bab ii tinjauan kepustakaan -...

19
17 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini sesuai dengan judul di atas, akan dikemukakan suatu tinjauan kepustakaan atas kaedah nemo dat rule. Tujuan dari pemaparan kepustakaan yang membicarakan mengenai nemo dat rule yang merupakan asas hukum perdagangan internasional yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran konsepsional, yakni suatu kerangka analisis mengenai nemo dat rule. Dengan kerangka analisis nemo dat rule tersebut, diperoleh suatu alat bedah terhadap Putusan 1887, Putusan yang diuraikan di Bab III. Disamping itu, studi kepustakaan ini juga akan memberikan suatu jawaban awal, jawaban konsepsional terhadap pertanyaan dalam rumusan masalah penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini; yaitu bagaimana nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986. Mencapai tujuan tersebut di atas, Bab ini dipilah ke dalam lima Sub Bab. Sub Bab yang pertama membicarakan tentang tinjauan umum transaksi perdagangan internasional, Sub Bab kedua dikemukakan tentang hukum transaksi perdagangan internasional, Sub Bab ketiga tentang hakikat dari nemo dat rule, Sub Bab keempat dikemukakan tentang sejarah singkat keberadaan nemo dat rule dan mengakhiri Bab ini Penulis kemukakan secara singkat tentang arti penting studi kepustakaan, terutama arti penting untuk mengantisipasi apa yang dicapai dalam bagian analisis di Bab III, yaitu menggambarkan jawaban atas pertanyaan bagaimana keberadaan nemo dat rule dalam Putusan 1887.

Upload: doanliem

Post on 24-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

17

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bab ini sesuai dengan judul di atas, akan dikemukakan suatu tinjauan

kepustakaan atas kaedah nemo dat rule. Tujuan dari pemaparan kepustakaan yang

membicarakan mengenai nemo dat rule yang merupakan asas hukum perdagangan

internasional yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh

gambaran konsepsional, yakni suatu kerangka analisis mengenai nemo dat rule.

Dengan kerangka analisis nemo dat rule tersebut, diperoleh suatu alat bedah

terhadap Putusan 1887, Putusan yang diuraikan di Bab III. Disamping itu, studi

kepustakaan ini juga akan memberikan suatu jawaban awal, jawaban konsepsional

terhadap pertanyaan dalam rumusan masalah penelitian dan penulisan karya tulis

ilmiah ini; yaitu bagaimana nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986.

Mencapai tujuan tersebut di atas, Bab ini dipilah ke dalam lima Sub Bab.

Sub Bab yang pertama membicarakan tentang tinjauan umum transaksi

perdagangan internasional, Sub Bab kedua dikemukakan tentang hukum transaksi

perdagangan internasional, Sub Bab ketiga tentang hakikat dari nemo dat rule,

Sub Bab keempat dikemukakan tentang sejarah singkat keberadaan nemo dat rule

dan mengakhiri Bab ini Penulis kemukakan secara singkat tentang arti penting

studi kepustakaan, terutama arti penting untuk mengantisipasi apa yang dicapai

dalam bagian analisis di Bab III, yaitu menggambarkan jawaban atas pertanyaan

bagaimana keberadaan nemo dat rule dalam Putusan 1887.

Page 2: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

18

2.1. Tinjauan Umum Transaksi Perdagangan Internasional

Adapun pengertian dari transaksi perdagangan internasional atau disebut

juga dengan transaksi bisnis internasional adalah:

“...act of transaction or conducting any business; management;

proceeding; that which is done; an affair”. Kemudian

disebutkan “...it may involve selling, leasing, borrowing,

mortaging or lending... it must therefore consist of an act

agreement, or several acts or agreements, or several acts or

agreement having some connection with each other, in which

more than one person in concerned, and by which the legal

relations of such persons between themselves are altered...”

yang berkewarganegaraan berbeda.22

Menurut Jeferson Kameo dalam bukunya, ada tiga cara dalam

mengidentifikasi suatu transaksi, apakah transaksi tersebut memiliki atau tidak

memiliki karakteristik atau ciri-ciri transaksi perdagangan internasional.23

Cara

yang pertama, menitikberatkan pada perpindahan barang; cara yang kedua

memfokuskan diri kepada tempat kedudukan dari para pihak dalam suatu

transaksi; dan cara yang ketiga adalah cara penentuan karakteristik internasional

dari suatu transaksi yang menggabungkan antara cara yang pertama dengan cara

yang kedua, atau disebut juga dengan cara hibrida.24

Jual beli dalam arti khusus ialah jual beli perusahaan, dalam hal ini adalah

transaksi ekspor-impor. Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan

internasional (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli

dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang

22

Wyasa Putra I. D., Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis

internasional, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm., 2.

