bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/bab ii ~ m. lukman...

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Pengertian Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Mengenaipengertian perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata Pasal 1313KUH Perdata: “suatu perbuatan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan tersebut mengandung polemik di antara para sarjana, mereka menganggap perumusan perjanjian yang diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata mengandung ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Kata perbuatan pada pasal 1313 KUHPerdata lebih tepat kalau diganti dengan kata perbuatan/tindakan hukum, karena tidak hanya untuk menunjukan akibat hukum yang dikehendaki, tetapi didalamnya sudah tersimpul adanya sepakat yang merupakan ciri daripada perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata). 2. Kalimat dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, ini menimbulkan kesan seolah-olah perjanjian sepihak. Supaya tidak terjadi salah pengertian, maka sebaiknya ditambahkan “atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri” (J.Satrio, 1992: 18). Yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada satu orang lain atau lebih atau dimana para pihak saling mengikatkan dirinya terhadap lawan janjinya (J. Satrio, 1995: 7). aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Upload: others

Post on 14-Nov-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pengertian Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Mengenaipengertian perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata

Pasal 1313KUH Perdata:

“suatu perbuatan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih”.

Perumusan tersebut mengandung polemik di antara para sarjana, mereka

menganggap perumusan perjanjian yang diatur dalam pasal 1313

KUHPerdata mengandung ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Kata perbuatan pada pasal 1313 KUHPerdata lebih tepat kalau diganti

dengan kata perbuatan/tindakan hukum, karena tidak hanya untuk

menunjukan akibat hukum yang dikehendaki, tetapi didalamnya sudah

tersimpul adanya sepakat yang merupakan ciri daripada perjanjian

(Pasal 1320 KUHPerdata).

2. Kalimat dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih, ini menimbulkan kesan seolah-olah

perjanjian sepihak. Supaya tidak terjadi salah pengertian, maka

sebaiknya ditambahkan “atau dimana kedua belah pihak saling

mengikatkan diri” (J.Satrio, 1992: 18).

Yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada satu orang lain

atau lebih atau dimana para pihak saling mengikatkan dirinya terhadap

lawan janjinya (J. Satrio, 1995: 7).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

10

2. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata, yaitu:

a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

c. suatu hal tertentu,

d. suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama adalah syarat yang menyangkut

subyeknya, sedangkan dua syarat yang terakhir adalah mengenai

obyeknya.Suatu perjanjian yang mengandung cacat subyeknya, tidak

selalu menjadikan perjanjian tersebut batal dengan sendirinya, tetapi

seringkali hanya memberikan kemungkinan untuk dibatalkan, sedang

perjanjian yang cacat dalam segi obyeknya adalah batal demi hukum (J.

Satrio, 1995: 163-164).

Ad.a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Suatu syarat yang logis, karena dalam perjanjian harus ada dua

orang yang saling berhadap-hadapan dan mempunyai kehendak yang

saling mengisi.Orang dikatakan telah memberikan persetujuan /

sepakatnya, kalau orang. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan

kehendak yang diberikan secara bebas dalam arti betul-betul atas

kemauan sukarela para pihak tanpa cacat kehendak yaitu tanpa paksaan,

kekhilafan, kesesatan atau penipuan.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

11

Menurut ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata berikut:

Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.

Pasal 1324 KUHPerdata merumuskan:

(1) Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa

hingga dapat menakutkan orang yang berpikir sehat, dan

apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada

orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam

dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.

(2) Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia,

kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan.

Pasal 1328 KUHPerdata menyebutkan:

(1) Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan

perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu

pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata

bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika

dilakukan tipu muslihat tersebut.

(2) Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.

Dengan demikian jika sepakatnya para pihak karena ada unsur

kekhilafan, paksaan, atau penipuan, maka perjanjian tersebut dapat

dimintakan pembatalan kepada hakim.Bila tidak dimintakan pembatalan

maka perjanjian tersebut mengikat para pihak.Untuk menyatakan

kehendak, wujudnya bermacam-macam, dapat secara diam-diam dan dapat

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

12

pula secara tegas.Dalam pernyataan kehendak secara diam-diam,

pernyataan secara setuju dapat disimpulkan dari sikap/ tindakan orang

yang bersangkutan dan tindakan tersebut menimbulkan kepercayaan bagi

pihak lawan Pernyataan kehendak secara tegas, dapat dilakukan secara

tertulis lisan maupun dengan tanda-tanda.Pernyataan kehendak yang

diberikan secara tertulis, dapat dilakukan dengan akta otentik maupun

dengan akta di bawah tangan.

