus maupun di tingkat Mahkamah Agung

wajib diperhatikan batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal peneri-

maan permohonan kasasi sudah harus diputus, agar tidak terjadi pelanggaran prosedur

dan subtansi demi kepastian dan perlakuan yang adil dalam penyelesaian perselisihan

hubungan industrial.

SARAN

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan

Industrial dalam proses beracaranya menggunakan hukum acara perdata diperlukan

pengaturan yang khusus agar tercapai asas cepat, sederhana dan biaya murah dengan cara

pembatasan proses beracara hanya diberikan empat tahapan yaitu gugatan, jawaban,

pembuktian dan putusan, dengan batasan penundaan apabila ada penundaan sidang hanya satu

kali penundaan pada setiap proses dengan memberikan alasan yang sah.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan:

24 Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

25 Pasal 115 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 391/432

Page 15: 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL … · 2020-04-25 · 35. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERKEADILAN DAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Buku:

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.

Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Belton dalam R. Herlambang Perdana Wiratraman, dkk., Penelitian, Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial Ditinjau dari Prinsip Fair Trial dan Hak-hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga Surabaya, 2007.

Laporan Tahunan Direktoral Jenderal Badan Peradilan Umum Tahun 2014.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian hukum, Jakarta, Prenada Media.

S. Nasution, 2000, Metode Research/Penelitian Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara.

Tata Wijayanta, Bantuan Hukum Golongan tidak Mampu dalam Perkara Perdata diPengadilan Negeri Yogyakarta, Bagian Hukum Acara, Fakultas Hukum UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta, Mimbar Hukum, Volume 24 Nomor 1, Pebruari 2012.

Wawancara dengan Achmad Syafie, Hakim Ad-Hoc PHI sejak tahun 2006, Desember 2015.

Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/JawaTimur, diakses pada tanggal 25 Nopember 2015.

https://www.google.co.id/search?q=jarak+dan+waktu+tempuh+kabupaten+pacitan+ke+surab

aya&rlz=1C1AOHY_idID740ID740&oq=ja&aqs=chrome.1.69i57j35i39j69i61j69i60l2j35i39.6211j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8, diunduh pada tanggal 22

September 2017.

www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-kabupaten-kota-di-jawa-barat.html, diakses tanggal 26 Juli 2016.

http://www.pulau-Indonesia.com/2016/01/jumlah-dan-nama-35-provinsi-di-Indonesia.html,

diunduh pada tanggal 22 September 2017.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 392/432