universitas muria kudus semai (seminar masyarakat ilmiah...
TRANSCRIPT
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ i
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ ii
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ iii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
SEMINAR MASYARAKAT ILMIAH (SEMAI) 2018 “MENGUNGKAP KEBENARAN MELALUI LINGUISTIK FORENSIK”
Rektorat Lantai IV UMK, 25 APRIL 2018
DISELENGGARAKAN OLEH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FKIP UNIVERSITAS MURIA KUDUS
BADAN PENERBIT
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2018
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ iv
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
SEMINAR MASYARAKAT ILMIAH (SEMAI) 2018
“MENGUNGKAP KEBENARAN MELALUI LINGUISTIK FORENSIK”
Susunan Panitia:
Pelindung : Rektor Universitas Muria Kudus
Penasihat : Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Penanggung jawab : Mila Roysa, M.Pd.
Ketua : Ristiyani, M.Pd
Sekretaris : Eko Widianto, M. Pd.
Bendahara : Muhammad Noor Ahsin, M. Pd.
Seksi Acara : Drs. Moh Kanzunnudin, M. Pd.
Seksi Perlengkapan : Irfai Fathurrahman, M. Pd.
Reviewer:
Drs. Moh. Kanzunnudin, M. Pd.
Editor:
Ristiyani, S.Pd., M.Pd.
Eko Widianto, S.Pd., M.Pd.
Desain Cover:
Eko Widianto
Desain Layout :
Muhammad Noor Ahsin
BADAN PENERBIT
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2018
ISBN 978-602-1180-71-6
Alamat: Gondangmanis PO.BOX 53 Bae Kudus 59342
Telp. 0291 438229 Fax. 0291437198
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, serta dengan izin-Nya
Seminar Mayarakat Ilmiah (SEMAI) tahun 2018 oleh program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Muria Kudus dalam tajuk “Mengungkap
Kebenaran melalui Linguistik Forensik”, dapat terlaksana dengan baik dan prosiding ini
dapat diterbitkan.
Melihat situasi mutakhir saat ini, perkembangan kajian ilmu bahasa
menunjukkan kemajuan sangat signifikan. Ilmu bahasa saat ini tidak sebatas hanya
mengkaji ilmu bahasa itu sendiri, melainkan sudah memiliki peran besar dalam
menyelesaikan problematika sosial. Salah satunya adalah kajian bahasa dalam bidang
linguistik forensik. Hal tersebut perlu disambut untuk dirayakan dengan melakukan
pertemuan ilmiah seperti SEMAI 2018 ini.
Tema “Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” tersebut dipilih
dengan alasan untuk memberikan perhatian masyarakat ilmiah tentang pentingnya
mengetahui peran linguistik forensik dalam pembuktian kebenaran hukum di
Indonesia. Mengingat, saat ini antara benar dan salah sangat tipis perbedaannya. Hal
lain yang mendasari SEMAI 2018 ini adalah perlunya wadah untuk masyarakat ilmiah
mendesiminasikan dan mempublikasikan penelitian secara luas, guna dapat diakses
oleh masyarakat yang membutuhkan, maka SEMAI 2018 ini layak untuk dilaksanakan.
Selain sebagai tempat mempresentasikan penelitiannya, juga sebagai tempat bertukar
informasi dan mengembangkan kerja sama.
SEMAI 2018 ini diikuti oleh peneliti-peneliti dari berbagai bidang ilmu dari
seluruh Indonesia, yang telah membahas berbagai bidang kajian seperti bidang bahasa,
bidang sastra, bidang hukum, bidang pembelajaran bahasa, sastra, dan inovasinya,
bidang sosial, bidang politik, dan bidang kearifan lokal dalam rangka memberikan
pemikiran dan solusi untuk memperkuat peran Indonesia dalam menghadapi
perkembangan global.