Ad.b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Menurut Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan,

jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”.

Pasal 1330 KUHPerdata merumuskan:

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1. orang yang belum dewasa,

2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan,

3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang, dan pada umumnya semua orang-orang kepada

siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

Pasal 330 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan:

(1) Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur

genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah

kawin.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

13

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa orang dapat dikatakan dewasa

atau cakap adalah mereka yang telah berusia genap berusia 21 tahun atau

telah lebih dahulu kawin. Untuk orang yang berada di bawah pengampuan

kedudukan hukumnya adalah sama dengan seorang anak yang belum

dewasa. Hal itu diatur dalam Pasal 452 ayat (1) KUHPerdata sebagai

berikut :

(1) Setiap orang yang ditaruh di bawah pengampuan, mempunyai

kedudukan yang sama dengan seorang yang belum dewasa.

Orang yang berada di bawah pengampuan (curatele) dapat terjadi

atas dasar:

a. gila (sakit otak), dungu, mata gelap,

b. lemah akal,

c. pemborosan (J. Satrio, 1992: 283).

Setiap tindakan hukum orang yang berada di bawah pengampuan, diwakili

oleh pengampuannya (curandus).

Mengenai istri-istri sekarang dianggap cakap dengan keluarnya

SEMA No. 3/1963 tanggal 5 September 1963 yang telah menetapkan

bahwa Pasal 108 dan 110 KUHPerdata tentang wewenang seorang istri

untuk melakukan tindakan hukum di muka pengadilan dinyatakan tidak

berlaku lagi. Kemudian dipertegas lagi dengan keluarnya UU No. 1 Tahun

1974 dimana kedudukan istri adalah seimbang dengan suami (Pasal 31 UU

No. 1 Tahun 1974).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

14

Ad.c. Suatu hal tertentu

Dalam suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu

benda (zaak) yang paling sedikit ditentukan jenisnya.Maksudnya adalah,

bahwa objek perjanjian tidak harus secara individual tertentu, tetapi cukup

bahwa jenisnya ditentukan.Hal itu tidak berarti, bahwa perjanjian sudah

memenuhi syarat, kalau jenis objeknya saja yang sudah

ditentukan.Ketentuan itu harus ditafsirkan, bahwa objek perjanjian harus

tertentu, sekalipun masing-masing objek tidak harus secara individual

tertentu (J. Satrio, 1992: 293).

Pasal 1333 KUHPerdata menyebutkan sebagai berikut :

(1) Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang

yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

(2) Tidaklah menjadi halangan bahwa barang tidak tentu, asal

jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Dalam Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata sebagai berikut :

Barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi

pokok suatu perjanjian.

Ad.d. Suatu sebab yang halal

Causa suatu perjanjian adalah akibat yang sengaja ditimbulkan

oleh tindakan menutup perjanjian, yaitu apa yang menjadi tujuan para

pihak untuk menutup perjanjian (Satrio, 1992: 312).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

15

Mengenai apa yang dimaksud dengan kausa yang halal dalam

Pasal 1335 KUHPerdata disebutkan:

Suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sebab yang

palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.

Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa:

Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang,

atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

B. PerjanjianPenggunaan Klausul Baku 1. Pengertian Perjanjian Baku

Beberapa istilah dalam perjanjian baku antara lain yang dikenal di

negeri Belanda dengan nama standaard contract; di Jerman dikenal

dengan nama standard vertrag; dan di Inggris serta negara-negara Anglo

Saxon lainnya dikenal dengan istilah standard forms of contract. Di

samping istilah-istilah tersebut, perjanjian baku juga mendapat sebutan

khusus karena sifatnya, yaitu disebut sebagai unconcious bargain, karena

perjanjian ini dianggap tidak berperikemanusiaan. Selain itu juga diberi

nama dengan sebutan agrement d’adhesion, karena bersifat menekan salah

satu pihak. Adapun sebutan konfeksi sering ditujukan pada perjanjian baku

karena format perjanjian (biasanya dalam bentuk formulir) yang telah

tersedia dalam jumlah yang banyak dan siap untuk diisi jika akan membuat

perjanjian. Pasal 1 angka (10) Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, menjelaskan klausula baku adalah setiap aturan

atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

16

terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam

suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh

konsumen.

Sutan Remi Sjahdenidalam Shidarta, (2006: 146-147) mengartikan

perjanjian standar sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausul-

klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya

tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.

