botani tanaman bawang merah
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang maha penyasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
beserta syukur kita panjatkan kehadhirat Allah swt, yang telah memberikan kesehatan,
kesempatan dan umur panjang sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan
Laporan Praktek Lapang ini dengan judul “.......................“. Shalawat beriring salam
kita persembahkan keharibaan Nabi Besar Muhammad saw, yang telah merubah
peradaban manusia menjadi ummat yang berbudi luhur dan berilmu pengetahuan.
Bersama ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak…………. selaku dosen pembimbing…………… yang telah
mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Praktek Lapang ini.
Selanjutnya kepada kawan-kawan seperjuangan yang telah membantu penulis tentang
bagaimana tata cara penulisan Laporan Praktek Lapang yang baik. Dalam hal ini
penulis menyadari tidak dapat membalasnya melainkan hanya do’a yang penulis
memohonkan semoga segala jerih payah mereka semua mendapat ridha dari Allah swt,
dengan limpahan pahala bagi mereka semuanya.
Penulis menyadari dalam penulisan Laporan Praktek Lapang ini masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karenanya kritikan dan saran-saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan Laporan Praktek Lapang
penulis dimasa yang akan datang. Akhirnya harapan penulis, semoga Loparan Praktek
Lapang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi sumbangan penulis dalam
rangka meningkatkan khazanah dan kualitas umat Islam terutama dalam bidang
Pertanian.
Amin Yaa Rabbal ‘Alamin
Takengon, 15 Februari 2013
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah merupakn komoditi holtikultural yang tergolong sayuran
rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu
masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan.
Hampir setiap masakan menggunakan bawang merah sebagai pelengkap bumbu
penyedapnya. Walaupun penambahannya tidak begitu banyak, tetapi belum memakai
bawang merah masakan belumlah terasa nikmat. Selain sebagai bumbu masak, banyak
bermanfaat untk kesehatan.
Bawang merah dikenal hampir di setiap negara dan daerah di wilayah tanah air.
Kalangan internasional menyebutkan shallot. Bawang merah memiliki nama ilmiah
Allium cepa var. ascalonicum atau cukup disebut Allium ascalonicum. Bawang yang
semarga denagn bawang daun, bawang putih, dan bawang bombay. Ini termasuk family
Liliaceae.
Bawang merah tergolong tanaman semusim atau setahun. Tanamannya
berbentuk rumpun, akarnyaa serabut, batangnya pendek sekali yang hampir tidak
tampak. Daunnya memanjang dan berbentuk silindris, pangkal daun berubah bentuk dan
fungsinya yakni membengkak membentuk umbi lapis. Umbi tersebut dapat membentuk
tunas baru yang kemudian tumbuh membesar dan dewasa menjadi umbi kembali.
Karena sifat tumbuhnya yang demikian maka dari satu umbi dapat membentuk rumpun
tanaman yang berasal dari hasil peranakan umbi.
Tanaman bawang merah lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah
yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas, dan cuaca cerah. Tanaman ini tidak
menyukai tempat-tempat yang tergenang air apalagi becek.
Walaupun bawang merah tidak menyukai tempat yang tergenang air, tetapi
tanaman ini banyak membutuhkan air, tetutama dalam masa pembentukan umbi.
Dengan tuntulan seperti ini tanaman bawang merah banyak ditanam pada musim
kemaruan yang normalnya terjadi pada bulan April-Otober. Pada bulan-bulan tersebut
produksi bawang merah melimpah.
Daerah yang mempunyai kondisi seperti di atas dan menjadi sentral produksi
bawang merah yaitu Brebes, Probolinggo, Majalengka, tegal, Nganjuk, Cirebon, Kediri,
Bandung, dan Pemalang. Daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam urutan 10 besar
sentral produksi bawang merah di Indonesia.
Daerah sentral produksi dan pengusahaan bawang merah perlu ditingkatkan
mengingat permintaan konsumen dari waktu ke waktu terus meningkat. Hal ini sejalan
dengan pertambahan penduduk dan peningkatan daya belinya. Selain itu, dengan
berkembangnya industri makanan maka akan terkaid pula peningkatan kebutuhan
terhadap bawang merah yang berperan sebagai salah satu bahan pembantunya.
Mengigat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian terus meningkat maka
pengusahaannya memberikan gambaran (prospek) yang cerah. Prospek tersebut tidak
hanya bagi petani dan pedagang saja, tetapi juga bagi semua pihak yang ikut terlibat di
dalam kegiatan usahanya, dari mulai penanaman sampai ke pemasaran.
Cerahnya produksi bawang merah juga didukung oleh tidak adanya bahan
pengganti (barang subtitusinya), baik yang sintetis maupun alami. Yang dimaksud
dengan pengganti tersebut yaitu berupa komoditi lain yang sifat dan fungsinya sama
dengan bawang merah. Dengan demikian keberadaan bawang merah tentunya akan
tetap banyak dibutuhkan.
Bawang merah tergolong komoditi yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran.
Keadaan ini berpengaruh baik terhadap perolehan pendapatan. Apalagi didukung
dengan cepatnya perputaran modal usaha bawang merah. Pada umur 60-70 hari tanaman
sudah bisa dipanen. Dengan demikian keuntungan bisa diraih dengan cepat dalam waktu
yang relatif singkat.
Permintaan pasar terhadap bawang merah dari tahun ke tahun terus meningkat,
luas areal budidaya bawang merah di Indonesia juga semakin bertambah. Sentral
penanaman bawang merahpun bermunculan, namun hingga saat ini masih banyak
kendala yang dialami oleh para petani bawang merah yaitu mulai dari masalah
penerapan tehnik budidaya yang tepat juga masalah hama dan penyakit pada tanaman
bawang merah tersebut. Salah satu yang kerap dikhawatirkan oleh para petani dalam
membudidaya bawang merah adalah serangan hama dan penyakit yang sangat sering
menyerang tanaman bawang merah baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah
umumnya tidak berbeda, oleh karena itu cara pengendaliannya pun sama. Hama adalah
sejenis hewan yang mengganggu tanaman bawang merah sekaligus bisa menyebabkan
kerusakan pada buah bawang merah, jenis hama yang menyerang tanaman bawang
merah cukup banyak karena itu perlu penanganan yang tepat untuk bisa mengatasi
hama-hama tersebut. Cara penanganan yang kurang tepat seperti penggunaan pestisida
yang berlebihan dan diagnosis hama yang salah bisa menyebabkan rendahnya produksi
bawang merah.
B. Tujuan Praktek Lapang
Praktek lapang ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pentingnya kegiatan penanganan pengendalian Hama dan
penyakit tanaman bawang merah.
2. Untuk mengetahui sejauh mana petani di pedesaan melakukan langkah-langkah
dalam menangani penyendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dialami para petani dalam penanganan
pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah.
C. Metode Praktek Lapang
Dalam pelaksanaan praktek lapang ini cara yang ditempuh untuk mendapatkan
data adalah:
1. Pengumpulan data primer, metode ini adalah observasi langsung ke lapangan
dengan mewawancarai para petani
2. Pengumpulan data sekunder, metode ini adalah dengan menghubungi kantor
kepala Desa, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) setempat dan instansi lain yang
terkait di samping literatur yang ada.
