125474737 49535134-laporan-pk1

40
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet dengan Spektrofotometri UV-Vis Kelompok IV Khatija Taher Ali (0808505014) Ni Made Ayu Suartini (0808505015) I.G.A Mira Semara Wati (0808505016) Ni Putu Parwatininghati (0808505017) Enny Laksmi Artiwi (0808505018) JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2010

Upload: sekolah-tinggi-ilmu-farmasi-riau

Post on 23-Jun-2015

2.608 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 125474737 49535134-laporan-pk1

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet

dengan Spektrofotometri UV-Vis

Kelompok IV

Khatija Taher Ali (0808505014)

Ni Made Ayu Suartini (0808505015)

I.G.A Mira Semara Wati (0808505016)

Ni Putu Parwatininghati (0808505017)

Enny Laksmi Artiwi (0808505018)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2010

Page 2: 125474737 49535134-laporan-pk1

Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet

dengan Spektrofotometri UV-Vis

I. Tujuan

1.1 Membuat kurva hubungan konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang

gelombang maksimum (λmaks).

1.2 Menentukan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.

1.3 Menentukan kadar parasetamol dalam tablet dengan spektrofotometri. UV-vis

memakai kurva kalibrasi dan persamaan garis regresi linier.

II. Dasar Teori

1.1 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis termasuk salah satu metode analisis instrumental

yang frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis.

Metode ini merupakan metode yang lahir pertama kali di lingkungan kimia

analisis. Pelaksanaan analisis dengan metode ini cepat, mudah, dan relatif murah,

termasuk juga harga instrumen yang relatif murah. Pengenalan dan pemahaman

operasional instrumentasi spektrofotometer UV-Vis dapat dilaksanakan dengan

mudah. Hampir semua molekul organik dan anorganik dapat ditentukan dengan

metode spektrofotometri UV-Vis, serta tersedia banyak cara untuk mengantisipasi

berbagai macam komponen atau matriks pengganggu. Analisis kuantitatif untuk

analit tunggal (Single Component Analysis/SCA) ataupun penentuan campuran

dua atau lebih analit (Multy Component Analysis/MCA) didapatkan hasil yang

dapat dipercaya dan sahih (Integrity and Validity) (Tim Penyusun, 2008).

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm,

sementara sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang antara 400-750

nm. Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya

(Gandjar dan Rohman, 2008). Radiasi di daerah UV/Vis diserap melalui eksitasi

elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk

molekul sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama

mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh

elektron-elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih (Watson, 2007).

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar

Page 3: 125474737 49535134-laporan-pk1

tampak (380 -780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi UV

jauh (100–190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah tersebur, udara juga

mengalami absorbs radiasi (Tim Penyusun, 2008).

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan visibel

dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi diantara tingkatan-

tingkatan tenaga elektronik. Oleh karena itu, maka serapan radiasi UV-Vis sering

dikenal dengan spektroskopi elektronik (Basset et al., 1994).

Ketika sinar melewati suatu senyawa, energi dari sinar digunakan untuk

mendorong perpindahan elektron dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke

salah satu orbital anti-ikatan yang kosong (Clark, 2007). Perpindahan/lompatan

elektron yang mungkin terjadi akibat adanya sinar adalah:

Lompatan yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih besar dan

menyerap sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Lompatan yang

ditunjukan dengan tanda panah abu-abu menyerap sinar UV dengan panjang

gelombang yang lebih rendah dari 200 nm (Clark, 2007).

Lompatan yang penting diantaranya adalah lompatan dari orbital pi ikatan ke

orbital pi anti-ikatan; dari orbital non-ikatan ke orbital pi anti-ikatan; dan dari

orbital non-ikatan ke orbital sigma anti-ikatan. Artinya untuk menyerap sinar pada

daerah antara 200 – 800 nm (pada daerah dimana spektra diukur), molekul harus

mengandung ikatan pi atau terdapat atom dengan orbital non-ikatan. Perlu diingat

bahwa orbital non-ikatan adalah pasangan elektron bebas, misalnya pada oksigen,

nitrogen, atau halogen (Clark, 2007).

Analisis kuantitatif zat tunggal atau SCA (Single Component Analysis)

dilakukan dengan pengukuran harga A pada panjang gelombang maksimum atau

Page 4: 125474737 49535134-laporan-pk1

dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang minimum. Pengukuran

dilakukan pada panjang gelombang tersebut karena perubahan absorban tiap

satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,

sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Di samping itu, pita

serapan di sekitar panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang

akan menghasilkan kesalahan terkecil.

Jika absorbsi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang,

suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan

terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan

persamaan A = ɛbc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-Beer dan jika

garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa

hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang teramati. Cara lain

untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan

absorbansi sampel dengan absorbansi baku atau dengan menggunakan persamaan

regresi linier yang menyatakan hubungan konsentrasi baku dengan absorbansinya

(Gandjar dan Rohman, 2008).

Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk

identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan pada aspek kuantitatif,

suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar

radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan

ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan

intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas

atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu-

satuan luas penampang per detik. Besarnya intensitas energi REM yang diabsorbsi

proporsional dengan jumlah kromofornya (konsentrasinya), dan hubungan

proporsional ini dirumuskan dalam bentuk persamaan Hukum Lambert Beer :

Keterangan :

A = Absorbansi

ɛ = Absorptivitas molar (cm mg/mL)

b = Tebal kuvet (cm)

c = Konsentrasi (mg/mL)

(Gandjar dan Rohman, 2008).

A = ɛ b c

Page 5: 125474737 49535134-laporan-pk1

Dalam Hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu :

Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.

Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai luas penampang yang

sama.

Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang

lain dalam larutan tersebut.

Tidak terjadi peristiwa fluororesensi atau fosforesensi.

Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

Dengan mengetahui nilai absorbansi dari larutan sampel, melalui kurva

kalibrasi dapat ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar parasetamol juga

dapat ditentukan melalui persamaan regresi linier :

Keterangan: y = absorbansi; x = konsentrasi

Apabila suatu REM dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas radiasi

semula (I0), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It), dipantulkan (Ir)

dan diabsorbsi (Ia), sehingga :

Harga Ir (± 4%) dapat diabaikan karena pengerjaan dengan metode

Spektrofotometri UV-Vis menggunakan larutan pembanding sehingga :

Bouguer, Lambert, dan Beer secara matematis menghubungkan antara transmitan

dan absorban dengan intensitas radiasi sehingga didapatkan :

cbT

A

I

IT cbt

..1

log

10 ..