Adapun yang belum dibakukan hanya beberapa hal, misalnya yang

menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal

yang spesifik dari objek yang dipejanjikan.

Perjanjian baku ini lazim digunakan dengan istilah ”kontrak baku”

atau ”kontrak standar”. Di dalam kontrak baku tersebut lazimnya dimuat

syarat-syarat yang membatasi kewajiban kreditur. Syarat-syarat itu

dinamakan eksonerasi klausules atau exemption clause. Syarat ini sangat

merugikan debitur, tetapi debitur tidak dapat membantah syarat tersebut,

karena kontrak itu hanya memberi 2 (dua) alternatif, diterima atau ditolak

oleh debitur. Mengingat debitur sangat membutuhkan kontrak itu, maka

debitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini

disebut perjanjian paksaan (dwang kontrak) atau take it or leave it contract

(Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 285).

Perjanjian baku ini sering kali dikaitkan dengan masalah

keberadaan syarat-syarat eksemsi (eksonerasi). Hal ini juga sering disebut

dengan ”perjanjian adhesi” karena isinya sering kali menekan salah satu

pihak (umumnya pihak yang posisi tawarnya lemah). Penekanan tersebut

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

17

merupakan upaya yang biasanya dilakukan dengan cara mencantumkan

syarat-syarat eksemsi yang memberatkan salah satu pihak ke dalam bentuk

syarat-syarat baku. Untuk melindungi lemahnya kedudukan masyarakat

konsumen, dalam upaya perlindungan hukum yang selama ini hanya

menyangkut tanggung jawab produsen atas produk yang dihasilkannya,

yaitu yang dikenal dengan tanggung gugat produsen. Oleh karena itu perlu

adanya upaya perlindungan konsumen, dengan mencari alternatif jalan

keluarnya.

Khusus dalam proses litigasi dan pembentukan hubungan hukum,

pada umumnya, pihak yang mempunyai kekuatan tawar yang dominan

cenderung dalam posisi ”di atas angin”, jika dibanding dengan pihak yang

posisi tawarnya lemah. Kaitannya dengan perjanjian baku, dalam

pembentukan hubungan hukum, pihak konsumen tampak dan terkesan

lebih bersikap ”pasif”, sementara pihak pelaku usaha lebih bersifat ”aktif”,

dalam arti lebih mempunyai posisi yang menentukan. Pitlo

menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang

contract), yang walaupun secara teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak

memenuhi ketentuan undang-undang, dan oleh beberapa ahli hukum

ditolak, namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah

yang berlawanan dengan keinginan hukum (Pitlo dalam Ahmadi Miru,

2004: 117).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

18

Pasal 1 angka (10) Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, memberikan definisi klausula baku adalah:

“setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Perjanjian yang dibuat dengan menggunakan perjanjian baku, di

satu sisi sangat menguntungkan apabila dilihat dari segi waktu tenaga dan

biaya karena hal ini dapat dihemat, tetapi di sisi lain menempatkan pihak

yang tidak ikut membuat klausul di dalam perjanjian tersebut sebagai

pihak yang dirugikan baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini karena

pembuatan perjanjian baku yang secara sepihak dan sudah

distandarisasikan hanya menyisakan sedikit atau bahkan tidak sama sekali

ruang gerak bagi pihak lain untuk menegosiasikan isi perjanjian tersebut.

Lagi pula apabila dilihat dari segi isinya terdapat ketidakseimbangan hak

dan kewajiban para pihak, biasanya pihak pelaku usaha cenderung

melindungi kepentingannya sendiri, yaitu dengan menetapkan sejumlah

hak sekaligus membatasi hak-hak pihak lawan, sebaliknya pengusaha

meminimalkan kewajibannya sendiri dan mengatur sebanyak mungkin

kewajiban pihak lawan.

Ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut(Abdulkadir,

2002:6):

a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif

lebih kuat dari debitur

b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

19

c. Terdorong oleh kebutuhan,debitur terpaksa menerima perjanjian

tersebut;

d. Bentuknya tertulis.

Perjanjian baku digunakan dalam perjanjianlaundry dimana pihak

pelaku usaha laundry telah menyiapkan terlebih dahulu klausula-klausula

dalam perjanjian dan pihak konsumen hanya bisa menyetujuinya tanpa

memiliki kesempatan untuk bernegosiasi mengubah klausula-klausula

yang sudah dibuat oleh pihak pelaku usaha laundry. Perjanjian terjadi

berlandaskan asas kebebasan berkontrak diantara para pihak yang

mempunyai kedudukan seimbang, sedangkan dalam perjanjian baku,

kebebasan berkontrak tersebut patut dipertanyakan karena dapat dikatakan

bahwa dalam perjanjian baku tidak ada kesetaraan kedudukan yang

seimbang antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan

adanya perjanjian laundry, maka muncullah perikatan antara para pihak.