D. Tempat dan Waktu Praktek Lapang
Praktek lapang ini dilaksanakan di Desa Toweren Toa Kecamatan Lut Tawar
Kabupaten Aceh Tengah, Desa yang diamati sebagai lokasi praktek ini didasarkan atas
alternative banyaknya petani bawang merah, letak, dan topografi yang cukup
mendukung.
II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Letak dan Luas Daerah
Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten yang berada
ditengah-tengah Provinsi Aceh dengan ketinggian rata-rata 1200 meter dari permukaan
laut (dpl). Letak geografis berada pada posisi 04 10 33 – 05 57 50 lintang Utara dan 95
15 40 – 97 20 25 Bujur Timur.
Kampung Toweren Toa merupakan salah satu kampong yang berada di
Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, dengan ketinggian rata-rata 1200 meter
dari permukaan laut (dpl), letak geografis berada pada posisi 04 10 – 05 58 Lintang
Utara dan 96 18 – 96 22 Bujur Timur. Kampung Toweren Toa berbatas dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatas dengan Kebayakan
- Sebelah selatan berbatas dengan Kampung Toweren Antara
- Sebelah timur berbatas dengan Kampung Gunung Suku Rawe
- Sebelah barat berbatas dengan Kampung Wak
1. Keadaan dan Luas Wilayah
Luas daerah Kampung Toweren Toa + 31,66 km dengan ketinggian 1200 meter
dari permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata 18 – 28 kelembaban udara 75 % arah angin
pada siang hari dari utara dan pada malam hari dari selatan, lama penyinaran 10 jam dan
curah hujan 278 mm per tahun.
Tabel 1. Keadaan Jumlah Penduduk Kampung Toweren Toa Berdasarkan Jenis
Kelamin.
No Uraian Jumlah (Jiwa) Persentase Keterangan
1 Laki-laki 275 50,55
2 Perempuan 318 49,45
3 Kepala Keluarga 91
Jumlah 593 100
Sumber data: Kantor Kepala Kampung Toweren Toa Tahun 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk pada daerah praktek lapang,
yaitu Kampung Toweren Toa terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 275 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan sebannyak 318 jiwa, total keseluruhan 593 jiwa dan
jumlah kepala keluarga 91 jiwa.
2. Keadaan Tanah dan Topografi
Usaha tani tanah merupakan salah satu factor produksi yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, maupun waktu dan cara bercocok tanam.
Keadaan tanah di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, begitu pula halnya
dengan keadaan tanah dan topografi di Kampung Toweren Toa. Kesuburan tanah
dipengaruhi oleh jenis dan kandungan gabungan antara jenis tanah vulkanik dan andosol
yang merupakan tanah pertanian terbaik. Dalam usaha tani keadaan topografi akan
mempengaruhi biaya produksi, dimana pada topografi berat akan memperbesar biaya
pengolahan tanah karena sulit menggunakan alat-alat mekanis, sehingga akan
berpengaruh pada pendapatan usaha tani. Keadaan tanah dan topografi di Kampung
Toweren Toa pada umumnya lempung berpasir dan lempung berdebu.
Faktor alam secara langsung mempengaruhi kehidupan manusia, tumbuh-
tumbuhan dan hewan adalah faktor iklim, perbedaan faktor iklim akan menyebabkan
perbedaan vegetasi, oleh karena itu untuk menentukan jenis tanaman yang cocok di
suatu daerah perlu mempelajari keadaan iklim setempat.
Kampung Toweren Toa tergolong keadaan iklim tropis yang dipengaruhi oleh
dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, unsure-unsur iklim yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah curah hujan, suhu,
angin, dan kelembaban udara.
Keadaan rata-rata curah hujan di Kampung Toweren Toa adalah 278 mm per
tahun dengan jumlah rata-rata 136 hari per tahun. Musim kemarau biasanya jatuh pada
bulan Mei dan Agustus dan musim hujan antara bulan September sampai bulan Maret
atau April. Suhu rata-rata berkisar antara 20 -27 C dan 13 C- 20 C dengan kelembaban
relative 80 % dan angka maksimal 92.
Tabel 2. Luas Wilayah Kampung Toweren Toa Kabupaten Aceh Tengah
Menurut Tata Guna Tanah Tahun 2009.
No
.
Status Penggunaan Tanah Luas Lahan (Ha) Persentase
1 Sawah 11,5 30,2
2 Bangunan 6,5 17,5
3 Perkebunan 19,5 51,4
4 Lain-lain 1 1
Jumlah 38,5 100,1
Sumber: Kantor Kepala Kampung Toweren Toa tahun 2011
Dari tabel di atas dapat dilihat luas areal yang dimanfaatkan masyarakat
Kampung Toweren Toa adalah persawahan 11,5 hektar, perkebunan 19,3 hektar, tanah
bangunan 6,5 hektar, dan lain-lain 1 hektar.
3. Keadaan Petani dan Pertanian
Petani di Kampung Toweren Toa selain membudidaya tanaman holtikultura juga
tanaman perkebunan, tanaman pangan dan sebagainya, kemudian disektor peternakan
dan perikanan. Pengaruh teknologi maju sedikit banyak terlihat pada perilaku petani
dalam melakukan usaha taninya. Adanya tumpang sari tanaman dan pergiliran tanaman
dan mengatur waktu tanam diharapkan dapat dilakukan pemanenan secara bervariasi
dan bertahap.
4. Prasarana Perhubungan (Transportasi)
Pembangunan pertanian sangat erat hubungannya dengan prasarana
perhubungan, kurang baiknya hubungan mengakibatkan biaya transportasi
tinggi,sehingga harga imput atau sarana produksi menjadi lebih mahal dan
sebaliknyadapat menyebabkan output atau hasil produksi bertumpuk disuatu tempat,
sehingga hasil produksi tersebut akan turun harganya, dengan demikian harga input
tidak sesuai dengan harga output, yang akhirnya dapat mengakibatkan kurang adanya
rangsangan bagi petani dalam berproduksi.
Keadaan jalan di Kampung Toweren Toa sangat bagus sehingga sangat mudah
dilalui, di samping itu transportasi atau angkutan sudah tersedia dan masuk keseluruh
kampung-kampung yang ada pada Kampung Toweren.
B. Karakteristik Petani
Karakteristik yang dimaksud dalam praktek lapang ini adalah umur, pendidikan,
pengalaman dalam berusaha tani, luas lahan garapan usaha tani bawang merah, dan
besarnya tanggungan dalam keluarga (jiwa). Karakteristik petani akan menentukan
tahapan kemampuan bekerja dari seorang petani dalam usaha meningkatkan produksi,
di samping faktor-faktor fisik dan faktor ekonomi lainnya.
Petani merupakan orang yang berfungsi sebagi manajer dalam pengambilan
keputusan danpengaturan penggunaan sumber-sumber produksi, yang ada dalam usaha
tani secara efektif sehingga dapat menghailkan produksi. Namun demikian petani
sebagai manajer juga sekaligus menjadi juru tani.
