05_199penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

7
PENDAHULUAN Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid. 1  Kejadian perdarahan sub- araknoid berkisar antara 21.000 hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat. 2  Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat serangan, dan pasien yang bisa bertahan hidup kebanyakan akan menderita desit neurologis yang bisa menetap. 3,4  Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis patologi stroke yang sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2. 1 ETIOLOGI Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%) (tabel 1). 1  Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di titik-titik percabangan arteri, tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma. 5  Aneurisma dengan diameter kurang dari 7 mm pada sirkulasi serebral anterior mempunyai risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma. 6  Malformasi arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih stula. Daerah tersebut tidak mempunyai tipe kapiler spesik yang merupakan celah antara arteriola dan venula, mempunyai dinding lebih tipis dibandingkan dinding kapiler normal. 7  MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat trombosis sinus, trauma, atau kraniotomi. 8  Akreditasi IDI – 2 SKP Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid Ismail Setyopranoto Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/  SMF Saraf RSUP Dr . Sardjito, Yogyakarta, Indonesia ABSTRAK Perdarahan subaraknoid, sebagian besar akibat aneurisma, hanya merupakan 3% dari seluruh kejadian gangguan peredaran darah otak/ stroke, tetapi merupakan penyebab 5% kematian karena stroke dan lebih dari seperempat insidens hilangnya tahun-kehidupan potensial akibat stroke. Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa nyeri kepala berat tak-lazim yang terjadi tiba-tiba. Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika atau bersifat kataklismik. Hilang kesadaran sesaat dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada onset perdarahan. Pada kebanyakan pasien dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-tanda desit neurologis fokal. Pasien sering kali membutuhkan intervensi bedah saraf dan neuroradiologis darurat. Sambil menunggu transfer pasien ke senter neurologis, penatalaksanaan harus dimulai. Terapi nimodipin dapat dimulai secara dini guna mencegah vasospasme serebral. Pilihan terapi yang tersedia di senter neurologis meliputi terapi bedah atau obliterasi endovaskuler terhadap aneurisma atau malformasi ar teriovenosa. Kata kunci: perdarahan subaraknoid, stroke, nimodipin ABSTRACT Subarachnoid hemorrhage (SAH), mostly from aneurysms, accounts for only 3% of all strokes, but it accounts for 5% of stroke deaths and f or more than one-quarter of potential life-years lost through stroke. The premier symptom of subarachnoid hemorrhage is a sudden, unusual severe headache. The headache is often instantaneous or cataclysmic. Transient loss of consciousness and seizures commonly occur and fre- quently happen at the onset of hemorrhage. Most patients with SAH do not have focal neurological signs. They often require urgent neurosur- gical or neuroradiological intervention. Whilst awaiting transfer to a neurological centre, active management must be instituted. Nimodipine therapy must be started early to prevent cerebral vasospasm. The treatment options available at the neurological centre include surgical treat- ment or endovascular obliteration of the aneurysm or arteriovenous malformation. Ismail Setyopranoto. Management of Subarachnoid Hemorrhage. Key words: subarachnoid hemorraghe, stroke, nimodipine CONTINUING MEDICAL EDUCATION 807 CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012  Alamat korespo ndensi email: [email protected] 

Upload: rani-mulia

Post on 14-Apr-2018

300 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 1/6

PENDAHULUAN

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu

kedaruratan neurologis yang disebabkan

oleh pecahnya pembuluh darah di ruang

subaraknoid.1 Kejadian perdarahan sub-

araknoid berkisar antara 21.000 hingga

33.000 orang per tahun di Amerika Serikat.2 

Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari

pertama sejak saat serangan, dan pasien

yang bisa bertahan hidup kebanyakan

akan menderita defsit neurologis yang bisa

menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah

salah satu jenis patologi stroke yang sering

dijumpai pada usia dekade kelima atau

keenam, dengan puncak insidens pada usia

sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun

untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada

perempuan dengan rasio 3:2.1

ETIOLOGI

Penyebab paling sering perdarahan

subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma

serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan

malormasi arteriovenosa (sekitar 5-10%) (tabel

1).1 Aneurisma sakuler biasanya terbentuk 

di titik-titik percabangan arteri, tempat

terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko

pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi,

ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma.5 

Aneurisma dengan diameter kurang dari 7 mm

pada sirkulasi serebral anterior mempunyai

risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi

pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior

dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran

aneurisma.6 

Malormasi arteriovenosa (MAV) adalah

anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan

pleksiorm abnormal tempat arteri dan vena

terhubungkan oleh satu atau lebih fstula.