0

at III 0

art IIII 0

y = bx + a

Page 6: 125474737 49535134-laporan-pk1

Keterangan :

T = persen transmitan

Io = intensitas radiasi yang datang

It = intensitas radiasi

ε = absorbansi molar (L.mol-1

.cm-1

)

c = konsentrasi (mol. L-1

)

b = tebal larutan (cm)

A = absorbansi

(Tim Penyusun, 2008)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisa dengan

spektofotometri UV-Vis, terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna

yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut

harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna (Gandjar dan

Rohman, 2008).

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada

daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi

senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang

digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu yaitu:

Reaksinya reaktif dan sensitif

Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama

Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent

atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2008).

b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan

warna. Tujuannya untuk mengetahui waktu pembentukan yang stabil. Waktu

operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran

dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2008).

Page 7: 125474737 49535134-laporan-pk1

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini

meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil.

Semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang

berwarna tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya

turun akibatnya absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah, maka untuk

pengukuran senyawa berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada

saat waktu operasional (Gandjar dan Rohman, 2008).

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan

panjang gelombang maksimal, yaitu:

Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena

pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk

setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar

dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan

panjang gelombang maksimal.

(Gandjar dan Rohman, 2008)

d. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

(y) dengan konsentrasi (x). Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang.

Penyimpangan dari garis lurus biasanya dapat disebabkan oleh: (i) kekuatan

ion yang tinggi; (ii) perubahan suhu, dan (iii) reaksi ikutan yang terjadi

(Gandjar dan Rohman, 2008).

Page 8: 125474737 49535134-laporan-pk1

e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2

sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini

berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau

0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman, 2008).

Analisis SCA (Single Component Analysis) dibagi atas dua bagian, yaitu :

SCA tanpa gangguan absorbsi latar belakang

Analisis kuantitatif dengan cara ini umumnya dilakukan untuk penentuan

kemurnian atau kadar analit tunggal standar yang tidak berada dalam matriks.

SCA dengan pengaruh absorbsi latar belakang

Penentuan analit tunggal dengan cara ini biasanya dilakukan apabila analit

berada dalam matriks sampel sehingga tidak mungkin ada korelasi langsung

antara absorban (A) dengan kadar karena adanya gangguan dari matriks

sampel.

(Tim Penyusun, 2008)

2.2 Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis

A. Sistem Optik

Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Vis berupa

susunan peralatan optik terkontruksi sebagai berikut :

Keterangan :

SR : Sumber radiasi

M : Monokromator

SK : Sampel Kompartemen

D : Detektor

A : Amplifier atau penguat

VD : Visual display atau meter

Setiap bagian peralatan optik spektrofotometer uv-vis memegang fungsi dan

peranan masing-masing dan saling terkait. Fungsi dan peranan tersebut

SR→M→SK→D→A→VD

Page 9: 125474737 49535134-laporan-pk1

dituntut ketelitian dan ketepatan optimal, sehingga akan diperoleh hasil

pengukuran dan tingkat ketelitian dan ketepatan yang tinggi (Tim Penyusun,

2008).

B. Instrumentasi

1. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang umum digunakan adalah lampu deuterium, lampu

tungstein dan lampu merkuri. Lampu deuterium digunakan pada daerah

panjang gelombang 190-380 nm (UV dekat) karena pada daerah tersebut

lampu deuterium memberikan spectrum energy radiasi yang lurus. Lampu

tungstein digunakan sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar

tampak dengan panjang gelombang 389-900 nm. Sumber radiasi merkuri

merupakan suber radiasi yang mengadung uap merkuri bertekanan rendah

yang biasa digunakan untuk kalibrasi panjang gelombang spektrofotometer

UV-Vis pada daerah 365 nm dan sekaligus mengecek resolusi dari

monokromator (Tim Penyusun, 2008).

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk menghasilkan radiasi monokromatis

dari sumber radiasi yang memencarkan radiasi polikromatis.

Monokromator spektrofotometer UV-Vis umumnya terdiri dari : celah

(slit) masuk, filter optik, prisma dan kisi (grating), serta celah keluar (Tim

Penyusun, 2008).

3. Sel atau Kuvet

Sel atau kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau

dari cara pemakaiannya dan dari bahan yang dipakai, kuvet dibedakan

menjadi kuvet permanen yang terbuat dari leburan silika (dipakai pada

panjang gelombang 190-1100 nm) atau gelas (dipakai pada panjang

gelombang 380-1100 nm), dan kuvet disposable satu kali pemakaian yang

terbuat dari Teflon atau plastik. Disamping itu ada kuvet yang bermulut

lebar untuk mengukur kadar zat dalam pelarut yang tidak mudah menguap

dan kuvet bermulut sempit untuk mengukur kadar zat aktif dalam pelarut

yang mudah menguap (Tim Penyusun, 2008).

Page 10: 125474737 49535134-laporan-pk1

4. Detektor

Detektor merupakan bagian spektrofotometer yang penting karena

berfungsi untuk merubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal

elektonik. Syarat detektor yang baik diantaranya:

Kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diteriama, dengan derau

yang minimal.

Mampu memberikan respon terhadap radiasi pada rentang panjang

gelombang yang lebar (UV-Vis).

Respon terhadap radiasi harus serempak.

Respon harus kuantitatif dan sinyal elektronik yang keluar berbanding

lurus dengan radiasi elektromagnetik yang diterima.

Sinyal elektronik yang dihasilkan harus dapat diamplifikasikan oleh

penguat (amplifier) ke rekorder (pencatat) (Tim Penyusun, 2008).

Macam-macam detektor yang umumnya digunakan diantaranya:

- Detektor Fotosel

Detektor fotosel terdiri dari katoda sensitive tinggi dalam bentuk

setengah silinder logam yang dievakuasi. Anoda sepanjang sumbu

fotosel tabung lebih sensitif dibandingkan sel fotovoltatik.

- Detektor Tabung Foton Hampa (Vaccum Phototubes)

Digunakan untuk tingkat pencahayaan moderat. Photodiode vakum

mengubah cahaya menjadi electron yang ditangkap oleh anoda. Dapat

beroprasi pada UV 115 nm.

- Detektor Tabung Penggandaan Foton (Photomultiplier Tubes/PMT)

Umumnya digunakan sebagai detektor spektrofotometer UV yaitu

kombinasi dari dioda dan elektroda pengganda. Evakuasi terdiri dari

tabung berisi fotokatoda 9-16 elektroda. Photomultiplier Tubes dapat

digunakan untuk mendeteksi foton dari 115-1700 nm.