23 Jeferson Kameo, Op.Cit., hlm., 1.

24 Lihat penjelasan yang sama di Bab I, hlm., 2, Supra.

Page 3: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

19

berbeda.25

Dengan kata lain bahwa kegiatan ekspor impor merupakan jual beli

yang dilakukan secara internasional, artinya dilakukan antar negara.

Dalam jual beli perusahaan, yang dalam hal ini adalah ekspor impor,

terdapat ciri-ciri khusus. Kekhususan ini dapat ditelaah melalui unsur-unsur dalam

jual beli berikut ini:26

Pertama, unsur subjek yang terdiri dari penjual dan

pembeli. Dua pihak dalam transaksi ini atau salah satunya adalah pengusaha, yaitu

perseorangan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan. Kedua, unsur

obyek, yang terdiri dari benda dan harga. Benda adalah barang dagangan, yaitu

barang yang dibeli atau dijual lagi atau disewakan. Harga adalah nilai benda

sebagai imbalan yang dapat menghasilkan nilai lebih yang disebut keuntungan

atau laba. Sedangkan ketiga, adalah unsur perbuatan, terdiri dari menjual dengan

penyerahan dan membeli dengan pembayaran harga. Peyerahan barang dengan

menggunakan alat angkut khusus dan dengan syarat khusus pula. Pembayaran

biasanya dilakukan melalui bank dengan menggunakan dokumen-dokumen atau

surat-surat berharga. Untuk unsur tujuan, yaitu keuntungan atau laba yang

diperhitungkan.27

Ada berbagai motif atau alasan mengapa subjek hukum (pelaku dalam

perdagangan) melakukan transaksi perdagangan internasional. Diantaranya adalah

adakalanya produksi yang dihasilkan di suatu negara itu belum dapat dikonsumir

seluruhnya di dalam negeri dan ada pula yang masih memerlukan bantuan pihak

25

Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, 1991, hlm., 1.

26 C. S. T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dan Ekonomi) Bagian Dua, PT.

Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm., 7.

27 Ibid.

Page 4: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

20

di negara lain untuk mengolahnya. Kemungkinan lain karena konsumsi di dalam

negeri sudah melebihi dari yang dibutuhkan, maka kelebihannya itu dapat

diekspor ke negara lain untuk memperoleh devisa.28

Selain itu, setiap negara berbeda dengan negara lainnya ditinjau dari sudut

sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya,

tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan-

perbedaan tersebut menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya

yang diperlukan serta mutu dan kuantum barang yang dihasilkan. Sehingga ada

barang yang hanya dapat diproduksi dan dihasilkan di satu negara dan tidak dapat

dihasilkan oleh negara lainnya. Hal-hal demikian pula yang menyebabkan

terjadinya perdagangan antar negara satu dengan negara lainnya.29

Latar belakang adanya perdagangan internasional dilihat dari sudut legalitas

dapat dijelaskan bahwa perdagangan ekspor impor termasuk kegiatan yang

mengandung resiko tinggi, kerena eksportir dan importir berjauhan secara

geografis, berbeda bahasa, kebiasaan dan hukum dalam transaksi ekspor impor,

satu resiko yang dihadapi oleh ekportir adalah apabila terjadi penyimpangan

maupun pembatalan kontrak. Resiko tersebut dapat dihindari, apabila setiap

transaksi ekspor yang dilakukan, dituangkan dalam bentuk tertulis atau ke dalam

bentuk kontrak dagang (sales contract).

28

Hadisoeprapto Hartono., Kredit Berdokumen (Letter of Credit) Cara Pembayaran dalam Jual

Beli Perniagaan, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1984, hlm., 1.

29 Ibid., hlm., 2.

Page 5: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

21

Adapun tahap pelaksanaan kontrak dagang (sales contract) ada dua tahap,

yakni tahap awal perjanjian dan tahap terjadinya perjanjian.30

Pertama, tahap awal

perjanjian adalah tahap dimana terjadi penawaran produk yang dilakukan oleh

penjual (eksportir). Hal ini biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang,

jumlah barang serta syarat-syarat lain yang biasanya disebut an inquiry for a

quotation. Apabila penawaran telah disetujui oleh Pembeli (importir), maka kedua

belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual beli” dengan

syarat-syarat yang telah disepakati.31

Kedua, tahap terjadinya perjanjian merupakan tahap realisasi dari tahap

awal perjanjian. Dalam tahap ini dituangkan secara rinci dan tertulis tentang

segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor. Sedangkan

yang sama dengan itu adalah realisasi dari perjanjian, yaitu pelaksanaan kontrak

suatu perdagangan internasional dan hal ini berarti melibatkan kepentingan lebih

dari satu hukum nasional dan masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi

perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk

pada hukum di negara mereka. Pada transaksi perdagangan internasional, masing-

masing negara tunduk pada konvensi-konvensi serta perjanjian dagang

internasional, yaitu ketentuan yang berlaku secara internasional yang disusun oleh

badan internasional dan dalam pertemuan resmi antar negara.32

Selain itu, juga

tunduk pada lex mercatoria. Salah satu asas dalam lex mercatoria adalah nemo

dat rule. 30

Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar

Negeri, Semarang: FH UNDIP, 2001, hlm., 12.