Daerah tersebut tidak mempunyai tipe

kapiler spesifk yang merupakan celah antara

arteriola dan venula, mempunyai dinding

lebih tipis dibandingkan dinding kapiler

normal.7 MAV dikelompokkan menjadi dua,

yaitu kongenital dan didapat. MAV yang

didapat terjadi akibat trombosis sinus,

trauma, atau kraniotomi.8

 Akreditasi IDI – 2 SKP

Penatalaksanaan Perdarahan SubaraknoidIsmail Setyopranoto

Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ 

SMF Saraf RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK

Perdarahan subaraknoid, sebagian besar akibat aneurisma, hanya merupakan 3% dari seluruh kejadian gangguan peredaran darah otak/ stroke,

tetapi merupakan penyebab 5% kematian karena stroke dan lebih dari seperempat insidens hilangnya tahun-kehidupan potensial akibat stroke.

Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa nyeri kepala berat tak-lazim yang terjadi tiba-tiba. Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika

atau bersiat kataklismik. Hilang kesadaran sesaat dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada onset perdarahan. Pada kebanyakan

pasien dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-tanda defsit neurologis okal. Pasien sering kali membutuhkan intervensi bedah sara 

dan neuroradiologis darurat. Sambil menunggu transer pasien ke senter neurologis, penatalaksanaan harus dimulai. Terapi nimodipin dapatdimulai secara dini guna mencegah vasospasme serebral. Pilihan terapi yang tersedia di senter neurologis meliputi terapi bedah atau obliterasi

endovaskuler terhadap aneurisma atau malormasi arteriovenosa.

Kata kunci: perdarahan subaraknoid, stroke, nimodipin

ABSTRACT

Subarachnoid hemorrhage (SAH), mostly rom aneurysms, accounts or only 3% o all strokes, but it accounts or 5% o stroke deaths and  or

more than one-quarter o potential lie-years lost through stroke. The premier symptom o subarachnoid hemorrhage is a sudden, unusual

severe headache. The headache is oten instantaneous or cataclysmic. Transient loss o consciousness and seizures commonly occur and re-

quently happen at the onset o hemorrhage. Most patients with SAH do not have ocal neurological signs. They oten require urgent neurosur-gical or neuroradiological intervention. Whilst awaiting transer to a neurological centre, active management must be instituted. Nimodipine

therapy must be started early to prevent cerebral vasospasm. The treatment options available at the neurological centre include surgical treat-

ment or endovascular obliteration o the aneurysm or arteriovenous malormation. Ismail Setyopranoto. Management o Subarachnoid

Hemorrhage.

Key words: subarachnoid hemorraghe, stroke, nimodipine

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

807CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

 Alamat korespondensi  email: [email protected] 

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 2/608

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

Tabel 1 Etiologi perdarahan subaraknoid

 Trauma dan cedera iatrogenik selama pembedahan-

Aneurisma serebral dan malormasi arteriovenosa-

Perdarahan perimesensealik dan perluasan-

perdarahan intraserebral

Vaskulitis-

Penyebab hematologik (DIC, hemoflia, purpura-trombotik trombositopenik)

 Tumor susunan sara pusat-

Diseksi arterial-

PEMERIKSAAN

Tanda, gejala, dan aktor risiko

Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba

nyeri kepala berat, sering digambarkan

oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang

paling berat dalam kehidupannya”. Sering

disertai mual, muntah, otoobia, dan gejala

neurologis akut okal maupun global,

misalnya timbulnya bangkitan, perubahanmemori atau perubahan kemampuan

konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien

mungkin akan mengalami penurunan

kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena

adanya peningkatan tekanan intrakranial atau

ireversibel pada kasus-kasus parah.9 Tabel 2

memperlihatkan beberapa tanda dan gejala

klinis yang sering dijumpai pada pasien

perdarahan subaraknoid.2

Tabel 2 Tanda dan gejala perdarahan subaraknoid

onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak -seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam

1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25%

pasien didahului nyeri kepala hebat,

vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil,-

mudah terangsang, gelisah dan kejang,

penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam-

beberapa menit sampai beberapa jam,

gejala-gejala meningeal,-

pada unduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami-

edema papil beberapa jam setelah perdarahan dan

perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid

(10%), yang merupakan gejala karakteristik 

karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans

anterior atau arteri karotis interna,

gangguan ungsi autonom berupa bradikardia atau-

takikardia, hipotensi atau hipertensi, dan

banyak keringat, suhu badan meningkat, atau-

gangguan pernapasan.

Kejadian misdiagnosis pada perdarahan

subaraknoid berkisar antara 23% hingga

53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala

akut harus selalu dievaluasi lebih cermat.10,11 

 Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan

dengan status mental pasien yang masih

normal, volume perdarahan subaraknoid

kecil, dan terjadinya aneurisma masih dini.