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu

(Subekti,1997:1).

Sekarang ini, terdapat bentuk perjanjian dengan cara penyiapan

suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan

kepada pihak konsumen untuk disetujui, dengan hampir tidak memberikan

kebebasan sama sekali kepada pihak konsumen untuk menentukan isi

perjanjian. Perjanjian yang demikian dinamakan perjanjian baku.

Perjanjian baku adalah konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

20

membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan kedalam sejumlah

perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu. Jadi perjanjian baku adalah

perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.

Pihak lawan dari yang menyusun perjanjian umumnya disebut adherent,

berhadapan dengan yang menyusun perjanjian,tidak mempunyai pilihan

kecuali menerima/menolak (Badrulzaman,1994:47).

Pasal 18 ayat (2) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan mengenai ketentuan teknis dari

pencantuman klausula baku yang isinya adalah bahwa:

“pelaku usaha dilarang mencantumkan klausuka baku yang letak

atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,

atau pengungkapannya sulit dimengerti”.

Kemudian Pasal 18 ayat (4) Undang-undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa:

“pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang

bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen”.

Setelah berlakunya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, para pelaku usaha yang telah mencantumkan

atau membuat klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK

tersebut diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku sehingga tidak

bertentangan dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada prinsipnya tidak melarang pelaku usaha

untuk membuat perjanjian yang memuat klausula baku dalam setiap

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

21

dokumen dan/atau transaksi usaha perdagangan barang dan/atau jasa,

selama dan sepanjang perjanjian baku dan/atau klausula baku tersebut

tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18

ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu mengenai pencantuman klausula eksonerasi yang letak

atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau

pengungkapannya sulit dimengerti oleh konsumen.

2. Bentuk Perjanjian Baku

Bentuk perjanjian baku yang berkembang dalam masyarakat

semakin beragam. Menurut Mariam Darus perjanjian baku yang terdapat

di dalam masyarakat dapat dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu: (Salim,

2006:156)

a. Perjanjian baku sepihak

Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh

pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang

kuat ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi)

lebih kuat dibandingkan pihak debitur.

b. Perjanjian baku timbal balik

Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya

ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang

pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak lainnya

buruh (debitur). Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi,

misalnya pada perjanjian buruh kolektif.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

22

c. Perjanjian yang ditetapkan pemerintah

Perjanjian yang ditetapkan pemerintah adalah perjanjian baku yang

isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu,

misalnya perjanjian yang mempunyai objek hak atas tanah.

d. Perjanjian yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat

Perjanjian yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat adalah

perjanjian yang konsepnya sejak semula disediakan untuk memenuhi

permintaan anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau

advokat yang bersangkutan.

3. Klausula Eksonerasi/Klausula Eksemsi

Pencantuman klausula baku dalam suatu perjanjian baku pada

dasarnya tidak dilarang, yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian baku

adalah apabila terdapat klausula yang memberatkan salah satu pihak.

Klausula yang dimaksud disebut dengan klausula eksonerasi atau klausula

eksemsi, yaitu klausula yang isinya pembebasan tanggung jawab

(exemtion clause) salah satu pihak yang dilimpahkan kepada pihak lawan.

Klausula eksonerasi biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula

tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya terdapat

dalam perjanjian baku.

MenurutRijken (Ahmadi Miru, 2004: 114) mengatakan bahwa,

klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu

perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi

kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

23

karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum. David Yates

memberikan definisi terhadap klausula eksonerasi yaitu bagian dari suatu

perjanjian yang membatasi, membebaskan atau merekayasa ganti rugi atau

tanggung jawab yang timbul dari pelanggaran terhadap suatu perjanjian.

