takhrij dan penjelasan bulughul marom · pdf fileoleh imam al’ijli dalam kitab...
TRANSCRIPT
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
1
TAKHRIJ DAN
PENJELASAN
BULUGHUL
MAROM
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
2
����������� ��� ��� �� � ���������� �������
KITAB THOHAROH (BERSUCI)
:Syaroh
Kitab : Masdar dari Kataba – yaktubu – Kitaban – Kitabatan –
katban dan susunan hurufnya berkisar pada makna
Pengumpulan. Dinamakan Al Kitab sebagai kitab
dikarenakan ia mengumpulkan sesuatu yang diletakkan
padanya (diringkas dari Kitab Fathul Majid)
Thoharoh : Secara bahasa adalah ungkapan dari kebersihan,
sedangkan menurut istilah Syar’i ungkapan dari mencuci
anggota (tubuh) tertentu dengan sifat yang tertentu.
(Ta’rifat Al Jurjani 1/45)
Bab Miyah (Air-Air)
Syaroh :
Bab : Sesuatu yang keluar dan masuk darinya (Subulus Salam 1/18)
Miyah : Jamak dari air, asalnya Mawahun, oleh karenanya
dinampakkan huruf Ha pada jamaknya. Miyah yaitu jenis
yang terdapat pada yang sedikit maupun yang banyak.
Dan tidaklah ia dijamak melainkan karena terdapat
perbedaan jenis-jenisnya ditinjau dari hukum syar’i
padanya. Ada jenis (air) yang dilarang menggunakannya,
ada pula yang dimakruhkan. dan mengenai perbedaan
kesucian pada sebagian air, seperti air laut, telah dinukil
oleh Pensyaroh tentang hal ini dari Ibnu Umar
Rodhiyallohu anhu dan Ibnu Amr Rodhiyallohu anhu
(Subulus Salam 1/18)
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
3
1� ����� ��� �� ���������� ����� ���� : ��� ���� � �� !�" ��#�$� %�&��� �����
���'�()$� ) :�+�,��- � &�./0$� �&�� , ���2�2� �- /3�')$� (%5�6��� �7)$� ���8���9�� ,���$ %:);#�$�� �5�(� �< ����� ������ ,
=2$��� �5�>���?�9 ����� ���'@'�"��AB�C�-��
[pasal Tentang Air Laut]
Terjemahan :
1. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu ia berkata : Rosululloh sholollohu alaihi
wa salam bersabda tentang air laut : “Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Dikeluarkan oleh imam yang empat, Ibnu Abi Syaibah dan lafadz hadist ini
adalah dari beliau, dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi.
Takhrij Hadits :
Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu ini memiliki beberapa jalan dan
memiliki beberapa syawahid dari para sahabat lainnya. Jalan-jalannya
sebagai berikut :
1. dari Imam Malik bin Anas dari Shofwaan bin Sulaim dari Sa’id bin
Salamah dari Al Mughiroh bin Abi Burdah Ia mendengar Abu
Huroiroh Rodhiyallohu anhu berkata : Datang seorang laki-laki
kepada Rosululloh sholollohu alaihi wa salam, lalu bertanya : ‘Ya
Rosululloh kami biasa mengarungi lautan dan kami membawa sedikit air,
apabila kami berwudhu dengannya kami kehausan, apakah kami boleh
berwudhu dengan (air laut), maka Rosululloh sholollohu alaihi wa salam
menjawab : seperti hadits diatas
Takhrij Hadits : Hadits ini dikeluarkan oleh, Imam Abu Dawud dalam
Sunannya (no. 83), Imam Nasa’i dalam Sunan Kubronya (no. 58 &
4862) dan Sunan Sughronya (no. 59 & 332), Imam Tirmidzi dalam
Sunannya (no. 69), Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 386), Imam
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
4
Ibnu Khuzaimah (no. 112), Imam Malik dalam Muwathonya (no. 42),
Imam Syafi’I dalam Musnadnya (no. 1), Imam Ahmad dalam Musnadnya
(no. 7232, 8720, ), Imam Darimi dalam Sunannya (no. 754 & 2063),
Imam Ibnu Abi Syaibah (1/154), Imam Ibnu Khuzaimah dalam
shohihnya (no. 111), Imam Al Hakim dalam Mustadroknya (no. 448),
Imam Ibnu Hibban dalam Shohihnya (no. 1269& 5348), Imam Al
Baghowi dalam Tafsirnya (3/101) & Syarhus Sunnah (1/220), Imam Al
Baihaqi dalam Sunannya (no. 1 & 19438) & Ma’rifatul Atsar (no. 105
&5820), Imam Thohawi dalam Musykilah atsar (no. 3397), Imam
Daruquthni dalam Sunannya (no. 83), Imam Ibnul Jarud dalam
Muntaqhonya (no. 43), Imam Ibnul Mundzir dalam Ausathnya (no.
1550), Imam Al Uqoily dalam Ad Dhuafaaul Kabir (no. 701), Imam Al
Qosim bin Salam dalam At Thohur (no. 210).
Biografi Perowi Hadits : Imam Malik bin Anas (93-179 H) adalah
Imam Darul Hijroh (kota Madinah), Imam yang sangat masyhur dengan
agama dan haditsnya, memliki kitab Muwatho yang terkenal dalam
bidang hadits. Abu Abdillah atau Abul Harits Shofwaan bin Sulaim
(60-132 H), seorang ulama Madinah ditsiqohkan oleh Imam Ibnu
Uyainah (Tarikh Kabir Bukhori no. 2930), ditsiqohkan Imam Abu Hatim dan
Imam Ahmad bin Hambal, Imam Yahya bin Said Al Qothon berkata :
“Shofwaan bin Sulaim lebih saya sukai dari Zaid bin Aslam” (Zaid ulama
yang tsiqoh-pent) (lihat Jarh wa ta’dil Ibnu Abi Hatim no. 1858), ditsiqohkan
oleh Imam Al’ijli dalam kitab ma’rifatus tsiqot (no. 762), Imam Mufadhol
bin Ghosan Al Gholabi berkata : ‘Ia (shofwan) berkata dengan qodar
(tertuduh memiliki pemikiran qodariyah) (lihat Tahdzibul Kamal Al Mizzi).
Sa’id bin Salamah Al Makhzumi dari Bani Al Azroq, ditsiqohkan oleh
Imam Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqot (6/364), begitu juga Imam Nasa’I
mentsiqohkannya (lihat Tahdizbut Tahzdib no. 67), Imam Syafi’I
berkata : ‘dalam sanad hadits ini ada orang yang saya tidak
mengetahuinya’, Imam Al Baihaqi berkata mungkin yang dimaksud
adalah Sa’id bin Salamah atau Al Mughiroh bin Abi Burdah atau
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
5
keduanya (lihat sunan Baihaqi no. 2 dan Talkhisul khobir Ibnu Hajar no. 1), hal
senada juga diungkapkan oleh Imam Dzahabi dalam ta’liq nya terhadap
Mustadrok Hakim (no. 498). Beliau ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I dan
Imam Ibnu Hibban yang membuat rowi ini bisa dijadikan hujjah
haditsnya (lihat tahdzibul kamal dan Tahdzibut tahdzib). Al Mughiroh bin Abi
Burdah (w. >100 H) ada yang mengatakan namanya Ibnu Abdulloh
bin Al Mughiroh bin Abi Burdah ada yang mengatakan lagi namanya
adalah Abdulloh bin Al Mughiroh bin Abi Burdah, telah berlalu penilaian
Majhul dari Imam Syafi’I, dan yang benar beliau tidak majhul
dikarenakan sejumlah rowi tsiqoh meriwayatkannya dan dalam Tarikh
Ya’qub bin Sufyan dari Yahya bin Bukair dari Al Laits ia berkata : ‘pada
tahun seratus Al Mughiroh bin Abi Burdah berangkat menjadi tentara
perang ke Afrika’, Berkata Abdulloh bin Abi Sholih : ‘saya bersama Al
Mughiroh pada peperangan di konstatinopel, dan beliau adalah seorang
yang banyak shodaqoh, setiap orang yang meminta tidak pernah ditolak,
Bahkan Imam Ali bin Madini memastikan bahwa Al Mughiroh bin Abi
Burdah dari Bani Abdud Daar mendengar dari Abu Huroiroh dan tidaklah
ia mendengar darinya kecuali hadits ini. Imam Abu Dawud pun
menilainya : Ma’ruf (dikenal), kemudian beliau juga mendapatkan
penilaian tsiqoh dari Imam Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban (lihat Tahdzibul
kamal serta Tahdzibut Tahdzib). Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu (w. 57
H atau 58 H atau 59 H dalam usia 78 th) salah seorang ulamanya
Sahabat, para ulama berselisih tentang nama asli beliau, Imam
Muhammad bin Sa’ad meriwayatkan dari Ibnu Ishaq Ia berkata : Nama
Abu Huroiroh adalah Abdurokhman bin Shokhr hal inilah yang dipegangi
oleh beberapa ulama yang menulis kitab tentang nama-nama dan
Kunyah. Sebab Beliau dikunyahi dengan Abu Huroiroh menurut
penuturun beliau sendiri karena pada suatu hari beliau membawa seekor
anak kucing (hirroh) di lengan bajunya, lalu Rosululloh sholollohu alaihi
wa salam melihatnya dan berkata kepadanya : ‘Apa itu?’ beliau
Rodhiyallohu anhu pun menjawab : ‘Hirroh’, lalu Nabi sholollohu alaihi
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
6
wa salam berkata lagi : Ya Abu Huroiroh’ (lihat Al Isytiab ibnu Abdil Bar 2/70).
