tinjauan kepustakaan

48
BAB I PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu di dunia. Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakityang meliputi angina pektoris tidak stabil (unstable angina/UA), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI). 1 Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan UAP. 2 Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat diperiksa secara kuantitatif. Sedangkan pada UAP iskemia tidak mengakibatkan kerusakan miokard. 5 Dengan meluasnya iskemia miokard, UAP/NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI. 3

Upload: cut-mila-sari

Post on 30-Sep-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

stemi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu di dunia.

Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakityang meliputi angina pektoris tidak stabil (unstable angina/UA), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI). 1Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan UAP.2Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat diperiksa secara kuantitatif. Sedangkan pada UAP iskemia tidak mengakibatkan kerusakan miokard.5 Dengan meluasnya iskemia miokard, UAP/NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.3BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ST Elevasi Miokard Infark Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.1Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.13

Gambar 2.1. Anatomi arteri koroner jantung

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol.Faktor risiko Acute Coronary Syndrome (ACS) meliputi jenis kelamin (pria sedikit lebih tinggi risikonya), usia (pria > 45 tahun dan wanita > 55 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler, dan faktor risiko yang dimodifikasi. Faktor risiko yang dimodifikasi meliputi hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, gaya hidup sedentari, dan merokokAbnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.4The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.5

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.5

Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis.

2.3 Patofisiologi

Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.6Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.7

Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.7

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin. 7Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.7Pada infark miokard dengan ST elevasi terjadi oklusi di arteri koroner yang mendadak akibar thrombus. Akibatnya daerah miokard yang didarahi oleh pembuluh tadi akan mengalami iskemia, sehingga menimbulkan nyeri dada dan perubahan EKG. Nekrosis kemudian akan terjadi mulai di daerah endokardial sampai ke permukaan epikardial. Proses ini jika berlangsung terus akan menimbulkan infark transmural. Percobaan pada binatang menunjukkan hubungan yang kuat antara lamanya oklusi dengan luasnya nekrosis. Kematian sel dimulai setelah 20 menit oklusi dan mencapai puncaknya setelah 6 jam. Proses ini dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor seperti ada atau tidaknya reperfusi intermiten, kolateral dan iskemia prekondisioning. Mortalitas dan morbiditas tergantung pada luasnya daerah infark, sehingga semakin cepat pemulihan aliran darah arteri koroner maka diharapkan akan memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan harapan hidup penderita.1Pada 15% pasien yang infark miokard dengan ST Elevasi yang dilakukan angiografi, ternyata menunjukkan anatomi yang paten, diduga karena adanya fibrinolisis spontan. Prognosis pasien ini biasanya lebih baik dari pada kelompok yang terganggu aliran koronernya.

Hal lain yang harus diperhatikan pada saat reperfusi adalah cedera miokardial ( myocardial injury ).Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi 5.Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri 4 Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya 6. Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi 5.

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel

menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.

Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard 5.

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat 7.

Gambar 2.2: Mekanisme STEMI2.4 Gejala Klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMsering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.

2.5. Diagnosis5Diagnosis ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu

1. Adanya nyeri dada

Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.

2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)

Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat diagnosis.3. Peningkatan petanda biokimia.

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.11

Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. 7

1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat . terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul. 7 Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKGLokasiPerubahan gambaran EKG

AnteriorElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

AnteroseptalElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

AnterolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6

dan I dan aVL

LateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6

dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I

dan aVL

InferolateralElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

InferiorElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan

aVF

InferoseptalElevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

aVF, V1-V3

True posteriorGelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST

depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

RV infarctionElevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama

infark.

2.6 Tatalaksana

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).11 Tatalaksana Pra Rumah Sakit Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain7 : 1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. 2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi 3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.4) Melakukan terapi reperfusi Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. 7Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi.7Tatalaksana di ruang emergensi Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.7Tatalaksana umum Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.7Terapi pada pasien STEMI

Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.11 Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.7Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian.7Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.7Percutaneous Coronary Interventions (PCI)

Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurangkurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit. 7Fibrinolitik

Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.11,16 Kontraindikasi terapi fibrinolitik : 7Kontraindikasi absolut 1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral 2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV) 3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial 4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam 5) Dicurigai diseksi aorta 6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi) 7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan Kontraindikasi relatif 1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali 2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110 mmHg) 3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi 4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (5 hari sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini .8) Kehamilan 9) Ulkus peptikum aktif 10) Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan. Obat Fibrinolitik 1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah.8 2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.8 3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.8 4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.8Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan. Perdarahan diklasifikasikan oleh American College of Surgeons' Advanced Trauma Life Support (ATLS) menjadi : 8 Kelas I : melibatkan hingga 15% dari volume darah, tidak ada perubahan dalam tanda-tanda vital dan tidak diperlukan resusitasi cairan.