(Celina,tanpa tahun, 141)

Ahmadi Miru (2004: 116) memberikan ciri-ciri perjanjian baku

yang mengandung klausula eksonerasi, yaitu:

a. Pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat; b. Pihak lemah pada umumnya tidak ikut menentukan isi perjanjian yang

merupakan unsur aksidentalia dari perjanjian; c. Terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaksa menerima

perjanjian tersebut; d. Bentuknya tertulis; e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

Klausula eksonerasi dalam KUHPerdata tercantum dalam Pasal

1493, yang menyatakan bahwa “Kedua belah pihak diperbolehkan dengan

persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban

yang ditetapkan oleh undang-undang ini, bahwa mereka itu diperbolehkan

mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan

menanggung suatu apapun. Selanjutnya Pasal 1506 KUHPerdata

menyatakan bahwa “Ia diwajibkan menanggung terhadap cacat yang

tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu,

kecuali jika ia, dalam hal yang demikian, telah meminta perjanjian bahwa

ia tidak diwajibkan menanggung suatu apapun”.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

24

Adapun klausula eksonerasi di dalam UUPK diatur dalam Pasal 18

ayat 1 huruf (a) yang menyatakan bahwa “pelaku usaha dalam

menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk perdagangan

dilarang membuat dan/atau mencantumkan klausula baku pada setiap

dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung

jawab pelaku usaha”. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menempatkan

kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip

kebebasan berkontrak (penjelasan Pasal 18 ayat 1 UUPK).Dengan

menggunakan perjanjian baku maka terdapat perbedaan posisi para pihak

dalam perjanjian pengguna jasa laundry. Para pihak tidak memiliki posisi

tawar yang sama kuat. Apabila salah satu pihak memiliki posisi tawar yang

lemah, maka besar kemungkinan pihak yang kuat akan menentukan isi

kontrak untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan pihak yang

lemah. Perjanjian baku memang tidak memenuhi ketentuan Undang-

undang, namun berdasarkan kebutuhan masyarakat dalam kenyataannya

dapat diterima. Penerimaan perjanjian baku oleh masyarakat motifasinya

adalah bahwa hukum berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat dan

bukan sebaliknya.

Pasal 1 angka 10 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menjelaskan yang dimaksud dengan klausula

baku adalah setiap aturan /ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku

usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang

mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

25

Lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada 20 April 1999 menjadi harapan baru, di

mana masalah perlindungan konsumen perlu penataan dan adanya

kepastian hukum. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan

kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara

berbagai pihak satu sama pihak lain berkaitan dengan barang dan atau jasa

konsumen, di dalam pergaulan hidup (A.Z. Nasution, 1999: 64)

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu :

1. hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

2. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informecy);

3. hak untuk memilih (the right to choose);

4. hak untuk didengar (the right to be hear) (Shidarta, 2000: 17).

Adapun untuk menjaga hak-hak dasar konsumen tersebut

pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan

pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku

usaha. Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen

dibentuk Badan Perlindungan konsumen.Menurut ketentuan Pasal 36

Undang-undang 8 tahun 1999, Anggota Badan Perlindungan Konsumen

terdiri dari atas unsur :

a. pemerintah;

b. pelaku usaha;

c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

d. akademisi; dan

e. tenaga ahli.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

26

C. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata perlindungan

hukum dapat didefinisikan sebagai berikut:

"Kata perlindungan berasal dari kata dasar lindung. Perlindungan

berarti cara, proses, atau perbuatan melindungi. Sedangkan kata

hukum berarti 1) peraturan/adat yang secara resmi dianggap

mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau

otoritas, 2) undang-undang, peraturan dan sebagainya, otoritas

untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, 3) patokan (kaidah,

ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang

tertentu, 4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim

(di pengadilan); vonis. Hukum juga dapat diartikan sebagai

peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan

tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat

oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan“

(Poerwadarminta, 2003: 595).

Istilah "konsumen“ dalam peraturan perundang-undangan di

Indonesia disebut sebagai definisi yuridis formal yang ditemukan pada

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK). UU ini memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

27

pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan

sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Batasan itu mirip dan garis

besar maknanya diambil alih oleh UUPK (Shidarta, 2006: 12).

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

‘‘Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.

Berdasarkan pengertian diatas, subyek yang disebut sebagai

konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan

jasa. Istilah hukum perlidungan konsumen dan perlindungan konsumen

banyak ditemukan dalam literatur-literatur yang membahas tentang

perlindungan terhadap konsumen, banyaknya konsumen yang dirugikan

oleh para pelaku usaha dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa,

sehingga dengan hal itu muncullah gerakan perlindungan konsumen.