Petani mengelola usaha taninya harus memiliki kemampuan dan ketrampilan,
sehingga petani mau dan mampu melaksanakan pengolahan tanah, pemeliharaan
tanaman, pemanenan, dan pemasaran hasil usaha taninya dengan sebaik-baiknya.
Peranan petani dalam mengelola usaha taninya dengan berbagai factor produksi
bertujuan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan, diharapkan akan mampu
memenuhi kebutuhan hidup patani beserta keluarganya sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan. Oleh sebab itu kemampuan ketrampilan petani dalam mengelola usaha
taninya sangat bergantung kepada umur, pendidikan, pengalaman yang cukup dalam
mengelola usaha taninya, maka diharapkan petani akan memperoleh produktivitas usaha
taninya yang cukup.
Untuk lebih jelasnya keadaan karakteristik petani pada usaha tani bawang merah
pada daerah praktek dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 3. Keadaan Karakteristik Petani Sampel Usahatani Bawang Merah Pada
Daerah Penelitian 2013.
No
.
Uraian Satuan Jumlah
1 Luas Lahan Ha 5
2 Umur Tahun 27
3 Pendidikan Tahun 11
4 Lama Berusaha Tahun 5
5 Tanggungan Jiwa 2
Sumber: Kantor Kepala Kampung Toweren Toa Tahun 2013
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata luas lahan petani usahatani
bawang merah adalah 5 Ha, sedangkan umur petani 27 tahun, pendidikan 11 tahun. Hal
ini berarti tingkat pendidikan petani yaitu SMU, lama bertani 5 tahun dan tanggungan 2
jiwa.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman semusim (setahun) yang membentuk
rumpun, daunnya panjang-panjang menyerupai pipa (Rachmawaty, dkk., 1987:
Anonymous, 1987). Daun bawang merah hanya ada satu permukaan, bentuknya bulat
kecil memanjang dan berlubang. Tinggi tanaman mencapai 15-50 cm, ujung daun
meruncing tetapi bagian bawahnya melebar seperti kelopok dan membengkok, daun
berwarna hijau muda. Kelopok daun yang sebelah luar melingkar dan menutup daun
yang di dalamnya. Demikian seterusnya sehingga bila dipotong melintang akan tanpak
lapisan-lapisan seperti cincin. Pada pangkal daun atau di atas umbi, daun masih saling
membungkus dan mengecil sehingga bila dilihat sepintas menyerupai batang, batang ini
disebut batang semu (Wibowo, 1989).
Zat makanan yang tersimpan di dalam pangkal daun yang membengkok, dikenal
dengan sebutan umbi bawang. Umbi bawang tersebut terbentuk umbi lapis (bulbus),
bila ditinjau dari asalnya umbi ini, maka umbi lapis bawang merah merupakan jelmaan
dari batang dan daunnya. Umbi lapis ini duduknya tepat di atas cakram atau subang
(discus). Cakram atau subang ini merupakan batang yang sebenarnya. Batangnya kecil
dengan ruas-ruas yang sangat pendek (Tjitrosoepomo, 1992). Di bawah subang (discus)
tempat tumbuhnya akar-akar serabut yang tidak terlalu panjang dan tidak dalam. Setiap
suing dapat membentuk umbi baru, umbi samping sampai terbentuknya rumpun yang
terdiri dari 3-8 umbi baru (Rismunandar, 1989).
Menurut Sunarjono dan Soedomo (1989), setiap umbi bawang merah dapat
menjadi beberapa umbi (2-20 anakan). Pada cakram diantara lapis kelopak daun
terdapat mata tunas yang mampu menjadi tanaman baru yang dikenal sebagai tunas
lateral (anakan), sedangkan tunas yang terdapat ditengah cakram terdapat tunas utama
(inti tunas) yang nantinya tumbuh lebih dulu, dalam keadaan lingkungan yang
mendukung tunas inti ini dapat tumbuh bakal bunga (Primordia bunga). Selanjutnya
Rahayu dan Berlian (1996) menjelaskan, tangkai bunga keluar dari tunas apical yang
merupakan tunas utama atau tunas inti. Tiap tangkai taandan bunga mengandung 50-200
kuntum bunga, pemanjangan tangkai bunga akan berhenti setelah tepung sari mekar
semua.
Bunga bawang merah termasuk sempurna, terdiri dari 5-6 helai benang sari dan
sebuah putik, daun bunga berwarna hijau keputih-putihan atau putih. Bakal buah duduk
di atas membentuk bangunan segi tiga dan mirip kubah. Bakal buah terbentuk dari 3
daun buah (kalpel) dengan membentuk 3 buah ruang, setiap ruang mengandung 2 bakal
biji (ovulum). Benang sari tersusun membentuk 2 lingkaran yaitu lingkaran dalam dan
lingkaran luar dengan masing-masing lingkaran terdapat 3 helai benang sari. Benang
sari pada lingkaran dalam lebih cepat matang dari pada yang terdapat pada lingkaran
luar, selang waktu 2 atau 3 hari biasanya tepung sari sudah matang semuanya. Biji
tanaman bawang merah sewaktu muda berwarna putih dan setelah tua menjadi hitam.
Menurut Pulle: Jones dan Mann dalam Sunarjono dan Soedomo (1989),
menjelaskan bahwa lebih dari 500 species yang termasuk ke dalam genus Allium, hanya
7 kolompok yang sudah dibudidayakan, salah satunya adalah bawang merah. Di dalam
klasifikasi tumbuh-tumbuhan termasuk ke dalam:
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium ascolanicum L.
Dalam budidaya bawang merah dikenal berbagai varietas atau lazim disebut
dengan kultivar. Dari berbagai kultivar mempunyai keistimewaan tersendiri, baik tinggi
tanaman, umur panen, ketahanan terhadap penyakit tertentu, produksi persatuan luas,
dan kesesuaian tempat bercocok tanam.
B. Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah
1. Tanah
Derajat keasaman tanah berpengaruh terhadap tanaman, baik pengaruh langsung
atau tidak langsung. Tanah pada pH di bawah 4,0 atau di atas 10,0 dapat menyebab
kerusakan pada tanaman, sedangkan pengaruh yang tidak langsung yaitu masalah
tersedianya unsur hara atau kemungkinan timbulnya keracunan pada tanaman (Sapoetra,
dkk., 1987). Menurut Anonymous (1987), bahwa pH yang cocok antara 5,5-6,5. Jika pH
terlalu rendah tanaman bawang merah akan tumbuh kerdil dan pada pH yang terlalu
tinggi umbi yang dihasilkannya akan kecil-kecil sehingga hasilnya menjadi rendah.
