uji kepekaan antifungi dengan bawang

33
6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Bawang Putih (Allium sativum, Linn) (Fritsch & Friesen, 2002) II.1.1.1 Taksonomi Bawang Putih Kelas : Liliopsida Subkelas : Liliidae Superordo : Liliianae Ordo : Amaryllidales Familia : Alliaceae Subfamilia : Allioideae Suku : Allieae Genus : Allium Spesies : Allium sativum, Linn Gambar 1. Bawang Putih (Pure Earth Organic Farm, 2011)

Upload: joshua-ross

Post on 28-Dec-2015

155 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

6

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka

II.1.1. Bawang Putih (Allium sativum, Linn) (Fritsch & Friesen, 2002)

II.1.1.1 Taksonomi Bawang Putih

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Liliidae

Superordo : Liliianae

Ordo : Amaryllidales

Familia : Alliaceae

Subfamilia : Allioideae

Suku : Allieae

Genus : Allium

Spesies : Allium sativum, Linn

Gambar 1. Bawang Putih (Pure Earth Organic Farm, 2011)

Page 2: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

7

II.1.1.2. Nama lain bawang putih

Di daerah Sumatera ada beberapa nama daerah untuk tanaman ini seperti

lasun (Gayo), Lasuna (Karo dan Toba), dasun putih (Minang), bawang

handuk (Lampung), dan lain-lain. Di daerah Jawa, bawang putih dikenal

dengan nama bawang (Jawa), bawang bodas (Sunda), dan bhabang pote

(Madura) (Suriana, 2011).

Argentina (Ajomast, Alliocaps); Australia (garlix, macro garlic); Austria

(Kwai, Kyolic); Germany (benicur, ilja rogoff forte, kwai, sapec, strongus);

Italy (kwai); Malaysia (Kyolic); Portugal (alho rogoff); UK (garlimega,

kwai, kyolic); USA (Garlipure); Venezuela (kwai) (Barnes, 2007).

II.1.1.3. Morfologi Bawang Putih

Bawang putih merupakan sejenis tanaman seledri yang mempunyai

rasa seperti lobak. Benihnya berlendir dan dapat tumbuh di air. Tanaman

ini dapat tumbuh di seluruh dunia serta memiliki nilai jual tinggi

(Thomson, 2007) (Suriana, 2011).

Tanaman bawang putih juga merupakan tanaman semusim yang

tumbuh tegak dan berumpun. Tanaman ini dapat tumbuh meninggi hingga

mencapai 30-60 cm. Bagian-bagian tanaman ini meliputi akar, cakram

(yang berfungsi sebagai batang tidak sempurna), umbi, dan daun (Suriana,

2011).

Deskripsi

a. Akar

Seperti halnya tanaman bawang merah, tanaman bawang putih

merupakan tanaman monokotil dan berumpun. Sebagai spesies tanaman

monokotil, bawang putih berakar serabut. Sistem perakarannya sangat

dangkal dan berada di permukaan tanah. Oleh karena itu, tanaman ini

sangat rentan dengan cekaman kekeringan (Suriana, 2011).

Page 3: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

8

Akar serabut pada tanaman bawang hanya berfungsi untuk

menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada di sekelilingnya saja. Akar

ini tidak memiliki kemampuan menjelajah lebih dalam untuk mencari

persediaan air dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan bawang putih

sangat diperlukan agar tanaman ini dapat tumbuh dengan optimal (Suriana,

2011).

b. Batang

Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih

adalah cakram. Cakram merupakan lingkaran pipih yang terdapat di dasar

umbi bawang serta bertekstur kasar dan padat. Cakram ini berfungsi

sebagai batang pokok tidak sempurna bagi tanaman bawang dan terletak di

dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram inilah nantinya tumbuh akar-

akar serabut tanaman bawang putih. Sementara yang tampak sebagai

batang di atas permukaan tanah adalah kelopak daun yang saling

membungkus kelopak daun di bawahnya sehingga terlihat seperti batang.

Bagian ini biasanya disebut dengan batang semu (Suriana, 2011).

c. Umbi

Satu bongkahan umbi bawang putih tersusun atas beberapa siung

yang mengelompok dan duduk pada satu cakram. Setiap siung dibungkus

oleh selaput tipis yang merupakan pangkal pelepah daun. Ukuran umbi

bawang putih sangat bervariasi, bergantung pada varietasnya masing-

masing. Umumnya bawang putih varietas impor memiliki ukuran yang

lebih besar daripada varietas lokal (Suriana, 2011).

Siung bawang putih berbentuk lonjong dan muncul dari setiap

ketiak daun. Hampir pada setiap ketiak daun muncul siung-siung bawang

putih ini, kecuali daun paling luar. Jumlah siung yang dihasilkan tiap

bongkahan umbinya berbeda-beda, bergantung pada varietas dan kondisi

lingkungan pertanamannya. Namun, rata-rata umbi varietas lokal

Page 4: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

9

menghasilkan 15-20 siung setiap umbinya. Uniknya, ada juga yang hanya

menghasilkan satu siung bawang putih saja dalam satu umbi. Para petani di

daerah Jawa menyebut umbi tunggal ini dengan sebutan “ bawang lanang“

(Suriana, 2011).

Bawang lanang terbentuk akibat pengaruh lingkungan. Lingkungan

pertanaman yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman bawang

menyebabkan tanaman bawang putih hanya berkembang dalam satu tunas

saja, yaitu tunas utama. Tunas utama ini tumbuh dominan merajai

pertumbuhan tanaman. Ia menekan pertumbuhan tunas-tunas lain yang

merupakan bakal siung-siung lainnya sehingga terbentuk siung tunggal

yang utuh (Suriana, 2011).

Jika bagian punggung siung bawang putih dibelah secara vertikal,

kita bisa melihat pertumbuhan vegetatif bibit bawang ini. Tunas vegetatif

dilindungi oleh daging buah sekaligus berfungsi sebagai cadangan

makanan. Biasanya, tunas ini terletak di bagian tengah daging buah. Pada

pertumbuhannya, tunas vegetatif ini tumbuh menerobos bagian ujung

siung. Kecepatan pertumbuhannya bergantung pada kondisi lingkungan di

sekitarnya (Suriana, 2011).

Oleh karena itu, siung bawang putih juga bisa digunakan sebagai

calon benih untuk pertanaman bawang putih selanjutnya. Sebagai calon

benih, siung bawang putih melewati masa dormansi sekitar 6-8 bulan

(Suriana, 2011).

d. Daun

Tanaman bawang putih mempunyai daun yang sangat menarik.