- Detektor Photo Diode-Array/ PDA yang merupakan detektor dengan

teknologi modern.

Detektor yang terdiri atas suatu tatanan yang teratur (array) dari foto

diode aktif dalam jumlah yang sangat banyak (330 buah). Tiap fotodiode

Page 11: 125474737 49535134-laporan-pk1

memberikan respon spesifik terhadap radiasi dengan panjang gelombang

tertentu, sehingga radiasi elektromagnetik dengan rentang panjang

gelombang yang luas (UV-Vis) dapat diterima dengan serempak. Hal ini

mengakibatkan proses scanning dapat berlangsung dengan cepat.

Keunggulan detektor ini dibandingkan detektor lain adalah sumber

radiasinya tunggal, radiasi yang diukur polikromatis, sehingga sampel

kompartemen terbuka, wavelength reproducibility karena tidak ada

gerakan mekanis untuk mengatur panjang gelombang, dan kecepatan

scanning sangat tinggi (Tim Penyusun, 2008). Suatu diode array terdiri

atas serangkaian detektor fotodiode yang posisinya berdampingan

dengan kristal silikon. Susunan tersebut biasnya mengandung antara 200

dan 100 elemen tergantung pada instumennya. Siklus pindah lebih

kurang 100 mili detik. Cahaya dilewatkan melalui suatu polikromator

yang menghamburkannya sehingga jatuh pada diode array, yang akan

mengukur seluruh rentang spectrum sekaligus.

Permasalah analisis dapat terjadi akibat adanya kesalahan pengukuran

pada detektor, antara lain disebabkan oleh:

Adanya radiasi sesatan yang ditimbulkan oleh peralatan dan dalam

spektrofotometer itu sendiri atau faktor lain dari lingkungan misalnya

debu dan lainnya.

Pergeseran panjang gelombang karena gerakan mekanis akibat

pengaturan panjang gelombang (Tim Penyusun, 2008).

2.3 Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah

pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat

ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima

(Harmita, 2004).

Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis

regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari

Page 12: 125474737 49535134-laporan-pk1

hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan

matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus

dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil

pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui

transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek,

digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar

analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi

yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-

kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan

linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX.

Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung

pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama

instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan

baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak

komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur :

(Harmita, 2004)

Page 13: 125474737 49535134-laporan-pk1

2.4 Paracetamol

Struktur Kimia :

Rumus Kimia : C8H9NO2

Sinonim : Acetaminofen (N-Acetyl–p–aminophenol)

Berat molekul : 151,16 gram/mol (Anonim, 1995).

Kandungan : Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak

lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat

(Anonim, 1995).

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit

(Anonim, 1995).

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,

dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan

dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali

hidroksida (Anonim, 1979). Larut dalam air mendidih dan

dalam natrium hidoksida 1 N; mudah larut dalam etanol

(Anonim, 1995).

Suhu lebur : antara 168o dan 172

o (Anonim, 1995).

pH : Larutan jenuh paracetamol memilki pH antara 5,3-6,5

pKa : 9,5 (Moffat, et al., 2004).

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Anonim,

1979).

Khasiat : Paracetamol merupakan derivat dari asetanilida yang

merupakan metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetikum, tapi pada tahun 1978 ditarik

dari peredaran karena efek sampingnya berupa nefrotoksisitas

dan karsinogen. Khasiat dari paracetamol ini adalah sebagai

analgesik dan antipiretik, tetapi tidak untuk antiradang.

Dewasa ini paracetamol dianggap sebagai zat antinyeri yang

Page 14: 125474737 49535134-laporan-pk1

paling aman juga untuk swamedikasi (pengobatan sendiri)

(Tjay dan Rahardja., 2008).

Tes warna : Apabila ditambahkan feriklorida → biru; folin (reagen

ciocatalteu) → biru; Lieberman test → violet; reagen

nessler’s → coklat (lambat). Bila 0,1 g dipanaskan dengan 1

mL asam klorida selama 3 menit kemudian ditambahkan 10

mL air, kemudian didinginkan dan ditambahkan 0,05 mL

kalium dikromat 0,02 M → viloet (Moffat, et al., 2004)

Spektrum Serapan UV : Larutan asam 245 nm 245 (A1

1=668a); larutan alkali-

257 nm (A1

1=715a) (Moffat, et al., 2004)

III. Alat dan Bahan

3.1 Alat

Spektrofotometri UV–Vis

Pipet volume 1 mL

Pipet volume 2 mL

Pipet volume 5 mL

Pipet volume 10 mL

Labu takar 10 mL

Labu takar 25 mL

Labu takar 100 mL

Pipet tetes

Sudip

Timbangan

Corong gelas

Sendok tanduk

Batang pengaduk

Gelas beaker

Botol vial

Mortar dan stamper

Tissue

Lap

Kertas perkamen

Kertas saring

Page 15: 125474737 49535134-laporan-pk1

3.2 Bahan

Tablet Parasetamol (Tablet Sanmol)

Parasetamol BPFI

Air bebas CO2

NaOH padat

IV. Prosedur Kerja

4.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Sebanyak 2 gram NaOH padat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam sedikit air

bebas CO2. Dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL dan ditambahkan air bebas CO2

hingga tanda batas (Anonim b, 1995).

4.2 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol

Ditimbang dengan seksama sejumlah parasetamol BPFI, kemudian dilarutkan

dalam NaOH hingga kadarnya lebih kurang 0,01 mg/mL (10 µg/mL). Cara

pembuatannya dengan menimbang 1 mg parasetamol, dimasukkan ke dalam labu ukur

100 mL, kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai tanda batas

kemudian dikocok hingga homogen (Anonim b, 1995).

Penimbangan parasetamol sebanyak 1 mg tidak dapat dilakukan karena batas

deteksi timbangan analitik adalah 10 mg, oleh karena itu dilakukan pengenceran 10 mg

paracetamol dalam 10 mL NaOH sehingga diperoleh kadar 1 mg/mL yang setara

dengan 1000 µg/mL.

Untuk mendapatkan larutan dengan kadar 10 µg/mL, maka dilakukan pengenceran

sebagai berikut:

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1000 µg/mL = 100 mL x 10 µg/mL

V1 = 1 mL

Jadi, dari larutan dengan kadar 1000 µg/mL dipipet sebanyak 1 mL kemudian

ditambahkan NaOH sampai 100 mL untuk mendapatkan kadar larutan baku 10 µg/mL

(0,01 mg/mL).

