300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

17

Click here to load reader

Upload: rachmat-sahputra

Post on 25-Jul-2015

184 views

Category:

Environment


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Urgensi Monitoring dan Evaluasi Undang-Undang

A. Mengapa Monitoring dan Evaluasi Undang-Undang Perlu?Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai evaluasi dan monitoring (monev)undang-undang, salah satu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalahapakah monev itu sendiri diperlukan atau tidak. Kalau diperlukan, apa manfaatnyabagi pihak-pihak yang diposisikan sebagai perencana dan pelaksana undang-undang. Bagaimana pula kaitan antara monev dengan sistem manajemen yangsecara umum membahas dan mengatur pula tentang kehadiran mekanisme monev.

Secara umum, fungsi manajemen melekat pada proses penyusunan peraturanperundang-undangan. Bila kita cermati bagaimana sebuah undang-undangdihasilkan, maka kita sebenarnya sedang mengamati roda manajemen produksiundang-undang yang sedang berjalan. DPR dan pemerintah sebagai pihak yangterlibat dalam proses legislasi memiliki dan menjalankan peran perencanaan danpengorganisasian berbagai gagasan dan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU).

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan output dari peran perencanaanyang dilakoni oleh DPR dan pemerintah, sedangkan fungsi pengorganisasian munculmisalnya melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) atau konsultasi publik.Contoh lainnya yaitu pembentukan tim lintas departemen yang ditugaskan untukmerancang undang-undang usulan pemerintah yang bersifat muti sektoral ataupengelompokkan anggota DPR dalam alat-alat kelengkapan DPR seperti BadanLegislasi (Baleg), pembidangan komisi, Panitia Khusus (Pansus), Panitia Kerja(Panja), dan lain-lain. Bekerjanya peran pengorganisasian bertujuan untukmematangkan substansi RUU.

Sistem manajemen produksi undang-undang yang selama ini berlangsung ternyatacenderung tidak memberikan perhatian yang serius terhadap urgensi perankontrol/monitoring dan evaluasi. Padahal, untuk mengetahui apakah perencanaan(dalam hal ini Prolegnas) sudah berjalan dengan efektif atau belum sangattergantung sejauh mana ketepatan dan keseriusan prosedur monevdiimplementasikan. Fungsi monev tidak dapat dipisahkan dari manajemen produksiundang-undang. Dengan kata lain, manajemen produksi undang-undang akanpincang bilamana peran monev terabaikan, mengingat kontribusinya terhadappemeliharaan kualitas output (undang-undang) sangat besar.

Beberapa manfaat dari pelaksanaan fungsi monev undang-undang antara lain:1. Mewujudkan manajemen produksi UU yang lebih baikHasil monev akan menginformasikan apakah tujuan dibentuknya suatu undang-undang telah tercapai, sekaligus juga mengenai manfaat dan dampak daripelaksanaan undang-undang. Informasi yang diperoleh dari hasil monev akanmenjadi bahan yang sangat diperlukan dalam proses perencanaan berikutnya.

2. Sebagai perwujudan pelaksanaan fungsi legislasi secara transparanSalah satu upaya yang dapat dilakukan guna mewujudkan transparansi proseslegislasi adalah melalui monev. Dengan menghadirkan monev, informasi yanglengkap mengenai proses legislasi akan tersedia.

Apabila kita menyepakati bahwa pelaksanaan monev akan diberi perhatian yanglebih dalam proses legislasi, maka yang menjadi persoalan selanjutnya agar

Page 2: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

pelaksanaan monev dapat berjalan baik adalah menyangkut peningkatankemampuan pelaksana monev undang-undang (capacity building) danpengalokasian dana yang memadai.

B. Dasar Teori

Menurut (Casely & Kumar, 1987), definisi monitoring bisa bervariasi tetapi padadasarnya prinsip-prinsip yang digunakan adalah sama, yaitu “Monitoring adalahpenilaian yang terus menerus terhadap fungsi kegiatan proyek di dalam konteksjadwal pelaksanaan dan terhadap penggunaan input proyek oleh kelompok sasarandi dalam konteks harapan-harapan rancangan. Monitoring adalah kegiatan proyekintegral, bagian penting dari praktek manajemen yang baik dan karena itumerupakan bagian yang integral dari manajemen sehari-hari”.

Monitoring yang dilakukan adalah dengan metode pengumpulan dan analisisinformasi secara teratur. Kegiatan ini dilakukan secara internal untuk menilai apakahmasukan sudah digunakan, apakah dan bagaimana kegiatan dilaksanakan, danapakah keluaran dihasilkan sesuai rencana. Monitoring berfokus pada efisiensi.Sumber data yang penting untuk monitoring adalah alat verifikasi pada tingkatkegiatan dan keluaran yang umumnya merupakan dokumen internal seperti laporanbulanan/triwulan, catatan kerja dan perjalanan, catatan pelatihan, notulen rapat, dansebagainya.1

Pengertian tentang konsep evaluasi – yang terkadang tak bisa dipisahkan denganmonitoring – sering dijumpai, bahkan terkesan saling menopang. Pengertian pakarmengenai arti eveluasi seperti (Casely & Kumar, 1987) yaitu “Penilaian berkalaterhadap relevansi, penampilan, efisiensi, dan dampak proyek tentang waktu, daerahatau populasi.” 2

Sedangkan interpretasinya secara umum adalah evaluasi bagi banyak organisasimerupakan istilah umum yang digunakan bersama-sama dengan kaji ulang.Organisasi lain menggunakannya dalam pengertian yang lebih ketat sebagaipenilaian yang komprehensif terhadap keluaran dan dampak proyek; apasumbangannya terhadap pencapaian tujuan sasaran. Evaluasi biasanya dilakukanbaik oleh orang dalam maupun orang luar untuk membantu pihak terkait danpembuat keputusan belajar dan menerapkan pelajaran yang sudah dipetik. Evaluasiberfokus pada dampak dan sustainibilitas.

Evaluasi berbeda dengan monitoring. Kedekatannya lebih dikarenakan kesamaansebagai alat manajemen. Dalam konteks monitoring, informasi berguna untukmengetahui kemajuan menurut yang disetujui sebelumnya di dalam rencana danjadwal rutin yang dikumpulkan. Ketidakcocokan antara aktual dengan yangdirencanakan haruslah diidentifikasi dan dikoreksi.

Kebutuhan terhadap evaluasi dipermudahkan dengan adanya monitoring(menyediakan sumber informasi). Banyak sumber informasi didalami selamamengkaji ulang proyek terutama ketika ada kebutuhan untuk mengetahui mengapainput tidak berperan penting dalam perencanaan output. Fokus evaluasi relatif

1 Dikutip dari Proposal Implementasi Akselerasi Pencapaian IPM 80 Jabar melalui Pengembangan

Kawasan Agropolitan Terdepan halaman 1.