Akhir kata, semoga SEMAI tahun depan akan terlaksana dengan baik dan akan
selalu memiliki peran positif terhadap perkembangan kajian ilmu bahasa dan sastra di
Indonesia.
Kudus, April 2018.
Tim Editor
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ vi
DAFTAR ISI
HAL HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vi
PEMATERI UTAMA
1 Prof. Bambang Kaswanti Purwo
LINGUISTIK FORENSIK 1
2 Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum.
MENGENAL LINGUISTIK FORENSIK: LENTERA DALAM DUNIA HUKUM KITA
3
PEMAKALAH PENDAMPING NO NAMA JUDUL ARTIKEL
1 Anandha PATMI: WOMEN STRUGGLE ON HEGEMONY VORTEX
19
2 Agnes Adhani dan Yovina Putri Pamungkas
KEKERASAN VERBAL TERHADAP PEREMPUAN DALAM MEDIA SOSIAL
24
3 Basuki Sarwo Edi ELEGANSI SIKAP TOKOH DALAM NOVEL MERPATI BIRU KARYA ACHMAD MUNIF
32
4 Edy Prihantoro dan Tri Wahyu Retno Ningsih
DIGITAL FORENSIK DALAM SIARAN VARIETY- SHOW DI TELEVISI
44
5 Eko Widianto
MARGINALISASI POSISI SETYA NOVANTO DALAM KASUS PENCATUTAN NAMA PRESIDEN DI KOMPAS TV: ANALISIS WACANA KRITIS PERSPEKTIF FOUCAULT
54
6 Fahrudin Eko Hardiyanto
BAHASA PENCITRAAN PADA IKLAN POLITIK PILKADA JAWA TENGAH
64
7 Fithriyah Inda Nur Abida
PROGRAM BIPA DALAM MENUNJANG INTERNASIONALISASI
71
8 Hestiyana KLASIFIKASI SATUAN LINGUAL LEKSIKON DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU DAYAK HALONG
75
9
I Putu Gede Sutrisna, I Ketut Alit Adianta, dan Nyoman Dharma Wisnawa
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (MPjBL)TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KINERJA ILMIAH MAHASISWA DALAM MATA AJAR KOMUNIKASI KEPERAWATAN
81
10 Kadek Wirahyuni PERMAINAN “ULAR TANGGA” DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
92
11 M. Noor Ahsin PERAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK
97
12 Nia Royani GAYA BAHASA DALAM LIRIK LAGU BUKA MATA BUKA TELINGA KARYA SHEILA ON 7
103
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ vii
13 Ristiyani dan Savitri Wanabuliandari
PEMBELAJARAN BERBASIS HYPNOMATHEMATICS UNTUK GURU SEKOLAH DASAR
108
14 Tri Wahyu Retno Ningsih dan Debyo Saptono
PENGUJIAN LEGALITAS UJARAN MENGUNAKAN PENDEKATAN FONETIK AKUSTIK DAN LINGUISTIK FORENSIK
114
15 Wenny Wijayanti dan Natalia Desi Subekti
KESANTUNAN BERBAHASA PADA JUDUL BERITA KASUS KORUPSI DI MEDIA SOSIAL
127
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 75
KLASIFIKASI SATUAN LINGUAL LEKSIKON
DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU DAYAK HALONG
Hestiyana
Balai Bahasa Kalimantan Selatan
Pos-el: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya keunikan dalam adat perkawinan suku
Dayak Halong. Pada masyarakat adat Dayak Halong terdapat beberapa
kategori perkawinan, yakni Jampi Pa’ung, Jampi Barondayan, Jampi
Barabutan, Jampi Kataguran, Jampi Ha Lehung, dan Jampi Huang Wuwuu.
