1qawaid tafsir m.baidillah ijaz ithnab wujuh wa nazhair
DESCRIPTION
MakalahTRANSCRIPT
IJAZ DAN ITHNAB, AL-WUJUH WA AL-NAZHA’IR
MAKALAH
QAWAID AL TAFSIR
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN MATA KULIAH
Prof. Dr. H. MAHYUDDIN BARNI, M.Ag
Dr. AHMAD MURADI, M.Ag
OLEH
M. BAIDILLAH
NIM. 1402521312
PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
selalu melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat dan salam
atas junjungan jkita Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat dan orang-orang
yang mengikuti langkah beliau hingga akhir zaman. Sehingga penyusun dapat
menyelesaiakan makalah ini yang berjudul “IJAZ DAN ITHNAB, AL-WUJUH WA AL-
NAZHA’IR “.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memperluas wawasan dalam rangka
memperbanyak ilmu pengetahuan dan juga sebagai salah satu syarat yang wajib di penuhi.
Penyusun sepenuhnya sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya di sebabkan keterbatasan pengetahuan penyusun oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini yang akan datang.
Dalam proses penyelesaian makalah ini kami menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
Bapak Prof. Dr. H. MAHYUDDIN BARNI, M.Ag dan Dr. AHMAD MURADI, M.Ag selaku
dosen mata kuliah Qawaid al Tafsir
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi diri penyusun maupun bagi orang lain.
Banjarmasin, 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………………………………………… ii
Daftar isi ……………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 4
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 4
D. Sistematika Penulisan ………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………….. 6
A. Definisi Ijaz dan pembagian Ijaz ………………………………. 6
B. Definisi Ithnab dan pembagian Ithnab ………………………… 8
C. Definisi Al-wujuh wa al-nazha’ir ………………..…………… 10
BAB III PENUTUP ……………………………………………………... 13
A. Simpulan …………………………………………………………. 13
B. Saran ……………………………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam interaksi sehari-hari kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik dan
mudah dimengerti orang lain. Penggunaan bahasa yang baik dan diungkapkan dengan
sopan akan sangat membantu untuk terbinanya hubungan yang baik dengan orang lain.
Dalam percakapan sehari-hari ketika kita ingin mengutarakan isi hati atau ketika
ingin menyampaikan sesuatu , akan memilih salah satu dari ketiga cara pengungkapan ini.
Terkadang mengutarakannya dengan menggunakan kalimat dengan seringkas-ringkasnya,
terkadang mengutarakannya panjang lebar, dan terkadang diutarakan dengan sedang-
sedang saja. Kesemuanya itu tergantung penyesuaian dengan kedaan dan situasi
pembicaraannya.
Al-Quran yang menggunakan bahasa Arab pun tidak terlepas dari hal itu. ada
kalimat yang diungkapkan secara ringkas, ada perkataan atau ungkapan yang panjang lebar
dan ada kalimat yang diungkapkan sedang-sedang saja dari apa yang dimaksud.
Dalam memahami Al-Quran, banyak pembahasan makna Al-Quran yang
berhubungan dengan lafaz, antara lain musawah, fashl, washl, ijaz,ithnab, dan qashr.
Makalah ini membahas tentang ijaz dan ithnab al-wujuh wa al-nazha’ir. Ijaz dan Ithnab
keduanya adalah bagian dari ilmu balaghoh yang paling utama .1
1 Imam Jalaludin As Suyuthi, samudera ulumul quran, (Surabaya: PT Bina ilmu, 2007), Jilid 3, h. 245
1
2
Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar Rasulullah SAW. Ia merupakan kalam
Allah SWT yang secara otentik sampai ke hadapan kita. Tidak ada kitab-kitab lain yang
mampu bertahan selama berabad-abad dalam kondisi sebagaimana aslinya, melainkan Al
Qur’an. Karenanya memang Allah telah menjamin penjagaan Al Qur’an itu sendiri hingga
akhir jaman.
Menurut Al Zarkasyi, Al Quran merupakan mu’jizat yang paling besar bagi
Rasulullah SAW. Ia terjaga dari awal hingga akhir zaman nanti. Penjagaan tersebut salah
satunya disebabkan unsur sastra yang sangat mendalam dalam Al quran. Wujuh dan
Nazhair merupakan salah satu darinya, sehingga para kibar al-mufassirin
menggolongkannya ke dalam mu’jizat Alquran.2
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan
bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan
keotentikannya.3
Banyak hal yang menjaga otensitas Al Qur’an ini. Seperti adanya faktor eksternal
yaitu para huffaz yang banyak bertebaran. Memang suatu keistimewaan tersendiri , Al
Qur’an bisa dihafal oleh orang non Arab sekalipun bahasa tersebut bukanlah bahasa
mereka. Akan tetapi tidak ada yang bisa menghafal buku atau Koran lokal dengan bahasa
mereka masing-masing. Begitu juga dengan ilmuan yang dengan telitinya menghitung
ayat, kata, bahkan huruf dalam Al Qur’an.
