universitas muhammadiyah sumatera utara november …

69
1 LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN PENELITIAN DESENTRALISASI SKIM DISERTASI DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2016 PENERAPAN TEKNIK MOLINA & ALBIR DALAM PENERJEMAHAN TEKS MANTERA JAMUAN LAUT DARI BAHASA MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS Tahun ke-1 dariRencana 1 Tahun DewiKesumaNasution, SS., M.Hum NIDN 0106087603 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER 2016

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

1

LAPORAN AKHIR

PELAKSANAAN PENELITIAN DESENTRALISASI

SKIM DISERTASI DOKTOR

TAHUN ANGGARAN 2016

PENERAPAN TEKNIK MOLINA & ALBIR DALAM

PENERJEMAHAN TEKS MANTERA JAMUAN LAUT

DARI BAHASA MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS

Tahun ke-1 dariRencana 1 Tahun

DewiKesumaNasution, SS., M.Hum

NIDN 0106087603

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

NOVEMBER 2016

Page 2: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

2

LAPORAN PENGGUNAAN DANA PENELITIAN

TAHAP II (100%)

SKIM DISERTASI DOKTOR

TAHUN ANGGARAN 2015

PENERAPAN TEKNIK MOLINA & ALBIR DALAM

PENERJEMAHAN TEKS MANTERA JAMUAN LAUT

DARI BAHASA MELAYU KE DALAM BAHASA INGGRIS

Tahun ke-1 dariRencana 1 Tahun

DewiKesumaNasution, SS., M.Hum

NIDN 0106087603

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

NOVEMBER 201

Page 3: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

3

Page 4: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

4

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik yang tepat untuk

menerjemahkanteks Mantera Jamuan Laut dari bahasa Melayu ke dalam Bahasa

Inggris.Sumber data penelitian ini adalah teks mantera jamuan laut, sedangkan data

penelitian adalah hasil terjemahan yang dilakukan oleh beberapa dosen di universitas

yang berbeda (para akademisi) dan penerjemah lepas (para praktisi) yang

menerjemahkan teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris.Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Penelitian ini direncanakan hanya satu tahun dengan empat tahapan penelitian.

Tahap I, penelitian pendahuluan berupa pematangan persiapan dengan cara mempelajari

teks mantera jamuan lautsebagai teks sumber serta membaca referensi-referensi yang

berhubungan dengan teknik penerjemahan Molina &Albir yang akan diterapkan dalam

penerjemahan terks tersebut, sudah selesai dikerjakan. Tahap II, pengumpulan data

dengan caramenerjemahkan teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke bahasa

Inggris yang dilakukan oleh para akademisi dan para praktisi, sudah selesai dikerjakan.

Tahap III, menganalisis data dengan memahami ko-teks, teks, dan konteks untuk

merumuskan teknik penerjemahan Molina & Albir apa saja yang diterapkan dalam

penerjemahan teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris, sedang

dikerjakan. Tahap IV, menemukan teknik penerjemahan yang tepat untuk

menerjemahkan teks budaya; teks mantera jamuan laut dalam bahasa Melayu ke dalam

bahasa Inggris, belum dikerjakan.

Keywords: Terjemahan, Penerjemahan, Teks Mantera Jamuan Laut, Teknik

Penerjemahan

Page 5: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

5

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan

kemajuan pelaksanaan penelitian desentralisasi skim doktor tahun anggaran 2016.

Laporan kemajuan pelaksanaan penelitian desentralisasi skim doctor ini dibuat sebagai

salah satu bentuk pertanggungjawaban karena penelitian ini didanai oleh DIPA

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Ristek dan Teknologi. Penelitian ini

sedang berlangsung dan nantinya akan dilengkapi dengan laporan akhir pada akhir tahun

penelitian.

Ucapan terima kasih dihaturkan kepada Ditlitabmas Dirjen Dikti sebagai

penyandang dana penelitian ini,Koordinator Kopertis Wilayah I, Rektor Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara, Ketua Lembaga Penelitian UMSU dan Dekan FKIP

UMSU selaku pimpinan tempat penulis bertugas. Ucapan terima kasih juga dihaturkan

kepada ibu Prof. Tengku Silvana Sinar, M.A., Ph.D., bapak Prof. Dr. Syahron Lubis,

M.A. dan ibu Dr. Nurlela, M.Hum., selaku promotor dan co-promotor penulis pada

program doktor ilmu linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam tahap penyelesaian

penelitian ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada masyarakat Melayu

Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara serta pihak-pihak

lain yang turut membantu kelancaran penelitian ini. Penulis menyadari bahwa laporan

kemajuan pelaksanaan penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Atas kritik dan saran yang

diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 15 November 2016

Penulis

Page 6: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

6

DAFTAR ISI

RINGKASAN …………………………………………………………... i

PRAKATA .......………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN..………………………………………….….. 1

1.1 Latar Belakang.………...…………………………………………..….. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……..……………………………….. 6

2.1 Penerjemahan ………………………………………………………… 6

2.2 Hubungan Penerjemahan dan Kebudayaan ………………………….. 6

2.3 Teknik Penerjemahan Molina & Albir …….……..…………………... 8

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN........................... 16

3.1 Tujuan Penelitian.................................................................................... 16

3.2 Manfaat Penelitian.................................................................................. 16

BAB IV METODE PENELITIAN..……………………………………. 17

4.1 Lokasi Sumber Data Penelitian ……………………………………….. 17

4.2 Paradigma dan Model Penelitian ……………………………………… 17

4.3 Sumber Data dan Data Penelitian …………………………………….. 19

4.4 Teknik Pengumpulan Data ....………………………………………... 19

4.5 Teknik Analisis Data ………………………………………………….. 20

4.6 Pengecekan Keabsahan Data ………………………………………….. 20

BAB V HASIL YANG DICAPAI........................……………………...... 21

5.1 Teknik Penerjemahan Molina & Albir .……………………………....... 21

5.1.1 Teknik Peminjaman Murni ………………………………………….. 22

5.1.2 Teknik Adaptasi ……………………………………...........………… 25

5.1.3 Teknik Penerjemahan Harfiah………………..……………………… 27

5.1.4 Teknik Padanan Lazim........... ……………………………………….. 29

5.1.5 Teknik Kalke........... …………………………………………………. 32

5.1.6 Teknik Kreasi Diskursif..... ………………………………………….. 34

5.1.7 Teknik Reduksi... ……………………………………………………. 36

Page 7: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

7

5.1.8 Teknik Partikularisasi............................................................................ 38

5.1.9 Teknik Amplifikasi................................................................................ 39

5.1.10 Teknik Modulasi.................................................................................. 41

5.1.11 Teknik Deskripsi.................................................................................. 42

BAB VI Model Penerjemahan Teks Mantera Jamuan Laut.................... 43

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................... 44

7.1 Simpulan................................................................................................... 44

7.2 Saran......................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 45

Page 8: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan (kembali) pesan yang

terkandung dalam teks suatu bahasa atau teks sumber ke dalam bentuk teks dalam bahasa

lain atau teks sasaran. Nida dan Taber (1969:22) menggambarkan penerjemahan sebagai

suatu proses komunikasi. Penerjemah berdiri diantara dua bahasa dimana ia menjadi

penerima bahasa sumber dan kemudian menjadi pengirim dalam bahasa sasaran.

Proses penerjemahan sendiri bukan merupakan hal yang mudah, karena seorang

penerjemah harus dapat menyampaikan makna secara keseluruhan kepada pembaca yang

memiliki budaya yang berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah

mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi interlingual. Penerjemahan

tidak hanya sebuah proses yang melibatkan dua bahasa yang berbeda, tetapi juga antara

dua budaya yang berbeda. Oleh karena itu penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang

lain tidak bisa dilakukan tanpa pengetahuan tentang budaya dan struktur bahasa tersebut

(Larson, 1984: 431).

Menurut Hatim &Mason (1990) penerjemahan adalah kegiatan yang dapat

membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial yaitu

menyampaikan kembali isi sebuah teks ke dalam bahasa lain kepada penutur bahasa

tersebut. Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian kata atau kalimat tetapi

menciptakan suatu komunikasi baru dari hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada

dengan memperhatikan aspek-aspek sosial teks baru yang akan dikomunikasikan.

Dari pemaparan di atas, tampaklah bahwa penerjemahan tidak hanya sekedar

proses pengalihan makna. Penerjemah harus memperhatikan banyak hal; terutama hal-

hal yang terkait dengan kebudayaan.Menurut Molina dan Albir (2002: 209), teknik

merupakan hasil yang didapat dan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan berbagai

macam tipe solusi penerjemahan. Mereka memberikan definisi tentang teknik

penerjemahan yang merupakan prosedur untuk menganalisis dan mengelompokkan

bagaimana padanan penerjemahan bekerja; dimana teknik penerjemahan itu sendiri

memiliki limakarakteristik dasar, yaitu: (1) berdampak pada hasil terjemahan, (2).

Page 9: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

9

diklasifikasikan oleh perbandingan dengan teks aslinya, (3) berdampak pada unit mikro

dari teks, (4). bersifat discursive dan kontekstual, (5). bersifat fungsional.

Selain teknik penerjemahan, Hoed juga berpendapat bahwa ada beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam melakukan penerjemahan. Pertama adalah perbedaan

antara BSu dan Bsa; yang bermakna bahwa tidak ada dua bahasa yang sama, setiap

bahasa memiliki sistem dan strukturnya sendiri. Kedua adalah faktor konteks, dan yang

ketiga adalah teknik penerjemahan. Setelah mengetahui konteks yang dapat

dimanfaatkan untuk memecahkan masalah perbedaan sistem dan struktur, maka

penerjemah dapat menentukan teknik penerjemahan yang sesuai dengan konteksnya

(Hoed, 2006:41)

Faktor penting lainnya yang juga patut diperhatikan dalam penerjemahan, yaitu

ideologi penerjemahan; yaituprinsip atau keyakinan tentang betul-salah atau baik-

buruk dalam penerjemahan (Hoed, 2006: 83).Pada tataran makro, penerjemah

mempunyai pilihan global dalam proses penerjemahan. Molina dan Albir (2002)

menyatakan metodepenerjemahan merupakan pilihan cara penerjemahan pada tataran

global yang terjadidalam proses penerjemahan yang mempengaruhi teks secara

keseluruhan. Pemilihanmetode ini terkait dengan tujuan penerjemah, artinya metode

tersebut telah ditentukanatau direncanakan sebelumnya.