31 Ibid.

32 Ibid.

Page 6: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

22

Dalam setiap transaksi perdagangan, baik itu transaksi perdagangan

internasional maupun tidak, selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-

masing pihak yang bertransaksi. Pihak penjual diwajibkan melakukan penyerahan

barang yang telah diperjanjikan dan berhak pula sesuai dengan prestasinya untuk

menerima pembayaran atas harga barang yang telah dijualnya. Begitu pula

sebaliknya, pihak pembeli berkewajiban membayar atau melunasi harga dari

barang yang diserahkan dan berhak menuntut penyerahan barang yang

dibelinya.33

Selain itu, ada pula kewajiban supaya tidak melanggar nemo dat rule

yang menjadi fokus kajian skripsi ini.

2.2. Hukum Transaksi Perdagangan Internasional

Hukum transaksi perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang

berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-

hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari

bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi

(produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau

transaksi dagang yang kompleks.

Kompleksnya suatu hubungan atau suatu transaksi perdagangan

internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya

teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung

dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan

33

H. M. N., Purwosutjipto, Pengaturan Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli

Perusahan, Penerbit Djambatan, Jakarta 2003, hlm., 21.

Page 7: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

23

dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui

atau mengenal siapa rekan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi.34

Hukum transaksi perdagangan internasional adalah hukum yang

dipergunakan sebagai dasar transaksi bisnis lintas batas negara, yaitu perangkat

kaidah, asas-asas dan ketentuan hukum, termasuk institusi dan mekanismenya,

yang digunakan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam suatu

transaksi bisnis dalam hubungan dengan objek transaksi, prestasi para pihak, serta

segala akibat yang timbul dari akibat transaksi.35

Definisi hukum perdagangan internasional menurut Schmitthoff adalah

sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya

perdata. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda

negara.36

Hukum transaksi perdagangan internasional memiliki beberapa sumber

hukum, yaitu perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional (lex

mercatoria), prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan

publikasi sarjana-sarjana hukum terkemuka (doktrin), kontrak dan hukum

nasional.37

Dalam kaitannya dengan uraian mengenai hukum perdagangan

internasional, skripsi ini hanya akan membicarakan satu aspek dari banyak aspek

34

Ibid., hlm., 10.

35 Wyasa Putra I. D, Op. Cit.

36 Adolf, Huala, Op. Cit. hlm., 4.

37 Ibid., hlm., 76.

Page 8: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

24

dalam hukum perdagangan internasional, aspek yang dimaksud adalah nemo dat

rule.

2.3. Hakikat Nemo Dat Rule

Kepustakaan yang membicarakan tentang bagaimana berlakunya asas

hukum nemo dat quod non habet atau nemo dat rule dalam mengatur transaksi

perdagangan internasional di Indonesia memang harus diakui, sulit Penulis

temukan. Oleh sebab itu, berikut di bawah ini Penulis mengambil sepenuhnya

uraian dalam Bab tentang Tinjauan Kepustakaan ini dari suatu Penelitian

Individual yang tidak dipublikasikan. Penelitian individual tersebut dilakukan

oleh Jeferson Kameo di Glasgow Skotlandia. Penelitian dimaksud adalah

penelitian terhadap asas atau kaedah hukum, menurut Kontrak Sebagai Nama

Ilmu Hukum yang mengatur tentang jual-beli yang dilakukan oleh penjual dan

ternyata penjual itu bukanlah merupakan pemilik dari barang yang dijual (sale by

a non owner).

Apakah kepemilikan atas suatu benda milik satu pihak dapat dialihkan

kepada pihak lain apabila benda itu ternyata dijual oleh orang yang bukan

pemilik? Pertanyaan inilah yang Penulis maksudkan sama dengan unsur dalam

pertanyaan „bagaimana‟ berlakunya asas nemo dat qoud non habet atau nemo dat

rule yang telah Penulis rumuskan di dalam rumusan masalah Penelitian dan

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini di dalam Bab I.38

Penelitian hukum sebagaimana dikemukakan di atas menemukan bahwa

asas dalam hukum perdagangan internasional (lex mercatoria) hasil dikte hukum

38

Lihat Bab I Skripsi ini, Sub Judul Rumusan Masalah Penelitian, hlm., 14. Supra.

