bab ii tinjauan kepustakaan · 2016. 8. 31. · 17 bab ii tinjauan kepustakaan . bab ini sesuai...

19
17 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini sesuai dengan judul di atas, akan dikemukakan suatu tinjauan kepustakaan atas kaedah nemo dat rule. Tujuan dari pemaparan kepustakaan yang membicarakan mengenai nemo dat rule yang merupakan asas hukum perdagangan internasional yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran konsepsional, yakni suatu kerangka analisis mengenai nemo dat rule. Dengan kerangka analisis nemo dat rule tersebut, diperoleh suatu alat bedah terhadap Putusan 1887, Putusan yang diuraikan di Bab III. Disamping itu, studi kepustakaan ini juga akan memberikan suatu jawaban awal, jawaban konsepsional terhadap pertanyaan dalam rumusan masalah penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini; yaitu bagaimana nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986. Mencapai tujuan tersebut di atas, Bab ini dipilah ke dalam lima Sub Bab. Sub Bab yang pertama membicarakan tentang tinjauan umum transaksi perdagangan internasional, Sub Bab kedua dikemukakan tentang hukum transaksi perdagangan internasional, Sub Bab ketiga tentang hakikat dari nemo dat rule, Sub Bab keempat dikemukakan tentang sejarah singkat keberadaan nemo dat rule dan mengakhiri Bab ini Penulis kemukakan secara singkat tentang arti penting studi kepustakaan, terutama arti penting untuk mengantisipasi apa yang dicapai dalam bagian analisis di Bab III, yaitu menggambarkan jawaban atas pertanyaan bagaimana keberadaan nemo dat rule dalam Putusan 1887.

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 17

    BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    Bab ini sesuai dengan judul di atas, akan dikemukakan suatu tinjauan

    kepustakaan atas kaedah nemo dat rule. Tujuan dari pemaparan kepustakaan yang

    membicarakan mengenai nemo dat rule yang merupakan asas hukum perdagangan

    internasional yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh

    gambaran konsepsional, yakni suatu kerangka analisis mengenai nemo dat rule.

    Dengan kerangka analisis nemo dat rule tersebut, diperoleh suatu alat bedah

    terhadap Putusan 1887, Putusan yang diuraikan di Bab III. Disamping itu, studi

    kepustakaan ini juga akan memberikan suatu jawaban awal, jawaban konsepsional

    terhadap pertanyaan dalam rumusan masalah penelitian dan penulisan karya tulis

    ilmiah ini; yaitu bagaimana nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung

    Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986.

    Mencapai tujuan tersebut di atas, Bab ini dipilah ke dalam lima Sub Bab.

    Sub Bab yang pertama membicarakan tentang tinjauan umum transaksi

    perdagangan internasional, Sub Bab kedua dikemukakan tentang hukum transaksi

    perdagangan internasional, Sub Bab ketiga tentang hakikat dari nemo dat rule,

    Sub Bab keempat dikemukakan tentang sejarah singkat keberadaan nemo dat rule

    dan mengakhiri Bab ini Penulis kemukakan secara singkat tentang arti penting

    studi kepustakaan, terutama arti penting untuk mengantisipasi apa yang dicapai

    dalam bagian analisis di Bab III, yaitu menggambarkan jawaban atas pertanyaan

    bagaimana keberadaan nemo dat rule dalam Putusan 1887.

  • 18

    2.1. Tinjauan Umum Transaksi Perdagangan Internasional

    Adapun pengertian dari transaksi perdagangan internasional atau disebut

    juga dengan transaksi bisnis internasional adalah:

    “...act of transaction or conducting any business; management;

    proceeding; that which is done; an affair”. Kemudian

    disebutkan “...it may involve selling, leasing, borrowing,

    mortaging or lending... it must therefore consist of an act

    agreement, or several acts or agreements, or several acts or

    agreement having some connection with each other, in which

    more than one person in concerned, and by which the legal

    relations of such persons between themselves are altered...”

    yang berkewarganegaraan berbeda.22

    Menurut Jeferson Kameo dalam bukunya, ada tiga cara dalam

    mengidentifikasi suatu transaksi, apakah transaksi tersebut memiliki atau tidak

    memiliki karakteristik atau ciri-ciri transaksi perdagangan internasional.23

    Cara

    yang pertama, menitikberatkan pada perpindahan barang; cara yang kedua

    memfokuskan diri kepada tempat kedudukan dari para pihak dalam suatu

    transaksi; dan cara yang ketiga adalah cara penentuan karakteristik internasional

    dari suatu transaksi yang menggabungkan antara cara yang pertama dengan cara

    yang kedua, atau disebut juga dengan cara hibrida.24

    Jual beli dalam arti khusus ialah jual beli perusahaan, dalam hal ini adalah

    transaksi ekspor-impor. Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan

    internasional (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli

    dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang

    22

    Wyasa Putra I. D., Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis

    internasional, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm., 2.

