tata kelola wilayah perbatasan

5
Tata Kelola Wilayah Perbatasan TATA KELOLA WILAYAH PERBATASAN: PELUANG DAN TANTANGAN Tata kelola wilayah perbatasan kini menjadi salah satu isu penting dalam pengembangan wilayah. Wilayah perbatasan ini umumnya memiliki kecenderungan terpinggirkan dan kurang diperhatikan dalam konteks pengembangan wilayah. Kita tau bahwa dalam konteks pengembangan wilayah, umumnya wilayah pusat (core/center) selalu memiliki porsi fokus perhatian lebih besar dikarena menjadi titik pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah perbatasan. Untuk itulah isu akan pentingnya kerjasama antardaerah muncul saat ini sebagai salah satu bentuk pengelolaan bersama wilayah-wilayah perbatasan yang pada dasarnya menjadi tanggungjawab antar dua unit politik yang berbeda yang saling berdekatan. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan secara singkat peluang dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola wilayah perbatasan dimana seharusnya menjadi unit wilayah penting yang harus diperhatikan keberadaannya. Beberapa literatur mendefiniskan wilayah perbatasan (frontier) sebagai unit wilayah teritori yang terbentuk atas dua atau lebih unit politik yang berbeda. Secara sederhana batasannya dapat terbentuk oleh batasan alam (laut, sungai, danau, atau lainnya), batasan buatan (batu, tugu, atau gerbang, atau lainnya), dan juga batasan budaya. Oleh sebab itu, konteks perbatasan ini bisa terbentuk secara fungsional atau juga bisa secara legal dalam artian administratif. Dalam konteks administatif inilah mulai muncul isu- isu penting yang menumbuhkan adanya ego daerah apabila tidak terjadi kerjasama yang baik. Secara administratif, wilayah perbatasan ini akan menggabungkan wilayah dari dua atau lebih unit politik yang berbeda seperti negara, provinsi, atau kota/kabupaten. Wilayah perbatasan akan mencerminkan adanya homogenitas baik ditinjau dari sudut pandang spasial, maupun dalam konteks lainnya seperti budaya,

Upload: imamisme

Post on 23-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kajian tata kelola wilayah perbatasan sebagai salah satu konsep pengembangan wilayah.

TRANSCRIPT

Page 1: Tata Kelola Wilayah Perbatasan

TATA KELOLA WILAYAH PERBATASAN: PELUANG DAN TANTANGAN

Tata kelola wilayah perbatasan kini menjadi salah satu isu penting dalam pengembangan

wilayah. Wilayah perbatasan ini umumnya memiliki kecenderungan terpinggirkan dan kurang

diperhatikan dalam konteks pengembangan wilayah. Kita tau bahwa dalam konteks pengembangan

wilayah, umumnya wilayah pusat (core/center) selalu memiliki porsi fokus perhatian lebih besar

dikarena menjadi titik pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah perbatasan. Untuk itulah isu akan

pentingnya kerjasama antardaerah muncul saat ini sebagai salah satu bentuk pengelolaan bersama

wilayah-wilayah perbatasan yang pada dasarnya menjadi tanggungjawab antar dua unit politik yang

berbeda yang saling berdekatan. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan secara singkat

peluang dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola wilayah perbatasan dimana

seharusnya menjadi unit wilayah penting yang harus diperhatikan keberadaannya.

Beberapa literatur mendefiniskan wilayah perbatasan (frontier) sebagai unit wilayah teritori

yang terbentuk atas dua atau lebih unit politik yang berbeda. Secara sederhana batasannya dapat

terbentuk oleh batasan alam (laut, sungai, danau, atau lainnya), batasan buatan (batu, tugu, atau

gerbang, atau lainnya), dan juga batasan budaya. Oleh sebab itu, konteks perbatasan ini bisa

terbentuk secara fungsional atau juga bisa secara legal dalam artian administratif. Dalam konteks

administatif inilah mulai muncul isu-isu penting yang menumbuhkan adanya ego daerah apabila

tidak terjadi kerjasama yang baik. Secara administratif, wilayah perbatasan ini akan menggabungkan

wilayah dari dua atau lebih unit politik yang berbeda seperti negara, provinsi, atau kota/kabupaten.