2 Idem

Page 3: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

spesifik kepada pertanyaan mengenai efektifitas dan dampak yang ditentukan untukmempengaruhi pelayanan atau program mendatang. Saling mengisinya antaramonitong dan evaluasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Item Monitoring EvaluasiFrekuensi Menjaga agar tidak terjadi

kekeliruan/melencengPenilaian

Dasar tujuan Meningkatkan efisiensidalam mengatur rencanakerja

Meningkatkanefektifitas, dampak, danprogram mendatang

Fokus Input, output, proses,outcome, dan rencanakerja

Efektifitas, relevansi,dampak, dan efisiensibiaya.

C. Beberapa Isu Penting yang Harus Diperhatikan dalam ProsesMonitoring dan Evaluasi Undang-Undang

Di tengah berjalannya peran monev terhadap undang-undang, ada beberapa isupenting yang harus diperhatikan antara lain:1. Pembicaraan monev pada umumnya hanya bersifat parsial. Kalaupun ada, pihak

yang melakukan fungsi monev cenderung berkutat pada tahap-tahap tertentu;2. Selama ini pemahaman mengenai fungsi monev lebih ditujukan kepada proses

pelaksanaan proyek, bukan (salah satunya) ditujukan pada level undang-undang;3. Proses monev tidak memberikan hasil yang valid karena metode penentuan

indikator yang bias pada kepentingan tertentu;4. Dalam hal menentukan subyek yang melakukan fungsi monev, masih terjadi

tarik-menarik apakah dilakukan secara internal (DPR dan pemerintah) ataukaheksternal (auditor independen); dan

5. Masih rendahnya pemanfaatan hasil-hasil penelitian monev terhadap prosesperencanaan, pembahasan, perbaikan (amandemen) satu atau lebih undang-undang.

D. Antara Evaluasi dan Monitoring (Pemantauan)

Pada saat yang bersamaan, kita selalu mendengar bahwa monitoring selaludikaitkan dengan evaluasi. Padahal keduanya memiliki perbedaan. Evaluasi memilikispektrum kegiatan yang lebih luas dari pada monitoring. Monitoring ditekankankepada kepentingan observasi dan penilaian terhadap suatu obyek atau kinerjapelaksanaan suatu kegiatan. Sedangkan evaluasi lebih dititikberatkan kepadapenelaahan dan pengkajian terhadap suatu sasaran kegiatan, yakni sejak dari tahapperencanaannya hingga dampak dari output yang dihasilkan (substansial) maupunsecara organisasional menyangkut kinerja pelaksanaan kegiatan itu sendiri.

Evaluasi dapat dilakukan terhadap hasil monitoring dan laporan pelaksanaankegiatan, dengan tujuan untuk menentukan sejauh mana tingkat kemajuanpelaksanaan suatu kegiatan telah dicapai. Pelaksanaan monev pada prinsipnyaharus selalu didasarkan kepada obyektivitas penilaian. Untuk itu, diperlukan adanyapersepsi yang sama mengenai obyek pengamatan. Kesamaan persepsi tersebutdapat diwujudkan melalui indikator-indikator yang disepakati bersama antara pihakperencana (RUU) dengan pelaksana monev.

Page 4: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Indikator-indikator tersebut harus dapat digunakan secara simultan dalam mengukurperbedaan antara harapan dan kinerja dari komponen-komponen perencanaan danpelaksanaan fungsi legislasi.

Evaluasi terhadap undang-undang, selain memberikan umpan balik bagi keperluanperencanaan berikutnya, juga dapat digunakan langsung bagi keperluan tindakankoreksi dalam rangka penegakan undang-undang (bahkan peluang ini semakinterbuka dengan kehadiran lembaga Mahkamah Konstitusi-MK).

E. Evaluasi Kebijakan: Dari Proses Sampai Dampak

Secara umum, dalam studi kebijakan publik, evaluasi biasanya dikaitkan dengan tigahal.3 Pertama, berkaitan dengan program monitoring/process, pertanyaan yangdiajukan adalah:a. Apakah program mencapai sasaran individu, lembaga atau unit target lain

sebagaimana yang telah disusun dalam program?b. Apakah program memberikan sumber daya, pelayanan atau keuntungan lain

sebagaimana yang dimaksudkan dalam program?

Kedua, analisis impact assessment berkaitan dengan isu-isu berikut:a. Apakah program tersebut cukup efektif untuk mencapai tujuan yang dimaksud?b. Dapatkah hasil-hasil program tersebut dijelaskan atau dilakukan melalui proses

alternatif tertentu yang tidak termasuk dalam program?c. Apakah program memiliki efek-efek lain yang tidak direncanakan?

Ketiga, kajian economic efficiency/cost effectiveness mengevaluasi hal-hal berikut:a. Seberapa besar biaya pemberian pelayanan dan apa manfaat terhadap peserta

program?b. Apakah program tersebut menggunakan sumber daya secara efisien

dibandingkan dengan penggunaan sumber daya untuk program lain?

Menelusuri konteks evaluasi program tentu berbeda dengan proses legislasi.Perbedaan karakter objek evaluasi muncul di sini. Namun bukan berarti kita tidakmenemukan sama sekali kemungkinan peluang pengadopsian antara evaluasiprogram dengan undang-undang. Adanya pemahaman bahwa proses legislasi jugamemerlukan manajemen produksi, maka perbedaan karakter objek evaluasi bukanmenjadi sebuah persoalan serius.

Studi evaluasi proses apabila ditarik ke belakang memiliki kedekatan dengan studiproses implementasi. Dalam proses implementasi, pertanyaan yang ingin dijawabadalah apakah instrumen-instrumen kebijakan yang ditetapkan (UU, PeraturanPemerintah, dst) benar-benar dilaksanakan oleh para aktor (eksekutif danperangkatnya). Di sini, persoalan kepatuhan dari para aktor pelaksana kebijakanadalah hal penting yang dianggap sangat berpengaruh pada keberhasilan kebijakanitu sendiri. Selain itu, banyak penelitian yang menunjukkan berbagai variabelimplementasi lain yang mungkin berpengaruh pada kinerja kebijakan antara lainseberapa besar komunikasi antar aktor, seberapa besar dukungan finansial, sikappersonil, dan bagaimana fleksibilitas struktur organisasi yang mampu mendukung

3 Pengutipan bersumber dari tulisan lepas tentang Bagaimana Memahami Urgensi Monitorig dan

Evaluasi Suatu Program (pelaksanaan Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana AksiNasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009 oleh oleh Lukman Sukarma MSE, MTQM,

Asisten Deputi VII Bidang Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.

Page 5: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

pengambilan keputusan secara cepat apabila terjadi masalah dalam pelaksanaankebijakan.

Faktor-faktor implementasi adalah variabel yang bisa dimanipulasi untukmengendalikan pelaksanaan kebijakan. Sedangkan yang lain adalah variabellingkungan seperti kondisi alam, yang tidak mungkin dimanipulasi. Bisa terjadisebuah kebijakan sebaik apapun dengan dukungan personil, keuangan, dankomunikasi yang baik gagal diimplementasikan karena faktor-faktor alam sepertikondisi lingkungan yang berubah secara cepat seperti halnya bencana alam.Evaluasi di atas hanya relevan dilaksanakan ketika proses implementasi sedangberjalan dan tidak menunggu kebijakan selesai.