Pada tataran mikro penerjemah memiliki pilihan solusi atau carapenyelesaian

dalam mengatasi kesulitan penerjemahan. Ahli penerjemahan menggunakan istilah yang

berbeda-beda untuk mengatasi kesulitan ini dan mereka tidak hanya menggunakan

perbedaan istilah namun juga pada tataran konsep (Molina dan Albir, 2002). Newmark

(1988) dan Machali (2000) menggunakan istilah prosedur penerjemahan, sedangkan

Baker (1992) dan Suryawinata & Hariyanto (2003) menggunakan istilah strategi untuk

menerangkan konsep yang sama. Berbeda dengan pendapat di atas, Molina & Albir

(2002) membedakan strategidan teknik penerjemahan dari perspektif proses atau

produk penerjemahan. Strategi merupakan prosedur (disadari atau tidak disadari,

verbal atau non verbal) yangdigunakan penerjemah untuk mengatasi masalah pada

saat melakukan prosespenerjemahan dengan maksud tertentu yang terjadi dalam

pikirannya (Albir dalamMolina & Albir, 2002). Sementara teknik penerjemahanadalah

hasil dari pilihan yangdibuat penerjemah atau perwujudan strategi dalam mengatasi

Page 10: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

10

permasalahan padatataran mikro yang dapat dilihat dengan membandingkan hasil

terjemahan dengan teks aslinya (ibid: 2002).

Pemahaman sebuah teks sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari keberadaannya dalam

lingkungan sosial budaya dan temporal tertentu karena teks diciptakan dalam sebuah

lingkungan praktik berwacana dalam kehidupan sosial budaya setiap manusia

(Fairclough, 1995:98).Bila bahasa sumber (Bsu) adalah teks yang sudah berumur

beberapa puluh tahun, maka teks tersebut dapat dikatakan sebagai teks lama.Dalam

penerjemahan teks lama dan juga teks keagamaan, aspek perbedaan

temporalmemproduksi dan meresepsi teks perlu memperoleh perhatian; demikian pula

aspek perbedaan budaya.Sejumlah kata perlu memperoleh penjelasan bila menyangkut

aspek budaya.Perbedaan budaya antara teks bahasa sumber dan bahasa sasaran

menimbulkan beberapa masalah.Masalah yang timbul dalam penerjemahan pada

dasarnya dapat dikaitkan dengan tiga faktor utama.Faktor pertama adalah kemampuan

penerjemah. Jika seseorang tidak mempunyai kompetensi (kebahasaan, kultural, transfer)

dan ketrampilan di bidang penerjemahan, dia tidak akan mungkin dapat melakukan tugas

penerjemahan dengan baik. Oleh sebab itu, sebutan “penerjemah” yang diberikan kepada

seseorang mengandung konsekuensi yang sangat berat. Sebagai pelaku utama dalam

proses penerjemahan, dia dituntut harus mampu menghasilkan terjemahan yang bisa

dipertanggung jawabkan. Faktor kedua adalah faktor kebahasaan. Pada umumnya, sistem

bahasa yang dilibatkan dalam penerjemahan berbeda satu sama lain. Secara morfologis

dan sintaksis, bahasa Inggris, misalnya, berbeda dari bahasa Indonesia.Sebagai

akibatnya, ada kalanya penerjemah dihadapkan pada masalah ketakterjemahan linguistik

(linguistic untranslatability).Faktor ketiga adalah faktor budaya.Faktor budaya ini

sebenarnya tumpang tindih dengan faktor kebahasaan apabila bahasa dipandang sebagai

budaya atau bagian dari budaya.Terlepas dari hal tersebut, faktor budaya seringkali

menimbulkan ketakterjamahan (cultural untranslatability). Ketakterjemahan budaya

dapat menyangkut masalah ekologi, budaya materi, budaya religi, budaya sosial,

organisasi sosial, adat istiadat, kegiatan, prosedur, dan bahasa isyarat, sehingga

penerapan teknik penerjemahan yang tepat tentunya dapat menghasilkan terjemahan

yang baik pula.

Page 11: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

11

Penelitian ini mengambil permasalahannya pada proses penerjemahan teks

mantera sebagai bahasa sumber. Penerjemahan teks budaya, seperti teks mantera, sering

merupakan suatu masalah apabila dalam bahasa target tidak ditemukan konsep budaya

yang sama sehingga tidak ditemukannya padanan yang tepat. Hal ini sejalan dengan

pendapat Newmark (1988: 94) yang mengatakan “Frequently where there is cultural

focus, there is a translation problem due to the cultural gap or distance between the

source and target language”.Maksud Newmark tersebut di atas diketahui bahwa

dikarenakan adanya perbedaan budaya antara bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa

sasaran (Bsa), maka seorang penerjemah umumnya akan menemui kesulitan jika

berupaya menerjemahkan teks yang bermuatan budaya. Perbedaan ini secara langsung

akan menempatkan penerjemah pada posisi yang sulit. Di satu sisi seorang penerjemah

harus dapat mengalihkan pesan teks bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa)

secara akurat sedangkan disisi lain penerjemah menemukan padanan yang tidak ada

dalam bahasa sasaran. Dari hasil penerjemahan teks mantera jamuan laut yang telah

diterjemahkan oleh para akademisi dan praktisi sebagai data temuan tentatif, ditemukan

bahwa teknik yang digunakan adalah dominan menggunakan teknik penerjemahan,

transposisi dan literal yang tidak sesuai dengan makna dibalik teks sumber, seperti frase

„nenek air jembalang air‟ diterjemahkan menjadi „old woman of water, the spirit of

water‟ dan ada juga yang menerjemahkan menjadi „granny water gnome‟. Frase nenek

air jembalang air pada teks sumber mantera jamuan laut tentunya representasi dari

penguasa laut, bukan nenek pada makna yang sesungguhnya.Kemudian frase„anak cucu‟

diterjemahkan dengan „grand children‟; yang tentunya bukan cucu pada makna

sesungguhnya, melainkan representasi pada penduduk setempat.

Alasan kedua penelitian ini dilakukan adalah berkaitan dengan derasnya

kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia yang semakin diminati oleh para remaja yang

merupakan generasi penerus bangsa, penerus warisan leluhur; sehingga terdapat

kecenderungan terhadap budaya luar semakin tinggi maka telah mengakibatkan

terancamnya kepunahan terhadap budaya leluhur tersebut. Selain daripada itu, UNESCO

pada Konvensi yang dilakukan pada tahun 2003 tentang Pelestarian Warisan Budaya Tak

Benda (The 2003 UNESCO Convention on the Safeguarding of Intangible Cultural

Heritage),

Page 12: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

12

“Pengelolaan warisan dunia menjadi tanggung jawab bersama antara

pemerintah, pemerintah daerah, dan seluruh elemen masyarakat, dalam hal

perlindungan, pengembangan, pemasaran, investasi dan bisnis, serta

pemberdayaan masyarakat”.

Dari hasil konvensi tersebut terlihat bahwa UNESCO menginginkan agar

menjaga dan melestarikan budaya daerah khususnya tradisi lisan sebagai warisan

peninggalan sebuah negara. Alasan ketiga adalah berkaitan dengan pentingnya teks

warisan budaya Melayu untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris guna mengangkat

budaya lokal yang menyimpan kearifan lokal (local wisdom) ke dunia luar agar dapat

diperkenalkan secara global.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penerjemahan

Penerjemahan didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan

pendekatan yang berbeda. Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam

melihat kegiatan penerjemahan dan mendefinisikannya sebagai “the replacement of

textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language

(TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan

dalam bahasa sasaran). Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa,”rendering

the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text”

(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang

dimaksudkan pengarang).

Pada hakikatnya, penerjemahan mencakup pemakaian dua bahasa dengan ide atau

makna yang sama (Beekman dan Callow, 1974:58-59). Oleh karena itu, penerjemahan

yang benar adalah penerjemahan yang dapat mentransfer makna dari bahasa sumber ke

bahasa sasaran.Kemampuan menerjemah selain berkaitan dengan kemampuan menguasai

kosa kata, struktur bahasa juga harus dapat memahami situasi komunikasi dan konteks

budaya bahasa sumber, sehingga dapat mentransfer ke dalam kosa kata, struktur, dan

konteks budaya bahasa sasaran (Larson, 1984:15).

Page 13: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

13

Dalam melakukan penerjemahan yang diprioritaskan bukanlah kesejajaran formal

kalimat demi kalimat (formal correspondence), tetapi kesepadanan pesan (equivalence)

antara Bsu dan Bsa (Hoed, 2006:52). Sehingga kepatuhan terhadap bentuk bahasa

sumber bukanlah hal yang fundamental, yang terpenting adalah hasil terjemahan harus

memiliki maksud yang sama persis dengan pesan pada bsu dan pada akhirnya akan

dihasilkan hasil terjemahan yang akurat, jelas dan wajar.

2.2Hubungan Penerjemahan dan Kebudayaan

Menerjemahkan teks pada dasarnya adalah menerjemahkan budaya karena bahasa

pada hakekatnya adalah produk dari budaya itu sendiri. Sebagai bagian dari budaya,

penerjemahan bahasa tentunya tidak bisa terhindar dari pengaruh dua budaya dari dua

bahasa yang bersangkutan, yaitu budaya bsu dan budaya bsa. Nida (1966)

mengemukakan bahwa faktor kebudayaan dapat menjadi kendala dalam

penerjemahan.Kebudayaan adalah cara hidup (way of life) yang perwujudannya terlihat

dalam bentuk prilaku serta hasilnya terlihat secara material (disebut artefak) yang

diperoleh melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu masyarakat dan

diteruskan di generasi ke generasi. Kebudayaan bersifat khas bagi masyarakat tertentu

dan penguasaannya tidak secara naluriah seperti halnya berjalan atau tidur,melainkan

melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dari generasi ke generasi. Sedangkan

budaya itu sendiri menurut Koentjaraningrat (1989:186) adalah wujud ideal yang berupa

abstrak dan tak dapat diraba yang ada di dalam pikiran manusia yang dapat berupa

gagasan, ide, norma, keyakinan dan lain sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut

diketahui bahwa budaya adalah sebuah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan

kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Perbedaan budaya antara teks bahasa sumber dan bahasa sasaran menimbulkan

ketakterjemahan budaya (cultural untranslatability).Ketakterjemahan budaya di sini

dapat menyangkut masalah ekologi, budaya materi, budaya religi, budaya sosial,

organisasi sosial, adat istiadat, kegiatan, prosedur, dan bahasa isyarat (Newmark, 1988:

95). Ada kemungkinan bahwa suatu konsep yang terkait dengan budaya (baik abstrak

maupun konkrit) dapat diungkapkan dalam bahasa sasaran tetapi konsep tersebut sama

sekali tidak ada dalam budaya bahasa sasaran.