Wilayah perbatasan akan mencerminkan adanya homogenitas baik ditinjau dari sudut pandang

spasial, maupun dalam konteks lainnya seperti budaya, etnis, atau ekologi namun menjadi terpisah

akibat adanya heterogenitas dalam struktur politik dan ekonomi

Dari adanya wilayah perbatasan ini maka memunculkan adanya model-model tata kelola yang

bisa dikembangkan atau muncul secara tidak sengaja di wilayah perbatasan tersebut. Dari model-

model yang ada, terdapat tiga model tata kelola yang memiliki perbedaan signifikan seperti berikut

ini:

1. Tata kelola setara, biasanya terbentuk dari sistem yang sama. Bentuk tata kelola wilayah

perbatasan pada konteks umumnya mudah terjadi karena antara unit politik yang berbatasan

memiliki sistem yang sama sehingga wilayah perbatasan menjadi tidak terasa keberadaannya.

2. Tata kelola asimetris, sebagai gambaran tata kelola yang terjadi dipengaruhi oleh kekuatan

masing-masing unit politik. Perbedaan ini tidak melebur menjadi satu kesatuan sehingga pada

Page 2: Tata Kelola Wilayah Perbatasan

tata kelola model ini nantinya akan menimbulkan perbedaan yang terasa di wilayah

perbatasan tersebut.

3. Tata kelola voluntari, dimana awalnya berbentuk tata kelola asimetris namun terjadi

penyesuaian satu pihak untuk mengikuti pihak lainnya. Adanya bentuk penyesuaian ini

menggambarkan adanya pihak yang mengalah untuk mengikuti cara unit politik lainnya.

Ketiga model tata kelola ini yang menjadi dasar utama yang memunculkan adanya model-model tata

kelola lainnya yang biasanya mengalami modifikasi dari konteks tiga jenis tata kelola ini.

Jika berbicara mengenai tata kelola wilayah perbatasan, maka terdapat satu yang menjadi

catatan penting adalah bagaimana sebuah pengelolaan potensi wilayah yang bisa dilihat dari sudut

pandang ekologi maupun manfaat ekonomi namun terganggu pengolahannya akan kepentingan

administratif karena berada di perbatasan. Dari kondisi ini akhirnya memunculkan adanya peluang

dan tantangan tersediri dari pengelolaan potensi tersebut. Dalam konteks peluang, pengelolaan

bersama potensi akan memunculkan adanya kerjasama antar daerah namun disisi tantangannya

biasanya terdapat kendala-kendala yang utamanya muncul dari kepentingan politis yang berbeda.

Tantangan terbesar dari adanya kerjasama antar daerah dalam pengelolaan wilayah perbatasan ini

adalah bagaimana keegoan sebuah daerah muncul akibat adanya kepentingan politis yang berbeda

satu dengan yang lainnya. Hal ini biasanya terjadi pada model tata kelola asimetris pada wilayah

perbatasan dimana dalam pengelolaannya sangat tergantung pada kekuatan masing-masing unit

politik sehingga kerjasama menjadi tidak kondusif. Salah satu contoh menarik yang mampu

menggambarkan model asimetris ini terjadi di Cepu, Kabupaten Blora yang terkenal akan

sumberdaya minyak dan gas buminya dimana letaknya berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Pengolaan blok cepu menjadi pengelolaan sumberdaya perbatasan yang terganggu manfaat

pengolahannya akan kepentingan administratif karena berada di perbatasan provinsi. Pebedaan

batasan provinsi ini menjadikan pengaturan bagi hasil hanya untuk kabupaten dalam batasan

pronvinsi yang sama. Dari adanya batasan administratif ini akhirnya Kabupaten Blora di Jawa Tengah

mendapatkan dampak ekonomi yang sedikit dari pengelolaan sumur-sumur minyak. Padahal

Kabupaten Blora ini menjadi sumber minyak bumi dimana pengeborannya terjadi di Kabupaten

Bojonegoro di Jawa Timur. Hal ini memunculkan ketimpangan yang dipengaruhi oleh sistem politik di

Indonesia ini.