Bawang merah tidak menyukai tanah yang padat dikarenakan dapat menghambat
perkembangan umbinya (Anonymous, tt). Selanjutnya Wibowo (1989) mengatakan,
tanah yang disukai oleh bawang merah adalah tanah yang lempung berpasir atau
berdebu, dimana fraksi pasir, liat dan debu dalam keadaan seimbang. Tanah alluvial dan
latosol yang berpasir juga cukup baik untuk pertumbuhan tanaman ini, dengan struktur
bergumpal tidak becek, banyak mengandung humus, mempunyai aerasi dan drainase
yang baik juga gembur dan subur. Derajat keasaman pada pH 5,5-7,0 masih dapat
digunakan untuk penanaman bawang merah, namun yang paling baik pada kisaran 6,0-
6,8.
Daya adaptasi tanaman bawang merah tergolong tinggi, karena dapat ditanam
mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 M di atas permukaan laut, hasil yang
optimum dapat dicapai pada ketinggian 250 M di atas permukaan laut (Maryati dan
Wiryatmi, 1986).
2. Iklim
Suhu udara yang dikehendaki oleh tanaman bawang merah berkisar antara 25-32
C dengan iklim kering, dan lebih baik lagi bila suhu rata-rata tahunan berada pada 30 C.
Tanaman bawang merah akan sulit membentuk umbi atau bahkan tidak dapat
membentuk umbi kalau saja suhu udaranya kurang dari 22 C. Sedangkan kelembaban
udara yang dibutuhkan oleh bawang merah adalah kelembaban sedang yaitu 50% - 70%
(Nazaruddin, 1995).
C. Hama
Hama dan penyakit tanaman merupakan faktor pembatas dalam usha produksi
pertanian, agar produksi pertanian memberikan hasil yang memuaskan, maka tanaman
harus bebas dari serangan hama dan penyakit, oleh karena itu apabila tanaman
terganggu oleh serangan hama dan penyakit perlu dlakukan ttindakan pemberantasan
hama dan penyakit, hal ini dikarenakan untuk menjamin tidak terjadinya kerusakan
yang mengakibatkan kerugian dibidang pertanian (Rukmana, 1995).
Berbagai cara pemberantasan dapat dilakukan tergantung pada jenis tanaman,
jenis hama dan penyakit serta lingkungan. Ada beberapa cara pengendlian hama dan
penyakit yairu cara mekanis, pemberantasan factor-faktor biologis, penggunaan festisida
dalam usaha pengendalian hama dan memelihara kondisi dimana hama dan penyakit
tidak menimbulkan kerugian pada tanaman (Anonymous, 2005).
Walaupun pemberantasan hama dan penyakit tanaman tidak seharusnya dengan
menggunkan pestisida akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa dalam teknologi
pertanian yang maju pada saat ini kita tidak dapat bisa lepas dari penggunaan pestisida
dan dengan menggunakan pestisida yang efektif akan memberikan hasil yang
memuaskan bagi petani.
Hama-hama yang menyerang tanaman bawang merah:
1. Ulat Tanah atau Uret (Agrotis ipsilon Hufnatel)
Hama ulat tanah atau uret menyerang tanaman dengan cara memotong bagian
dasar tanaman dan kadang-kadang memakan daun bawang. Ulat ini menyerang pada
malam hari.
Pada siang hari bersembunyi di dalam tanah. Hidupnya di bawah atau di dekat
permukaan tanah, berwarna hitam, kelabu suram, atau cokelat. Musuh alaminya pada
stadium ulat adalah jenis serangga Apanteles sp., Tritaxys braueri, dan cupbocera
varia, sedangkan yang berupa jamur adalah jenis Botrytis sp. Dan Metarrbizium sp.
Pengendaliannya dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan ulat yang ada.
Secara kimiawi dengan insektisida Decis 2,5 EC atau Curacron 500 EC.
2. Ulat Grayak atau Ulat Tertara (Spodoptera litura Fabricius)
Hama ulat grayak atau ulat tentara menyerang tanaman dengan cara
bergerombol memakan daun, sehingga menyebabkan daun menjadi berlubang-
lubang, dan selanjutnya mengganggu proses fotosintesis. Telur-telur ulat grayak
sering ditemukan berada di daun. Pengendaliannya dengan cara memasang
perangkap menggunakan cahaya lampu yang bagian bawahnya diberi baskom yang
berisi air dan minyak tanah. Cara ini sangat efektif, karena pada stadium ngengat,
ulat grayak menyenangi cahaya. Cara lainnya dengan cara mengumpulkan dan
memusnahkan ulat yang ada. Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida Midic
10 WP, Midic 200 F, Buldok 25 EC, atau Curacron 500 EC.
3. Kutu Bawang (Thrips tabaci Lindeman)
Serangga ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan sel tanaman,
baik pada daun maupun pada bagian tanaman lainnya. Serangan pada daun akan
menyebabkan daun berubah warna menjadi kuning, kemudian putih keperakan atau
cokelat, mengerut atau keriting, akhirnya daun layu dan rontok. Pengendaliannya
dengan cara membakar sisa-sisa tanaman setelah panen. Secara kimiawi dengan
menggunakan insektisida Voltage 560 EC.
D. Penyakit
1. Bercak Ungu (Purple Blotch)
Penyakit bercak ungu disebabkan oleh jamur Alternaria porri (Ell.) Cif. Gejala
penyakit yang muncul mula-mula terjadi pada daun, terutama pada daun tua, berupa
bercak-bercak kecil, melekuk, berwarna putih hingga kelabu. Jika membesar bercak
tersebut tampak bercincin, berwarna agak keunguan, tepinya agak kemerahan atau
keunguan, dikelilingi oleh lingkaran berwarna kuning yang dapat meluas agak jauh
dari bercak. Selanjutnya ujung daun akan mongering. Serangan pada umbi bawang
terjadi saat dan setalah panen, ditandai dengan umbi yang membusuk dan tampak
berair. Pembusukan dimulai dari leher, yang berwarna kuning hingga merah
kecokelatan.
Pengendaliannya dengan cara pemupukan yang seimbang dan penyiraman yang
cukup, sehingga pertumbuhan tanaman optimal, mengatur drainase yang baik
disekitar tanaman, dan melakukan pergiliran tanaman. Pengendalian secara kimiawi
dengan menggunakan fungisida Antracol 70 WP, Dithane M45, Kocide 60 WDG,
Rovral 50 WP, Derosal 500 SC, Derosal 60 WP, atau Score 250 ED. Dalam
pemakaian fungisida ini dianjurkan untuk menggunakan perekat, misalnya Agristik
atau Tenac Sticker, karena permukaan daun bawang berlilin.
2. Busuk Daun (Downy Mildew)
Penyakit busuk daun disebabkan oleh jamur Peronospora destructor (Berk.)
Casp. Gejalanya muncul saat tanaman mulai membentuk umbi lapis, berupa
munculnya bercak berwarna hijau pucat di dekat ujung daun. Jika kelembaban udara
di sekitar tanaman meningkat, pada permukaan daun akan berkembang kapang atau
jamur yang berwarna putih keunguan. Selanjutnya daun akan menguning, layu,
kering, dan akhirnya akan mati.
Pengendaliannya dengan cara menjaga kelembaban di sekitar tanaman dan
menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit ini. Jika serangannya berat,
setelah panen daun-daun dibakar dan lahan tidak ditanami bawang selama 3 tahun.
