staimafa.files.wordpress.com€¦  · web viewmakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin...

24
1 EKLEKTIK-SOSIOLOGIS Sebuah Tawaran Model Istinbath Hukum untuk Fiqh Sosial 1 Oleh: A. Dimyati, M.Ag 2 Pendahuluan Sejak berakhirnya era risalah, problem akurasi suatu metode istinbath hukum islam menjadi salah satu topik paling menarik yang diperbincangkan di kalangan intelektual muslim. Dapat dimaklumi mengapa demikian, karena terputusnya otoritas ifta’ yang melekat pada diri seorang Muhammad SAW tidak dapat diwarisi oleh para sahabat, tabi’in alih-alih ulama dan generasi setelahnya. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi positifnya, kondisi demikian justru menjadi titik balik munculnya era intelektual kreatif di kalangan umat islam karena bagaimanapun semakin beragamnya problematika sosial harus direspon secara cepat supaya tidak menimbulkan kebingungan di tengah-tengah umat. Dalam ranah hukum islam, kemunculan era kreatif ini ditandai dengan lahirnya mazhab-mazhab geografis dan individual, sebagai permulaan terbentuknya mazhab fiqh yang berkembang sampai saat ini. Mazhab-mazhab inilah 1 Makalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013 2 Dosen Program Studi Perbankan Syari’ah STAI Mathali’ul Falah, Pati.

Upload: others

Post on 17-Sep-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

1

EKLEKTIK-SOSIOLOGIS

Sebuah Tawaran Model Istinbath Hukum untuk Fiqh Sosial1

Oleh: A. Dimyati, M.Ag2

Pendahuluan

Sejak berakhirnya era risalah, problem akurasi suatu metode istinbath

hukum islam menjadi salah satu topik paling menarik yang diperbincangkan di

kalangan intelektual muslim. Dapat dimaklumi mengapa demikian, karena

terputusnya otoritas ifta’ yang melekat pada diri seorang Muhammad SAW tidak

dapat diwarisi oleh para sahabat, tabi’in alih-alih ulama dan generasi setelahnya.

Akan tetapi, jika dilihat dari sisi positifnya, kondisi demikian justru menjadi titik

balik munculnya era intelektual kreatif di kalangan umat islam karena

bagaimanapun semakin beragamnya problematika sosial harus direspon secara

cepat supaya tidak menimbulkan kebingungan di tengah-tengah umat.

Dalam ranah hukum islam, kemunculan era kreatif ini ditandai dengan

lahirnya mazhab-mazhab geografis dan individual, sebagai permulaan

terbentuknya mazhab fiqh yang berkembang sampai saat ini. Mazhab-mazhab

inilah yang menjadi motor bagi dinamika perkembangan hokum islam, dimana

peran mufti dan hakam dalam menyebarkan putusan-putusan hukum beserta

penjelasan metodologisnya kemudian dikompilasi dan menjadi rujukan bagi

masyarakat luas. Namun di balik itu semua, sebenarnya terjadi perdebatan sengit

di antara mereka terkait dengan metode yang digunakan dalam menemukan suatu

keputusan hukum (istinbath).

Medan perdebatan yang paling seru berada di seputar otoritas teks versus

nalar. Bagi kelompok ahli hadis (tekstualist), otoritas teks tidak bisa ditundukkan

oleh kecerdasan nalar manusia. Mereka lebih mengutamakan validitas sumber

1 Makalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013

2 Dosen Program Studi Perbankan Syari’ah STAI Mathali’ul Falah, Pati.

Page 2: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

2

hukum yang dalam pandangan mereka hanya bisa dijamin oleh teks yang orisinil

(al-qur’an dan al-Hadis). Posisi nalar hanya diperlukan sebagai penunjang bagi

teks ini. Pendapat demikian berseberangan dengan ahli ra’yu (rasionalist), dimana

mereka menempatkan nalar sejajar dengan (bahkan terkadang melampaui) otoritas

teks. Ketiadaan nash yang shahih dalam menghukumi suatu kasus dapat menjadi

faktor tunggal yang mengharuskan seorang jurist harus berani berijtihad dengan

kekuatan nalar yang sahih. Bertitik dari medan perdebatan tersebutlah lahir ilmu

ushul fiqh yang diyakini sebagai metode merumuskan hukum dalam Islam.