Kerjasama antar daerah menjadi salah satu bentuk kolaborasi lembaga antar pemerintahan

yang bersebelahan. Kerjasama antar daerah ini perlu dilakukan khususnya untuk menyelesaikan

permasalahan dengan solusi praktis yang menyangkut keterhubungan administratif dalam lintas

perbatasan. Adanya kerjasama ini menjadikan munculnya tindakan bersama yang dibuat untuk

membina hubungan “bertetangga” antar dua unit politik untuk mencapai tujuan bersama. Umumnya

Page 3: Tata Kelola Wilayah Perbatasan

untuk wilayah adminstratif skala provinsi ataupun kabupaten, kerjasama antar daerah akan

membentuk interaksi lintas perbatasan untuk pelestarian dan pengelolaan ruang hidup bersama

tanpa keterlibatan pemerintah pusat. Karjasama untuk daerah perbatasan ini akan mengacu pada

pengaturan wewenang antar daerah teritorial yang saling bersebelahan. Konteks kerjasama dalam

pengelolaan potensi khususnya sumberdaya alam ini akhirnya membentuk tiga cara utama

kerjasama yaitu alokasi sumberdaya, pengelolaan sumberdaya bersama, atau perencanaan terpadu

lintas perbatasan. Dari ketiga cara ini, cara kedua dan ketiga merupakan cara yang paling efektif

dalam mengelola potensi sumberdaya di wilayah perbatasan. Contohnya yang terjadi di Kalimantan

dengan dibentuknya Heart of Borneo (HoB) sebagai bentuk kerjasama antara Indonesia, Malaysia,

dan Brunei sebagai pengolaan bersama kawasan konservasi yang ada di Kalimantan. Perencanaan

terpadu lintas perbatasan dalam pengelolaan sumberdaya alam ini logikanya akan memunculkan

banyak keuntungan-keuntungan apabila dilaksanakan dengan baik seperti terjaganya

keanekaragaman hayati, perburuan dan perdagangan ilegal dapat terminimalisir, kebakaran hutan

dapat terkendali, dan lainnya.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah bagaimana tata kelola wilayah perbatasan memunculkan

kondisi yang berbeda-beda. Ada wilayah perbatasan yang tidak terkelola sama sekali sehingga

memiliki kecenderungan terpinggirkan. Di lain pihak ada wilayah perbatasan yang menuntut untuk

terjadinya kerjasama khususnya dalam pengelolaan potensi sumberdaya. Kerjasama pengelolaan

sumberdaya ini akan berjalan dengan mudah apabila tata kelola bersifat setara dimana setiap unit

politik memiliki sistem yang sama. Namun demikian kondisi lainnya juga terjadi apabila tata kelola

bersifat asimetris. Pada akhirnya tata kelola wilayah perbatasan ini bertujuan untuk menciptakan

sebuah bentuk collaborative governance yang mampu memunculkan tindakan-tindakan praktis dari

permasalahan yang ada.

Bahan bacaan yang menjadi referensi:

Guo, Rongxing. 2005. Cross-Border Resource Management Theory and Practice. Amsterdam: Elsevier. Chapter 1: Some basic concepts dan Chapter 5: Institutions for cross-border resource management.

Perkmann, Markus. 2003. “Cross-border regions in Europe significance and drivers of regional cross-border co-operation”. European Urban and Regional Studies, 10(2): 153-171.