    23 Jeferson Kameo, Op.Cit., hlm., 1.

    24 Lihat penjelasan yang sama di Bab I, hlm., 2, Supra.

  • 19

    berbeda.25

    Dengan kata lain bahwa kegiatan ekspor impor merupakan jual beli

    yang dilakukan secara internasional, artinya dilakukan antar negara.

    Dalam jual beli perusahaan, yang dalam hal ini adalah ekspor impor,

    terdapat ciri-ciri khusus. Kekhususan ini dapat ditelaah melalui unsur-unsur dalam

    jual beli berikut ini:26

    Pertama, unsur subjek yang terdiri dari penjual dan

    pembeli. Dua pihak dalam transaksi ini atau salah satunya adalah pengusaha, yaitu

    perseorangan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan. Kedua, unsur

    obyek, yang terdiri dari benda dan harga. Benda adalah barang dagangan, yaitu

    barang yang dibeli atau dijual lagi atau disewakan. Harga adalah nilai benda

    sebagai imbalan yang dapat menghasilkan nilai lebih yang disebut keuntungan

    atau laba. Sedangkan ketiga, adalah unsur perbuatan, terdiri dari menjual dengan

    penyerahan dan membeli dengan pembayaran harga. Peyerahan barang dengan

    menggunakan alat angkut khusus dan dengan syarat khusus pula. Pembayaran

    biasanya dilakukan melalui bank dengan menggunakan dokumen-dokumen atau

    surat-surat berharga. Untuk unsur tujuan, yaitu keuntungan atau laba yang

    diperhitungkan.27

    Ada berbagai motif atau alasan mengapa subjek hukum (pelaku dalam

    perdagangan) melakukan transaksi perdagangan internasional. Diantaranya adalah

    adakalanya produksi yang dihasilkan di suatu negara itu belum dapat dikonsumir

    seluruhnya di dalam negeri dan ada pula yang masih memerlukan bantuan pihak

    25

    Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, 1991, hlm., 1.

    26 C. S. T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dan Ekonomi) Bagian Dua, PT.

    Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm., 7.

    27 Ibid.

  • 20

    di negara lain untuk mengolahnya. Kemungkinan lain karena konsumsi di dalam

    negeri sudah melebihi dari yang dibutuhkan, maka kelebihannya itu dapat

    diekspor ke negara lain untuk memperoleh devisa.28

    Selain itu, setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari sudut

    sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya,

    tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan-

    perbedaan tersebut menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya

    yang diperlukan serta mutu dan kuantum barang yang dihasilkan. Sehingga ada

    barang yang hanya dapat diproduksi dan dihasilkan di satu negara dan tidak dapat

    dihasilkan oleh negara lainnya. Hal-hal demikian pula yang menyebabkan

    terjadinya perdagangan antar negara satu dengan negara lainnya.29

    Latar belakang adanya perdagangan internasional dilihat dari sudut legalitas

    dapat dijelaskan bahwa perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang

    mengandung resiko tinggi, kerena eksportir dan importir berjauhan secara

    geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor,

    satu resiko yang dihadapi oleh ekportir adalah apabila terjadi penyimpangan

    maupun pembatalan kontrak. Resiko tersebut dapat dihindari, apabila setiap

    transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam bentuk tertulis atau ke dalam

    bentuk kontrak dagang (sales contract).

    28

    Hadisoeprapto Hartono., Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Cara Pembayaran dalam Jual

    Beli Perniagaan, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1984, hlm., 1.

    29 Ibid., hlm., 2.

  • 21

    Adapun tahap pelaksanaan kontrak dagang (sales contract) ada dua tahap,

    yakni tahap awal perjanjian dan tahap terjadinya perjanjian.30

    Pertama, tahap awal

    perjanjian adalah tahap dimana terjadi penawaran produk yang dilakukan oleh

    penjual (eksportir). Hal ini biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang,

    jumlah barang serta syarat-syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a

    quotation. Apabila penawaran telah disetujui oleh Pembeli (importir), maka kedua

    belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual beli” dengan

    syarat-syarat yang telah disepakati.31

    Kedua, tahap terjadinya perjanjian merupakan tahap realisasi dari tahap

    awal perjanjian. Dalam tahap ini dituangkan secara rinci dan tertulis tentang

    segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor. Sedangkan

    yang sama dengan itu adalah realisasi dari perjanjian, yaitu pelaksanaan kontrak

    suatu perdagangan internasional dan hal ini berarti melibatkan kepentingan lebih

    dari satu hukum nasional dan masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi

    perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk

    pada hukum di negara mereka. Pada transaksi perdagangan internasional, masing-

    masing negara tunduk pada konvensi-konvensi serta perjanjian dagang

    internasional, yaitu ketentuan yang berlaku secara internasional yang disusun oleh

    badan internasional dan dalam pertemuan resmi antar negara.32

    Selain itu, juga

    tunduk pada lex mercatoria. Salah satu asas dalam lex mercatoria adalah nemo

    dat rule. 30

    Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar

    Negeri, Semarang: FH UNDIP, 2001, hlm., 12.