Tak kalah penting dan sangat penting sekali unsur-unsur internal Al Qur’an yang
memberikan andil sangat besar dalam otensitas ini. Hal ini berupa kajaiban-keajaiban yang
tidak terkira sebelumnya, seperti halnya keajaiban angka Sembilan belas yang ada dalam
Al Qur’an. Nilai sastra yang terkandung dalam kalimat-kalimat pada setiap ayat demi ayat
2 Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Maktabah al-Syamilah: Pustaka Ridwana, 2008), Juz 1, h.102. 3 Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur'an, (Dar Al-Ma'arif: Mesir, 1981), h. 64-65.
3
dan surat dari awal hingga akhir mencapai batas yang tidak terjangkau oleh kemampuan
manusia untuk membuat karya yang menyamainya.
Tiada bacaan sebanyak kosakata Al-Quran yang berjumlah 77.439 (tujuh puluh
tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus
dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata
dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. Sebagai contoh -
sekali lagi sebagai contoh- kata hayat terulang sebanyak antonimnya maut, masing-masing
145 kali; akhirat terulang 115 kali sebanyak kata dunia; malaikat terulang 88 kali sebanyak
kata setan; thuma'ninah (ketenangan) terulang 13 kali sebanyak kata dhijg (kecemasan);
panas terulang 4 kali sebanyak kata dingin. Kata infaq terulang sebanyak kata yang
menunjuk dampaknya yaitu ridha (kepuasan) masing-masing 73 kali; kikir sama dengan
akibatnya yaitu penyesalan masing-masing 12 kali; zakat sama dengan berkat yakni
kebajikan melimpah, masing-masing 32 kali. Masih amat banyak keseimbangan lainnya,
seperti kata yaum (hari) terulang sebanyak 365, sejumlah hari-hari dalam setahun, kata
syahr (bulan) terulang 12 kali juga sejumlah bulan-bulan dalam setahun.4
Namun begitu, tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar permasalah tersebut.
Nantinya, permasalahan yang dibahas dalam makalah ini berkenaan dengan salah satunya
saja, yaitu dari segi Ijaz, Ihtnab dan al-wujuh wa al-nazhair dalam Alquran. Dalam
Alquran sering ditemukan pengulangan kata-kata yang sama. Pada setiap tempatnya, kata-
kata tersebut memiliki tunjukan makna yang berbeda. Pada ayat setiap ayatnya lain kata
tersebut mengalami pergeseran makna sesuai dengan konteksnya. Pergeseran makna
tersebut tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran Alquran. Bahkan, dengan
adanya pergeseran tersebut dapat menuju pada standar untuk memperoleh makna Alquran
4 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 4
4
yang sebenarnya dalam kondisi objektif teks dan firman Allah SWT. Salah satu metode
untuk bisa memahami isi Alquran seorang mufasir harus bisa menguasai makna asli dan
makna ‘aridly dan perlu mempelajari Ijaz, Ihtnab, ilmu wujuh dan nazhair sebagai
pembuka makna-makna ayat yang tersembunyi. Seseorang tidak dikatakan sebagai ahli
tafsir apabila belum bisa menguasai wujuh dan nazhair dalam Alquran.
Merujuk pada uraian di atas, penyusun tertarik membahasnya lebih jauh dalam bentuk
makalah yang berjudul “IJAZ DAN ITHNAB, AL-WUJUH WA AL-NAZHA’IR”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan konteks tersebut, maka rumusan masalah yang akan dibahas
adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari ijaz dan terbagi berapa ijaz tersebut?
2. Apa definis dari ithnab dan terbagi berapa ithnab tersebut?
3. Apa deffinisi al-wujuh wa al-nazha’ir ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi dari ijaz dan pembagian ijaz
2. Untuk mengetahui definisi dari ithnab dan pembagian ithnab
3. Untuk mengetahui definisi al-wujuh wa al-nazha’ir
D. Sistematika Penulisan
Bab pertama, pendahuluan yang berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
penulisan, dan sistematika penulisan.