Hal inilah yang menyebabkan beliau memakai nama kunyah ini, seorang
Muslim manakah yang tidak bangga menggunakan nama yang diberikan
oleh kekasihnya yang mulia Nabi sholollohu alaihi wa salam. Beliau
Rodhiyallohu anhu masuk Islam pada peperangan Khoibar dan setelah
masuk Islam senantiasa bersama Rosululloh sholollohu alaihi wa salam
berguru kepadanya sampai Beliau sholollohu alaihi wa salam wafat, oleh
karena itu tidak mengherankan kalau beliau adalah sahabat nomer satu
yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Kedudukan Hadits : Hadits ini shohih dan dishohihkan oleh sejumlah
ulama hadits diantaranya yaitu : Imam Bukhori sebagaimana diceritakan
oleh Imam Tirmdzi, berkata Imam Tirmidzi : saya bertanya kepada
Muhammad bin Ismail Al Bukhori tentang hadits ini, Beliau berkata :
Hadits Shohih. (Subulus Salam 1/20). Kemudian Imam Tirmidzi sendiri
setelah meriwayatkan hadits ini berkata : ‘Ini adalah Hadits Hasan
Shohih’. Imam Ibnu Khuzaimah beliau memasukkan hadits ini dalam
shohihnya, Imam Ibnu Abdil Bar, Imam Mundziri, Imam Ibnu Mandah,
dan Imam Al Baghowi (lihat Talkhis Khabir 1/10), Syaikh Albani dalam
beberapa kitabnya, Syaikh Musthofa Al Adzami dalam ta’liqnya terhadap
Shohih Ibnu Khuzaimah, Syaikh Syuaib Arnauth dalam ta’liqnya
terhadap Musnad Ahmad, dan sederet para ulama lainnya.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa hadits ini memiliki 2 illat (cacat)
yaitu idhtirob (kegoncangan) pada sanadnya dan adanya rowi yang
majhul pada sanad ini . adapun yang pertama yaitu kegoncangan sanad
dapat kita lihat ketika kita kumpulkan jalan-jalan haditsnya sebagai
berikut :
I. Dari ‘Abdur Rokhim bin Sulaiman dari Yahya bin Sa’id dari ‘Abdulloh
ibnul Mughiroh dari sebagian bani Mudalij. riwayat ini
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah (1/154), sedangkan Imam
Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar (no. 111) melalui jalan
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
7
Sulaiman bin Bilal dari Yahya dan seterusnya. Imam Thohawi dalam
Misykalul atsarnya (no. 3399) melaului Al laits bin Sa’ad dari Yahya.
Biografi perowi : ‘Abdur Rokhim bin Sulaiman (w. 187 H) dinilai
tsiqoh oleh Ibnu Hajar. Sulaiman bin Bilal (w. 177 H) dinilai tsiqoh
oleh Al Hafudz. Al laits bin Sa’ad (93,94 -175 H) dikatakan Al Hafidz
Tsiqoh Tsabat Faqih Imam. Yahya bin Sa’id (w. 144) dikatakan oleh
Ibnu Hajar tsiqoh tsabat (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib).
‘Abdulloh ibnul Mughiroh nama lain dari Al Mughiroh bin Abi
Burdah, telah lewat biografinya. sebagian bani Mudalij adalah
Majhul (tidak diketahui), tapi tidak mengapa karena dimungkinkan
adalah sahabat Nabi sholollohu alaihi wa salam dan semua sahabat
Nabi adil.
II. Dari Muhammad bin Abi Bakr hadatsana Hamaad bin Zaid hadatsana
Yahya bin Sa’id dari Abdulloh ibnul Mughiroh dari Bapaknya
dari bani Mudalij kemudian menyebutkan haditsnya. Diriwayatkan
oleh Imam Al Baihaqi dalam kitabnya Ma’rifatus Sunnan wal atsar
(no. 112) dan Imam Abu Nua’im dalam Ma’rifatus Shohabat (no.
6611)
Biografi Perowi : Muhammad bin Abi Bakr (w. 234) dinilai tsiqoh oleh
Ibnu Hajar. Hamad bin Za’id (98-179 H) dikatakan oleh Al Hafidz
tisqoh tsabat faqiih (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib) . Yahya
bin Sa’id dan Abdulloh ibnul Mughiroh sudah berlalu biografinya,
Adapun Bapaknya Abu Burdah Imam Abu Zur’ah ditanya tentang
nama Abu Burdah bapaknya Al Mughiroh dengan jawaban saya tidak
tahu namanya (lihat Jarh wa Ta’dil no. 1547), berarti Ia seorang rowi
yang Majhul.
III. Dari Hamad (bin Salamah) dari Yahya bin Sa’id dari Al Mughiroh
bin Abdillah dari Bapaknya secara marfu’. Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Ashim dalam Al Ahad wal Matsani
(no. 2486) dari jalan Hadabah dari Hamad dan Imam Thohawi dalam
Misykalul Atsar (no. 3398) dari jalan Hajaj ibnul minhal dari Hamad
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
8
Biografi Perowi : Hadabah bin Kholid (w. >230 H) dinilai Al Hafidz
tsiqoh tsabat, Nasa’i menyendiri dalam melemahkannya. Hajaj ibnul
minhal (w. 216 atau 217 H) dinilai Alhafidz tsiqoh Fadhil. Hamad bin
Salamah (w. 167) dinilai oleh Al Hafidz tsiqoh tsabat atsbatun Naas
fii tsabat (manusia yang paling tsabat) berubah hapalan pada akhir
hidupnya (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib). Yahya bin Sa’id
dan Al Mughiroh serta Bapaknya telah lewat biografinya.
IV. Dari Yahya bin Abi Katsir ia berkata : ditanya Al Mughiroh bin
Abdillah bin Abdu Dar bahwa seseorang dari Bani Mudalij
bertanya kepada Nabi sholollohu alaihi wa salam, riwayat ini
dikeluarkan oleh Imam Abdur Rozaq dalam Mushonafnya (no. 7657),
Imam Baihaqi menulis haditsnya dalam kitab Ma’rifatus Sunan wal
Atsar (no. 110) melalui jalan Yahya bin Said dari Al Mughiroh dan
Imam Thohawi dalam Musykilul Atsar (no. 3400) lewat jalur Abdu
Robbihi bin Sa’id dari Al Mughiroh dari Abdulloh Bani Mudalij.
Biografi perowi : Yahya bin Abi Katsir (w. 132 H) dinilai Al Hafidz
Ibnu Hajar tsiqoh tsabat akan tetapi mudalis dan memursalkan
hadits . Abdu Robbihi bin Sa’id (w. >139 H) dinilai tsiqoh oleh Al
Hafidz (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib). Yahya bin Sa’id,
Mughiroh bin Abdillah bin Abdu Dar dan Bani Mudalij telah
berlalu biografinya.
Dari jalan-jalan riwayat yang kita lihat, maka terjadi kegoncangan dalam
sanadnya, karena hadits goncang (mudhthorib) adalah : “Yang terjadi
perbedaan periwayatan didalamnya, sebagian mereka meriwayatkan
dari satu sisi, sebagian yang lain dari sisi lain yang berbeda, dinamakan
mudhthorib jika sama kuat riwayat-riwayatnya, adapun jika salah satu
riwayat ada yang lebih unggul dari riwayat yang lainnya, bisa karena
perowinya lebih hafidz atau lebih lama menemani gurunya atau sebab
lainnya dari faktor-faktor pentarjihan yang dijadikan pegangan. Dalam
hal ini maka riwayat yang rojih yang diamalkan dan haditsnya secara
mutlak tidak dikatakan goncang serta tidak dihukumi sabagai hadits
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
9
goncang. Kegoncangan dapat terjadi dalam matan hadits dan dalam
sanadnya, juga dapat mengenai seorang perowi dan juga perowi yang
diriwayatkan oleh banyak orang. Kegoncangan menjadikan kedhoifan
hadits karena hal ini menunjukkan hadits tersebut tidak dhobit”. (lihat
Muqodimah Ibnu Sholah h. 17). Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa
kegoncangan yang menyebabkan hadits dhoif adalah yang setara
masing-masing riwayatnya, adapun kalau ada riwayat yang rojih maka
kegoncangan ini tidak berpengaruh terhadap keshohihan haditsnya. Dan
yang rojih dalam riwayat ini adalah dari jalannya Imam Malik bin Anas
dari Shofwan bin Malik dari Sa’id bin Salamah dari Al Mughiroh bin Abu
Bardah dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu, Dengan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
1. Al Mughiroh telah tsabit bahwa beliau benar-benar mendengar dari
Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu, sebagiamana ditetapkan oleh
Imam ‘Ali ibnul Madini dengan ucapannya : “Al Mughiroh bin Abi
Burdah dari bani ‘Abdud Dar mendengar dari Abu Huroiroh dan Ia
tidak mendengar darinya kecuali dalam hadits ini”. (lihat tahdzibut
thadzib 1/256).