Penelitian ini menganalisis klasifikasi satuan lingual leksikon dalam adat
perkawinan suku Dayak Halong. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan klasifikasi satuan lingual leksikon dalam adat perkawinan
suku Dayak Halong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnosemantik. Data penelitian
berupa satuan lingual leksikon dalam adat perkawinan suku Dayak Halong
yang diperoleh dari informan di Kabupaten Balangan. Dalam penelitian ini
dilakukan tiga langkah kerja, yaitu: tahap penyediaan data, tahap analisis data,
dan tahap penyajian hasil analisis data. Penyediaan data dalam penelitian ini
menggunakan metode simak, metode cakap, dan wawancara. Dalam
penganalisisan data dilakukan dengan menggunakan metode padan, yakni
untuk mengetahui keseluruhan klasifikasi satuan lingual leksikon dalam adat
perkawinan suku Dayak Halong. Penyajian hasil analisis data menggunakan
metode penyajian informal dengan memaparkan hasil analisis data dalam
bentuk kata-kata dan berbentuk uraian kalimat. Dari hasil penelitian
ditemukan 44 leksikon, meliputi: (1) leksikon dalam kategori kata
monomorfemis berjumlah 28 data; (2) leksikon dalam kategori kata
polimorfemis berjumlah 2 data; dan (3) leksikon dalam kategori frase
berjumlah 14 data.
Kata kunci: satuan lingual, leksikon, adat perkawinan.
I. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu wujud
kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaaan
tidak hanya mencakup bahasa saja, tetapi
mencakup juga sistem mata pencaharian,
peralatan hidup, religi atau kepercayaan
serta perkawinan.
Suku Dayak Halong memiliki
kebudayaan tersendiri yang unik. Hal ini
tampak dari terdapatnya beberapa
kategori perkawinan. Nabiring (2015: 46)
mengatakan bahwa menurut kearifan
tradisi warisan leluhur Dayak Halong
Balangan, perkawinan sesungguhnya
merupakan hal amat terpuji dan luhur
dalam kehidupan berkeluarga.
Kesepakatan antara laki-laki dan
perempuan yang akan hidup berkeluarga,
niscaya diikat dan diteguhkan dalam suatu
perkawinan sesuai dengan aturan hukum
adat yang berlaku.
Suku Dayak Halong disebut juga
suku Dayak Balangan. Hal ini seperti
yang diungkapkan Nabiring (2013: 16)
bahwa suku Dayak Balangan lazim juga
disebut Dayak Halong yang komunitas
etniknya bermukim di wilayah
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 76
Pegunungan Meratus. Kawasan
pemukiman suku Dayak Balangan
tersebar di tiga puluh lima kampung di
wilayah Kabupaten Balangan, Provinsi
Kalimantan Selatan. Nama Kecamatan
Halong menjadi identitas nama suku bagi
suku Dayak Balangan.
Halong merupakan daerah unik
yang mencerminkan kehidupan
masyarakat berazas Pancasila. Ada lima
agama dan aliran kepercayaan yang hidup
berdampingan secara damai, yaitu Islam,
Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan
Kepercayaan Kaharingan atau agama
leluhur (Hartatik, 2017: 21).
Adanya keunikan itulah yang
melatarbelakangi penelitian klasifikasi
satuan lingual dalam adat perkawinan
suku Dayak Halong. Dari kehidupan
masyarakat dan kategori beberapa
perkawinan suku Dayak Halong tentunya
akan memunculkan fenomena-fenomena
kebahasaan, seperti pemakaian leksikon.
Bahasa Halong itu sendiri
dituturkan oleh suku Dayak Halong yang
berada di Kabupaten Balangan,
Kalimantan Selatan. Yayuk (2017: 293)
menyatakan jumlah penutur bahasa
Halong lebih dari 500 jiwa. Penggunaan
bahasa Halong dilakukan di rumah dan
masyarakat.