 Tabel 3 memperlihatkan beberapa aktor

risiko perdarahan subaraknoid.12-15

Tabel 3 Faktor risiko perdarahan subaraknoid12-15

Bisa dimodifkasi Tidak bisa dimodifkasi

Hipertensi-

Perokok (masih atau riwayat)-

Konsumsi alkohol-

 Tingkat pendidikan rendah-

Body mass index - rendahKonsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya-

Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam sebelum onset-

Riwayat pernah menderita perdarahan subaraknoid-

Riwayat keluarga perdarahan subaraknoid atau-

aneurisma

Penderita atau riwayat keluarga menderita polikistik -

renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Maran dan pseudoxanthoma

elasticum)

Pemeriksaan fsik 

Pemeriksaan fsik cermat pada kasus-

kasus nyeri kepala sangat penting untuk 

menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala,

termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis

temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar

70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan

antara arteri komunikans posterior dan arteri

karotis interna dapat menyebabkan paresis n.

III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil,dan/atau deviasi inerolateral.11 Aneurisma di

sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan

paresis n. VI.13 Pemeriksaan unduskopi dapat

memperlihatkan adanya perdarahan retina

atau edema papil karena peningkatan tekanan

intrakranial.11 Adanya enomena embolik 

distal harus dicurigai mengarah ke unruptured 

intracranial giant aneurysm.14

Pencitraan

Pemeriksaan computed tomography  (CT)

non kontras adalah pilihan utama karenasensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan

lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya

mendekati 100% jika dilakukan dalam 12

 jam pertama setelah serangan,15 tetapi akan

turun 50% pada 1 minggu setelah serangan.

Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus

dilakukan sesegera mungkin. Dibandingkan

dengan magnetic resonance imaging (MRI),

CT scan unggul karena biayanya lebih murah,

aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya

lebih mudah.10

Pungsi Lumbal

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negati,

langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi

lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat

penting untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Beberapa temuan pungsi lumbal

yang mendukung diagnosis perdarahan

subaraknoid adalah adanya eritrosit,

peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ 

atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat,

bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL

akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ 

mL.16 Xantokromia adalah warna kuning yang

memperlihatkan adanya degradasi produk 

eritrosit, terutama oksihemoglobin dan

bilirubin di cairan serebrospinal.

 Angiograf

Digital-subtraction cerebral angiography  

merupakan baku emas untuk deteksi

aneurisma serebral, tetapi CT angiograf lebih

sering digunakan karena non-invasi serta

sensitivitas dan spesifsitasnya lebih tinggi.17 Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh

darah harus dilakukan karena sekitar 15%

pasien memiliki aneurisma multipel. Foto

radiologik yang negati harus diulang 7-14

hari setelah onset pertama. Jika evaluasi

kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI

harus dilakukan untuk melihat kemungkinan

adanya malormasi vaskular di otak maupun

batang otak.18

Parameter klinis

Beberapa parameter kuantitati untuk memprediksi luaran (outcome) dapat di-

 jadikan panduan intervensi maupun untuk 

menjelaskan prognosis,19 misalnya skala Hunt

dan Hess; skala ini mudah dan paling banyak 

digunakan dalam praktik klinis (tabel 4). Nilai

tinggi pada skala Hunt dan Hess merupakan

indikasi perburukan luaran.20 Skala ini juga

mempunyai beberapa keterbatasan, seperti

beberapa gambaran klinis teridentifkasi

samar, sehingga sulit menentukan nilai gra-

dasi, dan tidak mempertimbangkan kondisi

komorbiditas pasien.22

Tabel 4 Skala Hunt dan Hess21

Skala Gambaran Klinis

0 Unruptured 

I Nyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku

kuduk ringan

II Nyeri kepala sedang/berat, kaku kuduk, tidak 

ada defsit neurologis, kecuali parese nervi

kraniales

III Mengantuk, bingung, defsit neurologis okal

sedang

IV Stupor, hemiparesis sedang/ berat, mungkin

terjadi rigiditas deserebrasi dini

V Koma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya

tanda-tanda end state

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 3/6809

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

Skala Fisher digunakan untuk meng-

klasifkasikan perdarahan subaraknoid

berdasarkan munculnya darah di kepala

pada pemeriksaan CT scan; penilaian ini

hanya berdasarkan gambaran radiologik 

(tabel 5).23 Pasien dengan skor Skala Fisher 3

atau 4 mempunyai risiko luaran klinis yang

lebih buruk.23 Skala ini sangat dipengaruhi

oleh variabilitas inter-rater ,22 serta kurang

mempertimbangkan keseluruhan kondisi

klinis pasien.