Page 14: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

14

Pada hakekatnya, teori penerjemahan sudah menyediakan pedoman untuk

mengatasi masalah-masalah penerjemahan.Namun, sebagai pedoman umum, teori

penerjemahan tidak selalu dapat diterapkan untuk memecahkan persoalan

ketakterjemahan yang timbul dalam peristiwa komunikasi interlingual tertentu.Bahkan,

suatu padanan untuk suatu ungkapan dalam bahasa sumber yang sudah lazim digunakan,

diterima dan dianggap benar oleh pembaca teks bahasa sasaran, apabila dianalisis secara

mendalam, bukan merupakan padanan yang seratus persen benar.Kata bahasa Inggris

breakfast, misalnya, dipadankan dengan sarapan dalam bahasa Indonesia.Padanan ini

sudah lazim digunakan dan dianggap benar. Akan tetapi, jika fitur semantis dari ke dua

kata itu ditampilkan ke permukaan, kita baru menyadari bahwa konsep yang

dikandungnya berbeda satu sama lain. Demikian pula dengan kata farmer dan petani.Dari

sudut pandang penutur asli bahasa Inggris, farmer identik dengan orang kaya karena

tanah yang dimilikinya sangat luas.Sebaliknya, dari sudut pandang penutur asli bahasa

Indonesia, seorang petani pada umumnya dimasukkan dalam kategori orang miskin.

2.3 Teknik Penerjemahan Molina & Albir

Teknik Penerjemahan merupakan suatu metode, keahlian atau seni praktis yang

diterapkan pada suatu tugas tertentu (Machali, 2000:77). Terdapat banyak teknik

terjemahan yang dikemukakan oleh para pakar/ahli terjemahan yang pada akhirnya

cenderung saling tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang

lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal

keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penerjemahakan

menemukan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu.

Molina dan Albir (2002:509) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai

prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan

terjemahan berlangsung. Ada lima karakteristik utama mengenai teknik-teknik

penerjemahan:1) Teknik-teknik penerjemahan mempengaruhi teks terjemahan, 2)

Teknik-teknik penerjemahan didapatkan dengan membandingkan Tsu dan Tsa,3)

Teknik-teknik penerjemahan berlangsung pada satuan-satuan mikro teks, 4) Teknik-

teknik penerjemahan bersifat diskursif dan kontekstual dan 5) Teknik-teknik

penerjemahan juga fungsional.

Page 15: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

15

Berikut adalah teknik-teknik penerjemahan yang dikembangakan oleh Molina

dan Albir (2002: 507-508) yang dapat digunakan yaitu: (1) Peminjaman (Borrowing), (2)

Kalke (Calque), (3) Penerjemahan Harfiah (Literal Translation), (4) Transposisi

(Transposition), (5) Modulasi (Modulation), (6) Padanan Lazim (Establish Equivalence),

(7) Adaptasi (Adaptation), (8) Kompensasi (Compensation), (9) Amplifikasi

(Amplification), (10) Deskripsi (Description), (11) Kreasi Diskursif (Discursive

Creation), (12) Generalisasi (Generalization). (13) Kompresi Linguistik (Linguistic

Compression), (14) Partikularisasi (Particularization), (15) Reduksi (Reduction), (16)

Subsitusi (Subsitution), (17) Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification), (18)

Variasi (Variation).

1. Peminjaman (Borrowing)

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan menerjemahkan kata atau ungkapan

dengan cara menggunakan langsung kata atau ungkapan dalam bahasa sumber atau ke

bahasa sasaran. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian

atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing), yaitu adanya

penyesuaian pada ejaan atau pelafalan. Kamus resmi pada bsa menjadi tolak ukur apakah

kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan. Berikut adalah

contoh dari teknik penerjemahan ini:

BSu : Tape Recorder (pure borrowing), Television (naturalized borrowing)

BSa : Tape Recorder (peminjaman murni), Televisi (peminjaman alamiah)

2. Calque

Teknik Penerjemahan yang dikenal juga dengan loan translation ini adalah

menerjemahkan unsur bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan cara substitusi linear

(urutan unsur dalam bahasa sumber tidak harus sama dengan bahasa sasaran). Venuti

(2000:85) membedakan teknik penerjemahan ini menjadi (a) calque leksikal, dan (b)

calque gramatikal, yang dapat dilihat sebagai berikut:

Bsu : water fall (calque leksikal)

Bsa : air terjun

Page 16: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

16

Bsu : See breakdown cost calculation in Exhibit C (calque gramatikal)

Bsa : Lihat rincian perhitungan harga pada Lampiran C

3. Penerjemahan Harfiah ( Literal Translation)

Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah

tidak mengaitkan dengan konteks. Berikut adalah contoh dari teknik penerjemahan ini :

Bsu : Mary will join to the party tonight.

Bsa : Mary akan ikut ke pesta nanti malam.

4. Transposisi (Transposition)

Teknik penerjemahan ini disebut juga dengan teknik penggeseran bentuk, dimana

penerjemah melakukan perubahan katagori gramatikal. Seperti dapat dilihat pada contoh

berikut ini :

Bsu: Public service

Bsa: Layanan Umum

5. Modulasi ( Modulation)

Teknik penerjemahan ini melibatkan pergeseran makna karena terjadi perubahan

perspektif dan sudut pandang.Perubahan sudut tersebut dapat bersifat leksikal atau

struktural.Contoh dibawah ini adalah hasil penerjemahan dengan menggunakan teknik

modulasi.

Bsu : No Trespassing

Bsa : Dilarang Melintas

6. Padanan Lazim ( Establish Equivalence)

Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus

atau penggunaan sehari-hari), seperti dapat dilihat pada contoh berikut:

Bsu : Pager

Page 17: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

17

Bsa : Penyeranta

7. Adaptasi (Adaptation)

Teknik ini dikenal sebagai teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan

mengganti unsur-unsur budaya yang ada Bsu dengan unsur budaya yang mirip dan ada

pada Bsa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam Bsu tidak ditemukan

dalam Bsa, ataupun unsur budaya pada Bsa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran.

Teknik ini sama dengan teknik pada padanan budaya. Hal ini dapat dilihat pada contoh

berikut ini :

Bsu : As white as snow

Bsa : Seputih salju

8. Kompensasi (Compensation )

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari

teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada Bsu tidak bisa

diterapkan pada Bsa. Hal ini muncul dimana letak terjemahan satu kalimat akan muncul

atau terjemahan pada bagian yang berbeda. Berikut adalah contoh dari teknik

penerjemahan ini:

Bsa : A pair of glasses

Bsu : Sebuah kacamata

9. Amplifikasi (Amplification )

Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang

implisit dalam Bsu. Catatan kaki bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah

kebalikan dari teknik ini, seperti dapat dilihat pada contoh berikut ini:

Bsu : Idul Fitri

Bsa : Hari raya umat Islam

10. Deskripsi (Description)

Page 18: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

18

Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau

ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.Contoh dibawah ini adalah hasil

penerjemahan dengan menggunakan teknik deskripsi.

Bsu : Batik

Bsa : Traditional cloth that is traditionally made using a manual wax-resist

Dyeing technique

11. Kreasi Diskursif (Discursive Creation)

Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks dan dapat

digunakan penerjemah dalam penerjemahan teks film.Hal ini dilakukan untuk menarik

perhatian calon pembaca. Berikut adalah contoh dari teknik ini:

Bsu : The Geisha

Bsa : Sang Geisha

12. Generalisasi (Generalization)

Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih

spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik seperti

terlihat pada contoh berikut.

Bsa : Sister

Bsu : Kakak adik

13. Kompresi Linguistik (Linguistic Compression)

Teknik yang dilakukan dengan melihat unsur-unsur linguistic pada BSa. Teknik ini

merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik.Teknik ini lazim digunakan pada

pengalih bahasaan simultan dan penerjemahan teks film. Berikut adalah contoh dari

teknik penerjemahan ini:

Bsa : Oh my God!

Page 19: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

19

Bsu : Astaga

14. Partikularisasi (Particularization)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkret,

presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat.Teknik ini merupakan kebalikan

dari teknik generalisasi.Contoh dibawah ini adalah hasil penerjemahan dengan

menggunakan teknik partikularisasi.

Bsu : Sea transportation

Bsu : Kapal

15. Reduksi (Reduction)

Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan

tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan

informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi. Berikut adalah

contoh dari teknik penerjemahan ini:

Bsu : Wine

Bsa : Alcohol drink made from grapes or other fruits

16. Substitusi (Subsitution)

Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik

(intonasi atau isyarat).Contoh simbol mata uang negara-negara Eropa adalah Euro,

diterjemahkan menjadi €.

17. Amplikasi Linguistik (Linguistic Amplication)

Teknik amplikasi linguistik adalah teknik penambahan elemenlinguistik sehingga

terjemahannya lebih panjang. Teknik inibiasanya digunakan dalam pengalihbahasaan

dan dubbing.

Page 20: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

20

18. Variasi (Variation)

Variasi (variation) adalah teknik penggantian unsur linguistik atau para linguistik

(intonasi, gesture) yang mempengaruhi aspek keragaman linguistik misalnya

penggantian gaya, dialek sosial, dialek geografis.

Dari delapan belas teknik penerjemahan di atas, Molina dan Albir

mengklasifikasikan teknik penerjemahan adalah sebagai berikut (2002):

1. Memisahkan konsep teknik penerjemahan dari nosi lain yang berkaitan (strategi,

metode dan kesalahan penerjemahan).

2. Hanya memasukkan prosedur yang merupakan karakteristik penerjemahan dan

bukan yang berkaitan dengan perbandingan bahasa.