2. Riwayat yang menyebutkan bahwa Al Mughiroh menerima hadits
dari Bapaknya adalah keliru, sebagaimana dikatakan oleh Imam
Ibnu Hibban : “barangsiapa yang memasukkan antara Ia (mughiroh)
dan Abu Huroiroh Bapaknya, maka ia telah wahm (keliru)”. (lihat
tahdzibut thadzib 1/256).
3. Riwayat melalui jalan ini ditulis oleh banyak ulama (sebagaimana
bisa dilihat dalam takhrij hadits) dari berbagai madzhab dan tempat
yang menunjukkan jalan ini telah menyebar dikalangan ulama kita.
4. Banyak para Imam Ahli hadits yang pakar dalam mengkritik hadits
telah menshohihkan jalan hadits ini.
Adapun cacat yang kedua karena ada rowi yang majhul dalam riwayat
ini sebagaimana diisyaratkan oleh Imam Syafi’I dan ditegaskan oleh
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
10
Imam Baihaqi dan Imam Adz-Dzahabi bahwa rowi tersebut adalah Said
bin Salamah dan Al Mughiroh bin Abi Burdah, maka jawabanya :
A. Said bin Salamah, telah berlalu biografi beliau dan kemajhulan yang
dituduhkan kepadanya bisa terangkat dengan berbagai
pertimbangan sebagai berikut :
1. Terdapat dua orang rowi (murid) yang maqbul yaitu Abu Katsir Al
Jalah (w. 120 H) yang dinilai shoduq oleh Al Hafidz dan Shofwan bin
Salim (60-132 H) seorang rowi tsiqoh yang telah berlalu biografinya.
Sehingga mengangkat statu majhul ‘ainya menjadi Majhul Hal,
karena definisi seorang rowi yang majhul, sebagaimana dikatakah
oleh Imam Al Khotib Al Baghdadi dalam kitabnya Al Kifayah fii ilmi
riwayah (88-89) : “Setiap orang yang tidak masyhur menuntut ilmu ,
tidak dikenal dikalangan ulama dan tidak diketahui haditsnya kecuali
dari jalan satu orang rowi seperti …dan jumlah minimal yang dapat
mengangkat kemajhulannya adalah Ia diriwayatkan lebih dari dua
orang yang masyhur menutut ilmu. Akhbarona Muhammad bin
Ahmad bin Ya’qub akhbarona Muhammad bin Nu’aim akhbarona
Ibrohim bin Ismail Al Qori akhbarona Abu Zakariya Yahya bin
Muhammad bin Yahya ia berkata : ‘Saya mendengar Bapakku
berkata jika seorang muhadits (rowi) diriwayatkan darinya dua
orang rowi (muridnya) dapat mengangkat kemajhulannya’. Saya
berkata (Al Khotib) : ‘tetapi tidak tsabit padanya hukum keadilannya
karena riwayat muridnya tadi, sebagian ulama berpendapat keadilan
telah tsabit baginya, kami akan menyebutkan kesalahan pendapat
mereka dengan kehendak dan Taufik dari Alloh Subhana wa Ta’ala.
[selesai nukilan]
dan kesimpulannya tentang rowi majhul adalah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Syaikh Albani dalam muqodimah Tamamul Minnah (h.
19-20) : saya (Albani) berkata, “Majhul yang tidak ada meriwayatkan
darinya kecuali satu orang adalah Majhul ‘Ain dan kemajhulan ini bisa
terangkat dengan riwayat dari dua orang atau lebih, sehingga disebut
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
11
majhul Hal dan Mastur, riwayatnya dalam hal ini diterima oleh jamaah
(fuqoha atau ushuliyyun) tanpa ikatan, sedangkan jumhur (ahli hadits)
menolaknya. Ibnu Hajar mengatakan dalam syaroh Nukhbah (h. 24) : ‘yang
benar riwayat Mastur dan semisalnya didalamnya mengandung beberapa
kemungkinan, maka tidak secara mutlak diterima maupun ditolak haditsnya
sampai jelas keadaannya sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Imam Al
Haromain.’
2. Beliau mendapatkan penilain tsiqoh dari Imam Nasa’I dan Imam
Ibnu Hibban serta tidak didapati penilain jarh dari seorang pun.
Maka ini menguatkan keadaannya sehingga haditsnya dapat
digunakan sebagai hujjah. Hal ini diterangkan oleh syaikh Albani
masih dalam kitab yang sama : ‘kemungkinanannya untuk menerangkan
keadaannya adalah dengan adanya Tautsiq dari Imam yang dianggap pen-
tautsiq-kannya, seolah-olah Al Hafidz mengisyaratkan hal ini dengan
perkataannya : ‘Majhul Hal adalah yang meriwayatkan darinya dua orang
rowi atau lebih dan tidak mendapatkan tautsiq’. Saya (Albani) hanyalah
berkata “yang dianggap pen-tsiqoh-annya” disebabkan disana ada sebagian
Ahli hadits yang tidak dipegangi dalam masalah tautsiq, karena mereka
memiliki pendapat yang syadz (ganjil) dari mayoritas ulama dengan gampang
men-tsiqoh-kan rowi yang majhul, diantara mereka adalah Ibnu Hibban”.
Kemudian Syaikh Albani memberikan keterangan yang berharga kepada kita
dalam kitab yang sama (h. 25) : “wajib diterangkan juga untuk
menggabungkan apa yang telah disebutkan oleh Al Mu’alimi masalah lain
yang penting juga yang sudah ma’ruf bagi orang yang berkecimpung dalam
ilmu ini yang sedikit sekali orang yang memperhatikannya dan kebanyakan
penuntut ilmu lalai darinya, yaitu rowi yang telah mendapatkan tautsiq dari
Ibnu Hibban dan telah meriwayatkan darinya sejumlah rowi yang tsiqot
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
12
serta haditsnya tidak memiliki kemungkaran maka rowi tersebut adalah
Shoduq dan dapat digunakan sebagai hujjah haditsnya”.
3. Beliau mendapatkan penguat (tawabi’) dari :
a. Yazid bin Muhammad Al Qurosy, ditakhrij haditsnya oleh Imam Al
Hakim dalam Mustadroknya (no. 451) dari jalan ‘Ali bin Hamsyadz Al
‘Adl hadatsana ‘Ubaid bin ‘Abdul Wahid hadatsana Ibnu Abi Maryam
akhbarona Yahya bin Ayub hadatsani Kholid bin Yazid akhbarona
Yazid bin Muhammad Al Qurosy dari Al Mughiroh bin Abi burdah
dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu.
Biografi perowi : ‘Ali bin Hamsyadz Al ‘Adl (258 – 338 H) dikatakan
oleh Adzahabi tsiqoh hafidz imam syaikh Naisabur (lihat siyar a’lamin
nubala no. 221) . ‘Ubaid bin ‘Abdul Wahid (w. 285) dinilai oleh Al Hafidz
tsiqoh yang shoduq dan dikatakan oleh Ibnul Munadi Ia berubah
pada akhir hidupnya (lihat lisanul mizan 2/155). Ibnu Abi Maryam
(144 -224 H) nama aslinya Sa’id ibnul Hakam, dikatakan oleh Al
Hafidz tsiqoh tsabat faqih. Yahya bin Ayub (w. 168 H) Ibnu Hajar
menilainya shoduq terkadang salah. Kholid bin Yazid (w. 139 H)
dinilai Al Hafidz tsiqoh faqih. Yazid bin Muhammad Al Qurosy
dikatakan tsiqoh oleh Al Hafidz Ibnu Hajar (lihat Tahdzibul kamal serta
Tahdzibut Tahdzib).
b. Al Jalah Abu Katsir, ditulis haditsnya oleh Imam Ahmad dalam
Musnadnya (no. 8912) dari jalan Qutaibah bin Sa’id dari Laits dari Al
Jalah Abu Katsir dari Al Mughiroh bin Abi burdah dari Abu Huroiroh
Rodhiyallohu anhu.
Biografi Perowi : Qutaibah bin Sa’id (150-240 H) dinilai oleh Al
Hafidz tsiqoh Tsabat. Laits bin Sa’ad (93,94 H – 175 H) dikatakan
oleh Imam Ibnu Hajar tsiqoh tsabat faqih imam. Al Jalah Abu
Katsir (w. 120 H) dinilai shoduq oleh Al Hafidz (lihat Tahdzibul kamal
serta Tahdzibut Tahdzib). Akan tetapi ketika dibandingkan dengan
riwayat lainnya dari jalan Yahya bin Bukair ada tambahan sanadnya
yaitu Yazid bin Abi Habib diantara Laits dan Al Jalah serta Sa’id bin
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
13
Salamah diantara Al Jalah dengan Al Mughiroh. Ditulis haditsnya oleh
Imam Baihaqi dalam Sunannya (no. 2), Imam Al Hakim dalam
Mustadroknya (no. 493) dan Imam Qosim bin Salam dalam kitabnya
Thohur ( no. 211) semuanya lewat jalan Yahya bin Bukair dari Laits
bin Sa’ad dari Yazid bin Abi Habib dari Al Jalah Abu Katsir dari
Sa’id bin Salamah dari Al Mughiroh bin Abi burdah dari Abu
Huroiroh Rodhiyallohu anhu.