Tabel 5 Skor Fisher24

Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan

pemeriksaan CT scan kepala

1 Tidak terdeteksi adanya darah

2 Deposit darah dius atau lapisan vertikal terdapat

darah ukuran <1 mm, tidak ada jendalan

3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertikal

terdapat darah tebal dengan ukuran >1 mm

4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau

intraventrikuler secara dius atau tidak ada

darah

Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) meng-

gabungkan data klinis, demograf dan

radiologik, serta mudah digunakan dan

komprehensi untuk menentukan prognosis

pasien yang mendapatkan intervensi

bedah.23 

Tabel 6 Sistem Ogilvy dan Carter24

Skor Keterangan

1 Nilai Hunt dan Hess > II I

1 Skor skala Fisher >2

1 Ukuran Aneurisma >10 mm

1 Usia pasien >50 tahun

1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar

(≥25 mm)

Catatan: Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem

Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk,

sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik.

Sistem evaluasi terkini adalah dengan

menggabungkan Skala Hunt dan Hess

dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini

mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga

bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan

1 mempunyai luaran baik atau sangat baik 

pada kurang lebih 95% pasien. Sementara

itu, jika nilainya lebih dari 1, secara signifkan

mempunyai luaran buruk; kematian kurang

lebih 10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3

serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5

tidak dapat dioperasi.

MANAJEMEN

Manajemen umum

 T ujuan manajemen umum yang pertama

adalah identifkasi sumber pendarahan dengan

kemungkinan bisa diintervensi dengan

pembedahan atau tindakan intravaskuler lain.

Kedua adalah manajemen komplikasi.

Langkah pertama, konsultasi dengan

dokter spesialis bedah sara merupakan hal

yang sangat penting untuk tindakan lebih

lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien

perdarahan subaraknoid harus dirawat di

Intensive Care Unit  (ICU) untuk pemantauan

kondisi hemodinamiknya. Idealnya, pasien

tersebut dikelola di Neurology Critical Care

Unit yang secara signifkan akan memperbaiki

luaran klinis.5,22

Jalan napas harus dijamin aman dan

pemantauan invasi terhadap central venous

 pressure dan/atau  pulmonary artery pressure,

seperti juga terhadap tekanan darah arteri,

harus terus dilakukan. Untuk mencegah

peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi

pasien harus dilakukan secara hati-hati dan

pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan

pasien harus istirahat total.

Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah

pencegahan perdarahan ulang, pencegahandan pengendalian vasospasme, serta

manajemen komplikasi medis dan

neurologis lainnya.23  Tekanan darah harus

dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi

obat-obat antihipertensi intravena, seperti

labetalol dan nikardipin. Setelah aneurisma

dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak 

masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum

ada kesepakatan berapa nilai amannya.

Analgesik sering kali diperlukan; obat-obat

narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi.

Dua aktor penting yang dihubungkan

dengan luaran buruk adalah hiperglikemia

dan hipertermia; karena itu, keduanya

harus segera dikoreksi. Proflaksis terhadap

trombosis vena dalam (deep vein thrombosis)

harus dilakukan segera dengan peralatan

kompresi sekuensial; heparin subkutan dapat

diberikan setelah dilakukan penatalaksanaan

terhadap aneurisma. Calcium channel blocker  

dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik,

direkomendasikan nimodipin oral.24 

Manajemen khusus aneurisma

 Terdapat dua pilihan terapi utama untuk 

mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu

microsurgical clipping dan endovascular coiling;

microsurgical clipping lebih disukai.5,25,26 

Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien

yang menjalani pembedahan segera, risiko

kembalinya perdarahan lebih rendah, dan

cenderung jauh lebih baik daripada pasien

yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan

aneurisma yang ruptur juga akan memasilitasi

manajemen komplikasi selama vasospasme

serebral. Meskipun banyak ahli bedah

neurovaskular menggunakan hipotermia

ringan selama microsurgical clipping 

terhadap aneurisma, cara tersebut belum

terbukti bermanaat pada pasien perdarahan

subaraknoid derajat rendah.29 

International Subarachnoid Aneurysm Trial 

(ISAT) secara prospekti mengevaluasibeberapa pasien aneurisma yang dianggap

cocok untuk menjalani endovascular coiling 

atau microsurgical clipping. Untuk beberapa

kelompok pasien tertentu, hasil baik (bebas

cacat selama 1 tahun) secara signifkan lebih

sering pada kelompok  endovascular coiling 

daripada surgical placement of clips. Risiko

terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasien-

pasien yang menjalani endovascular coiling,

akan tetapi risiko kembalinya perdarahan

lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang

di-follow-up dengan pemeriksaan angiografserebral, tingkat terjadinya oklusi komplit

aneurisma lebih tinggi daripada surgical 

clipping.27

Manajemen komplikasi

Vasospasme

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah

komplikasi paling sering pada perdarahan

subaraknoid.28 Tanda dan gejala vasospasme

dapat berupa perubahan status mental,

defsit neorologis okal; jarang terjadi sebelum

hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan

 jarang setelah hari ke-17.29 Vasospasme akan

menyebabkan iskemia serebral tertunda

dengan dua pola utama, yaitu inark kortikal

tunggal, biasanya terletak di dekat aneurisma

yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering

tidak berhubungan dengan tempat aneurisma

yang pecah.30

Mekanisme vasospasme pada perdarahan

subaraknoid belum diketahui pasti; diduga

oksihemoglobin memberikan kontribusi

terhadap terjadinya vasospasme yang dapat

memperlambat perbaikan defsit neurologis.