Sebagai sebuah metode, ushul fiqh mestinya dapat berlaku secara lentur dan

terbuka terhadap perubahan-perubahan sosial. Seperti itulah juga semestinya

watak “fiqh sosial” sebagai sebuah konsep baru bagi upaya kontekstualisasi

hukum Islam. Tulisan singkat ini akan memberikan sebuah model istinbath

hukum “eklektik-sosiologis yang dapat dikembangkan dalam fiqh sosial.

Kontribusi Penting Imam asy-Syafi’i

Menurut catatan para islamist, Imam asy-Syafii (150-204 H) adalah tokoh

yang paling berjasa dalam merumuskan metode istinbath hukum islam secara

sistematik melalui master piecenya, ar-Risalah. Dalam pandangan Louay Safi,

tujuan asy-Syafii menulis ar-Risalah adalah untuk mencegah semakin

merebaknya pembacaan arbitrer terhadap teks wahyu serta memperluas

penerapannya terhadap kasus-kasus baru yang tidak secara eksplisit dipaparkan

dalam sebuah nash. Asy-Syafii mengidentifikasi dua sumber pengetahuan utama

yang berkembang dalam peradaban islam; pertama, pegetahuan yang terdapat

dalam teks wahyu (nash), kedua, pengetahuan yang dihasilkan melalui metode

deduktif (istinbathi). Berdasarkan klasifikasi yang demikian, dalam ar-Risalahnya

asy-Syafii membagi prosedur ilmiah dalam dua bab, yaitu bayan (klarifikasi) dan

qiyas (analogi).

Dalam pandangan penulis, kedua prosedur tersebut bukan merupakan

pembedaan dalam menemukan suatu putusan hukum terhadap kasus yang dapat

Page 3: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

3

diterapkan secara terpisah, akan tetapi lebih merupakan tahapan logis yang mesti

ditempuh manakala suatu kasus hukum tidak dapat diselesaikan secara sederhana

melalui prosedur yang pertama. Selain itu pembagian di atas juga

mengindikasikan bahwa asy-Syafi’i masih meneguhi paradigma tekstual dalam

mendefinisikan peradaban (intelektual) islam. Menurut paradigma tekstual,

keberadaan teks liturgis menempati posisi pertama dalam membentuk peradaban

secara keseluruhan, tak terkecuali dalam masalah hukum.

Mengikuti logika stratifikasi norma hukum, teks liturgis disejajarkan dengan

norma dasar (al-qiyam al-asasiyah, grand norm) yang menjadi pijakan utama bagi

perumusan norma-norma di bawahnya. Selajutnya teks liturgis inilah yang harus

dianalisis dengan menggunakan seperangkat teknik analisis (qowaid dan

dhowabith) agar menghasilkan norma praksis dalam bentuk putusan hukum (al-

ahkamath-tathbiqiyyah) atas kasus-kasus tertentu.

Nampaknya asy-Syafi’i menaruh perhatian utama terhadap bagaimana

menyiapkan seperangkat teknik analisis teks liturgis secara logis.Bagi asy-Syafi’i

teks-teks liturgis terutama al-Quran tidaklah seragam. Sebagian dapat dipahami

secara tekstual tanpa memerlukan keberadaan qarinah (petanda) eksternal, tetapi

ada juga sebagian teks yang ambigu dan memerlukan petanda eksternal agar

Al-qiyam al-asasiyah Teks liturgis

Al-qawaid, ad-dhawabith

Al-ahkam at-tathbiqiyah Al-ahkam at-tathbiqiyah

Al-qiyam wasathiyah

Page 4: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

4

mendapatkan pemahaman yang jelas terhadapnya. Petanda-petanda eksternal ini

menurut asy-Syafi’i dapat diperoleh dari kajian intensif terhadap as-sunnah

(karena memang memiliki fungsi lit-tafsir, lil-bayan terhadap al-Quran) dan

melihat aturan-aturan bahasa Arab.