F. Mengapa Muncul Kegiatan Evaluasi yang Tidak Komprehensif?

Sejak bergulirnya orde reformasi, tidak pernah terdokumentasikan danterpublikasikan apakah selama ini DPR atau pemerintah memiliki tools dalammemonitor dan mengevaluasi undang-undang. Kalau pun ada, evaluasi tidakdilakukan secara komprehensif (mengambil contoh atau model yang diterapkan olehBadan Pembinaan Hukum Nasional-BPHN melalui pembentukan tim ad hoc).Persoalannya adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dari evaluasiproses sampai dengan evaluasi dampak diperlukan pembiayaan yang cukup besar.Apalagi, setiap proses evaluasi tidak bisa dijalankan secara serentak mengingatmasing-masing karakter evaluasi memerlukan desain evaluasi yang berbeda.

Evaluasi proses tidak mungkin dilakukan di akhir kegiatan perumusan kebijakankarena situasi proses sendiri hanya mungkin diteliti ketika kegiatan itu sendiri masihberlangsung. Sebaliknya, studi evaluasi dampak hanya mungkin dilakukan setelahsuatu undang-undang berjalan sekian tahun di mana diperkirakan dampak sudahmuncul. Dengan demikian, melakukan evaluasi dampak dan evaluasi prosesmemerlukan proses yang terpisah.

Persoalan lain yang dihadapi dalam evaluasi dampak yaitu keterbatasan data. Untukmelihat dampak pelaksanaan undang-undang, para evaluator hanya bisa mengambilkesimpulan secara benar apabila tersedia data yang memadai antara sebelum dansesudah undang-undang diberlakukan. Hal-hal yang sering terabaikan dalamevaluasi dampak adalah apakah perubahan yang terjadi benar-benar disebabkanoleh undang-undang dimaksud atau faktor-faktor lain.

G. Praktek Monitoring dan Evaluasi Undang-Undang yang Berjalandi Indonesia

Bagaimana sebenarnya praktek monev yang telah dan sedang berjalan diIndonesia? Siapa saja yang terlibat dan bagaimana model mekanisme monev yangdipilih? Uraian berikut mencoba menjawab pertanyaan di atas sekaligusmenginformasikan realitas terkini yang pada akhirnya menyadarkan kita terhadapurgensi kehadiran monev undang-undang.

G.1. Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi (MK)Tanpa kita sadari, sebenarnya terdapat tahapan/mekanisme atau bahkan sampaitingkat aktivitas yang masuk dalam ruang lingkup monev sebagai suatu sistem yangumum dipahami, yaitu kegiatan menilai atau kaji ulang. Pemahaman seperti inilahyang akan mengantarkan kita bahwa monev undang-undang pada level yang

Page 6: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

sederhana tersebar dalam berbagai institusi perencana dan pelaksana undang-undang, termasuk lembaga seperti Mahkamah Agung (MA) dan MahkamahKonstitusi (MK). Kedua lembaga ini pun pada tingkatan tertentu, memainkan peran-peran layaknya proses monev sebelum putusan (judicial review) dibacakan.

Harus diakui, sebuah UU dihasilkan melalui proses politik, sehingga sedikit banyakkepentingan politik mewarnai substansi undang-undang yang dihasilkan. Namun,konstitusilah sebagai rambu yang bertugas memastikan apakah kepentingan politikdimaksud menciderai aspirasi dan kepentingan rakyat (sebagai pemegangkedaulatan tertinggi) atau tidak.

Seorang narasumber yang menjabat hakim MK mengutarakan bahwa peran MKdalam menguji suatu undang-undang apakah berlawanan dengan konstitusi atautidak, salah satunya dilihat pada benturan kepentingan politik terhadap undang-undang. Dalam konteks monitoring undang-undang, sebenarnya MK memiliki badansendiri (semacam litbang) yang mempelajari suatu undang-undang, namun sifatnyapasif. Dalam artian, menunggu permintaan yang diajukan oleh internal MK atau parahakim MK sendiri, selain memang tugas dan kewajiban Litbang sendiri adalahmelakukan penelitian terhadap UU yang dianggap relevan dengan kerja MK. Hasilmonitoring undang-undang dimaksud tidak dipublikasikan, semata-mata untukkebutuhan internal (yang akan dibahas dan didiskusikan oleh para hakim MK,peneliti yang bernaung di litbang MK, atau pihak-pihak luar yang diundang dan turutmengkaji undang-undang tersebut). Alasannya agar publik tidak mempersepsikanhasil kajian dimaksud sebagai putusan MK sebelum dibacakan. Selain itu, gunamemaksimalkan fungsi monitoring undang-undang, responden menganjurkan agarsebuah RUU yang masih dalam tahap pembahasan lantas mendapatkan perlawanandari masyarakat dapat diuji atau dimintakan pendapat ke MK.

Setelah memutuskan perkara permohonan judicial review, MK mencoba memastikanapakah kemudian putusan tersebut dikuatkan melalui Berita Negara atau belum,karena menurut responden, sebenarnya letak kekuatan mengikatnya ada di situ.Putusan MK menghilangkan daya ikat beberapa bab, pasal, atau ayat dalam suatuundang-undang. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusimemerintahkan MK memberitahukan hal demikian (supaya putusan MK tersebutdikuatkan dalam Berita Negara).

Tidak hanya terfokus pada penguatan melalui Berita Negara, responden jugasepakat bahwa sudah seharusnya DPR menindaklanjuti putusan MK. Namun,responden mengakui bahwa MK tidak berwenang untuk memerintahkan lembagalain menjalankan putusan MK. Pada saat pembahasan suatu RUU, respondenmenyatakan tidak perlu bagi MK untuk memberikan masukan misalnya ketentuan UUdimaksud dinyatakan tidak memenuhi syarat, karena responden bersandarkan padaUU bahwa MK sebatas menyampaikan putusannya kepada DPR.

Adanya teori tentang sunset close dicermati pula oleh responden. Menurutnya, suatuUU menggambarkan situasi tertentu yang belum tepat di situasi berikutnya. Olehkarena itu, responden memandang perlu monev undang-undang, untuk menjawabapakah masih layak diberlakukan atau tidak. Lantas, siapa yang harus mendorongberjalannya mekanisme monev undang-undang? Kerjasama antara dunia kampusdengan litbang yang tersebar di berbagai institusi merupakan kelompok yangdianjurkan responden agar aktif melakukan pemantauan terhadap undang-undang.Bahkan masyarakat, melalui LSM turut pula berpartisipasi mendukungterlembagakannya sistem monev undang-undang.

Page 7: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Masih dari lingkungan MK, seorang responden yang berasal dari bagian litbang,mengutarakan pengalamannya dalam melakukan penelitian terhadap suatu undang-undang, yang dilakukan bersama-sama dengan lembaga kajian di perguruan tinggi.Cuma memang seperti yang disampaikan oleh responden dari hakim MK, kajiandimaksud tidak dipublikasikan dan hanya untuk kebutuhan internal MK. Pada suatukondisi, litbang MK juga dapat pula berperan sebatas memfasilitasi berbagai kajianyang terhadap undang-undang.