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 4/610

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

Oksihemoglobin terbentuk akibat proses

lisis bekuan darah yang terbentuk di ruang

subaraknoid. Mekanisme eek vasospasmenya

belum diketahui pasti, diduga melalui

kemampuannya untuk menekan aktivitas

saluran kalium, meningkatkan masuknya

kalsium, meningkatkan aktivitas protein

kinase C, dan juga Rho kinase.31

Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat

diberi proflaksis nimodipin dalam 12 jam

setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis

60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui

tabung nasogastrik selama 21 hari. Meta-

analisis menunjukkan penurunan signifkan

kejadian vasospasme yang berhubungan

dengan kematian pada pemberian

nimodipin proflaksis.32 Nimodipin adalah

suatu calcium channel blocker  yang harusdiberikan secepatnya dalam waktu 4 hari

setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian

secara intravena dengan dosis awal 5 mL/ 

 jam (ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/ 

 jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira

15 mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak 

turun dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/ 

 jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari.

Dianjurkan menggunakan syringe pump agar

dosis lebih akurat dan sebaiknya dibarengi

dengan pemberian cairan penyerta secara

three way stopcock  dengan perbandinganvolume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan.

Karena nimodipin merupakan produk yang

sensiti terhadap cahaya, selang inus harus

diganti setiap 24 jam. Pemberian secara

inus dapat dilanjutkan dengan pemberian

nimodipin tablet per oral.34

Penambahan simvastatin sebelum atau

setelah perdarahan subaraknoid juga

terbukti potensial mengurangi vasospasme

serebral.33,34 Terapi antiplatelet dapat berperan

mengurangi iskemia serebral tertunda,

meskipun perlu penelitian prospekti lebih

lanjut untuk menlai keselamatan dan eek 

samping.35

Perdarahan ulang

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas

70%; 4% dalam 24 jam pertama, selanjutnya

1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4

minggu.36 Adanya perbaikan aneurisma dan

pemberian terapi primer secara signifkan

mengurangi risiko perdarahan ulang.37 Untuk 

mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum

dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah

harus dikelola hati-hati.39 Obat-obat yang

digunakan dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7Obat-obat yang digunakan untuk mempertahankan

tekanan darah pada pasien perdarahan subaraknoid

Hipotensi HipertensiFenilerin-

Norepinerin-

Dopamin-

Labetalol-

Esmolol-

Nikardipin-

 Tekanan darah sistolik harus dipertahankan

di atas 100 mmHg untuk semua pasien

selama kurang lebih 21 hari.38,39 Sebelum

ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus

dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan

selama ada gejala vasospasme, tekanan darah

sistolik akan meningkat sampai 200 hingga

220 mmHg.

Hidrosealus

Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita

deteriorasi mental akut, harus dilakukan

pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk 

mencari penyebabnya, dan penyebab yang

paling sering adalah hidrosealus.39 Volume

darah pada pemeriksaanCT scan dapat sebagai

prediktor terjadinya hidrosealus. Kurang lebih

sepertiga pasien yang didiagnosis perdarahan

subaraknoid karena aneurisma memerlukan

drainase ventrikuler eksternal sementara atau

dengan ventricular shunt permanen.40

 

Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan

dapat meningkatkan risiko perdarahan ulang

dan vasospasme serebral.39 Faktor-aktor yang

dapat meningkatkan risiko shunt-dependent 

hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan,

skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan

subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT 

scan saat pasien masuk, adanya perdarahan

intraventrikuler, pemeriksaan radiologik 

mendapatkan hidrosealus saat pasien

masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi

posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi

endovaskuler.41

Hiponatremia

Kejadian hiponatremia pada pasien

perdarahan subaraknoid berkisar antara 30%

hingga 35%.42 Hal ini berhubungan dengan

terbuangnya garam di otak dan tindakan

pemberian cairan pengganti serta sering

didapatkan pada vasospasme serebral.43 

Suatu penelitian melaporkan bahwa kejadian

hiponatremia terutama disebabkan oleh

syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

secretion (SIADH) yang didapatkan pada 69%

kasus atau hiponatremia hipovolemik pada

21% kasus.44

Hiperglikemia

Hiperglikemia sering dijumpai pada

pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi

berhubungan dengan respons stres. Insulin

diberikan untuk mempertahankan kadar

glukosa darah tetap aman dalam kisaran

90-126 mg/dL.45 Terapi insulin intensi dapat

mengurangi morbiditas dan mortalitas.46,47

Pemantauan kadar glukosa darah intensi 

pada pasien dengan terapi insulin juga harus

dilakukan.