Meskipun tidak membuat tipologi eksplisit, asy-Syafi’i mengklasifikasi

tingkat kejelasan teks menjadi tiga, yaitu: bayyin atau mubayyan yaitu teks yang

jelas, zahir atau statement yang jelas dengan dirinya sendiri dan tidak

membutuhkan petanda eksternal akan tetapi masih memiliki ambiguitas tertentu

sehingga membuka peluang lebih dari satu interpretasi, serta mujmal yaitu teks

yang membutuhkan petanda eksternal untuk memahami kejelasannya.

Klasifikasi tingkat kejelasan teks menurut asy-Syafi’i di atas selanjutnya

dikembangkan oleh para pengikutnya yang tergabung dalam mazhab

mutakallimun. Dalam klasifikasi mereka, teks dibedakan berdasarkan tingkat

kejelasannya ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok mutasyabih dan kelompok

muhkam. Kelompok teks yang terakhir dibedakan lagi menjadi tiga macam, yaitu:

mujmal, zahir dan mubayyan. Teks-teks zahir mencakup musykil dan khafi,

sedangkan mubayyan terdiri atas mufassar dan nass.

Klasifikasi serupa tetapi lebih rinci dikemukakan oleh asy-Syarakhsyi dari

kalangan Hanafiyah (fuqaha) yang membedakan tingkat kejelasan teks ke dalam

delapan tingkat.Empat dari delapan tingkat tersebut dikelompokkan ke dalam teks

yang memiliki penunjukan jelas(wahid ad-dilalah), yaitu zahir, nass, mufassar

dan muhkam.Sementara keempat sisanya dimasukkan ke dalam kelompok teks

yang memiliki penunjukan yang ambigu (gairu wadih ad-dilalah), mencakup

khafi, musykil, mujmal, dan mutasyabih.

Page 5: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

5

FUQAHA’ (Hanafiyah) MUTAKALLIMUN (Syafi’iyah)Klasifikasi Definisi Klasifikasi Definisi

Ibarah (ekspresif)

Makna yang diperoleh dari manthuq dan dimaksudkan

oleh tanda makna literal

Mantuq

Manthuq sharih

(diungkapkan secar

eksplisit)

Makna yg diperoleh dg mudah

Isyarah (indikatif)

Makna yang diinferensikan dari ungkapan

sekalipun tidak

diungkapkan/ dimaksudkan

dengan eksplisit

Mantuq ghairu sharih

Dalalah isyarah

Makna yg diinferensikan dr

teks sekalipun tidak dinyatakan scr

eksplisit

Nass (tekstual)

Makna yang diperoleh dari

kontekstur tapi tidak dari ungkapan teks

Dilalah Ima’

Mengaitkan antara yg terdapat dalam

ungkapan dg illatnya

Iqtidha (implisit)

Makna yg diperoleh dr

teks, tp hanya setelah

memasukkan terma2 yg meskipun

diasumsikan oleh tanda, namun ia diabaikan (leftout)

Dalalah Iqtidha

Makna yg diperoleh dr teks tapi setelah

mengembalikan terma2 yg

diabaikan, meskipun terma2 itu

keberadaannya diandaikan

Mafhum (makna yg

ditunjukkan melalui

kontekstur)

Mafhum muwafaqah

Makna yg implicit teks ketika adanya

ketegasan makna yg diungkapkan

Mafhum mukhalafah

Makna implicit teks ketika tdk ada

makna yg diungkapkan

Page 6: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

6

BAYAN (KEJELASAN) DALALAH NASS

1. Mazhab Fuqaha (Hanafiyah)

Tipe Referensi (Dalalah)