Menurut responden, fungsi monitoring undang-undang merupakan tugas pemerintah,meskipun tidak tertutup kemungkinan ada lembaga lain yang melakukannya.Sedangkan DPR dalam posisi mengawasi apakah undang-undang dimaksud sudahmencapai tujuannya atau belum. MK sendiri, menurut responden tidak dalam linimemonitor dan mengevaluasi undang-undang. Seandainya suatu saat diperlukanmonitoring terhadap suatu undang-undang, responden menyatakan hal demikianbisa saja terjadi namun tentunya bukan MK secara kelembagaan. Monitoring yangdipahami oleh responden lebih diarahkan kepada implementasi putusan MK.

G.2. Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang oleh DPRSalah satu responden yang dianggap strategis dan merupakan sumber informasipaling handal ada di Bagian Pemantuan Pelaksanaan Undang-Undang (Panlak UU),mengingat struktur serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) responden yang langsungberhadapan dengan mekanisme monev undang-undang. Bagian Panlak UU beradadi bawah Biro Hukum dan Pemantuan Pelaksanaan Undang-Undang yangbertanggung jawab kepada Deputi Bidang Perundang-undangan.

Responden menginformasikan bahwa apa yang selama ini dilakukan oleh BagianPanlak UU baru sebatas memantau peraturan pelaksana dari suatu undang-undangtiap semester. Dengan kata lain, memeriksa pasal-pasal dalam undang-undang yangharus ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden ataubahkan Keputusan Menteri. Di dalam menjalankan fungsi monitoring, respondenberhadapan dengan berbagai departemen terutama yang langsung menjadipelaksana undang-undang.

Meskipun keberadaan Bagian Panlak UU terbilang baru, namun kajian yangdilakukan tidak dibatasi sejak kemunculan unit tersebut. Responden memaparkanbahwa Bagian Panlak UU telah mengidentifikasi UU yang diterbitkan sejak 1995 danmenemukan misalnya dalam suatu UU, ada sepuluh pasal yang mengamanatkanperaturan pelaksana, ternyata hingga saat ini baru dua yang berhasil dikeluarkan.Beragam alasan kenapa peraturan pelaksananya lambat sekali diterbitkan, mulai daribanyaknya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang harus dipersiapkan,kompleksnya koordinasi lintas departemen, adanya tim sinkronisasi di DepartemenHukum dan HAM sehingga memperlama proses pembuatan PP sampai persoalananggaran, faktor penyebab yang menurut responden paling sering paling seringdikemukakan pemerintah.

Tentang batasan waktu sejak 1995, diakui responden tidak ada patokan yang pastikarena hingga saat ini Bagian Panlak UU masih mencari pola monitoring yang ideal,termasuk batas waktu kapan suatu undang-undang harus dipantau. Secara umum,mekanisme kerja yang ditempuh Bagian Panlak UU adalah mengirimkan suratkepada instansi-instansi terkait yang bertanggung jawab dalam mempersiapkanperaturan pelaksana undang-undang. Seandainya dalam waktu yang telahditentukan belum keluar juga peraturan pelaksananya, Bagian Panlak UU melaluiDeputi Bidang Perundang-undangan akan mengingatkan (anggota) DPR untukmenindaklanjutinya dalam konteks fungsi pengawasan.

Page 8: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Responden menginformasikan bahwa Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR melaluiDeputi Bidang Perundang-undangan menyusun Daftar Hasil PemantauanPelaksanaan Undang-Undang. Perlu diketahui, berdasarkan Peraturan Sekjen DPR-RI No. 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi Tata Kerja Sekretaris Jenderal DPRRI, dengan struktur organisasi yang baru, Setjen DPR dalam hal ini DeputiPerundang-undangan – dengan perangkatnya sebagai unsur pelayanan bagi(anggota) DPR – salah satu tugasnya adalah melakukan pemantauan terhadapperaturan pelaksanaan undang-undang yang ditindaklanjuti baik dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupun Keputusan Menteri.Tugas yang diemban Deputi Bidang Perundang-undangan bertujuan untukmengetahui sejauh mana implementasi peraturan pelaksanaan undang-undangtersebut, apakah sudah diterbitkan atau belum oleh pemerintah.

Salah satu wewenang/fungsi dari tugas DPR yang termuat dalam Keputusan DPR-RINo: 08/DPR-RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR-RI, Pasal 4 huruf g,diantaranya adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Untuk dapat melaksanakan hak dan wewenang tersebut, DPR memerlukandata dan informasi dari instansi pemerintah dan instansi terkait berkaitan dengandiberlakukannya suatu undang-undang. Data dan informasi inilah yang sebenarnyadisuplai oleh Deputi Bidang Perundang-undangan. Terkadang malah ada semacamrequest tersendiri dari individu anggota DPR maupun alat kelengkapan seperti Balegatau Komisi yang meminta hasil fungsi monitoring yang dilakukan Bagian Panlak UU.Menghadapi kondisi seperti ini, responden sengaja lebih memprioritaskanpermintaan semacam ini.

Hasil pengawasan undang-undang tersebut selanjutnya dapat dipergunakan sebagaibahan pertimbangan untuk mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkanmaupun memperbaiki keadaan yang belum sesuai dengan keadaan yang diinginkanoleh pembentukan undang-undang. Selain itu, hasil pengawasan juga membantudalam upaya mengajukan suatu RUU dari DPR maupun RUU usul Pemerintah,perubahan atau tambahan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada.

Daftar Hasil Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang ini berformat tabel, dibagidalam dua kelompok besar UU yaitu bidang Politik, Hukum, HAM, danKesejahteraan Rakyat (Polhukhamkesra) dan Ekonomi, Keuangan, Industri, danPerdagangan (Ekkuindag). Tabel tersebut terdiri atas:a) Keterangan lengkap UU (nomor, tahun, dan obyek pengaturan);b) Tanggal ditetapkan dan diundangkan;c) Pasal dan ayat yang ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana;d) Jenis peraturan-peraturan pelaksana (PP, Keppres, Perpres, dan Kepmen);e) Lingkup/Bidang dari alat kelengkapan DPR (misalnya Komisi/Baleg)

Sampai dengan April 2006, Deputi Bidang Perundang-undangan melalui BagianPanlak Undang-Undang telah berhasil mengidentifikasi dan memantau pelaksanan15 UU bidang Polhukhamkesra dan 21 UU bidang Ekkuindang. Undang-Undangtersebut yang termuat dalam Buku I Daftar Hasil Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang.