    31 Ibid.

    32 Ibid.

  • 22

    Dalam setiap transaksi perdagangan, baik itu transaksi perdagangan

    internasional maupun tidak, selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-

    masing pihak yang bertransaksi. Pihak penjual diwajibkan melakukan penyerahan

    barang yang telah diperjanjikan dan berhak pula sesuai dengan prestasinya untuk

    menerima pembayaran atas harga barang yang telah dijualnya. Begitu pula

    sebaliknya, pihak pembeli berkewajiban membayar atau melunasi harga dari

    barang yang diserahkan dan berhak menuntut penyerahan barang yang

    dibelinya.33

    Selain itu, ada pula kewajiban supaya tidak melanggar nemo dat rule

    yang menjadi fokus kajian skripsi ini.

    2.2. Hukum Transaksi Perdagangan Internasional

    Hukum transaksi perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang

    berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-

    hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari

    bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi

    (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau

    transaksi dagang yang kompleks.

    Kompleksnya suatu hubungan atau suatu transaksi perdagangan

    internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya

    teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung

    dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan

    33

    H. M. N., Purwosutjipto, Pengaturan Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli

    Perusahan, Penerbit Djambatan, Jakarta 2003, hlm., 21.

  • 23

    dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui

    atau mengenal siapa rekan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi.34

    Hukum transaksi perdagangan internasional adalah hukum yang

    dipergunakan sebagai dasar transaksi bisnis lintas batas negara, yaitu perangkat

    kaidah, asas-asas dan ketentuan hukum, termasuk institusi dan mekanismenya,

    yang digunakan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam suatu

    transaksi bisnis dalam hubungan dengan objek transaksi, prestasi para pihak, serta

    segala akibat yang timbul dari akibat transaksi.35

    Definisi hukum perdagangan internasional menurut Schmitthoff adalah

    sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya

    perdata. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda

    negara.36

    Hukum transaksi perdagangan internasional memiliki beberapa sumber

    hukum, yaitu perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional (lex

    mercatoria), prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan

    publikasi sarjana-sarjana hukum terkemuka (doktrin), kontrak dan hukum

    nasional.37

    Dalam kaitannya dengan uraian mengenai hukum perdagangan

    internasional, skripsi ini hanya akan membicarakan satu aspek dari banyak aspek

    34

    Ibid., hlm., 10.

    35 Wyasa Putra I. D, Op. Cit.

    36 Adolf, Huala, Op. Cit. hlm., 4.

    37 Ibid., hlm., 76.

  • 24

    dalam hukum perdagangan internasional, aspek yang dimaksud adalah nemo dat

    rule.

    2.3. Hakikat Nemo Dat Rule

    Kepustakaan yang membicarakan tentang bagaimana berlakunya asas

    hukum nemo dat quod non habet atau nemo dat rule dalam mengatur transaksi

    perdagangan internasional di Indonesia memang harus diakui, sulit Penulis

    temukan. Oleh sebab itu, berikut di bawah ini Penulis mengambil sepenuhnya

    uraian dalam Bab tentang Tinjauan Kepustakaan ini dari suatu Penelitian

    Individual yang tidak dipublikasikan. Penelitian individual tersebut dilakukan

    oleh Jeferson Kameo di Glasgow Skotlandia. Penelitian dimaksud adalah

    penelitian terhadap asas atau kaedah hukum, menurut Kontrak Sebagai Nama

    Ilmu Hukum yang mengatur tentang jual-beli yang dilakukan oleh penjual dan

    ternyata penjual itu bukanlah merupakan pemilik dari barang yang dijual (sale by

    a non owner).

    Apakah kepemilikan atas suatu benda milik satu pihak dapat dialihkan

    kepada pihak lain apabila benda itu ternyata dijual oleh orang yang bukan

    pemilik? Pertanyaan inilah yang Penulis maksudkan sama dengan unsur dalam

    pertanyaan „bagaimana‟ berlakunya asas nemo dat qoud non habet atau nemo dat

    rule yang telah Penulis rumuskan di dalam rumusan masalah Penelitian dan

    Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini di dalam Bab I.38

    Penelitian hukum sebagaimana dikemukakan di atas menemukan bahwa

    asas dalam hukum perdagangan internasional (lex mercatoria) hasil dikte hukum

    38

    Lihat Bab I Skripsi ini, Sub Judul Rumusan Masalah Penelitian, hlm., 14. Supra.