Page 9: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

25

yang bernama nemo dat rule itu dapat dijumpai dalam rumusan peraturan

perundangan yang berlaku di Skotlandia. Rumusan itu adalah:

“... where goods are sold by a person who is not their owner,

and who does not sell them under the authority or with the

consent of the owner, the buyer acquires no better title to the

goods than the seller had, unless the owner of the goods is by

his conduct precluded from denying the seller’s authority to

sell.39

Yang diartikan sebagai berikut... tatkala sejumlah barang

dijual oleh orang yang bukan pemilik dari barang-barang itu,

dan juga bahwa barang-barang itu ternyata telah dijual oleh si

penjual karena sebelumnya tidak ada kewenangan yang

diberikan oleh pemilik barang-barang itu atau bahwa barang-

barang itu ternyata telah dijual tanpa persetujuan yang

diberikan oleh pemilik barang kepada penjual untuk menjual

barang tersebut, maka dengan demikian si pembeli barang-

barang tersebut tidak memiliki hak yang lebih baik dari hak

yang dimiliki oleh penjual, terkecuali, apabila dapat dibuktikan

bahwa pemilik dari benda-benda itu, karena tindakan-tindakan

yang telah ia lakukan, dihalangi untuk menyangkal kewenangan

si penjual untuk menjual barang-barang itu.”

Kutipan di atas adalah merupakan kutipan dari rumusan peraturan

perundangan yang pada hakikatnya mengandung asas hukum dalam perdagangan

internasional atau lex mercatoria yaitu nemo dat rule. Sebagaimana dapat dilihat

dari perumusan ketentuan yang dikemukakan di atas, asas tersebut pada

hakikatnya mengandung perintah, obligation, atau perikatan bahwa tidak

seorangpun dapat mengalihkan hak yang lebih baik daripada hak yang ia miliki.

Selanjutnya, kutipan itu juga mengandung apa yang disebut sebagai pengecualian

terhadap nemo dat rule. Apabila diperhatikan dengan cermat, dalam penggalan

yang paling akhir dari kutipan di atas, terlihat suatu rumusan yang menjelaskan

lebih lanjut atau ada yang mengatakan pemberian pengecualian terhadap

pengertian nemo dat rule yang sebenarnya. Pengecualian atau exemption tersebut

39

Pasal 21 ayat (1) the Sale of Goods Act 1979.

Page 10: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

26

yaitu bahwa seorang pemilik atas benda dapat dicegah untuk menyatakan klaim

bahwa barang miliknya telah dijual oleh seorang penjual yang tidak mempunyai

kewenangan untuk menjual suatu barang, sebab barang itu bukan milik si Penjual.

Penggalan akhir dari kutipan tentang nemo dat rule sebagaimana telah

Penulis kemukakan di atas itu:

“unless the owner of the goods is by his conduct precluded from

denying the seller’s authority to sell,” atau “terkecuali, apabila

dapat dibuktikan bahwa si pemilik dari benda-benda itu, karena

tindakan-tindakan yang telah ia lakukan, dihalangi untuk

menyangkal kewenangan si penjual untuk menjual barang-

barang itu.”

Di dalam Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, menyerupai apa yang

dikenal di dalam lex mercatoria dan di dalam sistem hukum Skotlandia juga

dikenal dengan kaedah personal bar. Kaedah personal bar dalam literatur English

common law disebut sebagai estoppel. Hanya saja perlu Penulis kemukakan di

sini, seperti terungkap dalam Penelitian individual yang sudah dikemukakan di

atas, yaitu bahwa khusus mengenai estoppel yang mengecualikan berlakunya asas

nemo dat itu, di dalam sistem hukum Inggris sendiri masih terdapat keragu-raguan

di kalangan para ahli. Rujukan pada common law mencatat bahwa; klaim apabila

pengecualian atas nemo dat rule itu didasarkan kepada estoppel yang biasanya

dipahami di Inggris itu, bisa jadi kuranglah tepat. Mengapa demikian? Sebab,

dalam pengertian estoppel, larangan hanya sebatas menghalangi pemilik barang

untuk melakukan bantahan apabila penjual tidak punya wewenang menjual

barang. Kenyataanya, rumusan dalam penggalan Pasal undang-undang

sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas tersebut lebih dari pada itu. Yaitu

bahwa rumusan Pasal tersebut di samping mencegah pemilik barang untuk

Page 11: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

27

memberikan sanggahan bahwa penjual tidak berhak untuk menjual, Pasal dalam

penggalan undang-undang di atas juga menegaskan kembali prinsip, bahwa

sejatinya lebih dari sekedar apa yang dikemukakan di atas, hak milik dalam

barang yang dijual oleh penjual yang menurut pemilik barang tidak berwenang

menjual barang itu sudah beralih dari pemilik barang kepada pembeli. Dalam

suatu putusan pengadilan, dikatakan:

We doubt whether this principle ... ought really to be regarded

as part of the law of estoppel. At any rate it differs from what is

sometimes called “equitable estoppel” in this vital respect, that

the effect of its application is to transfer a real title and not

merely a metaphorical title by estoppel”.40

Dengan kata lain,

para hakim itu meragukan apakah prinsip sebagaimana ada

dalam penggalan Pasal dalam undang-undang yang telah

Penulis kemukakan di atas ... haruslah benar-benar dituruti

sebagai satu bagian dari hukum tentang estoppel.