Epilepsi

Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar

7% hingga 35% pasien perdarahansubaraknoid.48 Bangkitan pada ase awal

perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan

perdarahan ulang, walaupun belum terbukti

menyebabkan peningkatan tekanan

intrakranial.49 The American Heart Association 

merekomendasikan pemberian rutin

proflaksis bangkitan untuk semua pasien

perdarahan subaraknoid. Namun, ada laporan

bahwa enitoin proflaksis berhubungan

dengan perburukan luaran neurologis dan

kogniti.52 Dengan demikian, pemberian

obat antiepilepsi harus hati-hati dan lebihtepat diberikan pada pasien yang mendapat

serangan di rumah sakit atau pada pasien

yang mengalami serangan onset lambat

epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.

Komplikasi lain

Komplikasi lain yang sering ditemukan

adalah pneumonia, sepsis, aritmia kardial

dan peningkatan kadar enzim-enzim

 jantung. Kepala pasien harus dipertahankan

pada posisi 300 di tempat tidur, dan segera

diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai

pneumonia bakterial. Proflaksis dengan

kompresi pneumatik harus dilakukan untuk 

mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis 

(DVT) dan emboli pulmonum.2 Antikoagulan

merupakan kontraindikasi pada ase akut

pendarahan.39

PERDARAHAN SUBARAKNOID

BERULANG

Setelah tindakan clipping, risiko perdarahan

berulang sebesar 2,2% pada 10 tahun

setelahnya dan 9,0% pada 20 tahun setelah

tindakan. Pasien dengan ruptur aneurisma

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 5/6811

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

DAFTAR PUSTAKA

1. Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case atality rates or subarachnoid hemorrhage in Canada rom 1982 through 1991. The Canadian Collaborative Study Group o Stroke

Hospitalizations. Stroke. 1997;28:793-8.

2. Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med. 2006;354:387-96.

3. Ingall T, Asplund K, Mahonen M, Bonita R. A multinational comparison o subarachnoid hemorrhage epidemiology in the WHO MONICA stroke study. Stroke. 2000;31:1054-61.

4. Rasmussen PA, Mayberg MR. Defning the natural history o unruptured aneurysms. Stroke. 2004;35:232-3.

5. Ellegala DB, Day AL. Ruptured cerebral aneurysms. N Engl J Med. 2005;352:121-4.

6. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J, Meissner I, Brown Jr RD, Piepgras DG, et al. Unruptured intracranial aneurysms: Natural history, clinical outcome, and risks o surgical and endovascular

treatment. International Study o Unruptured Intracranial Aneurysms Investigators. Lancet. 2003;362:103-10.

7. Duong DH, Hartmann A, Isaacson S, Lazar RM, Marshall RS, Mast H. Arteriovenous malormations o the brain in adults. N Engl J Med. 1999;340:1812-8.

8. Ahn JY, Kim OJ, Joo YJ, Joo JY. Dural arteriovenous malormation occurring ater craniotomy or pial arteriovenous malormation. J Clin Neurosci. 2003;10:134-6.

9. Schievink WI. Intracranial aneurysms. N Engl J Med. 1997;336:28-40.

10. Edlow JA, Caplan LR. Avoiding pitalls in the diagnosis o subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med. 2000;342:29-36.

11. Edlow JA. Diagnosis o subarachnoid hemorrhage in the emergency department. Emerg Med Clin North Am. 2003;21:73-87.

12. Kissela BM, Sauerbeck L, Woo D, Khoury J, Carrozzella J, Pancioli A, et al. Subarachnoid hemorrhage: A preventable disease with a heritable component. Stroke. 2002;33:1321-6.

13. Broderick JP, Viscoli CM, Brott T, Kernan WN, Brass LM, Feldmann E, et al. Major risk actors or aneurysmal subarachnoid hemorrhage in the young are modifable. Stroke. 2003;34:1375-

81.

14. Anderson C, Ni Mhurchu C, Scott D, Bennett D, Jamrozik K, Hankey G. Triggers o subarachnoid hemorrhage: Role o physical exertion, smoking, and alcohol in the Australasian Coopera-

tive Research on Subarachnoid Hemorrhage Study (ACROSS). Stroke. 2003;34:1771-6.