Hub. antara Makna dan

Nass

Makna yg diperoleh dari Nass

Makna yg diperoleh dr

konteks

Makna yg dimaksudkan

oleh tanda

IbarahDenotasi

adequasiYa Tidak Ya

Isyarah Inheren Ya Tidak Tidak

Nass Inheren Tidak Ya Ya

Iqtidha Inheren Tidak Ya Ya

2. Mazhab Mutakallimun (Syafi’iyah)

Tipe Referensi (Dalalah)

Hub. antara Makna dan

Nass

Makna yg diperoleh dari Nass

Makna yg diperoleh dr

konteks

Makna yg dimaksudkan

oleh tanda

Mantuq sharih Denotasi adequasi Ya Tidak Ya

Iqtidha Inheren Ya Tidak YaIma’ Inheren Ya Tidak Ya

Isyarah Inheren Ya Tidak YaMafhum

muwafaqah Inheren Tidak Ya Ya

Mafhum mukhalafah Inheren Tidak Ya Tidak

Dalam konteks model istinbathhukumislam, perhatian asy-Syafi’i maupun

generasi setelahnya dari kalangan fuqaha maupun mutakallimun secara berlebihan

terhadap otoritas teks, seakan menunjukkan bahwa aspek sosiologis dari

berlakunya suatu putusan hukum islam kurang begitu diperhitungkan. Faktanya

perdebatan hukum yang terekam dalam karya-karya fiqh hanya berhenti pada

mengadu ketajaman analisis teks yang menjadi rujukannya.Kalaupun ada

ketersinggungan aspek sosiologis lebih banyak berupa analogi wacana dan tidak

empiris. Pertanyaannya, bagaimana jika kerangka metodologis para fuqaha dan

mutakallimun ini akan dipakai untuk merumuskan episteme Fiqh Sosial?

Page 7: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

7

Penting dicatat bahwa asy-Syaf’ii secara ketat membatasi metode

kontekstualisasi nash melalui metode qiyas (analogi), sementara dalam pandangan

asy-Syafi’i qiyas hanya bisa dilakukan jika masalikul illahnya ditunjukkan secara

eksplisit oleh teks itu sendiri. Artinya bahwa analogi yang dikemukakan asy-

Syafi’i lagi-lagi kembali pada kondisi kejelasan teks sebagaimana dijelaskan di

atas.

Oleh karena itu, penulis mengajukan suatu tawaran untuk menggunakan

hierarki atau stratifikasi normahukum di atas dengan menempatkan metode

istinbath hukum asy-Syafi’i pada norma tengah dan menjadi teknik untuk

mengurai kondisi internal teks. Setelah itu, pada sisi kanan pada norma tengah ini

diperlukan kontekstualisasi sosiologis suatu kasus hukum dengan memasukkan

metode sosiologi hukum sehingga menghasilkan suatu putusan hukum yang

kontekstual. Hal ini dapat dilihat dalam dua contoh dalam merumuskan fatwa

hukum di bawah ini:

Contoh 1: perumusan fatwa tentang penyitaan jaminan di perbankan syari’ah

Langkah I: Formulasi Masalah

Penyitaan jaminan:

1. Kasus penyitaan jaminan terjadi pada nasabah pembiayaan

2. Penyitaan jaminan dilakukan jika ada pelanggaran nasabah berupa

penundaan pembayaran hutang (pembiayaan)

3. Penundaan pembayaran hutang dapat dibedakan menjadi dua: a) karena

uzur syar’i, b) karena kesengajaan/kelalaian nasabah

Langkah II: Formulasi Fatwa

1. analisis adillah

Ayat:

األموال من لتأكلوافريقا الحكام الى بها لوا وتد بالباطل بينكم أموالكم كلوا تأ ال و

: البقرة ( تعلمون أنتم و باالٍثم )188الناس

Page 8: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

8

Hadis:

والمسلمون - حراما أحل او حالال حرم صلحا إال المسلمين بين ئز جا الصلح

حراما أحل او حالال حرم شرطا إال شروطهم علىظلم - الغني مطلضرار - وال ضرر الوعقبته - عرضه يحل الواجد لي

Kaidah-kaidah:

يزال الضرر2. Analisis aqwal

a. Musthafa Anas Zarqa: berpendapat bahwa ‘orang berhutang yang

menunda-nunda pembayaran karena kelalaian dapat dikenai sanksi’.