Bagaimanapun juga ketentuan sebagaimana ada dalam

penggalan Pasal yang dikemukakan di atas itu berbeda dari apa

yang kadang dimengerti sebagai “estoppel ekuiti”. Bahwa

sesungguhnya akibat dari rumusan dalam penggalan Pasal

sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas itu adalah bahwa

ada peralihan hak yang nyata dari pemilik benda kepada

pembeli, dan tidak sekedar peralihan yang sifatnya metaforikal

atau semu.

Penelitian individual yang tidak dipublikasikan sebagaimana telah

diungkapkan di atas, mengungkapkan bahwa sejatinya pengecualian (exemption)

terhadap asas nemo dat quot non habet itu dapat dibenarkan tidak dengan

mendasarkan diri kepada English common law of estoppel sebagaimana telah

Penulis kemukakan di atas. Yang benar adalah bahwa justifikasi terhadap

40

Hasil Penelitian Individuil sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas dari Eastern

Distributors Ltd v Goldring [1957] 2 Q.B. 600 at 611, per Lord Devlin. Perlu Penulis kemukakan

penjelasan kutipan ini yaitu bahwa yang dimaksud dengan Eastern Distributors Ltd v Goldring

adalah nama para pihak yang bersengketa pda tahun 1957. Pihak Penggugat adalah Eastern

Distributors Ltd, sedangkan Pihak Tergugat adalah Goldring, dan keputusannya dimuat di dalam

Jurnal Hukum yang singkatannya adalah Q. B., atau Queen Bench Edisi Kedua putusan dimuat

mulai halaman 600 dan pertimbangan hakim yang bernilai hukum sebagaimana dikemukakan di

atas dapat ditemukan pendapat dari Lord Devlin pada halaman 611.

Page 12: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

28

pengecualian nemo dat rule musti didasarkan kepada kewenangan seorang agen.

Kewenangan agen tersebut adalah kewenangan agen yang di dalam Scottish

Common Law41

dikenal berjenis apparent authority. Jelasnya, yang dimaksud

dengan apparent authority adalah kewenangan agen yang nampak di atas

permukaan ada, meskipun ada kemungkinan,42

apabila di kemudian hari

dibuktikan ternyata kewenangan agen untuk mengalihkan kepemilikan barang dari

pihak prinsipal kepada pembeli yang membeli dari agen itu ternyata tidak ada.

Perlu ditegaskan di sini bahwa pengecualian terhadap nemo dat rule yang

mencari justifikasi kepada asas hukum apparent authority dan bukan kepada

English doktrin bernama estoppel itu, logikanya, atau rasio legisnya pernah

dikemukakan oleh seorang hakim Inggris yang sangat terkenal yaitu Lord

Denning. Dalam suatu dikta putusan di mana Dening menjadi ketua majelis untuk

menyidangkan kasus yang berdimensi perdagangan internasional, dikatakan:

In the development of our law, two principles have striven for

mastery. The first is for the protection of property: no one can

give a better title then he himself possesses. The second is for

the protection of commercial transactions: the person who takes

in good faith and for value without notice should get a good

title. The first principle has held sway for along time, but it has

been modified by the Common Law itself and by statute so as to

meet the needs of our times.43

Yang berarti, dalam

pembangunan hukum di Inggris, dua asas atau prinsip hukum

41

Mengenai perbedaan antara Scottish Common Law dengan English common law ini uraian yang

lebih tepat dapat dibaca dalam Buku Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

42 Sekali lagi ada kemungkinan, tidak selamanya setelah dibuktikan di kemudian hari ternyata

kewenangan itu tidak ada.

43 Bishopsgate Motor Finance Corporation Ltd v Transport Brakes Ltd [1949] 1 K.B. 322 mulai

dapat dibaca point pengecualian nemo dat rule pada halaman 336 sampai dengan halaman 337 di

mana di dalamnya terdapat pendapat hukum Lord Denning. Keterangan dikutip dari hasil

penelitian Jeferson Kameo yang tidak dipublikasikan sebagaimana telah Penulis kemukakan di

atas.