"Hukum Perlindungan Konsumen itu sendiri adalah keseluruhan

peraturan-peraturan yang mengatur segala tingkah laku manusia

yang berhubungan dengan pihak konsumen, pelaku usaha dan

pihak lain yang berkaitan dengan masalah konsumen yang disertai

sanksi bagi pelanggarnya”(Suyadi, 2007: 1).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

28

Berdasarkan hal tersebut, maka perlindungan konsumen sangat

penting sekali dalam rangka melindungi kepentingan-kepentingan

konsumen yang berupa hak-hak yang dimiliki konsumen, sehingga apabila

hak-hak tersebut dilanggar oleh pelaku usaha, terdapat suatu sanksi bagi

pelanggarnya. Sehubungan dengan itu, konsumen akan terlindungi

kepentingannya serta bertujuan untuk mengurangi terjadinya pelanggaran

yang dilakukan oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen peranannya

dalam masyarakat sangat dibutuhkan, karena pada umumnya kedudukan

konsumen di Indonesia masih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha,

sehingga sangat diperlukan kehadirannya untuk menjamin kepastian

hukum untuk melindungi kepentingan konsumen.

Menurut Janus Sidabolok, mengemukakan bahwa:

“Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada

konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari

hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang

hukum, istilah ini masih relatif baru, khususnya di Indonesia.

Sedangkan di negara maju, hal ini mulai dibicarakan bersamaan

dengan berkembangnya industri dan teknologi” (Sidabolok,

2006:9).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

29

Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

‘‘Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen”.

Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan

sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk

kepentingan perlindungan konsumen (Sutarman Yodo, 2007: 1).

Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu antara hukum

perlindungan konsumen dan perlindungan konsumen itu berbeda, yaitu :

"Hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum

konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan

barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.

Sedangkan hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi

konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia

barang dan/atau jasa konsumen”(Sidabolok, 2006: 45).

Berhubungan dengan hal tersebut, maka dapat dideskripsikan

bahwa terdapat suatu perbedaan diantara keduanya yakin bahwa hukum

konsumen itu lebih menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antara

satu pihak (pelaku usaha) dengan pihak yang lainnya (konsumen) yang

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

30

menyangkut barang dan/atau jasa, sedangkan hukum perlindungan

konsumen itu lebih mengarah pada upaya untuk melindungi kepentingan

konsumen yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh

pelaku usaha.

AZ. Nasution dalam Janus Sidabolok menjelaskan sebagai berikut:

Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan

dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam

kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.

Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing

lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah.

Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak

yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu

tidak seimbang (Sidabolok, 2006: 46).

Berdasarkan hal tersebut hukum konsumen maupun hukum

perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan

hukum (hak-hak) konsumen. Maka, berbicara tentang perlindungan

konsumen berarti mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang

terpenuhinya hak-hak konsumen. Oughton dan Lowry memandang hukum

perlindungan konsumen (consumer protection law) sebagai sebuah

fenomena modern yang khas abad kedua puluh, namun sebagaimana

ditegaskan dalam perundang-undangan, perlindungan hukum bagi

konsumen itu sendiri dimulai seabad lebih awal (Barkatullah, 2010: 3).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

31

Purba dalam bukunya Abdul Halim Barkatullah berpendapat

mengenai perlindungan konsumen sebagai berikut:

"Perlindungan hukum bagi konsumen sebagai satu konsep terpadu dan merupakan hal baru, yang perkembangannya dimulai dari negara-negara maju. Namun demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar ke bagian dunia lain.“ (Barkatullah, 2010: 3). Purba juga mengatakan bahwa terdapat sendi-sendi pokok

pengaturan perlindungan konsumen, sebagai berikut:

1. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha;

2. Konsumen mempunyai hak;

3. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

4. Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi konsumen

menyumbang pada pembangunan nasional;

5. Pengaturan tidak merupakan syarat;

6. Perlindungan hukum bagi konsumen dalam iklim hubungan bisnis

yang sehat;

7. Keterbukaan dalam promosi produk;

8. Pemerintah berperan aktif;

9. Peran serta masyarakat;

10. Implementasi asas kesadaran hukum;

11. Perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan

konsep-konsep hukum tradisional;

12. Konsep perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan

penerobosan konsep-konsep hukum (Barkatullah, 2010: 10).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

32

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi

perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap

kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari

pemakaian barang dan jasa tersebut. Cakupan perlindungan konsumen

dalam dua aspek itu, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap kemungkinan diserahkan kepada

konsumen barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang

telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam

kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan

baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan lain

sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan dengan

keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persolan

tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul

kerugian karena memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak

sesuai.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-

syarat yang tidak adil. Dalam hal ini termasuk persoalan-persoalan

promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual,

dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam

memproduksi dan mengedarkan produknya (Sidabolok, 2006: 10-11).