3. Untuk mempertahankan nosi bahwa teknik penerjemahan bersifat fungsional dan

tidak menilai apakah sebuah teknik tepat atau benar, karena selalu tergantung

pada situasi di dalam teks dan konteksnya.

4. Dalam hubungannya dengan terminologi, untuk mempertahankan istilah-istilah

yang biasa digunakan.

5. Untuk memformulasikan teknik baru dalam rangka menjelaskan mekanisme yang

belum digambarkan.

Molina & Albir berpendapat kebanyakan kajian teknik penerjemahantidak cocok

dengan sifat dinamika kesepadanan terjemahan (2002:508). Sebuah teknik adalah hasil

dari pilihan yang dibuat penerjemah.Kesahihanya bergantung pada konteks misalnya

tujuan penerjemahan, harapan pembaca sasaran. Jika sebuah teknik dievaluasi diluar

konteks dan dinyatakan tepat atau tidak tepat, pola ini tidak sejalan dengan sifat dinamis

dan fungsional penerjemahan. Dengan demikian, sebuah teknik hanya bisa dinilai

tepat atau tidak tepat apabila dievaluasi dalam konteks. Teknik penerjemahan bukan

masalah baik dan buruk melainkan fungsional dan dinamis dalam hal: 1) genreteks 2)

tipe penerjemahan (teknik atau non teknik), dan 3) mode penerjemahan 4) tujuan

penerjemahan dan karakteristik pembaca sasaran dan 5) metode penerjemahan yang

dipilih (Molina dan Hurtado Albir 2002:509).

Page 21: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

21

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

(1) Membandingkan hasil penerjemahan yang dilakukan oleh para akademisi dan

praktisi melalui penerapan teknik penerjemahan Molina & Albir.

(2) Menemukan teknik penerjemahan yang baru dalam penerjemahan teks mantera

jamuan laut dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris.

3.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian di atas hasil penelitian ini akan memberi kontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya.

a. Penelitian ini memberikan manfaat secara teoretis yaitu menemukan suatu teknik

baru dalam penerjemahanteks budaya yang berangkat dari teknik penerjemahan

sendiri untuk mengkaji atau menganalisis sebuah hasil terjemahan. Selama ini

teknik atau metode yang digunakan boleh dikatakan hampir semuanya

menggunakan teori barat. Sebaliknya, kalau tidak didapatkan teknik penerjemahan

yang baru diharapkan penelitian ini dapat menguatkan teknik penerjemahan yang

sudah ada.

b. Penelitian ini secara praktis bermanfaat antara lain:

1. Bagi para penerjemah dalam mengatasi hal ketakterjemahan dalam

menerjemahkan teks budaya.

2. Bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat dijadikan sebagai upaya

pelestarian kebudayaan daerah.

Page 22: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

22

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Sumber Data Penelitian

Untuk mendapatkan sumber data, yaitu data lisan yang berupa tuturan mantera

Jamuan Laut yang dituturkan oleh pawang laut, maka sumber data ini diambil di suatu

daerah di Kabupaten Serdang-Bedagai-Sumatera Utara.Tempat ini dipilih karena

Upacara Jamuan Laut merupakan upacara ritual yang dilakukan dan masih dipercayai

oleh masyarakat Melayu Kabupaten Serdang-Bedagai; khususnya masyarakat yang

berprofesi sebagai nelayan.

4.2 Paradigma dan Model Penelitian

Paradigma penelitian ini menggunakan metode penelitiankualitatif.Penelitian

berorientasi pada produk atau karya terjemahan dengan melibatkan dua aspek data yaitu

data objektif dan genetik.Sumber data objektif adalah teks mantera jamuan laut yang

diterjemahkan oleh para akademisi yang berasal dari beberapa universitas dan praktisi.

Sedangkan data genetik berupa informasi penerjemah terkait, dan latar belakang

pengambilan keputusan pada saat proses penerjemahan.

Keterangan:

Garis penelitian pendahuluan

Garis penelitian lanjutan

Garis hasil penelitian

Berdasarkan bagan di atas terdapat empat tahapan penelitian, yaitu:

1. Penelitian Tahap I: sudah selesai dikerjakan

Penelitian pendahuluan berupa pematangan persiapan dengan cara mempelajari teks

mantera jamuan laut sebagai teks sumber serta membaca referensi-referensi yang

berhubungan dengan teknik penerjemahan Molina & Albir yang akan diterapkan

dalam penerjemahan terks tersebut.

2. Penelitian Tahap II: sudah selesai dikerjakan

Page 23: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

23

Pengumpulan data dengan caramenerjemahkan teks mantera jamuan laut dari bahasa

Melayu ke bahasa Inggris yang dilakukan oleh para akademisi dan para praktisi.

3. Penelitian Tahap III: sudah dikerjakan

Menganalisis data dengan memahami ko-teks, teks, dan konteks untuk merumuskan

teknik penerjemahan Molina & Albir apa saja yang diterapkan dalam penerjemahan

teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris

Penelitian Tahap IV: sudah dikerjakan

Menemukan teknik penerjemahan yang tepat untuk menerjemahkan teks budaya;

teks mantera jamuan laut dalam bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris.

4.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data yang digunakan adalah sumber tulisan, yaitu teks mantera jamuan

laut, sedangkan data penelitian adalah hasil terjemahan yang dilakukan oleh para

akademisi (para dosen bahasa Inggris FKIP UMSU) dan para praktisi (penerjemah lepas)

yang menerjemahkan teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang akan digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Data penelitian dikumpulkan dengan cara metode dokumenter. Data ini diperoleh

dari catatan upacara jamuan laut yang ada pada informan (pawang laut).

2. Pencatatan langsung dan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap

seorang pawang pada pelaksanaan upacara jamuan laut.

3. Pengambilan data dilakukan secara selektif dengan teknik criterion-based

selection (Goetz & LeCompte dalam Sutopo 2006:6 & 65).

4.5 Teknik Analisis Data

Di dalam menganalisa data, teknik yang akan dilakukan oleh penulis adalah

mengikuti model analisis yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman dalam Sutopo

(2006:113-116) yaitu analisis interaktif. Analisis dilakukan melalui tiga komponen,

yaitu: 1) reduksi data, 2) sajian data, dan 3) penarikan simpulan serta verifikasi.

Berikut adalah Model Interaktif Analisa Data yang dikembangkan oleh Miles dan

Huberman (1994: 12) https://vivauniversity.files.wordpress.com...

Page 24: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

24

Data

Collection

Data

Display

Conclusion:

Drawing/verifying

Data

Reduction

4.6 Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data dicek dengan teknik triangulasi sumber data.Data berupa teks

mantera jamuan lautyang diperoleh dari observasi melalui teknik rekaman, dicek dengan

data yang ada pada informan (pawang laut) yang penulis peroleh dengan cara

wawancara. Kemudian data ini juga dicek dengan buku-buku yang memuat teks mantera

pada kebudayaan Melayu. Sedangkan data hasil penerjemahan teks mantera jamuan laut

dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh para akademisi dan

praktisi akan dicek di antara sesama penerjemah.

BAB V

HASIL YANG DICAPAI

5.1 Teknik penerjemahan Molina & Albir

Para penerjemah memiliki definisi penerjemahan yang berbeda-beda. Secara

umum, penerjemahan dipahami sebagai kegiatan reproduksi suatu pesan dari bahasa

sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang mendekati bahasa sumbernya,

sedangkan ukuran kesepadanan tersebut dapat diukur dari segi makna, kesepadanan efek

dan gaya bahasanya. Beberapa definisi penerjemahan yang berbeda-beda tersebut

didapati berdasarkan latar belakang dan sudut pandang terhadap penerjemahan itu

sendiri. Penerjemahan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, karena si penerjemah

Page 25: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

25

harus dapat menyesuaikan makna dalam bahasa sumber dengan bahasa sasaran, sehingga

pembaca tidak merasakan perbedaan itu.

Dalam mengatasi kesulitan penerjemahan, penerjemah memiliki cara

penyelesaiannya masing-masing. Ahli penerjemahan menggunakan istilah yang berbeda-

beda pula untuk „cara penyelesaian‟ ini. Perbedaan yang tampak bukan hanya pada

perbedaan istilah, tetapi juga pada tataran konsep. Newmark dan Machali menggunakan

istilah „prosedur‟, sedangkan Baker menggunakan istilah „strategi‟ untuk menerangkan

konsep yang sama. Berbeda dengan para ahli diatas, Molina & Albir membedakan

strategi dan teknik penerjemahan dari perspektif proses atau produk penerjemahan.

Menurut Molina & Albir, strategi penerjemahan merupakan prosedur yang digunakan

penerjemah untuk mengatasi masalah pada saat melakukan proses penerjemahan dengan

maksud tertentu, sementara teknik penerjemahan merupakan hasil dari pilihan yang

dibuat penerjemah dalam mengatasi permasalahan dengan membandingkan hasil

terjemahan dengan teks aslinya.

Penelitian ini menerapkan teknik penerjemahan yang dipaparkan oleh Molina &

Albir karena memiliki teknik yang bervariasi, sehingga penerjemah dapat mengatasi

kesulitan dalam melakukan penerjemahan pada teks mantera jamuan laut. Berikut jenis

teknik-teknik penerjemahan tersebut:

5.1.1 Teknik Peminjaman Murni

Peminjaman (borrowing) adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah

meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa bersifat murni

(pure), alamiah (naturalized). Peminjaman murni merujuk pada peminjaman kata atau

ungkapan bahasa sumber secara utuh tanpa disertai dengan penyesuaian pelafalan.

Peminjaman murni merujuk pada peminjaman kata atau ungkapan bahasa sumber secara

utuh tanpa disertai dengan penyesuaian pelafalan.

Pada umumnya teknik penerjemahan murni digunakan oleh para penerjemah

dikarenakan subjek yang diterjemahkan membahas hal yang berkenaan dengan agama

dan budaya bahasa sumber itu sendiri, dimana istilah tersebut tidak dimiliki oleh bahasa

sasaran, seperti tampak pada terjemahan tuturan-tuturan pada mantera pertama yang

dibacakan oleh pawang pada saat memancangkan panji/bendera pada awal upacara

Page 26: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

26

dimulai.