Dasar hukumnya:

بالعقود ..........(- أوفوا أمنوا الذين )1يأيها

الؤمنون ( :- راعون وعهدهم ألمنتهم هم )8والذين

تحكموا - أن الناس بين حكمتم وإذا أهلها إلى األمنت تؤدا أن يأمركم إنالله

)58بالعدل......(

تعلمون - كنتم إن خيرلكم قوا تصد وأن ميسرة الى فنظرة عسرة ذو كان وإن

)280(

Menurut jumhurfuqaha’ , kata al-mal juga mencakup manfaatnya. Dengan

demikian apabila menghalangi orang lain untuk memanfaatkan hartanya

tanpa hak dan tidak ada alasan syar’i, termasuk memakan harta orang lain

dengan cara batil.

- Zarqa menganalogikan orang yang memanfaatkan uang pinjaman

(pembiayaan) tetapi tidak segera membayarnya setelah jatuh tempo, tetapi

tidak segera dikembalikan, seperti hukum gasb ( (الغصب, alasannya:

Pertama, perbuatan menunda pembayaran (bagi orang yang mampu)

termasuk kezoliman seperti dalam nas di atas.

Kedua, penundaan hutang pada dasarnya merupakan tanggungan

sebagaimana dalam gasb.

Page 9: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

Sanksi berupa kewajiban membayar ganti rugi (genus)

Menghalangi pemilik dlm memanfaatkan hartanya (genus ilah)

Menggunakan barang orang lain tanpa ijin selama waktu tertentu

Mengganti lamanya waktu gasb dg membayar ujrah pada pemilik barang

Kasus 1 (gasb): al-asl

Menunda2 pembayaran dg sengaja

Kasus 2: al-far’

Menanggung manfaat (keuntungan) dari hutang selama masa ghasb.

9

Analogi ini berarti memberi hukuman bagi orang yang menunda

pembayaran karena kelalaian boleh, karena keduanya sama-sama

merugikan orang lain.

- Syarat-syarat penerapan sanksi (penyitaan jaminan):

1. Nasabah tidak mempunyai uzur syar’i

2. Harus ada perhitungan hutang dengan nilai jaminan

3. Penyitaan dilakukan jika minimal sudah 3x angsuran

4. Tidak ada penambahan dari pokok hutang

5. Jika dalam perbankan menetapkan syarat denda bagi nasabah mampu

yang menunda pembayaran, tidak boleh melebihi 10%

6. Dana yang diperoleh dari denda dialokasikan untuk dana sosial (tidak

boleh untuk modal bisnis)

Konklusi hukum:

Page 10: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

10

- Penyitaan jaminan boleh dilakukan hanya terhadap nasabah yang mampu dan sengaja menunda-nunda pembayaran; tidak ada uzur syar’i dan tidak disertai tambahan bunga

Contoh 2: perumusan fatwa bai’ istishna

Definisi: akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustasni) dan penjual (pembuat, sani).

Dasar hukum:

1. Hadisوالمسلمون - حراما أحل او حالال حرم صلحا إال المسلمين بين ئز جا الصلح

عوف ( ) بن عمر عن حراما أحل او حالال حرم شرطا إال شروطهم علىالخذري ( )- سعيد أبي و وغيرهما قطنى والدار ماجه ابن رواه ضرار وال ضرر ال

2. Kaidah fiqh

تحريمها علي دليل يدل أن إال اإلباحة مالت المعا في األصل

Keputusan fatwa:

Pertama: keuntungan tentang pembayaran

1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat

2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang

Kedua: ketentuan tentang barang

1. Harus jelas ciri-cirinya dan harus dapat diakui sebagai utang2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya3. Penyerahan dilakukan kemudian4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan5. Pembeli (mustasni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya6. Tidak boleh enukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan7. Dalam hal terjadi cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,

pemesan memiliki hak khiyar untuk melanjutkan atau membatalkan akad

Page 11: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

11

Ketiga: ketentuan lain

1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat

2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’

3. Jika satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Analisis

Istishna’ di perbankan syari’ah:

Definisi: transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan;

Istishna’ paralel adalah istishna’ yang barangnya hendak dijual lagi oleh bank kepada nasabah lain berdasar syarat-syarat yang disepakati bersama oleh bank, nasabah pertama selaku produsen dan penjual pertama dan nasabah terakhir selaku pembeli.