  • 25

    yang bernama nemo dat rule itu dapat dijumpai dalam rumusan peraturan

    perundangan yang berlaku di Skotlandia. Rumusan itu adalah:

    “... where goods are sold by a person who is not their owner,

    and who does not sell them under the authority or with the

    consent of the owner, the buyer acquires no better title to the

    goods than the seller had, unless the owner of the goods is by

    his conduct precluded from denying the seller’s authority to

    sell.39

    Yang diartikan sebagai berikut... tatkala sejumlah barang

    dijual oleh orang yang bukan pemilik dari barang-barang itu,

    dan juga bahwa barang-barang itu ternyata telah dijual oleh si

    penjual karena sebelumnya tidak ada kewenangan yang

    diberikan oleh pemilik barang-barang itu atau bahwa barang-

    barang itu ternyata telah dijual tanpa persetujuan yang

    diberikan oleh pemilik barang kepada penjual untuk menjual

    barang tersebut, maka dengan demikian si pembeli barang-

    barang tersebut tidak memiliki hak yang lebih baik dari hak

    yang dimiliki oleh penjual, terkecuali, apabila dapat dibuktikan

    bahwa pemilik dari benda-benda itu, karena tindakan-tindakan

    yang telah ia lakukan, dihalangi untuk menyangkal kewenangan

    si penjual untuk menjual barang-barang itu.”

    Kutipan di atas adalah merupakan kutipan dari rumusan peraturan

    perundangan yang pada hakikatnya mengandung asas hukum dalam perdagangan

    internasional atau lex mercatoria yaitu nemo dat rule. Sebagaimana dapat dilihat

    dari perumusan ketentuan yang dikemukakan di atas, asas tersebut pada

    hakikatnya mengandung perintah, obligation, atau perikatan bahwa tidak

    seorangpun dapat mengalihkan hak yang lebih baik daripada hak yang ia miliki.

    Selanjutnya, kutipan itu juga mengandung apa yang disebut sebagai pengecualian

    terhadap nemo dat rule. Apabila diperhatikan dengan cermat, dalam penggalan

    yang paling akhir dari kutipan di atas, terlihat suatu rumusan yang menjelaskan

    lebih lanjut atau ada yang mengatakan pemberian pengecualian terhadap

    pengertian nemo dat rule yang sebenarnya. Pengecualian atau exemption tersebut

    39

    Pasal 21 ayat (1) the Sale of Goods Act 1979.

  • 26

    yaitu bahwa seorang pemilik atas benda dapat dicegah untuk menyatakan klaim

    bahwa barang miliknya telah dijual oleh seorang penjual yang tidak mempunyai

    kewenangan untuk menjual suatu barang, sebab barang itu bukan milik si Penjual.

    Penggalan akhir dari kutipan tentang nemo dat rule sebagaimana telah

    Penulis kemukakan di atas itu:

    “unless the owner of the goods is by his conduct precluded from

    denying the seller’s authority to sell,” atau “terkecuali, apabila

    dapat dibuktikan bahwa si pemilik dari benda-benda itu, karena

    tindakan-tindakan yang telah ia lakukan, dihalangi untuk

    menyangkal kewenangan si penjual untuk menjual barang-

    barang itu.”

    Di dalam Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, menyerupai apa yang

    dikenal di dalam lex mercatoria dan di dalam sistem hukum Skotlandia juga

    dikenal dengan kaedah personal bar. Kaedah personal bar dalam literatur English

    common law disebut sebagai estoppel. Hanya saja perlu Penulis kemukakan di

    sini, seperti terungkap dalam Penelitian individual yang sudah dikemukakan di

    atas, yaitu bahwa khusus mengenai estoppel yang mengecualikan berlakunya asas

    nemo dat itu, di dalam sistem hukum Inggris sendiri masih terdapat keragu-raguan

    di kalangan para ahli. Rujukan pada common law mencatat bahwa; klaim apabila

    pengecualian atas nemo dat rule itu didasarkan kepada estoppel yang biasanya

    dipahami di Inggris itu, bisa jadi kuranglah tepat. Mengapa demikian? Sebab,

    dalam pengertian estoppel, larangan hanya sebatas menghalangi pemilik barang

    untuk melakukan bantahan apabila penjual tidak punya wewenang menjual

    barang. Kenyataanya, rumusan dalam penggalan Pasal undang-undang

    sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas tersebut lebih dari pada itu. Yaitu

    bahwa rumusan Pasal tersebut di samping mencegah pemilik barang untuk

  • 27

    memberikan sanggahan bahwa penjual tidak berhak untuk menjual, Pasal dalam

    penggalan undang-undang di atas juga menegaskan kembali prinsip, bahwa

    sejatinya lebih dari sekedar apa yang dikemukakan di atas, hak milik dalam

    barang yang dijual oleh penjual yang menurut pemilik barang tidak berwenang

    menjual barang itu sudah beralih dari pemilik barang kepada pembeli. Dalam

    suatu putusan pengadilan, dikatakan:

    We doubt whether this principle ... ought really to be regarded

    as part of the law of estoppel. At any rate it differs from what is

    sometimes called “equitable estoppel” in this vital respect, that

    the effect of its application is to transfer a real title and not

    merely a metaphorical title by estoppel”.40

    Dengan kata lain,

    para hakim itu meragukan apakah prinsip sebagaimana ada

    dalam penggalan Pasal dalam undang-undang yang telah

    Penulis kemukakan di atas ... haruslah benar-benar dituruti

    sebagai satu bagian dari hukum tentang estoppel.