Helai daun menyerupai pita, tipis, dan bagian pangkalnya membentuk

sudut. Daun berwarna hijau, biasanya terlihat lebih gelap pada sebelah atas

dan lebih cerah pada sisi daun bagian bawah (Suriana, 2011).

Kelopak daun menutupi siung umbi bawang putih hingga pangkal

daun. Kelopak daun ini saling menutupi dan membalut kelopak daun yang

Page 5: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

10

lebih muda di bawahnya sehingga kekompakan kelopak ini membentuk

batang semu pada tanaman bawang putih yang posisinya ada persis di atas

umbi bawang (Suriana, 2011).

e. Bunga

Bawang putih biasanya tidak berbunga, namun pada beberapa

varietas ada juga yang menghasilkan bunga. Akan tetapi, bunga pada

tanaman bawang putih ini tidak memiliki nilai ekonomi maupun produksi.

Malah jika dibiarkan tumbuh dan berkembang, kehadiran bunga ini justru

menurunkan produksi umbi. Oleh karena itu, jika bunga muncul pada

tanaman bawang putih, sebaiknya harus segera dibuang dari tanaman

(Suriana, 2011).

Bunga tanaman bawang putih ini berwarna merah muda (pink).

Biasanya bunga ini muncul pada balutan kelopak yang membentuk batang

semu. Kehadiran bakal bunga ditandai oleh membengkaknya bagian batang

semu. Kehadiran bakal bunga ditandai oleh membengkaknya bagian batang

semu (seperti bunting) (Suriana, 2011).

II.1.1.4. Tempat Hidup Bawang Putih

Tanaman bawang putih ini dapat tumbuh di seluruh dunia yang awalnya

dianggap berasal dari Asia Tengah sampai Selatan. Biasanya pada tanah

yang berstektur lempung atau berpasir ringan atau berpasir ringan. Di mana

jenis tanah yang cocok untuk tanaman bawang putih adalah jenis tanah

grumusol (ultisol) (Thomson, 2007) (Suriana, 2011) (Kemper, 2000).

II.1.1.5. Produksi Bawang Putih

Tanaman bawang putih dipanen pada bulan September dan Oktober ketika

daun-daun dan umbinya mengering (Thomson, 2007).

Page 6: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

11

II.1.1.6. Ekstrak Bawang Putih

Yang dimaksud dengan ekstrak bawang putih adalah hasil dari ekstraksi

bawang putih yang merupakan dengan penarikan zat pokok yang

diinginkan dari bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

bawang putih dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang

diinginkan larut.

II.1.1.7. Metode Ekstraksi

Metode dasar dari ekstraksi obatdari tumbuh-tumbuhan adalah maserasi

(‘‘Proses M‘‘) dan perkolasi (‘‘Proses P‘‘).

7.1. Maserasi

Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya „merendam“. Merupakan proses paling tepat di mana obat yang sudah

halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap

dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan

melarut (Ansel, 1989).

7.2. Perkolasi

Istilah perkolasi berasal dari bahasa Latin per yang artinya „melalui“

dan colare yang artinya “merembes“, secara umum dapat dinyatakan

sebagai proses di mana obat yang sudah halus, zat yang larutnya

diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan cara melewatkan

perlahan-lahan melalui obat dalam suatu kolom. Obat yang

dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus disebut perkolator, dengan

ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Kebanyakan

ekstraksi obat dikerjakan cara perkolasi (Ansel, 1989).

II.1.1.8. Kandungan Bawang Putih

Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference

(2011), tiap 1 gelas atau 136 gram bawang putih mengandung 203 kalori,

8,6 g protein, 45 g karbohidrat, 12,2 IU vitamin A, 42,4 mg vitamin C, 0,1

Page 7: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

12

mg vitamin E, 2,3 µg vitamin K, 0,3 mg thiamin, 0,1 mg riboflavin, 1 mg

niacin, 1,7 mg vitamin B6, 4,1µg asam folat, 0,8 mg asam pentotenat, 31,6

mg kolin, 0,7 g lemak, 246 mg kalsium, 2,3 mg besi, 34 mg magnesium,

208 mg fosfor, 545 mg kalium, 23, 1 mg natrium, 1,6 mg seng, 0,4 mg

copper, 2,3 mg mangan, 19,3 mg selenium, 2 g debu, dan 79,7 g air. Pada

tanaman bawang putih juga terkandung zat aktif utama yaitu allicin yang

menghasilkan bau bawang putih (aroma) yang khas dihasilkan ketika

senyawa sulfur dan alisin bereaksi dengan enzim alinase (Evennett, 2006).

Adapun kandungan sulfur lainnya adalah aliin, ajoene, allylpropyl

disulfide, diallyl trisulfide, sallylcysteine, vinyldithiines, S-

allylmercaptocystein, dan lainnya. Selain itu juga tedapat enzim-enzim

antara lain: allinase, peroxides, myrosinase, dan lain-lain (Kemper, 2000).

II.1.1.9. Allicin Bawang Putih

Diallyl thiosulfinate (allicin) adalah zat yang terdapat dalam tanaman

bawang putih di mana zat ini berperan sebagai antimikroba dan antifungi.

Adapun rumus kimia dari allicin ialah:

Gambar 2. Ikatan Rantai Kimia Allicin (Almando, 2011)

Allicin tidak ditemukan secara utuh dalam tanaman bawang putih, akan

tetapi dibentuk oleh kerja enzim alliin alkyl-sulfenate-lyase pada asam

amino nonprotein S-allylcysteine S-oxide (alliin) (Feldberg, 1988).

Page 8: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

13

II.1.1.10. Degradasi Allicin

Allicin merupakan senyawa yang sangat tidak stabil, sehingga mudah

terurai. Jika tidak diekstraksi dengan pelarut yang dapat mestabilkan

senyawa tersebut (etanol, minyak, air), allicin akan terurai dalam hitungan

menit dan akan habis dalam waktu kurang dari 2 jam. Sehingga efek yang

kemungkinan dapat ditimbulkannya terhadap lingkungan dan hewan-hewan

lainnya selain larva nyamuk, lebih ringan (Block, 2010).

Gambar 3. Rumus Kimia Allicin (Almando, 2011)

II.1.1.11. Manfaat Bawang Putih

Bawang putih adalah komoditas hortikultura yang kaya akan manfaat.

Kandungan gizi dan senyawa bermanfaat yang terdapat di dalam umbinya,

membuat komoditas ini dikenal dan dimanfaatkan hampir di seluruh dunia.