Mekanisme:

1. Bank bertindak baik sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi istishna’ dengan nasabah

2. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank

Page 12: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

12

Alur Transaksi Istishna’ di Perbankan Syari’ah

Catatan:

-biasanya dalam kontrak istishna yang diajukan perbankan terdapat klausul sebagai berikut:

“Biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan pembuatan perjanjian ini, seperti biaya notaris, meterai dan lain-lain sejenisnya terlah disepakati oleh kedua belah pihak sepenuhnya menjadi beban pihak kedua atau nasabah”.

Analisis Bayani:

على والمسلمون حراما أحل او حالال حرم صلحا إال المسلمين بين ئز جا الصلح

عوف ( ) بن عمر عن حراما أحل او حالال حرم شرطا إال شروطهم

- Dalam hadis ini tidak ada “qarinah” yang berkaitan dengan transaksi

istishna’ sama sekali

- Redaksi hadis ini bersifat umum, menjelaskan tentang kebolehan membuat

kesepakatan transaksi antar umat islam selama tidak bertentangan dengan

syari’ah

Page 13: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

13

الخذري ( ) سعيد أبي و وغيرهما قطنى والدار ماجه ابن رواه ضرار وال ضرر ال

- Redaksi hadis ini juga tidak berkaitan secara langsung dengan istishna’

Catatan:

- Jika istishna’ dianalogikan sebagai salah satu jenis transaksi jual beli

(bai’), mestinya mengutip ayat dan hadis jual-beli, kemudian dijelaskan

kesamaan ciri-ciri antara keduanya.

الفور يقضى ال العقد في األصل

Analisis ta’lil:

Kutipan pendapat ulama:

1. Dilarang/Haram

Argumen: istishna’ adalah akad yang tidak benar alias batil dalam syariat

islam. Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali dan Zufar

salah seorang tokoh mazhab Hambali. Ulama mazhab Hambali melarang akad

ini berdalilkan dengan hadis Hakim bin Hizam Radiallahu‘Anhu:

“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (Riwayat

Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, at-Tirmizi, Ibnu Majah, as-Syafi’i, Ibnu

Jarud, ad-Daru Qutni, al-Baihaqi, 8/519 dan Ibnu Hazem)

Pada akad istishna’, pihak kedua (produsen telah menjual barang yang

belum ia miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkanpersyaratan

akad salam. Dengan demikian, akad ini tercakup oleh larangan dalam hadits

di atas. (AlFuru’ oleh Ibnu Muflih 14/18 &Al Bahrur Raa’iq oleh Ibnu

Nujaim 6/185).

Sebagaimana mereka juga beralasan: hakikat istishna’ ialah menyewa jasa

produsen agar ia mengolah barang miliknya dengan upah yang disepakati.

(Fathul Qadir oleh Ibnu Humam 7/114)

Page 14: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

14

2. Boleh/ Halal, Jenis dan Akad Salam

Argumen: istishna’ adalah salah satu bentuk akad salam, dengan demikian

akad ini bolehdijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan akad

salam. Dan bila tidak memenuhi persyaratan salam, maka tidak dibenarkan

alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam mazhab Maliki & Syafi’i.

Ulama yang berfatwa dengan pendapat ini berdalilkan dengan dalil-dalil yang

berkaitan dengan akad salam.