Secara kimiawi dengan menggunakan fungisida Daconil 75 WP, Dithane M45,
Antracol 70 WP yang dicampur dengan perekat daun.
3. Antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Collektotrichum gloeosporioides Penz.
Gejalanya tanaman akan mati mendadak, dan jika diamati daun-daunnya di bagian
bawah rebah karena pangkal daun mengecil karena serangan jamur. Pengendaliannya
dengan cara melakukan rotasi tanaman. Secara kimiawi dengan menggunakan
fungisida Derosal 60 WP atau Derosal 500 SC.
4. Mati Ujung
Penyakit ini disebabkan oleh jamur phytophthora porri Foister. Gejalanya
ditandai dengan ujung-ujung daun busuk, kebasah-basahan, dan berkembang hingga
ke bagian bawah. Kemudian bagian tersebut berubah menjadi cokelat, kemudian
putih, dan pada akhirnya akan mati. Pengendaliannya dengan cara menjaga
kelembaban disekitar tanaman, pengelolaan air yang tepat, pengaturan drainase yang
benar, dan menggunakan fungisida Dithane M45 atau Antracol 70 WP.
5. Busuk Leher Batang
Penyakit busuk leher batang disebabkan oleh jamur Botrytis allii Munn.
Gejalanya mula-mula terlihat pada umbi lapis ketika panen, yakni umbi menjadi
lunak, berwarna kelabu, berbatas tegas, dan bagian yang terserang tampak
melengkuk. Pengendaliannya dengan cara menjaga kelembaban disekitar tanaman,
pengelolaan air, dan pengaturan drainase yang tepat. Secara kimiawi dengan
penyemprotan fungisida Antracol 70 WP, Dithane M 45, atau Score 250 EC.
6. Penyakit Busuk Pangkal Batang Fusarium
Penyakit ini banyak dijumpai pada bawang bombay, misalnya di Afrika Selatan,
Amerika Serikat, Italia, dan Jepang. Selain menyerang bawang bombay juga
menyerang bawang putih dan bawang merah.
Gejala: pada bawang bombay dan bawang putih semula menyerang dan sampai
ke umbi. Umbi menjadi kemerahan atau ungu kemerahan mulai pada awal musim.
Bila umbi sakit dipotong maka terlihat cokelat berair. Pada pangkal batang terlihat
miselium putih, sedangkan pangkal batangnya berwarna cokelat. Kadang-kadang
gejala belum terlihat sampai saat panen, tetapi selama penyimpanan pembusukan
berkembang.
Penyebab: jamur Fusarium oxysporum Schlechtend.: Fr f.sp. cepae (H.N. Hans.)
w.C. Snyder & H.N. Hans. Menghasilkan klamidiospora, makrokonidi, dan sedikit
mikrokonodi. Makrokonodi bengkok mempunyai 3-4 sekat. Meskipun isola F.o.
cepae menunjukkan variasi tingkat keganasannya, tidak ada ras yang dicirikannya.
Patogen ini dapat menyerang umbi pada berbagai tingkat umur.
Klamidospora adalah alat bertahan di dalam tanah dan menyerang umbi melalui
luka yang biasanya disebabkan oleh lalat Delia antiqua (Meigen) dan Delia platura
(Meigen). Penyakit jarang terlihat pada suhu di bawah 15 C, tetapi setelah suhu
mencapai 25-28 C penyakit berkembang cepat. Penyebaran penyakit dari umbi ke
umbi dalam penyimpanan tidak begitu terlihat. Penyakit yang berkembang dalam
penyimpanan berasal dari lapangan, serangan berat menyebabkan penurunan berat
dan siungannya terpecah-pecah.
Pengendalian: penggunaan jenis tahan, pencelupan benih sebelum ditanam,
rotasi dengan tanaman bukan inang selama 4 tahun atau lebih, dan penyimpanan
pada suhu 4 C (Harvey, cit. Schwartz. & Mohan, 1995).
7. Penyakit Busuk Pangkal Fusarium
Penyakit busuk pangkal pada bawang putih dapat menimbulkan kerugian sampai
40 % dan terdapat di Kalifornia, Kolombia, Inggris, Nevada, dan Oregon.
Gejala: umbi dan daun yang disimpan dapat membusuk dangan warna
kemerahan.
Penyebab: Jamur Fusarium culmorum (Wm. &. Sm.) Sacc. Sinonim F. Roseum
(L.) Snyd. & Hans. Var. Culmorum (Schwabe) Snyd. & Hans. Tidak membentuk
mikrokonidi. Makrokonidi kebanyakan bersekat jelas, bengkok, dan berdinding
tebal. Konidiofor tidak bercabang. Klamidiospora sangat banyak dan dapat terbentuk
sendiri atau dalam rantaian. Pada medium PDA miselium udara putih atau kuning
sampai kuning jerami tumbuh cepat. Sporodosium berwarna merah sampai cokelat
tampak pada biakan yang tua. Sisi bawah permukaan cenderung berwarna merah
karmin (cerah).
Pengendalian: jangan merotasi bawang dengan sereal. Gunakan fungisida
benomil untuk perlakuan benih. Perlakuan dengan air atau larutan formalin panas
dapat menurunkan penyakit sampai 50%.
8. Penyakit Busuk Arang
Penyakit ini menyerang bawang bombay dan bawang putih di Australia, India,
Texas, dan Turki. Jamur ini dapat menyerang paling sedikit 284 spesies tanaman
inang. Jamur banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis, tetapi jarang di zona
temperate.
Jamur bertahan di dalam tanah berupa sklerosium selama 10 bulan dan dalam
bahan organik selama 16-18 bulan, juga dapat bertahan pada sisa tanaman atau
tumbuhan gulma. Patogen dapat menyerang bawang bombay melalui luka, tetapi
untuk bawang merah minimum 10 C, optimum 25-30 C, dan maksimum 40 C
membentuk.
Gejala: umbi dalam penyimpanan berwarna seperti abu. Apabila sisik (kulit)
bagian luar dilepas pada satu atau dua sisik timbul gejala gelap dan berwarna arang.
Gejala mungkin dapat tertutup oleh sklerespora berupa titik-titik hitam. Sisik yang
sakit kadang—kadang kering dan tidak menyatu. Pada bawang merah helaian sisik
menjadi massa berwarna cokelat keras dan kehilangan bau khas bawang putih.
Penyebab: jamur Macrophomina phaseolina (Tassi) Goidanich sinonim
Sclerotium bataticola Taubenhaus. Pada biakan, piknidium berdiameter 123-132 um,
konidiofornya sederhana, konodi hialin, silindris, membulat pada ujung, dan satu sel
dengan ukuran 22-23 x 8-10 um. Jamur sangat variabel dan isolatnya jarang
membentuk piknidium. Anastomosis sendiri antara hifa dalam talus tunggal kuat
(sering). Miselium bersekat, semula putih kemudian menjadi putih keabu-abuan.
Sklerotium bulat, keras, mengkilat, dan berwarna hitam dengan ukuran 50-150 um.
Tidak (belum) dijumpai tingkat sempurnanya (teleomorph).