    Bagaimanapun juga ketentuan sebagaimana ada dalam

    penggalan Pasal yang dikemukakan di atas itu berbeda dari apa

    yang kadang dimengerti sebagai “estoppel ekuiti”. Bahwa

    sesungguhnya akibat dari rumusan dalam penggalan Pasal

    sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas itu adalah bahwa

    ada peralihan hak yang nyata dari pemilik benda kepada

    pembeli, dan tidak sekedar peralihan yang sifatnya metaforikal

    atau semu.

    Penelitian individual yang tidak dipublikasikan sebagaimana telah

    diungkapkan di atas, mengungkapkan bahwa sejatinya pengecualian (exemption)

    terhadap asas nemo dat quot non habet itu dapat dibenarkan tidak dengan

    mendasarkan diri kepada English common law of estoppel sebagaimana telah

    Penulis kemukakan di atas. Yang benar adalah bahwa justifikasi terhadap

    40

    Hasil Penelitian Individuil sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas dari Eastern

    Distributors Ltd v Goldring [1957] 2 Q.B. 600 at 611, per Lord Devlin. Perlu Penulis kemukakan

    penjelasan kutipan ini yaitu bahwa yang dimaksud dengan Eastern Distributors Ltd v Goldring

    adalah nama para pihak yang bersengketa pda tahun 1957. Pihak Penggugat adalah Eastern

    Distributors Ltd, sedangkan Pihak Tergugat adalah Goldring, dan keputusannya dimuat di dalam

    Jurnal Hukum yang singkatannya adalah Q. B., atau Queen Bench Edisi Kedua putusan dimuat

    mulai halaman 600 dan pertimbangan hakim yang bernilai hukum sebagaimana dikemukakan di

    atas dapat ditemukan pendapat dari Lord Devlin pada halaman 611.

  • 28

    pengecualian nemo dat rule musti didasarkan kepada kewenangan seorang agen.

    Kewenangan agen tersebut adalah kewenangan agen yang di dalam Scottish

    Common Law41

    dikenal berjenis apparent authority. Jelasnya, yang dimaksud

    dengan apparent authority adalah kewenangan agen yang nampak di atas

    permukaan ada, meskipun ada kemungkinan,42

    apabila di kemudian hari

    dibuktikan ternyata kewenangan agen untuk mengalihkan kepemilikan barang dari

    pihak prinsipal kepada pembeli yang membeli dari agen itu ternyata tidak ada.

    Perlu ditegaskan di sini bahwa pengecualian terhadap nemo dat rule yang

    mencari justifikasi kepada asas hukum apparent authority dan bukan kepada

    English doktrin bernama estoppel itu, logikanya, atau rasio legisnya pernah

    dikemukakan oleh seorang hakim Inggris yang sangat terkenal yaitu Lord

    Denning. Dalam suatu dikta putusan di mana Dening menjadi ketua majelis untuk

    menyidangkan kasus yang berdimensi perdagangan internasional, dikatakan:

    In the development of our law, two principles have striven for

    mastery. The first is for the protection of property: no one can

    give a better title then he himself possesses. The second is for

    the protection of commercial transactions: the person who takes

    in good faith and for value without notice should get a good

    title. The first principle has held sway for along time, but it has

    been modified by the Common Law itself and by statute so as to

    meet the needs of our times.43

    Yang berarti, dalam

    pembangunan hukum di Inggris, dua asas atau prinsip hukum

    41

    Mengenai perbedaan antara Scottish Common Law dengan English common law ini uraian yang

    lebih tepat dapat dibaca dalam Buku Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum,

    Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

    42 Sekali lagi ada kemungkinan, tidak selamanya setelah dibuktikan di kemudian hari ternyata

    kewenangan itu tidak ada.

    43 Bishopsgate Motor Finance Corporation Ltd v Transport Brakes Ltd [1949] 1 K.B. 322 mulai

    dapat dibaca point pengecualian nemo dat rule pada halaman 336 sampai dengan halaman 337 di

    mana di dalamnya terdapat pendapat hukum Lord Denning. Keterangan dikutip dari hasil

    penelitian Jeferson Kameo yang tidak dipublikasikan sebagaimana telah Penulis kemukakan di

    atas.