Penerjemah pertama menggunakan teknik peminjaman pada mantera 1 sebanyak

10 kali, pada mantera kedua teknik peminjaman murni diterapkan pada satu data,

sedangkan pada mantera ketiga penerjemah pertama menggunakan teknik peminjaman

sebanyak sekali dan pada mantera keempat sebanyak 3 kali.

Penerjemah kedua menerapkan teknik peminjaman pada mantera pertama

sebanyak 6 kali, pada mantera kedua penerjemah menerapkan teknik peminjaman

sebanyak 5 kali, sedangkan pada mantera ketiga penerjemah menerapkan teknik

peminjaman sebanyak 3 kali dan pada mantera ke empat penerjemah menerapkan teknik

peminjaman sebanyak 3 kali.

Penerjemah ketiga menerapkan teknik peminjaman hanya pada mantera pertama

dengan frekuensi sebanyak 4 kali. Penerjemah keempat menerapkan teknik peminjaman

sebanyak 3 kali pada mantera pertama, 1 kali pada mantera kedua, dan 1 kali juga pada

mantera ketiga. Sedangkan pada mantera keempat tidak ditemukan penerapan teknik

peminjaman oleh penerjemah keempat. Sementara penerjemah kelima menerapkan

teknik peminjaman hanya pada mantera keempat dengan frekuensi sebanyak 4 kali.

Secara rinci, berikut data-data tuturan mantera jamuan laut yang tergolong pada

teknik peminjaman oleh penerjemah.

Adapun klausa yang tergolong kepada teknik peminjaman murni adalah sebagai

berikut:

Mantera 1

Data 1 Penerjemah

Bsu : Assalamualaikum alaikum mussalam

1

2

3

4

Bsa : Assalamualaikum alaikum mussalam

Ungkapan tersebut di atas merupakan ucapan yang biasa digunakan oleh warga

melayu yang notabene memeluk agama islam kepada seseorang. Dalam hal

penerjemahan, ucapan tersebut sangat jarang diterjemahkan sehingga teknik peminjaman

Page 27: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

27

murni kerapkali diterapkan seperti yang dilakukan oleh penerjemah 1, penerjemah 2, 3,

dan 4.

Mantera 1

Data 4, 5, 6, 7 Penerjemah

Bsu : Akulah bomah yang asal

bomah yang usul

bomah yang tidak ditiru

bomah yang turun temurun

1

Bsa : I‟m the original bomah

The original bomah

Not imitated bomah

Hereditary bomah

Pada data 4, 5, 6, dan 7 diatas yang terdapat dalam mantera pertama terlihat bahwa penerjemah 1

meminjam kata „bomah‟ untuk dipakai pada bahasa sasaran.

Mantera 1

Data 14 dan 15 Penerjemah

Bsu : Bukan aku melepas bala mustaka

Jin Taru melepas bala mustaka

3

Bsa : I don‟t release disaster mustaka

but genie Taru releases it

Klausa aktif transitif pada bahasa sumber juga diterjemahkan dengan struktur yang sama

pada teks sasaran. Pada data ke 15 penerjemah menggunakan kata „it‟ sebagai rujukan

terhadap kata mustaka pada data 14.

Mantera 1

Data 17 Penerjemah

Bsu : Aku melepas kweng keneng 1

Bsa : I only cause kweng keneng

Bsa : I took off kweng keneng 2

Bsa : I release kweng keneng 3

Page 28: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

28

Bsa : I take off kweng keneng 5

Pada data 17 mantera 1 di atas, klausa „Aku melepas kweng keneng‟

diterjemahkan menjadi „I only cause kweng keneng‟ oleh penerjemah 1, „I took off

kweng keneng‟ oleh penerjemah 2, „I release kweng keneng‟ oleh penerjemah 3, dan „I

take off kweng keneng‟ oleh penerjemah 5. Terlihat bahwa ketiga penerjemah meminjam

frasa kweng keneng karena dalam bahasa sasaran tidak ditemukan padanan frasa

tersebut.

5.1.2 Teknik Adaptasi

Teknik ini dikenal sebagai teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan

mengganti unsur-unsur budaya yang ada bahasa sumber dengan unsur budaya yang mirip

dan ada pada bahasa sasaran. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam

bahasa sumber tidak ditemukan dalam bahasa sasaran, ataupun unsur budaya pada

bahasa sasaran tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan

teknik pada padanan budaya (cultural equivalent) oleh Newmark (1988:82). Teknik ini

dikenal sebagai teknik adaptasi budaya atau sebagaimana Baker (1992:31) menyebutnya

sebagai cultural substitution. Hal ini dapat dilihat pada terjemahan mantera pertama

berikut:

Teknik penerjemahan adapatasi dilakukan penerjemah pertama sebanyak 6 kali

pada mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, ketiga dan keempat penerjemah

kedua tidak menerapkan teknik ini. Sama halnya penerjemah pertama, penerjemah kedua

menerapkan teknik ini sebanyak 6 kali. Sementara pada mantera kedua, ketiga, dan

keempat tidak ditemukan teknik adaptasi.

Penerjemah ketiga menerapkan teknik ini sebanyak 6 kali pada mantera pertama.

Sedangkan pada mantera kedua, penerjemah hanya menerapkan teknik ini sebanyak 2

kali. Pada mantera keempat, penerjemah ketiga menerapkan teknik adaptasi sebanyak 3

kali. Namun pada mantera ketiga, penerjemah tidak menerapkan teknik ini.

Page 29: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

29

Penerjemah keempat menerapkan teknik ini sebanyak 8 kali pada mantera

pertama. Pada mantera ketiga, penerjemah menerapkan teknik adaptasi sebanyak 2 kali.

Pada mantera kedua dan keempat tidak ditemukan teknik penerjemahan adaptasi.

Penerjemah kelima menerapkan teknik ini dengan frekuensi sebanyak 5 kali pada

mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, ketiga, keempat tidak ditemukan

penerapan teknik adaptasi.

Secara lebih rinci, data-data yang tergolong pada teknik ini adalah sebagai

berikut:

Pada kata „usul‟ pada penerjemahan di bawah ini diterjemahkan oleh penerjemah

2 dengan padanan kata „first‟ dan oleh penerjemah 3 diterjemahkan dengan kata „nature‟

sedangkan oleh penerjemah 4 diterjemahkan dengan kata „genesis‟ seperti berikut:

Mantera 1

Data 5 Penerjemah

Bsu : Bomah yang usul

- Bsa : The first shaman

- Bsa : The nature shaman

- Bsa : The genesis diviner

- 2

- 3

- 4

Mantera 1

Data 13 Penerjemah

Bsu : Mu keluar dari air ketuban

Bsa : You came out from amniotic fluid 1

Bsa : You are out of the amniotic fluid 2

Bsa : You're out from fetal membrane 3

Bsa : Come out from the watery womb 4

Bsa : You come out from the amniotic fluid 5

Pada penerjemahan di atas, penerjemah 1, 2 dan 4 menerjemahkan kata air

ketuban sesuai dengan padanan kata amniotic fluid, sedangkan oleh penerjemah 3

diterjemahkan dengan kata fetal membrane, sementara oleh penerjemah 5 diterjemahkan

Page 30: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

30

dengan menggunakan kata the watery womb yang memiliki arti dan objek yang sama.

Dalam budaya sasaran frasa „amniotic fluid‟ merupakan padanan yang lazim untuk frasa

„air ketuban‟. Sedangkan frasa „fetal membrane‟ memiliki definisi sebagai „ketuban‟

sehingga hasil terjemahan 3 tidak sesuai dengan budaya pembaca sasaran.

5.1.3 Teknik Penerjemahan Harfiah

Teknik penerjemahan harfiah atau terjemahan kata demi kata biasanya digunakan

untuk menerjemahkan kata atau frase yang perlu dijelaskan satu persatu. Teknik ini juga

biasanya disebut dengan teknik padanan formal yang diajukan Nida. Berikut adalah

terjemahan mantera yang menggunakan teknik penerjemahan harfiah.

Teknik penerjemahan harfiah ditemukan sebanyak 9 kali pada mantera pertama

yang diterjemahkan oleh penerjemah pertama. Sementara pada mantera kedua

penerjemah pertama menerapkan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 3 kali. Pada

mantera ketiga, penerjemah pertama menggunakan teknik penerjemahan harfiah

sebanyak 4 kali. Sementara pada mantera keempat, penerjemah pertama menggunakan

teknik penerjemahan harfiah sebanyak 1 kali.

Kemudian, teknik penerjemahan harfiah juga banyak digunakan oleh penerjemah

kedua. Penerjemah kedua menggunakan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 10 kali

pada mantera pertama. Pada mantera kedua penerjemah kedua menggunakan teknik

penerjemahan harfiah sebanyak 9 kali. Pada mantera ketiga penerjemah kedua

menggunakan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 1 kali begitu juga pada mantera

keempat sebanyak 1 kali.

Penerjemah ketiga dilain sisi menggunakan teknik penerjemahan harfiah

sebanyak 9 kali pada mantera pertama. Pada mantera kedua penerjemah ketiga

mengguanakan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 2 kali. Pada mantera ketiga

penerjemah ketiga menggunakan teknik penerjemahan ini sebanyak 5 kali. Sedangkan

pada mantera keempat, teknik penerjemahan harfiah digunakan dengan frekuensi

sebanyak 6 kali.

Penerjemah keempat menggunakan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 11

kali yaitu pada mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, penerjemaha keempat

menerapkan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 17 kali. Pada mantera ketiga, teknik

Page 31: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

31

penerjemahan harfiah ditemukan dengan frekuensi sebanyak 9 kali. Begitu juga pada

mantera keempat, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 9 kali.

Penerjemah kelima menerapkan teknik penerjemahan harfiah sebanyak 9 kali

yaitu terdapat pada mantera pertama. Pada mantera kedua, teknik penerjemahan harfiah

ditemukan sebanyak 2 kali. Pada mantera ketiga, penerjemah menerapkan teknik ini

sebanyak empat kali.

Secara lebih rinci, berikut ini data-data mengenai teknik penerjemahan harfiah

yang diterapkan oleh kelima penerjemah.