Page 16: 125474737 49535134-laporan-pk1

4.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Paracetamol

Untuk menentukan panjang gelombang maksimum dilakukan perhitungan

konsentrasi larutan agar memperoleh absorbansi 0,434 karena pada absorbansi tersebut

terjadi kesalahan terkecil. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:

A = ɛ × b × c

0,434 = 715 L.mol-1

.cm-1

× 1 cm × c

c = cm 1 .cmL.mol 715

434,01-1-

c = 6,07 × 10-4

gram/100 mL

c = 6,07 × 10-6

gram/mL

c = 6,07 µg/mL

Untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 6,07 µg/mL, maka dilakukan

pengenceran dari larutan baku parasetamol 10 µg/mL. Perhitungannya yaitu:

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 10 µg/mL = 10 mL x 6,07 µg/mL

V1 = 6,07 mL

Jadi dari larutan dengan kadar 10 µg/mL dipipet sebanyak 6,07 mL larutan,

kemudian ditambahkan NaOH sampai 10 mL untuk mendapatkan kadar larutan 6,07

µg/mL. Larutan ini kemudian diukur pada panjang gelombang 220-300 nm.

4.4 Penyiapan Larutan Standar Paracetamol untuk Uji Linearitas

Berdasarkan literatur, rentang absorbansi dengan kesalahan terkecil pada metode

validasi adalah 0,2 – 0,8 (Gandjar dan Rohman, 2008). Sehingga, dalam praktikum ini,

dibuat beberapa larutan standar yang memberikan nilai absorbansi dalam rentang 0,2 –

0,8. Larutan baku pembanding parasetamol ini dibuat dalam 6 konsentrasi, yang

memiliki rentang absorbansi diantara 0,2 sampai 0,8.

Perhitungan konsentrasi paracetamol yang memiliki absorbansi 0,2:

A = ɛ × b × c

0,2 = 715 L.mol-1

.cm-1

× 1 cm × c

c = cm 1 .cmL.mol 715

2,01-1-

c = 2,7972 × 10-4

gram/100 mL

c = 2,7972 µg/mL

Page 17: 125474737 49535134-laporan-pk1

Volume larutan stok 1 mg/mL yang diperlukan untuk membuat larutan konsentrasi

2,7972 µg/mL yaitu :

0,01 mg/ ml . x = 2,7972 x 10-3

mg/mL . 5 mL

x = 1,3986 mL

Namun untuk memudahkan dalam pemipetan, maka dibuat larutan standar dengan

konsentrasi bulat yaitu 3 µg/mL, 4 µg/mL, 6 µg/mL, 7 µg/mL, 8 µg/mL dan 10 µg/mL.

Dengan cara yang sama, maka diperoleh konsentrasi dan volume larutan stok 1 mg/mL

yang diperlukan untuk membuat larutan standar yang memberikan nilai absorbansi

dalam rentang 0,2 – 0,8. Berikut adalah tabel hasil perhitungan untuk membuat larutan

standar yang memberikan nilai absorbansi dalam rentang 0,2 – 0,8.

Absorbansi Konsentrasi standar

paracetamol (mg/mL)

(mg/mL)

Volume yang diambil dari

larutan stok (mL)

0,2145 3 x 10-3

1,5

0,2860 4 x 10-3

2

0,4290 6 x 10-3

3

0,5005 7 x 10-3

3,5

0,5720 8 x 10-3

4

0,7150 10 x 10-3

5

Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 3 µg/mL sebanyak 5 mL,

dilakukan pemipetan 1,5 mL terhadap larutan baku 0,01 mg/mL, kemudian di

tambahkan NaOH sampai tanda batas. Dengan cara yang sama, dilakukan pembuatan

larutan standar berikutnya.

4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Setiap larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang maksimum. Hasil absorbansi tersebut diplot dalam kurva

konsentrasi vs absorbansi kemudian dibuat persamaan regresi linier dengan rumus y =

bx+a.

4.6 Ekstraksi Parasetamol dari Tablet

Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang seksama

sejumlah serbuk tablet setara dengan kurang lebih 100 mg parasetamol, dimasukkan ke

dalam labu ukur 200 mL, ditambahkan lebih kurang 100 mL NaOH 0,1 N, dikocok

Page 18: 125474737 49535134-laporan-pk1

selama 10 menit, diencerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda batas. Larutan disaring

kemudian dipipet 5 mL larutan ke dalam labu ukur 250 mL, diencerkan dengan NaOH

0,1 N sampai tanda batas (Anonim b, 1995).

Kadar parasetamol berdasarkan prosedur Farmakope Indonesia yaitu :

mLmgmL

mg

volume

massaC /5,0

200

100

2211 CxVCxV

2250/5,05 CxmLmLmgxmL

mLgmLmgC /10/01,02

4.7 Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet

Larutan hasil ekstraksi parasetamol dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi yang dihasilkan

dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier sebagai y. Dihitung konsentrasi

parasetamol.

V. Skema Kerja

5.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL

Dilarutkan dengan sedikit air bebas CO2 dalam beaker gelas

Ditimbang 2 gram NaOH padat

Ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas, dikocok hingga homogen

Page 19: 125474737 49535134-laporan-pk1

5.2 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol

Karena tidak bisa dilakukan penimbangan parasetamol sebanyak 1 mg (batas

deteksi timbangan analitik =10 mg), maka dilakukan pengenceran 10 mg paracetamol

dalam 10mL NaOH sehingga diperoleh kadar 1 mg/mL = 1000 µg/mL. Untuk

mendapatkan larutan dengan kadar 10 µg/ml, maka dilakukan pengenceran:

V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 1000 µg/mL = 100 ml x 10 µg/mL

V1 = 1 mL

Skema setelah pengenceran :

Dipipet sebanyak 1 ml larutan dengan kadar 1 mg/mL

Ditambahkan NaOH dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas

Dikocok hingga homogen

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

Ditimbang 1 mg parasetamol BPFI

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

Dikocok hingga homogen

Ditambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda batas

Page 20: 125474737 49535134-laporan-pk1

5.3 Pembuatan Larutan Paracetamol yang Memberikan Absorbansi 0,434

5.4 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol

Larutan paracetamol dengan konsentrasi 6,07 µg/mL dimasukkan ke dalam kuvet

Larutan diukur pada panjang gelombang 220 –300 nm

Dibaca absorbansinya dan ditentukan panjang gelombang

maksimum yang memberikan absorbansi maksimum.