Secara umum umbi bawang putih dimanfaatkan dalam dua hal, yaitu

sebagai bumbu penyedap dan bahan dasar pembuatan obat-obatan (Suriana,

2011).

a. Bumbu penyedap

Umbi bawang putih diketahui mengandung metil alil disulfida, yaitu

senyawa yang menghasilkan aroma pedas dan harum serta banyak

digunakan sebagai bahan baku makanan olahan dalam berbagai industri

makanan (Suriana, 2011).

Page 9: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

14

b. Bahan dasar obat-obatan

Umbi bawang putih diketahui mengandung unsur gizi dan senyawa

bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Senyawa-senyawa yang berkhasiat

bagi penyembuhan dalam umbi bawang putih ini di antaranya adalah

alisin, skordonin, germanium, selenium, dan sejenisnya. Senyawa-

senyawa ini dikenal mengandung zat antibiotik (pembunuh kuman

penyakit) dan merupakan zat yang dapat memberi manfaat bagi

peningkatan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Suriana,

2011). Secara tradisional, tanaman bawang putih digunakan untuk

terapi bronkitis kronik, radang pada selaput lendir pernapasan, pilek

yang berulang, batuk rejan, asma bronkitis, influenza, dan bronkitis

kronik. Penggunaan bawang putih secara modern dan olahan bawang

putih difokuskan terhadap efek antihipertensi, anti-atherogenik,

antitrombotik, antimikrobial, fibrinolitik, pencegah kanker, dan

merendahkan lipid (Barnes, 2007).

a. Anti-atherosclerotik dan kolesterol- dan perendah lemak

Ekstrak bawang putih digunakan sebagai antikolesterol dan

sintesis lipid dikarenakan menghambat hydroxymethylglutaryl-CoA

(HMG-CoA) penghambat aktivitas dan enzim-enzim lain seperti

lanosterol-14-demethylase mencakup dalam biosintesis kolesterol. Pada

perendah lemak, bawang putih berperan dalam menghambat sintesis

lipid dan meningkatkan ekskresi sterol yang netral dan asam (Barnes,

2007).

b. Antitrombotik dan fibrinolitik

Bawang putih segar, bubuk bawang putih, minyak bawang putih

berperan sebagai antitrombotik dengan menghambat aggregasi platelet

disebabkan induksi dari Adenosin Diphosphate (ADP), kolagen, asam

araknoid, adrenalin (epinefrin) dan ionophore kalsium (Barnes, 2007).

Page 10: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

15

c. Antioksidan

Bawang putih dapat menghambat pembentukan radikal bebas,

mempertinggi enzim antioksida seluler (superoxide dismutase, katalase,

glutathion peroxidase), melindungi Low- Density Lipoprotein (LDL)

dari oksidasi oleh radikal bebas serta menghambat aktivasi oksidan

pendonrong transkripsi faktor nuklear faktor kappa B (NF-ĸB) (Barnes,

2007).

d. Antihipertensi

Bawang putih dilaporkan dapat menurunkan tekanan darah pada

hewan percobaan (anjing, kucing) yang hipertensi (Barnes, 2007).

e. Antikarsinogenik dan antitumorgenik

Allicin, senyawa turunan allicin dan senyawa lainnya yang tidak

berhubungan dengan allicin berkontribusi perannya sebagai antikanker,

Hal ini di karenakan adanya penghambatan karsinogenesis dan melawan

perkembangan tumor misalnya ekstrak bawang putih secara signifikan

menghambat pertumbuhan Sarcoma-180 dan LL/ 2 sel karsinoma paru

yang ditransplantasikan ke tikus-tikus. (Barnes, 2007).

f. Immunomodulatory

Ekstrak bawang putih mempunyai efek mempertinggi immun

seperti menstimulasi proliferasi limfosit dan fagositosis makrofag,

menginduksi makrofag dan menginfiltrasikan limfosit terhadap

transplantasi tumor serta menstimulasi pelepasan interferon-γ. Selain

itu juga dapat meningkatkan aktivitas sel natural killer dan interleukin-

2 (Barnes, 2007).

Page 11: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

16

g. Antimikrobial

Allicin memiliki aktivitas antimikrobial (mencakup

antibakterial, antiviral, antifungi, antiprotozoa, dan antiparasit). Secara

in vitro, dilaporkan bahwa bawang putih sensitif terhadap bakteri

antara lain Staphylococcus, Escherichia, Proteus, Salmonella,

Providencia, Citrobacter, Klebsiella, Hafnia, Aeromonas, dan Bacillus.

Namun, allicin sendiri secara signifikan dapat melawan Bacillus

subtilis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus faecalis, Escherichia

coli, Proteus mirabilis, Salmonella typhi, dan Vibrio cholerae. Bawang

putih juga dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan 30 strains

(termasuk di dalamnya 17 spesies) mikobakteria misalnya

Mycobacterium tuberculosis. Ekstrak bawang putih dengan pelarut air

dan etanol dapat menghambat pertumbuhan strain M. avium komplek

(MAC) yang diisolasi dari pasien dengan atau tanpa Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS). Ekstrak bawang putih dengan pelarut air

pada konsentrasi 2-5 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan

Helicobacter pylori pada pasien dengan gastritis kronik atau ulkus

duodenum (Barnes, 2007).

Aktivitas spektrum luas pada bawang putih terhadap

perlawanan jamur meliputi Microsporum, Epidermophyton,

Trycophyton, Rhodo Torula, Torulopsis, Trichosporon, Cryptococcus

neoformans, dan Candida termasuk Candida albicans. Ekstrak bawang

putih dilaporkan lebih efektif dibandingkan nistatin dalam kerjanya

melawan jamur patogen, khususnya Candida albicans. Penghambatan

terhadap sintesis lipid merupakan faktor yang penting dalam aktivitas

antikandidal dengan kandungan disulfida seperti allicin yang

merupakan komponen aktif utama. Bawang putih juga ditemukan dapat

menghambat pertumbuhan dan produksi toksin Aspergillus parasiticus

(Barnes, 2007).

Page 12: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

17

Allicin diproduksi dari sintesis alliin dengan allinase yang

diisolasi dari potongan bawang putih dapat menghambat destruksi sel

ginjal bayi hamster oleh tropozoit pada protozoa Entamoeba histolytica

in vitro. Allicin juga menghambat aktivitas cystein proteinase tropozoit

E. Histolytica. Selain itu juga, secara in vitro dapat melawan Giardia

intestinalis (Barnes, 2007).