Page 13: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

29

telah berlomba-lomba untuk saling menguasai satu sama

lainnya. Prinsip yang pertama adalah kaedah perlindungan

kepada harta kekayaan atau hak milik. Prinsip itu menegaskan

bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memberikan suatu

titel atau hak yang lebih baik daripada apa yang dia miliki.

Sedangkan prinsip yang kedua adalah untuk melindungi

transaksi-transaksi perdagangan44

: yaitu asas bahwa seseorang

yang memperoleh suatu barang atau hak secara beriktikad baik,

dan bahwa barang itu dibayarkan dengan nilai yang sesuai atau

pantas dengan barang tersebut tanpa terlebih dahulu

mengetahui secara pasti mengenai siapa sesungguhnya pemilik

barang tersebut maka si orang (pembeli) yang beriktikad baik

tersebut haruslah diberikan perlindungan dengan menghargai

bahwa hak atau titel yang ia peroleh adalah titel yang baik.

Prinsip yang pertama telah memerintah jagat raya sejak lama

sekali, namun prinsip tersebut telah dimodifikasi oleh Common

Law45

itu sendiri dan juga oleh undang-undang yang berlaku

sehingga dengan modifikasi itu ada hukum yang bisa memenuhi

kebutuhan kita saat ini.

Apapun analisis dalam rangka mencari pembenar terhadap pengecualian

berlakunya nemo dat rule, seperti telah dikemukakan di atas, namun dari uraian

tentang apa itu nemo dat rule maupun sejumlah rasionalisasi yang diberikan

kepada kemungkinan pengecualian (exemption) atas asas itu menunjukan bahwa

nemo dat rule itu sendiri pada hakikatnya (its nature) adalah suatu kaedah hukum

atau suatu perikatan (obligation). Perikatan tersebut timbul karena hukum (the

dictate of the Law). Dalam struktur analisis ilmu hukum, perikatan yang demikian

itu ada di dalam penggalan definisi kontrak di bawah ini:

44

Perlu dikemukakan di sini bahwa ketika Lord Dening menguasai peradilan Inggris, pada waktu

itu Inggris sedang giat-giatnya berjuang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa sistem hukum

common law mereka (English) juga harus belajar dari sistem hukum Common Law Skotlandia

yang lebih baik dalam mengatur perlindungan kepada transaksi-transaksi bisnis internasional yang

pada saat Dening berkuasa kualitas dan kuantitasnya memang berada pada titik-tidak kejayaan.

45 Peneliti yang hasil penelitian ilmiahnya tidak dipublikasikan dan dirujuk sepenuhnya dalam Bab

ini menegaskan bahwa dapat dipastikan apabila Lord Dening tidak merujuk kepada English

common law tetapi Scottish Common Law. Banyak putusan-putusan Dening yang merekonsiliasi

antara Scottish Common Law dan English common law sebab Dening bersedia belajar untuk

membangun English common law dan mereformasi sistem hukum Inggris dengan bertransposisi

untuk menaikan derajat English common law mendekati Scottish Common Law.

Page 14: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

30

Segenap kewajiban bagi setiap orang berjanji atau bersepakat

dengan orang lain untuk memberikan, atau berbuat atau tidak

berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain tersebut, atau

berkenaan dengan segenap kewajiban yang dituntut oleh hukum

kepada setiap orang untuk memberikan atau berbuat atau tidak

berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain apabila

keadilan menghendaki meskipun tidak diperjanjikan

sebelumnya. 46

Sehingga merujuk kepada hakikat nemo dat rule sebagai suatu kontrak dan

memperhatikan definisi kontrak sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas,

maka apabila penggalan dalam definisi kontrak tersebut di atas diganti dengan

larangan nemo dat rule, maka rumusan penggalan dari definisi itu akan

menyebabkan definisi kontrak sebagaimana dikemukakan di atas hanya berlaku

untuk satu kewajiban, yaitu larangan nemo dat rule yang rumusannya menjadi:

“... larangan tidak boleh nemo dat rule bagi setiap orang,

termasuk mereka yang melakukan transaksi bisnis internasional

yang otomatis juga merupakan suatu janji atau kata-sepakat

yang dinyatakan secara diam-diam antara orang yang satu

dengan orang lainnya untuk memberikan barang, misalnya

dalam Putusan 1887 adalah pupuk, atau berbuat, dalam hal ini

memerintahkan agar pengangkut dalam Putusan 1887

menyerahkan pupuk kepada tiga pihak yang memesan dari PT.

Gespamindo sebagai orang lain tersebut di dalam hubungan

hukum yang menjadi sengketa di Putusan 1887, atau larangan

untuk tidak melakukan nemo dat rule mengingat hal itu

merupakan tuntutan hukum (the dictate of the Law) supaya

siapa saja tidak memberikan atau berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merugikan orang lain sebab semua hal itu sama

juga dengan dipenuhinya suatu tuntutan keadilan di dalam

Hukum”.