Dikocok hingga homogen

Ditambahkan NaOH dalam labu ukur 5 mL sampai tanda batas

Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL

Dipipet sebanyak 3,035 mL larutan dari larutan baku 10 µg/mL

Page 21: 125474737 49535134-laporan-pk1

5.5 Penyiapan Larutan Standar Paracetamol Untuk Uji Linearitas

5.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat persamaan regresi linier dengan rumus y = bx + a

Hasil absorbansi tersebut diplot dalam kurva konsentrasi vs absorbansi

Masing-masing larutan standar dibaca absorbansinya pada

panjang gelombang maksimum

Masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL

Dipipet larutan baku parasetamol 0,01 mg/mL masing-masing 1,5 mL;

2mL; 3 mL; 3,5 mL; 4 mL dan 5 mL

Dikocok hingga homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol vial

Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N hingga tanda batas

Page 22: 125474737 49535134-laporan-pk1

5.7 Ekstraksi Parasetamol dari Tablet

Larutan disaring

Dipipet sebanyak 0,2 mL dan dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL

Ditambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda batas

Dimasukan ke dalam labu ukur 25 mL

Ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan + 12,5 mg paracetamol

Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 3 tablet

Ditambahkan + 12,5 mL NaOH 0,1 N

Ditambahkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda batas

Dikocok selama 10 menit

Page 23: 125474737 49535134-laporan-pk1

5.8 Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet

VI. DATA PENGAMATAN

6.1 Absorbansi Paracetamol Pada Rentang λ 220 – 300 nm

λ (nm) A

220 0,154

221 0,147

222 0,155

223 0,154

224 0,152

225 0,158

226 0,164

227 0,170

228 0,178

229 0,186

230 0,196

231 0,207

232 0,223

233 0,241

Larutan hasil ekstraksi parasetamol dimasukkan ke dalam kuvet

Nilai absorbansi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam persamaan

regresi linier sebagai fungsi y

Dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

Dihitung konsentrasi parasetamol

Page 24: 125474737 49535134-laporan-pk1

234 0,263

235 0,306

236 0,308

237 0,328

238 0,351

239 0,369

240 0,381

241 0,393

242 0,406

243 0,416

244 0,425

245 0,436

246 0,445

247 0,450

248 0,458

249 0,463

250 0,468

251 0,474

252 0,479

253 0,484

254 0,488

255 0,491

256 0,492

257 0,491

258 0,490

259 0,489

260 0,487

261 0,485

262 0,478

263 0,467

264 0,458

265 0,450

Page 25: 125474737 49535134-laporan-pk1

266 0,441

267 0,433

268 0,425

269 0,417

270 0,411

271 0,404

272 0,395

273 0,386

274 0,378

275 0,367

276 0,358

277 0,347

278 0,336

279 0,326

280 0,315

281 0,301

282 0,290

283 0,279

284 0,267

285 0,256

286 0,247

287 0,237

288 0,229

289 0,221

290 0,215

291 0,210

292 0,204

293 0,199

294 0,195

295 0,190

296 0,187

297 0,183

Page 26: 125474737 49535134-laporan-pk1

298 0,180

299 0,177

300 0,173

Dari hasil pengukuran absorbansi pada rentang panjang gelombang 220 –

300 nm, diperoleh panjang gelombang maksimum 256 nm.

6.2 Absorbansi Standar Paracetamol Pada λ max (256 nm)

C (µg/mL) A

3 0,078

4 0,139

6 0,227

7 0,260

8 0,341

10 0,428

6.3 Penimbangan Tablet untuk Pembuatan Larutan Sampel

A. Penimbangan I

Berat tablet 1 = 0,6723 gram

Berat tablet 2 = 0,6725 gram

Berat tablet 3 = 0,6723 gram

Total = 2,0171 gram

Berat parasetamol dalam 3 tablet (Px) : 1,5 gram

Berat parasetamol yang diinginkan (Py) : 12,5 mg

Berat serbuk yang ditimbang :

tablet 3 lBerat tota Px

Py = gram0171,2

gram 1,5

mg 12,5

= 16,809 mg

B. Penimbangan II

Berat tablet 1 = 0,6760gram

Berat tablet 2 = 0,6762 gram

Berat tablet 3 = 0, 6761 gram

Page 27: 125474737 49535134-laporan-pk1

Total = 2,0283 gram

Berat parasetamol dalam 3 tablet (Px) : 1,5 gram

Berat parasetamol yang diinginkan (Py) : 12,5 mg

Berat serbuk yang ditimbang :

tablet 3 lBerat tota Px

Py = gram0283,2

gram 1,5

mg 12,5

=16,9025 mg

C. Penimbangan III

Berat tablet 1 = 0,6822 gram

Berat tablet 2 = 0, 6824 gram

Berat tablet 3 = 0, 6822 gram

Total = 2,0468 gram

Berat parasetamol dalam 3 tablet (Px) : 1,5 gram

Berat parasetamol yang diinginkan (Py) : 12,5 mg

Berat serbuk yang ditimbang :

tablet 3 lBerat tota Px

Py = gram0468,2

gram 1,5

mg 12,5

=17,0567 mg

6.4 Absorbansi Sampel Pada λ max (256)

Sampel A

1 0,482

2 0,503

3 0,520

Page 28: 125474737 49535134-laporan-pk1

VII. ANALISIS DATA

7.1 Persamaan Regresi Linear Kurva Kalibrasi

Dari data absorbansi larutan standar paracetamol, diperoleh persamaan

regresi linear y = 0,049x – 0,068 dengan koefisien korelasi sebesar 0,992

7.2 Penetapan Kadar Paracetamol dalam Tablet

A. Sampel 1

Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068

Absorbansi = 0,482

Ditanya : Konsentrasi Paracetamol

Perhitungan :

y = 0,049 x - 0,068

0,482 = 0,049 x - 0,068

0,55 = 0,049 x

x = 049,0

55,0

x = 11,2244

Jadi, konsentrasi paracetamol dalam sampel = 11,2244 µg/mL

y = 0.0495x - 0.0682 R² = 0.9927

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0 5 10 15

A

b

s

o

r

b

a

n

s

i

Konsentrasi Larutan Standar (µg/mL)

KURVA KALIBRASI LARUTAN STANDAR PARACETAMOL

kurva larutanstandar PCT

Linear (kurvalarutan standarPCT)