  • 29

    telah berlomba-lomba untuk saling menguasai satu sama

    lainnya. Prinsip yang pertama adalah kaedah perlindungan

    kepada harta kekayaan atau hak milik. Prinsip itu menegaskan

    bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memberikan suatu

    titel atau hak yang lebih baik daripada apa yang dia miliki.

    Sedangkan prinsip yang kedua adalah untuk melindungi

    transaksi-transaksi perdagangan44

    : yaitu asas bahwa seseorang

    yang memperoleh suatu barang atau hak secara beriktikad baik,

    dan bahwa barang itu dibayarkan dengan nilai yang sesuai atau

    pantas dengan barang tersebut tanpa terlebih dahulu

    mengetahui secara pasti mengenai siapa sesungguhnya pemilik

    barang tersebut maka si orang (pembeli) yang beriktikad baik

    tersebut haruslah diberikan perlindungan dengan menghargai

    bahwa hak atau titel yang ia peroleh adalah titel yang baik.

    Prinsip yang pertama telah memerintah jagat raya sejak lama

    sekali, namun prinsip tersebut telah dimodifikasi oleh Common

    Law45

    itu sendiri dan juga oleh undang-undang yang berlaku

    sehingga dengan modifikasi itu ada hukum yang bisa memenuhi

    kebutuhan kita saat ini.

    Apapun analisis dalam rangka mencari pembenar terhadap pengecualian

    berlakunya nemo dat rule, seperti telah dikemukakan di atas, namun dari uraian

    tentang apa itu nemo dat rule maupun sejumlah rasionalisasi yang diberikan

    kepada kemungkinan pengecualian (exemption) atas asas itu menunjukan bahwa

    nemo dat rule itu sendiri pada hakikatnya (its nature) adalah suatu kaedah hukum

    atau suatu perikatan (obligation). Perikatan tersebut timbul karena hukum (the

    dictate of the Law). Dalam struktur analisis ilmu hukum, perikatan yang demikian

    itu ada di dalam penggalan definisi kontrak di bawah ini:

    44

    Perlu dikemukakan di sini bahwa ketika Lord Dening menguasai peradilan Inggris, pada waktu

    itu Inggris sedang giat-giatnya berjuang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa sistem hukum

    common law mereka (English) juga harus belajar dari sistem hukum Common Law Skotlandia

    yang lebih baik dalam mengatur perlindungan kepada transaksi-transaksi bisnis internasional yang

    pada saat Dening berkuasa kualitas dan kuantitasnya memang berada pada titik-tidak kejayaan.

    45 Peneliti yang hasil penelitian ilmiahnya tidak dipublikasikan dan dirujuk sepenuhnya dalam Bab

    ini menegaskan bahwa dapat dipastikan apabila Lord Dening tidak merujuk kepada English

    common law tetapi Scottish Common Law. Banyak putusan-putusan Dening yang merekonsiliasi

    antara Scottish Common Law dan English common law sebab Dening bersedia belajar untuk

    membangun English common law dan mereformasi sistem hukum Inggris dengan bertransposisi

    untuk menaikan derajat English common law mendekati Scottish Common Law.

  • 30

    Segenap kewajiban bagi setiap orang berjanji atau bersepakat

    dengan orang lain untuk memberikan, atau berbuat atau tidak

    berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain tersebut, atau

    berkenaan dengan segenap kewajiban yang dituntut oleh hukum

    kepada setiap orang untuk memberikan atau berbuat atau tidak

    berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain apabila

    keadilan menghendaki meskipun tidak diperjanjikan

    sebelumnya. 46

    Sehingga merujuk kepada hakikat nemo dat rule sebagai suatu kontrak dan

    memperhatikan definisi kontrak sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas,

    maka apabila penggalan dalam definisi kontrak tersebut di atas diganti dengan

    larangan nemo dat rule, maka rumusan penggalan dari definisi itu akan

    menyebabkan definisi kontrak sebagaimana dikemukakan di atas hanya berlaku

    untuk satu kewajiban, yaitu larangan nemo dat rule yang rumusannya menjadi:

    “... larangan tidak boleh nemo dat rule bagi setiap orang,

    termasuk mereka yang melakukan transaksi bisnis internasional

    yang otomatis juga merupakan suatu janji atau kata-sepakat

    yang dinyatakan secara diam-diam antara orang yang satu

    dengan orang lainnya untuk memberikan barang, misalnya

    dalam Putusan 1887 adalah pupuk, atau berbuat, dalam hal ini

    memerintahkan agar pengangkut dalam Putusan 1887

    menyerahkan pupuk kepada tiga pihak yang memesan dari PT.

    Gespamindo sebagai orang lain tersebut di dalam hubungan

    hukum yang menjadi sengketa di Putusan 1887, atau larangan

    untuk tidak melakukan nemo dat rule mengingat hal itu

    merupakan tuntutan hukum (the dictate of the Law) supaya

    siapa saja tidak memberikan atau berbuat atau tidak berbuat

    sesuatu yang merugikan orang lain sebab semua hal itu sama

    juga dengan dipenuhinya suatu tuntutan keadilan di dalam

    Hukum”.