Kelas II : melibatkan 15-30% dari volume darah total, ditandai dengan takikardi (denyut jantung cepat) dan penyempitan perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Transfusi darah biasanya tidak diperlukan.

Kelas III : melibatkan hilangnya 30-40% dari volume sirkulasi darah yang ditandai penurunan tekanan darah pasien, peningkatan denyut jantung, hipoperfusi perifer (syok). Resusitasi cairan dengan kristaloid dan transfusi darah biasanya diperlukan.

Kelas IV : melibatkan hilangnya> 40% dari volume sirkulasi darah. Batas kompensasi tubuh tercapai dan resusitasi agresif diperlukan untuk mencegah kematian. 2.2.2 Terapi lainnya

ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.71) Anti trombotik Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%. Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stenting.Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.7Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.72) Thienopiridin

Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.7Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%).

3) Penyekat Beta

Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.7 Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).74) Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.

BAB III

LAPORAN KASUS3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. AinsyahUmur: 73 tahun

Jenis kelamin : PerempuanAgama : Islam

Suku : Aceh

Pekerjaan : IRTAlamat: Simelue TimurCM: 0-92-68-01Tanggal Pemeriksaan: 04 April 20153.2 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

: Kelemahan anggota gerak kananb. Keluhan Tambahan: Bicara pelo, mulut merot dan kelopak mata kiri tidak bisa membukac. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli saraf untuk kontol ulang, dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan yang sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan yang dirasakan tiba-tiba pada saat pasien bangun tidur pagi, dimana pasien tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki kanannya. Keluhan tersebut tidak disertai dengan penurunan kesadaran. Riwayat muntah dan nyeri kepala disangkal. Selain itu pasien juga mengeluhkan bicara pelo dan kelopak mata kiri tidak bisa membuka dengan sempurna serta mulut merot. d. Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+) sudah dialami sejak 20 tahun terakhir. Pasien mengaku belum pernah mengalami stroke sebelumnya. Pasien memiliki riwayat sakit jantung, dimana pasien cepat merasa lelah ketika berjalan jauh serta sering mengalami sesak.Diabetes mellitus disangkal.e. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (+).f. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien suka mengkonsumsi makanan berlemak dan asin.g. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien sebelumnya sudah dirawat dengan diagnosa stroke, namun pasien tidak mengetahui jenis obat yang diberikan selama dirawat. Sebelum terkena stroke pasien rutin mengkonsumsi obat hipertensi yaitu amlodipin.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum: BaikKesadaran

: Compos MentisTekanan Darah: 140/80 mmHgNadi

: 82 x/menit, regulerFrekuensi Nafas: 18 x/menitTemperatur

: 36.7 0C (aksila)b. Status General

Kulit

Warna: Sawo matang

Turgor: cepat kembali

Ikterus: (-)

Anemia: (-)

Sianosis: (-) Kepala

Bentuk: Kesan Normocephali

Mata: Pupil isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+), ptosis (-/+)

Telinga: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)Mulut

Bibir: Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi Geligi: Karies (+), gigi tanggal (+)

Lidah: Deviasi (+), Tremor (-)

Mukosa: Basah (+)

Tenggorokan: Tonsil T1-T1

Faring: SimetrisLeher

Bentuk

: Kesan simetris

Kel. Getah Bening

: Kesan simetris, Pembesaran (-)

Peningkatan TVJ

: R - 2 cmH2O

Axilla

Pembesaran KGB (-)ThoraxThorax depan dan belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak: Normochest, pergerakan simetris (+)

Tipe Pernafasan

: Torakoabdominal

Retraksi

: (-/-)

2. Palpasi

Pergerakan dada simetris

Nyeri tekan (-/-)

Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri3. Perkusi

Sonor (+/+)

Redup (-/-) 4. Auskultasi

Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi: Ictus Cordis teraba di ICS V Linea midclavikula SinistraPerkusi: Batas jantung atas: di ICS III

Batas jantung kanan: di Linea Parasternalis Dekstra

Batas jantung kiri: di ICS V linea midclavikula sinistra.