5
Bab kedua, pembahasan yang berisikan definisi ijaz dan pembagian ijaz, definisi dari
ithnab dan pembagian ithnab, dan definisi al-wujuh wa al-nazha’ir.
Bab ketiga, penutup yang berisikan simpulan dan saran sebagai bagian akhir dari
makalah ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ijaz dan Pembagian Ijaz
Ijaz adalah mengumpulkan makna yang banyak dalam kata-kata yang sedikit
dengan jelas dan fasih. Ijaz merupakan salah satu cara untuk menyatakan maksud dengan
pernyataan yang kata-katanya kurang dari sebagaimana mestinya, tetapi pernyataan itu
cukup memenuhi maksud. Adapun ijaz menurut ahli balaghah terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Ijaz Qashar
Ijaz Qashar yaitu penyampaian maksud dengan cara menggunakan ungkapan
yang pendek, namun mengandung banyak makna tanpa disertai pembuangan beberapa
kata atau kalimat. Menurut Imam Jalaludin As Shuyuthi, ijaz yaitu pembicaraan yang
ringkas ditinjau dari kata-katanya. Syeikh Baha’uddin berkata : “ Pembicaraan yang
sedikit itu merupakan suatu pembicaraan yang memberikan makna yang lebih
panjang, maka disebut sebagai ijaz qashr”5
Contoh:
Artinya: dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(Q.S. Al-Baqarah: 179)
Pada ayat Al-Quran surah Al-Baqarah: 179, Allah menyatakan qishash itu
menjadi kehidupan, padahal qishash itu menghukum setimpal, membunuh dengan
membunuh, melukai dengan melukai. Kalau ditinjau dari sepintas kilas, qishash itu
5 Imam Jalaluddin Al Shuyuti, Samudera Ulumul Quran, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007), Jilid 3, h. 247
6
7
akan cepat mengurangi banyaknya orang. Akan tetapi hikmahnya adalah bila orang-
orang mengetahui bahwa setiap orang yang membunuh akan dibunuh lagi, dengan
demikian tentu semua akan takut membunuh orang lain sebab takut qishash. Akhirnya
menimbulkan kehidupan yang aman, tenang, dan tentram, tidak terjadi kejahatan dan
pembunuhan.
b) Ijaz Hadzf
Ijaz Hadzf yaitu ijaz dengan cara membuang sebagian kata atau kalimat
dengan syarat ada karinah yang menunjukkan adanya lafaz yang dibuang tersebut.
Menurut Imam Jalaludin As Suyuthi, ada beberapa sebab adanya pembuangan adalah:
1. Semata-semata untuk meringkas dan menghindari kesia-siaan, karena memang
sesuatu itu telah menjadi jelas.
2. Untuk mengingatkan bahwa waktu tidak cukup untuk mengatakan sesuatu yang
dibuang itu dan menyibukkan diri dengan menyebutnya dapat berakibat
meninggalkan sesuatu yang lebih penting.6
Contoh:
Artinya: Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. (Q.S Al-
A’raaf : 54)
Bila kita perhatikan contoh bagian pertama di atas, kita dapatkan bahwa kata-kata
pada setiap kalimat sedikit jumlahnya, namun mencakup banyak makna. Pada contoh
6 Imam Jalaluddin Al Shuyuti, Samudera Ulumul Quran, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007), Jilid 3, h. 258
8
pertama terdapat dua kata yang mencakup segala sesuatu dan segala urusan dengan
sehabis-habisnya.
B. Definis Ithnab dan Pembagian Ithnab
Ithnab yaitu mendatangkan makna dengan ucapan yang lebih banyak dari
maknanya, karena ada faedah yang hendak dicapainya, namun tetap tidak bertele-tele.
Dengan kata lain ithnab kebalikan dari ijaz.
Macam-macam ithnab, sebagai berikut:7
a) Ighol, ialah suatu pembicaraan dengan ucapan yang berfaedah, sekalipun tanpa
ucapan tersebut kalam itu sudah cukup memadai, seperti:
Artinya: 20. ….. ikutilah oleh kamu sekalian para utusan (rasul) itu”. 21. ikutilah
orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. Yaasiin : 20-21)
b) Tadzyiil, ialah mengikutkan kalimat jumlah pada kalimat jumlah lainnya, padahal
kalimat jumlah lainnya yang mengikutinya itu mencakup makna yang terkandung
dalam kalimat yang diikutinya itu, seperti:
Artinya: dan Katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S. Al Isra:
81)
7 Syeikh Abdurrahman al Ahdhori, Terjemah Jauharul Maknun, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h. 82-83
9
Lafaz inna baathila kaana zahuu qaa adalah kalimat jumlah yang mengikuti
kalimat jumlah yang lain, yang maksudnya adalah untuk menguatkan. Andai
kalimat jumlah ini tidak diikutkan itupun maknanya sudah memadai, karena sudah
tercakup di dalamnya itu.
c) Takriir, ialah pengulangan kalimat seperti:
Artinya: 3. janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu),4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (Q.S. At
Takatsur: 3-4)
d) I’tirodh, ialah berpaling dari suatu kalimat jumlah ke kalimat jumlah yang lainnya,
yang masih berhubungan dengannya.