Adapun 15 UU bidang Polhukhamkesra dimaksud yaitu:1) UU No. 8 Tahun 1987 tentang Ptotokol2) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan3) UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia4) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak5) UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat6) UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Page 9: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

7) UU No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian8) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup9) UU No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi10) UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji11) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi12) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi13) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia14) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran15) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Sedangkan daftar 21 UU bidang Ekkuindang meliputi:1) UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun2) UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian3) UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil4) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan5) UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan6) UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Komoditi7) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat8) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi9) UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi10) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia11) UU No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997

tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa12) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 1997

tentang Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan13) UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman14) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang15) UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri16) UU No. 23 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu17) UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten18) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merk19) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi20) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta21) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Untuk mempersiapkan dan menyusun Daftar Hasil Pemantauan PelaksanaanUndang-Undang, Bagian Panlak UU telah menetapkan prosedur kerja sendiri.Serangkaian langkah ditempuh Bagian Panlak UU guna mempermudahmendapatkan data dan informasi dalam rangka mengawasi implementasi undang-undang. Adapun prosedur kerja dimaksud adalah sebagai berikut:

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan Analisis dan Evaluasi terhadapPelaksanaan Undang-Undang

Pengadministrasian dan pendataan umum terhadap undang-undang di bidang Polhukhamkesra dan Ekkuindag berdasarkanperiode (dua tahun ke belakang) sejak undang-undang disahkan,yang selanjutnya menjadi daftar perundang-undangan yang akandipantau peraturan pelaksanaannya.

Tahap Persiapan

Mendata dan mencatat undang-undang yang akan dikaji/analisisdan dievaluasi dengan kriteria sebagai berikut:a. Undang-undang zaman kolonial yang sampai saat ini masih

berlaku namun sudah tidak sesuai lagi dengan norma-norma hukum yang berkembang dalam masyarakat; dan

b. Undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang

Page 10: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan Analisis dan Evaluasi terhadapPelaksanaan Undang-Undang

lain.Meminta informasi kepada bagian Baleg, Komisi, GabunganKomisi maupun departemen atau instansi terkait.Menyiapkan surat yang akan ditujukan ke instansi/departementerkait.Melaksanakan pemantauan maupun pendataan terhadapundang-undang yang mengamanatkan ketentuan-ketentuanuntuk ditindaklanjuti dengan UU, Peraturan Pemerintah,Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.Menyampaikan surat ke Departemen atau instansi terkait dalamrangka mengumpulkan data dan informasi yang terkait denganperaturan pelaksanaan undang-undang yang ditandatangani olehBiro Hukum dan Panlak.

Tahap Pelaksanaan

Mengevaluasi data atau informasi yang diperoleh daridepartemen atau instansi terkait terhadap undang-undang yangdipantau.

Tahap Penyelesaian Hasil pemantauan pelaksanaan undang-undang disampaikansecara tertulis oleh Bagian Panlak UU kepada Biro Hukum danPemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, kemudiandilanjutkan kepada Deputi Bidang Perundang-undangan untukselanjutnya disampaikan kepada Pimpinan Baleg, Komisi, danGabungan Komisi.

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan Undang-Undang ke Daerah olehTim

Menentukan daftar prioritas undang-undang bidangPolhukhamkesra dan Ekkuindag yang akan dipantau,dikaji/dianalisis, dan dievaluasi.Mempersiapkan konsep surat pembentukan Tim/Surat Tugas,yang disetujui oleh Biro atau Deputi;Mempersiapkan proposal berdasarkan undang-undang yangakan dipantau, dikaji/dianalisis, dan dievaluasi.Mempersiapkan surat/memo untuk mendapatkan persetujuandari Sekjen/Wasekjen melalui Biro/Deputi.Tim mempersiapkan daftar pertanyaan berdasarkanmateri/substansi undang-undang yang akan dipantau.Daftar pertanyaan yang disampaikan agar disesuaikan denganinstansi terkait.Mempersiapkan administrasi/konsep surat ke PemerintahDaerah/Gubernur/Sekda, dan instansi terkait denganmelampirkan daftar pertanyaan.

Tahap Persiapan

Menghubungi instansi Pemerintah Daerah setempat untukmembicarakan kesiapan jadwal pertemuan.Kepala Bagian Panlak UU menentukan undang-undang yangakan dipantau dengan cara pengumpulan data dari usulandaerah, mengikuti aktualisasi yang berkembang dalammasyarakat, daftar perpustakaan, kliping serta referensi lain dariinstansi terkait maupun Baleg, Komisi, dan Komisi Gabungan.Tim mempersiapkan daftar pertanyaan dengan caramengadakan rapat koordinasi untuk membicarakansubstansi/materi terhadap undang-undang yang akan dipantau,disertai dengan pengumpulan data dari instansi terkait danmengundang pakar/narasumber.Tim pemantauan menerima jawaban pertanyaan dari instansiterkait di daerah, baik secara tertulis maupun tidak tertulisdengan melakukan wawancara dengan pihak terkait, disertaidata-data lain yang diperlukan.

Tahap Pelaksanaan

Tim pemantauan menyusun dan mengkompilasi laporan

Page 11: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemantauan Analisis dan Evaluasi terhadapPelaksanaan Undang-Undang

berdasarkan hasil yang diperoleh dari daerah yang dikunjungi.Terlebih dahulu laporan tersebut dikaji, dianalisis serta dievaluasidengan cara mengundang pakar/narasumber disertairekomendasi untuk diamandemen/revisi terhadap undang-undang maupun peraturan pelaksananya dari undang-undangyang telah dipantau.Hasil data yang diperoleh dari kunjungan ke daerah disampaikandalam bentuk laporan yang telah diberi rekomendasi, yangkemudian disampaikan kepada Pimpinan Baleg, Komisi, danGabungan Komisi sebagai masukan.

Tahap Penyelesaian

Tim menyampaikan surat ucapan terima kasih kepada instansiterkait, yang telah memberikan dukungan serta kerjasama dalamrangka untuk mendapatkan data dan informasi.

Mengenai kriteria undang-undang yang dipantau, dari segi waktu, respondenmengambil patokan antara dua-tiga tahun ke belakang (dalam satu tahun minimal 3-4 undang-undang). Selain itu, Bagian Panlak UU dapat pula mengambil muatanundang-undang dimaksud , karena faktor politis yang mengiringi kemunculan danpembahasannya, menyangkut perubahan sistem ketatanegaraan, masuk dalamdaftar undang-undang prioritas atau berawal dari aspirasi dan tuntutan masyarakat.

Hasil fungsi monitoring undang-undang dikomunikasikan oleh Bagian Panlak UUkepada alat-alat kelengkapan DPR yang sedang mempersiapkan RUU Usul InisiatifDPR atau membahas RUU bersama dengan pemerintah. Responden mengambilcontoh misalnya pada saat pembahasan UU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.Undang-undang apa saja yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji jugadipantau oleh responden melalui Bagian Panlak UU, sehingga dapat memberikanmasukan pada saat itu juga.

Fungsi monitoring undang-undang dipandang semakin penting terutama pada saatresponden menemukan suatu peraturan yang mengacu pada PP No. 129 Tahun2000, padahal PP ini merujuk pada UU yang sudah tidak berlaku lagi (No. 22 Tahun1999 yang sudah digantikan dengan UU No. 32 Tahun 2004).