Aspek yang pertama, mencakup persoalan barang dan/atau jasa

yang dihasilkan dan diperdagangkan, dimasukkan dalam cakupan

tanggungjawab produk, yaitu tanggungjawab yang dibebankan kepada

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

33

produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu

mengandung cacat didalamnya sehingga menimbulkan kerugian bagi

konsumen, misalnya karena keracunan makanan, barang tidak dapat

dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya rendah, barang

tidak dapat bertahan lama karena cepat rusak, dan sebagainya. Dengan

demikian, tanggungjawab produk erat kaitannya denga persoalan ganti

kerugian. Aspek yang kedua, mencakup cara konsumen memperoleh

barang dan/atau jasa, yang dikelompokkan dalam cakupan standar kontrak

yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan oleh

produsen kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan

barang dan/atau jasa kebutuhannya (Sidabolok, 2006: 10-11).

Produsen secara umum membuat atau menetapkan syarat-syarat

perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh

kepentingan konsumen sehingga bagi konsumen tidak ada kemungkinan

untuk mengubah syarat-syarat itu guna mempertahankan kepentingannya

(Satrio, 2001: 42). Seluruh syarat yang terdapat pada perjanjian,

sepenuhnya atas kehendak pihak produsen barang dan/atau jasa. Bagi

konsumen hanya ada pilihan: mau atau tidak mau sama sekali. Karena itu,

Vera Bolger menamakannya sebagai take or leave it contract. Artinya,

kalau calon konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat, dan kalau tidak

setuju, silahkan pergi (Sidabolok, 2006: 10-11).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

34

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Biasanya syarat-syarat perjanjian itu telah tertuang dalam formulir

yang sudah disiapkan terlebih dahulu yang dicetak sedemikian rupa

sehingga kadang-kadang tidak terbaca dan sulit dimengerti.

1. Hak dan kewajiban konsumen

Pentingnya perlindungan terhadap konsumen didasarkan kepada

kenyataan tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban yang berlaku

bagi konsumen dan pelaku usaha. Penyebab gangguan atas

kepentingan konsumen itu antara adalah :

a. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik

atau subyek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang

memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.

b. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu hak yang menjadi

pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan

korelatif.

c. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk

melakukan (commision) atau tidak melakukan (omission) sesuatu

perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari hak.

d. Comission atau omission ini menyangkut sesuatu yang bisa disebut

sebagai obyek dari hak.

e. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai titel, yaitu suatu

peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada

pemiliknya.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

35

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk dipedagangkan

(Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001: 5).

Hak dan kewajiban konsumen yang diberikan/dibebankan oleh

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yaitu:

a. Hak Konsumen

Menurut ketentuan Pasal 5, konsumen memiliki hak sebagai berikut:

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi,

serta jaminan yang dijanjikan.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa.

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau

jasa yang digunakan.

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, serta

tidak diskriminatif.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

36

8) Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/ atau

penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.

9) Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

b. Kewajiban Konsumen

Konsumen memiliki kewajiban sebagai berikut:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan.

2) Bertikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang /atau

jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

c. Hak Pelaku Usaha

Hak pelaku usah meliputi:

1) Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik.

3) Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

37

4) Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa

yang diperdagangkan.

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

d. Kewajiban Pelaku Usaha

Kewajiban dari pelaku meliputi :

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,

serta tidak diskriminatif.

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/ atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku.

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau

diperdagangkan.

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

38

7) Memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatan tidak sesuai

dengan perjanjian.

Mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam Pasal 19 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 disebutkan :

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undang yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan.

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Jadi apabila suatu produk yang dipasarkan, ternyata terdapat cacat

pada produk-produk tersebut sehingga menimbulkan kerugian pada

konsumen maka produsen yang menghasilkan produk tersebut harus

bertanggung jawab, karena dalam keadaan demikian tersebut dianggap

telah melakukan perbuatan melawan hukum.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

39

D. Tuntutan Ganti Rugi

1. Tuntutan Berdasarkan Wanprestasi

Dalam setiap perikatan selalu ada suatu prestasi yang harus

terpenuhi yang merupakan hakekat dari perikatan itu sendiri.Prestasi

menurut Pasal 1234 KUH Perdata ada tiga yaitu memberikan sesuatu,

untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Wanprestasi menurut J. Satrio berupa :

1. debitur sama sekali tidak berprestasi,

2. debitur keliru berprestasi; (J Satrio, 2001: 122).