الله انى مارضوقاك
“Sesungguhnya aku-semoga Allah memeliharamu-adalah sedang sakit”
e) Takmiil, ialah penyempurnaan pengertian dan disebut juga ihtiros yaitu menjaga
dari kemungkinan terjadi salah paham seperti:
Artinya: pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala urusan.(Q.S. Al-Qadr : 4)
f) Tatmiim, ialah menyempurnakan kalam agar tidak menimbulkan kesalahan
sasaran.
Artinya: dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al Insan: 8)
10
g) Pengathafan yang khusus kepada yang umum, seperti:
Artinya: peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152].
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. (Q.S Al
Baqarah: 238)
Kalimat jumlah و�س�ط�ى� sebenarnya الص الةال telah tercakup dalam lafal
�و�ات yang الص ل berbentuk jamak . الصالة Dijelaskan dengan و�س�ط�ى� الص الةال
adalah bermaksud agar lebih diperhatikan, sebab waktu ashar (wustho) itu adalah
waktu untuk melepaskan lelah. Akan tetapi walaupun dalam waktu yang demikian
itu kita tetap wajib mengerjakannya.
C. Definisi Al-Wujuh Wa Al-Nazha’ir
Wajh pada dasarnya merujuk kepada makna sesuatu yang di depan. Wajh al-bait
merupakan bagian depan rumah yang mempunyai pintu. Wajh al-faras adalah bagian
depan dari kepalanya. Wajh al-nahar merupakan permulaan siang, begitu juga dengan
wajh al-dahr, berarti permulaan tahun. Wajh al-najm adalah bagian bintang yang terlihat
oleh manusia. Wajh al-kalam merupakan inti pembicaraan yang mangandung maksud
yang dituju pembicara. Dari makna dasar ini, dan dari pemakaian kata wajh oleh Ali bin
Abi Thalib, dipakaikanlah redaksi wujuh sebagai suatu nama dari diskursus tertentu
11
dalam Ulum Al-Qur’an yang membahas lafaz-lafaz Alquran yang memiliki beragam
tunjukan makna.8
Ibnu Jauzi mendefinisikan al-wujuh wa al-nazhair, sebagaimana dikutip oleh Salwa
Muhammad,sebagai: “Adanya suatu kata yang disebutkan dalam tempat tertentu dalam
Alquran dengan suatu lafaz dan harkat tertentu, dan dimaksudkan untuk makna yang
berbeda dengan tempat lainnya. Maka, kata yang disebutkan pada suatu tempat, sama
dengan yang disebutkan pada tempat lainnya. Dan penafsiran makna setiap katanya
berbeda pada setiap tempatnya disebut wujuh, Jadi nazhair sebutan untuk lafaz dan
nazhair sebutan untuk makna yang beragam”.9
Oleh sebab itu, kata yang berbeda seperti bait, faras dan rajul, atau kata yang hanya
disebutkan sekali dalam al Qur’an seperti sijjil, atau kata yang disebutkan dibeberapa
tempat dalam al Qur’an memiliki satu tunjukan makna tidak bisa disebut sebagai wujuh
wanazhair.10
Jadi, sederhananya wajh merupakan pemahaman mufassir terhadap suatu kata
dalam tempat tertentu dengan makna tertentu. Dan wajh lainnya adalah pemahaman
mufassir terhadap kata yang sama pada tempat lainnya dengan makna yang berbeda
dengan pemahaman pertama. Sementara nazhair, sebagaimana definisi Ibn Jauzi, sebutan
bagi lafaz, maka kata yang disebutkan pada suatu tempat, sama (nazhirun) dengan yang
disebutkan pada tempat lainnya. Berarti, kata-kata yang terulang dalam beberapa tempat
dalam Alquran tersebut, bukanlah mengalami pengulangan kata itu sendiri (lais huwa
nafsuhu), melainkan kata yang sama (nazhiruhu)11. Jadi, kata kitab misalnya, yang
terdapat di banyak tempat dalam Alquran, pada dasarnya tidak disebutkan berulang,hanya
8Salwa Muhammad al-’Awwa, al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Kairo, Dar el-Syuruq, 1998), h. 419Salwa Muhammad al-’Awwa, al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar el-Syuruq, 1998), h. 42
10 Salwa Muhammad al-’Awwa, al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar el-Syuruq, 1998), h. 4211Salwa Muhammad al-’Awwa, al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar el-Syuruq, 1998), h. 42
12
saja disampaikan kata yang sama dengannya (nazhiruhu). Kitab yang disebutkan pada
tempat A, bukanlah kitab yang disebutkan pada tempat B.