Biografi Perowi : Yahya bin Bukair (154-231 H) dikatakan oleh Ibnu
Hajar tsiqoh dari Laits diperbincangkan pernah mendengar dari Malik.
Yazid bin Abi Habib (w. 128 H) ditulis oleh Al Hafidz tsiqoh faqih
dan terkadang memursalkan. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut
Tahdzib) . adapun perowi lainnya telah berlalu keterangannya.
Berdasarkan keterangan dalam buku-buku biografi perowi, Al Laits
dan Yazid termasuk ulama yang mengambil hadits dari Al Jalah.
Adapun Sa’id bin Salamah dan Al Mughiroh termasuk gurunya Al
Jalah sehingga dapat kita katakan bahwa Al Jalah ini mengambil
hadits dalam bab ini dari Said bin Salamah dan langsung mengambil
juga dari Al Mughiroh dan penegasan bahwa Al Mughiroh adalah
gurunya terdapat dalam kitab Jarh wa Ta’dil karya Imam Ibnu Abi
Hatim (no. 2288).
B. Al Mughiroh bin Abu Burdah, sebagian ulama mengatakan tegas
bahwa beliau tidak majhul seperti Al Hafidz Ibnu Hajar dalam
Talkhisul Khobir (hadits no. 1). Dan berikut adalah fakor-faktor yang
menguatkan haditsnya :
1. Sejumlah rowi meriwayatkan darinya, tidak kurang 8 perowi pernah
meriwayatkan darinya sebagaimana disebutkan oleh Imam Al Mizzi
dalam Tahdzibul Kamal. 8 rang tersebut yaitu : Abu Katsir Al Jalah
(shoduq), Al Harits bin Yazid (tsiqoh), Said bin Salamah (tsiqoh),
‘Abdulloh bin Abi Sholih (Hasan haditsnya), Muusa ibnu Al-Atsats Al
Balwi (tsiqoh), Yahya bin Sa’id (tsiqoh), Yazid bin Muhammad
(tsiqoh) dan Abu Marzuq Habib ibnusy Syahid (tsiqoh). Perowi yang
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
14
keadaannya seperti ini yaitu diriwayatkan oleh sejumlah perowi
tsiqoh maka haditsnya statusnya diterima jika tidak ada unsur
mungkar dalam hadits tersebut. Faedah ini adalah perkataan Syaikh
Albani dalam Muqodimah Tamamul Minnah, demikian nashnya :
“memungkinkan untuk menerima riwayatnya (rowi majhul-pent)
apabila sejumlah rowi tsiqoh meriwayatkan darinya dan haditsnya
tidak nampak indikasi mungkar. Demikianlah yang dipraktekan oleh
para hafidz mutaakhirin seperti Ibnu Katsir, Al Iroqi, Al Asqolani dan
selain mereka”.
2. Beliau ditsiqohkan oleh Imam Nasa’I dan Imam Ibnu Hibban, Imam
Abu Dauwud mengatakan : “Ma’ruf”.
3. Beliau mendapatkan mutaba’ah (penguat) dari :
a. Sa’id ibnul Musayyib, ditakhrij oleh Imam Al Hakim dalam Mustadrok
(no. 452) dan Imam Daruquthni dalam Sunannya (no. 85) melalui
jalur hadatsana Ishaq bin Ibrohim bin Sahm, hadatsana ‘Abdulloh
bin Muhammad bin Robi’ah, hadatsana Ibrohim bin Sa’ad dari Az-
Zuhri dari Sa’id ibnul Musayyib dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu
anhu.
Biografi Perowi : Ishaq bin Ibrohim bin Sahm (belum penulis
temukan biografinya), ‘Abdulloh bin Muhammad bin Robi’ah Al
Qudamy berkata Imam Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil (1/226) :
“..‘Abdulloh bin Muhammad Al Qudamy keumuman haditsnya adalah
tidak Mahfudz (terjaga) dan Ia juga seorang perowi yang dhoif (lihat
Ad-Dhoifah Albani no. 496), Ibrohim bin Sa’ad (108-175 H) dinilai oleh
Ibnu Hajar tsiqoh, hujjah dan diperbincangkan tapi tidak
mempengaruhinya. Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (w.
125 H) seorang Imam yang sangat terkenal dalam bidang hadits.
Sa’id ibnul Musayyib (w. 90 H) seorang Tabi’in besar yang
merupakan Imam pada zamannya. Abu Huroiroh seorang sahabat
yang sangat masyhur. Kesimpulannya sanad ini lemah dengan sebab
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
15
kelemahan ‘Abdulloh Al Qudamy, akan tetapi bisa digunakan sebagai
penguat terhadap Al Mughiroh, Wallohu ‘Alam.
b. Abu Salamah, haditsnya diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dalam
Mustadroknya (no. 453), Imam Daruquthni dalam Sunannya (no.
84) dan Imam Al Uqoily (no. 700) melalui jalur hadatsana Abu
Ayyub Sulaiman bin ‘Abdur Rokhman Ad Damsyiqi hadatsana
Muhammad bin Ghozwan hadatsana Al-Auza’iy dari Yahya bin Abi
Katsir dari Abu Salamah dari Abu Huroiroh.
Biografi Perowi : Sulaiman bin ‘Abdur Rokhman (belum penulis
temukan biografinya), Muhammad bin Ghozwan, berkata Imam Ibnu
Abi Hatim dalam Jarh wa ta’dil (no. 251) Imam Abu Zur’ah
berkata : ..Mungkarul Hadits dan Imam Ibnu Hibban dalam Majruhin
(2/299) menilainya tidak halal berhujjah dengannya, ‘Abdur
Rokhman bin ‘Amr Al-Auza’iy (w. 157 H) seorang Imam yang pakar
dalam hadits dan Sunnah Nabi sholollohu alaihi wa salam, Yahya bin
Abi Katsir (w. 132 H) dikatakan Ibnu Hajar tsiqoh tsabat akan tetapi
terkadang memursalkan hadits dan seorang mudalis dimasukkan
oleh Al Hafidz dalam thobaqoh Mudalisin yang ke-2, Abu Salamah
bin ‘Abdurokhman bin ‘Auf (w. 94 atau 104 H) dinilai oleh Al
Hafidz tsiqoh banyak haditsnya. kesimpulannya sanad ini sangat
lemah sekali karena kelemahan yang sangat pada diri Muhammad
bin Ghozwan.
Hadits ini juga memiliki penguat dari syawahid beberapa sahabat yaitu :
1. Amirul Mukminin Abu Bakar Shidiq Rodhiyallohu anhu
Terdapat 2 riwayat dari Sahabat Abu Bakar Shidiq Rodhiyallohu anhu
secara marfu dan mauquf, adapaun yang marfu diriwayatkan oleh
Imam Daruquthni dalam sunannya (no. 74) : hadatsana Al Husain
bin Ismail dan Muhammad bin Mukhlid keduanya berkata hadatsana
‘Umar bin Syabah Abu Zaid hadatsana Muhammad bin Yahya bin Ali
bin ‘Abdul Hamid hadatsani ‘Abdul ‘Aziz bin Abi Tsabit bin ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Umar bin ‘Abdurrokhman bin ‘Auf dari Ishaq bin Hazim Az-
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
16
Ziyat bekas budaknya Naufal dari Wahab bin Kaisan dari Jabir bin
‘Abdillah τ dari Abu Bakar shidiq τ bahwa Rosululloh saw ditanya
tentang air laut, Beliau sholollohu alaihi wa salam menjawab :
���2�2� �- /3�')$ �+�,��- � &�.#0$ �&��
Terjemahan : “Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : ‘Umar bin SYabah (173-262 H) dinilai tsiqoh
oleh Ibnu Hajar, Muhammad bin Yahya Al Hafidz mengatakan tsiqoh
tidak tepat pendhoifan yang dilakukan oleh Sulaimani, ‘Abdul Aziz
(w. 197 H) dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Matruk terbakar
kitabnya lalu meriwayatkan hadits dari hapalannya sehingga parah
kekeliruannya, akan tetapi nasab keturunannya mulia. Ishaq bin
Hazim dikatakan oleh Al Hafidz, Shoduq dibicarakan bahwa ia
memiliki pemikiran qodariyah. Wahab bin Kaisan (w. 127 H)
statusnya tsiqoh menurut Ibnu Hajar. sedangkan Jabir dan Abu
Bakar Rodhiyallohu anhums sahabat yang masyhur. (lihat Tahdzibul
kamal serta Tahdzibut Tahdzib).
Kesimpulannya sanad hadits ini dhoif disebabkan kedhoifan ‘Abdul
Aziz ini.
Adapun riwayat yang Mauquf ditakhrij oleh Imam Ibnu Abi Syaibah
(1/154), Imam Baihaqi dalam Sunan qubronya (no. 4208), Imam
Daruquthni dalam sunannya (no. 75), Imam Ibnul Mundzir dalam Al
Ausath (no. 156) dan Imam Qosim dalam At Thohur (no. 213)
semuanya dari jalan ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari ‘Amr bin Dinar dari
Abi At-Thofiil Rodhiyallohu anhu bahwa Abu Bakar Rodhiyallohu anhu
ditanya tentang air laut kemudian beliau menjawab : “Ia Suci Airnya,
Halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : ‘Ubaidillah bin ‘Umar (w. >143 H) dinilai oleh Al
Hafidz Tsiqoh Tsabat. ‘Amr bin Dinar (w. 126 H) penilain Imam Ibnu
Hajar Tsiqoh Tsabat. Abi At-Thofiil (w. 110 H) namanya adalah ‘Amir
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
17
bin Watsilah seorang Sahabat kecil. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut
Tahdzib).