Berbagai pendekatan ditempuh responden guna mengoptimalkan fungsi monitoring.Selain media korespondensi, responden juga melakukan pendekatan personalmemastikan sejauh mana proses penyusunan peraturan pelaksana yangdiamanatkan oleh suatu undang-undang telah dilakukan. Responden mengakui didalam kerja-kerja pemantauan pelaksanaan undang-undang, Bagian Panlak UUbekerja sama saling mendukung dengan Pusat Pengkajian dan Pelayanan Data danInfromasi (P3DI). Selain itu, guna menajamkan hasil kajian monitoringnya,responden juga pernah mengundang para pakar dan ahli dalam bidangnya,contohnya pada saat memantau penegakan UU tentang Perlindungan Anak.

G.3. Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang oleh Departemen Hukum danHAM

Departemen Hukum dan Ham (Dephukham) merupakan poros penting dalam monevundang-undang terutama dilihat dari sisi kepentingan pemerintah. Apalagi posisiDephukham merupakan mitra strategis Baleg (mewakili DPR) pada saatmempersiapkan usulan perubahan atau revisi undang-undang dari pemerintah yangtertuang dalam Prolegnas.

Salah seorang responden yang berada di struktur Direktorat PerancanganPerundang-undangan Dephukham menyatakan bahwa peran Badan Pembinaan

Page 12: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Hukum Nasional (BPHN) dan Dephukham telah memenuhi kebutuhan terhadapmonev undang-undang. Inisiatif monev undang-undang pun bisa berawal daridepartemen teknis-sektoral atau permintaan Dephukham atau BPHN. Kalaumodelnya permintaan, maka Dephukham akan menyediakan alokasi dana tersendiri.

Obyek monitoring yang ditempuh oleh Dephukham lebih kepada sisi penegakanundang-undang yang menemui banyak kendala. Artinya jika dari sisi substansiundang-undang sudah baik, namun ternyata dari sisi penegak hukumnyabermasalah, maka menurut responden kondisi seperti ini bukan sesuatu yang harusditangani pula oleh Dephukham. Saat ini, undang-undang yang mendapatkanprioritas untuk dipantau dan dievaluasi adalah undang-undang warisan zamankolonial (KUHPer, Hukum Acara Perdata dsb). Pada saat ditanyakan tentang kriteriaundang-undang yang akan dimonev, responden menjelaskan ukurannya antara lainundang-undang dimaksud merupakan undang-undang yang diberlakukan sejakzaman penjajahan, undang-undang yang berpotensi melanggar HAM, undang-undang yang mengabaikan keseimbangan gender, dan undang-undang yang tidaksejalan dengan semangat reformasi.

Menurut responden, monitoring terhadap undang-undang tidak harus melaluipembuatan PP. Bisa saja inisiatif, desain umum, dan obyek pemantuannyaditemukan melalui forum-forum ilmiah yang fokus membahas hal tersebut. Untukmendapatkan itu semua, seringkali responden merekrut gagasan dan masukannyamelalui dengar pendapat dengan DPR, departemen sektoral, dan LSM. Untukmenindaklanjutinya, Dephukham membentuk tim (bisa pula lintas departemen) untukmengevaluasi undang-undang yang telah ditentukan, minimal peran Dephukhammenurut responden memfasilitasi berbagai pertemuan membahas perlu atau tidaksuatu undang-undang direvisi/diganti. Untuk yang permanen, respondenmenginformasikan kalau di BPHN sudah ada unit tersendiri yang fokus terhadapmonev undang-undang yaitu Tim Evaluasi Pengkajian Peraturan Perundang-undangan.

Di lingkungan Dephukham, meskipun klasik, problem anggaran selalu saja munculdan menghambat kinerja tim pemantauan. Namun demikian, responden mengakuiuntuk mengantisipasinya, seringkali frekuensi pertemuan atau honor tim ahlidikurangi guna menutup pos pengeluaran yang lebih penting.

Peran harmonisasi yang dijalankan oleh Dephukham menurut responden jugamerupakan bagian dari fungsi monitoring karena dampaknya mencoba menghindariterjadinya tumpang tindih kewenangan yang diintrodusir oleh dua atau lebih undang-undang. Pernyatan ini disampaikan responden pada saat merespon pertanyaantentang ukuran harmonisasi suatu undang-undang. Fungsi harmonisasi ini dijalankanoleh satu unit tersendiri di lingkungan Dephukham dan biasanya memakan waktukurang lebih satu tahun.

Dephukham sendiri sebenarnya memiliki satu badan yang disebut Seksi EvaluasiPeraturan Perundang-undangan. Namun menurut penjelasan responden, unit iniditujukan untuk kebutuhan internal Dephukham, khususnya dalam mempersiapkandan menyajikan data tentang monev undang-undang. Tidak tertutup kemungkinanapa yang dihasilkan oleh Seksi Evaluasi Peraturan Perundang-undangan ini menjadikonsumsi lembaga lain misalnya apa yang selama ini telah berjalan setiap enambulan sekali, DPR meminta perkembangan dan hasil kerja organ ini.

Masih dari lingkungan Dephukham, responden yang berasal dari struktur DirektoratHarmonisasi, menyatakan perlu ada mekanisme monitoring terhadap undang-undang. Namun responden tidak memastikan apakah mekanisme ini built in dalam

Page 13: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

kerja-kerja Direktorat Harmonisasi atau instansi-instansi teknis. Respondenmengamati selama ini hanya perguruan tinggi yang cukup sering melakukan kajiantentang monev undang-undang. Responden pun mengiyakan bahwa praktek selamaini menunjukkan perencanaan tidak mendapatkan input dari hasil monev.

G.4. Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang oleh Departemen SektoralSeperti yang diakui responden dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas), umumnya monitoring undang-undang di lingkungan departemen teknismasih jauh dari ideal, dalam artian polanya sendiri tidak ada atau belum maksimaldilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas untuk memantau penegakan undang-undang. Responden berpandangan bahwa domain pemantauan sebenarnya ada diDPR melalui fungsi pengawasan. Meskipun demikian, pengalaman empirisresponden sendiri menunjukkan kenyataan bahwa ada di beberapa sektor,operasionalisasi kebijakan berikut sistem monevnya berjalan cukup baik.

Unit Bappenas tempat responden bekerja melakukan kerjasama denganKementerian Lingkungan Hidup (sebagai mitra) dalam melakukan monev undang-undang. Model monevnya pun tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan berdasarkankesepakatan kedua belah pihak setelah sebelumnya melewati beberapa kali diskusi.Mengenai obyek pemantauan, responden mengakui tidak semua program, hanyamengambil satu dua program yang dianggap prioritas dan realistis untuk dilakukanmonev, dengan durasi waktu kegiatan monev berselang antara dua sampai tigatahun.

Ketiadaan tools dalam menjalankan sistem monev diakui responden dan iniberdampak pada output yang dihasilkan. Praktek monev yang berjalan selama inisemata-mata didasarkan pada imajinasi dan improvisasi tim. Mengenai pemilihandan pengkerucutan dua sampai tiga program sebagai obyek pemantauan didasarkanpada dinamika dan brainstorming saja dengan mitra, bukan karena serangkaian alatyang digunakan sebagai parameter monev.