Pengendalian: di zona temperate tidak perlu pengendalian. Penanganan sejak
tanam, pemeliharaan, panen, dan pascapenen harus hati-hati agar tidak terjadi luka.
Penyimpanan umbi pada suhu di bawah 10 C. Untuk mengurangi potensi sklerosium
dapat dilakukan solarisasi tanah. Kalau mungkin tanah dibiarkan kosong selama 1-2
musim, sebab sukar digunakan rotasi tanaman yang bukan jadi inang patogen.
9. Penyakit Busuk Sklerotinia
Penyakit sering dijumpai pada bawang bombay yang disimpan di Florida,
Hawaii, Indaho, California, Michigan, Ohio, Taiwan, Virginia Barat, dan
Washington. Penyakit lebih umum pada iklim dingin, basah, dan dapat menyerang
360 spesies tanaman sukulen, termasuk kubis-kubisan, sebangsa mentimun, selasa,
kacang-kacangan, tomat, bunga, gulma, dan semak.
Sklerotium dapat bertahan di dalam tanah sampai beberapa tahun atau pada sisa
tanaman. Sklerosium dapat menghasilkan apothesium dekat atau pada permukaan
tanah, yang membentuk askospora yang dipencarkan oleh angin. Askospora hanya
tahan beberapa jam, tetapi kalau jatuh ke tanaman yang rentan dan kondisi
lingkungan cocok dapat segera menyerang tanaman tersebut. Jamur memerlukan
suhu dingin (0 C-28 C) dan lembab.
Gejala: gejala tidak pernah ditemukan pada bawang Bombay. Pada sayuran lain,
gejala penyakit dicirikan dengan busuk lunak berair dengan pertumbuhan miselium
putih mengapas pada permukaan gejala. Kadang-kadang sklerosium hitam, besar,
dan panjang sampai satu cm atau lebih dihasilkan pada permukaan gejala.
Penyebab: jamur Sclerotinia sclerotiorum (Lib.) de Bary, yang menghasilkan
sklerosium bulat sampai silindris, besar, berukuran 2-15x2-30 mm, dengan kulit luar
hitam dan kulit dalam putih. Sklerosium yang tumbuh dapat membentuk satu sampai
beberapa apothesium bentuk cawan, putih, kuning, kuning jerami, atau cokelat.
Askus berisi 8 spora dengan ukuran 9-13x4-5 um, elips, hialin, dan tidak bersekat.
10. Penyakit Busuk Putih
Penyakit ini merpakan penyakit terpenting pada bawang yang disebabkan oleh
jamur karena tersebar luas dan sangat merusak semua jenis spesies Allium. Penyakit
terdapat dimana pun bawang tumbuh sepanjang pertumbuhan inang menjadi pada
musim dingin yang kondusif untuk pertumbuhan dan perbanyakan pathogen. Dalam
kondisi semacam itu penyakit busuk putih umumnya menjadi faktor terbesar
pembatas kesinambungan produksi bawang komersial. Di Amerika Serikat dan
Kanada penyakit busuk putih sangat merusak di daerah penghasil bawang Bombay
dan bawang putih di bagian barat dan timur laut serta sekitarnya dan di utara Great
Laker. Telah dilaporkan dari penanaman lewat musim dingin di Louisiana yang
menimbulkan masalah yang gawat di sebagian Meksiko. Penyakit busuk putih
kehilangan hasil terbesar di banyak daerah pertumbuhan bawang Bombay dan
bawang putih meliputi Eropa, Asia, Afrika, TimutTengah, Amerika Tengah dan
Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Gejala: Dimulai dengan tumbuhnya miselium putih pada batang asli yang
meluas ke sekitar pangkal umbi dan bahkan naik ke umbi dan ke arah dalam dari
daun simpanan ke daun simpanan yang lain.Sklerotium terbentuk pada jaringan
kecil sebesar biji. Massa Sklerotium yang melimpah dapat terbentuk. Pada pelepah
daun bawang Bombay segera dikontaminasi oleh jamur lain, sedangkan pada
pelepah daun bawang putih kontaminasi jamur lain dihambat hingga lebih
memudahkan diagnosis.
Penyebab: penyakit ini disebabkan oleh jamur Sclerotium ceviporum Berk.,
yang afinitasnya menyerupai Ascomycetes, tetapi deskripsi tingkat sempurna belum
ada. Tidak dikenal fungsi sporanya, meskipun fialospora menyerupai spermatium
dibentuk pada agar air. Satu-satunya struktur perbanyakan adalah sklerotium, yang
umumnya bulat seragam dengan diameter antara 0,35 mm – 0,50 mm. Telah
dilaporkan beberapa isolate dengan sklerotium sebesar 0,75 mm dengan bentuk
tidak beraturan. Sklerotium besar, sering memanjang, dan tidak beraturan berukuran
5 mm – 25 mm yang kadang-kadang dibentuk disekitar batang asli dalam
asosiasinya dengan sklerotium yang berukuran normal. Sklerotium yang besar telah
dilaporkan di Mesir, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (Oregon). Sklerotium yang
memiliki kedua tipe berdinding tebal, terdiri dari 2-5 sel yang kompak, hitam, licin,
dan miselium yang menyebar. Sklerotium yang kecil umumnya hanya berkecamba
sekali, meskipun 1-2 % nya dapat membentuk satu atau beberapa sklerotium kedua
yang lebih kecil. Akan tetapi, tampaknya sklerotium kedua (sekunder) dan yang
berukuran besar tidak member sumbangan yang nyata pada terjadinya penyakit
busuk putih. Sklerotium yang disterilisasi permukaannya berkecambah dan jamur
tumbuh pada berbagai medium kultur.
Pengendalian: penggunaan tanah bebas pathogen sangat dianjurkan, untuk dapat
melaksanakan hal ini perlu adanya peta lokasi tanaman sakit pada musim
sebelumnya. Bila tanaman yang sakit baru sedikit, dilakukan pembasmian dan
tanah bekas tanaman difumigasi. Selain itu, perlu dilakukan monitoring secara
teratur dan cermat. Di daerah iklim sedang penanaman bawang pada musim semi
dapat mengurangi jumlah sklerotium karena banyak sklerotium yang berkecambah,
tetapi karena suhunya terlalu tinggi tidak mampu menyerang tanaman hingga
akhirnya mati. Hal ini sangat membantu mengurangi penyakit pada pertanaman
musim gugur.Kalau perlu dapat digunakan fungisida atau fumigan. Penggenangan
dapat mengurangi populasi sklerotium, sekalipun tidak dapat menurunkan serangan
pathogen (Crowe, F.).