Sanad hadits ini shohih karena rowi-rowinya tsiqoh.
2. Amirul Mukminin ‘Umar ibnul Khotob Rodhiyallohu anhu
Riwayat dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah (1/154) ia bekata,
hadatsana Ibnu Ulaiyah dari Ayub dari Abu Yazid Al Madani
hadatsani salah seorang Shoyaadiin (nelayan) ia berkata : “ketika
‘Umar Amiril Mukminin berkunjung dan pada saat disuguhkan
makanan, lalu saya bertanya, Ya Amirul Mukminin kami berlayar
dilautan ini, kami biasanya membawa air untuk persedian minum,
sebagian orang mengatakan bahwa air laut tidak bisa digunakan
untuk bersuci, lalu beliau (‘Umar) menjawab : “Air mana lagi yang
lebih suci darinya”.
Kedudukan sanad : Ibnu Ulaiyah (110-193 H) namanya adalah
Ismail bin Ibrohim dinilai oleh Al Hafidz Tsiqoh Hafidz. Ayub bin Abi
Tamimah (66-131 H) adalah rowi yang tsiqoh hujjah termasuk
pembesarnya Fuqoha yang ahli ibadah sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Hajar. Abu Yazid Al Madani dinilai tsiqoh oleh Ibnu Ma’in dan
Adz-dzahabi, Abu Hatim mengatakan ditulis haditsnya. Salah
seorang nelayan adalah majhul tidak diketahui identitasnya.
Kesimpulannya sanad ini dhoif karena adanya rowi majhul
diatas. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib).
Dalam jalan lain yang dikeluarkan oleh Imam Thobroni dalam
Mu’jam Ausath (no. 157) dan Imam Qosim dalam At Thohur (no.
216) dari Kholid Al Khidza’a dari ‘Ikrimah bahwa Umar Rodhiyallohu
anhu ditanya tentang air laut, beliau menjawab : “Air mana lagi
yang lebih suci darinya”.
Kedudukan sanad : Kholid bin Mihron Al Khidza’a dinilai Imam Adz-
dzahabi “Al Hafidz, Tsiqoh, Imam”. Ikrimah maula Ibnu Abbas
Rodhiyallohu anhuma (w. 104 H) seorang Tabi’I yang masyhur, akan
tetapi Ia tidak pernah mendengar dari Umar bin Khotob Rodhiyallohu
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
18
anhu (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib).. Kesimpulannya sanad
ini Dhoif karena munqothi’ (terputus).
Imam Ibnu Abi Syaibah (1/155) menulis melalui sanad : hadatsana
Waki’ dari Syu’bah dari Hisyam bin Sa’ad dari Zaid bin Aslam dari
‘Amr bin Sa’ad Al Jary ia berkata : Umar Rodhiyallohu anhu pernah
berkunjung ke Al Jar, lalu beliau pernah meminta handuk sambil
berkata : “mandilah kalian dari air laut, karena ia berkah”
Kedudukan sanad : Waki’ bin Jaroh (w. 196 atau 197 H) dinilai Al
Hafidz, ‘Tsiqoh, hafidz dan abid’. Syu’bah bin Hajaj (w. 160 H)
Amirul mukminin fil hadits. Hisyam bin Sa’ad (w. 160 H) dinilai Al
Hafidz ‘Shodhuq lahu auham tertuduh syiah’. Zaid bin Aslam (w.
136) dinilai Imam Adz-Dzahabi ‘Al Faqiih’. ‘Amr bin Sa’ad dinilai Al
Hafidz, Maqbul artinya ia layyin (lunak) haditsnya dan bisa dijadikan
hujjah ketika ada yang menguatkannya. (lihat Tahdzibul kamal serta
Tahdzibut Tahdzib). Kesimpulannya sanad ini lemah dengan sebab
kelemahan Amr bin Sa’ad dan tidak jelasnya ia pernah bertemu
dengan Umar bin Khotob Rodhiyallohu anhu
3. Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Tholib τ
Haditsnya dikeluarkan oleh Imam Daruquthni dalam sunannya (no.
76) dari jalan Muhammad bin Hasan hadatsani Bapakku dari
Bapaknya dari kakeknya dari Ali Rodhiyallohu anhu ia berkata :
“Rosululloh sholollohu alaihi wa salam ditanya tentang air laut, maka
Beliau sholollohu alaihi wa salam menjawab : Ia suci airnya dan halal
bangkainya”.
Kemudian riwayat yang sama dikeluarkan oleh Imam Al Hakim
dalam Mustadroknya (no. 499) dari jalan Ahmad bin Husain bin Ali
hadatsani Bapakku dari Bapaknya dari Kakeknya dari Ali bin Abi
Tholib Rodhiyallohu anhu : Al Hadits.
Kedudukan sanad : Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis
(1/6) : “Daruquthni dan Al Hakim meriwayatkan dari Ali bin Abi
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
19
Tholib Rodhiyallohu anhu melalui jalan Ahlu Bait dengan sanad
orang-orang yang tidak dikenal”.
4. Jabir bin ‘Abdulloh Rodhiyallohu anhu
Imam Thobroni dalam Mu’jam Kabir (no. 1738), Imam Daruquthni
dalam sunannya (no. 72) dan Imam Al Hakim dalam Mustadroknya
(no. 500) meriwayatkan dari jalan Al Husain bin Bisyr hadatsana Al
Mu’afa bin Imron dari Ibnu Juraij dari Abi Zubair dari Jabir
Rodhiyallohu anhu bahwa Nabi sholollohu alaihi wa salam bersabda
tentang air laut : “Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : Al Mu’afa bin Imron ditsiqohkan oleh Imam
Ahmad (Al Kamil 2/29 Ibnu Adi melalui irwaul gholil), mendengar dari ibnu
Juraij, Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata : ‘Ia permatanya ulama’ (Al
Ibar 1/54). Abdul Malik bin Juraij (w. 150 H) dinilai Al Hafidz, ‘Tsiqoh,
Faqih, Fadhil mudalis dan sering memursalkan hadits’. Abu Zubair
Muhammad bin Muslim bin Tadris (w. 126 H) dinilai Al Hafidz,
Shodhuq tetapi ia Mudalis. Jabir bin Abdulloh Rodhiyallohu anhuma
(w. > 70 H) Ia dan Bapaknya seorang sahabat besar. (lihat Tahdzibul
kamal serta Tahdzibut Tahdzib). Kesimpulannya : sanad ini lemah karena
ada dua orang mudalis yang meriwayatkan dengan ‘an’anah yaitu
Ibnu Juraij dan Abu Zubair, namun dengan adanya penguat yang
lain derajatnya naik menjadi Hasan seperti yang dinilai oleh Al
Hafidz dalam At Talkhis.
Melalui jalan lain ditakhrij haditsnya oleh Imam Ahmad dalam
Musnadnya (no. 15012), Imam Ibnu Majah dalam sunannya (no.
388), Imam Ibnu Hibban dalam shohihnya (no. 1261), Imam Ibnu
Khuzaimah dalam shohihnya (no. 113), Imam Daruquthni dalam
sunannya (no. 73), Imam Ibnu Jarud dalam Munthaqonya (no. 879)
dan Imam Abu Nu’aim dalam Hilyah (9/229), semuanya melalui
jalan Imam Ahmad : hadatsana Abul Qosim bin Abi Zinad ia berkata,
akhbaroni Ishaq bin Hazim dari Ubaidillah bin Muqsim dari Jabir
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
20
Rodhiyallohu anhu bahwa Nabi sholollohu alaihi wa salam bersabda :
Al Hadits.
Kedudukan sanad : Abul Qosim bin Abi Zinad Al Madini, ditsiqohkan
oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Hibban, Imam Ibnu Ma’in
menilainya ‘Laisa bihi Ba’sun’. Ishaq bin Hazim ditsiqohkan oleh
Imam Ahmad, Imam Ibnu Ma’in, Imam Ibnu Hibban dan Imam Ibnu
Syahin, Imam Abu Hatim berkata : ‘Sholihul Hadits’, Imam As-Saji
berkata : Shoduq memiliki pemikiran qodariyah. Ubaidillah bin
Muqsim dinilai tsiqoh oleh Imam Abu Zur’ah, Imam Nasa’I, Imam
Abu Dawud dan Imam Ibnu Hibban, Imam Abu Hatim
menambahkan : ‘La ba’sa bih’. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut
Tahdzib).
Kesimpulannya : sanad ini shohih, Imam Abu Ali ibnus Sakkan
berkata : “Hadits Jabir adalah yang paling shohih yang diriwayatkan
dalam bab ini”. (At-Talkhis). Benar apa yang dikatakan oleh Imam
Ibnu Sakkan, akan tetapi kemungkinan para ulama memasyhurkan
hadits tentang air laut ini dari jalan Abu Huroiroh karena hadits
tersebut tersebar hampir di semua kitab hadits dan paling banyak
mendapatkan rekomendasi penshohihan dari para ulama, wallohu
‘alam.