- Bila pihak I (pemesan) tidak mendatangkan bahan baku, maka

berbagai persyaratan salam harus dipenuhi

Salam

Nash: hadis ttg salam/salaf (asl)

Istishna’

- Membeli (pesan) barang kpd pembuat dg spesifikasi tertentu

- Pembayaran di muka- Barang dibuatkan olh

shani’ (dianggap blm ada)- Ada khiyar

HalalHaram

Nas:Janganlah kau menjual barang yg tidak ada di tanganmu

- Membeli (pesan) barang kpd pembuat dg spesifikasi tertentu

- Pembayaran di muka- Barang dibelikan oleh al

muslam ‘alaih dari pasar (sudah ada)

- Ada khiyar

Masalikul illah

Tidak ada nash: far’

Page 15: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

15

- Bila pihak I (pemesan) mendatangkan bahan baku, maka yang terjadi

adalah jual/sewa jasa dan bukan salam, maka berbagai persyaratan pada

akad sewa jasa harus dipenuhi, di antaranya yang berkaitan dengan tempo

pengerjaan, dan jumlah upah.

3. Boleh/ Halal, sebagai Akad yang Mandiri

Argumen: istishna’ adalah akad yang benar dan halal, ini adalah pendapat

kebanyakan ulama penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan ulama ahli fiqh

zaman sekarang (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/138, Fathul Qadir oleh Ibnu

Humam 7/114, dan Al Bahrur Raa’iq oleh Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al

AuraaqAl Maaliyah Baina As Sayari’ah Al Islamiyyah wa An Nuzum Al

Wad’iyyah oleh Dr. Khursyid Asyraf Iqbal 448)

Istishlahi:

Istishna’ memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi bank: Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka

menyediakan barang yang diperlukan oleh nasabah

2. Bagi nasabah : Memperoleh barang yang dibutuhkan (nasabah) sesuai

spesifikasi tertentu.

3. Bagi produsen atau rekanan: mendapatkan order dengan harga yang

kompetitif.

Contoh-contoh di atas menjelaskan mekanisme istinbath hukum secara

kontekstual dalam kasus mu’amalah kontemporer. Dengan melibatkan tiga level analisis

(bayani, ta’lili dan istislahi), putusan hukum dapat diperoleh secara menyeluruh dan tidak

hanya menekankan pada salah satu aspek saja. Dengan demikian, keabsahan putusan

hukum dapat dipertanggungjawabkan dari aspek nushus, rasionalitas maupun

Transaksi:Pemesan tdk mendatangkan bahan baku –mengikuti ketentuan salam: halal

Transaksi:Pemesan mendatangkan bahan baku –megikuti akad sewa jasa (ijarah): halal

Page 16: staimafa.files.wordpress.com€¦  · Web viewMakalah disampaikan dalam forum diskusi rutin Kamisan Fiqh Sosial Institute STAIMAFA Pati, Kamis, 4 April 2013. Oleh: A. Dimyati, M.Ag

16

maslahahnya. Model seperti ini sejalan dengan cita-cita besar fiqh sosial yang bertujuan

membumikan fiqh sebagai jawaban hukum atas problem sosial yang semakin kompleks.

Penutup

Sebagai upaya kontekstualisasi ajaran-ajaran Islam di bidang hukum, fiqh

sosial meretas kekakuan fiqh yang selama ini banyak digugat oleh sebagian

masyarakat. Dikatakan kontekstualisasi karena fiqh sosial tidak terkungkung

dalam keterbatasan otoritas teks, tetapi juga mempertimbangkan rasionalitas

hukum serta aspek kemaslahatan yang ditimbulkan. Karakter fiqh sosial yang

demikian mengharuskan adanya model istinbath hukum yang mampu memenuhi

unsur-unsur tersebut (teks, rasionalitas, manfaat/ maslahah). Oleh karena itu,

model istinbath hukum eklektik-sosiologis yang membagi istinbath pada tiga level

(norma atas, tengah dan hukum praksis) layak untuk dikembangkan. Model ini

menjadikan produk hukum yang dihasilkan memiliki validitas metode maupun

kontekstual dengan berbagai perubahan yang ada pada masalah-masalah furu’

‘ashriyyah.