Menurut R. Subekti wanprestasi berupa :

1. debitur tidak memenuhi kewajibannya;

2. debitur terlambat memenuhinya ;

3. debitur memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan

(R. Subekti, 1996: 147).

Akibat hukum bagi Debitur yang melakukan wanprestasi diatur

dalam Pasal 1236, Pasal 1243, KUHPerdata sebagai berikut :

Pasal 1236 KUHPerdata:

“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat

sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan

penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi

dan bunga”.

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

40

Pasal 1243 KUHPerdata:

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika

sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

Wanprestasi mempunyai akibat hukum dari Debitur yang berupa

hukuman/sanksi sebagai berikut :

1. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh

Kreditur;

2. Apabila perbuatan itu tidak betul, Kreditur dapat memenuhi

pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim.

3. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada

Debitur sejak terjadi wanprestasi.

4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan

atau pembatalan disertai pembayaran ganti rugi.

5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diputuskan di muka

Pengadilan Negeri dan Debitur dinyatakan bersalah (Pasal 181 ayat

(1) HIR) (Abdulkadir Muhamad ,2002: 204-205).

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

41

2.Tuntutan Berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum merupakan perikatan yang timbul dari

undang-undang karena perbuatan orang.Dalam KUH Perdata perbuatan

melawan hukum, diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi pada suatu perbuatan

supaya dapat dibenarkan gugat ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan

hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata yaitu:

1). Perbuatan melawan hukum.

2). Harus ada kesalahan.

3). Harus ada kerugian yang ditimbulkan.

4). Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Unsur-unsur tersebut haruslah terpenuhi semuanya, sehingga ketentuan

mengenai syarat-syarat dari adanya gugat ganti kerugian akibat perbuatan

melawan hukum bersifat kumulatif. Berikut ini penjelasan lebih lanjut

unsur-unsur perbuatan melawan hukum.

Ad 1.Perbuatan yang melawan hukum.

Perbuatan dalam arti "perbuatan melawan hukum" meliputi

perbuatan positif, yang dalam Bahasa Belanda disebut "daad" (Pasal 1365

KUHPerdata) dan perbuatan negatif disebut "nalatigheid" (kelalaian)

atau kurang hati-hati (Pasal 1366 KUHPerdata). Dengan demikian,

Pasal 1365 KUHPerdata itu untuk orang yang betul-betul berbuat,

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang ...repository.ump.ac.id/218/3/BAB II ~ M. Lukman .pdfdebitur menandatanganinya. Di dalam kepustakaan, kontrak baku ini disebut perjanjian

42

sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata untuk orang yang tidak berbuat.

Pelanggaran kedua pasal ini mempunyai akibat hukum yang sama yaitu

mengganti kerugian.

Ad 2.Harus ada kesalahan

Pasal 1365 KUHPerdata tidak memberikan ukuran tentang

perbuatan yang bagaimanakah dikatakan sebagai perbuatan melawan

hukum. Namun sejak putusan H.R. tahun 1919 dalam perkara

Lindenbaum - Cohen, pada umumnya dikenal empat kriteria perbuatan

melawan hukum. Keempat kriteria tersebut dipergunakan untuk menilai

sifat melanggar hukumnya suatu perbuatan. Sedangkan ukuran tentang

kesalahan dipergunakan untuk menilai ada tidaknya kesalahan pada diri

si pelaku. Pada umumnya unsur kesalahan mengikuti sifat melawan

hukumnya suatu perbuatan, tetapi prakteknya tidak demikian.

Ad 3.Harus ada kerugian yang ditimbulkan

Kerugian ini dapat bersifat kerugian materiil atau kerugian

imateriil. Apa ukuran yang termasuk kerugian tidak ditentukan lebih

lanjut dalam undang-undang sehubungan dengan perbuatan melawan

hukum. Menurut Yurisprudensi, kerugian yang timbul karena perbuatan

melawan hukum, ketentuannya sama dengan ketentuan kerugian yang

timbul karena wanprestasi dalam perjanjian. Ketentuan tersebut

diperlakukan secara analogi, kerugian akibat wanprestasi yang meliputi

3(tiga) unsur yaitu biaya, kerugian yang sungguh-sungguh diderita dan

aKIBAT hUKUM dARI..., m. lUKMAN nUR hAKIM, f. hUKUM ump, 2015.