Mantera 1

Data 3 Penerjemah

Bsu : Marilah bersama aku

Bsa : Please, join with me 1

Bsa : Let with me 2

Bsa : Let‟s be with me 3

Bsa : Stay with me 4

Pada mantera pertama kata marilah diterjemahkan secara harfiah oleh

penerjemah 1 dengan kata join, oleh penerjemah 2 dan 3 dengan kata let dan oleh

penerjemah 4 dengan kata stay. Meskipun para penerjemah menggunakan beberapa kata

yang berbeda-beda namun memiliki arti yang sama dengan bahasa sumber. Penerjemah

menerjemahkan kata-kata tersebut secara kata per kata dari bahasa Melayu ke bahasa

Inggris.

Teknik yang sama juga diterapkan dalam menerjemahkan data sumber dibawah

ini:

Mantera 1

Data 9 Penerjemah

Bsu : Aku nak buat kenduri khidmat

Bsa : I want to hold a respectful party 1

Bsa : I am establishing the respecting ritual meal 3

Bsa : I want to held a humanity feast 4

Bsa : I have made a solemn feast 5

Page 32: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

32

Frasa „kenduri khidmat‟ pada mantera pertama, data ke sembilan dalam bahasa

sumber diterjemahkan harfiah oleh penerjemah 1 menjadi „a respectful party‟, oleh

penerjemah 3 diterjemahkan menjadi „the respecting ritual meal‟, sementara oleh

penerjemah 4 diterjemahkan menjadi „humanity feast‟ dan oleh penerjemah 5

diterjemahkan dengan a solemn feast, dimana menurut penulis, kenduri khidmat pada

bahasa sumber adalah membuat jamuan yang akan diserahkan kepada penguasa laut.

5.1.4 Teknik Padanan Lazim

.

Teknik padanan lazim diterapkan oleh penerjemah 1 sebanyak 1 kali pada

mantera pertama. Sementara pada mantera kedua, penerjemaha 1 menerapkan teknik

padanan lazim dengan frekuensi sebanyak 7 kali. Penerjemah pertama atau penerjemah 1

tidak menerapkan teknik penerjemahan lazim pada mantera ketiga. Namun, pada mantera

keempat, penerjemah menerapkannya sebanyak 6 kali.

Penerjemah kedua yaitu 2 menerapkan teknik padanan lazim sebanyak 6 kali

pada mantera kedua. Sementara pada mantera pertama, penerjemah kedua tidak

menerapkan teknik penerjemahan padanan lazim. Namun, pada mantera ketiga,

penerjemah kedua menerapkan teknik padanan lazim sebanyak 1 kali. Dan pada mantera

keempat, penerjemah menerjemahkan bahasa sasaran dengan teknik padanan lazim

sebanyak 6 kali.

Penerjemah ketiga menerapkan teknik padanan lazim sebanyak 4 kali pada

mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, penerjemah ketiga menerapkan teknik

padanan lazim sebanyak 7 kali. Pada mantera ketiga penerjemah kedua menerapkan

teknik padanan lazim sebanyak 2 kali. Pada mantera keempat, penerjemah kedua

menerapkan padanan lazim sebanyak 5 kali.

Penerjemah keempat menerapkan teknik padanan lazim sebanyak 1 kali pada

mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, penerjemah menerapkan teknik

tersebut sebanyak 6 kali. Pada mantera keempat, penerjemah menerapkan teknik padanan

lazim sebanyak 1 kali. Namun, pada mantera ketiga penerjemah tidak menerapkan teknik

padanan lazim.

Penerjemah kelima menerapkan teknik padanan lazim sebanyak 5 kali pada

mantera ke dua dan begitu pula pada mantera ke empat. Sedangkan pada mantera

Page 33: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

33

pertama dan ketiga penerjemah kelima tidak menerapkan teknik penerjemahan padanan

lazim.

Untuk lebih rinci, berikut ini data yang tergolong kedalam teknik padanan lazim:

Mantera 1

Data 22 Penerjemah

Bsu : Aku lepas sekali dengan lekar, sudip,

sendok

Bsa : I release once with rattan stand, spatula and

spoon

1

Bsa : I am releasing once with cooking pot 3

Pada data 22 mantera 1 di atas, klausa „Aku lepas sekali dengan lekar, sudip,

sendok pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi „I release once with rattan stand,

spatula and spoon‟ penerjemah 1 dan „I am releasing once with cooking pot‟ oleh

penerjemah 3. Dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim menjadi

„rattan stand‟. „spatula‟, spoon‟dan „ cooking pot‟ , dimana menurut penulis makna lekar,

sudip sendok merupakan media yang digunakan untuk melepas kweng keneng ke laut.

Mantera 2

Data 2 Penerjemah

Bsu : Ampun beribu ampun

Bsa : Have mercy on us 1

Bsa : Thousand of mercy 2

Bsa : Begging your thousand mercies 4

Bsa : Thousand of pardon 3

Bsa : Forgive a thousand times forgive

me

5

Page 34: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

34

Pada data ke 2 mantera 2 di atas, klausa „Ampun beribu ampun’ pada bahasa

sumber diterjemahkan menjadi „Have mercy on us‟ oleh penerjemah 1, „Thousand of

mercy‟ oleh penerjemah 2, „Begging your thousand mercies‟ oleh penerjemah „4,

Thousand of pardon oleh penerjemah 3, „Forgive a thousand times forgive me‟ oleh

penerjemah 5. Dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim menjadi „

mercy‟, „mercies‟ „pardon‟ dan „forgive „, dimana menurut penulis makna ampun

merupakan permohonan ampun ditujukan kepada Nenek jembalang air.

5.1.5 Teknik Kalke

Teknik kalke diterapkan oleh penerjemah pertama sebanyak 1 kali pada mantera

pertama. Sedangkan pada mantera kedua tidak ditemukan teknik kalke pada bahasa

sasaran oleh penerjemah pertama. Namun, pada mantera ketiga penerjemah pertama

menerapkan teknik kalke sebanyak dua kali. Dan pada mantera keempat, tidak

ditemukan penerapan teknik penerjemahan kalke.

Penerjemah kedua menerapkan teknik kalke sebanyak 1 kali yaitu pada mantera

kedua. Sementara pada mantera pertama, kedua, dan keempat tidak ditemukan penerapan

teknik penerjemahan kalke.

Penerjemah ketiga, menerapkan teknik kalke sebanyak 2 kali yaitu pada mantera

pertama, mantera kedua dan mantera ketiga. Sedangkan pada mantera keempat tidak

ditemukan teknik kalke pada bahasa sasaran.

Penerjemah keempat dan penerjemah kelima sama sekali tidak menerapkan

teknik kalke pada keempat mantera tersebut.

Secara lebih rinci. Berikut data-data yang tergolong pada teknik penerjemahan

kalke.

Mantera 1

Data 23

Penerjemah Bsu : Aku lepas sekali dengan Lontoh

tabib

Bsa : I release once with physician‟s lontoh 1

Bsa : I loose one with sacred of medician 4

Page 35: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

35

Pada data ke-23 dalam mantera pertama di atas, klausa „Aku lepas sekali dengan

Lontoh tabib‟ diterjemahkan oleh penerjemah 1 menjadi „I release once with

physician‟s lontoh‟ serta „I loose one with sacred of medician‟ oleh penerjemah 4. Yang

menjadi fokus pembahasan disini adalah penerjemahan frase „Lontoh Tabib‟. Terdapat

perbedaan pandangan antara penerjemah 1 dan penerjemah 4. Penerjemah 1

menerjemahkannya menjadi „physician‟s lontoh‟ yang mana kata „lontoh‟ disini

dipinjam untuk agar tidak terjadi distorsi makna terhadap bahasa sumber. Sementara itu,

penerjemah 4 menerjemahkannya menjadi „sacred of medician‟. Penggunaan kata sacred

disini tidak sesuai dengan tata bahasa Inggris dimana sebelum „of‟ maka harus didahului

nomina. Namun secara teoritis, frasa tersebut dapat digolongkan ke dalam teknik

penerjemahan kalke.

Mantera 3

Data 8 Penerjemah

Bsu : Sampai pusat Tasek Peuh Jenggi

Bsa : Until comes to the center of Lake Peuh

Jenggi

1

Bsa : Till the central of Lake Peuh Jenggi 3

Pada data 8 mantera 3 di atas, klausa „Sampai pusat Tasek Peuh Jenggi‟

diterjemahkan tanpa merubah sudut padang pembaca. Penerjemah 1 menerjemahkan

kalimat tersebut menjadi „Until comes to the center of Lake Peuh Jenggi‟. Terlihat

bahwa tidak terjadi pergeseran yang berarti terhadap penerjemahan teks tersebut. Dilihat

dari frasa „Tasek Peuh Jenggi‟ diterjemahkan oleh penerjemah 1 dengan frasa „Lake

Peuh Jenggi‟ dan oleh penerjemah: 3 diterjemahkan menjadi „Lake center Peuh Jenggi‟.

Penerjemah 3 menambahkan kata “center” untuk menekankan keberadaan tasek pada

bahasa sumber. Tampak struktur Bsu yang masih muncul dalam Bsa yang merupakan

leksikal yang dipertahankan dengan mengikuti struktur Bsa.

Mantera 1

Data 24 Penerjemah

Bsu : Terimalah persembahan ini

Page 36: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

36

Bsa : Please receive this offering 3

Pada data 24 mantera 1 di atas, klausa “Terimalah persembahan ini”

diterjemahkan menjadi “Please receive this offering” oleh penerjemah 3. Tampak

struktur Bsu yang masih muncul dalam Bsa dengan cara substitusi linear.

5.1.5 Kreasi Diskursif (Discursive Creation)

Teknik penerjemahan kreasi diskursif diterapkan oleh penerjemah pertama

dengan frekuensi sebanyak 1 kali pada mantera kedua. Pada mantera ketiga, teknik ini

digunakan oleh penerjemah 1 sebanyak 5 kali. Pada mantera keempat, ditemukan 3 kali

frekuensi penggunaan teknik kreasi diskursif oleh penerjemah pertama.

Penerjemah kedua menerapkan teknik ini sebanyak 5 kali pada mantera pertama.

Sedangkan pada mantera kedua, teknik ini diterapkan sebanyak 1 kali. Pada mantera

ketiga, penerjemah menerapkan teknik ini sebanyak 2 kali. Sedangkan pada mantera

keempat tidak ditemukan penerapan teknik ini. Penerjemah ketiga tidak menggunakan

teknik kreasi diskursif ini. Penerjemah keempat menerapkan teknik ini sebanyak 2 kali

pada mantera pertama. Sedangkan pada mantera kedua, mantera ketiga dan mantera

keempat tidak ditemukan penerapan teknik ini.