15. Rinkel GJ. Intracranial aneurysm screening: Indications and advice or practice. Lancet Neurol. 2005;4:122-8.

16. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, editor. Harrison’s principles o internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-93.

17. Schaller B, Lyrer P. Anticoagulation o an unruptured, thrombosed giant intracranial aneurysm without hemorrhage or recanalization in the long-term ollow-up. Eur J Neurol.2003;10:331-2.

18. Latchaw RE, Silva P, Falcone SF. The role o CT ollowing aneurysmal rupture. Neuroimaging Clin N Am. 1997;7:693-708.

19. Eskey CJ, Ogilvy CS. Fluoroscopy-guided lumbar puncture: Decreased requency o traumatic tap and implications or the assessment o CT-negative acute subarachnoid hemorrhage.

AJNR Am J Neuroradiol. 2001;22:571-6.

20. Clot HJ, Joseph GJ, Dion JE. Risk o cerebral angiography in patients with subarachnoid hemorrhage, cerebral aneurysm, and arteriovenous malormation: A meta-analysis. Stroke.

1999;30:317-20.

21. Hoh BL, Cheung AC, Rabinov JD, Pryor JC, Carter BS, Ogilvy CS. Results o a prospective protocol o computed tomographic angiography in place o catheter angiography as the only

diagnostic and pretreatment planning study or cerebral aneurysms by a combined neurovascular team. Neurosurgery. 2004;54:1329-42.

22. Cavanagh SJ, Gordon VL. Grading scales used in the management o aneurysmal subarachnoid hemorrhage: A critical review. J Neurosci Nurs. 2002;34:288-95.

23. Ogilvy CS, Carter BS. A proposed comprehensive grading system to predict outcome or surgical management o intracranial aneurysms. Neurosurgery. 1998;42:959-70.

24. Toteland ND, Salyers WJ. Subarachnoid hemorrhage. Hosp Phys. 2007;31-41.

25. Berman MF, Solomon RA, Mayer SA, Johnston SC, Yung PP. Impact o hospital-related actors on outcome ater treatment o cerebral aneurysms. Stroke. 2003;34:2200-7.

26. Brisman JL, Song JK, Newell DW. Cerebral aneurysms. N Engl J Med. 2006;355:928-39.

27. Sacco RL, Adams R, Albers G, Alberts MJ, Benavente O, Furie K, et al. Guidelines or prevention o stroke in patients with ischemic stroke or transient ischemic attack. Stroke. 2006;37:577-

617.

28. Brisman JL, Eskridge JM, Newell DW. Neurointerventional treatment o vasospasm. Neurol Res. 2006;28:769-76.

29. Bederson JB, Connolly ES, Batjer HH, Dacey RG, Dion JE, Diringer MN, et al. Guidelines or the management o aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2009;40:994-1025.

30. Molyneux AJ, Kerr RS, Yu LM, Clarke M, Sneade M, Yarnold JA, et al. International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) o neurosurgical clipping versus endovascular coiling in 2143 patients

with ruptured intracranial aneurysms: A randomised comparison o eects on survival, dependency, seizures, rebleeding, subgroups, and aneurysm occlusion. Lancet. 2005;366:809-17.

31. Kassell NF, Torner JC, Haley Jr EC, Adams HP. The International Cooperative Study on the Timing o Aneurysm Surgery. Part 1: Overall management results. J Neurosurg. 1990;73:18-36.

32. Sen J, Belli A, Albon H, Morgan L, Petzold A, Kitchen N. Triple-H therapy in the management o aneurysmal subarachnoid haemorrhage. Lancet. 2003;2:614-21.

33. Rabinstein AA, Weigand S, Atkinson JL, Wijdicks EF. Patterns o cerebral inarction in aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2005;36:992-7.

34. Sarrazadeh AS, Haux D, Lüdemann L, Amthauer H, Plotkin M, Küchler I, et al. Cerebral ischemia in aneurysmal subarachnoid hemorrhage a correlative microdialysis-PET study. Stroke.

2004;35:638-43.

35. Barker FG, Ogilvy CS. E cacy o prophylactic nimodipine or delayed ischemic defcit ater subarachnoid hemorrhage: A metaanalysis. J Neurosurg. 1996;84:405-14.

serebral mempunyai risiko lebih tinggi untuk 

mengalami perdarahan subaraknoid berulang,

bahkan setelah pembedahan.53 Penelitian

terkini melaporkan bahwa risiko kejadian

perdarahan subaraknoid berulang setelah

clipping 22 kali lebih tinggi dibanding populasi

berdasarkan umur dan jenis kelamin.54

SIMPULAN

Perdarahan subaraknoid adalah kejadian akut

yang mempunyai potensi signifkan menyebab-

kan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas.