Dalam studi pustaka, penelitian
yang terkait dengan leksikon dengan
objek kajian di Kalimantan Selatan, antara
lain yang berjudul Leksikon dalam
Tuturan Mantra Panawar (Kajian
Etnomedisin sebagai Alternatif
Pengobatan Tradisional Masyarakat
Banjar oleh Hestiyana (2017). Kemudian,
penelitian yang berjudul Konsep Ilmu
Pengetahuan Lokal dalam Leksikon
Penanda Waktu Bahasa Banjar: Kajian
Antropolinguistik di Kampung
Limamamar Kecamatan Astambul,
Kabupaten Banjar oleh Jahdiah (2017).
Hestiyana (2017) dalam
penelitiannya menemukan deskripsi dan
klasifikasi leksikon yang terdiri dari
leksikon berdasarkan bahan pengobatan
tradisional, alat pengobatan, dan kegiatan
pengobatan. Sementara itu, pada mantra
terdapat makna bahwa penyakit yang
datang berasal dari roh jahat seperti setan
atau jin, obat yang ditawari dengan
mantra atau doa digunakan dalam proses
penyembuhan dan penyakit dapat
disembuhkan atas izin Allah melalui
keberkatan kalimat syahadat
Lailahailallah.
Selanjutnya, Jahdiah (2017)
menemukan ada 13 leksikon penanda
waktu dalam bahasa Banjar. Dari segi
fungsi leksikon terdapat 2 fungsi leksikon
waktu dalam bahasa Banjar. Masing-
masing leksikon waktu tersebut
mempunyai kearifan lokal yang ada
dalam masyarakat Kampung Limamar,
yakni kearifan lokal yang berhubungan
manusia sebagai makhluk Tuhan dan
kearifan lokal yang berhubungan dengan
manusia sebagai makhluk sosial.
Berbeda dengan penelitian yang
pernah dilakukan Hestiyana (2017) dan
Jahdiah (2017), penelitian ini
memfokuskan pada kajian klasifikasi
satuan lingual leksikon dalam adat
perkawinan suku Dayak Halong.
Penelitian mengenai suku Dayak Halong,
terutama dari aspek kebahasaan masih
jarang ditemukan.
Berdasarkan uraian di atas fokus
penelitian ini adalah bagaimana
klasifikasi satuan lingual dalam adat
perkawinan suku Dayak Halong? Adapun
tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan klasifikasi satuan lingual
leksikon dalam adat perkawinan suku
Dayak Halong.
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat secara teoritis dan
praktis. Manfaat teoritis, penelitian ini
dapat dijadikan bahan referensi untuk
melakukan penelitian sejenis ataupun
penelitian lanjutan. Secara praktis,
penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mengenai kategori-
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 77
kategori perkawinan suku Dayak Halong,
khususnya pemakaian leksikon. Penelitian
ini juga dapat menambah perbendaharaan
KBBI. Di samping itu, hasil penelitian ini
merupakan wujud pelestarian identitas
lokal yang berkaitan dengan bahasa dan
kebudayaan.
II. KAJIAN PUSTAKA
Chaer (2007: 5) mengatakan bahwa istilah
leksikon berasal dari kata Yunani kuno
lexicon yang berarti ‘kata’, ‘ucapan’, atau
acara berbicara’. Kata leksikon seperti ini
sekerabat dengan kata leksem,
leksikografi, leksikograf, leksikal.
Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah
terbaru yang muncul ketika kita sedang
giat-giatnya mencari kata atau istilah
tidak berbau Barat. Satuan leksikon
adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa
yang bermakna. Kalau leksikon
disamakan dengan kosa kata atau
pembendaharaan kata, maka leksem dapat
disebut sama dengan kata.
Poerwadarminta (dalam Suhenda,
2014: 300) menyatakan bahwa leksikon
adalah perkataan yang khusus
mengandung arti tertentu di lingkungan
ilmu pengetahuan, pekerjaan atau
kesenian. Leksikon merupakan (1) daftar
istilah, daftar kata, glosari, khazanah kata,
kosakata, perbendaharaan kata; (2)
bausastra, kamus, kitab logat, tesaurus,
vokabuler (Tim Redaksi, 2009: 343).