Page 29: 125474737 49535134-laporan-pk1

B. Sampel 2

Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068

Absorbansi = 0,503

Ditanya : Konsentrasi Paracetamol

Perhitungan :

y = 0,049 x - 0,068

0,503 = 0,049 x - 0,068

0,571 = 0,049 x

x = 049,0

571,0

x = 11,6530

Jadi, konsentrasi paracetamol dalam sampel = 11,6530 µg/mL

C. Sampel 3

Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068

Absorbansi = 0,520

Ditanya : Konsentrasi Paracetamol

Perhitungan :

y = 0,049 x - 0,068

0,520 = 0,049 x - 0,068

0,588 = 0,049 x

x = 049,0

588,0

x = 12

Jadi, konsentrasi paracetamol dalam sampel = 12 µg/mL

D. Kadar sampel rata-rata

Kadar rata – rata = 3

x xx 321

= 3

µg/mL 12 µg/mL 11,6530 µg/mL 11,2244

= 11,6258 µg/mL

Page 30: 125474737 49535134-laporan-pk1

7.3 Perolehan Kembali

A. Sampel 1

Diketahui : C sebenarnya = 10 µg/mL

C pengukuran = 11,2244 µg/mL

Ditanya : Perolehan kembali

Perhitungan :

Perolehan kembali = %100sebenarnya C

pengukuran C

= %100 μg/mL 10

μg/mL 11,2244

= 112,244 %

B. Sampel 2

Diketahui : C sebenarnya = 10 µg/mL

C pengukuran = 11,6530 µg/mL

Ditanya : Perolehan kembali

Perhitungan :

Perolehan kembali = %100sebenarnya C

pengukuran C

= %100 μg/mL 10

μg/mL 11,6530

= 116,530 %

C. Sampel 3

Diketahui : C sebenarnya = 10 µg/mL

C pengukuran = 12 µg/mL

Ditanya : Perolehan kembali

Perhitungan :

Perolehan kembali = %100sebenarnya C

pengukuran C

= %100 μg/mL 10

μg/mL 12

= 120 %

Page 31: 125474737 49535134-laporan-pk1

7.4 LOD dan LOQ

Perhitungan y’

Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068

Konsentrasi = 3 µg/mL

Ditanya : Konsentrasi Paracetamol

Perhitungan :

y = 0,049 x - 0,068

y = 0,049 × 3 - 0,068

y = 0,147 - 0,068

y = 0,079

Dengan cara yang sama, diperoleh y’ untuk konsentrasi lainnya

Konsentrasi (µg/mL) y’

3 0,079

4 0,068

6 0,226

7 0,275

8 0,324

10 0,422

Simpangan Baku Residual (Sy/x)

y y’ y – y’ (y – y’)2

0,078 0,079 - 0,001 10-6

0,139 0,068 0,071 5,041 × 10-3

0,227 0,226 0,001 10-6

0,260 0,275 -0,015 0,225 × 10-3

0,341 0,324 0,017 0,289 × 10-3

0,428 0,422 0,006 0,036 × 10-3

5,593 × 10-3

Page 32: 125474737 49535134-laporan-pk1

Sy/x = 2-n

)y'-(y 2

= 2-6

10593,5 3

= 0,0373 µg/mL

LOD

LOD = b

S3 y /x

= 0,094

0373,03

= 2,2836 µg/mL

LOQ

LOQ = b

S10 y /x

= 0,094

0373,010

= 7,6122 µg/mL

7.5 Perhitungan Keseksamaan (Presisi)

x x x - x (x - x )2

11,2244 11,6258 -0,4014 0,1611

11,6530 11,6258 0,0272 0,7398 × 10-3

12,000 11,6258 0,3742 0,1400

0,3018

Standar Deviasi

SD = 1

)( 2

n

xx

Page 33: 125474737 49535134-laporan-pk1

= 13

3018,0

= 0,3884 µg/mL

Standar Deviasi Relatif (Koefisien Variasi)

KV = %100x

SD

= %100μg/mL 11,6258

μg/mL 0,3884

= 3,3408 %

VIII. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan untuk menentukan kadar parasetamol dalam

tablet dengan spektrofotometri UV-Vis menggunakan kurva kalibrasi dan

persamaan garis regresi linier. Pada analisis komponen tunggal, jika absorbsi

suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi

pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap

konsentrasinya maka akan diperoleh suatu garis lurus yang memenuhi

persamaan A = ɛ.b.c. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-Beer dan

jika garis yang dihasilkan berupa garis lurus maka dapat dikatakan bahwa

hukum Lambert-Beer masih berlaku pada kisaran konsentrasi yang teramati

(Gandjar dan Rohman, 2008).

Pelaksanaan praktikum ini diawali dengan pembuatan larutan NaOH 0,1

N sebanyak 125 ml. NaOH digunakan karena parasetamol dapat larut saat

pembuatan variasi konsentrasi standar paracetamol dan dalam proses ekstraksi

tablet paracetamol. Pembuatan dilakukan dalam labu ukur 100 ml dan 25 ml,

sehinggan NaOH yang ditimbang adalah 0,4 gram dan 0,1 gram, namun saat

praktikum berat NaOH yang ditimbang adalah 0,4075 gram dan 0,1075 gram.

Masing-masing NaOH yang telah ditimbang dilarutkan dalam air bebas CO2

hingga tanda batas, kemudian digojog hingga homogen. Pelarutan dengan air

bebas CO2 bertujuan untuk mencegah terbentuknya garam natrium karbonat

(Na2CO3) yang dapat mengganggu stabilitas NaOH yang nantinya juga dapat

merusak stabilitas dari parasetamol (Depkes RI, 1979). Selain itu, penggunaan

Page 34: 125474737 49535134-laporan-pk1

air bebas CO2 juga dapat menghindari timbulnya absorbansi oleh CO2 pada

spektrum UV-Vis sehingga tidak akan menimbulkan kerancuan pada pembacaan

absorbansi parasetamol (Tim Penyusun, 2008). Larutan NaOH 0,1 N dalam

praktikum ini digunakan untuk menciptakan suasana basa sehingga dapat

memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang maksimum. Gugus

OH dari NaOH juga bertindak sebagai auksokrom yang membantu menciptakan

delokalisasi dalam struktur benzene paracetamol dan mengoptimalkan

penyerapan radiasi elektromagnetik oleh molekul paracetamol (Gandjar dan

Rohman, 2008).