11. Penyakit Busuk Leher
Penyakit ini merupakan penyakit pascapanen yang utama. Penyakit ini telah
beberapa kali menimbulkan epidemic di berbagai gudang. Penyakit ini dianggap
merupakan penyakit yang berbahaya karena baru menunjukkan gejala setelah
bebepara bulan penyimpanan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwajamur ini masuk ke umbi saat panen atau dekat sebelumnya. Penyakit ini
dapat dikurangi dengan jalan mengeringkan umbi dengan cepat segera setelah
panen. Dahulu diduga jamur ini menular dari umbi bawang yang lembab,
terkontaminasi tanah, atau tanaman inang pengganti dan benih yang mengandung
penyakit. Setelah diketahui pathogen dan epidemiologinya, barulah disadari bahwa
kecil sekali kemungkinannya untuk mengurangi atau menghilangkan penyakit
dalam periode pascapanen sebab pathogen sudah berada di dalam benih yang
dipanen dari induknya.
Dari pengujian dengan menggunakan medium agar dapat diketahui bahwa
sekitar 40-70% contoh benih myang diperdagangkan mengandung pathogen.
Patogen ini terdapat baik pada permukaan benih maupun di dalam benih. Apabila
disimpan pada kelembapan 50% dan suhu 10 C, jamur pada benih ini dapat
bertahan selama 3 tahun. Jadi, kalau benih yang dipatogen yang berasal dari panen
pada musim sebelumnya ditanam pada suatu musim, maka jelas patogennya masih
hidup.
Gejala: penyakit ini terutama terjadi pada umbi dalam simpanan. Bibit
bawang yang sakit menjadi pucat dan bila diperiksa dengan pengecatan di bawah
mikroskop pada jaringan hijau daun kotiledon terdapat jamur B. alili. Dari tempat
ini jamur berkembang kea rah bawah atau pangkal dan kadang-kadang
menghasilkan nekrosis yang lanjut. Namun demikian, pendukung konidium jamur
hanya dibentuk pada jaringan daun bawang yang nekrosis. Kadang-kadang dari
pangkal daun kotiledon yang sakit jamur menjalar ke jaringan hidup daun pertama
dan terus menjalar kea rah ujung. Infeksi pada ujung daun dan kadang-kadang juga
di tempat lain dapat pula terjadi karena spora yang dibebaskan dari konidiofor.
Pada kecamba kadang-kadang gejala belum terlihat, untuk merangsang
timbulnya gejala dapat dilakukan dengan memberikan kondisi meningkatkan
kelembapan. Dari bagian tanaman di atas tanah, setelah umbi menjelang dipanen,
pathogen dapat turun dan menyerang umbi tersebut.
Penyebab: penyakit ini disebabkan oleh Botrytis allii Munn. Yang mirip
sekali dengan jamur B. byssoidea. Miselium bersekat, bercabang, dan hialin
sewaktu muda. Konidium dan konidiofo berupa massa seperti asap kelabu.
Konidium lonjong, berukuran 4-8x6-16 um, tetapi kebanyakan 5-6x7-11 um.
Konidium dibentuk pada konidiofo cokelat dengan cabang samping pada ujung,
masing-masing mempunyai banyak ampullae yang berangsur-ansur mengembang
pada ujung untuk membentuk konidium pada lenticles halus. Sklerotium
memanjang hingga bentuknya tidak beraturan, sering kali terbentuk pada bahu
umbi yang sakit dan mungkin panjangnya sampai 10 mm. Kadang-kadang
sklerotium menjadi kerak yang keras di sekitar daerah leher. B. allii dapat
membentuk konidium hampur pada semua medium buatan, yang sangat berbeda
dengan B. squamosa, yang stimulasi sporulasinya sangat sulit. Jamur bertahan
selama musim dingin pada umbi atau bebas dalam tanah berupa sklerotium.
Pengendalian: hanya dapat dilakukan secara preventif dengan perawatan
benih (seed dressing) menggunakan benomil baik dalam bentuk serbuk maupun
cairan kental (Mande dan Preslye, 1977).
E. Faktor-faktor Yang Mendukung Perkembangan Hama dan Penyakit
Sama seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan dapat diserang oleh berbagai
macam penyakit. Akibat serangan penyakit ini tanaman bisa menjadi fatal, dan ilmu
pertanian tanaman menjadi sakit atau disebut kerusakan tanaman, sebenarnya tidak
karena serangan hama atau karena fisiologis yang kesemuanya mengakibatkan
kerusakan pada tanaman (AAK, 2005).
Faktor-faktor yang mendukung perkembangan hama dan penyakit adalah:
1. Keadaan lingkungan, keadaan iklim yang menguntungkan seperti tanah terlalu
lembab dapat menyebabkan perkembangan tanah dan penyakit, misalnya terjadi
luka-luka pada buah dan ini dapat terjadi karena serangan serangga, hujan lebat,
angin kencang, dan panas terik.
2. Diadakannya rotasi tanaman yang bertujuan untuk menekan petumbuhan hama
dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah.
3. Kekurangan air menyebabkan tanaman menjadi layu karena penguapan terlalu
cepat pada hari-hari panas, sehinga angkutan air di dalam tanaman kalah cepat
dengan cepatnya penguapan. Mungkin juga angkutan air terganggu karena
tanaman terlalu terkena akat keras (sabit, cangkul) serangan serangga atau juga
pembuluh kayu tersumbat.
4. Penanaman benih yang tidak berkualitas misalnya, benih yang ditanam tidak
berasal dari pohon yang sehat dan benih tersebut tidak terbebas dari virus yang
menyebabkan terbawanya hama dan penyakit.
5. Penggunaan alat-alat pertanian, seperti handsprayer, dari jenis atau tanaman ke
jenis tanaman lain yang dapat menyababkan terbawanya pathogen.
IV. Hasil Praktek Lapang dan Pembahasan
A. Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan praktek lapang yang telah dilaksanakan di Kampung
Toweren Toa Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, dalam pengendalian
hama penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa tersebut mulai dari penanaman
sampai dengan berbuah (panen) jauh berbeda dengan teori yang telah dipelajari di
bangku kuliah.
Teknik pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa
tersebut adalah mesyarakat tidak pernah melakukan teknik pengendalian hama dan
penyakit tanaman bawang merah secara efektif dan efesien. Seperti kita ketahui
pengendalian penyakit adalah salah satu untuk mengatasi kerusakan pada tanaman,
penyakit dapat dengan mudah diketahui apabila tanaman sudah bereaksi terhadap
serangan patogen dengan mengeluarkan subtansi pertanahan.
Jenis penyakit dan pengendaliannya antara lain:
1. Antraknosa
Disebabkan oleh keadaan cuaca yang lembab akibat terjadinya hujan yang
terus menerus, selain itu disebabkan oleh gulma yang banyak tumbuh di sekitar
tanaman bawang merah dan serangan penyakit ini diperkirakan mampu menurunkan
produksi bawang merah hingga 75 %.
Untuk mengatasi penyakit Antraknosa biasanya petani di Kampung Toweren
Toa melakukan penyemprotan dengan menggunakan fungngisida feranimol dan
triazole dengan dosis 0,1 ml/liter air yang diberikan setiap 7 hari sekali dan
melakukan penyiangan gulma bagi petani yang tidak menggunakan mulsa plastik.
2. Busuk Daun
Yang disebabkan oleh jamur Phytoptora investan, gejala serangan jika terjadi
hujan lebat dan terus menerus hingga kelembaban meningkat, maka jamur akan
berkembang dengan baik dan jamur ini akan bertahan hidup pada sisa tanaman yang
telah terserang penyakit.