    2.4. Sejarah Keberadaan Nemo Dat Rule

    Meskipun terlihat pada kutipan yang baru saja dikemukakan di atas ada

    sedikit aspek historis mengenai perkembangan berlakunya dan juga modifikasinya

    46

    Definisi Kontrak itu dikutip dari Buku Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum,

    Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hlm., 2.

  • 31

    asas nemo dat quot non habet sebagaimana diungkap oleh Lord Denning di atas,

    namun dalam Bab ini, Penulis juga merasa perlu untuk memberikan sedikit

    gambaran tentang sejarah keberadaan nemo dat rule ini sehingga sedikit dapat

    memberikan gambaran tentang bagaimana keberadaan nemo dat rule yang telah

    dijanjikan dalam rumusan masalah dalam Bab I untuk dicarikan jawabannya.

    Sejarah perlindungan terhadap hak milik yang belakangan ini lebih tren

    dengan sejarah perkembangan hak-hak asasi manusia sebetulnya sudah terlihat

    dari perlindungan hak milik yang terdapat di balik nemo dat rule. Menurut

    penelitian individuil yang tidak dipublikasikan yang berkali-kali dijadikan

    referensi Penulis untuk penyusunan Bab Tinjauan Kepustakaan ini, nemo dat rule

    adalah suatu prinsip yang sangat tetap (a well-established principle) yang dapat

    dilihat dalam surat-surat Paulus kepada jemaatnya yang menjadi bagian dari

    bangsa yang berada dan tunduk ke dalam hukum positif Romawi. Menurut

    penelitian individuil di atas, prinsip tersebut diadopsi oleh Ulpian ke dalam

    produk hukum bernama Digest yang ditulis oleh Ulpian.47

    Dalam karyanya itu,

    Ulpian menegaskan pengakuan akan kebenaran suatu kaedah nemo plus iuris ad

    alium transferre potest, quam ipse habet.48

    Latin maxim yang menjadi rujukan pula dari lex mercatoria, atau yang saat

    ini dikenal dengan hukum dagang/bisnis internasional diartikan sebagai tidak ada

    47

    Ulpian mengemukakan perihal nemo dat rule dalam Paragraf ke-50.

    48 Kepustakaan yang dirujuk oleh Peneliti di atas dapat dibandingkan dengan tulisan De Zulueta,

    Roman Law of Sale, dalam halaman 36. Dan dapat pula dibandingkan dengan buku Buckland and

    McNair, berjudul Roman Law and Common Law, dalam halaman 77. Apabila rumusan kaedah itu

    ditilik secara etimologis, kata per kata maka kata nemo adalah kata dalam bahasa Latin yang

    berarti: tidak seorang pun, sedangkan plus artinya lebih dari, iuris artinya dapat dibenarkan, ad

    artinya agar supaya, alium artinya pihak lain, transferee artinya orang yang menerima peralihan,

    potest artinya kekuasaan, quam artinya dengan cara, ipse artinya dia, dan habet artinya miliki.

  • 32

    seorangpun yang dapat mengalihkan kepada orang lain suatu hak yang lebih besar

    dari apa yang ia miliki. Untuk memberi ilustrasi yang jelas mengenai kaedah yang

    terdapat di dalam maxim Latin, orang dapat mengambil contoh dari situasi di

    mana ada seorang pembeli yang beriktikad baik yang membeli barang curian.

    Barang curian tersebut dibeli oleh pembeli yang beriktikad baik, entah dibeli

    langsung dari pencuri atau dari seseorang yang sudah membeli barang tersebut

    dari pencuri. Maka menurut kaedah hukum yang mengatur mengenai

    perlindungan hak milik dalam sejarah kaedah tersebut di jaman kekaisaran

    Romawi, pembeli tadi tidak berhak atas barang yang telah dia beli. Sehingga

    barang itu dalam keadaan berada dalam kompetisi antara pembeli dari pencuri

    dengan pemilik dari benda itu. Hal ini terjadi karena orang yang menjual barang

    yang dibeli oleh pembeli itu ternyata tidak mempunyai hak atau titel, dan menurut

    kaedah di dalam maxim di atas, pencuri tersebut tidak dapat memberikan kepada

    pembeli suatu hak atau suatu titel yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh

    pencuri tersebut.

    Di dalam sistem hukum Romawi pun nemo dat rule sesungguhnya juga

    memperoleh pengecualian, terutama dalam hal yang berkaitan dengan peralihan

    surat-surat berharga yang dijaman itu sudah dikenal dengan accomodation bill.

    Dalam hubungan hukum seperti itu, seorang penarik bill yang menerbitkan surat

    tersebut mempunyai hak yang lebih baik dibandingkan dengan si indorser.