Auskultasi: BJ I > BJ II di katup mitral, regular, bising (-)Abdomen

Inspeksi: Distensi (-)

Palpasi

: Soepel (+), Nyeri tekan (-)Perkusi

: Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)

Auskultasi

: Peristaltik usus kesan normal

Genetalia: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

EkstremitasSuperiorInferior

KananKiriKananKiri

Sianotik----

Edema--+-

Ikterik----

GerakanAktifAktifAktifAktif

Tonus ototNormotonusNormotonusNormotonusNormotonus

SensibilitasHipoestesiNHipoestesiN

Atrofi otot----

Akral Dingin----

Status NeurologisGCS

: E4M6V5Tanda rangsangan meningeal Kaku kuduk

: negative

Brudzinski I

: tidak dilakukan pemeriksaan

Brudzinski II

: tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus Cranialis

Nervus olfaktorius

: normal/normal Nervus optikus

: normal/normal Nervus okulomotorius

: parese/normal Nervus troclearis

: normal/normal

Nervus abdusen

: normal/normal

Nervus maxilaris

: normal/normal

Nervus fasialis

: parese/normal

Nervus vestibulocloclearis: normal/normal Nervus glossofaringeus: normal/normal

Nervus vagus

: normal/normal

Nervus assesorius

: normal/normal

Nervus hipoglosus

: parese/normal

Motorik

: 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5

1 1 1 1 1 5 5 5 5 5Sensorik

: normal/normal

Autonom

: normal

Refleks fisiologis

: ++ +

++ +Reflek patologis

:

ReflekDekstraSinistra

Babinski+-

Oppenheim--

Gordon--

Schaefer--

Chaddok+-

3.4 RESUME

Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan yang sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur pagi. Pasien mengaku saat kejadian pasien sadar. Muntah dan nyeri kepala disangkal. Pasien juga mengeluh bicara pelo dan kelopak mata kiri tidak bisa membuka dengan sempurna serta pipi mulut pasien merot.Dari pemeriksaan secara umum tampak pasien dalam keadaan baik, pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg. Pemeriksaan fisik didapatkan ptosis, lidah deviasi. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan parese nervus III, nervus fasialis dan hipoglosus serta reflek fisiologis ekstremitas superior dan inferior dekstra meningkat dan refleks patologis positif.3.5 DIAGNOSIS SEMENTARA

1. Hemiparese Deksta ec DD: Stroke Iskemik tipe thrombosis Stroke iskemik tipe emboli2. Hipertensi stage 1

3.6 PENATALAKSANAAN 3.6.1 Non-Medikamentosa Fisioterapi Diet rendah garam dan lemak jenuh Meningkatkan konsumsi buah dan sayur3.6.2 Medikamentosa Micobalamin 2x500mg Citicholine 1x1000mg Valsartan 1x160mg Sohobion 1x13.7 PLANNING DIAGNOSTIK Pemeriksaan laboratorium (profil lipid) Echokardiografi3.8 PROGNOSIS Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam Quo ad Functionam: Dubia Quo ad Sanactionam: DubiaBAB IV

DISKUSIST Elevasi Infark miokard adalah Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.Pasien dirujuk ke rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada, nyeri dada dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada dirasakan sebelah kiri dan menjalar sampai ke leher serta lengan. Nyeri dada dirasakan seperti ditimpa benda berat, lebih dari 20 menit dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga merasakan adanya keringat dingin, mual dan muntah disangkal. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan tersebut.Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Merupakan akibat dari otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat.3