Untuk mengatasi penyakit tersebut biasanya petani di Kampung Toweren Toa
melakukan penyemprotan dengsn menggunakan fungisida seperti Manjet 82 WP
dengan dosis 0,25-0,5 gram perliter air.
3. Bercak Daun
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Alternaria solani, jamur ini bisa bertahan
hidup diberbagai musim ataupun di dalam biji hingga 2-3 tahun. Khusus pada batang
penyakit ini disebut dengan busuk lebar, bercak pada batang berbentuk lonjang
memanjang, cekung dan Nampak membesar dengan panjang sekitar 2 cm, serangan
pada batang bisa menyebabkan batang roboh atau patah.
Sementara itu serangan pada buah menyebabkan permukaan buah menjadi
sedikit cekung, pecah, dan ukurannya terus bertambah besar. Awalnya jamur
penyebab penyekit ini menyerang pangkal buah dengan diameter 5-20 mm dan
menutupi pangkal buah dengan sekelompok spora hitam, jika bunga ikut terinfeksi
biasanya akan langsung gugur.
Untuk mengatasi penyakit ini petani bisa melakukan penyemprotan dengan
menggunakan fungngisida Athonik dengan dosis 0,3 ml/liter air yang diberikan
setiap 4-7 hari.
4. Retak buah
Disebabkan oleh pergantian cuaca dan juga bisa terjadi ketika penyiraman
dilakukan pada siang hari yang panas dan langsung mengena pada buah.
Untuk mengatasi terjadinya retak pada buah biasanya petani melakukan
penyemprotan dengan menggunakan Athonik dengan dosis 0,10/liter air.
5. Busuk ujung buah
Disebabkan oleh kekeringan secara tiba-tiba pada tanaman yang sedang
tumbuh subur dan mulai berbunga, sehingga sel-sel pada ujung buah menjadi rusak
dan kekurangan kapur akibat pemupukan N dan K yang berlebihan, juga kekurangan
kalsium yang bisa mempercepat kerusakan jaringan sel.
Untuk mengatasi terjadinya busuk pada ujung buah, petani bisa melakukan
penyemprotan dengan menggunakan kalsium klorida (CaC12) dengan dosis 10-15
gram/15 liter air.
B. Permasalah Para Petani
Dalam mengusahakan tanaman bawang merah, petani menghadapi masalah yang
cukup besar yaitu serangan yang diakibatkan oleh keadaan cuaca yang tidak menentu,
seperti hujan yang terus menerus yang dengan mudah timbulnya penyakit antraknosa
yang dengan mudahnya berkembang karena lingkungan yang lembab, serangan
penyakit ini dapat menyerang buah yang matang dan bagian tanaman, seperti batang
dan akar sehingga lama-kelamaan menyebabkan tanaman akan mati.
V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada praktek lapang yang menggunakan larutan Insektisida,
pada tanaman bawang merah lebih menguntungkan dari pada tanpa menggunakan
larutan Insektisida, hal ini dilihat dari:
1. Jumlah hama dan penyakit pada tanaman bawang merah yang disemprot
larutan Insektisida lebih sedikit hal ini ditunjukan dari hasil penggunaan
larutan Insektisida.
2. Persentase kematian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah yang
disemprotkan larutan Insektisida lebih tinggi karena larutan Insektisida
mampu menekan siklus pertumbuhan hama dan penyakit pada tanaman
bawang merah.
3. Jumlah produksi pada tanaman bawang merah yang disemprot larutan
Insektisida menghasilkan jumlah yang banyak, dibandingkan tanpa
menggunakan larutan Insektisida yang hasilnya lebih sedikit.
B.Saran
1. Disarankan kepada petani yang membudidayakan bawang merah sebaiknya
dapat beralih kepenggunaan bahan organic sebagai pupuk maupun bahan
Insektisida yang bertujuan untuk meningkatkan produksi.
2. Disarankan kepada petani untuk meningkatkan potensi budidaya tanaman
bawang merah dengan melakukan upaya-upaya seperti perbaikan cara tanam,
pemberian pupuk, dan pemakaian Insektisida.
Daftar Pustaka
AAK. 2005, Pedoman Bercocok Tanam, Balai Pustaka, Jakarta.
Anonymous, 1985, Petunjuk Singkat Bercocok Tanam Sayuran, Departemen Pertanian. Bip Daerah Istimewa Aceh.
---------------, 1987, Budidaya Bawang Merah, Departemen Pertanian, Bagian PIP, Irian Jaya.
----------------, tt, Usaha Tani Bawang Merah, Liptan BPTP Gedung Johor, Medan.
----------------, 2005, Dasar-Dasar Bercocok Tanam, Kanisius, Jakarta.
Ameriana dan Sutiarso, 1995, Teknologi Produksi Bawang Merah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultural, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Endah H. dan Novizan, 2005, Mengendalikan Hama & Penyakit Tanaman, Agro Media Pustaka, Jakarta
Hardjowogeno, S., 1987, Ilmu Tanah, Mediatama sarana Perkasa, Jakarta.
Indranada, H.K., 1986, Pengolahan Kesuburan Tanah, Bina Aksara, Jakarta.
Kloppenburg, J. dan Versteegh, 1983. Petunjuk Lengkap Mengenai Tanam-Tanaman di Indonesia dan Khasiatnya Sebagai Obat-Obatan Tradisionil. Terjemahan Oleh Wiyanto, Yayasan Dana Sejahtera dan CD RS. Bethesda, Yogyakarta.
Maryati dan Wiryatmi, 1996, Budidaya Bawang Merah di Yogyakarta, Dep. Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Unggaran, Yogyakarta.
Mulyono, 2002, Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat, Rineka Cipta, Jakarta.
Martoredjo, T, 2009, Ilmu Penyakit Pascapanen, Bumi Aksara, Jakarta.
Nurhartuti dan R.M. Sinaga, 1991, Pemanfaatan Bawang Merah Dalam Bentuk Olahan.
Nazaruddin, 1995, Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah, Penebar Swadaya, Jakarta.
Rachmawaty, dkk., 1987, Menanam Bawang Merah, Departemen Pertanian. BIP, Ujung Pandang.
Rismunandar, 1989, Membudidaya 5 Jenis Bawang, Sinar Baru, Bandung.
Rahayu, E., dan Nurberlian V.A., 2008, Bawang Merah, Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarief, E.s., 1986, Konservasi Tanah dan Air, Pustaka Buana, Bandang.
Soesono, 1989, Pengendalian Serangan Hama Penyakit dan Gulma, Kanisius, Yogyakarta.
Sunarjono, H., dan Soedomo, P., 1989, Budidaya Bawang Merah (Allium ascalonicum L. ), Sinar Baru, Bandung.
Sunarjono, H., 1994, Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia, Sinar Baru, Bandung.
Wibowo, S., 1989, Budidaya Bawang, Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay, Penebar, Jakarta.
Widodo, P., 1993, Telaah Kesuburan Tanah, Angkasa, Bandung.