Penerjemah kelima, dilain sisi menerapkan teknik kreasi diskursif sebanyak 4 kali

pada mantera pertama. Pada mantera kedua, penerjemah hanya menerapkan 2 kali teknik

kreasi diskursif. Sedangkan pada mantera ketiga, penerjemah menerapkan teknik ini

sebanyak 3 kali. Dan pada mantera keempat, teknik ini diterapkan oleh penerjemah

sebanyak 4 kali.

Berikut ini data-data yang tergolong kedalam teknik kreasi diskursif:

Mantera 1

Data 21 Penerjemah

Bsu : Aku lepas sekali dengan periuk

belanga

Bsa : I really released with the huge pot 2

Bsa : I want to be released by the contents of

this earthware cooking pot

5

Page 37: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

37

Pada contoh diatas, kata „periuk belanga‟ pada bahasa sumber diterjemahkan

dengan „ huge pot‟, dan „earthware cooking pot „, dimana menurut penulis makna periuk

belanga merupakan salah satu alat yang diberikan dalam persembahan.

Mantera 3

Data 2 Penerjemah

Bsu : Nenek putri hijau

Bsa : Oh Green Maiden old spirit 1

Bsa : The green princess grandmother 4

Pada contoh diatas, kata „nenek‟ pada bahasa sumber diterjemahkan dengan

penambahan „Oh Green‟, dan „Oh great „, dimana menurut penulis penerjamahan ini

bertujuan untuk menarik perhatian pembaca.

Mantera 1

Data 14 Penerjemah

Bsu : Bukan aku melepas bala mustaka

Bsa : Instead I took off the disaster 2

Pada contoh diatas, kata „bukan ‟ pada bahasa sumber diterjemahkan dengan

penambahan „instead„, dimana menurut penulis penerjamahan ini bertujuan untuk

menarik perhatian pembaca.

5.1.7 Reduksi (Reduction)

Pada tataran frasa, klausa atau kalimat, penghilangan dapat bersifat sebagian

(partial) atau menyeluruh (total). Sesuai dengan namanya, penghilangan sebagian

merujuk pada penghilangan bagian frasa, klausa atau kalimat. Sebaliknya, penghilangan

menyeluruh merujuk pada penghilangan keseluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam

frasa, klausa, atau kalimat yang bersangkutan.

Teknik reduksi ditemukan sebanyak 5 kali pada mantera kedua yang

diterjemahkan oleh penerjemah pertama yaitu 1. Penerjemah kedua menerapkan teknik

reduksi dengan frekuensi sebanyak 2 kali yaitu pada mantera kedua dan pada mantera

ketiga. Sementara itu, penerjemah ketiga menerapkan teknik reduksi sebanyak 1 kali

Page 38: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

38

pada mantera pertama, dan 10 kali pada mantera kedua. Penerjemah keempat memilih

tidak menerapkan teknik reduksi pada keempat mantera tersebut.

Mantera 2

Data 5 Penerjemah

Bsu : yang duduk diatas di tepi air

Bsa : Who sits by the seawater 1

Bsa : Who sitting on the seaside 2

Bsa : Who sits at side of water 3

Pada data ke-5 mantera ke-2 di atas, klausa „yang duduk diatas di tepi air‟ pada

bahasa sumber diterjemahkan menjadi „Who sits by the seawater‟ oleh penerjemah 1.

Terlihat bahwa ada terjadi penghilangan terjemahan untuk kata „di atas‟ pada bahasa

sumber. Penerjemah 2 sementara itu menerjemahkan klausa tersebut menjadi „Who

sitting on the seaside‟. Penggunaan kata sambung „who‟ dalam tata bahasa Inggris selalu

diikuti dengan verba dasar tanpa diikuti oleh gerund. Namun dalam hal ini, penerjemah 2

menerjemahkan klausa tersebut dengan penambahan akhiran –ing.

Mantera 3

Data 10 Penerjemah

Bsu : Terimalah persembahan anak

cucu

Bsa : Please, accept this offering 2

Pada data ke 10 di atas, klausa „Terimalah persembahan anak cucu‟ pada bahasa

sumber diterjemahkan menjadi „Please, accept this offering‟. Dapat diperhatikan bahwa

terdapat penghilangan secara parsial yaitu frasa „anak cucu‟ namun hal ini tidak

menimbulkan distorsi makna secara signifikan.

Page 39: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

39

5.1.8 Partikularisasi (Particularization)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih

konkret, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan

kebalikan dari teknik generalisasi. Hal ini berarti teknik partikularisasi mencoba

menerjemahkan satu istilah dengan cara mencari padanannya yang lebih spesifik.

Teknik partikularisasi tidak ditemukan pada mantera pertama hingga mantera

keempat oleh penerjemah pertama. Penerjemah kedua, di lain sisi, menerapkan teknik

partikularisasi sebanyak 1 kali hanya pada mantera keempat.

Penerjemah ketiga dan penerjemah keempat tidak menerapkan teknik

partikularisasi. Sementara itu, penerjemah kelima menerapkan teknik partikularisasi pada

mantera pertama sebanyak 1 kali dan pada mantera kedua sebanyak dua kali.

Mantera 1

Data 15 Penerjemah

Bsu : Jin Taru melepas bala mustaka

Bsa : Jin, release your reinforcements 5

Pada data ke 15 mantera pertama di atas, klausa „Jin Taru melepas bala mustaka’

pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi „Jin, release your reinforcements‟ oleh

penerjemah 5. Reinforcement yang diterjemahkan oleh penerjemah 5 berarti bala

bantuan dalam bahasa Indonesia.

5.1.9. Amplifikasi (Amplification)

Dalam penelitian ini, teknik amplifikasi ditemukan pada mantera kedua yang

diterjemahkan oleh penerjemah pertama dengan frekuensi penggunaan teknik tersebut

sebanyak 8 kali. Pada mantera ketiga penerjemah menerapkan teknik ini sebanyak 1 kali.

Sementara pada mantera keempat teknik amplifikasi diterpkan sebanyak 2 kali oleh

penerjemah pertama.

Penerjemah kedua menerapkan teknik ini sebanyak 1 kali pada mantera kedua.

Sedangkan pada mantera ketiga penerjemah menerapkan teknik ini sebanyak 4 kali.

Begitu juga dengan mantera keempat, penerjemah menerapkan teknik ini sebanyak 4

Page 40: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

40

kali. Penerjemah ketiga menerapkan teknik amplifikasi sebanyak 2 kali pada mantera

kedua. Sedangkan pada mantera ketiga, teknik amplifikasi diterapkan sebanyak 3 kali.

Pada mantera pertama dan kedua tidak ditemukan teknik penerjemahan amplifikasi pada

bahasa sasaran yang diterjemahkan oleh penerjemah ketiga.

Penerjemah keempat menerapkan teknik amplifikasi sebanyak 1 kali pada

mantera pertama, kedua dan ketiga. Sementara itu, penerjemah kelima menerapkan

teknik amplifikasi sebanyak 8 kali pada mantera kedua. Pada mantera ketiga dan

keempat, penerjemah menerapkan teknik ini sebanyak 1 kali. Namun pada mantera

pertama, tidak ditemukan penerapan teknik amplifikasi.

Secara lebih rinci, berikut data-data yang tergolong ke dalam teknik

penerjemahan amplifikasi pada bahasa sasaran mantera jamuan laut.

Mantera 2

Data 4 Penerjemah

Bsu : Nenek air jembalang air

Bsa : Water old spirit, water evil spirit 1

Pada mantera kedua data keempat di atas, penerjemah menerjemahkan kata

„nenek air‟ menjadi „water old spirit‟. Terlihat bahwa penerjemah menambahkan kata

“old” pada frase tersebut untuk menambahkan informasi implisit pada bahasa sumber.

Mantera 2

Data 12 Penerjemah

Bsu : Wahai Nenek air jembalang air

Bsa : Hey old spirit, water old spirit,

water evil spirit

1

Pada contoh diatas, kata „nenek‟ pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi

„old spirit‟, dimana menurut penulis frasa old spirit memparafrasekan secara impilisit

kata „nenek‟. Kemudian penerjemah memparafrasekan frasa „nenek air‟ menjadi „old

spirit‟, dan frasa „jembalang air‟ diterjemahkan menjadi „water evil spirit‟. Kata

„jembalang‟ menurut penerjemah 1 memiliki padanan dengan kata „evil‟. Sesuai dengan

Page 41: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

41

karakteristik teknik amplifikasi yaitu kebalikan dari teknik reduksi, maka penambahan

kata dalam teknik ini lumrah.

5.1.10 Teknik Penerjemahan Modulasi

Teknik penerjemahan yang mengganti, fokus, sudut pandang atau aspek kognitif

yang ada dalam BSu, baik secara leksikal ataupun struktural. Adapun data-data yang

tergolong dalam teknik ini adalah sebagai berikut:

Mantera 4

Data 13 Penerjemah

Bsu : Jangan diulah ulahi lagi anak cucu

Bsa : Do not disturb them again 2

Pada data ke-13 mantera ke-4 di atas, klausa „Jangan diulah ulahi lagi anak cucu‟

pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi „Do not disturb them again‟ oleh

penerjemah 2. Perubahan struktur klausa dari bentuk pasif menjadi bentuk aktif pada

bahasa sasaran sehingga klausa ini merubah sudut pandang pembaca. Oleh karena itu,

klausa ini tergolong ke dalam teknik penerjemahan modulasi.

Mantera 1

Data 16

Penerjemah Bsu : Jin yang tua melepas bala mustaka

Bsa : The old genie releases it 1

Pada data ke-16 mantera pertama di atas, klausa „Jin yang tua melepas bala

mustaka‟ pada bahasa sumber diterjemahkan menjadi „The old genie releases it‟ oleh

penerjemah 1. Kata „it‟ pada bahasa sasaran merupakan pronomina pengganti untuk

frasa „bala-mustaka‟. Sehingga dengan demikian kata tersebut pada bahasa sasaran

mengubah sudut pandang penerjemah secara leksikal.