    Demikian pula dengan apa yang dikatakan oleh Bell:49

    “...possessors of moveables who have lawfully come into

    possession, may in some cases give a better title than they have;

    49

    Lihat Bell dalam penelitian individuil yang tidak dipublikasikan di atas.

  • 33

    their own title may be that of mere factor or agent, --not

    proprietor, -- but they may sell so as validly to vest the

    purchaser in bona fide with a right of property”. Artinya, orang

    yang menguasai benda bergerak yang secara sah telah

    memegang barang-barang itu, dapat dalam hal-hal tertentu

    memberikan hak atau titel yang lebih baik daripada yang

    mereka peroleh; hak atau titel mereka mungkin sebatas sebagai

    faktor atau agen dan bukan pemilik benda, -- tetapi mereka

    dapat menjual supaya secara sah dapat memberikan kepada

    pembeli yang beriktikad baik dengan suatu hak atas benda.”

    Di Indonesia, nemo dat rule dapat dijumpai dalam Pasal 584 KUHPerdata

    yang menyatakan sebagai berikut:

    Hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan

    cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan,

    karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-

    undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan

    atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk

    memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak

    berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

    Menurut Penulis, nemo dat rule yang secara tersurat memang tidak terlihat

    di dalam rumusan ketentuan tersebut dapat diinfers dari penggalan kalimat

    dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

    Penggalan kalimat dari rumusan Pasal 584 tersebut memberikan isyarat bahwa

    tanpa kepemilikan seseorang tidak dapat mengalihkan hak milik.

    Masuknya rumusan yang menurut pendapat Penulis berdimensi nemo dat

    rule di atas di dalam sistem KUHPerdata Indonesia, dalam perspektif sejarah

    dapat disimpulkan bahwa aturan tersebut tidak dapat dilepaskan dari rumusan

    Ulpian sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas. Sebagai bagian dari sistem

    hukum yang menganut tradisi civil law, maka KUHPerdata Indonesia juga

    sesungguhnya sudah tidak terlalu asing lagi dengan nemo dat rule.

  • 34

    Di dalam sistem hukum positif Indonesia pun, nemo dat rule ternyata

    memperoleh pengecualian yang sama dengan yang terjadi dalam kancah

    pengaturan perdagangan internasional, seperti yang gambarannya telah Penulis

    uraikan di atas. Pengecualian dimaksud adalah diatur dalam Pasal 548 yang

    mengatakan tiap-tiap kedudukan berkuasa yang beriktikad baik, memberi kepada

    si yang memangkunya, hak-hak atas kebendaan yang dikuasai.50

    2.5. Arti Penting Tinjauan Kepustakaan atas Nemo Dat Rule

    Memperhatikan tinjauan kepustakaan tentang hakikat nemo dat rule dan

    sejarah keberadaaan kaedah hukum tersebut sebagaimana telah Penulis

    kemukakan di atas, maka berikut di bawah ini Penulis perlu pula mengemukakan

    arti penting tinjauan kepustakaan di atas, dalam konteks menjawab pertanyaan

    dalam rumusan masalah penelitian sebagaimana telah Penulis kemukakan di

    dalam Bab I skripsi ini. Bahwa arti penting dari studi kepustakaan di atas adalah

    keberadaan nemo dat rule, yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu kontrak

    itu ternyata bisa jadi tidaklah merupakan suatu kaedah yang bersifat mutlak

    (absolut). Dalam semua sistem hukum, baik itu sistem hukum yang sudah

    tergolong ancient atau kuno, maupun dalam sistem hukum di Inggris dan

    Skotlandia serta sistem hukum di Indonesia, nemo dat rule dikecualikan dalam

    rangka memberikan perlindungan kepada pembeli yang beriktikad baik (in good

    faith) yang membeli suatu harga barang dengan bayaran yang sesuai dengan harga

    barang tersebut.

    50

    Uraian pengecualian nemo dat rule tersebut dapat dibaca lebih jauh dalam Pasal 548 Ayat (1),

    (2), (3) dan (4) KUHPerdata Indonesia.

  • 35

    Isu hukum selanjutnya, yang juga menjadi arti penting dari studi

    kepustakaan ini adalah, dalam konteks Putusan 1887, apakah para hakim yang

    mengadili Putusan 1887 itu juga telah mempertimbangkan pengecualian yang

    berlaku dalam lex mercatoria atau hukum perdagangan internasional dalam

    rangka memberikan perlindungan terhadap ketiga perusahaan yang memesan

    pupuk untuk dibeli dari Australia tersebut? Dalam Bab Selanjutnya hal ini

    dianalisis secara khusus,51

    terutama setelah dikemukakan terlebih dahulu hasil

    penelitian yaitu gambaran tentang Putusan 1887.

    51

    Lihat Bab III Sub Bab Analisis Nemo Dat Rule dalam Putusan 1887, hlm., 62. Supra.