Secara In vitro, ekstrak bawang putih memiliki aktivitas

antiviral melawan parainfluenza tipe 3, herpes simpleks tipe 1 dan

influenza B. Aktivitas ini dihubungkan dengan derivat allicin (Barnes,

2007).

h. Antihepatotoksik

Minyak bawang putih dan komponennya, bernama alliin, S-

allylmercaptocysteine (ASCC) dan S-methylmercaptocysteine (MSSC)

mengurangi carbon tetrachloride (CCl4)- dan galactosamine (pemicu

hepatotoksisitas in vitro. Laporan lain menunjukkan secara in vitro

bahwa S-allylcysteine, S-propylcysteine dan S-allylmercaptocysteine

menetralkan CCl4- pemicu hepatotoksisitas serta S-allylcysteine dan

S-allylmercaptocysteine mencegah kerusakan hati oleh hepatotoksin

pada hepatitis akut di tikus-tikus (Barnes, 2007).

i. Lainnya

Diet yang mengandung 2% ekstrak bawang putih dilaporkan

melindungi kerusakan intestinal yang diinduksi oleh oral methotrexate

dan 5- fluorouracil pada tikus 4-5 hari (Barnes, 2007).

II.1.1.12. Efek Samping dan Kontra Indikasi Bawang Putih

Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine

(2011), tanaman bawang putih cukup aman untuk sebagian besar orang

dewasa. Efek sampingnya berupa bau badan dan bau mulut, heatburn,

Page 13: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

18

nyeri perut serta reaksi alergi bila mengkonsumsi bawang putih mentah.

Bawang putih dapat mengencerkan darah dengan cara yang mirip dengan

aspirin, sehingga sebaiknya tidak dikonsumsi ketika akan mengalami

pembedahan ataupun jika ada riwayat gangguan pembekuan darah.

Bawang putih akan berinteraksi dengan saquinavir yang merupakan obat

untuk terapi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

menurunkan efektivitasnya dikarenakan dapat mengurangi kadar protease

inhibitor (UMMC, 2011) (NCCAM, 2011). Bawang putih juga dapat

memperberat efek obat-obatan antiagregasi platelet seperti indometasin,

dipiridamol, plavix, dan aspirin serta obat pengencer darah seperti warfarin

(UMMC, 2011). Dan terakhir, bawang putih dianggap memiliki peran

dalam pengguguran dan mempengaruhi siklus menstruasi sehingga hal ini

membuat bawang putih dikontraindikasikan bagi ibu hamil dan menyusui

(Barnes, 2007). Namun, dalam suatu penelitian, Cochrane Database

Review menjelaskan bawang putih efektif dalam penanganan pre-eklamsia

kehamilan (Thomson, 2007).

II.1.2. Mekanisme allicin bawang putih sebagai antifungi

Menurut hasil penelitian dari Fujita-Gakuen University School of

Medical Technological yang diterbitkan dalam artikel yang berjudul

“Evaluation of the In Vitro Antifungal Activity of Allicin”, mekanisme kerja

allicin ialah menghambat perkecambahan spora jamur dan pertumbuhan hifa

dikarenakan hifa merupakan bagian dari jamur yang dengan cepat

menimbulkan struktur reproduksi. Normalnya, pada medium agar sabouraud

dekstrose jamur dapt tumbuh dengan cepat, jamur-jamur tersebut bercabang

panjang tumbuh secara tetap atau teratur dan ujungnya tumbuh dengan normal

(Yamada and Azuma, 1977).

Page 14: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

19

II.1.3 . Dermatofitosis

Sinonim: tinea, ringworm, herpes sirsinata, kurap.

Definisi

Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis pada jaringan yang

mengandung zat tanduk (keratin) yang disebabkan oleh golongan jamur

dermatofita yang mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna

keratin pada kuku, rambut, dan stratum korneum pada kulit (Sutanto, et al,

2008).

Epidemiologi

Dermatofitosis cukup banyak ditemukan di Indonesia, baik pada pria

maupun pada wanita. Sumber infeksi diduga berasal dari orang-orang di

sekitar penderita (antropofilik), tanah/debu (geofilik), dan binatang peliharaan

(zoofilik). Kebersihan lingkungan dan pribadi penting untuk mencegah

infeksi. Infeksi oleh jamur antropofilik biasanya relatif tanpa peradangan,

sedangkan dermatofitosis geofilik dan zoofilik seringkali disertai peradangan

(Sutanto, et al, 2008)

Etiologi

Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

Dermatofita merupakan golongan jamur yang mempunyai sifat dapat

mencernakan keratin. Berdasarkan sifat morfologi, dermatofita

dikelompokkan dalam tiga genus: Tricophyton, Microsporum, dan

Epidermophyton. Enam spesies penyebab utama dermatofitosis di Indonesia

ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum canis,

Microsporum gypseum, Tricophyton concentrium dan Epidermophyton

floccosum (Sutanto, et al, 2008). Dermatofita digolongkan sebagai geofili,

zoofili, atau antropofili yang bergantung pada habitat lazimnya, yaitu tanah,

hewan, atau manusia (Jawetz, 2008).

Page 15: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

20

Gambar 4. Spesies Penyebab Dermatofitosis

Morfologi

Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filamen pada biakan

agar Sabouroud. Walaupun semua spesies membentuk koloni filamen, tetapi

masing-masing mempunyai sifat koloni, hifa dan spora yang berbeda. Pada

umumnya, genus Tricophyton membentuk makrokonidia berbentuk panjang

menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat membentuk hifa spiral

(Sutanto, et al, 2008). Bentuk vegetatifnya ialah miselium septat. Dicirikan

oleh mikrokonidium berbentuk gada dengan ukuran 4-8 µm x 3-4 µm).

Stadium akomiset yang dikenal mempunyai nama genus Arthroderma.

(Pelczar and Chan. 2005).

Hifa T. rubrum halus. Jamur ini membentuk banyak mikrokonidia.

Mikrokonidianya kecil, berdinding tipis dan berbentuk lonjong. Mikrokonidia

ini terletak pada konidiofora yang pendek, dan tersusun secara satu per satu

Page 16: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

21

pada sisi hifa (en thyrse) atau berkelompok (en grappe). Makrokonidia dari T.

rubrum berbentuk sebagai pensil dan terdiri atas beberapa sel.

Mikrokonidia T. mentagrophytes berbentuk bulat dan membentuk

banyak hifa spiral. Makrokonidia T. mentagrophytes ini juga berbentuk pensil.