5. Abdulloh bin ‘Abbas τ
Imam Al Hakim dalam Mustadroknya (no. 490) menulis sanadnya :
Muhammad bin Ishaq Ash-Shoghoni hadatsana Suraij bin Nu’man
hadatsana Hamad bin Salamah dari Abu Tayah dari Musa bin
Salamah dari Ibnu Abas Rodhiyallohu anhuma ia berkata, Rosululloh
sholollohu alaihi wa salam ditanya tentang air laut, maka Beliau
menjawab : “Air laut itu suci”.
Kedudukan sanad : Muhammad bin Ishaq Ash-Shoghoni (w. 270)
dinilai Al Hafidz, Tsiqoh dan Tsabat. Suraij bin Nu’man (w. 217 H)
dinilai Al Hafidz, Tsiqoh memiliki wahm sedikit. Hamad bin Salamah
(w. 167 H) Imam yang masyhur. Abu Tayah Yazid bin Hamid (w.
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
21
127 H) dinilai Al Hafidz, Tsiqoh Tsabat. Musa bin Salamah dinilai
tsiqoh oleh Imam Abu Zur’ah dan Imam Ibnu Hibban. Ibnu Abas
Rodhiyallohu anhuma (w. 68 H) penafsir Al Qur’an, ulamanya
Sahabat. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib).
Kesimpulannya : Imam Al Hakim berkata setelah menulis hadits ini :
“ini adalah hadits shohih sesuai syarat Muslim namun beliau tidak
mengeluarkannya dan memilki syahid yang banyak” kemudian
perkataan ini disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi. Berdasarkan
kondisi perowinya tidak ragu lagi hadits ini shohih, namun perkataan
Imam Al Hakim yang diamini oleh Imam Adz-Dzahabi bahwa ini
sesuai syarat Muslim kurang tepat, karena Suraij bin Nu’man Imam
Muslim tidak pernah mencatat haditsnya.
Riwayat lain ditulis oleh Imam Ibnu Abi Syaibah (1/155 no. 6) :
hadatsana Abdur Rokhim dari Laits dari Ibnu Abas Rodhiyallohu
anhuma ia berkata : “Binatang buruan laut halal dan airnya suci”.
Kedudukan sanad : Al-Laits bin Saad bin Abdurrokhman (93 atau 94
H – 175 H) Imam yang masyhur. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut
Tahdzib).
Kesimpulannya : sanad ini terputus karena Al-Laits tidak pernah
berjumpa dengan Ibnu Abas Rodhiyallohu anhuma.
Riwayat yang mauquf juga ditakhrij oleh Imam Ibnu Abi Syaibah
(1/155 no. 5) dari Qotadah dari Sinan bin Salamah bahwa ia
bertanya kepada Ibnu Abas tentang air laut, maka jawabnya : “dua
laut yang tidak memudhorotkanmu dari mana saja kamu berwudhu,
yaitu air laut dan air Furot (sungai Eufrot)”. Dalam Mu’jam Ausath
(no. 158) dari Qotadah dan Abu Tayah dari Musa bin Salamah dari
Ibnu Abas Rodhiyallohu anhu ia berkata : “Air laut itu suci”.
Kedudukan sanad : Qotadah bin Diamah (60 - >100 H) Imam ahli
tafsir yang masyhur, Al Hafidz menilainya Tsiqoh Tsabat. Sinan bin
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
22
Salamah (dilahirkan pada waktu perang Hunain dan meninggal pada
akhir pemerintahan Hajaj) Al Hafidz menyebutnya, pernah melihat
Rosululloh sholollohu alaihi wa salam, namun tentang mendengarnya
Qotadah dari Sinan bin Salamah maka Imam Ibnu Ma’in
menegaskan bahwa Qotadah tidak pernah mendengar dan bertemu
dengannya. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib).
Kesimpulannya : Jadi mauquf yang shohih adalah riwayat yang
terdapat dalam Mu’jam Ausath.
6. Abdulloh bin Umar Rodhiyallohu anhuma
Dikeluarkan haditsnya oleh Imam Daruquthni dalam Sunannya (no.
4770) dari jalan : hadatsana Al Husain bin Ismail hadatsana Abul
Asy’ats hadatsana Al Mu’tamir hadatsana Ibrohim bin Yazid dari Amr
bin Dinar dari Abdurrokhman bin Abi Huroiroh bahwa ia bertanya
kepada Ibnu Umar Rodhiyallohu anhu yang berkata : “Saya makan
binatang yang mengambang di air”, pertanyaanya, yang
mengambang itu kan bangkai ? lalu Ibnu Umar Rodhiyallohu anhu
menjawab, Nabi sholollohu alaihi wa salam bersabda :
Sesungguhnya airnya (laut) suci dan bangkainya halal”.
Kedudukan sanad : Abul Asy’ats Ahmad bin Miqdam (w. 253 H)
Imam Abu Dawud mencelanya karena jatuh muruahnya, Abdan Al
Ahwazi berkata : saya mendengar Abu Dawud berkata, ‘Saya tidak
akan menulis haditsnya Abul Asy’ats, aku berkata, kenapa? Ia
menjawab : sebab ia pernah berjumpa dengan pelawak (di Bashroh),
adalah pelawak di Basroh mengikat uang dirham dengan tali
kemudian membuangnya di jalan dan mereka menunggu di pinggir
jalan, jika ada orang Basroh yang lewat akan mengambil uang
tersebut maka mereka akan memergokinya (dengan menarik
talinya-peny) untuk membuat malu orang tersebut. Abul Asy’ats
mengetahui hal tersebut berapa kali ketika di Bashroh, lalu ia
berkata : Ayo !! kita ikat botol seperti mereka mengikat (uang
dirham)yang mana ketika kalian menjumpai (jebakan) mereka dan
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
23
akan mengambil uangnya, mereka memergoki kalian. Letakkanlah
ikatan botol (tadi) seperti ikatan (jebakan) mereka, jika ada orang
akan mengambilnya seperti akan mengambil uang dirham tadi,
maka lukukan seperti yang mereka lakukan (dipergoki untuk
membuat malu orang yang mengambil barang tersebut). Lanjut
Imam Abu Dawud, itulah sebab aku tidak mengambil haditsnya.
Sebenarnya Ia adalah Ahli hadits dan Shoduq sebagaimana penilain
beberapa ulama, seperti Imam Abu Hatim, Imam Nasa’I dan Imam
Ibnu Sa’ad. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut Tahdzib). Mu’tamir bin
Sulaiman (106 – 187 H) dinilai Imam Adz-Dzahabi, Ia pemimpin
dalam ilmu dan ibadah seperti Bapaknya. Ibrohim bin Yazid (w. 151
H) dinilai Imam Ahmad, Matruk. Amr bin Dinar (w. 126 H) seorang
Imam yang masyhur. Abdurrokhman bin Abi Huroiroh ditsiqohkan
oleh Imam Ibnu Hibban.
Kesimpulan : sanad hadits ini lemah karena ada rowi matruk yang
bernama Ibrohim bin Yazid.
7. Anas bin Malik Rodhiyallohu anhu
Diriwayatkan oleh Imam Daruquthni dalam sunannya (no. 78) dari
Anas bin Malik Rodhiyallohu anhu secara marfu seperti lafadz hadits
Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu, namun dalam sanadnya ada Aban
bin Iyasy yang dikatakan oleh Imam Daruquthni sendiri ‘Matruk’.
Kesimpulannya : Riwayat Anas Rodhiyallohu anhu ini Dhoif.
8. Abdulloh bin ‘Amr ibnul ‘Ash Rodhiyallohu anhu
Imam Al Hakim mengeluarkan haditsnya dalam Mustadrok (no. 501)
dari Al Auza’I, sedangkan Imam Qosim dalam At-Thohur (no. 212)
dari Al Mutsana bin Sobah keduanya dari Amr bin Syu’aib dari
Bapaknya dari Kakeknya bahwa Rosululloh sholollohu alaihi wa
salam bersabda : “Bangkainya binatang laut halal dan airnya suci”
Kedudukan sanad : Abdurrokhman bin ‘Amr Al Auza’I (w. 157 H)
seorang Imam yang masyhur. Al Mutsana bin Sobah (w. 149) dinilai
Al Hafidz, Dhoif berubah hapalannya pada akhir usianya. Rangkaian
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
24
silsilah Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya (Ibnu Amr’)
adalah rangkaian hadits Hasan. (lihat Tahdzibul kamal serta Tahdzibut
Tahdzib).
Kesimpulannya : sanad hadits ini Hasan dan menjadi shohih dengan
penguatnya.
Terdapat juga riwayat mauquf dari Ibnu Amr Rodhiyallohu anhuma
yang ditulis oleh Imam Qosim dalam Thohur ( 217) dari jalan Ibnu
Luhaiyah dari Bukhoir bin Dzakhir ia berkata, saya mendengar
Abdulloh bin Amr’ berkata : “Barangsiapa yang air laut tidak dapat
mensucikannya, maka Alloh tidak akan membersihkannya”.
Kedudukan sanad : Abdulloh bin Luhaiyah (w. 174 H) Shoduq
mukhtalith setelah terbakar kitabnya, hanya 3 orang Abdulloh yang
riwayat dapat diterima dari Ibnu Luhaiyah yaitu Abdulloh bin
Mubarok, Abdulloh bin Wahab dan Abdulloh bin Yazid Al Muqri
karena mereka meriwayatkan dari Ibnu Luhaiyah sebelum kitabnya
terbakar. Disamping Ia mukhtalith juga Mudalis, maka riwayat
‘an’anahnya tidak diterima. Bukhoir bin Dzakhir ditsiqohkan oleh
Imam Ibnu Hibban.