Di samping itu, Imam Al-Shuyuti menjelaskan pengertian definitif wujuh dan
nazhair: “Wujuh adalah lafaz musytarak yang digunakan dalam beberapa ragam
maknanya, seperti lafaz ‘ummah’. Dan nazhair adalah seperti lafaz-lafaz yang
bersesuaian”.12
12Jalaluddin Al-Shuyuti, Al-Itsqan fi Ulum al-Qur’an, (Maktabah al-Syamilah: Pustaka Ridwana, 2008), Juz 1, h. 164
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Ijaz ialah rangkaian perkataan yang kandungan lafalnya lebih sedikit dari makna yang
dikehendaki yakni singkat tanpa mengurangi maksudnya.
2. Ithnab ialah mendatangkan makna dengan ucapan yang lebih banyak dari maknanya,
karena ada faedah yang hendak dicapainya namun tidak bertele-tele.
3. Al Quran merupakan mu’jizat yang paling besar bagi Rasulullah SAW. Ia terjaga dari
awal hingga akhir zaman nanti. Penjagaan tersebut salah satunya disebabkan unsur
sastra yang sangat mendalam dalam Al quran. Wujuh dan Nazhair merupakan salah
satu darinya, sehingga para kibar al-mufassirin menggolongkannya ke dalam mu’jizat
Alquran.
4. Di dalam Alquran, terdapat banyak kata yang mempunyai beragam tunjukan makna.
Pembahasan mengenai ini dibahas dalam Qawa’id al-Tafsir sebagai al-wujuh wa al-
nazhair. Sejauh ini, dalam makalah ini disampaikan dua persepsi yang berbeda
mengenai maksud dari al-wujuh wa al-nazhair ini. Satu sisi, al-wujuh wa al-nazhair
dipahami seolah-olah hal yang terpisah. Wujuh merupakan kata dalam Alquran yang
digunakan dalam berbagai tempat dan memiliki tunjukan makna yang sama.
Sementara nazhair adalah lafaz yang mempunyai satu makna tertentu yang tetap
sekalipun digunakan dalam berbagai tempat. Di sisi lain, al-wujuh wa al-nazhair
dipahami sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, hanya saja ia dilihat dari
sudut pandang yang berbeda. Suatu kata dalam Alquran yang terdapat pada beberapa
tempat yang beragam merujuk kepada makna yang berbeda.
13
14
Maka perbedaan makna itu merupakan wujuh, sementara kata itu sendiri yang tetap
sama pada berbagai tempat merupakan nazhair.
B. Saran
1. Pemahaman tentang Al Qur’an tidak bisa hanya dipahami secara akal saja, tapi
memerlukan ilmu-ilmu yang lain yang relevan yang berhubungan dan berkaitan erat
dengan Al Qur’an.
2. Pemahaman tentang Al Qur’an tidak bisa hanya selingan tapi memerlukan pendalaman
yang khusus dan mendalam.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al Ahdhori, Abdurrahman. Terjemah Jauharul Maknun. Surabaya, Mutiara Ilmu, 1995.
Al-‘Awwal, Salwa Muhammad. al-Wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim. Kairo, Dar el-Syuruq, 1998.
Al-Shuyuti, Jalaluddin. Al-Itsqan fi Ulum al-Qur’an Juz 1. Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwana. 2008
Al-Zarkasyi. Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an Juz 1. Maktabah al-Syamilah, Pustaka Ridwana. 2008.
As Shuyuthi, Jalaludin, Imam. Samudera Ulumul Quran, Jilid 3. Surabaya, PT Bina Ilmu, 2007.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang. Kumudasmoro Grafindo,1994.
Mahmud, Mustafa, Min Asrar Al-Qur'an. Dar Al-Ma'arif, Mesir, 1981.
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al Qur’an. Bandung, Mizan,1996.