M. canis mempunyai makrokonidia berbentuk kumparan yang berujung

runcing dan terdiri atas 6 sel atau lebih. Makrokonidia ini berdinding tebal.

Mikrokonidia M. canis berbentuk lonjong dan tidak khas. Makrokonidia M.

gypseum juga berbentuk kumparan terdiri atas 4-6 sel, dan dindingnya lebih

tipis. Mikrokonidia M. gypseum juga berbentuk lonjong dan tidak khas.

Pada E. floccosum, bentuk hifanya lebar. Makrokonidianya berbentuk

ganda, berdinding tebal dan terdiri atas 2-4 sel. Beberapa makrokonidia ini

tersusun pada satu konidiofora. Dan mikrokonidia biasanya tidak ditemukan

(Sutanto, et al, 2008).

Tempat Predileksi

Berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan, dermatofitosis dibagi

menjadi. 6 yaitu: tinea kapitis yang disebabkan oleh spesies dari Microsporum

dan Tricophyton yang mengenai kulit kepala dan folikel rambut serta lebih

banyak terdapat pada anak; tinea korporis yang disebabkan oleh spesies dari

Trichophyton, Microsporum dan E. floccosum yang mengenai kulit wajah

yang berminyak (kecuali jenggot), badan, lengan, dan tungkai (termasuk

punggung tangan dan kaki); tinea imbrikata yang disebabkan oleh spesies T.

concentricum yang mengenai seluruh badan kecuali kepala yang berambut,

telapak tangan dan kaki; tinea favosa yang disebabkan oleh spesies T.

Schoenleini, kadang-kadang juga T. violaceum dan M. gypseum yang dapat

mengenai kulit kepala dan dapat menyebar ke tubuh dan kuku menimbulkan

bau yang khas yang khas disebut mousy odor; tinea kruris yang disebabkan

oleh spesies dari Trichophyton, Microsporum, dan E. floccosum yang

mengenai paha atas bagian tengah, kulit di daerah inguinal, pubis dan

perineum; tinea pedis yang disebabkan oleh spesies dari Tricophyton yang

Page 17: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

22

mengenai kulit di antara jari-jari kaki, terutama antara jari ke 3 - 4 dan ke 4 –

5, telapak kaki dan bagian lateral kaki; tinea barbae yang disebabkan oleh

spesies dari jamur yang zoofilik, misalnya T. verrucosum yang menyebabkan

kelainan kulit disertai folikulitis (radang pada folikel rambut) terdapat di

daerah dagu dan dapat menyebar; tinea unguium yang disebabkan spesies dari

E. floccosum dan genus Trichophyton serta pernah dilaporkan genus

Microsporum menginfeksi satu kuku atau lebih (Sutanto, et al, 2008).

Tinea

Korporis

Tinea

Unguium

Tinea Kruris

Tinea Pedis

Tinea Kapitis

Tinea Barbae

Gambar 5. Tempat Predileksi Dermatofitosis

Page 18: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

23

Pembagian:

1. Tinea kapitis

Sinonim: ringworm of the scalp

Penyakit ini mengenai anak-anak berusia 3-7 tahun, jarang terjadi pada

anak yang telah puber yang disebabkan oleh infeksi Microsporum diduga

karena perubahan kimiawi sebum. Sedangkan infeksi Trichophyton dapat

menyerang kelompok umur remaja dan dewasa dalam bentuk ringan.

Terdapat 3 bentuk klinis:

a. Bentuk kerion: kelainan akut disertai peradangan dan pembentukan

pustul. Rambut yang terinfeksi tidak mengkialt lagi, mudah rontok dan

tidak nyeri bila dicabut sehingga mengakibatkan alopesia (botak).

b. Bentuk grey patch: timbul rasa gatal, alopesia yang bersisik tanpa

peradangan, rambut tidak mengkilat lagi dan patah di atas permukaan

kulit.

c. Bentuk black dot: pada kulit kepala tampak bintik-bintik hitam karena

rambut patah pada folikel.

2. Tinea Korporis

Sinonim: Dermatofitosis of the glabrous skin, ringworm, tinea sirsinata,

tinea glabrosa.

Insidensi penyakit ini lebih banyak di daerah beriklim lembab dan hangat

(tropis). Adapun faktor predisposisi antara lain penyakit sistemik (diabetes

melitus, cushing syndrome, infeksi HIV dan immunokompromis).

Sedangkan faktor risiko lain adalah orang yang sering kontak dengan

binatang, tanah, atau olahragawan.

Kelainan pada tinea korporis biasanya disertai rasa gatal. Adanya lesi

berbentuk plakat anular dengan sisik pada bagian tepi dan bagian tengah

tampak lebih bersih pada stadium akut sedangkan pada stadium menahun

batas sering tidak jelas. Hal ini terjadi apabila infeksi disebabkan oleh

Page 19: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

24

spesies dermatofitosis antropofilik. Dan bisa timbul peradangan mulai dari

vesikel dan pustul sampai bula yang disebabkan oleh spesies

dermatofitosis geofilik dan zoofilik.

3. Tinea Imbrikata

Kelaianan berupa sisik kasar yang terbentuk secara konsentris dan sisik itu

terlepas di bagian dalam lingkaran sehingga terlihat seperti susunan

genteng. Pada stadium lanjut banyak timbul pusat-pusat susunan sisik

konsentris sehingga tidak terlihat lagi susunan sisik konsentris, tetapi sisik

kasar yang tidak beraturan melapisi kulit.

4. Tinea Favosa

Kelainan berupa sputula dibentuk oleh sisik-sisik yang tersusun seperti

kerucut. Di bagian kepala dapat menyebabkan pitak yang menetap

(alopesia permanen) bila tidak cepat diobati.

5. Tinea Kruris

Sinonim: eczema marginatum, gym itch, hobie itch, ringworm of the groin,

tinea inguinalis.

Insidensi penyakit ini terutama di daerah beriklim tropis. Infeksi umumnya

terjadi pada laki-laki postpubertal namun demikian perempuan juga dapat

terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau

pada tempat dengan pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di

rumah tahanan. Adapun faktor predisposisinya adalah pemakaian baju

ketat, keringat, dan baju mandi yang lembab dalam kurun waktu yang

lama. Obesitas dan diabetes melitus dapat juga menjadi faktor risiko dari

penyakit ini.

Page 20: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

25

6. Tinea Pedis

Sinonim: Athlete’s foot, ringworm pada telapak kaki

Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Insidens

meningkat sesuai dengan meningkatnya umur dan umumnya terjadi

pascapubertas.