Hal serupa juga dikemukakan
Kridalaksana (2011: 142) bahwa leksikon,
yaitu: (1) komponen bahasa yang memuat
semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam bahasa; (2)
kekayaan kata yang dimiliki seorang
pembicara, penulis, atau suatu bahasa;
kosakata; perbendaharaan kata; (3) daftar
kata yang disusun seperti kamus, tetapi
dengan penjelasan yang singkat dan
praktis.
Dengan demikian, leksikon
merupakan kekayaan kata yang terdapat
dalam suatu bahasa serta komponen
bahasa yang memiliki makna dan
pemakaian kata dalam bahasa.
III. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif kualitatif
dengan pendekatan etnosemantik.
Djajasudarma (2010: 14) menyatakan
penelitian kualitatif deskriptif
menekankan kualitas data (bukan angka-
angka) dengan ciri-ciri alami. Hal yang
sama juga dikemukakan Mahsun (2013:
233) bahwa penelitian deskriptif fokusnya
pada penunjukkan makna, deskripsi,
penjernihan, dan penempatan data pada
konteksnya masing-masing dan data
tersebut dalam bentuk kata-kata.
Data penelitian ini berupa satuan
lingual leksikon dalam adat perkawinan
suku Dayak Halong yang diperoleh dari
informan di Kabupaten Balangan. Dalam
penelitian ini dilakukan tiga langkah
kerja, yaitu: tahap penyediaan data, tahap
analisis data, dan tahap penyajian hasil
analisis data.
Penyediaan data dalam penelitian
ini menggunakan metode simak, metode
cakap, dan wawancara. Dalam
penganalisisan data dilakukan dengan
menggunakan metode padan, yakni untuk
mengetahui keseluruhan klasifikasi satuan
lingual leksikon dalam adat perkawinan
suku Dayak Halong. Penyajian hasil
analisis data menggunakan metode
penyajian informal dengan memaparkan
hasil analisis data dalam bentuk kata-kata
dan berbentuk uraian kalimat.
IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Masyarakat adat Dayak Halong memiliki
beberapa kategori perkawinan, yakni
Jampi Pa’ung, Jampi Barondayan, Jampi
Barabutan, Jampi Kataguran, Jampi Ha
Lehung, dan Jampi Huang Wuwuu.
Berikut penjelasan mengenai kategori
perkawinan tersebut.
1. Perkawinan Jampi Pa’ung
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 78
Perkawinan jampi pa’ung
merupakan perkawinan melalui proses
pertunangan, yakni keluarga laki-laki
menemui orang tua perempuan untuk
menyampaikan keinginan melamar
anaknya. Kemudian, pihak keluarga
perempuan meminta waktu untuk
musyawarah dengan keluarga besarnya.
Setelah pihak keluarga perempuan
menerima lamaran selanjutnya diadakan
penetapan tanggal pelaksanaan
perkawinan. Jampi pa’ung juga disebut
perkawinan dasar yang dianggap paling
mulia dibandingkan kategori perkawinan
lainnya. Hal ini disebabkan adanya proses
peminangan secara adat.
2. Perkawinan Jampi Barondayan
Perkawinan jampi barondayan
merupakan perkawinan yang dilakukan
dengan proses meminang. Dalam kategori
perkawinan ini, salah satu pihak atau
keduanya dari laki-laki atau perempuan
sudah pernah menikah. Proses lamaran
dilakukan oleh pihak wali asbah laki-laki
ke pihak wali asbah perempuan tanpa
mahar.
3. Perkawinan Jampi Barabutan
Perkawinan jampi barabutan
merupakan perkawinan yang
dilaksanakan karena pihak perempuan
naik atau mendatangi penghulu adat atau
wali asbah atau orang yang dituakan di
kampung (tokoh adat) untuk meminta
dikawinkan. Perkawinan kategori ini akan
dilaksanakan setelah tiga hari pihak
perempuan naik ke penghulu serta setelah
pihak keluarga diberitahu oleh penghulu.