5.1.11 Teknik Deskripsi

Teknik penerjemahan yang mengganti istilah dalam bahasa sumber dengan

deskripsinya dalam bahasa sasaran. Teknik ini digunakan ketika suatu istilah dalam

bahasa sumber tidak memiliki istilah yang sepadan dalam bahasa sasaran.

Page 42: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

42

Mantera 2

Data 20 Penerjemah

Bsu : Sikit tanda terkenang 1

Bsa : Altough you do not show your

appearance

Pada mantera kedua ini, data ke 20 menunjukkan bahwa terjemahan klausa “sikit

tanda terkenang” diterjemahkan menjadi “Although you do not show your appearance”

oleh penerjemah praktisi. Teknik deskrpsi disini terlihat dalam perpanjangan bahasa

sumber yang berjumlah tiga kata, namun setelah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran

maka menjadi tujuh kata. Penambahan kata “you” dalam bahasa sumber

mendeskripsikan keberadaan seseorang dalam mantera tersebut.

Mantera 3

Data 4 Penerjemah

Bsu : Tempat jin turun berkecimpung 3

Bsa : The place of evil going down splashing

around

Pada mantera 3 data 4 di atas, klausa “Tempat jin turun berkecimpung”

diterjemahkan menjadi “The place of evil going down splashing around”. Dalam bahasa

sumber jumlah kata sebanyak empat kata, namun dalam bahasa sasaran, klausa tersebut

berjumlah delapan kata. Penerjemah 3 mendeskripsikan kata |berkecimpung menjadi

„splashing around‟ yang dalam hal ini penerjemah mencoba mendeskripsikan kata dalam

bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan baik sehingga pembaca teks sasaran

dapat dengan mudah memahami bahasa sumber.

Mantera 4

Data 4 Penerjemah

Bsu : : Berkat Laa ilaha illallah Muhammadar

Rasulullah

3

Bsa : Blessing of kalimah syahadat (There are

no Gods, only Allah and Muhammad is

mesenger of Allah)

Page 43: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

43

Pada mantera 4 data ke 4 diatas, klausa „Berkat Laa ilaha illallah Muhammadar

Rasulullah‟ diterjemahkan menjadi „Blessing of kalimah syahadat (There are no Gods,

only Allah and Muhammad is mesenger of Allah)‟ oleh penerjemah 3. Dapat dilihat

bahwa Frasa dalam bahasa sumber „Laa ilaha illallah Muhammadar Rasulullah‟ yang

merupakan bahasa Arab dan memiliki arti „tiada Tuhan selain Allah‟ dideskripsikan oleh

penerjemah 3 dengan beberapa penjelasan sehingga penerjemah 3 memasukkan tanda

kurung „There are no Gods, only Allah and Muhammad is mesenger of Allah).

Berdasarkan analisis diatas, didapatlah temuan bahwa penerjemah pertama

(akademisi) menerapkan sebelas teknik penerjemahan yaitu, dari yang paling dominan

ke paling sedikit digunakan: teknik padanan lazim, teknik harfiah, teknik peminjaman

murni, teknik amplifikasi, teknik kreasi diskursif, teknik adaptasi, teknik reduksi, dan

teknik deskripsi sama frekuensinya dengan teknik modulasi.

Sementara itu, penerjemah kedua menerapkan teknik harfiah yang paling

dominan, diikuti teknik peminjaman murni, kemudian teknik padanan lazim, teknik

amplifikasi, teknik kreasi diskursif, teknik adaptasi, teknik reduksi, teknik partikularisasi

dan teknik modulasi sama frekuensinya dengan teknik modulasi.

Penerjemah ketiga, secara dominan menggunakan teknik harfiah, kemudian

disusul dengan teknik padanan lazim, kemudian teknik adaptasi yang frekuensinya sama

dengan teknik reduksi, teknik kalke sebanyak 6 kali, teknik amplifikasi sebanyak 5 kali,

teknik peminjaman murni sebanyak 4 kali, teknik deskripsi sebanyak 2 kali, teknik

modulasi sebanyak 1 kali.

Penerjemah keempat, secara dominan menerapkan teknik harfiah dengan

frekeunsi penggunaan sebanyak 46 kali. Teknik padananan lazim diterapkan penerjemah

ke empat sebanyak 8 kali, teknik penambahan diterapkan penerjemah sebanyak 4 kali,

teknik kreasi diskursif diterapkan penerjemah sebanyak 2 kali. Sementara itu, teknik

amplifikasi, teknik deskripsi dan teknik modulasi masing-masing diterapkan dengan

frekuensi sebanyak 1 kali.

Penerjemah ke lima secara dominan menerapkan teknik harfiah sebanyak 16 kali.

Teknik kreasi diskursif diterapkan sebanyak 13 kali. Sementara teknik padanan lazim

Page 44: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

44

sama frekuensinya dengan teknik adaptasi dan teknik amplifikasi yaitu sebanyak 10 kali.

Teknik peminjaman murni diterapkan sebanyak 4 kali. Teknik partikularisasi diterapkan

sebanyak 3 kali.

Page 45: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

1

Penerjemahan Teks Mantera Jamuan Laut oleh

para praktisi

Penerjemahan Teks Mantera Jamuan Laut oleh

para akademisi

BAB VI

MODEL PENERJEMAHAN TEKS MANTERA JAMUAN LAUT

Penerjemah 1 Penerjemah 2 Penerjemah 3 Penerjemah 4 Penerjemah 5

Peminjaman Murni Peminjaman Murni Peminjaman Murni Peminjaman Murni Peminjaman Murni

Adaptasi Adaptasi Adaptasi Adaptasi Adaptasi

Harfiah Harfiah Harfiah Harfiah Harfiah

Padanan Lazim Padanan Lazim Padanan Lazim Padanan Lazim Padanan Lazim

Kalke Kalke Kalke Kreasi Diskursif Kreasi Diskursif

Kreasi Diskursif Kreasi Diskursif Reduksi Amplifikasi Partikularisasi

Reduksi Reduksi Amplifikasi Deskripsi Amplifikasi

Amplifikasi Partikularisasi Deskripsi Modulasi

Modulasi Amplifikasi Modulasi

Modulasi

Peminjaman Murni Peminjaman Murni

Harfiah Adaptasi

Padanan Lazim Harfiah

Page 46: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

1

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, para penerjemah baik penerjemah akademisi maupun

penerjemah praktisi secara dominan menggunakan teknik penerjemahan harfiah dalam

penerjemahan teks mantera jamuan laut dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris.

Tingginya tingkat penggunaan teknik harfiah dan teknik padanan lazim, teknik

peminjaman (teknik peminjaman murni, teknik peminjaman alamiah) dalam penelitian

ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, bahasa Melayu sebagai bahasa sumber

dan bahasa Inggris sebagai bahasa sasaran memiliki sintaksis yang berbeda khususnya

pada sistem frasa. Kedua, ragam bahasa yang khas yang digunakan oleh komunitas

adat melayu di Serdang Bedagai. Bahasa tentang mantera mempunyai ciri-ciri

tersendiri sebagaimana ragam bahasa profesi lainnya. Mantera memiliki simbol

tersendiri yang perlu diketahui untuk memahami mantera sebagai sastra lisan atau lebih

tepat lagi tradisi lisan yang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan dan pandangan

hidup (world view) masyarakat di mana mantra itu wujud.

7.2 Saran

Diperlukan penerjemah yang lebih profesional dan lebih mengetahui kebudayaan Melayu

agar teknik penerjemahan dominan yang digunakan bukan merupakan teknik

penerjemahan harfiah.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, M. 1992. In Other Word: A Course Book on Translation. London: Routledge.

Beekman, J. & John Callow. 1974. Translating the Word of God. USA: Zonverdan.

Catford, J.C. 1965.A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

Fairclough, N. 1995.Critical Discourse Analysis. A Critical Study of language. London:

Longman.

Page 47: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

2

Hatim, Basil & Ian Mason. 1990. Discourse and the Translator. London: Longman.

Hoed, B. H. 2006. Penerjemah dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya

Huberman, B & Miles, D. 1994. Q https://vivauniversity.files.wordpress.com

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1995. Jakarta: Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. 1989. “Sejarah teori Antropologi I”. Jakarta: Universitas Indonesia.

Larson, Mildred. 1984. Meaning-Based Translation: A guide to Cross-Language

Equivalence. Lanham, MD: University Press of America and Summer Institute of

Linguistics

Machali, Rochayah. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah. Bandung: Kaifa.

Molina, L. and Albir, A.H. 2002. Translation Techniques Revisited: A Dynamic and

Functionalist Approach dalam Meta: Journal des Traducteurs/Meta: Translators'

Journal.XLVII, No. 4 hal.498-512. diunduh

darihttp://id.erudit.org/iderudit/008033ar.pdf pada tanggal 19 Desember 2014.

melayuonline.com/ind/culture/dig/2679/jamuan-laut-upacara-tolak-bala-adat-melayu-

serdang-sumatera-utara. Jamuan Laut: Upacara Tolak Bala Adat Melayu Serdang,

Sumatera Utara. Diunduh tanggal 2 Juli 2016.

Newmark, P. 1982. The Translators Handbook (First Edition). London: Aslib

Nida, E.A. 1966. “Linguistics and Ethnology in Translation Problems” dalam Hymes

(Ed.).Language in Culture & Society. New York: Harper & Row/John

Weatherhill.

Nida, E.A. & Taber, C.R.(1974) 1982. The Theory and Practice of Translation.Leiden:

E.J. Brill.

Snell-Hornby, M. 1995.Translation Studies: An Integrated Approach. Amsterdam: John

Benjamins Publishing Company.

Page 48: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

3

Suryawinata, Z. dan Hariyanto, S. 2003. Translation (Bahasa Teori I). Yogyakarta:

Kanisius.

Sutopo, H.B. 2006. Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam

Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Venuti, L. 1995. The Translator‟s Invisibility: A History of Translation. London/New

York: Routledge.

Page 49: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

4

Page 50: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

5

Page 51: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

6

Page 52: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

7

Page 53: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

8

Page 54: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

9

Page 55: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

10

Page 56: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

11

Page 57: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

12

Page 58: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

13

Page 59: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

14

Page 60: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

15

Page 61: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

16

Page 62: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

17

Page 63: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

18

Page 64: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

19

Page 65: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

20

Page 66: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

21

Page 67: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

22

Page 68: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

23

Page 69: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA NOVEMBER …

24