Problem anggaran yang biasanya berpotensi sebagai faktor penghambat kinerjamonev undang-undang dianggap responden bukanlah masalah serius. MeskipunAPBN tidak menyediakan dana khusus, namun pengalaman respondenmenunjukkan bahwa selama ini unit tempat responden bernaung masih dapatmenemukan sumber alternatif pendanaan misalnya dari lembaga donor. Cara iniditempuh responden bersama dengan mitra pada saat mengajukan permohonandiadakannya konsultasi publik UU Pengelolaan Sumber Daya Air.

Di dalam melakukan monev undang-undang, responden memandang partisipasipublik sangatlah penting karena mamfaatnya yang strategis dalam rangkamembangun awareness publik terhadap suatu undang-undang. Relatif tidak adakesulitan berarti bagi responden dalam menggalang partisipasi publik untukmemonitor suatu undang-undang. Kendala yang muncul justru bukan berada diinternal instansi responden bekerja, melainkan dengan departemen-departemensektoral, terutama menyangkut aspek koordinasi dan pengendalian. Adanyamekanisme monev yang seharusnya melibatkan peran Bappenas ternyata seringkalidiabaikan begitu saja. Departemen sektoral hanya menempatkan Bappenas padasaat penilaian kebijakan saja (evaluasi), tidak termasuk fungsi monitoringnya.

Bagaimana dengan departemen sektoral yang memiliki Biro Hukum? Apakah unit iniselalu terdepan dalam melakukan monev undang-undang? Menurut pengakuanresponden yang berada di lingkungan Biro Hukum Departemen Perdagangan,keberadaan Biro Hukum tidak lebih dari fasilitator dalam upaya mengkajiimplementasi undang-undang yang terkait dengan wewenang dan tugas Departemen

Page 14: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Perdagangan (misalnya UU tentang Wajib Daftar Perusahaan). Seringkali data daninformasi tentang pemantauan undang-undang dihimpun oleh unit-unit yang beradadi bawah Direktorat Jenderal, karena persoalannya sudah sedemikian teknis. BiroHukum sendiri sebatas memberikan analisis singkat atau pernah hanya menerimalaporannya. Khusus mengenai penerbitan PP, peran Biro Hukum sangat sentralkarena perumusan dan pembahasannya dikoordinir langsung oleh Biro Hukum.

Guna memantapkan proses monev undang-undang, responden pernah menempuhkerjasama dengan pihak luar misalnya dengan Lembaga PengembanganManajemen (LPM) Universitas Indonesia. Metode ini bisa saja terjadi karena sifatkepentingannya melekat pada tujuan monev itu sendiri.

Pengalaman responden di Biro Hukum Departemen Perdagangan tidakmenunjukkan persoalan yang serius terkait dengan anggaran pengawasan undang-undang. Menurut responden, masing-masing Direktorat Jenderal memiliki anggarantersendiri dan saat ini masih mencukupi, termasuk Biro Hukum sendiri.

H. Permasalahan Seputar Pelaksanaan Monitoring dan EvaluasiUndang-Undang

Beragam persoalan menghadang pelaksanaan monev undang-undang. Frekuensidan bobot permasalahannya pun bervariasi dan ini tersebar di berbagai lingkunganlembaga perencana dan pelaksana undang-undang. Praktek pelaksanaan monevundang-undang yang telah dipaparkan oleh para responden dalam penelitian initidak selamanya menyuguhkan fakta keberhasilan. Daftar permasalahan yangmuncul dapat terus menggerogoti kualitas output monev undang-undang jika tidakdiantisipasi sedini mungkin. Identifikasi terhadap sumber masalah akan membantukita menjawab pertanyaan “Darimana kita harus memulai mendorong praktek monevdan bagaimana sistem yang ideal bekerja untuk konteks Indonesia?”.

Uraian berikut mendeskripsikan potret problematika seputar pelaksanaan monevundang-undang yang sering dijumpai, yaitu:

H.1. Ketiadaan Pola Monitoring dan Evaluasi Undang-UndangHampir semua responden menyatakan bahwa saat ini belum ada seperangkat alat(tools) monev undang-undang yang didesain secara sistematis dan solid. Respondendari Bagian Panlak UU, departemen sektoral, maupun Bappenas menyatakan haldemikian. Apa yang sudah mereka lakukan selama ini dalam konteks monevundang-undang masih sebatas uji coba (trial error), menemukan metode yang sesuaidan tepat dengan kebutuhan masing-masing institusi.

Tidak adanya tools monev undang-undang yang solid dan terintegrasimengakibatkan hasil dari monev sendiri tidak berkontribusi positif denganperencanaan sebagaimana diakui oleh responden dari Dephukham. Bahkan untukmenghindari persoalan tentang dukungan anggaran penegakan undang-undang,pola monev undang-undang sebenarnya dapat dilengkapi dengan cost and benefitanalysis.

Sulit membayangkan bagaimana suatu undang-undang telah mencapai tujuannyasecara efektif dan bertanggung jawab tanpa kehadiran seperangkat alat monev danbagaimana pula idealnya seperangkat alat tersebut bekerja. Sebut saja, sebagaicontoh UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang belum bisadievaluasi karena belum ada indikator untuk menilai pelaksanaan UU tersebut.

Page 15: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

Muncul pertanyaan, indikatornya berwujud apa? Memiliki gradasi tersendirikahindikator tersebut? Katakanlah salah satu indikator yang bisa dipergunakan untukmengevaluasi UU Otonomi Khusus Papua adalah peraturan daerah provinsi danperaturan daerah khusus, karena sampai saat ini baru ada satu Perda Provinsi yaituNomor 4 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan anggotan Majelis Rakyat Papua(MRP). Perda provinsi atau perda khusus lainnya yang seharusnya untukkesejahteraan rakyat Papua belum ada. Lantas kita menyimpukan tidak ada obyekyang mau dievaluasi dan belum ada juga alasan untuk merevisi UU Otonomi KhususPapua. Sudah tepatnya penilaian kita?

H.2. Fungsi Monitoring dan Evaluasi Undang-Undang yang BelumTerlembagakan

Meskipun timbul kesadaran pentingnya fungsi monev undang-undang, namunmekanisme yang diterapkan belum terlembagakan secara komprehensif danmemandu kerja-kerja monev. Kondisi ini sebenarnya merupakan konsekuensi belumdisepakatinya pola monev undang-undang di Indonesia.

Seperti yang diutarakan oleh responden dari Bagian Panlak UU bahwa hasil fungsimonitoring unitnya belum tentu dimamfaatkan oleh anggota DPR pada saatberhadapan dengan pemerintah dalam konteks menjalankan fungsi pengawasan.Bahkan, pada saat DPR menjalankan fungsi pengawasan, Bagian Panlak UU tidakdilibatkan.

Fungsi monev undang-undang yang belum terlembaga nampak pada lamanyapenelusuran data dan informasi (atau mungkin bisa juga data dimaksud tidaktersedia) di berbagai departemen terkait. Tidak ada patokan waktu yang jelas,kesadaran yang masih minim akan pentingnya mobilitas data dan informasi yangcepat dalam membantu kerja-kerja monev, ditambah dengan keruwetan sistembirokrasi yang melanda pelayanan instansi pemerintah menambah deretanpersoalan pelembagaan fungsi monev undang-undang.