Dalam perkawinan ini, pihak perempuan
tidak menerima mahar dari pihak laki-
laki.
4. Perkawinan Jampi Kataguran
Perkawinan jampi kataguran
merupakan perkawinan yang
dilaksanakan karena ditegur atau
tertangkap basah oleh pihak wali asbah
dan kemudian dikawinkan. Pembayaran
adat perkawinan jampi kataguran ini
dilaksanakan pada saat sidang adat.
5. Perkawinan Jampi Ha Lehung
Perkawinan jampi ha lehung
merupakan perkawinan yang terjadi
karena pihak perempuan hamil di luar
nikah. Pada kategori perkawinan ini, para
tokoh adat dan wali asbah melakukan
musyawarah untuk menentukan hari
perkawinan. Dalam perkawinan jampi ha
lehung pihak perempuan tidak menerima
mahar dari pihak laki-laki.
6. Perkawinan Jampi Huang Wuwuu
Perkawinan jampi huang wuwuu
merupakan perkawinan antara saudara
kandung atau kakak-beradik. Kategori
perkawinan ini sudah jarang terjadi, akan
tetapi pernah terjadi pada masa lalu.
Ritual adat yang dulunya pernah
dilakukan, yakni para tokoh dan
masyarakat membuat wuwuu dari bambu
dan penyirat atau tali pengikatnya dari
akar balaran (sejenis tanaman rambat
liar).
Kemudian, pasangan tersebut
dimasukkan ke dalam wuwuu dan diberi
pisau timah dan dihanyutkan ke sungai.
Apabila mereka dapat melepaskan tali
pengikatnya, mereka dapat dikawinkan.
Akan tetapi, bila tidak berhasil mereka
berdua akan meninggal dunia. Pasangan
yang telah berhasil melepaskan diri dari
wuwuu akan dikawinkan oleh tokoh
masyarakat, tetapi mereka harus keluar
dari kampung dan tidak diperbolehkan
kembali ke kampung asal.
Dari keenam kategori perkawinan
suku Dayak Halong tersebut ditemukan
klasifikasi satuan lingual leksikon dalam
adat perkawinan suku Dayak Halong,
yaitu: (1) leksikon yang berwujud kata
yang terdiri atas leksikon yang berwujud
kata dasar (monomorfemis) dan leksikon
yang berwujud kata berimbuhan
(polimorfemis) serta (2) leksikon yang
berwujud frase.
Dari keseluruhan hasil penelitian
tersebut ditemukan 44 leksikon, meliputi:
(1) leksikon dalam kategori kata
monomorfemis berjumlah 28 data; (2)
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 79
leksikon dalam kategori kata
polimorfemis berjumlah 2 data; dan (3)
leksikon dalam kategori frase berjumlah
14 data. Berikut hasil analisisnya.
1. Leksikon yang berwujud kata
a. Leksikon yang berwujud kata
dasar (monomorfemis)
1. Kebaya
2. Balasu (kaci kain putih)
3. Sasiri (mangkok kecil)
4. Arangan (bakul)
5. Waroh (sendok nasi)
6. Wewet
7. Wadiung (alat menebang
kayu)
8. Kain
9. Sarung
10. Lehung (lesung)
11. Beras
12. Rirung
13. Kambat (tanaman)
14. Sambeluman (tanaman)
15. Wuwuu (bubu)
16. Sasanggan
17. Bahalai
18. Tombak/sikil
19. Pelita
20. Butah (tempat membawa
pakaian laki-laki)
21. Tampurung (tempurung)
22. Rawen
23. Tuak (arak)
24. Nahi (nasi)
25. Luwen (lauk)
26. Rokok
27. Pinang
28. Ruji
b. Leksikon yang berwujud kata
berimbuhan (polimorfemis)
1. Penyirat (tali pengikat terbuat
dari akar balaran atau sejenis
tanaman rambat liar.