Faktor predisposisi berupa kaki yang selalu basah, baik oleh air (tukang

cuci), maupun oleh keringat (sepatu tertutup dan memakai kaos kaki).

Sering terjadi maserasi kulit.

7. Tinea Barbae

Kelainan pada penyakit ini dapat menyebabkan semua rambut yang

terinfeksi menjadi rontok disebabkan oleh jamur zoofilik.

8. Tinea Unguium

Penyakit ini menimbulkan gejala permukaan kuku tidak rata. Kuku

menjadi rapuh atau keras, dan kuku yang terkena dapat terkikis.

Patologi dan Gejala Klinis

Jamur golongan dermatofita selain mengeluarkan enzim keratinase

yang mencerna keratin, patogenitasnya juga meningkat karena produksi

mannan yaitu suatu komponen dinding sel yang bersifat immunoinhibitory.

Mannan juga mempunyai kemampuan menghambat eliminasi jamur oleh

hospes dengan menekan kerja cell mediated immunity.

Namun, ada beberapa faktor dalam tubuh hospes yang berperan

dalam menghambat patogenitas seperti progesteron mampu menghambat

pertumbuhan jamur golongan dermatofita, karena itu insidens dermatofitosis

lebih banyak pada laki-laki. Selain itu, dengan adanya unsaturated fatty acid

pada sebum juga mampu menghambat pertumbuhan jamur (Sutanto, et al,

2008).

Page 21: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

26

II.I.4. Tricophyton rubrum

1. Taksonomi

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota

Kelas : Euascomycetes

Ordo : Onygenales

Familia : Arthrodermataceae

Genus : Trichophyton

Spesies : Trichophyton rubrum (Setu, 2011)

2. Nama Lain T. rubrum

T. purpureum, T. rubidium, T. “B”, T. marginatum, T. plurizoniforme, T.

lanoroseum, T. coccineum, T. spadix, T. multicolor, T. kagawaense, T.

rodhainii, E. rubrum, E. perneti, E. salmoneum, T. fluviomuninese

(Williard, 1974).

3. Identifikasi dan morfologi

Koloni tipikal T. rubrum mempunyai permukaan seperti kapas yang

berwarna putih dan mempunyai pigmen tidak dapat berdifusi berwarna

merah pekat bila dilihat dari sisi koloni sebaliknya (Jawetz, 2008).

Trichophyton spp. Mempunyai makrokonidia berdinding halus berbentuk

silinder. Pembentukan makrokonidia oleh Trichophyton spp. sangat sedikit

bilamana dibiakkan pada agar maltose Sabouraud (Hart and Shears, 1997).

T. rubrum menunjukkan frekuensi terbanyak sebagai agen penyebab

dermatofitosis supefisial. Dermatofita menjadi anggota kelompok khusus

tertinggi yang menyebabkan infeksi pada jaringan keratin (kulit, rambut,

dan kuku) manusia dan binatang yang menyebabkan dermatofitosis, juga

dikenal sebagai penyakit tinea. T. rubrum merupakan spesies dermatofita

terbanyak yang diamati di seluruh dunia yang manifestasi kliniknya

biasanya mengenai antara jari-jari kaki (tinea pedis) (Baran, 2011).

Page 22: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

27

Gambar 4. Morfologi T. rubrum (Mikrobiologi Farmasi Indonesia, 2011)

4. Biakan

Identifikasi Dermatofita sp. memerlukan biakan. Spesimen

diinokulasi ke dalam agar kapang inhibitorik atau bagian miring agar

Sabouraud yang mengandung sikloheksimid dan kloramfenikol untuk

menekan pertumbuhan kapang dan bakteri, diinkubasi selama 1-3 minggu

pada suhu ruangan, kemudian diperiksa dalam biakan kaca objek bila

diperlukan. Spesies diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni (kecepatan

pertumbuhan, tekstur permukaan, dan pigmentasi), morfologi mikroskopik

(makrokonidia, mikrokonidia), dan pada beberapa kasus, kebutuhan nutrisi.

Gambar 5. Biakan Trichophyton rubrum. T. Rubrum telah dibiakkan pada

agar dekstrosa Sabouraud (Hart and Shears, 1997).

Page 23: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

28

5. Patogenesis

Genus Trichophyton dan Microsporum menimbulkan kelainan pada

kulit, rambut, dan kuku. T. rubrum mampu menghinggapi manusia (jamur

antropofilik). Hal ini dikarenakan jamur mengadakan kolonisasi pada kulit,

kuku, atau rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi

kelainan, respon imun selular penderita terhadap penyebab serta jenis

spesies. Jamur antropofilik ini umumnya menyebabkan kelainan yang

tenang tanpa peradangan menahun. Pada umumnya dermatofitosis pada

kulit mempunyai morfologi yang khas, yaitu kelainan berbentuk lingkaran

yang berbatas tegas oleh vesikel-vesikel kecil, dengan dasar kelainan

berwarna kemerahan dan tertutup dengan sisik-sisik. Jamurnya terdapat di

sisik tersebut dan di dinding vesikel. Keluhan penderita ialah gatal

terutama bila berkeringat (Sutanto, et al, 2008).

5. Diagnosis laboratorium

Diagnosis laboratorium dibuat berdasarkan pemeriksaan langsung

kerokan kulit, rambut, kuku dengan KOH 10-20% yang ditambah 5%

gliserol kemudian dipanaskan (51-54°C). KOH akan melisikan sel kulit,

kuku, dan rambut sehingga elemen jamur dapat terlihat jelas.

Penambahan zat warna seperti chlorazole black E atau tinta parker biru-

hitam pada KOH semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada

sediaan KOH dari kulit, rambut, dan kuku, jamur tampak sebagai hifa

berseptum dan bercabang. Hifa-hifa tersebut kemudian dapat membentuk

artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora-spora yang

tersusum padat. Pembiakkan dilakukan pada medium agar Sabouraud

yang dibubuhi antibiotik dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur

ditentukan oleh sifat koloni, hifa dan spora dibentuk (Sutanto, et al,

2008).

Page 24: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

29

II.1.5. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur

1. Nutrien

Mikroba akan membutuhkan karbon dalam sejumlah reaksi

biosintesis dan menghasilkan lebih dari cukup untuk memenuhi

kebutuhannya.