Kesimpulannya : Sanad ini lemah, karena kelemahan Ibnu Luhaiyah.
9. Firosi Rodhiyallohu anhu
Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 387) dan Imam Qosim
dalam At-Thohur (no. 212) mengeluarkan haditsnya dari jalan Bakr
bin Sawadah dari Muslim bin Makhsy dari Ibnul Firosi ia berkata :
“saya berlayar dan saya memiliki wadah air untuk minum, untuk
berwudhu saya menggunakan air laut, lalu hal ini saya tanyakan
kepada Rosululloh sholollohu alaihi wa salam dan Beliau menjawab,
Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : Bakr bin Sawadah (w. >120 H) dinilai oleh Al
Hafidz, Tsiqoh Faqiih. Muslim bin Makhsy ditsiqohkan oleh Imam
Ibnu Hibban. Ibnul Firosy ini Imam Tirmidzi berkata : “saya bertanya
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
25
kepada Muhammad (Bukhori) tentangnya, Ia menjawab, ‘Ini Mursal,
Ibnul Firosi tidak pernah berjumpa dengan Nabi sholollohu alaihi wa
salam adapun Al Firosi (bapaknya) seorang sahabat”. (At-Talkhis).
Dalam kitabnya Al Ilal (9/13) Imam Daruquthni menulis dari Muslim
bin Makhsy dari Al Firosi Rodhiyallohu anhu, lalu berkata : “ini mirip
kebenaran (shohih)”. Al Hafidz berkata dalam At-Talkhis (1/6) :
“Imam Bukhori menyebutkan bahwa Muslim bin Makhsyi tidak
pernah berjumpa dengan Al Firosi, Ia hanya meriwayatkan dari
anaknya dan anaknya tadi bukan Sahabat (tapi Tabi’I –peny). Akan
tetapi dalam kitab Tarikh Kabirnya (no. 3638) Imam Bukhori menulis
bahwa Ibnul Firosi mendengar Nabi sholollohu alaihi wa salam.
Kesimpulannya : sanad hadits ini Shohih, dengan penguat-
penguatnya.
10. Abdun Al ‘Iroki Rodhiyallohu anhu
Imam Abu Nu’aim mentakhrij hadistnya dalam Marifatus shohabat
(no. 4284) dan Imam Thohawi dalam Misykalul Atsar (no. 3402) dari
jalan Hatim bin Ismail dari Hamid bin Shokhr dari ‘Iyasy bin Abas
dari Ubaidillah bin Jarir dari Al ‘Iroki Rodhiyallohu anhu bahwa ia
bertanya kepada Rosululloh sholollohu alaihi wa salam tentang air
laut Beliau menjawab : “ Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : Hatim bin Ismail (w. 186 atau 187 H) dinilai Al
Hafidz, Shoduq punya wahm tapi kitabnya shohih. Hamid bin Shokhr
(w. 189 H) dinilai Imam Ahmad, ‘Laisa bihi ba’sun’. ‘Iyasy bin Abas
(w. 133 H) dinilai Al Hafidz, Tsiqoh. Ubaidillah bin Jarir ditsiqohkan
oleh Imam Ibnu Hibban. Abdun Al Iroki Rodhiyallohu anhu salah
seorang sahabat sebagaimana ditegaskan oleh Imam Abu Hatim
dalam Jarh wa ta’dil (no. 214), Imam Abu Nu’aim dalam Ma’rifatus
shohabat (hadits ini) dan Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Al Isobah
(2/229) dan ‘Asadul Ghobah (1/1287).
Kesimpulannya : sanad ini lemah karena tidak diketahui apakah
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
26
Iyash pernah bertemu dengan Ubaidillah, disamping Ubaidillah
sendiri tidak ada yang mentautsiqnya selain Imam Ibnu Hibban,
akan tetapi kemajhulannya terangkat menjadi majhul hal karena ada
dua orang rowi tsiqoh yang meriwayatkan darinya (Abdul Malik bin
‘Umair dan Abu Ishaq Amr bin Abdulloh) dan adanya taustiq dari
Imam Ibnu Hibban dapat mengangkat statusnya menjadi Hasanul
hadits. Namun dengan melihat penguat-penguat yang lainnya maka
hadits ini Hasan sebagaimana yang ditetapkan oleh Imam Thohawi
dan Imam Al Haitsami dalam Majmuz zawaidnya (no. 1080).
11. ‘Uqbah bin ‘Amir
Haditsnya ditakhrij oleh Imam Thobroni dalam Mu’jam Ausath (no.
159) dari jalan Ibnu Luhaiyah dari Ja’far bin Robiah dari
Abdurrokhman bin Syamasah dari Uqbah bin Amir Rodhiyallohu anhu
bahwa ia berkata : “Ia suci airnya dan halal bangkainya”.
Kedudukan sanad : Abdulloh bin Luhaiyah (w. 174 H) telah berlalu
keterangannya. Ja’far bin Robi’ah (w. 136 H) dinilai tsiqoh oleh Al
Hafidz. Abdurrokhman bin Syamasah (w. 101 H) dinilai tsiqoh oleh
Al Hafidz. Uqbah bin Amir (w. 60 H) seorang sahabat mulia.
Kesimpulan : Sanad ini lemah dengan sebab kedhoifan Ibnu
Luhaiyah seorang mukhtalith dan mudalis.
Penjelasan Perkata :
��� ���'�()$� (tentang laut) : ini bukan perkataan Nabi ρ, akan tetapi yang
meupakan perkataan beliau ρ adalah � &�./0$� �&���+�,��- ,���2�2� �- /3�')$� .
�&�� (ia) : merupakan kata ganti dari air laut
D� &�./0$� (suci) : dengan difathah ‘tho’nya secara bahasa artinya
suci dan mensucikan (Tahdzibut Lughoh 2/296).
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
27
Berkata Ibnul Atsir : ‘Thuhur dengan didhomah
artinya perbuatan bersuci, sedangkan dengan
fathah (Thohur) artinya air yang digunakan untuk
bersuci’. (Lisanul Arob 4/504)
�+�,��- (airnya) : yaitu air laut, yang dalam susunan bahasa Arab
berkedudukan sebagai Fail dari kata Thohur.
Sehingga dari susunan ini menujukkan laut itu
suci airnya.
/3�')$� (Halal) : dalam sunan Imam Daruqutni (no. 71, 72 & 73)
dengan lafadz halal, yaitu lawan dari haram.
���2�2� �- (Bangkainya) : Yaitu bangkai hewan laut, yang dimaksud
bangkai disini adalah hewan yang tidak bisa
hidup kecuali di laut kemudian mati di laut,
bukan hewan lainnya yang kemudian mati di laut
secara mutlak. Kata ini dalam susunan bahasa
Arab berkedudukan sebagai Fail dari kata Al
khillu, yang menunjukkan bahwa bangkai laut itu
Halal untuk dikonsumsi.
Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Kesucian Air Laut
Para Ulama semenjak zaman sahabat telah berbeda pendapat tentang
penggunaan air laut untuk bersuci sebagai berikut :
1. Tidak bisa digunakan untuk bersuci
Yang terkenal dari kalangan sahabat yang memiliki pandangan
seperti ini adalah ‘Abdulloh bin ‘Umar Rodhiyallohu anhu, ‘Abdulloh
bin ‘Amr ibnul ‘Ash Rodhiyallohu anhu, serta ada juga yang menukil
dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu yang berpendapat seperti ini,
akan tetapi sanadnya tidak shohih sebagaimana nanti pembaca akan
melihatnya. Sedangkan dari kalangan tabi’in yang berpendapat
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
28
seperti ini adalah Abul Aliyah, tapi sanadnya juga lemah. kemudian
setelahnya dari kalangan 4 madzhab, maka kami belum
mendapatkan perkataan yang condong kepada pendapat ini. Wallohu
a’lam.
Adapun pendapat (perkataan) ibnu ‘Amr ibnul ‘Ash Rodhiyallohu
anhu telah dicatat oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam
mushonafnya(1/158) : Hadatsana Abu dawud At thoyalisi dari
Hisyam dari Qotadah dari Abu Ayub dari ‘Abdulah bin ‘Amr
Rodhiyallohu anhu , ia berkata :
E �F �'($ GH IJ 5���8 K� L&�� �- M?N K �'($ L�- �F E L�- “Air laut itu tidak mencukupi (tidak sah) digunakan untuk berwudhu dan tidak
juga untuk mandi junub (karena) sesungguhnya dibawah laut ada api, kemudian
air, kemudian api”.
Kedudukan Sanad : Para perowinya adalah para perowi yang tsiqoh,
perowi Imam Bukhori serta Imam Muslim dalam shohih mereka,
kecuali Abu Dawud At Thoyalisi, Imam Bukhori hanya menulis
namanya dalam hadits mualaqnya. Maka atsar ini kedudukannya
adalah shohih.