2. Baruji (penyerahan 11 ikatan
ruji)
2. Leksikon yang berwujud frase
1) Uang suku
2) Uang mahar (jujuran)
3) Pamburukan tapih (sarung
laki-laki)
4) Bahalai batik (sarung
perempuan)
5) Sepotong baju perempuan
6) Minyak kelapa
7) Darah ayam
8) Ayam jantan
9) Ayam betina
10) Pisau timah
11) Minyak lala
12) Ranu wadi
13) Ranu welum
14) Bubut huwan (selembar kain
putih
V. SIMPULAN
Pada masyarakat adat
Dayak Halong terdapat enam
kategori perkawinan, yaitu: (1)
perkawinan Jampi Pa’ung, (2)
perkawinan Jampi Barondayan, (3)
perkawinan Jampi Barabutan, (4)
perkawinan Jampi Kataguran, (5)
perkawinan Jampi Ha Lehung, dan
(6) perkawinan Jampi Huang
Wuwuu yang memiliki keunikan
tersendiri.
Dari hasil penelitian
klasifikasi satuan lingual leksikon
dalam adat perkawinan suku Dayak
Halong ditemukan 44 leksikon,
meliputi: (1) leksikon dalam
kategori kata monomorfemis
berjumlah 28 data; (2) leksikon
dalam kategori kata polimorfemis
berjumlah 2 data; dan (3) leksikon
dalam kategori frase berjumlah 14
data.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan
Leksikografi Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode
Linguistik. Bandung: Refika
Aditama.
Universitas Muria Kudus SEMAI (Seminar Masyarakat Ilmiah) I 2018
“Mengungkap Kebenaran melalui Linguistik Forensik” ∣ 80
Hartatik. 2017. Jejak Budaya Dayak
Meratus dalam Persfektif
Etnoreligi. Yogyakarta: Ombak.
Hestiyana. 2017. Leksikon dalam Tuturan
Mantra Panawar (Kajian
Etnomedisin sebagai Alternatif
Pengobatan Tradisional Masyarakat
Banjar. Dalam Membaca
Nusantara melalui Bahasa, Media,
dan Pembelajarannya, hlm. 351-
361. Yogyakarta: UNY.
Jahdiah. 2017. Konsep Ilmu Pengetahuan
Lokal dalam Leksikon Penanda
Waktu Bahasa Banjar: Kajian
Antropolinguistik di Kampung
Limamamar Kecamatan Astambul,
Kabupaten Banjar. Dalam
Membaca Nusantara melalui
Bahasa, Media, dan
Pembelajarannya, hlm. 168-173.
Yogyakarta: UNY.
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Mahsun, M.S. 2013. Metode Penelitian
Bahasa: Tahapan Strategi, Metode,
dan Tekniknya. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Nabiring, Eter. 2013. Kamus Populer
Dayak Balangan. Balangan: Dewan
Adat Dayak Balangan.
--------------------. 2015. Adat Perkawinan
Dayak Halong Balangan. Dalam
Dayak Halong Balangan Merawat
Tradisi Leluhur Menjaga yang
Tersisa, hlm. 44-55. Jakarta:
YABN.
Suhenda, Henda dan Yusep A. 2014.
Cerminan Budaya dan Identitas
Lokal dalam Leksikon Perpadian di
Perbatasan Kabupaten Sumedang-
Majalengka. Dalam Bahasa Ibu
Pelestarian dan Pesona Bahasanya,
hlm. 299-306. Bandung: UNPAD
Press.
Tim Redaksi. 2009. Tesaurus Alfabetis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Yayuk, Rissari. 2017. Selayang Pandang
Mengenai Bahasa-Bahasa di Kalimantan
Selatan. Dalam Membaca Nusantara
melalui Bahasa, Media, dan
Pembelajarannya, hlm. 287-298.
Yogyakarta: UNY