2. Aerasi

Berbagai organisme obligat aerob, secara khusus membutuhkan

oksigen sebagai penerima hidrogen, beberapa adalah fakultatif, mampu

hidup secara aerob atau secara anaerob, membutuhkan substansi selain

oksigen sebagai penerima hidrogen dan menjadi peka terhadap

penghambatan oksigen. Hasil alami metabolisme aerob adalah senyawa-

senyawa reaktif hidrogen peroksida (H2O2) dan superosida (O2). Dua

spesies ini menghasilkan radikal hisroksil (OH), yang dapat merusak

setiap makromolekul biologi dengan adanya unsur besi.

3. Konsentrasi ion hidrogen (pH)

Kebanyakan organisme memiliki kisaran pH optimal yang sempit

mendekati pH netral antara 6,5-7,5. Acidophils merupakan mikroba yang

dapat mentoleransi asam memiliki pH optimal serendah 3,0 dan

alkalophiles memiliki pH optimal setinggi 10,5.

4. Temperatur

Spesies mikroba yang berbeda sangat beragam kisaran temperatur

optimalnya untuk tumbuh, berbentuk psychrophilic (mikroorganisme yang

menyukai suhu dingin) tumbuh terbaik pada temperatur rendah 15-200C,

bentuk mesophilic (mikroorganisme yang menyukai suhu sedang) tumbuh

terbaik pada 30-370C dan kebanyakan bentuk thermophilic

(mikroorganisme yang menyukai suhu hangat) tumbuh terbaik pada 50-

600C. Kebanyakan organisme adalah mesophilic, 300C adalah temperatur

Page 25: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

30

optimal untuk berbagai bentuk yang hidup bebas, dan temperatur badan

inang adalah optimal untuk tumbuh dengan cepat. Temperatur yang

ekstrim dapat membunuh dan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan

mikroorganisme.

II.1.6. Mekanisme kerja antifungi

Mekanisme kerja antifungi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Fungistatik

Bahan antifungi memiliki kemampuan untuk menghambat perkembangbiakan

fungi. Jika bahan antifungi dihilangkan, perkembangbiakan fungi berjalan

kembali (Brunton, 2006).

2. Fungisidal

Bahan antifungi memiliki kemampuan untuk membunuh fungi. Jika bahan

antifungi dihilangkan, perkembangbiakan tidak berjalan kembali (Brunton,

2006).

II.1.7. Jenis obat antifungi

Jenis obat antifungi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Antifungi Sistemik

Amfoterisin B, flusitosin, grup azol (ketokonazol,flukonazol, itrakonazol),

griseovulfin, kalium iodide (Brunton, 2006).

2. Antifungi Topikal

Imidazol, tolnaftat, nistatin, kandisidin, asam salisilat, asam undesilinat,

haloprogin, natamisin (Brunton, 2006).

Page 26: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

31

II.1.8. Obat antifungi dermatofita

1. Griseofulvin

Asal dan Kimia

Griesofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulum dierckx. Pada

tahun 1946, Brian dkk. Menemukan bahan yang menyebabkan susut dan

mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian ternyata

diketahui bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillim janczewski

adalah griseofulvin (Gunawan, 2005).

Aktivitas Antijamur

Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur

dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum.

Terhadap sel muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat

fungisidal. Obat ini tidak efektif terhadap bakteri, jamur lain, dan ragi,

Actinomyces dan Nocardia. Efek fungistatik obat ini belum sepenuhnya

dapat dijelaskan. Ada laporan mengemukakan mekanisme kerja obat ini

mirip dengan kolkisin dan alkaloid vinka. Tetapi seperti telah diutarakan

di atas, obat ini akan menghambat mitosis sel muda dengan mengganggu

sintesis dan polimerasi asam nukleat(Gunawan, 2005).

Farmakokinetik

Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna

bagian atas karena obat ini tidak larut dalam air. Dosis oral 0,5 g hanya

akan menghasilkan kadar plasma tertinggi kira-kira 1µg/mL setelah 4 jam.

Preparat dalam bentuk yang kecil (microsized) diserap lebih baik.

Absorbsinya meningkat apabila diberikan bersamaan dengan makanan

berlemak. Obat ini dimetabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah

6- metilgriseofulvin. Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari

dosis oral yang diberikan, dikeluarkan bersama urin dalam bentuk

metabolit selama 5 hari. Kulit yang sakit mempunyai afinitas yang tinggi

Page 27: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

32

terhadap obat ini. Obat ini akan dihimpun dalam sel pembentuk

keratin,lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat

dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan

jamur. Keratin yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh

sel yang normal. Antibiotik ini dapat ditemukan dalam lapisan tanduk 4-8

jam setelah pemberian obat oral. Keringat dan hilangnya cairan

transepidermal memegang peranan penting dalam penyebaran obat ini

pada stratum korneum; kadar yang ditemukan dalam cairan dan jaringan

tubuh lainnya sangat kecil sekali (Gunawan, 2005).

Efek Samping

Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian

griseofulvin. Leukopenia dan granulosiopenia dapat terjadi pada

pemakaian dosis besar dalam waktu lama; karena itu sebaiknya dilakukan

pemeriksaan darah yang teratur selama pemakaian obat ini. Sakit kepala

merupakan keluhan utama, terjadi kira-kira pada 15 % pasien, yang akan

hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan. Efek samping

lainnya seperti artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan kabur,

insomnia, berkurangnya fungsi motorik, pusing dan sinkop; pada saluran

cerna dapat terjadi rasa kering mulut, mual, muntah, diare, dan flatulensi.

Mungkin pula ditemukan albuminuria dan silinderuria tenpa kelainan

ginjal. Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema

multiforme, vesikula, dan erupsi menyerupai morbili. Pada anak dapat

timbul reaksi menyerupai efek estrogen. Griseofulvin menginduksi enzim

mekrosom sehingga terjadi peningkatan metabolism warfarin. Beberapa

obat kontrasepsi oral juga mengalami keadaan serupa. Sebaliknya

griseofulvin akan dihambat penyerapannya dari saluran cerna oleh

barbiturate (Gunawan, 2005).

Page 28: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

33

Indikasi

Griseofulvin memberikan hasil yang baik terhadap penyakit jamur

di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur yang sensitive.

Gejala pada kulit akan berkurang dalam 48-96 jam setelah pengobatan

dengan griseofulvin sedangkan penyembuhan sempurna baru terjadi

setelah beberapa minggu. Biakan jamur menjadi negatif dalam 1-2 minggu

tetapi pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 3-4 minggu. Infeksi pada

telapak tangan dan telapak kaki lebih lambat bereaksi, biakan di sini baru

negative setelah 2-4 minggu dan pengobatan membutuhkan waktu sekitar

4-8 minggu. Infeksi kuku tangan membutuhkan waktu 4-6 bulan

sedangkan infeksi kuku kaki membutuhkan waktu 6-12 bulam.

Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrovites membutuhkan

dosis yang lebih tinggi daripada dosis biasa. Pada keadaan yang disertai

hyperkeratosis perlu penambahan zat keratolitik. Kandidiasis maupun

tinea versikolor tidak dapat diobati dengan griseofulvin. Dosis sangat

tinggi bersifat karsinogenik dan teratogenik sehingga dermatofitosis

ringan tidak perlu diberika griseofilvin, cukup dengan pemberian preparat

topikal (Gunawan, 2005).

Posologi

Di Indonesia griseofulvin mikrokristal tersedia dalam bentuk

tablet berisi 125 dan 500 mg dan tablet yang mengandung pertikel

ultramikrokristal tersedia dalam takaran 330 mg. Untuk anak, griseofulvin

diberikan 5-15 mg/kgBB/hari sedangkan untuk dewasa 500-1000 mg/hari

dalam dosis tunggal. Bila dosis tunggal tidak dapat ditoleransi, maka

dibagi dalam beberapa dosis (Gunawan, 2005).

Page 29: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

34

2. Imidazol dan Triazol

Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas.

Karena sifat dan penggunannya praktis dan tidak berbeda, maka hanya

mikonazol dan klotrimazol yang akan dibahas (Gunawan, 2005).

Mikonazol

Asal dan Kimia

Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relative

stabil, mempunyai spectrum antijamur yang lebar terhadap jamur

darmatofit. Obat ini berbentuk Kristal putih, tidak berwarna, dan tidak

berbau, sebagian kecil larut dalam air tapi lebih larut dalam pelarut

organic (Gunawan, 2005).

Aktivitas antijamur

Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton,

Epidermophyton, Microsporum, Candida dan Malassezia furfur.

Mikonazol in vitro efektif terhadap beberapa kuman gram positif.

Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk

ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga

permeabilitas terhadap berabgai zat intrasel meningkat. Mungkin pula

terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam

sel jamur yang akan menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus

ke dalam lapisan tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari.

Mikonazol topical diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan

kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat yang

mengenai kulit kepala, telapak, dan kuku sebaiknya dipakai griseofulvin

(Gunawan, 2005).

Page 30: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

35

Efek samping

Efek samping berupa iritasi, rasa terbakar dan maserasi

memerlukan penghentian terapi. Sejumlah kecil mikonazol diserap melalui

mukosa vagina tapi belum ada laporan tentang efek samping pada bayi

yang ibunya mendapat mikonazol intravaginal pada waktu hamil, tetapiu

penggunannya pada kehamilan trimester pertama sebaiknya dihindari

(Gunawan, 2005).

Sediaan dan Posologi

Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2 % dan bedak tabor yang

dipakai dua kali sehari selama 2-4 minggu. Krim 2 % untuk penggunaan

intravaginal diberikan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari. Gel 2

% tersedia untuk kandidiasis oral. Mikonazol tidak boleh dibubuhkan pada

mata (Gunawan, 2005).

Klotrimazol

Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang praktis tidak

larut dalam air, larut dalam alcohol dan kloroform, sedikit larut dalam eter.

Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme

kerja mirip mikonazol dan secara topical dugunakan untuk pengobatan

tinea pedis, kruris dan korporis yang disebabkan oleh T. rubrum, T.

mentagrophytes, E. floccosum, dan M. canis dan untuk tinea versikolor.

Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C.

albicans.Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1

% untuk dioleskan dua kali sehari. Krim vaginal 1% atau tablet vaginal

100 mg digunakan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari, atau tablet

vaginal 500 mg, dosis tunggal. Pada pemakaian topical dapet terjadi rasa

terbakar, eritemat, edema, gatal, dan urtikaria (Gunawan, 2005).

Page 31: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

36

II.1.9. Uji kepekaan terhadap antifungi in vitro :

1. Metode difusi cakram

Metode difusi cakram ini merupakan metode yang paling banyak

digunakan dan dikenal juga sebagai Kirby-Bauer test. Cakram kertas filter

yang mengandung konsentrasi obat tertentu ditempatkan di atas permukaan

medium padat yang telah diinokulasi pada permukaan dengan organisme

uji. Media tersebut kemudian diinkubasi 370C selama 18-24 jam.

Selanjutnya diamati adanya zona inhibisi dengan ciri area (zona) jernih

sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan

mikroba (Hudzicki, 2011).

2. Metode dilusi

Metode dilusi ini adalah bahan antimikroba diencerkan

menggunakan satu seri tabung, kemudian ditambahkan jamur penguji. Seri

tabung tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam dan

diamati kekeruhan pada tabung. Dengan cara ini dapat ditentukan jumlah

terendah yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara

in vitro, jumlah terendah ini disebut Kadar Hambat Minimal (KHM).

Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada

media agar padat kemudian diinkubasikan dan keesokan harinya diamati

ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada

biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni

mikroba adalah Kadar Bunuh Minimal (KBM) dari obat terhadap mikroba

uji (Hudzicki, 2011).

Page 32: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

37

II.2. Kerangka Teori

II.3 Kerangka Konsep

Variael pengganggu

Allicin

Kadar Hambat Minimal Kadar Bunuh Minimal Trichophyton rubrum

Pemberian ekstrak bawang putih konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80%, 100%

Pertumbuhan Trichophyton rubrum

Variabel bebas Variabel tergantung

Ekstrak bawang putih

Menghambat pertumbuhan spora

Pembatasan pertumbuhan radial dari koloni jamur

Penghambatan terlihat perpanjangan longitudinal

hifa

Bagan 1. Kerangka Teori

Bagan 2. Kerangka Konsep

1. Nutrien 2. Aerasi 3. pH 4. Temperatur

1. Suhu inkubasi 2. Waktu inkubasi 3. Kepekatan jamur 4. pH medium

Page 33: Uji Kepekaan Antifungi Dengan Bawang

38

II.4. Hipotesis penelitian

1. HO :

o Tidak terdapat perbedaan rata-rata aktivitas antifungi antar konsentrasi

ekstrak bawang putih terhadap pertumbuhan T. rubrum secara in vitro

dengan metode difusi

2. H1:

o Terdapat perbedaan rata-rata aktivitas antifungi antar konsentrasi

ekstrak bawang putih terhadap pertumbuhan T. rubrum secara in vitro

dengan metode difusi