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.Tiga faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Pada kasus ini pasien berusia 52 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.2 Terdapat penambahan massa otot jantung pada usia yang semakin lanjut, akibat bertambahnya beban akhir (afterload) sebagai konsekuensi kekakuan arteri sentral dan perifer. Kekakuan pembuluh darah ini terjadi akibat proliferasi kolagen, hipertrofi otot polos, kalsifikasi, serta kehilangan jaringan elastik seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan otot jantung ini akan menyebabkan gangguan fungsi diastolik ventrikel.2 Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti gulai kambing. Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas dapat berasal dari makanan (eksogen) dan dari sintesis lemak (endogen). Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Tingginya kadar lipid nantinya akan menyebabkan penimbunan lipid dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak disebelah distal dari daerah lesi.8Arterosklerosis yang kemungkinan diderita oleh pasien, yang merupakan penyebab utama PJK. Penyempitan arteri koronaria besar menyebabkan adanya resistensi yang meningkat atau tekanan yang menurun, ini menyebabkan cadangan koroner meningkat melampaui batas, bahkan ketika istirahat, yang akan mengakibatkan berkurangnya respons kompensasi, dan akhirnya akan habis. Bersamaan dengan itu suplai O2 akan berkurang, yang akan menyebabkan kematian sel jantung yang diperdarahi. Inilah yang disebut anoksia iskemik yang akan bermanifestasi sebagai nyeri di dada bagian kiri yang terjadi selama aktivitas fisik atau stres psikologis. 3

Anoksia iskemik stadium awal menyebabkan adanya defisiensi ATP, karena bahan pembentuknya yaitu piruvat dan asetil-KoA membutuhkan laktat, H+, dan asam lemak bebas, sedangkan laktat, asam lemak bebas, dan H+ dipakai untuk memperbaiki kerusakan sel jantung, maka dengan adanya defisiensi ATP akan mengakibatkan kontraksi miokardium abnormal, dan terjadilah angina pektoris.

Jika nyeri menghilang saat stres atau aktivitas berlalu disebut angina pektoris stabil. Bila pasien dengan angina pektoris stabil kronis tiba-tiba mengalami angina yang lebih kuat dan lebih sering (angina pektoris tidak stabil), ini biasanya merupakan tanda awal infark miokardium akut, yang berarti terjadi penyumbatan total pada arteri koronaria.4 Iskemi yang terjadi akan menyebabkan tidak adanya pengeluaran H+ dan laktat yang akan menyebabkan asidosis dan penimbunan laktat. Asidosis akan mengakibatkan penghambatan glikolisis yang menyebabkan bertambahnya defisiensi ATP, dan kerusakan sel akan bersifat irreversibel, lalu terjadilah infark.

Dari pemeriksaan secara umum tampak pasien dalam keadaan compos mentis, vital sign dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan enzim jantung CKMB dan Troponin I. Dari pemeriksaan elektrokardiogram kesan sinus ritme, HR 60x/ menit, akut infark inferior.

Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi.8

Terapi farmakologis pada pasien diantaranya: O2 2-4 L/i, Cedocard, Clopidogrel, Simvastatin, Cedocard merupakan nitrogliserin yang dapat diberikan secara sublingual dan intravena, manfaat dari nitrogliserin adalah:

Dilatasi arteri koroner

Venodilator ( menurunkan preload

Dilatasi arteri sistemik, Mengurangi afterload sehingga konsumsi oksigen menurun

Clopidrogel merupakan obat antiplatelet yang bekerja bekerja dengan cara menghambat reseptor P2Y12, suatu kemoreseptoradenosine diphosphate(ADP) pada dinding sel trombosit. Reseptor P2Y12 berperan dalam proses aktivasi koagulasi. Simvastatin merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3-hydroxyl-3-mehylglutaryl-coenzim A). Penghambat reduktase meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) dengan afinitas tinggi sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Simvastatin berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol total dan LDL Suplai oksigen bertambah dan dipertahankan pada daerah miokard dimana sirkulasi darah telah berkurang, sehingga kapasitas kerja jantung meningkat.

BAB V

KESIMPULAN

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya tanpa gejala pendahuluan.

Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain.

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) adalah 30 % dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30 % dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah didiagnosis.DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.

2. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.

3. Christofferson RD. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ, eds. Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2009. p.1-28.

4. Budiarso LR, Putrali JM, Comm H, Muhtaruddin. Survey Kesehatan Rumah Tangga Litbangkes Departemen Kesehatan RI;1980.

5. Erhardt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest pain. Eur Heart J. 2002; 23 (15) : 1153-76.

6. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation: the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2008;29:29092945.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

8. Sugiri. Penggunaan Trombolisis pada Penderita Infark Miokard Akut. Jurnal Kardiologi Indonesia. 1994;28(3).