Karena intervensi dini dapat memberikan hasil

lebih baik, pasien dengan keluhan nyeri kepala

berat dengan onset  baru disertai penurunan

kesadaran harus diduga mengalami perdara-

han subaraknoid. Setelah diagnosis ditegakkan,

pasien harus dirawat di ICU karena memerlukan

pemantauan hemodinamik dan evaluasi status

neurologis terus-menerus. Selanjutnya, harus

dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah sara 

untuk penanganan lebih lanjut jika perlu.

7/27/2019 05_199Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid

http://slidepdf.com/reader/full/05199penatalaksanaan-perdarahan-subaraknoid 6/612

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

36. Dietrich HH, Dacey Jr RG. Molecular keys to the problems o cerebral vasospasm. Neurosurgery. 2000;46:517-30.

37. McGirt MJ, Lynch JR, Parra A, Sheng H, Pearlstein RD, Laskowitz DT, et al. Simvastatin increases endothelial nitric oxide synthase and ameliorates cerebral vasospasm resulting rom suba-

rachnoid hemorrhage. Stroke. 2002;33:2950-6.

38. Dorhout Mees SM, Rinkel GJ, Hop JW, Algra A, van Gijn J. Antiplatelet therapy in aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a systematic review. Stroke. 2003;34:2285-9.

39. Fahy BG, Sivaraman V. Current concepts in neurocritical care. Anesthesiol Clin North America. 2002;20:441-62.

40. Naidech AM, Janjua N, Kreiter KT, Ostapkovich ND, Fitzsimmons BF, Parra A, et al. Predictors and impact o aneurysm rebleeding ater subarachnoid hemorrhage. Arch Neurol.

2005;62:410-6.

41. Treggiari MM, Walder B, Suter PM, Romand JA. Systematic review o the prevention o delayed ischemic neurological defcits with hypertension, hypervolemia, and hemodilution therapy

ollowing subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg. 2003;98:978-84.

42. Rose JC, Mayer SA. Optimizing blood pressure in neurological emergencies. Neurocrit Care. 2004;1:287-99.

43. Varelas P, Helms A, Sinson G, Spanaki M, Hacein-Bey L. Clipping or coiling o ruptured cerebral aneurysms and shunt-dependent hydrocephalus. Neurocrit Care. 2006;4:223-8.

44. Dorai Z, Hynan LS, Kopitnik TA, Samson D. Factors related to hydrocephalus ater aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Neurosurgery. 2003;52:763-71.

45. Hasan D, Wijdicks EF, Vermeulen M. Hyponatremia is associated with cerebral ischemia in patients with aneurismal subarachnoid hemorrhage. Ann Neurol. 1990;27:106-8.

46. Moro N, Katayama, Y, Kojima J, Mori T, Kawamata T. Prophylactic management o excessive natriuresis with hydrocortisone or e cient hypervolemic therapy ater subarachnoid hemor-

rhage. Stroke. 2003;34:2807-11.

47. Sherlock M, O’Sullivan E, Agha A, Behan LA, Rawluk D, Brennan P, et al. The incidence and pathophysiology o hyponatraemia ater subarachnoid haemorrhage. Clin Endocrinol (Ox).

2006;64:250-4.

48. Bell DA, Strong AJ. Glucose/insulin inusions in the treatment o subarachnoid haemorrhage: a easibility study. Br J Neurosurg. 2005;19:21-4.

49. Van den Berghe G, Schoonheydt K, Beck P, Bruyninckx F, Wouters PJ. Insulin therapy protects the central and peripheral nervous system o intensive care patients. Neurology. 2005;64:1348-

53.

50. Frontera JA, Fernandez A, Claassen J, Schmidt M, Schumacher HC, Wartenberg K. Hyperglycemia ater SAH: Predictors, associated complications, and impact on outcome. Stroke.

2006;37:199-203.

51. Claassen J, Peery S, Kreiter KT, Hirsch LJ, Du EY, Connolly ES, et al. Predictors and clinical impact o epilepsy ater subarachnoid hemorrhage. Neurology. 2003;60:208-14.

52. Naidech AM, Kreiter KT, Janjua N, Ostapkovich N, Parra A, Commichau C, et al. Phenytoin exposure is associated with unctional and cognitive disability ater subarachnoid hemorrhage.

Stroke. 2005;36:583-7.

53. Tsutsumi K, Ueki K, Usui M, Kwak S, Kirino T. Risk o recurrent subarachnoid hemorrhage ater complete obliteration o cerebral aneurysms. Stroke. 1998;29:2511-3.

54. Wermer MJ, Greebe P, Algra A, Rinkel GJ. Incidence o recurrent subarachnoid hemorrhage ater clipping or ruptured intracranial aneurysms. Stroke. 2005;36:2394-9.