Melembagakan fungsi monev tidak cukup hanya mengandalkan pembentukansemacam tim ad hoc. Dalam kondisi keterbatasan SDM, anggaran, atau penguasaansubstansi undang-undang, pembentukan tim ad hoc masih dianggap wajardilakukan. Namun jika kita ingin mendorong pelembagaan fungsi monev yang built indi setiap lembaga penegak undang-undang dan dengan tahapan perencanaan,keberadaan tim ad hoc tidak membantu. Bahkan menurut responden dariDepartemen Perdagangan, pembentukan semacam tim ad hoc menunjukkan sisilemah koordinasi karena sebenarnya pembagian kerja untuk urusan monev telahtuntas dan jelas siapa saja eksekutornya.

Selama ini praktek monev undang-undang melalui pembentukan tim ad hoc cukupsering ditempuh sebagai metode alternatif. Salah satunya yang dilakukan oleh BPHNseperti yang dimuat dalam tabel berikut:

No Sumber Penjelasan1. Laporan Tim Analisa dan

Evaluasi Hukum tentangFungsi Asuransi dalamPenanggulangan PencemaranLingkungan. Disusun oleh timkerja yang diketuai olehSudarsono S.H. di bawahkoordinasi Badan PembinaanHukum Nasional (BPHN)

Laporan dimaksud berisikan tentang kegiatananalisis dan evaluasi hukum untuk mengetahuisejauhmana fungsi asuransi dapat diterapkan dalammenanggulangi pencemaran lingkungan hidup.Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatantersebut adalah:a. Menginventarisasi peraturan perundang-

undangan yang ada kaitannya dengan fungsiasuransi dalam penanggulangan pencemaran

Page 16: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

No Sumber PenjelasanTahun 1997/1998. lingkungan;

b. Menemukan permasalahan terhadap fungsiasuransi dalam menanggulangi pencemaranlingkungan yang belum tertuang dalam peraturanperundang-undangan;

c. Memberikan saran-saran/rekomendasi yangbermamfaat bagi pembangunan hukum asuransiterhadap penanggulangan pencemaranlingkungan hidup dalam rangka mewujudkan satusistem hukum nasional.

Ruang lingkup bahasan kegiatan analisis danevaluasi ini berpedoman pada GBHN 1993 bidanghukum yang terdiri atas sektor-sektor materi hukum,aparat hukum dan sarana prasarana. Akanmembahas segala permasalahan yang berkaitandengan:a. Lembaga;b. Mekanisme;c. Prosedur;d. Tenaga ahli; dane. Sarana fisik dan non fisikMetode pendekatan yang dipergunakan dalamkegiatan analisis dan evaluasi ini adalah studikepustakaan yang didukung oleh pendapat-pendapat para ahli di bidang asuransi danlingkungan hidup dengan analisis kualitatif yangmenitikberatkan pada formalitas hukum positif.

2. Laporan Tim Analisa danEvaluasi Hukum tentangPungutan Daerah di LuarKetentuan Pajak. Disusun olehtim kerja yang diketuai oleh H.Rachmat Achyar S.H. di bawahkoordinasi Badan PembinaanHukum Nasional (BPHN)Tahun 1997/1998.

Hal terpenting berisikan tentang maksud dan tujuan,ruang lingkup, metodelogi, identifikasipermasalahan. Maksud dari pembentukan timAnalisis dan Evaluasi adalah untuk mengetahuisejauh mana peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan pungutan daerah di luarketentuan pajak mampu meng-cover permasalahandengan menganalisis dan mengevaluasikelemahan, kendala, dan hambatan yang dihadapi.Adapun tujuannya sebagai masukan bagiperencanaan dan pembentukan sertapengembangan hukum nasional yang sesuai antarakebutuhan dan keinginan daerah dengankepentingan nasional. Ruang lingkup pembahasananalisis dan evaluasi hukum tentang pungutandaerah di luar ketentuan pajak ini mencakup:a. Menginventarisasi permasalahan tentang semua

jenis pungutan yang terdapat di daerah di luarketentuan pajak daerah terutama pungutan yangmempunyai dasar hukum baik di tingkat nasionalmaupun daerah;

b. Menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur pungutan daerah diluar ketentuan pajak daerah;

c. Analisis dan evaluasi terhadap permasalahandan materi peraturan perundang-undangan yangterkait; dan

d. Merekomendasikan tentang langkah-langkahkegiatan berikutnya untuk pembangunan hukumyang meliputi:- aspek materi hukum- aspek kelembagaan/aparatur

Page 17: 300110 urgensi monitoring dan evaluasi undang-undang

No Sumber Penjelasan- aspek sarana dan prasarana

Metodologi yang dipergunakan dalam kegiatan iniadalah berupa pengumpulan data yaitu:a. Data primer yang didapat dari instansi yang

terkait;b. Data sekunder dilakukan melalui studi

kepustakaan berupa ketentuan perundang-undangan;

c. Dengar pendapat dengan nara sumber; dand. Kegiatan diskusi

H.3. Partisipasi Publik yang MinimMengingat mekanisme monev masih merupakan barang langka, mengakibatkanpartisipasi publik tidak mendapatkan perhatian yang terlalu besar. Pada levelperencanaan undang-undang, metode pengolahan aspirasi belum menemukan trackyang tepat. Kondisi ini tanpa disadari bisa menular pada tahapan monev undang-undang.

Pengolahan gagasan dan masukan masyarakat dalam konteks monev undang-undang berbeda dibandingkan pada saat perencanaan. Masyarakat dipastikan lebihmempersiapkan argumentasi dan pandangannya berdasarkan pengamatan periodikdan kajian yang lebih mendalam karena aspirasi yang disuarakan merupakanrangkuman kegagalan sebuah undang-undang dan desakan perbaikan baik dari segisubstansi maupun penegakannya. Jangan sampai pola monev undang-undangmenyederhanakan atau merespon dangkal partisipasi publik.

H.4. Keterbatasan AnggaranAnggaran yang terbatas acapkali dianggap persoalan klasik yang melanda hampirsemua institusi pemerintah. Namun, kehadiran suatu badan baru yang diharapkanmampu menjalankan mekanisme monev undang-undang seharusnya mendapatkanperhatian lebih dari sisi anggaran. Bagaimana ekspektasi akan muncul dan terusterpelihara jika aspek penganggaran dibiarkan tidak terurus dengan baik. Kondisiinilah yang melanda Bagian Panlak UU Setjen DPR.

Sebagian anggota DPR belum memahami bahwa Bagian Panlak UU memegangposisi strategis. Hal ini tercermin pada mata anggaran pemantauan pelaksananundang-undang yang menurut pengakuan responden tidak sebanding dengan loadkerja anggota Bagian Panlak UU. Jika anggarannya mencukupi, bisa saja fungsipemantauan terhadap undang-undang yang tadinya empat undang-undang pertahun, dapat ditambah mengingat dalam waktu setahun DPR membahas lebih dariempat RUU.