2.4. Sejarah Keberadaan Nemo Dat Rule

Meskipun terlihat pada kutipan yang baru saja dikemukakan di atas ada

sedikit aspek historis mengenai perkembangan berlakunya dan juga modifikasinya

46

Definisi Kontrak itu dikutip dari Buku Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hlm., 2.

Page 15: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

31

asas nemo dat quot non habet sebagaimana diungkap oleh Lord Denning di atas,

namun dalam Bab ini, Penulis juga merasa perlu untuk memberikan sedikit

gambaran tentang sejarah keberadaan nemo dat rule ini sehingga sedikit dapat

memberikan gambaran tentang bagaimana keberadaan nemo dat rule yang telah

dijanjikan dalam rumusan masalah dalam Bab I untuk dicarikan jawabannya.

Sejarah perlindungan terhadap hak milik yang belakangan ini lebih tren

dengan sejarah perkembangan hak-hak asasi manusia sebetulnya sudah terlihat

dari perlindungan hak milik yang terdapat di balik nemo dat rule. Menurut

penelitian individuil yang tidak dipublikasikan yang berkali-kali dijadikan

referensi Penulis untuk penyusunan Bab Tinjauan Kepustakaan ini, nemo dat rule

adalah suatu prinsip yang sangat tetap (a well-established principle) yang dapat

dilihat dalam surat-surat Paulus kepada jemaatnya yang menjadi bagian dari

bangsa yang berada dan tunduk ke dalam hukum positif Romawi. Menurut

penelitian individuil di atas, prinsip tersebut diadopsi oleh Ulpian ke dalam

produk hukum bernama Digest yang ditulis oleh Ulpian.47

Dalam karyanya itu,

Ulpian menegaskan pengakuan akan kebenaran suatu kaedah nemo plus iuris ad

alium transferre potest, quam ipse habet.48

Latin maxim yang menjadi rujukan pula dari lex mercatoria, atau yang saat

ini dikenal dengan hukum dagang/bisnis internasional diartikan sebagai tidak ada

47

Ulpian mengemukakan perihal nemo dat rule dalam Paragraf ke-50.

48 Kepustakaan yang dirujuk oleh Peneliti di atas dapat dibandingkan dengan tulisan De Zulueta,

Roman Law of Sale, dalam halaman 36. Dan dapat pula dibandingkan dengan buku Buckland and

McNair, berjudul Roman Law and Common Law, dalam halaman 77. Apabila rumusan kaedah itu

ditilik secara etimologis, kata per kata maka kata nemo adalah kata dalam bahasa Latin yang

berarti: tidak seorang pun, sedangkan plus artinya lebih dari, iuris artinya dapat dibenarkan, ad

artinya agar supaya, alium artinya pihak lain, transferee artinya orang yang menerima peralihan,

potest artinya kekuasaan, quam artinya dengan cara, ipse artinya dia, dan habet artinya miliki.

Page 16: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

32

seorangpun yang dapat mengalihkan kepada orang lain suatu hak yang lebih besar

dari apa yang ia miliki. Untuk memberi ilustrasi yang jelas mengenai kaedah yang

terdapat di dalam maxim Latin, orang dapat mengambil contoh dari situasi di

mana ada seorang pembeli yang beriktikad baik yang membeli barang curian.

Barang curian tersebut dibeli oleh pembeli yang beriktikad baik, entah dibeli

langsung dari pencuri atau dari seseorang yang sudah membeli barang tersebut

dari pencuri. Maka menurut kaedah hukum yang mengatur mengenai

perlindungan hak milik dalam sejarah kaedah tersebut di jaman kekaisaran

Romawi, pembeli tadi tidak berhak atas barang yang telah dia beli. Sehingga

barang itu dalam keadaan berada dalam kompetisi antara pembeli dari pencuri

dengan pemilik dari benda itu. Hal ini terjadi karena orang yang menjual barang

yang dibeli oleh pembeli itu ternyata tidak mempunyai hak atau titel, dan menurut

kaedah di dalam maxim di atas, pencuri tersebut tidak dapat memberikan kepada

pembeli suatu hak atau suatu titel yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh

pencuri tersebut.

Di dalam sistem hukum Romawi pun nemo dat rule sesungguhnya juga

memperoleh pengecualian, terutama dalam hal yang berkaitan dengan peralihan

surat-surat berharga yang dijaman itu sudah dikenal dengan accomodation bill.

Dalam hubungan hukum seperti itu, seorang penarik bill yang menerbitkan surat

tersebut mempunyai hak yang lebih baik dibandingkan dengan si indorser.