Ada sebagian ulama yang membawakan riwayat dari Ibnu Amr
Rodhiyallohu anhu yang marfu’ sampai kepada Nabi sholollohu alaihi
wa salam, sebagai berikut :
» P ��F ���'�()$ �G�'�Q #I�R�� ��#�$ �3 �(�� !�� ST��U ���� V��>�2�6�- ���� WX��Y #K�J ���'�()$ �Z�[���� �K P��'�� � �@�$ �G�'�Q��«
“Janganlah mengarungi lautan kecuali untuk berhaji, umroh atau berperang
di jalan Alloh, karena dibawah laut ada api dan dibawah api ada laut (lagi)”.
Takhrij Hadits : Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu dawud dalam
Sunannya (no. 2489), Imam Al Baihaqi dalam Sunan Kubronya (no.
10862) dan Imam Said bin Manshur dalam Sunannya (no. 2217) dari
shahabat ‘Abdulah bin ‘Amr bin ‘Ash secara marfu’, akan tetapi hadits
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
29
ini dhoif (lemah). Berkata Imam Bukhori : Hadits ini tidak shohih.
Imam Alkhotobi juga mengatakan yang senada : mereka (para
ulama hadits) mendoifkan hadits ini, dikarenakan dalam sanadnya
ada perowi yang majhul sebagaimana dikatakan Imam Abu Dawud
(lihat Nailul author 1/130 dan Silsilah ad dhoifah no. 478).
Imam Ibnu Abi Syaibah (1/158) meriwayatkan juga perkataan Ibnu
‘Umar Rodhiyallohu anhu, dengan sanad sebagai berikut : Hadatsana
Waki’ dari Syu’bah dari Qotadah dari ‘Uqbah bin Shohban, ia
berkata : saya mendengar Ibnu ‘Umar berkata :
�'($ L�- �- L&�&$ �- ]J ZY� �> 2$ “Tayamum lebih saya sukai daripada berwudhu dengan air laut”.
Kedudukan Sanad : Para perowinya adalah perowi tsiqoh, perowi
Imam Bukhori dan Imam Muslim dalam kitab shohih mereka.
Sehingga atsar ini statusnya shohih.
Imam Ibnu Abi Syaibah juga memilki riwayat dari seorang Tabi’in
besar Abul ‘Aliyah yang menunujukkan bahwa beliau tidak menyukai
bersuci dengan air laut ketika sedang berlayar. Berikut sanadnya :
Hadatsana Ishaq bin Sulaiman dari Abu Ja’far dari Ar robi’ bin Anas
dari Abul ‘Aliyah bahwa (ketika) Beliau mengarungi lautan, kemudian
habis perbekalan airnya, maka beliau berwudhu dengan Nabidz dan
tidak menyukai berwudhu dengan air laut’.
Kedudukan Sanad : Ishaq bin Sulaiman rowi yang tsiqoh, sedangkan
Abu Ja’far dan Ar Robi bin Anas keduanya perowi 4 kitab sunan, Abu
Ja’far Shoduq syai’ul hifdhi (jujur tapi jelek hapalannya), sedangkan
Ar Robi bin Anas Shoduq lahu auham (jujur dan punya kesalahan).
Maka perowi yang keadaannya seperti ini tidaklah diterima haditsnya
kecuali jika ada pendukungnya dari jalan yang lain, terlebih lagi
riwayat Ar Robi bin Anas dari Abu Ja’far ini banyak iththirob
(kegoncangan)nya, sebagaiman dikatakan oleh Imam Ibnu Hibban.
Kesimpulannya bahwa atsar ini lemah sampai ke Abul Aliyah.
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
30
Adapun riwayat yang dinukil dari Abu Huroiroh τ bahwa Beliau
mengatakan :
^�>_ L�-� �'($ L�- 5���` 3aU �- I��?N K I L�-. “Ada dua air yang tidak sah digunakan untuk mandi janabah, yaitu air laut
dan air panas”.
Maka atsar ini lemah hukumnya.
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam
mushonafnya (1/158) dengan sanadnya sebagai berikut : Hadatsana
Ibnu Ulaiyah dari Hisyam Al Dustuwai dari Yahya bin Abi Katsir dari
seorang laki-laki dari Abu Huroiroh.
Kedudukan sanad : Ibnu Ulaiyah yang bernama asli Ismail bin
Ibrohim dan Hisyam Al Dustuwai serta Yahya bin Abi Katsir adalah
termasuk perowi Bukhori-Muslim dan mereka semuanya tsiqoh,
sehingga kelemahannya ada pada perowi yang majhul yang tidak
disebutkan namanya ini, maka atsar ini dihukumi dhoif alias lemah.
Dalam Mushonafnya (no. 318), Imam Abdur Rozaq meriwayatkan
juga perkataan yang senada tapi bukan dari Abu Huroiroh
Rodhiyallohu anhu melainkan dari Ibnu Amr Rodhiyallohu anhu
dengan sanad sebagai berikut : dari Ma’mar dari Yahya bin Abi Katsir
dari seorang laki-laki Anshor dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.
Kedudukan Sanadnya : Ma’mar bin Rosyid perowi Bukhori-Muslim
seorang yang tsiqoh, sedangkan kelemahan atsar ini terletak pada
rowi Anshor yang Majhul.
2. Dapat digunakan untuk bersuci
Pendapat ini hampir disetujui oleh seluruh ulama, mereka berdalil
dengan hadits Abu Huroiroh Rodhiyallohu anhu diatas, dan juga asal
dari air yang diciptakan oleh Alloh Subhana wa Ta’ala adalah suci dan
mensucikan sebagaimana dalam firmanNya surat Al Furqon ayat 48 :
P &�.�c dL��- eL��>@a$ ���- ���)$�?�F���� ���2�>�Y� �B�f�� ��� �� P��g�� �h���=�$ �3��� �� B�C#$ �&����
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
31
“dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum
kedatangan rokhmatNya; dan Kami turunkan dari langit air yang sangat
bersih”.
Kesimpulannya : berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, maka
pendapat yang mengatakan air laut tidak dapat digunakan untuk
bersuci adalah ijtihad pribadi dari shohabat Ibnu Umar Rodhiyallohu
anhu dan Ibnu Amr Rodhiyallohu anhu semata. Tidak ada nash yang
jelas dan shohih dari Nabi sholollohu alaihi wa salam tentang tidak
bolehnya bersuci dengannya, maka ketika ada nash yang tegas dan
shohih dari Nabi sholollohu alaihi wa salam berkenaan dengan
sucinya penggunaan air laut sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh
yang diterima oleh hampir seluruh ulama, maka tidak ragu lagi
benarnya pendapat yang mengatakan bolehnya bersuci dengan air
laut. Adapun Ibnu Umar dan Ibnu Amr Rodhiyallohu anhuma
dimungkinkan hadits ini belum sampai kepada mereka berdua atau
sebab-sebab lainnya yang biasa terjadi di kalangan ahlu fiqih. Dan
barangsiapa yang ingin mengetahui faktor penyebab mengapa para
ulama berselisih pendapat, dapat merujuk kepada kitab yang ringkas
dan jelas tentang ini, buah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rof’ul
malam an Aimatil A’lam. Wallohu ‘Alam
Faedah yang dapat diambil dari Hadits ini
1. Air laut itu suci dan mensucikan, sah digunakan untuk bersuci
2. Bangkai binatang laut halal untuk dikonsumsi
3. Bolehnya menjawab pertanyaan dengan menambahkan jawaban lain
dari yang ditanyakan ketika ada faedah yang dibutuhkan oleh
penanya
4. Bolehnya mengarungi lautan untuk mendapatkan kemaslahatan
tertentu
5. Ketika mengadakan perjalanan jauh disyariatkan untuk membawa
bekal
Disusun : Abu Said Neno Triyono www.ikhwahmedia.wordpress.com
Robiul Awal 1433 H Cetakan 1
32
6. Hendaknya bagi seseorang ketika akan mengadakan perjalanan jauh
untuk mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan safar
7. Kemudahan syariat Islam didalam bersuci
8. Para ulama ketika mendapatkan sebuah berita yang shohih dari Nabi
sholollohu alaihi wa salam, maka mereka akan menjadikan hal itu
sebagai pedoman hidupnya
9. Terkadang terjadi perselisihan dikalangan ulama, dikarenakan hadits
yang shohih belum sampai kepadanya
10.Keluasan nikmat Alloh Subhana wa Ta’ala yang menjadikan semua
yang ada dimuka bumi khususnya lautan sebagai salah satu lahan
rezeki bagi hambaNya, oleh karena itu sangatlah tidak pantas orang-
orang yang memberikan persembahan kepada yang mereka sebut
dewa-dewi penguasa laut yang dikenal di negeri kita perayaan
sedekah laut, dikarenakan sangat jelas sekali kesyrikan mereka.
11.Wajibnya melaksanakan sholat lima waktu dalam keadaan apapun
12.Bolehnya sholat diatas kapal
13.Imam Asy Syafi’I berkata : semua air yang Alloh Subhana wa Ta’ala ciptakan baik yang turun dari langit atau pun mata air yang memancar dari bumi dan lautan yang tidak ada pengaruh manusia
melainkan sekedar mengambil untuk air minum, atau adanya suatu zat yang bercampur dengan air tersebut dan tidak merubah wana
dan tidak pula mempengaruhi rasanya, maka air tersebut Thohur (suci dan mensucikan) (lihat Tahdzibut Lughoh 2/297)