Praktikum dilanjutkan dengan pembuatan larutan stok baku parasetamol

dengan konsentrasi 0,01 mg/ml dengan menimbang 1 mg parasetamol,

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan larutan NaOH

0,1 N hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Namun, karena tidak

dapat dilakukan penimbangan parasetamol sebanyak 1 mg karena batas deteksi

timbangan analitik 10 mg, maka dilakukan pengenceran dari larutan dengan

kadar 1 mg/ml (10 mg paracetamol dalam 10 ml NaOH) sebagai berikut :

V1 x N1 = V2 x N2

x ml x 1000 µg/ml = 100 ml x 10 µg/ml

V1 = 1 ml

Dari larutan dengan kadar 1 mg/ml kemudian dipipet sebanyak 1 ml,

ditambahkan larutan NaOH 0,1 N hingga tanda batas 100 ml sehingga diperoleh

kadar larutan baku 10 µg/ml (0,01 mg/ml).

Pada percobaan ini, larutan paracetamol akan dibaca absorbansinya pada

panjang gelombang maksimumnya. Untuk itu, dilakukan penentuan panjang

gelombang maksimum dengan membuat konsentrasi larutan paracetamol yang

memberikan absorbansi 0,434 karena pada absorbansi ini terjadi kesalahan

analisis terkecil, yaitu kurang dari atau sama dengan 0,5% T. Dari perhitungan

A = ε. b. c, diperoleh konsentrasi paracetamol sebesar 6,07 µg/ml. Untuk

memperoleh larutan paracetamol dengan kadar tersebut dilakukan pengenceran,

yaitu dipipet sebanyak 3,035 ml larutan stok baku paracetamol 10 µg/ml,

kemudian ditambahkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga tanda batas 5 ml.

Larutan paracetamol ini kemudian diukur pada panjang gelombang 220-300 nm.

Pengukuran pada rentang panjang gelombang ini karena panjang gelombang

maksimum parasetamol berada pada rentang tersebut, yaitu 257 nm (Moffat et

Page 35: 125474737 49535134-laporan-pk1

al., 2005). Sebelum dilakukan pengukuran larutan baku alat spektrofotometri

dikalibrasi dengan menggunakan larutan blanko yaitu NaOH. NaOH digunakan

sebagai blanko karena NaOH digunakan sebagai pelarut parasetamol. Tujuan

penggunaan larutan blanko adalah untuk membuat konsentrasi pelarut menjadi

nol sehingga tidak akan terukur oleh detektor dan tidak menggangu pembacaan

absorbansi sampel dan dengan demikian dapat memperkecil kesalahan (Depkes

RI, 1979). Dari pengukuran, diperoleh panjang gelombang maksimum

paracetamol sebesar 256 nm dengan absorbansi 0,492. Hasil panjang gelombang

ini sedikit menyimpang dari literatur yang menyatakan bahwa panjang

gelombang paracetamol dalam suasana basa adalah 257 nm (Moffat et al.,

2005). Penyimpangan ini disebabkan oleh pengambilan larutan baku

paracetamol sebanyak 3,035 ml yang kurang tepat. Karena pengambilan

dilakukan dengan 2 alat, yaitu sebanyak 3 ml larutan diambil dengan pipet ukur,

sedangkan 0,035 larutan diambil dengan pipet mikro. Penyimpangan juga dapat

disebabkan karena kuvet yang digunakan kurang bersih.

Berikut ini adalah kurva hubungan absorbansi larutan baku paracetamol

dengan panjang gelombang pada rentang 220-300 nm.

Selanjutnya dilakukan uji linearitas dengan pembuatan seri larutan

standar paracetamol yang memberikan rentang absorbansi 0,2 - 0,8. Rentang

absorbansi ini dipilih karena absorban yang terbaca pada spektrofotometer

hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai

transmitan, di mana pada nilai tersebut terjadi kesalahan pembacaan transmitan

terkecil, yaitu 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman,

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

220 230 240 250 260 270 280 290 300

A

b

s

o

r

b

a

n

s

i

Panjang Gelombang (nm)

Page 36: 125474737 49535134-laporan-pk1

2008). Berdasarkan hal tersebut, dihitung rentang konsentrasi laruan standar

paracetamol agar memperoleh absorbansi 0,2 - 0,8. Dari perhitungan, diperoleh

rentang konsentrasi dari 2,8 µg/ml - 11,2 µg/ml. Namun karena konsentrasi

larutan baku parasetamol adalah 10 µg/ml maka konsentrasi tertinggi yang

digunakan adalah 10 µg/ml. Keenam seri larutan standar yang dibuat memiliki

konsentrasi berturut-turut 3 µg/ml, 4 µg/ml, 6 µg/ml,7 µg/ml, 8 µg/ml, dan 10

µg/ml. Dilakukan pengenceran untuk membuat enam seri larutan standar

tersebut, yaitu diambil larutan baku paracetamol 10 µg/ml, berturut-turut

sebanyak 1,5 ml, 2 ml, 3 ml, 3,5 ml, 4 ml, dan 5 ml kemudian dimasukkan ke

dalam labu takar 5 mL, ditambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda batas dan

digojog hingga homogen. Seri larutan standar paracetamol diukur pada panjang

gelombang maksimumnya, yaitu 256 nm. Pengukuran dilakukan pada panjang

gelombang maksimum karena pada λ maksimum sensitivitas alat menjadi

maksimum, sehingga perubahan absorbsi sampel per satuan konsentrasi adalah

yang terbesar. Selain itu, pita absorbsi di sekitar panjang gelombang rata,

sehingga kepekaaan analisis menjadi lebih baik dan pengaturan ulang panjang

gelombang akan menghasilkan kesalahan analisis yang kecil (Gandjar dan

Rohman, 2008). Adapun nilai absorbansi larutan standar parasetamol pada

panjang gelombang 256 nm berturut-turut adalah 0,078; 0,139; 0,227; 0,260;

0,341; dan 0,428. Kemudian, dibuat kurva kalibrasi antara absorbansi dengan

konsentrasi larutan standar paracetamol, sebagai berikut :

Dari kurva kalibrasi tersebut diperoleh persamaan regreasi linear, yaitu y =

0,0495x – 0,0682. Koefisien korelasi r yang dihasilkan sebesar 0,9927.