Demikian pula dengan apa yang dikatakan oleh Bell:49

“...possessors of moveables who have lawfully come into

possession, may in some cases give a better title than they have;

49

Lihat Bell dalam penelitian individuil yang tidak dipublikasikan di atas.

Page 17: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

33

their own title may be that of mere factor or agent, --not

proprietor, -- but they may sell so as validly to vest the

purchaser in bona fide with a right of property”. Artinya, orang

yang menguasai benda bergerak yang secara sah telah

memegang barang-barang itu, dapat dalam hal-hal tertentu

memberikan hak atau titel yang lebih baik daripada yang

mereka peroleh; hak atau titel mereka mungkin sebatas sebagai

faktor atau agen dan bukan pemilik benda, -- tetapi mereka

dapat menjual supaya secara sah dapat memberikan kepada

pembeli yang beriktikad baik dengan suatu hak atas benda.”

Di Indonesia, nemo dat rule dapat dijumpai dalam Pasal 584 KUHPerdata

yang menyatakan sebagai berikut:

Hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan

cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan,

karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-

undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan

atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk

memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak

berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Menurut Penulis, nemo dat rule yang secara tersurat memang tidak terlihat

di dalam rumusan ketentuan tersebut dapat diinfers dari penggalan kalimat

dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Penggalan kalimat dari rumusan Pasal 584 tersebut memberikan isyarat bahwa

tanpa kepemilikan seseorang tidak dapat mengalihkan hak milik.

Masuknya rumusan yang menurut pendapat Penulis berdimensi nemo dat

rule di atas di dalam sistem KUHPerdata Indonesia, dalam perspektif sejarah

dapat disimpulkan bahwa aturan tersebut tidak dapat dilepaskan dari rumusan

Ulpian sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas. Sebagai bagian dari sistem

hukum yang menganut tradisi civil law, maka KUHPerdata Indonesia juga

sesungguhnya sudah tidak terlalu asing lagi dengan nemo dat rule.

Page 18: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

34

Di dalam sistem hukum positif Indonesia pun, nemo dat rule ternyata

memperoleh pengecualian yang sama dengan yang terjadi dalam kancah

pengaturan perdagangan internasional, seperti yang gambarannya telah Penulis

uraikan di atas. Pengecualian dimaksud adalah diatur dalam Pasal 548 yang

mengatakan tiap-tiap kedudukan berkuasa yang beriktikad baik, memberi kepada

si yang memangkunya, hak-hak atas kebendaan yang dikuasai.50

2.5. Arti Penting Tinjauan Kepustakaan atas Nemo Dat Rule

Memperhatikan tinjauan kepustakaan tentang hakikat nemo dat rule dan

sejarah keberadaaan kaedah hukum tersebut sebagaimana telah Penulis

kemukakan di atas, maka berikut di bawah ini Penulis perlu pula mengemukakan

arti penting tinjauan kepustakaan di atas, dalam konteks menjawab pertanyaan

dalam rumusan masalah penelitian sebagaimana telah Penulis kemukakan di

dalam Bab I skripsi ini. Bahwa arti penting dari studi kepustakaan di atas adalah

keberadaan nemo dat rule, yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu kontrak

itu ternyata bisa jadi tidaklah merupakan suatu kaedah yang bersifat mutlak

(absolut). Dalam semua sistem hukum, baik itu sistem hukum yang sudah

tergolong ancient atau kuno, maupun dalam sistem hukum di Inggris dan

Skotlandia serta sistem hukum di Indonesia, nemo dat rule dikecualikan dalam

rangka memberikan perlindungan kepada pembeli yang beriktikad baik (in good

faith) yang membeli suatu harga barang dengan bayaran yang sesuai dengan harga

barang tersebut.

50

Uraian pengecualian nemo dat rule tersebut dapat dibaca lebih jauh dalam Pasal 548 Ayat (1),

(2), (3) dan (4) KUHPerdata Indonesia.

Page 19: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8351/3/T1_312010029_BAB II.pdfdalam bagian analisis di Bab III, ... unsur subjek yang terdiri

35

Isu hukum selanjutnya, yang juga menjadi arti penting dari studi

kepustakaan ini adalah, dalam konteks Putusan 1887, apakah para hakim yang

mengadili Putusan 1887 itu juga telah mempertimbangkan pengecualian yang

berlaku dalam lex mercatoria atau hukum perdagangan internasional dalam

rangka memberikan perlindungan terhadap ketiga perusahaan yang memesan

pupuk untuk dibeli dari Australia tersebut? Dalam Bab Selanjutnya hal ini

dianalisis secara khusus,51

terutama setelah dikemukakan terlebih dahulu hasil

penelitian yaitu gambaran tentang Putusan 1887.

51

Lihat Bab III Sub Bab Analisis Nemo Dat Rule dalam Putusan 1887, hlm., 62. Supra.