Persamaan regresi inilah yang kemudian digunakan untuk menghitung kadar

sampel. Kurva kalibrasi digunakan sebagai uji lineritas yang bertujuan untuk

y = 0.0495x - 0.0682 R² = 0.9927 0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 5 10 15

A

b

s

o

r

b

a

n

s

i

Konsentrasi Larutan Standar (µg/mL)

KURVA KALIBRASI LARUTAN STANDAR PARACETAMOL

kurva larutanstandar PCT

Page 37: 125474737 49535134-laporan-pk1

mendapatkan nilai yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel

(Harmita, 2004). Adanya sedikit penyimpangan pada kurva diakibatkan oleh

kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta reaksi ikutan yang terjadi

(Gandjar dan Rohman, 2008).

Proses preparasi diawali dengan penimbangan bobot masing-masing

tablet paracetamol, di mana untuk pembuatan 1 sampel digunakan 3 tablet

paracetamol dan pada praktikum ini dibuat 3 sampel. Digunakan 3 tablet

parasetamol bertujuan untuk meningkatkan kehomogenan kandungan

parasetamol pada setiap tablet, karena tidak pasti antara satu tablet dengan tablet

yang lain mengandung jumlah parasetamol yang sama. Selain itu penggunaan

satu tablet parasetamol belum dapat mewakili kadar parasetamol pada sebagian

besar tablet. Berat total 3 tablet yang digunakan pada sampel 1, 2 dan 3 berturut-

turut adalah 2,0171 gram, 2,0283 gram, 2,0468 gram, masing-masing 3 tablet

tersebut digerus hingga homogen. Kemudian ditimbang 16,809 mg serbuk

paracetamol pada saat preparasi sampel pertama, 16,9025 mg serbuk

paracetamol pada saat preparasi sampel kedua, dan 17,0567 mg serbuk

paracetamol pada saat preparasi sampel ketiga. Jumlah serbuk yang ditimbang

setara dengan 12,5 mg paracetamol. Serbuk ini masing-masing dimasukkan ke

dalam labu takar 25 ml. Serbuk tersebut dilarutkan dengan 12,5 ml NaOH 0,1 N,

lalu dikocok selama 10 menit untuk mengoptimalkan proses pelarutan

paracetamol dalam NaOH 0,1 N. Setelah itu, ditambahkan NaOH 0,1 N hingga

tanda batas. Larutan paracetamol hasil ekstraksi disaring dan dipipet sebanyak

0,2 ml kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu takar 10 ml.

Larutan sampel parasetamol diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 256 nm dan diperoleh hasil absorbansi sampel pertama, kedua, dan

ketiga berturut-turut, yakni 0,482; 0,503; dan 0,520. Dari nilai absorbansi ini

dapat dihitung kadar paracetamol dengan menggunakan persamaan regresi

linear yang diperoleh pada kurva kalibrasi larutan standar paracetamol.

Diperoleh kadar parasetamol pada masing- sampel I, sampel II, dan sampel III

sebesar 11,2244 µg/ml; 11,6530 µg/ml; dan 12 µg/ml dengan kadar rata-rata

sebesar 11,6258 µg/ml. Kadar yang diperoleh melebihi rentang karena tidak

dibuat konsentrasi larutan 11,2 µg/ml yang memberikan absorbansi 0,8. Pada

praktikum ini diperoleh persen recovery untuk sampel pertama, kedua dan

ketiga secara berurutan sebesar 112,244%; 116,530%; dan 120%. Persen

Page 38: 125474737 49535134-laporan-pk1

recovery adalah parameter yang digunakan untuk menilai derajat kecermatan

atau kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Suatu metode

dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 90-100% (Gandjar dan Rohman,

2008). Menurut Farmakope Indonesia edisi III, disebutkan bahwa tablet

parasetamol mengandung asetaminofen C8H9NO2 tidak kurang dari 95,0% dan

tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Perolehan kembali

melebihi 105% antara lain disebabkan karena proses penggerusan tablet yang

kurang homogen sehingga masih ada partikel serbuk yang berukuran besar yang

tidak dapat tersaring dengan baik pada proses penyaringan ekstrak dan proses

ektraksi analit dalam NaOH 0,1 N yang kurang sempurna.

Adapun nilai LOD (Limit of Detection) yang diperoleh sebesar

2,2836µg/ml, artinya konsentrasi 2,2836 µg/ml merupakan jumlah terkecil

parasetamol dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon

signifikan pada alat spektrofotometri UV-Vis dibandingkan dengan blanko

(Harmita, 2004). Nilai LOQ (Limit of Quantitation) yang diperoleh sebesar

7,6122 µg/ml, artinya kuantitas terkecil parasetamol dalam sampel yang masih

dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah sebesar 7,6122 µg. Untuk

menentukan derajat keseksamaan (presisi) dilakukan perhitungan standar

deviasi (SD) dan koefisien deviasi relatif (KV). Dari perhitungan, diperoleh

standar deviasi sebesar 0,3884 dan koefisien deviasi relatifnya adalah 3,3408

%. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif

atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004). Semakin kecil nilai

standar deviasi dan standar deviasi relatif dari serangkaian pengukuran, maka

metode yang digunakan semakin tepat (Gandjar dan Rohman, 2008). Sehingga

dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan pada percobaan ini kurang valid

dan seksama karena simpangan baku relatif atau koefisien variasi melebihi 2%.

IX. KESIMPULAN

1. Panjang gelombang maksimum parasetamol dalam suasana basa yang

diperoleh saat praktikum adalah 256 nm.

2. Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil uji linieritas adalah y = 0,0495x –

0,0682 dengan r2 = 0,9927.

3. Kadar parasetamol rata-rata sebesar 11,6258 µg/ml dengan perolehan kembali

rata-rata sebesar 116,258 %.

Page 39: 125474737 49535134-laporan-pk1

4. Nilai LOD yang diperoleh sebesar 2,2836 µg/ml dan nilai LOQ sebesar 7,6122

µg/ml.

5. Standar deviasi yang diperoleh sebesar 0,3884 dan standar deviasi relatifnya

sebesar 3,3408%.

6. Metode yang digunakan kurang valid karena koefisien variasi lebih dari 2 %.

Page 40: 125474737 49535134-laporan-pk1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Basset. J., R.C. Denny, G.H. Jeffrey, J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif

Anorganik, EGC, Jakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitunganny.

Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Indonesia.

Hoan Tjay, Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Elex Media

Komputindo. Jakarta.

Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and

Poisons. Pharmaceutical Press. Publications division of the Royal

Pharmaceutical Society of Great Britain

Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar Analisis Farmasi Analisis Fisiko Kimia. Jurusan

Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.